bab 1 pendahuluan 1.1 latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 muhibrata jefri...

66
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Personal hygiene (kebersihan perorangan) salah satu upaya mengatasi masalah kesehatan. Dalam kehidupan sehari-hari personal hygiene merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena personal hygiene mempengaruhi kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan” (Isro’in & Andarmoyo, 2012). Dengan tubuh yang bersih meminimalkan resiko terhadap kemungkinan terjangkitnya suatu penyakit, terutama penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri yang buruk. Adanya masalah pada personal hygiene akan berdampak pada kesehatan seseorang. Saat seseorang sakit, salah satu penyebabnya mungkin adalah personal hygiene yang kurang. Ini harus menjadi perhatian kita bersama, sebab personal hygiene merupakan faktor penting dalam mempertahankan derajat kesehatan individu. Sebagai contoh, adanya perubahan pada kulit dapat menimbulkan berbagai gangguan fisik dan psikologis. Gangguan fisik yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan konsep diri. Sedangkan gangguan psikologis dapat terjadi karena kondisi tersebut mungkin mengurangi keindahan penampilan dan reaksi emosional. Personal hygiene itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Selain itu, ada juga faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap personal hygiene di antaranya: citra tubuh, kebudayaan, praktik sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan. (Isro’in & Andarmoyo, 2012)

Upload: others

Post on 21-Jun-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Personal hygiene (kebersihan perorangan) salah satu upaya mengatasi

masalah kesehatan. Dalam kehidupan sehari-hari personal hygiene

merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena personal

hygiene mempengaruhi kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan

kesejahteraan” (Isro’in & Andarmoyo, 2012). Dengan tubuh yang bersih

meminimalkan resiko terhadap kemungkinan terjangkitnya suatu penyakit,

terutama penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri yang buruk.

Adanya masalah pada personal hygiene akan berdampak pada kesehatan

seseorang. Saat seseorang sakit, salah satu penyebabnya mungkin adalah

personal hygiene yang kurang. Ini harus menjadi perhatian kita bersama,

sebab personal hygiene merupakan faktor penting dalam mempertahankan

derajat kesehatan individu. Sebagai contoh, adanya perubahan pada kulit

dapat menimbulkan berbagai gangguan fisik dan psikologis. Gangguan fisik

yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan konsep diri. Sedangkan

gangguan psikologis dapat terjadi karena kondisi tersebut mungkin

mengurangi keindahan penampilan dan reaksi emosional. Personal hygiene

itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Selain itu,

ada juga faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap personal hygiene di

antaranya: citra tubuh, kebudayaan, praktik sosial, keluarga, pendidikan,

persepsi seseorang terhadap kesehatan. (Isro’in & Andarmoyo, 2012)

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

2

Hal-hal yang muncul bila lansia kurang menjaga personal hygienenya

diantaranya penyakit kulit. Penampilan tidak rapi dan bau badan tidak sedap,

serta kuku yang panjang dan kotor dapat menjadi sarang kuman penyebab

penyakit saluran pencernaan, pada gigi dan mulut akan menyebabkan karies

gigi, gigi berlubang, sakit gigi, dan bau mulut, pada rambut terdapat

ketombe/kutu”. (dalam Wahyuni, 2013). Untuk itu, “personal hygiene

menjadi penting bagi lansia. karena personal hygiene yang baik merupakan

langkah awal mewujudkan derajat kesehatan. Selain itu, akan meminimalkan

pintu masuk (portal of entry) mikroorganisme yang ada dimana-mana, dan

pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit” (dalam Listiyani,

2013).

Berdasarkan profil kesehatan indonesia tahun 2013 tentang prevalensi

penyakit- penyakit yang disebabkan oleh personal hygiene :

1. Penyakit kulit: diperoleh kasus gangguan kulit di Indonesia sebesar

122.076 kasus. Menurut data Riskesdas (2013), prevalensi dermatitis di

Indonesia sebesar 6,78% sedangkan prevalensi dermatitis di Sumatera

barat sebesar 2,63%.

2. Pengakit kulit Alergi sebanyak 89.163 jiwa

3. Diare sebanyak 85.733 jiwa.

4. Kulit infeksi sebanyak 60.652 jiwa

5. Penyakit gastritis yang tertangani sebanyak 32.831 jiwa”. Dinas kesehatan

indonesi meminta masyarakat diwilayah itu agar menjaga kesehatan

lingkungan dan membiasakan hidup bersih agar terhindar dari penyakit (

Riskesdas, 2013).

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

3

Berdasarkan data profil kesehatan Sumatera Sarat tentang penyakit yang

disebabkan kurang memperhatikan personal hygiene : Penyakit kulit

dermatitis 4.241 jiwa, Penyakit kulit alergi 2.098 jiwa, Penyakit diare 6.552

jiwa, Penyakit gastritis 49.903 jiwa (Dinkes Sumbar, 2013). Berdasarkan data

dinas kesehatan dari kabupaten Pesisir Selatan tentang penyakit yang di

sebabkan oleh kurangnya personal hygiene adalah : Penyakit kulit dermatitis

841 jiwa, Penyakit kulit alergi 1.252 jiwa, Penyakit diare 4.0520 jiwa,

Penyakit gastritis 5.745 jiwa ( Dinkes Pessel, 2013 ). Berdasarkan data

Puskesmas Surantih kabupaten Pesisir Selatan tentang penyakit yang di

sebabkan oleh kurangnya personal hygiene adalah : Penyakit kulit dermatitis

189 kasus, Penyakit kulit alergi 152 kasus, Penyakit diare 1.020 kasus,

Penyakit gastritis 745 kasus (Puskesmas, 2013 ).

Berdasarkan data Depkes RI tahun 2013 dari populasi lansia di indonesia

di perkirakan hampir 68% dari jumlah lansia mengalami personal hygiene

yang kurang baik, lansia tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene

( Depkes RI,2013 ). Bedasarkan data dari Dinkes Sumatera Barat tahun 2013,

di perkirakan 63% dari jumlah lansia yang ada di Sumatera Barat mengalami

gangguan dalam pemenuhan personal hygiene, hal ini disebabkan oleh

kondisi fisik yang kurang baik, kurangnya dukungan keluarga maupun kurang

nya penghasilan dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene. ( Dinkes

Sumbar, 2013 ). Berdasarkan data dari Dinkes kabupaten painan tahun 2013

di perkirakan 65% dari jumlah lansia yang ada di kabupaten pesisir selatan

mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak

nya lansia yang bermasalah dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

4

ini di sebabkan oleh kurang nya dukungan keluarga, status ekonomi yang

rendah. ( Dinkes Sumbar, 2013 ). Berdasarkan data dari puskesmas Surantih

tahun 2013, diperkiran hampir 64% dari jumlah lansia yang ada diwilayah

kerja puskesmas Surantih mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan

personal hygiene atau kebersihan diri lansia tersebut. ( Puskesmas Surantih,

2013 ).

Berdasarkan survei awal peneliti dipuskesmas Surantih pada tanggal 11

april 2015, berdasarkan wawancara dengan kader puskesmas Surantih

mengatakan, dari 103 jumlah lansia yang tinggal diwilayah kerja puskesmas

Surantih terdapat 47 orang orang lansia laki-laki dan 56 orang lansia

perempuan. Kader puskesmas mengatakan bahwa sebagian lansia masih

kurang perawatan diri seperti kuku panjang, tempat tidur tidak rapi, sikat gigi

kurang dari2x/hari, rambut acak-acakan dan lubang telinga yang kurang

bersih. Banyak dari jumlah lansia yang ada diwilayah kerja puskesmas

Surantih yang masih memilik pengetahuan yang kurang tentang manfaat

personal hygiene, dampak dan penyakit yang ditimbulkan jika personal

hygiene dilakukan, diperkirakan sekitar 65% dari jumlah populasi lansia yang

ada diwilayah kerja puskesmas Surantih. Ketika dilakukan wawancara awal

terhadap beberapa lansia mengatakan mandi kurang dari 2 x sehari,

menggosok gigi kurang dari 2 x sehari, jarang membersihkan mata, jarang

membersihkan lubang hidung dan lubang telinga, jarang memotong kuku,

serta mencuci rambut yang kurang dari 1 x 2 hari.

Di wilayah kerja puskesmas Surantih terdapat lansia yang berstatus

ekonomi menengah kebawah diperkirakan 60% dari populasi lansia yang ada

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

5

diwilayah kerja puskesmas Surantih, hal ini menimbulkan banyak lansia yang

mempunyai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene, baik

kebutuhan untuk mandi, perawatan diri dan lain sebagainya. Kurangnya

dukungan keluarga mempengaruhi kesadaran lansia dalam memenuhi

kebutuhan personal hygiene, kurangnya dukungan keluarga seperti perhatian

keluarga terhadap personal hygiene pada lansia, kurangnya perhatian

terhadap kekurangan kemampuan pada lansia, dan perhatian untuk

mengingatkan lansia yang mengalami penurunan daya ingat untuk selalu

memperhatikan personal hygiene nya. Diperkiran 67% dari populasi lansia

yang ada diwilayah kerja puskesmas Surantih kurang dukungan dari keluarga

dalam pemenuhan personal hygiene.

Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai ” faktor faktor yang berhubungan dengan personal hygiene pada

lansia diwilayah kerja Puskesmas Surantih kecamatan Sutera kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2015.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang

akan diteliti adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan personal hygiene

pada lansia di wilayah kerja puskesmas surantih kecamatan sutera kabupaten

pesisir selatan tahun 2015.

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

6

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan faktor yang mempengaruhi, meliputi :

pengetahuan, status ekonomi, dukungan keluarga terhadap kurangnya

personal hygiene pada lansia di wilayah kerja puskesmas surantih kecamatan

sutera kabupaten pesisir selatan tahun 2015.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan lansia diwilayah kerja

puskesmas Surantih kecamatan sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun

2015

b. Mengatahui distribusi frekuensi status ekonomi lansia diwilayah kerja

puskesmas Surantih kecamatan sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun

2015

c. Mengetahui distribusi frekuensi dukungan keluarga pada lansia diwilayah

kerja puskesmas Surantih kecamatan Sutera Pabupaten pesisir selatan

tahun 2015

d. Mengetahui distribusi frekuensi personal hygiene lansia diwilayah kerja

puskesmas surantih kecamatan Sutera kabupaten pesisir selatan tahun 2015

e. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan personal hygiene pada lansia

diwilayah kerja Surantih kecamatan Sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun

2015.

f. Mengetahui hubungan status ekonomi dengan personal hygiene pada

lansia di wilayah kerja Puskesmas Surantih kecamatan Sutera Kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2015.

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

7

g. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan personal hygiene pada

lansia di wilayah kerja Puskesmas Surantih kecamatan Sutera Kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2015.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi peneliti

Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman, serta

meningkatkan keterampilan dan daya fikir peneliti dalam melakukan suatu

penelitian, terutama tentang “ faktor-faktor yang berhubungan dengan

personal hygiene lansia diwilayah kerja puskesmas Surantih kecamatan

Sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015”.

1.4.2 Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan masukan dan pembelajaran untuk penelitian selanjutnya

mengenai faktor –faktor yang berhubungan dengan personal hygiene pada

lansia diwilayah kerja puskesmas surantih kecamatan Sutera kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2015.

1.4.3 Bagi lahan penelitian

Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya atau pembanding

untuk penelitian selanjutnya, terutama tentang “ faktor-faktor yang

berhubungan dengan personal hygiene pada lansia diwilayah kerja puskesmas

Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015.

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

8

1.5 Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di wilayah kerja puskesmas Surantih Pesisir

Selatan pada tanggal 15 sampai tanggal 27 juli tahun 2015, mengingat

banyaknya faktor-faktor yang menyebabkan kurang terpenuhinya personal

hygiene pada lansia. penelitian ini membahas tentang “faktor-faktor yang

berhubungan dengan personal hygiene pada lansia diwilayah kerja

puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun

2015”. Dimana variabel independen yang akan diteliti adalah faktor yang

mempengaruhi personal hygiene pada lansia, yaitu : pengetahuan, status

ekonomi, dukungan keluarga. Sedangkan variabel dependen adalah personal

hygiene pada lansia. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia

diwilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir

Selatan tahun 2015 dengan teknik pengambilan sampel “simple rondom

sampling”.dalam penelitian ini data diperoleh dengan menggunakan

kuisioner. Penalitian ini direncanakan mulai pada bulan juli tahun 2015.

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep lansia

2.1.1 Defenisi lansia

Menurut undang undang nomor 13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lansia pada bab 1 pasal 2 menyatakan bahwa lanjut usia

adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 keatas.

Departemen kesehatan RI membuat pengelompokan sebagai

berikut :

a. Kelompok pertengahan umur : kelompok usia dalam masa vertilitas yaitu

masa persiapan usia lanjut yangmenunjukan keperkasaan fisik dan

kematangan jiwa (45-54 tahun)

b. Kelompok usia lanjut dini : kelompok dalam masa prasenium yaitu

kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun )

c. Kelompok usia lanjut : kelompok dalam masa senium yaitu (65 tahun ke

atas)

d. Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi : kelompok yang berusia lebih

dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup

sendiri,terpencil,menderita penyakit berat dan cacat.

Menurut second world assembly on ageing (SWAA) di madrid (8-

12 april 2002) yang menghasilkan rencana aksi internasional lanjut usia

(madrid international plan of action on ageing). Seseorang disebut lansia

jika berumur 60 tahun keatas (dinegara berkembang) atau 65 tahun keatas

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

10

di negara maju. Berdasarkan defenisi lanjut usia diatas dapat disimpulkan

bahwa lanjut usia berarti seseorang yang memiliki umur lebih dari 60

tahun keatas .

2.1.2 Teori-teori penuaan

Teori biologik dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar ,yaitu :

a. teori perkembangan genetik (penuaan primer) atau teori non

stokhastik.Teori ini menunjukan adanya penuaan fungsi yang

terkontrol secara genetik.

b. Teori stokhastik (proses penuaan sekunder),dimana terjadi perubahan

acak sebagai akibat penyakit yang di dapat dan/atau trauma

(Busse,EW,2002)

1. Teori “genetik clock”

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-

spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel) nya suatu

jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan

menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi

menurut konsep ini bila jam kita itu berhenti akan meninggal dunia,meskipun

tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal.

Konsep “genetik clock” didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara

menerangkan mengapa pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan

harapan hidup yang nyata. Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam

ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari

luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-obat

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

11

atau tindakan-tindakan tertentu.Slah satu pengembangan teori ini adalah

Teori Telomere, yang menunjukan bahwa pada setiap mitosis sel,sebagian

telomere DNA akan memendek. Dengan demikian pendeknya telomere ini

maka kemampuan sel untuk membelah menjadi terbatas dan pada akhirnya

berhenti.

Teori ini diajukan oleh Hayflick dan Moorhead (1961) pengontrolan umur

genetik,rupanya dikontrol dalam tingkat seluler.Mengenai hal ini hayflick

(1980) melakukan penelitian melalui kultur sel in vitro yang menunjukkan

bahwa ada hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan

umur spesies.

2. Mutasi somatik (teori error catastrophe)

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-

faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang

menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui

bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, menurut teori ini

terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik,akan menyebabkan

terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.

3. Rusaknya sistem imun tubuh

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi dapat

menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali

dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan

terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,maka hal ini dapat

menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan

tersebut sebagai sel asing dan menghancurkan nya. Perubahan inilah yang

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

12

menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (goldstein,1989) . Teori auto

imun ini awalnya diajukan oleh Burnet, Walfort, dan Comfort (Busse, 2002)

Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen/antibodi yang luas mengenai

jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi

histoinkompatibilitas pada banyak jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan

ialah bertambahnya prevalensi outobodi bermacam-macam pada awal usia

lanjut (Brocklehurst, 1987)

Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami

penurunan pada proses menua, daya serangnya pada sel kanker menjadi

menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang

menyebabkan terjadinya kanker meningkat sesuai dengan meningkatnya

umur (Suhana, 1994)

4. Teori menua akibat metabolisme

Pada tahun 1935, McKay et al. (terdapat dalam goldstein, et al. 1989),

memperlihatkan bahwa pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan

menghambat pertumbuhan dan perpanjangan umur. Hewan yang paling

terhambat pertumbuhannya dapat mencapai umur 2 x lebih panjang umur

kontrolnya. Lebih jauh ternyata bahwa perpanjangan umur tersebut

berasosiasi dengan tertundanya proses degenerasi. Perpanjangan umur karena

penurunan jumlah kalori tersebut, antara lain disebabkan karena menurunnya

salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran

hormon yang merangsang proliferasi sel, misalnya insulin, dan hormon

pertumbuhan.

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

13

5. Kerusakan akibat radikal bebas

Radikal bebas yang sering dianggap sebagai fragmen mulekuler yang

mempunyai elektron tidak berpasangan, dapat terbentuk didalam tubuh akibat

proses metabolik normal didalam mitokondri juga sebagai produk sampingan

didalam rantai pernafasan (Oen, 1993, Busse. 2002). Untuk organisme

aerobik, radikal bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob)

didalam metokondria,karena 90% oksigen yang diambil tubuh, masuk

kedalam mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen

dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim-enzim

respirasi didalam mitokondria, maka radikal bebas akan dihasilkan sebagai

zat antara. Radikal bebas yang terbentuk tersebut adalah : superoksida (O2),

radikal hidroksil (OH), dan juga peroksida hidrogen (H2O). Radikal bebas

bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat beraksi dengan DNA,

protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel, dan dengan gugus

SH.

2.1.3 Konsep “menua sehat “

Tujuan hidup manusia itu ialah menjadi tua tetapi tetap sehat (healthy

aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Adalah

Takemi yang pertama kali menyatakan “gerontology is concerned primarily

with problem of healthy aging rather then the prevention of aging ”.Menurut

persepsi anggapan penulis, prevensi disini hanyalah mencegah agar proses

menua tadi tidak disertai dengan proses patologik. Healthy aging akan

dipengaruhi oleh faktor :

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

14

1. Endogenic aging, yang dimulai dengan celluler aging, lewat tissue dan

anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh.proses ini seperti

jam yang terus berputar.

2. Exogenix factor, yang dapat dibagi dalam sebab lingkungan (environment)

dimana seseorang hidup dan faktor sosio budaya yang paling tepat disebut

gaya hidup (lifestyle). Faktor exogenix aging tadi, sekarang lebih dikenal

dengan sebutan faktor resiko.

2.1.4 Teori penuaan psikologik

Dalam teori psikologik beberapa ahli memaparkan tentang perkembangan

dari muda hingga usia tua. Secara umum dikatakan bahwa manusia dewasa

dengan pendidikan dan intelegensia tinggi akan menunjukkan penurunan

yang lebih sedikit dibanding mereka yang pendidikan dan intelegensia

rendah. Perlmutter menyatakan bahwa kognisi akan meningkat atau membaik

dengan bertambahnya usia, sampai mencapai suatu tahap “terminal drop”

kemudian fungsi intelektual nya akan menurun. Sedangkan Schaie

memberikan teori 30 tahap perkembangan kognitif, yang membagi

perkembangan kognitif berturut-turut dalam 4 tahap. Ribot menyatakan

dalam hipotesis regresi kognitif bahwa struktur pertama-tama dibentuk akan

berdegenerasi paling akhir.

2.1.5 Teori penuaan sosial

Secara umum teori sosiologis tentang penuaan dapat dibagi menjadi teori

yang mempelajari tentang hubungan antara para lanjut usia dengan

masyarakat dan teori yang mempelajari status dan peran para lanjut usia.

Dalam teori pemisahan, Cumming dan Henry menyatakan bahwa penarikan

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

15

diri para usia lanjut dari peran mereka sebelumnya dalam masyarakat

disertai penurunan dari semua tipe interaksi, terutama penggeseran dari

perhatian kedunia luar dalam dirinya sendiri, sangat di perlukan dan akan

membantu para lanjut usia untuk mempertahankan kepuasan hidup.

2.2 Personal hygiene

2.2.1 Pengertian personal hygiene

Kebersihan diri adalah upaya individu dalam memelihara kebersihan diri

yang meliputi kebersihan rambut, gigi dan mulut, mata, telinga, kuku, kulit,

dan kebersihan dalam berpakaian dalam meningkatkan kesehatan yang

optimal (Effendy, 1997). Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan

merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena

kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan

itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal

yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan , sosial, keluarga,

pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat

perkembangan. Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal

yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang

adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan

seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto, 2004).

2.2.2 Tujuan personal hygiene

Tujuan dari personal hygiene adalah (Tarwoto,2004):

1. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

2. Memelihara kebersihan diri seseorang

3. Memperbaiki personal hygiene yang kurang

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

16

4. Mencegah penyakit

5. Menciptakan keindahan

6. Meningkatkan rasa percaya diri

2.2.3 Macam –macam personal hygiene

1. Perawatan Rambut

Penampilan dan kesejahteraan seseorang sering kali tergantung dari cara

penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau

ketidakmampuan mencegah seseorang untuk memelihara perawatan rambut

sehari-sehari. Menyikat, menyisir dan bersampo adalah cara-cara dasar

hygienis untuk semua usia. Pertumbuhan, distribusi pola rambut dapat

menjadi indikator status kesehatan umum, perubahan hormonal, stress

emosional maupun fisik, penuaan, infeksi dan penyakit tertentu atau obat

obatan dapat mempengaruhi karakteristik rambut. Rambut normal adalah

bersih, bercahaya, dan tidak Kusut, untuk kulit kepala harus bebas dari lesi

kehilangan disebabkan karena praktik perawatan yang tidak tepat atau

penggunaan medikasi kemoterapi. Potter dan Perri (2005), menjelaskan

mengenai masalah rambut dan kulit kepala yang sering terjadi yaitu:

a. Ketombe

b. Pediculosis (kutu)

c. pediculosis capitis (kutu kepala)

d. pediculosis corporis (kutu badan)

e. pediculosis pubis (kuku kepiting)

f. kehilangan rambut (alopesia)

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

17

2. Perawatan Mata, Telinga dan Hidung

Perhatian khusus diberikan untuk membersihkan mata, telinga dan hidung

secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan untuk mata karena

secara terus-menerus dibersihkan air mata, dan kelopak mata, dan bulu mata

mencegah partikel asing. Seseorang hanya memerlukan untuk memindahkan

sekresi kering yang terkumpul kepada kantus sebelah, dalam bulu mata

hygiene telinga mempunyai implikasi ketajaman pendengaran sebasea lilin

atau benda asing berkumpul pada kanal telinga luar yang mengganggu

konduksi suara. Khususnya pada lansia rentan masalah. Hidung memberikan

temperatur dan kelembaban udara yang pernafasan dihirup serta mencegah

masuknya partikel asing ke dalam sistem kumulasi sekresi yang mengeras di

dalam nares dapat merusak sensasi olfaktori dan pernafasan (Potter dan Perry,

2005).

3. Perawatan Kulit

Kondisi kulit tergantung pada praktek hygiene dan paparan iritan

lingkungan, sejalan dengan usia, kulit kehilangan layak kenyal dan

kelembaban, pada kelenjar sebasea dan keringat menjadi kurang aktif.

Epitalium menipis dan serabut kolagen elastik, menyusut sehingga kulit

mudah pecah. Perubahan ini merupakan peringatan ketika bergerak dan

mengatur posisi pada lansia. Khas kulit lansia adalah kering dan berkerut,

masalah kulit yang umum yaitu kulit kering, jerawat, hirsutisme dan suam.

Kulit tujuan dari membersihkan kulit dengan mandi yaitu; membersihkan

kulit, stimulasi sirkulasi, citra diri, pengurangan bau badan dan peningkatan

rentang gerak. Tipe mandi yang terapeutik terdiri dari mandi bak mandi air

Page 18: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

18

panas, mandi bak air hangat, mandi bak air dingin, berendam dan rendam

duduk (Potter dan Perry, 2005).

4. Perawatan Kaki, Tangan dan Kuku

Kaki dan kuku sering kali memerlukan perawatan khusus untuk mencegah

infeksi, bau dan cedera pada jaringan. Perawatan dapat digabungkan pada

saat mandi atau pada waktu yang terpisah. Masalah yang timbul bukan karena

perawatan yang salah atau kurang terhadap kaki dan tangan seperti menggigit

kuku atau memotong yang tidak tepat. Pemaparan dengan zat-zat kimia yang

tajam dan pemakaian sepatu yang tidak pas. Ketidaknyamanan dapat

mengarah pada stres fisik dan emosional (Potter dan Perry, 2005).

2.2.4 Tanda dan Gejala

Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan

diri adalah:

a. Fisik

Badan bau, pakaian kotor, Rambut dan kulit kotor, Kuku panjang dan

kotor, Gigi kotor disertai mulut bau, Penampilan tidak rapi

b. Psikologis

Malas, tidak ada inisiatif, Menarik diri, isolasi diri, Merasa tak berdaya,

rendah diri dan merasa hina.

c. Sosial

Interaksi kurang, Kegiatan kurang, Tidak mampu berperilaku sesuai

norma, Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat,

gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

Page 19: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

19

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygien

2.3.1 Pengetahuan

a. Defenisi pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan

yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Menurut Purwanto (1999) dalam

Friedman (1998), domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang

bersifat intelektual (cara berpikir, berabstraks, analisa, memecahkan

masalah dan lain-lain). Yang meliputi pengetahuan (knowledge),

pemahaman (comperehension), penerapan (aplication), analisa (analysis),

sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation). Individu dengan

pengetahuan tentang pentingnya kebersihan diri akan selalu menjaga

kebersihan dirinya untuk mencegah dari kondisi / keadaan sakit

(Notoatmodjo, 1998).

Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa, pengetahuan merupakan

hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui penca indra manusia, yakni

indra penglihatan, pendengaran, penciuman,rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan di peroleh dari mata dan telinga.

b. Tingakat pengetahuan

Menurut notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup di dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :

1. Tahu (know)

Tahu diuraikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari

sebelunnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

Page 20: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

20

mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari,

antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, menyatakan, dll misalnya

dapat menyebutkan apa itu arti dari personal hygiene.

2. Memahami (comprehension)

Memehami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat diinterprestasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang telah memahami tentang

objek atau materi harus dapat menjelaskan,menyebutkan contoh,

menyimpulkan ,meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari. Misalnya, dapat menjelaskan apa saja yang harus dilakukan

dalam hal melakukan personal hygiene.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real ( sebenarnya).

Aplikasi disini dapat di artikan aplikasi atau penggunaan hukum-

hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau

situasi tertentu, serta dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus

pemecahan masalah kesehatan dari kasus pemecahan masalah

(problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan yang

diberikan. Misalnya dapat mengaplikasikan dalam melakukan

personal hygiene.

Page 21: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

21

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah sesuatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suat objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam

suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama

lain. Kemampuan analisi ini dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan,memisahkan,mengelompokan, dan sebagainya.

Misalnya, dapat mengelompokan kegiatan-kegiatan personal hygiene.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian- bagian didalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Misalnya, dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkas,dan dapat menyesuaikan dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada yang

berhubungan dengan prilaku personal hygiene.

6. Eveluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kamampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap personal hygiene. Penilaian-

penilaian itu di dasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri,menggunakan kriteria yang telah ada.

2.3.1 Status ekonomi

Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di

masyarakat berdasarkan pendapatan perbulan. Status ekonomi dapat

dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok

(Kartono, 2006)

Page 22: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

22

Ekonomi memang tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap

pengetahuan, namun ekonomi ini erat hubungannya dengan ketersediaan

fasilitas (Notoatmodjo, 2010). Orang atau lansia yang berpenghasilan tinggi

akan menyediakan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dibandingkan

dengan lansia yang berpenghasilan rendah. Lansia yang berpenghasilan

tinggi akan melakukan perawatan kesehatan dan personal hygiene ke dokter

pribadi atau melengkapi fasilitas yang dibutuhkan untuk melakukan

perawatan diri. Sebaliknya lansia yang berpenghasilan rendah tentu akan

melaksanakan perawatan sederhana dan meminimalisir pengeluaran untuk

perawatan personal hygiene atau perawatan yang lainnya.

Pada umumnya para usia lanjut adalah pensiunan atau mereka yang kurang

produktif lagi. Secara ekonomis keadaan usia lanjut dapat di golongkan

menjadi 3 golongan yaitu, golongan mantap, kurang mantap dan rawan

(Trimarjono ,1997 ). Golongan mantap adalah para lansia yang

berpendidikan tinggi, sempat atau menikmati kedudukan / jabatan yang

baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut dapat mandiri

dan tidak tergantung pada pihak yang lain. Pada golongan yang kurang

mantap lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi, tetapi

sempat mengadakan investasi pada anak-anaknya, misalnya mengantarkan

anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang tinggi, sehingga kelak akan

dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia

yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup pada anaknya sehingga

ketika punya tugas akan mendatangkan kecemasan karena terancam

kesejahteraan pemenuhan ekonomi dapat ditinjau dari pendapatan lanjut

Page 23: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

23

usia dan kesempatan kerja.

Tingkatan status ekonomi menurut Saraswati (2009):

a. Tipe kelas atas ( > Rp. 2.000.000 )

b. Tipe kelas menengah ( Rp.1.000.000- Rp.2.000.000 )

c. Tipe kelas bawah ( < Rp.1000.000 )

Tingkatan status ekomoni juga bisa dilihat dari :

1. Pendapatan

Pendapatan lanjut usia berasal dari berbagai sumber, bagi mereka

yang dahulunya bekerja, mendapat penghasilan dari dana pensiun. Bagi

usia lanjut yang sampai saat ini bekerja mendapat penghasilan dari gaji

atau upah. Selain itu sumber keuangan yang lain adalah keuntungan,

bisnis, sewa , investasi, sokongan dari pemerintah atau swasta, atau dari

anak, kawan dan keluarga (Kartari, 1993 ; Yulmardi 1995 ).

Upah atau gaji sebagai imbalan dari hasil kerja usia lanjut tidaklah

tinggi. Data dari hasil sensus tenaga kerja nasional (SAKERNAS),

memperlihatkan bahwa upah yang dterima oleh lanjut usia antara Rp.

50.000 ,- sampai dengan Rp. 300.000,- perbulan ( Wirakartakusuma, 2000

). Diperkotaan upah/gaji para usia lanjut yang bekerja relatif lebih rendah

dari pada pedesaan. Sekedar diketahui UMP sumbar tahun ini

Rp.1.615.000,-. Angka ini naik dari tahun sebelumnya hanya

Rp.1.490.000,- (WWW. UMR Pessel.com, 2015 ).

Tingkat pendidikan lansia pada umumnya sangat rendah. Hal ini

berpengaruh terhadap produktivitas kerja sehingga pendapatan yang

diperoleh juga semakin kecil. Menurut Sudarmayanti ( 2001 ) pekerjaan

Page 24: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

24

yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan mendorong

kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan mereka akan meningkatkan

pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan

nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif

yang mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan

psikologi, kelemahan fisik.

2. Kesempatan kerja

Bekerja adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang

menghasilkan sesuatu ( Sumarto ,1997 ). Bekerja sering dikaitkan dengan

penghasilan dan penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan manusia.

Untuk itu agar tetap hidup manusia harus bekerja. Dengan bekerja orang

akan dapat memberi makan dirinya dan keluarganya, dapat membeli

sesuatu, dapat memenuhi kebutuhannya yang lain. Saat ini ternyata di

antara lanjut usia banyak yang tidak bekerja.

Pembinaan keterampilan dan pelatihan yang dilakukan terus-

menerus hanya berlaku bagi orang – orang muda. Hal ini yang

menyebabkan sulitnya usia lanjut bersaing di pasaran kerja, sehingga

banya lanjut usia yang tidak bekerja meskipun tenaganya masih kuat dan

mereka masih berkeinginan untuk bekerja.

Semakin bertambah umur seseorang, semakin siap pula dalam

menerima cobaan. Hal ini yang didukung oleh teori aktifitas yang

menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu

bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju

usia tua. Oleh sebab itu tidak dibutuhkan suatu kompensasi terhadap

Page 25: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

25

kehilangan, seperti pensiunan dari peran sosial kerena menua.

Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan juga membawa dampak yang

berarti (S. Tamher, 2011 : 7).

Ada beberapa kondisi yang membatasi kesempatan kerja bagi pekerja

lanjut usia.(Hurlock, 1994 ):

a. Wajib pensiun, pemerintah dan sebagian besar industri/perusahaan

mewajibkan pekerja pada usia tertentu untuk pensiun. Mereka tidak

mau lagi merekrut pekerja yang mendekati usia wajib pensiun, karena

waktu, tenaga dan biaya untuk melatih mereka sebelumnya bekerja

relatif mahal.

b. Jika personalia perusahaan dijabat orang yang lebih muda, maka para

lanjut usia sulit mendapat pekerjaan.

c. Sikap sosial. Kepercayaan bahwa pekerja yang sudah tua mudah kene

kecelakaan, karena kerja lamban, perlu dilatih agar menggunakan

teknik-teknik modern merupakan penghalang utama bagi perusahaan

untuk mempekerjakan orang lanjut usia.

d. Fluktuasi dalam daur usia. Jika kondisi usaha suram maka lanjut usia

yang pertama kali harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang

yang lebih muda apabila kondisi usaha sudah membaik.

Page 26: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

26

2.3.2 Dukungan keluarga

a. Defenisi dukungan keluarga

Komponen penting yang lain darimasa tua yang sukses dan kesehatan

mental adalah sistem pendukung yang efektif. Sumber pendukung pertama

biasanya merupakan anggota keluarga seperti pasangan, anak-anak, saudara

kandung, atau cucu. Namun struktur keluarga akan mengalami perubahan jika

ada anggota keluarga yang meniggal dunia, pindah ke daerah yang lain atau

menjadi sakit. Beberapa dari kelompok ini adalah tetangga, teman dekat,

kolega sebelumnya dari tempat kerja atau organisasi, dan anggota lansia di

tempat ibadah ( Stanley, 2006 : 22)

Keluarga merupakan support sistem utama bagi lansia dalam

mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia

antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan

status mental, mengantisifasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan

motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spritual bagi lansia (Mryam, 2008: 42 )

Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para

lansia. Sampai sekarang penelitian dan observasi tidak menemukan bukti-

bukti yang menunjukan bahwa anak dan keluarga segan untuk melakukan hal

ini. Menempatkan lansia di panti werda merupakan alternatif terakhir.

Martabat lansia dalam keluarga dan keakraban hidup kekeluargaan didunia

timur seperti yang kita rasakan perlu untuk dipertahankan ( Stuart dan

Sudden, 1995 )

Dukungan dari keluarga merupakan unsur penting dalam membantu

individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, Rasa percaya diri

Page 27: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

27

akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan

meningkat (Stuart dan Sudden, 1995 )

b. Klasifikasi dukungan keluarga

Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga

memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu :

1. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan seminar (penyebar)

informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberina saran, sugesti,

informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat

dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stresor karena

informasi yang diberikandapat menyumbangkan aksi sugesti yang

khusus.pada individu. Aspek-aspek dalam dukungna ini adalah nasehat,

usulan, saran, petunjuk pemberian informasi. Hal ini menjelaskan bahwa

fungsi dukungan keluarga sebagai informasional, pemberi saran, sugesti

dapat mengungkapkan masalah-masalah terkait dengan personal hygiene

pada lansia.

2. Dukungan penilaian

keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan

validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,

penghargaan dan perhatian. hal ini dapat disimpulkan bahwa dukungan

penilaian keluarga dapat membimbing lansia dalam memenuhi kebutuhan

personal hygiene.

Page 28: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

28

3. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,

diantaranya : kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,

istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. Dalam hal ini, dukungan

instrumental keluarga dapat membantu lansia dalam memenuhi aktifitas

personal hygiene pada lansia-lansia yang bermasalah dengan keterbatasan

fisik.

4. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari

dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk

afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengar dan didengar. Pada

dukungan emosional keluarga ini dapat membantu lansia dalam memnuhi

kebutuhan personal hygiene khususnya dalam menigkatkan kepercayaan

diri lansia dalam melakukan tindakan personal hygiene.

2.3.3 Citra tubuh

Penampilan umum lansia dapat menggambarkan pentingnya

hygiene pada lansia tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif

seseorang tentang penampilan fisiknya. Citra tubuh ini seringkali dapat

berubah. Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Jika

seorang klien rapi sekali maka perawat mempertimbangkan rincian

kerapian ketika merencanakan perawatan dan berkansultasi pada klien

sebelum membuat keputusan tentang bagaimana memberikan perawatan

hygienis. Klien yang kelihatan tidak rapi atau tidak tertarik pada hygiene

Page 29: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

29

membutuhkan pendidikan tentang pentingnya hygiene secara teratur.

Perawat tidak harus menyampaikan perasaan tentang penolakan atau

perubahan ketika merawat klien yang praktik hygiene berbeda dari

perawat.

Karena citra tubuh klien dapat berubah akibat pembedahan atau penyakit

fisik maka perawat harus membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan

hygiene. Sebagai contoh, klien yang telah menjalani kolostomi

memperhatikan tentang penampilan stoma atau bau fekal. Selain itu, untuk

membantu klien menjaga area stoma tetap bersih, perawat dapat

mendiskusikan cara-cara untuk mengurangi atau menghilangkan bau.

2.3.4 praktik sosial

kelompok-kelompok sosial wadah seorang klien berhubungan

dapat mempengaruhi praktik hygiene pribadi. Selama masa kanak-kanak,

anak-anak mendapatkan praktik hygiene dari orang tua mereka. Kebiasaan

keluarga, jumlah orang yang dirumah, dan ketersediaan air panas dan/atau

air yang mengalir hanya merupakan faktor yang mempengaruhi perawatan

kebersihan. Remaja dapat menjadi lebih perhatian pada hygiene seperti

peningkatan ketertarikan mereka pada teman kencannya. Selanjutnya

dalam kehidupan, teman-teman dan kelompok kerja membentuk harapan

orang mengenai penempilan pribadi mereka dan perawatan yang

dilakkukan dalam mempertahankan hygiene yang adekuat. Praktik hygiene

lansia dapat berubah dikarenakan situasi kehidupan. Misalnya, jika mereka

meninggal dalam rumah perawatan, mereka tidak dapat mempunyai

privasi dalam lingkungannya yang baru, privasi tersebut akan mereka

Page 30: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

30

dapatkan dalam rumah mereka sendiri. Mereka tidak mempunyai

kemampuan fisik untuk masuk dalam maupun keluar bakmandi kecuali

kamar mandi telah dibentuk untuk mengakomodasi keterbatasan fisik

mereka.

2.3.5 kondisi fisik

lansia yang memiliki penyakit tertentu, misalnya kanker tahap

lanjut atau yang menjalani operasi seringkali kekurangan energi fisik atau

ketangkasan untuk melakukan hygiene pribadi. Seorang klien yang

menggunakan gips pada tangan nya atau menggunakan traksi

membutuhkan bantuan untuk mandi yang lengkap. Kondisi jantung,

neurologis, paru-paru, dan metabolik yang serius dapat melemahkan atau

menjadikan klien tidak mampu dan memerlukan perawat untuk melakukan

perawatan hygiene total.

Page 31: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

31

2.4 Kerangka teori

Masalah personal hygiene

a. Fisik : bau dan kotor

b. Psikologis : Malas, tidak ada inisiatif

c. Sosial : Interaksi kurang,Kegiatan kurang, Tidak (depkes 2000:

20)

Lansia

seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun

keatas (undang-undang no 13 th 1998)

personal hygiene

upaya individu dalam memelihara kebersihan diri meliputi :

kebersihan rambut, gigi dan mulut, telinga, mata, kuku dan

kulit.(Effendy, 1997)

Faktor yang mempengaruhi personal hygiene pada lansia :

a. Pengetahuan d. Citra tubuh

b. Praktik sosial e. Status ekonomi

c. Kondisi fisik f. Dukungan keluarga

(potter dan perry : 1334)

Bagan 2.1 kerangka

teori

Page 32: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

32

2.5 Hipotesis

Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis.Hupo artinya sementara/lemah

kebenarannya dan thesis artinya pernyataan/teori. Dengan demikian hipotesis

berarti pernyataan yang perlu diuji kebenaranya.( Sutanto PH 2006 : 83)

Ha : Ada hubungan pengetahuan dengan personal hygiene pada lansia

diwilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir

Selatan pada tahun 2015

Ha : Ada hubungan status ekonami dengan personal hygiene pada lansia

diwilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir

Selatan pada tahun 2015

Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan personal hygiene pada

lansia diwilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten

Pesisir Selatan pada tahun 2015

Page 33: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

33

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual tentang bagaimana

teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan

sebagai masalah yang penting. Kerangka konsep dengan dua variabel

biasanya dirumuskan hipotesis yang berbentuk komparasi maupun

hubungan (Noto atmodjo, 2010)

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel

independen dan veriabel dependen, dimana variabel independennya faktor-

faktor yang mempengaruhi personal hygiene pada lansia,yaitu :

pengatahuan, sosial ekonomi, dukungan keluarga, sedangkan variabel

dependennya adalah personal hygiene pada lansia diwilayah kerja

puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun

2015.

Variabel independen variabel dependen

Faktor yang

mempengaruhi

personal hygiene :

a. Pengetahuan

b. Status ekonomi

c. Dukungan keluarga

d. Citra tubuh

e. Praktik sosial

f. Kondisi fisik

Personal Hygiene

pada lansia

Ket:

------: Variabel yang tidak diteliti

=

Page 34: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

34

3.2 Defenisi operasoinal

Variabel Defenisi

operasional

Alat ukur Cara ukur Skala

ukur

Hasil ukur

Independen :

Faktor yang

mempengaruhi

variabel

a. Pengetahuan

Pemahaman lansia

tentang fungsi dan

manfaat personal

hygiene bagi tubuh

Meliputi:

Mengentahui

manfaat personal

hygiene, seperti :

mencegah berbagai

penyakit : penyakit

kulit, gigi, rambut,

pencernaan, dan

lain-lain. tentang

personal hygiene.

Meningkatkatkan

rasa percaya diri.

kuisioner

angket

Ordinal

1. Rendah

bila skor yang

diperoleh ≤6,72

2. Tinggi

Bila skor yang

diperoleh > 6,72

Page 35: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

35

b. Status ekonomi

c. Dukungan

keluarga

Jumlah pendapatan

untuk mencukupi

kebutuhan dalam

pemenuhan

kebutuhan sehari-

hari.

Peran serta yang

diberikan pada

lansia agar dapat

melakukan

personal hygiene

meliputi:

Memberi

informasi, menilai,

membimbing,

memelihara lansia

Wawancara

Wawancara

kuisioner

Kuisioner

Ordinal

Ordinal

1. Rendah <

Rp.1.615.000

2. Tinggi ≥

Rp.1.615.000

( UMR Pessel,

2015 )

1. Rendah :

Jika yang nilai

diperoleh ≤ 8,3

2. Tinggi :

Jika nilai yang

diperoleh > 8,3

Page 36: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

36

Dependen

Personal hygiene

pada lansia

Suatu kondisi

dimana

pasian/lansia

mampu memenuhi

kebersihan dirinya

meliputi:

Merawat rambut,

mata, telinga,

hidung, dan kulit

kuisioner Angket Ordinal 1. kurang bagus :

Jika nilai yang

diperoleh ≤ 26,11

2. Bagus :

Jika nilai yang

diperoleh > 26,11

Page 37: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

37

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian pendekatan cross

sectional yaitu pengumpulan data yang secara sekaligus dan bersamaan

untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel dependen dan

variabel independen, yaitu untuk faktor-faktor yang berhubungan dengan

personal hygiene pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Surantih

Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015.( Notoatmodjo,

2005 ).

4.2 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 22 Juli sampai dengan tanggal 27

Juli dipuskesmas Surantih Pesisir Selatan Kabupaten Painan tahun 2015,

peneliti tertarik melakukan penelitian dipuskesmas Surantih Pesisir Selatan

ini belum pernah dilakukan penelitian tentang “ faktor-faktor yang

berhubungan dengan personal hygiene pada lansia diwilayah kerja puskesmas

Surantih kecamatan Sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015.

4.3 Populasi dan sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah suatu objek dengan karakteristik tertentu yang akan di teliti.

Dikutip dalam Hidayat, Aziz, Alimul (2007). Populasi adalah objek yang akan

di teliti (Notoadmodjo, 2002). Populasi dari penelitian ini adalah 103 populasi

lansia di wilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2015.

Page 38: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

38

4.3.2 Sampel

Menurut Notoatmodjo ( 2005 ), sampel adalah sebagian atau wakil dari

populasi yang diteliti sedangkan nursalam (2003 ), mengatkan bahwa sampel

terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek

melalui sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 44. Pengambilan

jumlah sampel dilakukan menggunakan rumus:

Rumus : 2(d)N1

Nn

Keterangan : n = besarnya sampel

N = besarnya populasi

D = tingkat kesalahan ( Notoatmodjo, 2005)

Diketahiu : N = 103 responden

d2 = 10% (0.01)

2(0.01)1031

103n

2.32

103n

n = 44.396552

n = 44 responden

Dari rumus sampel di atas, maka diperoleh sampel 44 orang responden

Page 39: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

39

4.3.3 Teknik sampling

Penelitian ini menggunakan simple rondom sampling yaitu cara

pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

dalam anggota populasi. Setiap anggota atau unit populasi mempunyai

kesempatan yang tidak sama untuk diseleksi menjadi sampel (Notoatmodjo,

2005). Caranya dengan membuat lot berdasarkan No urut dari sample,

kemudian diundi dengan teknik undian ( lottery technique ) diambil :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003).

Yang menjadi kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Lansia yang bersedia menjadi responden.

2. Lansia yang kooperatif ( dapat berinteraksi baik dengan peneliti )

b. Kriteria Eklusi

Kriteria Eklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang

tidak memenuhi kriteria inklusi dan lembar ceklist (Nursalam, 2003)

Yang menjadi kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah:

1. responden selain lansia.

2. Responden yang tidak ada saat dilakukan penelitian

3. Lansia yang tidak bersedia menjadi responden

4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Alat pengumpulan data

Pengumpulan ini mengunakan alat pengumpulan data berupa

Kuesioner. Kuesioner merupakan alat ukur berupa angket/ lembar ceklist.

Page 40: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

40

(Hidayat, 2008). Peneliti menggunakan lembar kuisioner atau lembar ceklist

yang diisi lansung oleh responden dengan jumlah 26 soal, variabel

independen mengenai pengetahuan, status ekonomi, dukungan keluarga dan

variabel dependen personal hygiene pada lansia.

4.4.2 Prosedur pengumpulan data

Data ini diperoleh dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan personal hygiene pada lansia yang

pertanyaan nya berjumlah 26 pertanyaan.

Setelah melakukan kontrak waktu dengan responden, peneliti meminta

responden menandatangani informed concent lalu membagikan kuesioner

kepada responden. Pengisian kuesioner berlangsung selama 15-20 menit,

selama pengisian kuesioner responden didampingi oleh peneliti untuk

memberikan penjelasan pada rsponden tentang hal-hal yang kurang

dimengerti.

Peneliti mengingatkan responden untuk mengisi jawaban pertanyaan

dengan benar. Kuesioner yang telah diisi dikumpulkan dan diperiksa

selengkapnya. Penelitian ini berlangsung pada tanggal 15 Juli sampai 27 Juli

2015, dimana pada hati pertama meminta surat izin penelitian ke puskesmas

Surantih kecamatan Sutera Pesisir Selatan, setelah surat izin didapatkan pihak

puskesmas memberikan data atau alamat responden, kemudian peneliti

memilih responden sesuai kriteria, setelah responden didapatkan peneliti

mendatangi satu persatu rumah responden, peneliti meminta responden

menandatangani informed consent setelah itu memberikan kuesioner untuk

Page 41: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

41

kemudian diisi oleh responden. Setelah semua responden mengisi kuesioner,

peneliti memeriksa kelengkapan pengisian kuesioner, lalu mengakhiri dengan

mengucapkan terimakasih atas kerja sama responden.

4.5 Cara pengolahan data dan analisa data

4.5.1 Cara pengolahan data

Setelah data terkumpul diklasifikasikan dalam beberapa kelompok

menurut sub variabel yang ada di dalam pertanyaan. Data yang terkumpul

diolah dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan data (Editing)

Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan terhadap jawaban kuesioner

dan kelengkapan pada instrument yang diisi.

b. Pemberian tanda (Coding)

Merupakan kegiatan merubah data bentuk huruf menjadi data berbentuk

angka dan bilangan. Kegunaan dari coding adalah untuk mempermudah

pada saat analisa data dan juga mempercepat pada saat entri data.

c. Memberi nilai (Skoring)

Memberi skor/nilai dalam bentuk angka pada setiap pertanyaan kuesioner.

Untuk variabel dukungan keluarga dan personal hygiene, Jika jawaban

responden “selalu” maka diberi nilai 4, dan jika jawaban responden

“sering” maka diberi nilai 3. Dan jika jawaban responden “kadang-

kadang” maka diberi nilai 2. Dan jika jawaban responden “tidak pernah”

maka diberi nilai 1. Untuk variabel pengetahuan, jika responden jawaban

responden benar, maka diberi nilai 1, dan jika jawaban responden salah

Page 42: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

42

diberi nilai 0. Untuk variabel status ekonomi, jika jawaban responden “ya”

maka diberi nilai 2. Dan jika jawaban responden “tidak” maka dibri nilai 1.

d. Memproses data( Procesing)

Pada tahap ini dilakukan kegiatan proses data terhadap semua kuesioner

yang lengkap dan benar untuk dianalisis. Pengolahan data dengan bantuan

program komputer yang dimulai dengan entry data kedalam program

komputer.

e. Pembersihan data (Cleaning)

Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan terhadap data yang telah di

entry apakah terdapat kesalahan atau tidak.

4.5.2 Teknik Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa ini dilakukan dengan analisis distribusi frekuensi dan statistik

deskriptif untuk melihat variabel independent yaitu faktor faktor yang

mempengaruhi personal hygien lansia ,seperti : pengetahuan, status sosial

ekonomi, dukungan keluarga. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan distribusi

frekuensi dari masing-masing variabel.

b. Analisa Bivariat

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dua variabel yang

diteliti. Pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan tentang hipotesis

yang dilakukan cukup menyakinkan untuk diterima atau ditolak

menggunakan uji statistik chi square. Untuk melihat kemaknaan perhitungan

Page 43: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

43

statistik digunakan batasan kemaknaan = 0,05. Jika P ≤ 0,05 berarti

bermakna, jika P > 0,05 berarti tidak bermakna.

4.6 Etika Penelitian

4.6.1 Informend Consent

Lembaran persetujuan yang diberikan pada responden yang akan

diteliti, yang memenuhi kriteria sebagai responden. Bila subjek menolak

maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap hormati hak-hak subjectif.

4.6.2 Anonimity (tampa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan

nama responden tetapi lembaran tersebut diberi kode. Informasi responden

tidak hanya dirahasiakan tapi harus juga dihilangkan.

4.6.3 Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang diharapkan sebagai hasil penelitian.

Page 44: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

44

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Faktor Faktor Yang Berhubungan

Dengan Personal Hygiene Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas

Surantih kecamatan Sutera kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015” ini

dilaksanakan tanggal 15 sampai tanggal 27 juli tahun 2015.

Adapun responden dalam penelitian ini sebanyak 44 orang lansia

diwilayah kerja puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir

Selatan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket. Hasil

penelitian ini dianalisa dengan analisa univariat dan analisa bivariate.

Analisa univariat digunkan untuk melihat distribusi frekuensi pengetahuan

lansia tentang personal hygiene, distribusi frekuensi status ekonomi lansia,

distribusi frekuensi dukungan keluarga lansia tentang personal hygiene,

distribusi frekuensi lansia melakukan personal hygiene. Sedangkan analisa

bivariate untuk melihat hubungan pengetahuan lansia tentang personal

hygiene dengan personal hygiene lansia, hubungan status ekonomi lansia

dengan personal hygiene lansia, dan hubungan dukungan keluarga lansia

tentang personal hygiene dengan personal hygiene lansia. Setelah data

dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan sistem

komputerisasi.

Page 45: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

45

5.1.2 Hasil Analisa Univariat

Analisa univariat digunakan untuk menganalisa distribusi frekuensi

pengetahuan lansia tentang personal hygiene, distribusi frekuensi status

ekonomi lansia, distribusi frekuensi dukungan keluarga lansia tentang

personal hygiene, distribusi frekuensi lansia melakukan personal hygiene.

5.1.2.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene

di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2015

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene

di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih kecamatan Sutera kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2015

Pengetahuan Lansia tentang Personal Hygiene F %

Rendah 25 56,8

Tinggi 19 43,2

Total 44 100

Berdasarkan table 5.1 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak

56,8% lansia memiliki pengetahuan yang rendah tentang personal hygiene.

5.1.2.2 Distribusi Frekuensi Status Ekonomi Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2015

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Status Ekonomi Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2015

Status Ekonomi Lansia F %

Rendah 28 63,6

Tinggi 16 36,4

Total 44 100

Page 46: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

46

Berdasarkan table 5.2 ditunjukkan bahwa sebagian besar atau sebanyak

63,6% lansia memiliki status ekonomi yang rendah.

5.1.2.3 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2015

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2015

Dukungan Keluarga Lansia F %

Rendah 24 54,5

Tinggi 20 45,5

Total 44 100

Berdasarkan table 5.3 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak

54,5% lansia mempunyai dukungan yang rendah dari keluarga tentang

personal higien.

5.1.2.4 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2015

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2015

Personal Hygiene F %

Kurang Bagus 23 52,3

Bagus 21 47,7

Total 44 100

Berdasarkan table 5.4 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak

52,3% lansia memiliki Personal Hygiene yang kurang bagus.

Page 47: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

47

5.1.3 Hasil Analisa Bivariat

5.1.3.1 Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene Dengan

Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih

Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015

Tabel 5.5

Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene Dengan

Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih

Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015

Pengetahuan Lansia ttg

personal hygien

Personal Hygiene Lansia

Total P OR Kurang

bagus Bagus

F % f % F %

Rendah 18 72 7 28 25 100

0,007 7,200 Tinggi 5 26,3 14 73,7 19 100

Total 23 52,3 21 47,7 44 100

Berdasarkan table 5.5 diatas dapat dilihat bahwa dari 25 responden yang

berpengetahuan rendah memiliki personal hygiene yang kurang bagus

sebanyak 18 responden atau 72% sedangkan dari 19 responden yang

berpengetahuan tinggi memiliki personal hygiene yang bagus sebanyak 14

responden atau 73,7%. Dari hasil uji statistik chi square dengan diperoleh

nilai p =0,007 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan

yang signifikan antara pengetahuan lansia dengan personal hygiene lansia

dengan nilai OR = 7,200, yang artinya responden yang berpengetahuan

rendah beresiko 7 kali untuk memiliki personal hygiene yang kurang

bagus dibandingkan responden yang berpengetahuan tinggi.

Page 48: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

48

5.1.3.2 Hubungan Status Ekonomi Lansia Dengan Personal Hygiene Lansia

di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2015

Tabel 5.6

Hubungan Status Ekonomi Lansia Lansia Dengan Personal Hygiene

Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera

Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015

Status Ekonomi

Personal Hygiene Lansia

Total P OR Kurang

bagus Bagus

f % f % f %

Rendah 19 67,9 9 32,1 28 100

0,015 6,333 Tinggi 4 25 12 75 16 100

Total 23 52,3 21 47,7 44 100

Berdasarkan table 5.6 diatas dapat dilihat bahwa dari 28 responden yang

memiliki status ekonomi rendah memiliki personal hygiene kurang bagus

sebanyak 19 responden atau 67,9% , sedangkan dari 16 responden yang

memiliki status ekonomi tinggi memiliki personal hygiene kurang bagus

sebanyak 12 responden atau 75%. Dari hasil uji chi square dengan

diperoleh nilai p = 0,015 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya

hubungan yang signifikan antara status ekonomi lansia dengan personal

hygiene lansia dengan OR = 6,333, yang artinya responden yang memiliki

status ekonomi yang rendah beresiko 6 kali untuk memiliki personal

hygiene yang kurang bagus dibandingkan dengan responden yang

memiliki status ekonomi tinggi.

Page 49: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

49

5.1.3.3 Hubungan Dukungan Keluarga Lansia Tentang Personal Hygiene

Dengan Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas

Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015

Tabel 5.7

Hubungan Dukungan Keluarga Lansia Dengan Personal Hygiene Lansia

di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2015

Dukungan Keluarga

Personal Hygiene Lansia

Total P OR Kurang

bagus Bagus

f % f % f %

Rendah 17 70,8 7 29,2 24 100

0,017 5,667 Tinggi 6 30 14 70 20 100

Total 23 52,3 21 47,7 44 100

Berdasarkan table 5.7 diatas dapat dilihat bahwa dari 24 responden dengan

dukungan keluarga yang rendah memiliki personal hygiene kurang bagus

sebanyak 17 responden atau 70,8% , sedangkan dari 20 responden dengan

dukungan keluarga yang tinggi memiliki personal hygiene bagus sebanyak

14 responden atau 70%. Dari hasil uji chi square dengan diperoleh nilai p

= 0,017 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang

signifikan antara dukungan keluarga dengan personal hygiene lansia

dengan OR = 5,667 yang artinya responden dengan dukungan keluarga

yang rendah beresiko 5 kali untuk memiliki personal hygiene yang kurang

bagus dibandingkan dengan responden dengan dukungan keluarga yang

tinggi.

Page 50: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

50

5.2 Pembahasan

5.2.1 Analisis univariat

5.2.1.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene

di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2015

Berdasarkan table 5.1 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak

56,8% lansia memiliki pengetahuan yang rendah tentang personal hygiene.

Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa pengetahuan merupakan hasil dari

tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui penca indra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan di peroleh dari mata dan telinga.

Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (overt behavior). Menurut Bloom pengetahuan yang

mencakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu

(Wawan A & Dewi M, 2010)

a. Knowledge, bila seseorang hanya mampu menjelaskan secara garis

besar apa yang telah dipelajarinya.

b. Comprehention, bila seseorang berada pada tingkat pengetahuan dasar

dan dapat menerangkan kembali secara mendasar ilmu pengetahuan

yang telah dipelajarinya.

c. Aplication, bila seseorang telah mampu untuk menggunakan apa yang

telah dipelajarinya dari satu situasi untuk diterapkan pada situasi yang

Page 51: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

51

lain.

d. Analysis, bila kemampuan seseorang lebih meningkat lagi sehingga ia

dapat menerangkan bagian-bagian yang menyusun suatu bentuk

pengetahuan tertentu dan menganalisa hubungan satu dengan yang

lainnya.

e. Syntesis, bila seseorang di samping mempunyai kemampuan untuk

menganalisis, ia pun mampu menyusun kembali ke bentuk semula atau

ke bentuk lain.

f. Evaluation, bila seseorang telah mampu untuk mengetahui secara

menyeluruh dari semua bahan yang dipelajarinya. (Wawan A & Dewi

M, 2010)

Pengetahuan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang,

pendidikan yang adekuat membantu seseorang untuk mendapatkan

pengetahuan yang layak pula tentang personal hygiene.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ifa Nur Azizah

(2011), tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan ibu pemulung

tentang personal hygiene dengan kejadian scabies ditempat pembuangan

air Semarang. Hasil penelitian menunjukan, dari 30 responden

menunjukkan bahwa 14 atau (40%) responden memiliki pengetahuan

tinggi dan 16 (60%) responden memiliki pengetahuan rendah.

Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka

semakin baik pula pengetahuan terhadap personal hygiene, sebaliknya

semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin kurang pula

Page 52: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

52

pengetahuan terhadap personal hygiene.

5.2.1.2 Distribusi Frekuensi Status Ekonomi Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2015

Berdasarkan table 5.2 ditunjukkan bahwa sebagian besar atau sebanyak

63,6% lansia memiliki status ekonomi yang rendah.

Menurut Geismer dan La Sorte (1964) dalam Friedman (1998), besar

pendapatan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk

menyediakan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk

menunjang hidup dan kelangsungan hidup keluarga. Personal hygiene

memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo,

alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

Pada umumnya para usia lanjut adalah pensiunan atau mereka yang kurang

produktif lagi. Secara ekonomis keadaan ini keadaan usia lanjut dapat di

golongkan menjadi 3 golongan yaitu, golongan mantap, kurang mantap

dan rawan (Trimarjono ,1997 ). Golongan mantap adalah para lansia yang

berpendidikan tinggi, sempat atau menikmati kedudukan / jabatan yang

baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut dapat mandiri

dan tidak tergantung pada pihak yang lain. Pada golongan yang kurang

mantap lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi, tetapi

sempat mengadakan investasi pada anak-anaknya, misalnya mengantarkan

anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang tinggi, sehingga kelak akan

dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia

yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup pada anaknya sehingga

Page 53: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

53

ketika punya tugas akan mendatangkan kecemasan karena terancam

kesejahteraan pemenuhan ekonomi dapat ditinjau dari pendapatan lanjut

usia dan kesempatan kerja.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Satria P (2012),

tentang hubungan status ekonomi dengan personal hygiene. Dari hasil

penelitian menunjukkan dari 60 responden, 17 atau (28,3%) responden

memiliki status ekonomi yang tinggi dan 43 atau (71,7%) responden

memiliki status ekonomi yang rendah dalam pemenuhan personal hygiene.

Menurut asumsi peneliti, tingkat pendidikan lansia pada umumnya sangat

rendah. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja sehingga

pendapatan yang diperoleh juga semakin kecil. Selain itu, paradigma di

masyarakat yang menganggap seseorang dengan usia lanjut tidak lagi

produktif menutup kesempatan bagi lansia untuk memiliki pendapatan

tetap sendiri. Sehingga pemenuhan kebutuhan alat-alat untuk personal

hygiene tidak bisa dilaksanakan.

5.2.1.3 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2015

Berdasarkan table 5.3 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak

54,5% lansia mempunyai dukungan yang rendah dari keluarga tentang

personal hygiene.

Komponen penting yang lain dari masa tua yang sukses dan kesehatan

mental adalah sistem pendukung yang efektif. Sumber pendukung pertama

Page 54: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

54

biasanya merupakan anggota keluarga seperti pasangan, anak-anak,

saudara kandung, atau cucu. Namun struktur keluarga akan mengalami

perubahan jika ada anggota keluarga yang meniggal dunia, pindah ke

daerah yang lain atau menjadi sakit. Beberapa dari kelompok ini adalah

tetangga, teman dekat, kolega sebelumnya dari tempat kerja atau

organisasi, dan anggota lansia di tempat ibadah ( Stanley, 2006)

Keluarga merupakan support sistem utama bagi lansia dalam

mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia

antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan

meningkatkan status mental, mengantisifasi perubahan sosial ekonomi,

serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spritual bagi

lansia ( Mryam, 2008)

Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para

lansia. Sampai sekarang penelitian dan observasi tidak menemukan bukti-

bukti yang menunjukan bahwa anak dan keluarga segan untuk melakukan

hal ini. Menempatkan lansia di panti werda merupakan alternatif terakhir.

Martabat lansia dalam keluarga dan keakraban hidup kekeluargaan didunia

timur seperti yang kita rasakan perlu untuk dipertahankan ( Stuart dan

Sudden, 1995 )

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Anggraini

(2013), tentang hubungan dukungan keluarga dengan personal hygiene.

Dari hasil penelitian menunjukkan dari 60 responden, 12 atau (20%)

responden memiliki dukungan keluarga yang tinggi dan 48 atau (80%)

Page 55: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

55

responden memiliki dukungan keluarga yang rendah dalam pemenuhan

personal hygiene.

Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi status ekonomi seseorang, maka

semakin bagus personal hygiene nya, karena status ekonomi yang tinggi

sangat mendukung seseorang dalam pemenuhan peralatan personal

hygiene seperti alat-alat perlengkapan personal hygiene

5.2.1.4 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2015

Berdasarkan table 5.4 ditunjukkan bahwa lebih dari separoh atau sebanyak

52,3% lansia memiliki Personal Hygiene yang kurang bagus.

Potter dan Perry (2009), berpendapat bahwa kebersihan diri

mempengaruhi kenyamanan, keamanan dan kesejahteraan seseorang.

Mereka yang memiliki hambatan fisik membutuhkan berbagai pemenuhan

hygiene pribadi. Praktik hygiene dipengaruhi oleh faktor pribadi, sosial

dan budaya. Pada institusi atau rumah, perawatan diri klien ditentukan dan

diberikan perawatan hygiene yang sesuai kebutuhan dan pilihan klien.

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2006), kebersihan itu sendiri sangat

dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat

berpengaruh itu diantaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan,

persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan. Jika

seseorang sakit, masalah kebersihan kadang kurang diperhatikan. Hal ini

Page 56: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

56

terjadi karena anggapan masalah kebersihan adalah masalah yang tidak

penting, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi

kesehatan secara umum.

Hal ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Zein (2011), hasil

penelitian menunjukan bahwa (53,34%) responden pemenuhan kebersihan

diri kurang, (13,33%) responden pemenuhan kebersihan diri cukup, dan

(33,33%) responden pemenuhan kebersihan diri baik. Masalah

kelemahan fisik pada lansia juga sangatlah berpengaruh pada perawatan

diri. Apabila seseorang tidak bisa melakukan aktifitasnya tentunya kurang

adanya perawatan diri yang baik pada lansia.

Menurut asumsi peneliti, pemeliharaan kebersihan diri sangat menentukan

status kesehatan, dimana individu secara sadar dan berinisiatif untuk

menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Upaya ini lebih

menguntungkan bagi individu karena lebih hemat biaya, tenaga dan waktu

dalam mewujudkan kesejahteraan dan kesehatan. Upaya pemeliharaan

kebersihan diri mencakup tentang kebersihan rambut, mata, telinga, gigi,

mulut, kuku, serta kebersihan dalam berpakaiaan.

5.2.2 Analisis bivariat

5.2.2.1 Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Personal Hygiene Dengan

Personal Hygiene Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih

Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015

Berdasarkan table 5.5 diatas dapat dilihat bahwa dari 25 responden yang

berpengetahuan rendah memiliki personal hygiene yang kurang bagus

Page 57: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

57

sebanyak 18 responden atau 72% sedangkan dari 19 responden yang

berpengetahuan tinggi memiliki personal hygiene yang bagus sebanyak 14

responden atau 73,7%. Dari hasil uji statistik chi square dengan diperoleh

nilai p = 0,007 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan

yang signifikan antara pengetahuan lansia dengan personal hygiene lansia

dengan nilai OR = 7,200, yang artinya responden yang berpengetahuan

rendah beresiko 7 kali untuk memenuhi personal hygiene yang kurang

bagus dibandingkan responden yang berpengetahuan tinggi.

Hasil penelitian Nur dan Setyowati (2011). tentang hubungan tingkat

pengetahuan lansia tentang personal hygiene di panti tresna werdha

dengan kejadian penyakit kulit pada lansia di kota Semarang, diperoleh

responden yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 12 lansia,

sedangkan lansia yang menderita penyakit kulit sebanyak 18 orang dari 30

sampel dan ada hubungan tingkat pengetahuan lansia tentang personal

hygiene dengan kejadian penyakit kulit pada lansia.

Hal ini sejalan dengan penelitian, Utami (2009). dengan judul Pengaruh

Pendidikan Kesehatan tentang Personal Hygiene terhadap Pengetahuan

dan Sikap Ibu Post Partum di Pukesmas Mergangsan Yogyakarta. Hasil

penelitian didapatkan bahwa adanya pengaruh pendidikan kesehatan

terhadap pengetahuan dan sikap pada kelompok eksperimen dan pada

kelompok kontrol, dimana pengetahuan dan sikap kelompok eksperimen

lebih baik dari kelompok kontrol.

Page 58: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

58

Penelitian serupa dilakukan oleh Kusumawati, et. al (2008). yang

menjelaskan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku

hidup bersih dan sehat. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Zaahara

dalam Kusumawati, et. al (2008) yang juga mengemukakan bahwa status

sosial ekonomi yang didalamnya termasuk pendidikan mempunyai

hubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Adanya keterkaitan

antara pendidikan dengan perilaku hidup bersih dan sehat mempunyai

hubungan yang signifikan dengan tingkat kesehatan. Makin tinggi tingkat

pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri,

kreatif dan berkesinambungan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ifa Nur Azizah

(2011), tentang hubungan tingkat pengetahuan dengan ibu pemulung

tentang personal hygiene dengan kejadian scabies ditempat pembuangan

air Semarang. Hasil penelitian menunjukan, menunjukkan bahwa 14

responden memiliki pengetahuan tinggi terdapat 12 respondenyang tidak

scabies dan 16 responden memiliki pengetahuan rendah, terdapat 16

responden yang scabies. Dengan p value= 0,000 (p<0,005) dengan OR=

7,000.

Menurut asumsi peneliti pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu

sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut dengan

pengetahuan tentang personal hygiene yang baik diharapkan dapat

meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menciptakan dan

menjaga kebersihan diri, sehingga dapat memutuskan rantai penularan

penyakit melalui lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat agar

Page 59: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

59

tidak mudah tertular penyakit. Dari hasil penelitian peneliti menemukan

responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi tetapi responden

tersebut memiliki personal hygiene yang kurang bagus. Berdasarkan teori

yang peneliti kutip dari buku Potter dan Perry : hal 1334, yaitu personal

hygiene dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah :

pengetahuan, status ekonomi, dukungan keluarga, praktik sosial, citra

tubuh, dan kondisi fisik. Artinya, jika responden tidak memiliki semua

faktor-faktor tersebut, maka responden beresiko untuk memiliki personal

hygiene yang kurang bagus.

5.2.2.2 Hubungan Status Ekonomi Lansia Dengan Personal Hygiene Lansia

di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2015

Berdasarkan table 5.6 diatas dapat dilihat bahwa dari 28 responden yang

memiliki status ekonomi rendah memiliki personal hygiene kurang bagus

sebanyak 19 responden atau 67,9% , sedangkan dari 16 responden yang

memiliki status ekonomi tinggi memiliki personal hygiene bagus sebanyak

12 responden atau 75%. Dari hasil uji chi square dengan diperoleh nilai p

= 0,015 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang

signifikan antara status ekonomi lansia dengan personal hygiene lansia

dengan OR = 6,333, yang artinya responden yang memiliki status ekonomi

yang rendah beresiko 6 kali untuk memiliki personal hygiene yang kurang

bagus dibandingkan dengan responden yang memiliki status ekonomi

tinggi.

Page 60: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

60

Menurut Geismer dan La Sorte (1964) dalam Friedman (1998), besar

pendapatan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk

menyediakan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk

menunjang hidup dan kelangsungan hidup keluarga. Personal hygiene

memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo,

alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

Tingkat pendidikan lansia pada umumnya sangat rendah. Hal ini

berpengaruh terhadap produktivitas kerja sehingga pendapatan yang

diperoleh juga semakin kecil. Menurut Sudarmayanti ( 2001 ) pekerjaan

yang disertai dengan pendidikan dan keterampilan akan mendorong

kemajuan setiap usaha. Dengan kemajuan mereka akan meningkatkan

pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan

nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif

yang mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan

psikologi, kelemahan fisik.

Semakin bertambah umur seseorang, semakin siap pula dalam menerima

cobaan. Hal ini yang didukung oleh teori aktifitas yang menyatakan bahwa

hubungan antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat

individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua. Oleh sebab itu

tidak dibutuhkan suatu kompensasi terhadap kehilangan, seperti pensiunan

dari peran sosial kerena menua. Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan

juga membawa dampak yang berarti (S. Tamher,2011 : 7).

Page 61: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

61

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Satria P (2012),

tentang hubungan status ekonomi dengan personal hygiene. Dari hasil

penelitian menunjukkan dari 60 responden, 17 responden memiliki status

ekonomi yang tinggi 10 responden yang memiliki personal hygiene yang

baik dan 43 responden memiliki status ekonomi yang rendah 36 responden

yang memiliki personal hygiene yang kurang. Dengan p value= 0,002 (p<

0,005) dengan OR= 6,84.

Peneliti berasumsi bahwa status ekonomi mempengaruhi personal hygiene

lansia. Rendahnya status ekonomi lansia menyebabkan lansia kesulitan

dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene yang baik terutama dalam

hal pemenuhan alat dan bahan dalam pemenuhan kebutuhan personal

hygiene, seperti : sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat-alat mandi, dan

sebagainya. Namun pada hasil penelitian ditemukan dari 16 responden

yang memiliki dukungan keluarga yang tinggi terdapat 25% responden

masih memiliki personal hygiene yang kurang bagus, Berdasarkan teori

yang peneliti kutip dari buku Potter dan Perry : hal 1334, yaitu personal

hygiene dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah :

pengetahuan, status ekonomi, dukungan keluarga, praktik sosial, citra

tubuh, dan kondisi fisik. Artinya, jika responden tidak memiliki semua

faktor-faktor tersebut, maka responden beresiko untuk memiliki personal

hygiene yang kurang bagus.

Page 62: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

62

5.2.2.3 Hubungan Dukungan Keluarga Lansia Dengan Personal Hygiene

Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Surantih Kecamatan Sutera

Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2015

Berdasarkan table 5.7 diatas dapat dilihat bahwa dari 24 responden dengan

dukungan keluarga yang rendah memiliki personal hygiene kurang bagus

sebanyak 17 responden atau 70,8% , sedangkan dari 20 responden dengan

dukungan keluarga yang tinggi memiliki personal hygiene bagus sebanyak

14 responden atau 70%. Dari hasil uji chi square dengan diperoleh nilai p

= 0,017 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang

signifikan antara dukungan keluarga dengan personal hygiene lansia

dengan OR = 5,667 yang artinya responden dengan dukungan keluarga

yang rendah beresiko 5 kali untuk memiliki personal hygiene yang kurang

bagus dibandingkan dengan responden dengan dukungan keluarga yang

tinggi.

Keluarga merupakan support sistem utama bagi lansia dalam

mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia

antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan

meningkatkan status mental, mengantisifasi perubahan sosial ekonomi,

serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spritual bagi

lansia ( Mryam, 2008)

Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para

lansia. Sampai sekarang penelitian dan observasi tidak menemukan bukti-

bukti yang menunjukan bahwa anak dan keluarga segan untuk melakukan

Page 63: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

63

hal ini. Menempatkan lansia di panti werda merupakan alternatif terakhir.

Martabat lansia dalam keluarga dan keakraban hidup kekeluargaan didunia

timur seperti yang kita rasakan perlu untuk dipertahankan ( Stuart dan

Sudden, 1995 )

Dukungan dari keluarga merupakan unsur penting dalam membantu

individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, Rasa percaya diri

akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi

akan meningkat (Stuart dan Sudden, 1995 )

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Puspitaningrum,

dkk (2012) tentang hubungan dukungan keluarga dengan personal

hygiene pada anak Sekolah Dasar Negeri 1 Gambiran Kecamatan Pamotan

Kabupaten Rembang, didapatkan hasil 25 orang (46,3%) siswa kurang

mendapatkan dukungan keluarga dalam perilaku menjaga personal

hygiene, dan sebanyak (82,6%) siswa memiliki prilaku personal hygiene

yang buruk kurang mendapatkan dukungan dari orang tua.

Hasil penelitian yang dilakukan Puspitaningrum, dkk (2012). Tentang

hubungan dukungan keluarga dengan personal hygiene pada anak Sekolah

Dasar Negeri 1 Gambiran Kecamatan Pamotan Kabupaten Rembang,

didapatkan mendapatkan dukungan keluarga yaitu hanya 11 orang

(20,4%), sedangkan yang kurang mendapat dukungan keluarga yaitu 25

orang (46,3%) dan yang sedang yaitu 18 orang (33,3%). Mengenai

perilaku personal hygiene, didapatkan yang kurang sebanyak 23 orang

Page 64: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

64

(42,6%), yang cukup sebanyak 17 orang (31,5%), yang baik hanya 14

orang (25,9%).

Menurut asumsi peneliti, dukungan keluarga sangat penting dalam

menentukan kemampuan lansia dalam menjaga kebersihan diri. Karena

dengan adanya dukungan dari keluarga lansia akan merasa ada yang

mengawasi prilakunya. Selain itu dukungan dari keluarga juga akan

meningkatkan support secara psikologis kepada lansia, serta membuat

lansia merasa berharga didalam keluarga dan masyarakat. Namun pada

hasil penelitian ditemukan dari 20 responden yang memiliki dukungan

keluarga yang tinggi 30% responden masih memiliki personal hygiene

yang kurang bagus, Berdasarkan teori yang peneliti kutip dari buku Potter

dan Perry : hal 1334, yaitu personal hygiene dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya adalah : pengetahuan, status ekonomi, dukungan

keluarga, praktik sosial, citra tubuh, dan kondisi fisik. Artinya, jika

responden tidak memiliki semua faktor-faktor tersebut, maka responden

beresiko untuk memiliki personal hygiene yang kurang bagus.

Page 65: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

65

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

6.1.1 Lebih dari separoh atau sebanyak 56,8% lansia memiliki pengetahuan

yang rendah tentang personal hygiene.

6.1.2 Lebih dari separoh atau sebanyak 63,6% lansia memiliki status

ekonomi yang rendah.

6.1.3 Lebih dari separoh atau sebanyak 54,5% lansia mempunyai dukungan

yang rendah dari keluarga tentang personal hygiene.

6.1.4 Lebih dari separoh atau sebanyak 52,3% lansia memiliki Personal

Hygiene yang kurang bagus.

6.1.5 Dari hasil analisis diperoleh nilai p=0,007 (p<0,05) yang

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan

lansia tentang personal hygiene dengan personal hygiene lansia

dengan OR= 7,200. Ada hubungan antara antara pengetahuan lansia

tentang personal hygiene dengan personal hygiene lansia dengan

peluang 7,200.

6.1.6 Dari hasil analisis diperoleh nilai p=0,015 (p<0,05) yang

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status ekonomi

lansia dengan personal hygiene lansia dengan OR= 6,333. Ada

hubungan antara status ekonomi lansia dengan personal hygiene lansia

dengan peluang 6,333.

Page 66: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakangrepo.stikesperintis.ac.id/503/1/45 MUHIBRATA JEFRI MARDHAN.pdf · mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene, banyak nya lansia

66

6.1.7 Dari hasil analisis diperoleh nilai p=0,017 (p<0,05) yang

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan dari

keluarga lansia dengan personal hygiene lansia dengan OR= 5,667.

Ada hubungan antara dukungan keluarga lansia dengan personal

hygiene lansia dengan peluang 5,667.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi informasi tambahan dalam

pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan gerontik dan

komunitas. Dan diharapkan hasil penelitian ini bisa dijadikan salah satu

masukan bahwa dalam pemberian asuhan keperawatan tidak hanya bersifat

hari ini tapi juga memperkecil efek negative jangka panjang.

6.2.2 Bagi Lahan

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan dan pertimbangan

bagi puskesmas dalam melakukan program puskesmas terutama program

PHBS.

6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan pengembangan

penelitian untuk kajian yang lebih dalam dan jumlah sampel yang lebih

banyak sehingga keakuratan hasil penelitian lebih terjamin.