bab 1 dan ii laporan prak ekoum parameter fisik n kimia lingkungan (revisi)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam studi ekologi dikenal faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan dan
keadaan organisme di alam, yaitu faktor non-biotik dan faktor biotik. Faktor non-
biotik sendiri dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor fisik dan faktor kimia. Faktor
fisik meliputi temperatur, kelembaban, intensitas cahaya, komposisi substrat berdasar
substrat, dan arus. Sedangkan faktor kimia meliputi salinitas, pH (Potential of
Hydrogen), DO (Dissolved Oksigen), BOD (Biochemichal Oksigen Demand), dan
COD. Dari tiga medium yang ada di alam, yaitu air, darat dan udara, ada yang
parameternya sama, ada pula yang khusus untuk medium maupun habitat tertentu
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas (Hariyanto, dkk., 2008).
Suatu organisme yang hidup tidak pernah terlepas dari pengaruh parameter fisik
dan kimia. Paramater fisik dan kimia tersebut akan saling mempengaruhi satu sama
lain. Salah satu faktor fisik, yaitu suhu mempunyai pengaruh yang cukup
besar terhadap keberadaan dan aktivitas organisme. Sebab pada umumnya, organisme
memiliki kisaran suhu tertentu supaya dapat melakukan aktivitas optimalnya. Batas
kisaran tertentu biasa disebut dengan batas toleransi (Latief, 2003).
Tinggi rendahnya suhu dipengaruhi oleh kedudukan matahari terhadap bumi
(sudut datang sinar matahari), beserta lamanya penyinaran matahari. Di samping itu
wujud permukaan bumi (daratan, lautan, pegunungan, kota, hutan, dan lain-lain) dan
ketinggian suatu tempat, yaitu semakin tinggi suatu tempat, maka semakin rendah
suhu, dan sebaliknya. Perubahan suhu umumnya dipengaruhi oleh waktu, udara,
musim, tekanan udara, arus air pada geomorfologi, latitude, altitude, dan angin. Alat
pengukur suhu adalah termometer. Untuk mengukur suhu di dalam suatu ruangan dan
suhu di udara terbuka kita biasa menggunakan termometer maksimum dan
minimum (Hariyanto, dkk., 2008).
Kelembaban juga merupakan salah satu faktor fisika yang mempunyai kaitan
erat dengan suhu. Kelembaban menunjukkan banyaknya uap air di udara, bila di
tanah biasanya disebut kandungan air. Alat untuk mengukur kelembaban udara
adalah Sling psycrhometer. Biasanya dalam alat yang mencatat temperatur basah dan
kering sudah tersedia tabel kelembaban udara. Alat ini ada yang ditempel di
dinding, ada pula yang harus diputar-putar (sling psychrometer). Asumsinya adalah
temperatur basah menunjukkan suhu pada kelembaban 100% atau absolut, sedang
1
temperatur kering menunjukkan suhu pada kelembaban seadanya. Bila suhu pada
temperatur kering sama dengan suhu pada temperatur basah berarti kelembaban
100%. Tampaklah bahwa ada hubungan antara suhu dan kelembaban
udara (Hariyanto, dkk., 2008).
Kelembaban berubah-ubah menurut suhu dan cuaca sehingga pada musim
hujan, kelembaban akan semakin tinggi dan pada saat musim kemarau maka
kelembaban akan semakin turun. Hal tersebut dapat terjadi karena kelembaban
merupakan fungsi dari banyaknya dan lamanya curah hujan, terdapatnya air genangan
dan suhu (Hariyanto, dkk., 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan berdasarkan latar belakang pada praktikum ini antara lain
sebagai berikut:
1. Berapa besarnya korelasi antara faktor fisik satu dengan faktor fisik lain?
2. Apa hasil dari prediksi atas perubahan faktor fisik berdasarkan analisis
regresi?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mampu mencari besarnya korelasi antara faktor fisik satu dengan yang
lainnya.
2. Mampu menentukan prediksi atas perubahan faktor fisik berdasarkan analisis
regresi.
1.4 Hipotesis
1.4.1. Hipotesis kerja
Jika nilai intensitas cahaya tinggi, maka nilai kekeruhan (turbiditas) rendah.
1.4.2. Hipotesis statistika
Hubungan antara intensitas cahaya dengan kekeruhan (turbiditas)
H0 : Intensitas cahaya tidak memiliki pengaruh terhadap kekeruhan (turbiditas)
H1 : Intensitas cahaya memiliki pengaruh terhadap kekeruhan (turbiditas)
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Parameter
Parameter adalah segala ukuran yang dapat menggambarkan kondisi atau
keadaan dari sesuatu, misalnya untuk menggambarkan seberapa panas suatu benda,
kita menggunakan parameter panas, yaitu derajat Celcius, Kelvin dan sebagainya.
Dua benda atau dua obyek yang di bandingkan, maka dalam percobaan tersebut harus
digunakan parameter yang sama. Hubungan antara suhu dan kelembaban yang
ditentukan dalam suatu tempat dan kondisi tertentu, maka dalam percobaan
digunakan parameter fisika dan parameter kimia untuk mengetahuinya. Parameter
fisika meliputi temperatur, kelembaban, intensitas cahaya, komposisi substrat
berdasar substrat, dan arus. Sedangkan parameter kimia meliputi salinitas, pH
(Potential of Hydrogen), DO (Dissolved Oksigen), BOD (Biochemichal Oksigen
Demand), dan COD (Hariyanto, dkk., 2008).
2.2 Parameter Fisik
Parameter fisik merupakan parameter yang dapat dilihat atau dirasakan secara
langsung. Suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya merupakan parameter fisik
(Michael, 2007).
2.2.1 Suhu
Suhu merupakan parameter yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan dan
aktivitas organisme, sebab pada umumnya organisme memiliki kisaran suhu tertentu
agar dapat melakukan suatu aktivitas secara optimal. Batas kisaran maksimal
makhluk hidup disebut dengan batas toleransi. Suhu tidak dapat diawetkan sehingga
harus diukur di lapangan. Sampel yang dibawa ke laboratorium untuk dianalisis juga
harus sering diukur ulang suhunya di laboratorium, karena diduga ada pengaruh lain
terhadap hasil analisis yang telah dilakukan di lapangan. Alat pengukur suhu yang
digunakan adalah termometer (Hariyanto, dkk., 2008).
Perubahan suhu dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti waktu dan udara. Suhu
juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu
mengakibatkan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi yang
3
menyebabkan penurunan larutan gas dalam air, misalnya O2, CO2, N2, CH4 dan
sebagainya. Selain itu, peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan
metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya peningkatan konsumsi
oksigen (Durmishi, dkk., 2008).
2.2.2 Kelembaban (humiditas)
Kelembaban (humidity) menunjukkan banyaknya uap air atau air di udara, bila
di tanah biasanya disebut kandungan air (mouisture, water content). Alat pengukur
kelembaban udara disebut higrometer, tetapi kelembaban udara juga dapat diketahui
dengan cara membandingkan suhu yang ditunjukkan oleh termometer biasa atau
kering dan suhu yang ditunjukkan oleh termometer yang dibalut kain basah atau
disebut termometer basah. Kesatuan termometer basah dan termometer kering ini
merupakan rangkaian dari suatu alat untuk mengukur kelembaban yang biasa
disebut sling psychrometer. Biasanya dalam alat yang mencatat temperatur basah dan
kering sudah tersedia tabel kelembaban udara. Alat ini ada yang di tempel di dinding
(Hariyanto, dkk., 2008).
Dalam pengukuran menggunakan sling psychrometer, dengan menganggap
asumsinya adalah temperatur basah menunjukkan suhu pada kelembaban 100% atau
absolut, sedang temperatur kering menunjukkan suhu pada kelembaban seadanya.
Bila suhu pada temperatur kering sama dengan suhu pada temperatur basah berarti
kelembaban 100%. Tampaklah bahwa ada hubungan antara suhu dan kelembaban
udara (Hariyanto, dkk., 2008).
2.2.3 Intensitas cahaya
Intensitas cahaya mempunyai pengaruh terhadap suatu lingkungan dan
komponen-komponen di dalamnya. Besar atau kecilnya intensitas cahaya
ditentukan oleh posisi matahari, cuaca, dan posisinya terhadap benda atau organisme
lain, yaitu dalam bayangan atau tidak. Satuan intentensitas cahaya adalah lux dan alat
untuk mengukur intensitas cahaya adalah luxmeter. Semakin besar intensitas cahaya,
maka suhunya juga akan semakin meningkatkan, sehingga menurunkan nilai
kelembaban (Hariyanto, dkk., 2008).
2.3 Parameter Kimia
4
Parameter kimia merupakan parameter yang tidak dapat dilihat atau dirasakan
secara langsung. Salinitas dan pH termasuk parameter kimia (Michael, 2007).
2.3.1 Salinitas
Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu
pada kandungan garam dalam tanah. Tetapi idealnya, salinitas ini merupakan jumlah
dari seluruh garam-garaman dalam garam pada setiap kilogram air laut. Menentukan
nilai hasil pengukuran salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang
terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan Klorida ditetapkan pada tahun 1902
sebagai jumlah dalam gram Ion klorida satu kilogram air laut dan jika semua halogen
digantikan oleh klorida (Novotnydan Olem dalam Effendi, 2003).
2.3.2 pH (Potential of Hydrogen)
pH merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar asam/basa
dalam air. Penentuan pH merupakan tes yang paling penting dan paling sering
digunakan pada kimia air. pH digunakan pada penentuan alkalinitas, CO2, serta dalam
kesetimbangan asam basa. Pada temperatur yang diberikan, intensitas asam atau
karakter dasar suatu larutan diindikasikan oleh pH dan aktivitas ion hidrogen.
Perubahan pH air dapat menyebabkan berubahnya bau, rasa, dan warna. Pada proses
pengolahan air seperti koagulasi, desinfeksi, dan pelunakan air, nilai pH harus dijaga
sampai rentang dimana organisme partikulat terlibat. pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai
alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat
asam (pH rendah) bersifat korosif. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa
kimia. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah (Novotny dan
Olem, 1994 dalam Effendi 2003). PH adalah tingkatan yang menunjukkan
asam/basanya suatu larutan yang diukur pada skala 00 sampai dengan 14. Sebagian
besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH 7 - 8,5.
Nilai pH sangat memperanguhi nilai proses biokimia perairan misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah.. Sebagian besar tumbuhan air mati karena
tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah (Haslam 1995 dalam Effendi 2003).
( Halaman ini sengaja dikosongkan )
5
Daftar Pustaka
Burhan, Latief . 2003 . Dasar-dasar Ekologi. Airlangga. Surabaya : Penerbit
Universias Airlangga (Airlangga Press)
Durmishi, et al. 2008. The physical, physical-chemical and chemical parameters
determination of river water Shkumbini part A. Phil: Balwois
Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Hariyanto, Sucipto, dkk. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Surabaya: Penerbit
Universias Airlangga (Airlangga University Press)
Purba, Michael. 2007 . Kimia 2 untuk SMA Kelas XI. Jakarta : Erlangga.
6