bab 1 aci
DESCRIPTION
aciTRANSCRIPT
BAB I
RENCANA CAMPURAN ADUKAN BETON
I.1.Maksud
Membuat rencana campuran adukan beton berdasar ACI 211.1-91 (Standard
Practice for Selecting Proportions for Normal, Heavyweigh, and Mass Concrete)
tentang Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Adukan Beton Normal dengan
ketentuan :
1. Kuat tekan beton yang diisyaratkan adalah 25 MPa.
2. Jenis lingkungan khusus pembetonan :
Untuk beton dalam ruangan bangunan sekeliling non-korosif.
Beton di luar ruangan terlindung dari hujan dan terik matahari langsung.
3. Beton digunakan untuk plat, balok kolom, dan dinding dengan tebal minimum
120 mm dan jarak bersih minimum antar batang tulangan atau berkas tulangan
adalah 70 mm. Cetakan beton yang digunakan adalah berukuran : diameter 150
mm dan tinggi 300 mm.
I.2.Bahan Susun
1. Semen Portland, merk : Gresik dengan berat 4,559 kg.
2. Pasir, asal : Kali Krasak dengan berat 6,5082 kg.
Berat jenis SSD : 2,7142 gr/cm3 (laporan pengujian terlampir)
3. Kerikil/Kricak, asal : Kali Krasak dengan berat 12,63 kg.
Berat jenis SSD : 2,5708 gr/cm3
(laporan pengujian terlampir)
4. Air, asal : Lab. SBB Prodi TS FT-UAJY .
Volume air yang dipakai : 1960,47 cc
I.3.Alat-alat
1. Alat untuk menentukan SSD pasir.
Corong kerucut kecil
- atas : 1,5 ”
- bawah : 3,5 ”
- tinggi : 3 “
Alat penumbuk berat : 345 gr.
2. Alat untuk menentukan SSD krikil / kricak.
Ember dengan air secukupnya.
Kain lap untuk mengeringkan krikil / kricak.
3. Alat untuk menentukan slump
Corong kerucut “Abrams”
- atas : 10 cm
- bawah : 20 cm
- tinggi : 30 cm
Tongkat penusuk
- Diameter () : 1,6 cm
- Panjang : 60 cm
4. Cetakan silinder 1 :
Diameter ( ) : 15 cm
Tinggi : 30 cm
Berat : 13,270 kg
5. Cetakan silinder 2 :
Diameter () : 15 cm
Tinggi : 30 cm
Berat : 12,673 kg
6. Alat-alat lain :
Bak adukan beton
Cetok
Ember
Gelas ukur 1000cc
Kain lap
Kaliper
Kerucut Abram
Kuas
Oli
Palu
Penggaris siku
Penumbuk
Timbangan Elektrik
I.4.Hitungan
1. Menentukan kuat tekan beton yang diisyaratkan (f’c) pada umur 28
hari. Kuat tekan beton yang diisyaratkan ialah kuat tekan beton dengan
kemungkinan lebih rendah dari nilai tersebut sebesar 5 %.
f’c = 25 Mpa. .
2. Menentukan jenis semen
Jenis semen kelas I
3. Menetapkan jenis agregat
Agregat halus : pasir alam
Agregat kasar : buatan (alat pemecah batu)
4. Slump diisyaratkan 75-150 mm
5. Ukuran nominal maksimum agregat diketahui 37,5 mm
6. Dengan nilai slump 75-150 mm, ukuran nominal maksimum
agregat 37,5 mm dan beton tanpa AEA, maka berdasarkan tabel 2.2 didapat
perkiraan kadar air dan kadar udara masing-masing sebesar 181 kg/m3 dan 1%
7. Atas dasar kekuatan tekan rata-rata beton pada umur 28 hari yang akan dicapai
sebesar 30 MPa tanpa menggunakan AEA (non –AEA), maka dengan bantuan
tabel 2.3 atau gambar 2.1, didapat nilai fas 0,62.
8. Dari langkah 8 dan 9 di atas, maka dapat ditentukan kadar semen portlandnya
sebagai berikut : 181/0,62 = 292 kg/m3
9. Kadar agregat kasar yang dibutuhkan dapat diperkirakan, dengan menggunakan
tabel 2.5. Untuk nilai fm agregat halus 2,8 dan ukuran nominal maksimum
agregat 37,5 mm, dari tabel 2.5 diperkirakan volume padat agregat kasar sebesar
0,71 m3 sehingga berat keringnya 0,69 x 1600kg/ m3 = 1136 kg.
10.Perkiraan kadar agregat halus:
a. Atas dasar berat
Atas dasar ukuran nominal maksimum agregat sebesar 37,5 mm, dan beton
tanpa AEA, dari tabel 2.6 didapat perkiraan berat volume padat beton sebesar
2410 kg/ m3 (penentuan berat volume padat beton dapat juga menggunakan
formula 2.1).
b. Atas dasar volume absolut
Dengan memperhitungkan perkiraan volume udara dalam beton sebesar 1%
(hasil dari langkah 8), kadar agregat halus dapat ditentukan sebagai berikut:
Volume Air = 181/1000 = 0,181 m3
Volume Semen Portland = 292/(3,15x1000) = 0,093 m3
Volume Agregat Kasar = 1136/(2,68x1000) = 0,424 m3
Volume Udara = 0,01 = 0,020 m3
Jumlah Volume tanpa agregat halus = 0,708 m3
Volume agregat halus =1,000-0,708 = 0,292 m3
Berat agregat halus =0,292 x 2,64 x 1000 = 771 kg/ m3
11. Koreksi proporsi campuran (Agregat dan air ), oleh akibat kadar air agregat
yang sebenarnya meliputi :
a. Koreksi terhadap berat agregat
Akibat kadar air yang sebenarnya dari agregat kasar dan agregat halus
masing-masing sebesar 2% dan 6%, maka komposisi berat dari kedua
agregat tersebut menjadi terkoreksi:
Agregat Kasar = 1136 x 1,02 = 1159 kg
Agregat Halus = 801 x 1,06 = 849 kg
b. Koreksi terhadap air
Karena penyerapan air agregat tidak diperhitungkan dalam estimasi air
pencampur dan akan menjadi air permukaan, maka komposisi berat air
tersebut menjadi terkoreksi:
=181-1136(0,002-0,005)-801(0,06-0,007) = 122kg
Sehingga perkiraan komposisi berat campuran:
No. Jenis Bahan Volume 1 m3
Berat Bahan kg
Volume 0,1 m3
Volume
1 zak semen portland
(50kg)
1. Semen Portland 292 29,2 50
2. Air 122 12,2 20,8
3. Agregat kasar 1159 115,9 197
4. Agregat halus 849 84,9 144
12. Per 2 silinder :
= Volume 1 Volume 1 m3 x 10602,847 x 10-6 x 1,1
Nilai "slump" 7,5-15 cm
13. REKAP
SP =
PASIR =
KRICAK =
AIR =
14.Membuat adukan beton
a.Menimbang semen “Portland” sebesar 5,0149 kg; pasir = 7,15671 kg ;
kerikil = 13,893 kg dan air = 2156,517 cc untuk mencapai “Workability”
dengan fas 0,43
b. Bahan-bahan tesebut diaduk sampai rata dan sampai plastis.
15.Membuat nilai "slump"
a.Campuran bahan adukan tersebut dalam corong kerucut "Abrams" hingga 1/3
tinggi kerucut dan ditusuk 25 kali.
b. Campuran dimasukkan hingga 2/3 tinggi kerucut dan ditusuk sebanyak 25
kali.
c.Campuran dimasukkan lagi hingga penuh dan ditusuk lagi sebanyak 25 kali.
d. Campuran dimasukkan lagi sehingga permukaan kerucut rata dan didiamkan
selama satu menit.
e.Setelah didiamkan 1 menit, kerucut diangkat pelan-pelan kemudian diamati:
Bila permukaan campuran mengalami penurunan antara 7,5-15 cm berarti
campuran itu sudah mencapai nilai "slump" yang diinginkan (7,5 -15 cm).
Bila permukaan campuran mengalami penurunan kurang dari 7,5 cm berarti
campuran itu belum mencapai nilai "slump" sehingga diperlukan air lagi.
16.Mencetak adukan beton
a.Cetakan beton masing-masing ditimbang dan juga diukur dimensinya kemudian
dilumasi dengan oli sehingga apabila beton dibuka tidak melekat.
b. Cetakan diisi 3 lapis adukan beton, tiap lapis ditumbuk 25 kali kemudian
permukaannya diratakan.
c.Kedua silinder yang telah berisi adukan beton masing-masing ditimbang.
d. Air yang keluar dari cetakan silinder diambil selama 1 jam awal.
17.Mencari air yang keluar selama 1 jam awal.
a.Air yang keluar diambil dengan pipet kemudian diukur dengan gelas ukur
untuk diukur volumenya.
b. Air yang keluar dari cetakan silinder I = 1 cc dan dari cetakan silinder
II = 2 cc diletakkan ditempat yang terpisah.
18.Setelah 24 jam, beton dikeluarkan dari cetakan silinder kemudian diukur
(diameter dan tinggi beton ) dan ditimbang, lalu direndam ke dalam bak air.
d d
t t
Silinder I Silinder II
Sketsa Gambar Hasil Percetakan Beton
Keterangan gambar :
Silinder I :
Tinggi : 300mm
Diameter : 150mm
Silinder II :
Tinggi : 300mm
Diameter : 150mm
I.5. Hasil Pengujian
1. Faktor air semen = 0,43
2. Nilai "slump" = 9,5 cm
3. Berat adukan beton :
Berat adukan beton + cetakan silinder I= 25,342 kg
Berat adukan beton + cetakan silinder II = 26,085 kg
4. Berat jenis adukan beton sebelum dibuka :
BJ adukan dengan silinder I = 4,7863gr/cm3
BJ adukan dengan silinder II = 4,8063gr/cm3
5. Berat jenis adukan beton setelah dibuka :
BJ adukan I = 2,353 gr/cm3
BJ adukan II = 2,324 gr/cm3
6. Air yang keluar selama 1 jam awal :
Dari silinder I = 1 cc
Dari silinder II = 2 cc
7. Prosentase air yang keluar :
Dari silinder I = (1 / 12479) 100 % = 0,08013 %
Dari silinder II = (2 / 12323) 100 % = 0,01623 %
8. Keadaan beton :
Silinder I : permukaan halus, rusuk rata (agak kasar).
Silinder II :. permukaan berlubang, rusuk tidak rata (agak kasar).
I.6.Pembahasan
1.6.1. Bahan Penyusun Beton
Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang
direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan
kasar) dan ditambah dengan pasta semen. Pasta semen mengikat pasir dan
bahan-bahan agregat lain (batu kerikil, basalt, dan lain-lain). Rongga diantara
bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan halus. Adukan beton tersebut
bersifat plastis dan mudah dikerjakan. Sifat-sifat inilah yang memungkinkan
beton dicetak dalam bentuk yang diinginkan.
Kekentalan adukan beton harus diawasi dan dikendalikan dengan cara
memeriksa nilai "workabilitas" (slump) pada setiap adukan beton baru. Nilai
slump digunakan sebagai petunjuk jumlah pemakaian air hubungannya dengan
faktor air semen yang ingin dicapai.
Menurut Dipohusodo (1994), sesuai dengan tingkat mutu beton yang
hendak dicapai, perbandingan campuran bahan susun harus ditentukan agar
beton yang dihasilkan memberi :
1. Kelecakan dan konsistensi yang memungkinkan pengerjaan beton
(penuangan, perataan, pemadatan) dengan mudah ke dalam acuan dan
sekitar tulangan baja tanpa menimbulkan kemungkinan terjadinya
segregasi atau pemisahan agregat dan bleeding air,
2. Ketahanan terhadap kondisi lingkungan khusus (kedap air, korosif, dan
lain-lain).
3. Memenuhi uji kuat yang akan dicapai.
Selain hal tersebut diatas nilai kekuatan serta daya tahan (durability)
beton dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah nilai banding
campuran dan mutu bahan susun, metoda pelaksanaan pengecoran,
pelaksanaan finishing, temperatur dan kondisi perawatan pengerasannya.
Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya.
Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% - 15% saja dari kuat tekannya. Pada
penggunaannya sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton
diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama
dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan
gaya tarik.
1.6.2. Semen Portland
Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker terutama yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang
bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI-1982). Suatu
semen jika diaduk dengan air akan terbentuk adukan yang disebut pasta semen,
sedangkan jika diaduk dengan air kemudian ditambahkan pasir menjadi mortar
semen dan jika ditambahkan lagi dengan kerikil atau batu pecah disebut beton.
Dalam campuran beton semen bersama air sebagai kelompok yang
aktif. Kelompok aktif ini berfungsi sebagai perekat atau pengikat, sedangkan
kelompok pasif yaitu pasir dan kerikil berfungsi sebagai pengisi.
Fungsi semen ialah untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi
masa yang kompak atau padat. Selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga di
antara butiran agregat. Dalam campuran beton, semen menempati kira-kira
10% dari volume beton. Karena merupakan bahan aktif maka penggunaannya
harus dikontrol dengan baik. Di dalam semen terkandung bahan atau senyawa
kimia yang mengandung kapur, silikat, alumina dan oksida besi yang
kesemuanya menjadi unsur-unsur pokok.
ASTM C 150-89 (American Society for Testing Material 1986)
membagi semen portland menjadi beberapa tipe :
Tipe I : untuk konstruksi biasa di mana tidak diperlukan suatu sifat khusus.
Tipe IA : semen air entraining yang penggunaannya sama dengan tipe I
Tipe II : untuk konstruksi biasa di mana diinginkan perlawanan terhadap
sulfat maupun panas maupun panas dari hidrasi yang sedang.
Tipe IIA : semen air entraining yang penggunaannya sama dengan tipe II
Tipe III : untuk konstruksi di mana diinginkan kekuatan permulaan yang
tinggi.
Tipe IIIA: semen air entraining yang penggunaannya sama dengan tipe III
Tipe IV : untuk konstruksi di mana diinginkan panas hidrasi yang rendah.
Tipe V : untuk konstruksi di mana diinginkan daya tahan yang tinggi
terhadap sulfat.
Semen air entraining adalah semen portland di mana selama proses
pembuatannya dicampurkan bahan untuk mengisikan udara. Jadi semen
tersebut mengandung campuran kimia yang bersama-sama dengan semen
digerinda halus sehingga akan menimbulkan gelembung-gelembung udara
berdiameter 0,5 mm yang tersebar merata di seluruh beton. Gelembung-
gelembung udara ini akan memberikan ketahanan beton terhadap pembekuan,
meskipun kuat tekan beton ini agak lebih rendah.
Bahan dasar untuk pembuatan semen portland terdiri atas batu kapur
(limestone), tanah liat atau lempung (clay), pasir silika, pasir besi dan gipsum.
Adapun kandungan bahan kimia dalam semen dapat dilihat dalam tabel 1.1.
Tabel I.1 Kandungan bahan-bahan kimia dalam Bahan Baku Semen.
(Kusuma, 1993)
CaO (%) SiO (%) Al2O3 (%) Fe2O3 (%) MgO (%)
Batu kapur 52,77 1,02 0,92 0,70 1,33
Tanah liat 9,27 46,99 16,46 6,62 2,44
Pasir silica 1,41 90,51 3,26 1,65 2,98
Pasir besi 1,03 12,38 3,49 76,21 0,34
Setelah semen bercampur dengan air terjadi dua macam proses yaitu
proses pengikatan (setting process) dan proses pengerasan (hardening
process).
Proses pengikatan berawal beberapa menit setelah pencampuran yang
disebut initial set (pengikatan awal) dan berakhir setelah beberapa jam disebut
final set (akhir pengikatan). Waktu pengikatan adalah jangka waktu dari mulai
mengikatnya semen setelah berhubungan dengan air sampai adukan semen
menunjukkan kekentalan yang tidak memungkinkan lagi untuk dikerjakan
lebih lanjut.
Proses pengerasan sudah mulai sejak semen berhubungan dengan air.
Proses kimia dalam pengerasan terdiri dari hidrasi atau hidratasi dan hidrolisa.
Hidrasi adalah pembentukan persenyawaan-persenyawaan baru dengan air.
Hidrolisa adalah perubahan dari suatu komponen menjadi komponen-
komponen lain akibat pengaruh kimia dan air.
Pada proses hidrasi terjadi pembebasan panas yang disebut panas
hidrasi. Untuk hidrasi dari semen diperlukan air hanya kira-kira 20% dari berat
semen itu. Tetapi air kelebihan juga diperlukan untuk memberikan semacam
pelincir pada butir-butir semen, sehingga adukan mudah diolah dan dikerjakan.
Air kelebihan ini mutlak harus ada, kemudian akan menguap dan
meninggalkan pori-pori di dalam semen yang sedang mengeras, dan
memudahkan pembentukan retak-retak akibat susut. Tetapi jumlah air
kelebihan ini harus dibatasi.
Proses pengerasan semen portland merupakan suatu proses komplek
menuju ke pembentukan komponen-komponen baru di dalam batu semen yang
semula tidak ada di dalam klinker.
1.6.3. Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air
diperlukan untuk bereaksi dengan semen serta sebagai bahan pelumas antara
butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk
bereaksi dengan semen, air yang diperlukan kurang lebih 25% dari berat
semen. Namun demikian dalam kenyataannya nilai faktor air semen yang
kurang dari 0,35 sulit dilaksanakan. Kelebihan air yang ada digunakan sebagai
pelumas. Penambahan air untuk pelumas tidak boleh terlalu banyak karena
kekuatan beton akan berkurang, selain akan menimbulkan bleeding. Hasil
bleeding ini berupa lapisan tipis yang mengurangi lekatan antara lapis-lapis
beton.
Fungsi air di dalam campuran beton adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pelicin bagi agregat halus dan agregat kasar.
2. Bereaksi dengan semen untuk membentuk pasta semen.
3. Penting untuk mencairkan bahan / material semen ke seluruh
permukaan agregat.
4. Membasahi agregat, untuk melindungi agregat dari penyerapan air
vital yang diperlukan pada reaksi kimia.
5. Memungkinkan campuran beton mengalir ke dalam cetakan.
Penggunaan banyaknya air dapat dinyatakan dalam suatu berat atau
satuan volume. Dalam praktek yang normal, air biasa diukur dengan satuan
volume yaitu liter. Kuantitas (jumlah) air yang akan dipergunakan untuk beton
dengan mutu tertentu harus dihitung setelah melalui kelembaban (kadar air)
dari agregat halus dan agregat kasar. Kadar air dari agregat akan mengurangi
jumlah air yang diperlukan untuk campuran beton. Sebaliknya, kadang-kadang
agregat dapat menyerap air dari campuran beton. Dalam hal ini, maka perlu
ditemukan cara untuk mengatasi penyerapan tersebut yaitu dengan
meningkatkan jumlah air yang perlu ditambahkan dalam campuran beton.
Tabel 2.2. Perkiraan Jumlah Air Pengaduk dan Kadar Udara yang Disyaratkan Untuk berbagai Nilai Slump dan Ukuran Nominal Butir Maksimum Agregat.
Slump (mm)Jumlah Air, kg/m3 Beton untuk Ukuran Besar
Butir Maksimum Agregat yang Diketahui
9.5 12.5 19 25 37.5 50 75 150Beton Tanpa Kadar Udara
25 sampai 50 207 199 190 179 166 154 130 113
75 sampai 100 228 216 205 193 181 169 145 124
150 sampai 175 243 228 216 202 190 178 160 -
Perkiraan Kadar Udara Terjebak (%)
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0.3 0.2
Beton Dengan Kadar Udara (Menggunakan AEA)
25 sampai 50 181 175 68 160 150 142 122 107
75 sampai 100 202 193 184 175 165 157 133 119
150 sampai 175 216 205 197 184 174 166 154
Rata-rata jumlah udara yang disarankan , %, Untuk tingkat pengaruh cuaca
Cuaca Ringan 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0
Cuaca Sedang 6.0 5.5 5.0 4.5 4.5 4.0 3.5 3.0
Cuaca Berbahaya dan Ekstrim 7.5 7.0 6.0 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0
Jadi, air yang dipergunakan untuk campuran beton dapat berasal dari :
1. Air yang diserap dalam agregat, yang membuat agregat dalam keadaan
jenuh – kering permukaan (saturated surface dry = SSD).
2. Air yang ditambah selama proses pencampuran (mixing) jumlahnya
dikoreksi dengan air permukaan pada agregat dan atau tanpa air yang
diserap dalam agregat, tergantung pada pengambilan dasar perhitungan
dalam perbandingan air / semen (fas).
3. Air permukaan pada agregat jumlahnya bervariasi serta mempengaruhi
jumlah air total untuk campuran beton.
Air yang digunakan dalam campuran beton minimal memenuhi
persyaratan sebagai air minum, tetapi tidak berarti air pencampur beton harus
memenuhi persyaratan sebagai air minum. Dalam pemakaian air untuk beton
sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut (Tjokrodimuljo, 1992) :
1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2
gr/liter.
2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat
organik) lebih dari 15 gr/liter.
3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter.
1.6.4. Agregat
Agregat adalah material yang dipakai bersama-sama dengan suatu
media pengikat untuk pembentuk beton, yang di antaranya adalah : pasir,
kerikil, batu pecah, di mana agregat berfungsi sebagai bahan pengisi dan
jumlahnya sekitar 75 % volume beton. Dalam teknologi beton, agregat yang
butir-butirnya lebih besar dari 4,80 mm disebut agregat kasar dan agregat yang
butir-butirnya lebih kecil dari 4,80 mm disebut agregat halus.
Dalam campuran beton, agregat yang diperhitungkan adalah agregat
dalam keadaan saturated surface dry (SSD) / jenuh kering muka. Jenuh kering
muka adalah keadaan di mana permukaan agregat tidak ada airnya tetapi
bagian dalamnya terisi oleh air. Sedangkan berat jenis agregat adalah berat
jenis partikel agregat dalam keadaan jenuh kering muka.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar agregat dapat
dipergunakan memberikan campuran beton yang baik :
a.Bentuk agregat
Sifat bentuk dari butir-butir agregat belum terdefinisikan dengan jelas,
sehingga sifat-sifat tersebut sulit diukur dengan baik dan pengaruhnya terhadap
beton juga sulit diperiksa dengan teliti. Namun demikian bentuk butir lebih
ditentukan oleh dua sifat yang tidak saling tergantung yaitu kebulatan dan
sperikal. Bentuk agregat lebih berpengaruh pada beton segar daripada beton
yang sudah mengeras. Berdasarkan bentuk butiran agregat dapat dibedakan
menjadi seperti di bawah ini :
1. Agregat bulat
2. Agregat bulat sebagian
3. Agregat bersudut
4. Agregat panjang
5. Agregat pipih
b. Tekstur permukaan butiran
Tekstur permukaan ialah suatu sifat permukaan yang tergantung pada
ukuran permukaan butir agregat seperti halus atau kasar, mengkilap atau
kusam, dan bentuk kekasaran permukaan. Secara visual umumnya pemeriksaan
tekstur permukaan butiran agregat dapat dibedakan menjadi sangat halus,
halus, bergranuler, kasar, berkristal, berpori-pori, dan berlubang.
c.Ukuran maksimum agregat
Ukuran maksimum agregat yang digunakan adalah ukuran yang
ditentukan oleh lubang saringan tertentu. Akan tetapi besar butir maksimum
agregat tidak dapat terlalu besar karena banyak faktor yang membatasinya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka ukuran maksimum butir agregat
umumnya dipakai 10 mm; 20 mm; 30 mm; 40 mm.
d. Gradasi
Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran agregat. Bila butir-
butir agregat mempunyai ukuran yang sama/seragam, volume pori akan besar;
sebaliknya bila ukuran butirnya bervariasi akan terjadi volume pori yang kecil.
Butir yang kecil akan mengisi pori di antara butir-butir yang lebih besar,
sehingga pori-porinya semakin sedikit yang akhirnya menghasilkan
kemampatan yang tinggi.
Sebagai pernyataan gradasi dipakai nilai prosentase berat butiran yang
tertinggal atau lewat di dalam suatu susunan ayakan. Susunan ayakan yang
digunakan dengan lubang 76 mm; 38 mm; 19 mm; 9,6 mm; 4,8 mm; 2,4 mm;
1,2 mm; 0,6 mm; 0,3 mm; 0,15 mm.
1.6.5. Agregat Halus
Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil disintregasi alami batuan
ataupun pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai
ukuran butir lebih kecil dari 3/16 inci atau 5 mm (lolos saringan no. 4).
Pada umumnya agregat halus yang dipergunakan sebagai bahan dasar
pembentuk beton adalah pasir alam, sedangkan pasir yang dibuat dari pecahan
batu umumnya tidak cocok untuk pembuatan beton karena biasanya
mengandung partikel yang terlalu halus yang terbawa pada saat pembuatannya.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh agregat halus menurut
Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (SK SNI S-04-1989-F) adalah sebagai
berikut :
1. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras
dengan indeks kekerasan 2,2
2. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau
hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan.
3. Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai
berikut:
Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimal 12 %
Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimal 10 %
4. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih besar dari 5 %
(ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah
bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,060 mm. Apabila kadar lumpur
melampaui 5 %, maka agregat halus harus dicuci.
5. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu
banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-
Harder. Untuk itu, bila direndam larutan 3% NaOH, cairan di atas endapan
tidak boleh lebih gelap daripada warna larutan pembanding. Agregat halus
yang tidak memenuhi percobaan warna ini dapat juga dipakai, asal
kekuatan tekan adukan agregat tersebut pada umur 7 dan 28 hari tidak
kurang dari 95% dari kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci
dalam larutan 3% NaOH yang kemudian dicuci hingga bersih dengan air,
pada umur yang sama.
6. Susunan besar butir agregat halus harus memenuhi modulus kehalusan
antara 1,5 – 3,8 dan harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam
besarnya. Apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus
masuk salah satu dalam daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3, dan 4
(SKBI/BS.882) dan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Sisa di atas ayakan 4,8 mm, harus maksimum 2 % berat
Sisa di atas ayakan 1,2 mm, harus maksimum 10 % berat
Sisa di atas ayakan 0,3 mm, harus maksimum 15 % berat
7. Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi, reaksi pasir dengan
alkali harus negatif.
8. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu
beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-
bahan yang diakui.
9. Agregat halus yang digunakan untuk maksud spesi plesteran dan spesi
terapan harus memenuhi persyaratan di atas (pasir pasang)
Susunan besar butir agregat halus lebih penting daripada susunan besar
butir agregat kasar, karena agregat halus bersama dengan semen dan air
membentuk mortar yang akan melekatkan dan mengisi rongga-rongga antar
butiran agregat kasar sehingga beton yang dihasilkan permukaannya menjadi
rata.
Pemakaian agregat halus yang terlalu sedikit akan mengakibatkan :
1. Terjadi segregasi, karena agregat kasar dengan mudah saling
memisahkan diri akibat mortar yang tidak dapat mengisi rongga-rongga
antara butiran agregat kasar dengan baik.
2. Campuran akan kekurangan pasir, yang disebut under sanded.
3. Adukan beton akan menjadi sulit untuk dikerjakan sehingga dapat
menimbulkan sarang kerikil.
4. Finishing akan menghasilkan beton dengan permukaan kasar.
5. Beton yang dihasilkan menjadi tidak awet.
Jika pemakaian agregat halus terlalu banyak, maka akan mengakibatkan :
1. Campuran menjadi tidak ekonomis.
2. Diperlukan banyak semen untuk mencapai kekuatan yang sama yang
dihasilkan oleh campuran dengan perbandingan optimum antara agregat
halus dan agregat kasar.
3. Campuran akan kelebihan pasir, yang disebut over sanded.
4. Beton yang dihasilkan menunjukkan gejala rangkak dan susut yang
lebih besar.
1.6.6. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari
batuan maupun berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu,
dan mempunyai ukuran butir antara 5 - 40 mm (tertahan pada saringan no. 4).
Kerikil sebagai hasil disintegrasi batuan, karena diambil langsung dari
alam (sungai) maka mempunyai bentuk permukaan yang bulat tak beraturan,
rata dan licin akibat gerakan-gerakan atau pengausan oleh air sehingga dapat
mengurangi daya lekat dengan butiran agregat itu sendiri. Sedangkan batu
pecah yang diperoleh dari alat pemecah batu mempunyai bentuk permukaan
yang tidak rata, tidak beraturan, bersudut tajam dan lebih kasar sehingga dapat
menambah daya rekat antara mortar dengan butiran agregat tersebut. Dengan
demikian dapat memperkecil segregasi dan beton yang dihasilkan lebih kuat.
Menurut Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (SK SNI S-04-1989-
F) syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh agregat kasar adalah sebagai berikut:
1. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak
berpori. Kadar bagian yang lemah bila diuji dengan goresan batang
tembaga, maksimum 5 %. Tabel 1.1 menunjukkan pengujian kekerasan
agregat kasar.
Tabel I.2 Pengujian kekerasan Agregat Kasar
(Spesifikasi bahan bangunan bagian SKSNI S-04-1989-F)
Kelas dan Mutu
Beton
Kekerasan dengan Bejana
Tekan Rudeloff Bagian
Hancur Menembus Ayakan 2
mm Maksimum %
Kekerasan dengan
Bejana Geser Los
Angeles, Bagian
Hancur Menembus
Ayakan 1,7 mm
Maksimum %Fraksi Butir
19 – 30 mm
Fraksi Butir
9,5 – 19 mm
B0 serta mutu B1 22 – 30 24 – 32 40 - 50
Beton mutu K125,
K175, dan K225
14 – 22 16 – 24 27 – 40
Mutu Beton di atas
K225 atau Beton
PratekanKurang dari
14
Kurang dari
16
Kurang dari 27
2. Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih dan panjang hanya
dapat dipakai, apabila jumlah butir-butir pipih dan panjang tersebut tidak
melampui 20 % dari jumlah agregat seluruhnya.
3. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau
hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan.
4. Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai
berikut:
Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimal 12 %
Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimal 10 %
5. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang merusak beton,
seperti zat-zat yang reaktif alkali.
6. Agregat kasar tidak boleh mangandung lumpur lebih dari 1 %
(ditentukan terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampui 1 %
maka agregat kasar harus dicuci.
7. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam
besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan,
susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 6 – 7,10 dan
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0 % berat.
Sisa di atas ayakan 4,8 mm, harus berkisar antara 90 % dan 98 %berat
Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan,
adalah maksimum 60 % dan minimum 10 % berat.
8. Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari seperlima jarak
terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan, sepertiga dari tebal
pelat atau tiga perempat dari jarak bersih minimum di antara batang-
batang atau berkas-berkas tulangan. Penyimpangan dari pembatasan ini
diizinkan apabila menurut penilaian Pengawas Ahli cara-cara pengecoran
beton adalah sedemikian rupa sehingga menjamin tidak terjadi sarang-
sarang kerikil.
1.6.7. Nilai "Slump”
Nilai "slump" juga dipakai sebagai salah satu penentu kekuatan beton.
Nilai "slump yang terlalu besar menghasilkan beton yang kurang baik, nilai
"slump" yang terlalu kecil menghasikan beton yang sukar dikerjakan. Maksud
pemeriksaan nilai "slump" adalah untuk mengukur konsistensi campuran
adukan beton secara pendekatan (tidak tepat). ( Diktat BKT I halaman 76).
Besarnya nilai "slump" bergantung pada:
Jenis dan banyaknya semen portland.
Jumlah air campuran.
Gradasi bahan batuan.
Tabel Nilai Maksimum dan Minimum "Slump"
Jenis Konstruksi"Slump" (cm)
Maks Min
1. Dinding fondasi dan fondasi telapak tulangan 12,5 5
2.Fondasi telapak tanpa tulangan, Kaison dan Kontruksi
bawah tanah 9 2,5
3. Plat, dinding dan balok tulangan 15 7,5
4. Kolom 15 7,5
5. Lapis keras jalan 7,5 5
6. Beton massa 7,5 2,5
(Teknologi Beton, Prof. Ir. A. Antono, halaman 27)
Dalam percobaan didapatkan nilai "slump" 12,833 cm, maka
berdasarkan tabel di atas campuran adukan beton tersebut sesuai untuk
konstruksi :
Plat, dinding dan balok tulangan serta
kolom.
Untuk maksud dan alasan tertentu maka dengan persetujuan pengawas
ahli dapat dipakai nilai "slump" yang menyimpang daripada yang tercantum
ditabel, asal dipenuhi hal-hal sebagai berikut :
Beton dapat dikerjakan dengan baik.
Tidak terjadi pemisahan dari adukan.
Mutu beton yang disyaratkan tetap terpenuhi.
1.6.8.Pengaruh Nilai Fas :
Tabel 2.3. Hubungan Antara rasio air semen (fas) dan kekuatan tekan beton
Kuat Tekan Beton 28 Hari (Mpa) Rasio Air – Semen (fas)Dalam Berat
Beton Tanpa AEA Beton Dengan AEA40 0.42 -
35 0.47 0.39
30 0.54 0.45
25 0.61 0.52
20 0.69 0.60
15 0.79 0.70
AEA (Air entrained Agent)
Tabel 2.4 Fas maks. Yang diijinkan untuk beton yang terjamah cuaca berbahaya
Jenis StrukturStruktur yang selalu atau
sering kali basah dan struktur yang terpengaruh
oleh kering dan baku
Struktur yang terjamah air laut atau sulfat
Beton penampang tipis (railing, curbam, ambang
gawang dan pekerjaan ornamen) dan penampang
yang penutup betonnya kurang dari 5mm di atas tulangannya.
0.45 0.40
Struktur beton lainnya 0.50 0.45
Dari hasil percobaan ternyata nilai fas 0,48 , maka berdasarkan tabel
dengan mempertimbangkan nilai fas maksimum, maka diijinkan untuk beton
pada konstruksi tertentu saja.
Dari percobaan nilai fas 0,430 maka beton tersebut dapat digunakan
dalam lingkungan khusus :
Beton di dalam ruang dengan keliling non korosif
Beton di dalam ruang dengan keadaan non keliling korosif disebabkan oleh
kondensasi atau uap korosif
Beton di luar ruangan baik yang terlindung maupun yang tidak terlindung
dari hujan dan terik matahari langsung.
Beton yang masuk ke dalam tanah mengalami keadaan basah dan kering
berganti-ganti maupun yang mendapat pengaruh sulfat dan alkali dalam
tanah.
Beton yang kontinu berhubungan air tawar maupun air asin.
1.6.9. Perbandingan Berat dan Perbandingan Volume
Untuk perbandingan Volume tidak memberikan hasil yang tetap
kerena perbedaan menakar, kepadatan, kadar air, gradasi dan lain-lainnya.
Sedangkan perbedaan lain yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel Perbedaan Perbandingan Volume dan Perbandingan Berat
Keterangan Perbadingan Volume Perbandingan Berat
1. Bahan Susun Ditakar Ditimbang
2. Faktor Air Semen (Fas) Tidak diperlukan Diperhatikan
3. Volume Padat Tidak tetap Tetap
4. Cara membakar Berbeda Tetap
5. Air dalam pasi Tidak diperhatikan Diperhatikan
6. Jenis bahan Tidak diperhatikan Diperhatikan
7. Gradasi bahan Tidak diperhatikan Diperhatikan
8. Selisih hasil Dapat banyak Sedikit
1.6.10. "Bleeding" / "Watergain
(Diktat BKT I, halaman 76, dan teknologi beton halaman 31)
“Bleeding” merupakan peristiwa naiknya air ke permukaan pada beton
yang baru dicor karena bahan-bahan pada mengendap dan bahan-bahan susun
kurang mampu memengang air campuran secara terbagi merata seluruh
campuran.
Akibat dari peristiwa ini :
1. Bagian atas lapis terlalu basah, yang akan menghasilkan beton berpori
dan lemah.
2. Air naik membawa serta bagian-bagian "inert" dan semen yang
membentuk lapis buih semen (laintace) pada muka lapis (merintangi
lekatan pada lapis kemudian, maka harus dihilangkan).
3. Air dapat berkumpul dalam-dalam krikil-krikil dan baja tulangan
horizontal, hingga menimbulkan rongga-rongga besar.
Cara mengurangi “Bleeding” digunakan :
1. Jumlah air campuran yang tidak melebihi kebutuhan untuk mencapai
“Workability”.
2. Campuran dengan semen lebih banyak.
3. Jenis semen yang butir-butirnya lebih halus.
4. Bahan batuan bergradasi lebih baik.
5. Pasir alam yang agak bulat-bulat dengan % butir halus lebih besar.
6. Zat tambah guna perbaikan gradasi bahan batuan (kadang-kadang
digunakan bubuk Al, yang menyebabkan pengembangan sedikit pastanya,
guna mengimbangi susut oleh pengeluaran air).
Bahan-bahan campuran "admixtures" terdiri atas butir-butir halus guna
menyempurnakan gradasi bahan batuan (kadang-kadang bubuk aluminium
yang menyebabkan pengembangan sedikit hingga meniadakan susut dari
"bleeding"). Dari percobaan, air yang keluar selama 1 jam awal yaitu 2 cc
(Silinder I) dan 3 cc (silinder II).Berdasarkan teori peristiwa "bleeding" diatas
dan hasil cetakan beton yang dihasilnya rata, permukaan berpori dan rusuk
tajam menunjukkan bahwa tidak timbul kerusakan yang besar pada beton.
I.7. Kesimpulan
1. Dari hasil percobaan ternyata didapat nilai fas 0,48 , maka berdasarkan
tabel kuat desak beton untuk berbagai jenis fas menunjukkan kuat desak yang
diperkirakan pada umur 28 hari adalah :
2. Dihasilkan nilai "slump" 9 cm yang berarti dapat digunakan untuk
konstruksi plat, dinding, balok tulangan, dan kolom karena lebih dari 7,5 cm
dan kurang dari 15 cm.
3. Dari percobaan air yang keluar selama 1 jam awal dari silinder
sebanyak 1 cc dan 2 cc. Berdasarkan peristiwa bleeding dan hasil cetakan
beton, keadaan beton silinder permukaannya kasar dan rusuknya berpori.
Jumlah air yang keluar sebanyak itu tidak menimbulkan kerusakan yang
besar pada beton.
4. Kadar air yang diberikan sudah optimum sehingga "workable".
5. Berdasarkan berat jenis adukan beton silinder I dan silinder II tidak
sama, karena pemasukan ke cetakan tidak merata antara banyaknya batu,
pasir, dan semen pada silinder I dan II.
6. Dari percobaan nilai fas 0,455 Menurut ACI 211.1-91 cocok untuk
beton yang memiliki selimut dengan ketebalan lebih dari 5 mm.
I.8. Lampiran
1. Laporan sementara
2. Hitungan
3. Gambar alat
HITUNGAN
I. Berat Jenis Dalam Cetakan Silinder
Sebelum Dibuka
a. Adukan beton silinder I
Berat adukan beton + cetakan silinder = 26,067 Kg
Berat cetakan beton = 13,2700 Kg
Berat adukan beton = 12,797 Kg
Diameter silinder = 15,0 cm
Tinggi silinder = 30 cm
Berat jenis beton = berat
volume
= 12,797 x1000
0.25 π x152 x 30
= 2,4151 gr / cm3
b. Adukan beton silinder II
Berat adukan beton + cetakan silinder = 26,119 Kg
Berat cetakan beton = 12,673 Kg
Berat adukan beton = 13,446 Kg
Diameter silinder = 15 cm
Tinggi silinder = 30 cm
Berat jenis beton = berat
volume
= 13,446 x1000
0,25 π x152 x 30
= 2,53757 gr / cm3
Setelah dibuka
a. Silinder I
Diameter = 15,10 cm
Tinggi = 29,6 cm
Berat adukan beton = 11,795 Kg
Berat jenis beton = berat
volume
= 11,795 x1000
0,25 π x15,102 x 29.6
= 2,2262 gr / cm3
b. Silinder II
Diameter = 15,05 cm
Tinggi = 29,4 cm
Berat adukan beton = 11,887 Kg
Berat jenis beton = berat
volume
= 11,887 x1000
0,25 π x15,052 x 29,4
= 2,274 gr / cm3
II. Presentase Air yang Keluar Selama 1 Jam
Banyaknya air yang keluarBerat adukanbeton
x 100 %
a. Untuk adukan beton silinder I
212797
x 100% = 0,0156 %
b. Untuk adukan beton silinder II
313446
x 100 % = 0,022311 %
III. Pemeriksaan Total Berat Adukan
a. Berat adukan beton mula-mula
Berat semen = 5,0149 Kg
Berat pasir = 7,15902 Kg
Berat kerikil = 13,893 Kg
Berat air = 2,156517 Kg +
Berat adukan beton mula-mula = 28, 223437 Kg
b. Berat adukan beton setelah masuk cetakan
Berat adukan beton untuk silinder I = 12,797 Kg
Berat adukan beton untuk silinder II = 13,446 Kg +
Berat adukan beton setelah masuk cetakan = 26,243 Kg
c. Sisa adukan = 0
d. Berat adukan beton yang hilang = 28,223437 – 26,243
= 1,980437 Kg
Hitungan Fas yang baru :
Fas = Berat air (gr )
Berat semen(gr )
Fas = 2156,517
5014,9 = 0,43
e. Berat jenis adukan beton sebelum dibuka :
BJ adukan dengan silinder I = 2,4151 gr / cm3
BJ adukan dengan silinder II = 2,53752 gr / cm3
f. Berat jenis adukan beton setelah dibuka :
BJ adukan silinder I = 2,2262 gr / cm3
BJ adukan silinder II = 2,2740 gr / cm3
g. Presentase air yang keluar :
Dari silinder I = (2 / 12797) 100 % = 0,0156 %
Dari silinder II = (3 / 13446) 100 % = 0,022133 %