bab 1 pendahuluan · 2016. 8. 29. · persetujuan tindakan 2. rekam medis pada pasien rawat inap a....

23
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya eksistensi keberadaan hukum kesehatan atau hukum rumah sakit di Indonesia masih relatif baru. Hukum kesehatan ini dikenalkan oleh Fred Ameln dan Almarhum Oetama dalam bentuk ilmu hukum kedokteran. 1 Hukum Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam sistem perundang undangan di Indonesia. Dilihat dari banyaknya pelanggaran yang terjadi dalam praktik kedokteran, perlu adanya perlindungan hukum yang pasti baik untuk dokter sendiri maupun pasien. Dalam perjalanannya, hukum kesehatan banyak sekali menemukan perkembangan. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan yang mengatur secara mendalam tentang hukum kesehatan ini. Perkembangan ini meliputi kaidah- kaidah yang berlaku dalam masyarakat sekarang ini. Pergeseran strata yang dimana dahulu seorang tenaga medis adalah orang yang benar-benar ahli dalam bidang penyembuhan penyakit sehingga seorang tenaga medis dikatakan “dewa” oleh pasien yang datang kepadanya, pemikiran ini bergeser kearah yang lebih sederajat antara pasien dan tenaga medis, Pasien juga dapat menentukan haknya sendiri begitu pula dengan tenaga medis yang sama mempunyai hak dan kewajiban sehingga ada suatu kerjasama yang erat diantara tenaga medis dan pasien. 1 Fred Ameln,1991,Ilmu Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya,hal 71

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG MASALAH

    Pada dasarnya eksistensi keberadaan hukum kesehatan atau hukum rumah

    sakit di Indonesia masih relatif baru. Hukum kesehatan ini dikenalkan oleh Fred

    Ameln dan Almarhum Oetama dalam bentuk ilmu hukum kedokteran.1Hukum

    Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam sistem

    perundang undangan di Indonesia. Dilihat dari banyaknya pelanggaran yang

    terjadi dalam praktik kedokteran, perlu adanya perlindungan hukum yang pasti

    baik untuk dokter sendiri maupun pasien.

    Dalam perjalanannya, hukum kesehatan banyak sekali menemukan

    perkembangan. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan yang mengatur secara

    mendalam tentang hukum kesehatan ini. Perkembangan ini meliputi kaidah-

    kaidah yang berlaku dalam masyarakat sekarang ini. Pergeseran strata yang

    dimana dahulu seorang tenaga medis adalah orang yang benar-benar ahli dalam

    bidang penyembuhan penyakit sehingga seorang tenaga medis dikatakan “dewa”

    oleh pasien yang datang kepadanya, pemikiran ini bergeser kearah yang lebih

    sederajat antara pasien dan tenaga medis, Pasien juga dapat menentukan haknya

    sendiri begitu pula dengan tenaga medis yang sama mempunyai hak dan

    kewajiban sehingga ada suatu kerjasama yang erat diantara tenaga medis dan

    pasien.

    1 Fred Ameln,1991,Ilmu Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya,hal 71

  • 2

    Dalam Sistem Kesehatan Nasional, penyelenggaraan pelayanan kesehatan

    dasar dapat berupa Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) primer yaitu

    mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan

    kepada perorangan. Penyelenggara UKP primer adalah pemerintah, masyarakat

    dan swasta yang diwujudkan melalui berbagai bentuk pelayanan profesional dan

    dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja maupun fasilitas kesehatan perorangan

    primer baik Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas kesehatan lainnya milik

    pemerintah, masyarakat maupun swasta.2

    Secara umum pelayanan kesehatan dapat dibedakan atas pelayanan

    kedokteran (medical service) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health

    service). Kedua jenis pelayanan ini mempunyai karakteristik yang berbeda

    tentunya. Pelayanan kedokteran lebih ditujukan pada upaya-upaya pengobatan

    (kuratif) penyakit dan pemulihan (rehabilitatif) kesehatan dengan sasaran

    utamanya adalah perorangan/individu yang datang untuk mendapatkan pelayanan

    kesehatan tersebut. Pelayanan kesehatan masyarakat umumnya diselenggarakan

    secara bersama-sama dalam suatu organisasi bahkan harus mengikutsertakan

    potensi masyarakat dengan sasaran utamanya adalah masyarakat secara

    keseluruhan. Upaya kesehatan yang ditujukan lebih pada penekanan upaya-upaya

    promosi (promotif) dan pencegahan (preventif). Upaya-upaya kesehatan tersebut

    harus bersifat menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, berjenjang, profesional dan

    bermutu serta tidak bertentangan dengan kaidah ilmiah, norma sosial budaya,

    moral dan etika profesi.3

    2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistin

    Kesehatan Nasional.

    3 Wila Chandrawila Supriadi, 2001, Hukum Kedokteran, Bandung: Mandar Maju.

  • 3

    Dalam hal ini, penyedia jasa kesehatan maupun dokter perlu menyediakan

    pencatatan yang berisi tentang penyakit pasien atau diagnosa penyakit pasien yang

    disebut rekam medi. Pada kegiatan pelayanan kesehatan pencatatan rekam medis

    sangatlah penting, karena adanya rekam medis dokter dapat mengerti riwayat

    penyakit dari si pasien tersebut serta penanggulangannya.

    Rekam medis sendiri adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen

    tentang pasien yang berisi indentitas, pemeriksaaan, pengobatan dan tindakan

    medis lain pada sarana kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap, baik yang dikelola

    pemerintah ataupun swasta.4 Setiap sarana kesehatan mewajibkan dokter atau

    tenaga medis yang lain yang mempunyai kuasa atau diberikan kuasa untuk

    membuat rekam medis sesudah pasien mendapatkan pelayanan kesehatan dari

    sarana pelayan tersebut.

    Pada rekam medis data yang dimasukan dapat dibedakan menjadi beberapa

    yaitu untuk pasien rawat jalan, pasien rawat inap, dan pasien dalam keadaan

    gawat darurat. Pada setiap pelayanan kesehatan baik itu rawat jalan, rawat inap

    maupun gawat darurat dapat dibuat data rekam medis sebagai berikut :

    1. Rekam medis pada pasien rawat jalan5

    a. Identitas pasien

    b. Tanggal dan waktu

    c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit)

    d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis

    e. Diagnosis

    4 Alexandra ide, 2012,Etika dan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan,Yogyakarta:Grasia

    Book Publisher.

    5 Ibid, hal 328-331.

  • 4

    f. Rencana penatalaksanaan

    g. Pengobatan atau tindakan

    h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

    i. Untuk pasien kasus gigi perlu dilengkapi dengan odontogram klinik

    j. Persetujuan tindakan

    2. Rekam medis pada pasien rawat inap

    a. Identitas pasien

    b. Tanggal dan waktu

    c. Anamnesis

    d. Hasil pemeriksaan fisik

    e. Diagnosis

    f. Rencana penatalaksanaan

    g. Pengobatan atau tindakan

    h. Persetujuan tindakan bila perlu

    i. Catatan observasi klinis

    j. Ringkasan pulang

    k. Nama dan tanda tangan dokter

    l. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain

    m. Untuk pasien kasus gigi perlu dilengkapi dengan odontogram klinik

    3. Rekam medis pada pasien gawat darurat

    a. Identitas pasien

    b. Kondisi pada saat pasien tiba di rumah sakit

    c. Identitas pengantar pasien

    d. Tanggal dan waktu

  • 5

    e. Hasil anamnesis

    f. Hasil pemeriksaan fisik

    g. Diagnosis

    h. Pengobatan atau tindakan

    i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat

    darurat dan rencana tindak lanjut

    j. Nama dan tanda tangan dokter sarana transportasi yang digunakan bagi

    pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain

    k. Pelayanan lain yang telah dibertikan kepada pasien

    Penelitian yang berkaitan dengan isu hukum dari hubungan dokter dengan

    pasien, dapat ditemukan pada penelitian skripsi yang ditulis oleh Michael Adi

    Susanto, Nim: 312006014. Skripsi Michael Adi Susanto berjudul Perlindungan

    Hukum Terhadap Hak Pasien Rumah Sakit Atas Informasi Hasil Rekam Medis

    studi Kasus Prita Mulyasari. Adapun perbandingan skripsi penulis dengan penulis

    skripsi diatas akan diterangkan dalam table berikut ini :

    No

    Faktor

    Pembeda

    Michael Adi Susanto Penulis

    1 Judul Perlindungan Hukum

    Terhadap Hak Pasien

    Rumah Sakit Atas Informasi

    Hasil Rekam Medis (Study

    Kasus Pripta Mulyasari)

    Tinjauan Hukum Terhadap

    Rekam Medis Sebagai Alat

    Bukti

    2 Poin Latar

    Belakang

    Posisi Hak pasien dalam

    kasus Prita

    Fungsi rekam medis dan

    pembuktian

    3 Rumusan

    Masalah

    Bagaimana perlindungan

    hukum terhadap hak pasien

    rumah sakit atas informasi

    hasil rekam medis

    berdasarkan undang-undang

    1) Bagaimana kedudukan rekam medis dalam

    sistem hukum

    Indonesia?

    2) Apakah rekam medis

  • 6

    no 29 tahun 2004 tentang

    praktik kedoktersan dan uu

    no 8 tahun 1999 tentang

    perlindungan konsumen.

    dapat dijadikan sebagai

    alat bukti yang sah

    dalam peradilan

    Indonesia?

    4 Tujuan

    Penelitian

    Untuk mengetahui

    bagaimana perlindungan

    hukum yang diberikan oleh

    undang-undang terhadap

    hak-hak pasien terutama hak

    atas informasi hasil rekam

    medis jika hak tersebut

    dilanggar.

    1) Untuk mengetahui kedudukan rekam

    medis dalam sistem

    hukum di Indonesia

    2) Untuk mengetahui apakah rekam medis

    dapat dijadikan

    sebagai alat bukti yang

    sah dalam peradilan di

    Indonesia

    5 Metode

    Penelitian

    1) Yuridis normative dengan mode

    pendekatan undang-

    undang dan pendekatan

    konseptual

    2) bahan-hukum primer: peraturan

    perundangan,buku buku

    teks,kamus hukum dan

    jurnal.

    1) Nomatif dengan metode pendekatan

    2) Data internet sebagai penunjang

    3) Peraturan perundangan,buku-

    buku hukum

    6 Unit Analisa Perlindungan hukum yang

    diberikan terhadap Prita

    Mulyasari selaku pasien atas

    pelanggaran yang dilakukan

    oleh RS Omni Internasional.

    7 Unit Amatan UU praktik kedokteran dan

    UU perlindungan

    konsumen.

    1. UU praktik kedokteran 2. UU perlindungan

    konsumen

    3. UU rumah sakit 4. UU kesehatan

    Tabel 1. Perbandingan Skripsi

    Dari tabel perbandingan di atas ditemukan perbedaan antara skripsi Michael

    Adi Susanto yang lebih cenderung membahas masalah hak dari pasien dengan

    studi kasus dari kasus Prita Mulyasari yang tidak memberikan kejelasan tentang

    isi dari rekam medisnya. Perbedaan yang lain terdapat pada rumusan masalah,

    tujuan penelitian, metode penelitian yang digunakan dan unit amatan.

    Berdasarkan beberapa uraian serta perbedaan di atas, maka penulis menulis skripsi

  • 7

    dengan judul “TINJAUAN HUKUM TERHADAP REKAM MEDIS SEBAGAI

    ALAT BUKTI”.

    Adapun penjelasan mengenai pengertian dari judul yang penulis angkat adalah

    sebagai berikut :

    1. Tinjauan Hukum

    KBBI adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan data,

    pengolahan, analisa, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan

    objektif untuk memecahkan suatu persoalan.

    2. Rekam Medis menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang

    dimaksud rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain

    identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta

    tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan

    merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai

    tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan

    kesehatan.

    3. Alat Bukti dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara

    Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi,

    keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

    Latar belakang dari permasalahan yang di angkat oleh penulis dengan

    mendasarkan pada pemahaman bahwa sudah sejak jaman dahulu hubungan

    hukum antara dokter dan pasien terjadi. Hubungan hukum yang terjadi ini

    berdasarkan atas sistim kepercayaan yang timbul dari pihak pasien, karena dokter

    dianggap orang yang paling mengerti dan mengetahui segala apa yang terjadi

    http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/2647/node/629http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/2647/node/629

  • 8

    didalam tubuh pasien. Atas dasar kepercayaan ini pasien menyerahkan

    penyakitnya untuk diobati kepada orang yang lebih mengerti dalam hal ini dokter.

    Dalam hubungan ini baik pihak pasien maupun dokter sama-sama mempunyai

    hubungan hokum yang menimbulkan hak dan kewajiban. Hubungan antara dokter

    dan pasien ini berawal dari pola hubungan vertical paternalistic seperti hubungan

    antara bapak dengan anaknya yang bertolak dari prinsip “father know best” yang

    akhirnya melahirkan hubungan yang bersifat paternalistik.6 Dalam hal ini seorang

    dokter dituntut untuk menjadi seorang mengupayakan untuk bisa menyembuhkan

    penyakit si pasien, dengan bekal keterampilan yang sudah ditempuh selama masa

    studi dan pengalaman yang lama untuk mengusahakan kesembuhan dari si pasien

    tersebut.

    Dengan berkembangnya jaman, yang dahulu pola hubungan yang terjadi

    antara dokter dan pasien adalah vertical paternalistic kini telah bergeser menjadi

    pola hubungan yang sifatnya horizon kontraktual yang dimana pada pola vertical

    paternalistic dokter diangkap sebagai sosok seorang ayah dan pasien seorang anak

    sehingga pasien harus mengikuti kemauan dari seorang dokter kini telah bergeser

    menjadi hubungan yang sederajat antara 2 (dua) subjek hukum yang melahirkan

    hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak.

    Kesehatan merupakan hal yang penting bagi masyarakat, karena kesehatan

    masyarakat tidak dapat beraktivitas secara optimal, oleh karna itu setiap orang

    pasti mengiginkan kondisi badan yang sehat. Dengan kondisi badan yang sehat

    6Lihat lebih lanjut dalam Hermien Hadiati Koeswandji, 1998,Hukum Kedokteran Study

    Tentang Hubungan Hukum Dalam Mnan Dokter Sebagai Salah Satu Pihak. PT Citra Aditya,

    Bandung . Hal. 36

  • 9

    sudah pasti kita bisa melakukan aktifitas serta dapat pula menghasilkan karya-

    karya yang diinginkan. Pada saat tubuh ini terganggu pasntinya kita akan

    melakukan berbagai cara agar tubuh ini kembali menjadi optimal, salah satunya

    dengan cara berobat ke tempat pelayanan kesehatan. Oleh karna itu pelayanan

    kesehatan merupakan hal penting sebagai sarana penunjang kesehatan tubuh kita.

    Pengertian pelayanan kesehatan menurut Lavey dan Loomba adalah setiap

    upaya baik yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu

    organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah penyakit,

    mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan yang ditujukan terhadap

    perseorangan, kelompok dan masyarakat.7

    Pelayanan kesehatan dapat juga

    dikatakan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang melembaga berdasarkan

    fungsi sosial di bidang pelayanan kesehatan bagi individu dan keluarga. Fungsi

    sosial di sini berarti lebih mengutamakan pada unsur kemanusiaan dan tidak

    mengambil keuntungan secara komersial.8

    Dalam hal pelayanan kesehatan, hubungan hukum yang terjadi antara dokter

    dengan pasiennya dimulai ketika seorang pasien datang kepada dokter dan

    mengutarakan keluhannya dan dokter nyenyatakan kesanggupannya untuk

    mengobati pasien tersebut dengan menyatakan secara lisan maupun tertulis seperti

    sikap atau tindakan yang mencatat atau menyediakan rekam medis bagi si pasien

    tersebut. Fungsi dari rekam medis sendiri sangat penting bagi pasien dan dokter.

    7 Veronica Komalawati, 1999, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik,

    Bandung : PT Citra Aditya Bakti , hal.77

    8 CST. Kansil, 1991,Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, hal.

    202-203.

  • 10

    Dalam undang-undang praktik kedokteran dokter mempunyai kewajiban untuk

    membuat rekam medis.

    Rekam medis mempunyai peran penting dalam sarana pelayanan kesehatan.

    Rekam medis ini berisi tentang identitas, pemeriksaan, pengobatan serta berbagai

    tindakan pelayanan kesehatan lain yang diberikan seorang dokter atau tenaga

    medis yang berpengalaman kepada pasien yang menjalani perawatan di suatu

    sarana pelayanan kesehatan.

    Peranan dari rekam medis sendiri sangatlah penting serta melekat pada

    kegiatan pelayanan kesehatan. Serikali diibaratkan bahwa rekam medis adalah

    orang ketiga yang hadir pada saat dokter menerima pasiennya, bisa kita katakana

    rekam medis adalah saksi.9 Dalam pelayanan kesehatan rekam medis sangat

    butuhkan untuk melengkapi kebutuhan informasi (informed concent). Hal ini

    sangat dibutuhkan bagi dokter pengganti yang akan menangani perawatan si

    pasien serta untuk referensi masa akan datang yang dibutuhkan bagi pasien sendiri

    maupun dokter atau tenaga medis.

    Pada Undang-Undang Praktik Kedokteran dalam Pasal 46 Ayat (1) sampai

    Ayat (3) dan Pasal 47 Ayat (1) sampai Ayat (3) mengatakan bahwa pembuatan

    rekam medis adalah tanggung jawab dari seorang dokter. Apabila kewajiban ini

    dilanggar, dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi pidana berdasarkan

    pada Pasal 79b Undang-Undang Praktik Kedokteran.

    9 HJ.Anny Isfandryarie,.2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter,Buku

    1,Jakarta:hal 165

  • 11

    Catatan dalam rekam medis sangat berguna bagi pasien maupun dokter.

    Catatan rekam medis tidak hanya digunakan sebagai pengingat bagi dokter,

    maksudnya adalah mengingatkan dokter bagaimana keadaan pasiennya sebelum

    dirawat dan saat akan dirawat oleh dokter yang bersangkutan. Namun karena

    semakin banyak tuntutan malpraktik, rekam medis juga dapat digunakan sebagai

    pembelaan bagi dokter yang terkena tuntutan malparaktik. Karena rekam medis

    juga dapat dijadikan sebagai alat bukti bersalah atau tidaknya seorang dokter

    dalam melakukan tindakan medisnya.

    Dalam prakteknya sering terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan

    oleh pihak penyedia jasa kesehatan salah satunya adalah dalam bentuk rekam

    medis sendiri. Pada hakikatnya rekam medis merupakan hak dari pasien yang

    artinya pasien juga berhak mengetahui isi dari diagnosa yang dicatat oleh dokter

    dalam beenruk rekam medis tersebut. Salah satu contoh kasus dalam pelayanan

    kesehatan adalah kasus Prita Mulyasari.

    Dalam kronologi singkatnya, kasus ini berawal dari seorang pasien yang

    bernama Prita Mulyasari yang memeriksakan kesehatannya di RS Internasional

    Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah, kesulitan buang air

    besar sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh karena itu dr.

    Hengky Gosal, Sp.PD dan dr. Grace Herza Yarlen Nela, mendiagnosis prita

    menderita Demam berdarah, atau Tifus. Menurut dokter yang menangani hasil cek

    darah menunjukan jumlah trombosit yang terlalu rendah, yaitu bekisar 27.000 dari

    yang seharusnya berjumlah 200.000. Berdasarkan hasil cek darah terhadap Prita

    tersebut, dokter yang menangani menyarankan agar Prita menjalani rawat inap.

    Pada hari berikutnya dokter yang menangani Prita memberikan revisi terhadap

    http://id.wikipedia.org/wiki/Demam_berdarahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tifus

  • 12

    hasil diagnose cek darah, akan tetapi suntikan serta infuse tetap dilakukan tanpa

    adanya konfrimasi yang jelas mengenai penyakit yang diderita Prita.

    Akibat dari suntikan yang berulang-ulang serta infuse yang tidak jelas,

    malam harinya Prita mengalami sesak nafas selama 15 menit serta pembekakan

    pada leher kiri dan matanya juga pada tangan kananya. Akhirnya Prita meminta

    agar suntikan dan infuse tidak di lakukan lagi. Prita meminta alasan revisi hasil

    diagnosa yang berubah, akan tetapi dengan alasan lain dokter yang menangani

    cenderung menyalahkan hasil laboraturium, sehingga Prita memutuskan untuk

    pindah ke rumah sakit lain.

    Akhirnya Prita pindah ke rumah sakit lain. Hasil diagnosa yang baru

    mengatakan bahwa Prita tekena virus dan dimaksukan ke dalam ruang isolasi

    untuk penyembuhan. Selang beberapa hari Prita Mulyasari mengirim tulisan yang

    isinya berupa keluhan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah

    sakit Omni. Tulisan itu dikirim ke [email protected] dan ke

    kerabatnya yang lain dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam

    Sutra”. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online.

    Merasa telah dirugikan akibat keluhan Prita yang menyebar di media online,

    pihak rumah sakit Omni pun menuntut Prita Mulyasari dengan gugatan pidana

    atas dasar pencemaran nama baik. Prita pun menggugat pihak Rumah Sakit Omni

    dengan gugatan perdata, namun Prita diputus kalah dan di wajibkan membayar

    ganti rugi sebesar Rp 161.000.000,- serta kerugian inmateril sebesar Rp

    100.000.000,- , tidak hanya itu Prita juga dijadikan sebagai tahanan wanita di LP

    wanita Tangerang sebagai tahanan Kejaksaan.

    mailto:[email protected]

  • 13

    Banyaknya dukungan dari masyarakat juga Megawati dan Jusuf Kala

    mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA membatalkan

    tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan

    keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota. Kabar terbaru saat ini Prita

    Mulyasari diputus bebas oleh pihak pengadilan.

    Berkaitan dengan kasus Prita Mulyasari ini, penulis dapat mengidentifikasi

    adanya beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh penyedia jasa kesehatan serta

    adanya hak-hak sebagai konsumen yang dilanggar. Oleh karenanya,pasien harus

    mengetahui lebih jauh mengenai hak-hak serta kewajiban dari para pihak

    khususnya hak dari pasien itu sendiri.

    Dalam perbuatannya seorang dokter mempunyai tanggung jawab hukum

    yang berkaitan dengan pelaksanaan profesinya. Tanggung jawab hukum yang

    timbul berkaitan dengan pelaksanaan profesi dokter dibedakan menjadi :10

    1. Tanggung jawab kepada ketentuan profesionalnya yang termuat dalam

    Keputusan mentri Kesehatan RI No. 434/Men.Kes/SK/X/1983 tentang

    Kodeki;

    2. Tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang tercantum

    dalam Undang-Undang, yaitu Kitab Undang- Undang Hukum Pidana

    (KUHP) beserta hukum acaranya (KUHAP), Kitab Undang- Undang

    Hukum Perdata dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen beserta

    hukum acaranya (HIR),Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

    10 HJ.Anny Isfandryarie,Sp.An.,SH.2006.Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi

    Dokter,Buku 1,Jakarta:hal 3

  • 14

    Kesehatan dan Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

    Kedokteran.

    Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

    Kedokteran, menyebutkan hak dan kewajiban dari pasien dan dokter adalah

    sebagai berikut :11

    Hak Dokter

    1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

    dengan standar profesi dan standar prosedur operasional

    2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

    prosedur operasional

    3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan

    keluarganya

    4. Menerima imbalan jasa

    Kewajiban Dokter

    1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

    prosedur operasional

    2. Merujuk pasien kedokter yang mempunyai keahlian atau kemampuan

    lebih baik apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan

    3. Merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan setelah

    pasien meninggal dunia

    11http://www.scribd.com/doc/36496720/Hak-dan-Kewajiban-Dokter-Pasien, 25 juni 2013

    http://www.scribd.com/doc/36496720/Hak-dan-Kewajiban-Dokter-Pasien

  • 15

    4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia

    yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melaksanakannya

    5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

    kedokteran

    Hak-hak pasien dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan itu

    diantaranya meliputi:12

    1. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali

    tak sadar, penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).

    2. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin ybs,

    kepentingan ybs, kepentingan masyarakat).

    3. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan

    penyelamatan nyawa atau cegah cacat).

    Hak Pasien dalam UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dalam Pasal

    32 menyebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai berikut:

    1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di

    Rumah Sakit.

    2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.

    3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.

    4. Memperoleh pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan standar profesi

    dan standar prosedur operasional.

    12http://www.edikusmiadi.com/2011/12/hak-kewajiban-pasien-dan-tenaga.html, diunduh 25juni

    2013

    http://www.edikusmiadi.com/2011/12/hak-kewajiban-pasien-dan-tenaga.html,%20diunduh

  • 16

    5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar

    dari kerugian fisik dan materi;

    6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.

    7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan

    peraturan yang berlaku di rumah sakit.

    8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain

    (second opinion) yang memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) baik di dalam

    maupun di luar rumah sakit.

    9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk

    data-data medisnya.

    10. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan

    oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.

    11. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,

    tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang

    mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta

    perkiraan biaya pengobatan.

    12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

    13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya

    selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

    14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan

    di Rumah Sakit.

    15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap

    dirinya.

  • 17

    16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan

    kepercayaan yang dianutnya.

    17. Menggugat dan atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit itu diduga

    memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara

    perdata ataupun pidana.

    18. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar

    pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan.

    Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada

    pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

    1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis

    sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3.

    2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.

    3. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.

    4. Menolak tindakan medis.

    5. Mendapatkan isi rekam medis.

    Terkait rekam medis, Peraturan Menteri Kesehatan No.269 tahun 2009

    Pasal 12 menyebutkan:

    1. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.

    2. Isi rekam medis merupakan milik pasien.

    3. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk

    ringkasan rekam medis.

  • 18

    4. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat

    diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa

    atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak

    untuk itu.

    Sementara itu kewajiban pasien diatur diataranya dalam UU No 29 tahun

    2004 tentang Praktik Kedokteran, terutama pasal 53 UU, meliputi:

    1. Memberi informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.

    2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi.

    3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di saryankes.

    4. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

    Berdasarkan hak-hak dan kewajiban dokter dan pasien di atas, dapat di tarik

    kesimpulan bahwa ada hubungan antara dokter sebagai penyedia jasa pelayanan

    kesehatan dan pasien sebagai konsumen. Hubungan yang demikian sering dikenal

    sebgai perjanjian terapiutik.

    Apabila dilihat dari hubungan hukum yang timbul dapat dibedakan pada dua

    macam perjanjian yaitu :

    1. Perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara

    rumah sakit dan pasien bahwa pihak rumah sakit

    menyediakan kamar perawatan dan di mana tenaga perawatan

    melakukan tindakan perawatan.

    2. Perjanjian pelayanan medis di mana terdapat kesepakatan

    antara rumah sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada

  • 19

    rumah sakit akan berupaya secara maksimal untuk

    menyembuhkan pasien melalui tindakan medis Inspannings

    Verbintenis.13

    Hubungan yang demikian menimbulkan kesepakatan antara dokter dengan

    pasiennya ini terdapat pada BAB VII PENYELENGGARAAN PRAKTIK

    KEDOKTERAN bagian kedua tentang pelaksanaan praktik Pasal 39 dan bagian

    ketiga tentang pemberian pelayanan Pasal 44,45 dari UU No 29 Tahun 2004,

    tentang Praktek Kedokteran. Dalam ketentuannya menyatakan bahwa, praktek

    kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter dengan

    pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,

    peningkatan kesehatan, pengibatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Segala

    tindakan medis yang akan dilakukan seorang dokter harus mendapat persetujuan

    dari pasien atau keluarganya. Persetujuan pasien atau keluarganya ini merupakan

    pelaksanaan dari hak dasar pasien atas pelayanan kesehatan dan hak untuk

    menentukan nasibnya sendiri yang harus diakui dan dihormati. Setelah pasien

    menyetujui atas tindakan medis yang dilakukan dokter berdasarkan informasi

    yang jelas dan terang, serta tindakan medis yang sesuai dengan standar pelayanan

    medis, maka dokter tidak dapat disalahkan apabila terjadi kegagalan dalam upaya

    tersebut.14

    Dengan demikian untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan

    hukum baik itu dokter sebagai tenaga medis dan pasien sebagai penerima jasa

    pelayanan kesehatan serta alternatif pemecahan masalah jika salah satu pihak

    13Fred Ameln, 1991: hal 75-76

    14 UU No 29 Tahun 2004,tentang praktek kedokteran

  • 20

    melanggar hukum maka perlu adanya tindakan nyata dalam mengatur hubungan

    hukum yang terjadi antara penyedia jasa kesehatan dan penerima jasa kesehatan

    serta perlindungan secara hukum bagi para pihak yang terkait.

    B. RUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan latar belakang masalah telah disampaikan maka penulis

    merumuskan masalah sebagai berikut :

    1. Apakah rekam medis bisa menjadi alat bukti ?

    2. Apakah rekam medis merupakan perwujudan dari perlindungan hukum

    bagi pasien ?

    C. TUJUAN PENELITIAN

    Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana yang telah

    dirumuskan , maka dapat dikemukakan tujuan penelitian sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui posisi rekam medis sebgai alat bukti.

    2. Untuk mengetahui konteks dalam rekam medis sebgai perlindungan

    bagi pasien.

    D. METODE PENELITIAN

    Guna mendapatkan data yang akurat dan memiliki validitas yang baik,

    suatu penelitian harus dilakukan menurut metode tertentu.

    1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

  • 21

    Jenis penilitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian

    hukum normatif dengan menggunakan pendekatan sebagai beriukut :15

    a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), yaitu penelitian

    tentang berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral

    suatu penelitian.

    b. Pendekatan konsep (Conceptual approach), yaitu pendekatan

    menggabungkan kata-kata, teori-teori serta objek-objek secara tepat dan

    menggunakannya dalam proses pikiran.

    c. Pendekatan analitis (Analytical Approach), yaitu unntuk mengetahui

    makna-makna yang terkandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam

    peraturan perundang-undangan secara konsepsional.

    2. Sumber Hukum

    a. Bahan Hukum Primer

    Adalah bahan yang terdiri atas peraturan perundang –undangan diurut

    secara hirarki dan relevan dengan penelitian. Undang-Undang tersebut

    antara lain:

    1. UU Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004

    2. UU Kesehatan No. 36 tahun 2009

    3. Peraturan Menteri Kesehatan No.269 tahun 2008 tentang rekam

    medis

    4. Undang- Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

    Transaksi Elektronik

    15 Johnny Ibrahim.Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.hal 302-321

  • 22

    5. KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

    6. KUHA Perdara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata.

    b. Bahan Sekunder

    Adalah bahan-bahan hukum yang terdiri dari buku-buku teks, kamus-

    kamus hukum,jurnal serta komentar dari putusan pengadilan antara lain :

    1. Etika dan Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan

    2. Hukum Acara Perdata Indonesia

    3. Hukum Kedokteran

    4. Hukum Kedokteran Study Tentang Hubungan Hukum Dalam

    Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak

    5. Ilmu Hukum Kedokteran

    6. Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia

    7. Perlindungan Hukum Bagi Pasien

    8. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter

    c. Bahan Hukum Tersier

    Adalah bahan hokum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

    terhadap bhan hokum primer dan sekunnder seperti kamus dan

    ensiklopedia.16

    E. UNIT AMATAN DAN UNIT ANALISA

    Yang menjadi unit amatan dalam penelitian ini adalah:

    1. KUHAP

    2. KUHPerdata

    16 Peter Mahmud, op cit, hal 141

  • 23

    3. Peraturan Menteri Kesehatan No.269 tahun 2008 tentang rekam medis

    4. Undang- Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

    Elektronik

    5. UU Kesehatan No. 36 tahun 2009

    6. UU Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004

    Yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah:

    1. Kedudukan hukum rekam medis sebagai alat bukti

    2. Menganalisis mengenai apakah rekam medis merupakan wujud dari

    perlindungan hukum bagi pasien .