bab 1 (08308141008)_2

Upload: nizar48

Post on 30-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

    yang menyerang pada balita yang terjadi di saluran napas dan kebanyakan

    merupakan infeksi virus. Penderita akan mengalami demam, batuk, dan

    pilek berulang serta anoreksia. Di bagian tonsilitis dan otitis media akan

    memperlihatkan adanya inflamasi pada tonsil atau telinga tengah dengan

    jelas. Infeksi akut pada balita akan mengakibatkan berhentinya pernapasan

    sementara atau apnea (Meadow, 2005: 153-154).

    ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Menurut

    para ahli, daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa

    karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila dalam satu rumah

    anggota keluarga terkena pilek, balita akan lebih mudah tertular. Dengan

    kondisi anak yang lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat.

    Resiko ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan

    tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media akuta (OMA) dan

    mastoiditis. Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni pneumonia

    (Anonim, 2010: 111).

    Pertumbuhan balita yang tercermin pada status gizi dapat dipantau

    melalui grafik pertumbuhan berdasarkan standar tertentu misalnya World

    Health Organization-The National Center Health Statistics (WHO-NCHS).

    Apabila terjadi perubahan grafik pertumbuhan, baik dalam pertumbuhan

  • 2

    massa tubuh maupun pertumbuhan linier, yang keduanya menjurus ke arah

    penurunan grafik bila dibandingkan dengan standar, maka dikatakan

    mengalami goncangan pertumbuhan (growth faltering) (Satoto, 1990: 10

    dalam Royal, 2010: 12).

    Goncangan pertumbuhan berkaitan dengan kekurangan gizi sejak bayi

    dalam kandungan atau Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan banyaknya

    bayi yang diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak usia 1 bulan,

    bahkan sebelum usia 1 bulan. Tingkat kecukupan gizi yang kurang

    terutama energi dan protein, pola asuh atau perawatan bayi yang kurang

    optimal serta penyakit infeksi (Prawirohartono, 1997: 309 dalam Royal,

    2010: 13).

    Kejadian ISPA pada balita akan memberikan gambaran klinik yang

    lebih berat dan buruk. Hal ini disebabkan karena ISPA pada anak balita

    umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya

    secara optimal proses kekebalan secara alamiah. Pada orang dewasa sudah

    banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman

    infeksi sebelumnya.

    Penyakit ISPA mengalami peningkatan karena erupsi merapi yang

    terjadi Tahun 2010 dan luapan aliran lahar dingin yang menyebabkan

    lingkungan perumahan sekitar lereng dan bantaran beberapa sungai di

    Merapi membawa material batu, pasir, dan debu (polutan) yang

    mengakibatkan pencemaran udara. Debu yang beterbangan akibat tiupan

    angin dan debu yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi merupakan

  • 3

    pencemaran udara karena faktor alamiah atau internal (Wardhana, 2004:

    28).

    Menurut Wardhana (2004: 127), pencemaran partikel seperti debu

    pada peristiwa meletusnya gunung berapi merupakan dampak pencemaran

    partikel yang disebabkan karena peristiwa alamiah (faktor internal). Secara

    umum partikel-partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan

    dan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Partikel-partikel

    tersebut dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan.

    Pada saat menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup

    masuk ke dalam paru-paru. Ukuran debu partikel (debu) yang masuk ke

    dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan

    partikel tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan

    bertahan di saluran nafas bagian atas, sedangkan partikel 3-5 mikron akan

    tertahan di bagian tengah, partikel lebih kecil 1-3 mikron akan masuk ke

    kantung paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel yang lebih kecil,

    kurang 1 mikron akan ikut keluar saat dihembuskan.

    Menurut data penyakit pengungsian dari kesehatan bencana Gunung

    Merapi Kabupaten Sleman tahun 2010 akibat erupsi merapi, penyakit

    ISPA mengalami peningkatan, tercatat dari 10 penyakit di pengungsian

    akumulatif, ISPA di peringkat pertama dari per tanggal 25 November 2010

    sebanyak 7649 kasus, per tanggal 1 Desember 2010 sebanyak 8526 kasus,

    per tanggal 2 Desember 2010 sejumlah 9165 kasus dan mengalami

  • 4

    peningkatan per tanggal 4 Desember 2010 dengan jumlah 9419 kasus.

    Penyakit ini potensial menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

    Menurut data laporan kasus kesakitan Puskesmas Cangkringan Tahun

    2011, salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman yang memiliki angka

    kejadian ISPA dari 10 besar penyakit yang paling sering diderita oleh

    masyarakat adalah Kecamatan Cangkringan, yang merupakan wilayah

    kerja Puskesmas Cangkringan. Pada Tahun 2011, di Puskesmas

    Cangkringan angka kejadian ISPA menduduki peringkat pertama yaitu

    3113 kasus. Berdasarkan data laporan kasus kesakitan Puskesmas

    Cangkringan tahun 2011 pada 7 bulan terakhir dari 5 desa kejadian ISPA

    pada kisaran umur 1-4 tahun 617 kasus.

    Sanitasi rumah merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitik

    beratkan pada pengawasan terhadap struktur fisik, yaitu digunakan sebagai

    tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana

    sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian,

    penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah,

    sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih (Azwar,

    1990: 79-100). Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka

    kesakitan penyakit menular terutama ISPA. Lingkungan perumahan sangat

    berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA.

    Rumah yang jendelanya kurang proporsional ukurannya, menyebabkan

    pertukaran udara yang tidak dapat berlangsung dengan baik, akibatnya

    asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul dalam rumah. Bayi dan anak

  • 5

    yang sering menghisap asap lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang

    lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan

    matahari pagi sukar masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak

    terserang ISPA (Ranuh, 1997: 8).

    Perkembangan persebaran penyakit menggambarkan secara spesifik

    peran lingkungan terhadap terjadinya penyakit dan wabah dan sejak lama

    sudah diperkirakan pengaruh lingkungan terhadap terjadinya penyakit.

    Ditinjau dari segi ilmu kesehatan lingkungan, penyakit terjadi karena

    adanya interaksi antara manusia dengan lingkungannya (Soemirat, 2007:

    18).

    Kasus penyakit ISPA ini sangat berkaitan dengan perubahan kondisi

    lingkungan akibat erupsi merapi, perilaku manusia dan faktor lingkungan

    meliputi sanitasi fisik rumah, sarana air bersih, sarana pembuangan air

    limbah, dan kesehatan lingkungan pada musim kemarau. Penyebab ISPA

    adalah terjadinya infeksi saluran pernapasan yang disebabkan virus dan

    bakteri. Penyebab lain yang dapat menimbulkan penyakit ISPA adalah

    paparan cemaran udara, hand to hand transmission, ketersediaan air bersih

    serta faktor musim.

    Perbedaan lingkungan di Kecamatan Cangkringan sangat berbeda

    antara sebelum terjadinya erupsi dengan sesudah terjadi erupsi Merapi

    Tahun 2010. Menurut jaringan informasi dari jalin merapi sebelum

    terjadinya erupsi kondisi infrastruktur dan sarana kesehatan, penduduk

    mendapatkan layanan kesehatan di Puskesmas Cangkringan, Puskesmas

  • 6

    keliling setiap 3 bulan sekali dan pelayanan kesehatan untuk balita setiap

    dusun setiap bulannya. Sedangkan setelah pasca erupsi Merapi pelayanan

    kesehatan di Puskesmas Ngemplak dan pelayanan untuk balita (Posyandu)

    belum dapat dilayani.

    Perbedaan yang lainnya terlihat dari kondisi ekonomi di Desa

    Argomulyo masyarakat bekerja di sektor pertanian, beternak dan

    memelihara ikan sebagai sektor pendukung. Setelah pasca erupsi terjadi

    gangguan di kondisi ekonomi masyarakat yakni tanaman yang tidak dapat

    dipanen, karena lahan pertanian berada di sekitar sungai Gendol,

    sedangkan untuk sektor peternakan ternak banyak yang diselamatkan dan

    sebagian telah dijual. Masyarakat yang bekerja sebagai penambang pasir

    setelah terjadinya erupsi belum dapat beraktivitas.

    Puskesmas Cangkringan memiliki lima wilayah kerja yaitu desa

    Kepuhharjo, Glagaharjo, Umbulharjo, Wukirsari dan Argomulyo. Pada

    hasil rekap laporan kasus kesakitan Tahun 2011 desa dengan angka

    insidensi tertinggi adalah desa Argomulyo dan insidensi paling rendah

    adalah desa Kepuhharjo. Berikut data perbandingan angka kejadian ISPA

    tertinggi dan terendah pada tahun 2011 di wilayah kerja Puskesmas

    Cangkringan :

  • 7

    Gambar 1. Grafik Perbandingan Insidensi Kejadian ISPA Antara Desa

    dengan Insidensi tertinggi dan terendah tahun 2011 di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan (Laporan Kasus Kesakitan Puskesmas Cangkringan,2011)

    Adapun berikut dibawah ini data insidensi kejadian ISPA pada Balita

    di Wilayah Kerja Puskesmas Cangkringan kurun waktu tahun 2011 :

    Gambar 2. Angka Insidensi Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Cangkringan tahun 2011 (Laporan Kasus Kesakitan Puskesmas Cangkringan, 2011)

    1 164

    212158

    58 54

    254

    11150 95 440 0 9 21 44 34 17 31 13 8 10 9

    Data Perbandingan Angka Insidensi Kejadian ISPA antara Desa dengan Prevalensi Tertinggi dan Terendah Tahun 2011 di Wilayah Kerja

    Puskesmas Cangkringan

    Desa Argomulyo Desa Kepuhharjo

    212 168 168

    45 21

    Desa Argomulyo

    Desa Umbulharjo

    Desa Glagahharjo

    Desa Wukirsari

    Desa Kepuhharjo

    Angka Insidensi Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Cangkringan tahun

    2011

    1 - 4 th

  • 8

    Berikut Insidensi Kejadian ISPA di Kecamatan Cangkringan, Sleman, DIY tahun 2011 :

    Gambar 3. Angka Insidensi Kejadian ISPA di Kecamatan Cangkringan,

    Sleman, DIY Tahun 2011

    Berdasarkan kejadian ISPA yang terjadi di Puskesmas Cangkringan

    Kabupaten Sleman, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengungkap

    hubungan kondisi faktor lingkungan yang spesifik dan kejadian ISPA

    khususnya pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan

    Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat permasalahan

    dalam penelitian ini antara lain berbagai pengaruh penyebab ISPA.

    Banyak faktor yang berkaitan dengan terjadinya penyakit ISPA ini antara

    lain faktor lingkungan, faktor perilaku, umur, letak geografis, musim dan

    sanitasi, adanya bencana alam (pasca erupsi) serta faktor lainnya.

    010203040506070

    Jiw

    a

    Mei - Desember 2011

    Angka Insidensi Kejadian ISPA di Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta Tahun 2011

    Argomulyo

    Wukir Sari

    Umbulharjo

    Kepuhharjo

    Glagahharjo

  • 9

    C. Batasan Masalah

    Penelitian ini hanya difokuskan mengenai kondisi lingkungan dari

    sanitasi rumah dan lingkungan di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan

    Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu :

    1. Pengkajian tentang faktor lingkungan yang berhubungan dengan

    kejadian ISPA pada balita dan perbedaan kondisi lingkungan pada

    balita yang mengalami ISPA dan balita yang tidak mengalami

    kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan Kabupaten

    Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta pasca erupsi Merapi Tahun

    2010.

    2. Pengkajian tentang hubungan subfaktor lingkungan dalam memicu

    kejadian ISPA dan faktor lingkungan yang paling dominan dalam

    mendukung kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

    Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta pasca

    erupsi Merapi Tahun 2010.

    D. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dirumuskan

    permasalahan dalam penelitian ini yaitu :

    1. Apa saja faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian ISPA

    pada balita dan perbedaan kondisi lingkungan pada balita yang

    mengalami ISPA dan balita yang tidak mengalami kejadian ISPA di

  • 10

    wilayah kerja Puskesmas Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah

    Istimewa Yogyakarta pasca erupsi Merapi Tahun 2010 ?

    2. Bagaimana hubungan subfaktor lingkungan dalam memicu kejadian

    ISPA dan faktor lingkungan yang paling dominan dalam memicu

    kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan

    Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta pasca erupsi Merapi

    Tahun 2010 ?

    E. Tujuan Masalah

    1. Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan yang memicu kejadian

    ISPA pada balita dan mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kondisi

    lingkungan pada balita yang mengalami ISPA dan balita yang tidak

    mengalami kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan

    Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta pasca erupsi Merapi

    Tahun 2010.

    2. Untuk mengetahui hubungan subfaktor lingkungan dalam memicu

    kejadian ISPA dan faktor lingkungan yang paling dominan dalam

    memicu kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

    Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta pasca

    erupsi Merapi Tahun 2010.

  • 11

    F. Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini antara

    lain :

    1. Bagi Masyarakat

    Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi dalam

    upaya menjaga sanitasi lingkungan guna mencegah dan mengurangi

    resiko terjadinya kejadian ISPA pada balita.

    2. Bagi Dinas Kesehatan

    Sebagai bahan masukan dalam penentuan intervensi dari

    permasalahan kesehatan yang terjadi yang berhubungan dengan faktor

    lingkungan dan kejadian ISPA pada balita.

    3. Keilmuan

    Sebagai bahan masukan dan dokumen ilmiah yang bermanfaat dalam

    mengembangkan ilmu terkait tentang masalah ISPA pada balita serta

    dapat digunakan dan bahan perbandingan penelitian yang serupa di

    daerah lain.

    G. Batasan Operasional

    1. ISPA

    Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan suatu penyakit

    pernapasan akut yang disebabkan oleh virus dan bakteri ditandai

    dengan gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus

    atau lendir yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Depkes RI,2002).

  • 12

    2. Faktor lingkungan

    Faktor-faktor lingkungan yang menimbulkan atau mungkin

    menimbulkan pengaruh yang merugikan bagi kesehatan yang meliputi

    kondisi sesuai syarat rumah sehat meliputi ventilasi, kepadatan

    penghuni, penerangan alami, suhu ruangan, kelembaban, lantai rumah,

    dinding rumah, atap rumah, sumber air bersih, tempat pembuangan

    sampah, saluran pembuangan air limbah dan debu.

    a. Ventilasi

    lubang angin untuk proses pergantian udara segar ke dalam dan

    mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara

    alamiah maupun buatan.

    1) Baik ( 10% dari luas lantai)

    2) Tidak baik (10% dari luas lantai)

    b. Kepadatan Penghuni

    meliputi jumlah penghuni dalam rumah dengan ukuran luasan

    rumah. Dengan kategori :

    1) Baik : 2 orang

    2) Tidak baik : 2 orang

    c. Penerangan Alami (Intensitas Cahaya)

    Merupakan penerangan rumah secara alami oleh sinar matahari

    untuk mengurangi kelembaban dan membunuh bakteri penyebab

    ISPA. Dengan kategori :

    1) Baik (60-120 Lux)

  • 13

    2) Tidak baik (

  • 14

    h. Atap

    Merupakan salah satu bagian fungsi rumah untuk melindungi

    masuknya debu ke dalam rumah. Dengan kategori :

    1) Baik : Genteng dan menggunakan langit-langit

    2) Tidak baik : asbes atau seng dan tidak menggunakan langit-

    langit

    i. Sumber air bersih

    Sumber air yang berasal dari sumber mata air yang yang

    terlindung/sumur pompa/sumur gali/PDAM/sumber air bersih yang

    memenuhi syarat kesehatan.

    j. Tempat pembuangan sampah

    Bak tempat pembuangan sampah, cara pengelolaan sampah.

    k. Saluran Pembuangan Air Limbah

    Saluran untuk mengalirkan air limbah melalui saluran ke sebuah

    lubang/sumur resapan yang memenuhi syarat kesehatan.

    l. Polutan (debu)

    Partikel yang tidak murni dan mencemari udara yang berada di

    dalam ruangan atau di luar ruangan.