bab 01 _bidang psikologi sosial

39
Hand-out Psikologi Sosial #01 Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 1 BIDANG PSIKOLOGI SOSIAL HANYA UNTUK KALANGAN SENDIRI (NOT FOR SALE) BAGIAN PSIKOLOGI SOSIAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA JOGJAKARTA 2008

Upload: errina-puspitasari

Post on 01-Jul-2015

361 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 1

BIDANG PSIKOLOGI SOSIAL

HANYA UNTUK KALANGAN SENDIRI (NOT FOR SALE)

BAGIAN PSIKOLOGI SOSIAL FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA JOGJAKARTA

2008

Page 2: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 2

BIDANG PSIKOLOGI SOSIAL: BAGAIMANA KITA BERPIKIR DAN BERINTERAKSI DENGAN ORANG LAIN Psikologi Sosial: Definisi Kerja

Psikologi Sosial Bersifat Ilmiah Psikologi Sosial Difokuskan pada Perilaku Individu Psikologi Sosial Berusaha Memahami Penyebab Perilaku dan Pikiran Sosial Psikologi Sosial: Rangkuman

Dari Bagaimana Kita Dapat Tiba di Sini: Asal-Muasal dan Perkembangan Psikologi Sosial

Tahun-tahun Pertama: Munculnya Psikologi Sosial Tonggak Bersejarah di dalam Psikologi Sosial: Gaya Kepemimpinan Apa

yang Terbaik? Beberapa Insight Awal Masa Muda Psikologi Sosial: Tahun 1940an, 1950an, dan 1960an Tahun 1970an, 1980an, dan 1990an: Masa Kematangan Setelah ini, Ke Mana Kita Akan Menuju? Tahun 2000 ...

Menjawab Pertanyaan tentang Perilaku Sosial dan Pikiran sosial: Metode-metode Penelitian di Psikologi Sosial

Metode Eksperimental: Pengetahuan melalui Intervensi Metode Korelasional: Pengetahuan melalui Observasi Sistematis Ahli Psikologi Sosial sebagai Orang-orang yang Senantiasa Skeptik:

Pentingnya Replikasi, Meta-Analisis, dan Tindakan Konvergen Peran Teori di dalam Psikologi Sosial Mencari Ilmu dan Hak-hak Individu: Mencari Keseimbangan yang Pas

Memanfaatkan Buku Ini: Ikhtisar Fitur-fitur Khususnya Rangkuman dan Reviu Istilah-istilah Kunci Informasi Lebih Lanjut

Page 3: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 3

Mengapa orang jatuh cinta – atau kehilangan perasaan cinta? Apa yang membuat suatu hubungan tetap bertahan – atau bubar?

Apakah kesan pertama benar-benar sepenting yang diyakini orang? Bila benar, apa yang dapat kita lakukan untuk memastikan bahwa kita memberikan kesan yang baik di mata orang lain?

Apakah sebagian orang ditakdirkan menjadi pemimpin karena memiliki ciri-ciri sifat tertentu?Apa yang membuat sebagian pemimpin begitu karismatik – mampu menanamkan kontrol yang luar biasa terhadap pengikutnya?

Apakah agresi merupakan bagian sifat manusia yang tak mungkin diubah, ataukah ada cara untuk menguranginya? Mengapa ada begitu banyak kekerasan di masyarakat tertentu dibanding masyarakat lainnya?

Apa cara terbaik yang dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain – untuk mengubah sikap atau perilaku mereka? Mengapa kita hampir selalu mampu menolak usaha persuasi yang dilakukan terhadap kita?

Jika Anda pernah mempertanyakan hal-hal semacam ini, maka, selamat datang! Anda datang ke tempat yang tepat. Pertanyaan-pertanyaan ini, dan ratusan pertanyaan semacam lainnya, membangun inti psikologi sosial – bidang yang akan Anda kaji.

Psikologi sosial adalah salah satu cabang ilmu psikologi. Seperti namanya, psikologi sosial difokuskan pada perilaku sosial – bagaimana orang berinteraksi dengan orang lain dan berpikir tentang orang lain. Ini berarti bahwa bentuk perilaku sosial atau pikiran sosial apa pun yang dapat Anda bayangkan – termasuk yang tidak lumrah – termasuk di dalamnya. Karena orang-orang lain dan hubungan kita dengan mereka menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan kita, maka kami juga percaya bahwa psikologi sosial, juga, sangat penting. Kami tidak berkeberatan untuk mengatakan bahwa dalam banyak hal kami melihat psikologi sosial sebagai bagian paling sentral dari psikologi. Lagipula, secara intrinsik, tidakkah bidang yang – di satu sisi – mengkaji tentang segala hal yang berhubungan dengan cinta, kerjasama, dan perilaku menolong sampai – di sisi lain – juga mengkaji tentang prasangka, konflik, dan kekerasan, dapat dianggap sebagai bidang sangat penting?

Kami sering mendengar Anda sekalian mengatakan, “OK. Jadi perilaku sosial itu menarik – saya kira semua orang setuju. Tetapi, dapatkah Anda menjelaskan tentang hal-hal yang belum saya ketahui? Rasanya, saya sudah cukup banyak berinteraksi dengan orang lain selama hidup saya.” Jawaban atas terhadap pertanyaan ini mendekati esensi – sifat fundamental – psikologi sosial moderen. Ada dua hal yang krusial dalam hal ini:

1. Kesimpulan yang didapat dari pengalaman seari-hari maupun dari kearifan yang terakumulasi dari penyair, filsuf dan novelis, seringkali memang penuh insight dan informatif tetapi tidak-klonkusif. Sebagai contoh, perhatikan kedua peribahasa yang terkenal di bawah ini ”Absence makes the heart grow fonder (Ketidakhadiran membuat cinta semakin menebal)” dan “Out of sight, out of mind (Bila tidak pernah bersua, hilang pula dari ingatan)”. Tidakkah kedua hal ini mungkin benar adanya? Bila benar, bagaimana hal itu dapat terjadi? Ketika berbicara

Perilaku Sosial: Fokus Psikologi Sosial. Perilaku sosial memiliki variasi bentuk yang luar biasa banyaknya – dan sebagian di anta-ranya seringkali benar-benar menakjubkan!

Page 4: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 4

soal perilaku manusia, common sense seringkali membuat kita menghadapi dilema dan misteri yang tak-terpecahkan.

2. Karena itu, para ahli psikologi sosial berpendapat, mengapa kita tidak menggunakan metode-metode ilmiah dalam psikologi untuk menjawab berbagai pertanyaan abadi tentang sisi-sosial kehidupan manusia? Metode-metode ini telah terbukti berhasil menjelaskan tentang aspek-aspek perilaku manusia lainnya, seperti tentang cara kerja ingatan dan tentang bagaimana gangguan psikologis seperti depresi dapat diatasi. Jadi, mengapa kita tidak menggunakannya juga untuk perilaku sosial?

Tabel 1.1 Cakupan Psikologi Sosial

Berikut ini adalah beberapa contoh pertanyaan yang sedang banyak dikaji oleh para ahli psikologi sosial – pertanyaan-pertanyaan yang akan kami coba jawab di dalam buku ini

Pertanyaan Bab yang membicarakannya

Bagaimana cara mengetahui bahwa seseorang sedang berbohong? Apakah kita lebih memperhatikan informasi tentang orang lain yang konsisten atau yang tidak konsisten dengan harapan kita? Dapatkah sikap kita diubah oleh stimuli yang secara sadar tidak kita ketahui? Mengapa sebagain individu memiliki evaluasi-diri positif, sementara sebagian lainnya memiliki evaluasi-diri negatif? Dapatkah prasangka dikurangi dengan cara mencegah agar orang tidak memilahkan dunia sosialnya menjadi “kita” dan “mereka”? Karakteristik apa yang membuat orang secara fisik menarik? Apa yang dimaksud dengan cemburu? Apa penyebab utamanya? Dapatkah kita membuat orang lain melakukan sesuatu untuk kita dengan mula-mula mengajukan permintaan yang sebenarnya jauh melampaui keinginan kita kemudian mengikutinya dengan permintaan yang lebih kecil? Benarkah kemungkinan orang untuk menerima bantuan di dalam situasi darurat lebih besar jika ada banyak orang lain yang hadir di tempat kejadian? Benarkah kekerasan di tempat kerja mengalami peningkatan? Jika benar, mengapa? Apakah kelompok dapat mendapatkan kesimpulan yang lebih baik dibanding individu-individu? Apakah para juri di pengadilan dipengarui oleh penampilan dan latar belakang terdakwa? Atau, dapatkah mereka mengabaikan karakteristik pribadi semacam itu? Benarkah mereka yang optimistik lebih resisten untuk mengalami efek-efek stres yang merugikan dibanding mereka yang pesimistik? Jika benar, mengapa?

Bab 2 Bab 3 Bab 4 Bab 5 Bab 6 Bab 7 Bab 8 Bab 9 Bab 10 Bab 11 Bab 12 Bab 13 Bab 14

Sejak awal, para ahli psikologi sosial telah bekerja di dalam kerangka-kerja ilmiah ini, dan hasilnya kami rasa sangat mengesankan. Melalui penelitian sistematik, para ahli psikologi sosial telah menyingkap banyak informasi yang

Page 5: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 5

menarik dan bermanfaat tentang perilaku sosial manusia. Kami akan mendiskripsikan hasil-hasil penelitian tersebut di bab-bab selanjutnya. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di bagian awal bab ini maupun yang terdapat di dalam Tabel 1.1 menunjukkan bahwa para ahli psikologi sosial memiliki motto “Biarkan seribu bunga bermekaran.” Mereka telah mengkaji sejumlah besar topik dan proses. Tetapi, sebelum beralih ke body of knowledge yang mengesankan ini, kami rasa penting bagi Anda untuk mendapatkan beberapa informasi latar-belakang – yaitu beberapa informasi dasar tentang asal-muasal, sifat, dan metode psikologi sosial. Mengapa informasi semacam itu penting? Karena temuan-temuan penelitian di dalam ilmu psikologi menunjukkan bahwa orang memiliki peluang yang lebih baik untuk memahami, mengingat, dan menggunakan informasi baru jika mereka sebelumnya telah memiliki kerangka-kerja untuk mengorganisasikannya. Inilah yang dibicarakan di dalam bab pendahuluan ini. Secara spesifik, kami akan menggunakan bab ini untuk menyelesaikan tiga macam tugas pendahuluan.

Pertama, kami akan menyajikan definisi yang lebih formal dan lebih lengkap tentang psikologi sosial. Setiap bidang memiliki asumsi dasar. Penting bagi kita untuk mengenali dan mengeksplisitkannya. Dengan demikian kita akan terbantu dalam memahami mengapa para ahli psikologi sosial memilih topik-topik tertentu untuk dikaji secara intensif dan mengapa mereka mengkajinya dengan cara tertentu.

Kedua, kami akan menawarkan ikhtisar singkat mengenai sejarah psikologi sosial – bagaimana psikologi sosial berawal dan berkembang, di mana kedudukannya saat ini, dan ke mana arah yang akan dituju di masa yang akan datang. Tidak ada kegiatan ilmiah yang terjadi di dalam kevakuman. Sebaliknya, setiap kegiatan ilmiah selalu berpijak di atas bahu kegiatan lain yang telah dilaksanakan sebelumnya. Psikologi sosial bukan merupakan pengecualian untuk aturan dasar ini. Jadi, dengan mengetahui beberapa hal tentang sejarahnya kita akan terbantu kita memahami penelitian yang sedang dilaksanakan oleh para ahli psikologi sosial dewasa ini.

Terakhir, kami akan mengkaji beberapa metode yang digunakan oleh para ahli psikologi sosial untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku sosial. Pengetahuan mengenai metode penelitian ini akan membantu Anda dalam memahami diskusi selanjutnya mengenai proyek-proyek penelitian khusus. Pengetahuan itu juga akan membantu Anda dalam memahami bagaimana cara kami memperoleh berbagai pengetahuan dan kesimpulan yang kami sajikan di seluruh bagian buku ini.

Psikologi Sosial: Definisi Kerja Di hampir semua bidang, merumuskan definisi formal adalah sebuah pekerjaan kompleks. Dalam kasus psikologi sosial, kesulitannya bertambah oleh adanya dua faktor, yaitu: bidangnya sendiri yang sangat beraneka ragam dan perubahan yang sangat cepat. Tetapi, terlepas dari interes masing-masing, para ahli psikologi sosial tampaknya memfokuskan perhatiannya pada pekerjaan yang sama, yaitu: memahami bagaimana dan mengapa orang berperilaku, berpikir, dan memiliki perasaan tertentu di dalam situasi-situasi yang melibatkan orang lain. Dengan merefleksikan fakta ini, kami mendefinisikan bahwa psikologi sosial adalah bidang ilmiah yang berusaha memahami sifat dan penyebab

Page 6: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 6

perilaku maupun pikiran individu di dalam situasi-situasi sosial. Dengan kata lain, para ahli psikologi sosial berusaha memahami tentang bagaimana cara kita berpikir tentang orang lain dan bagaimana cara kita berinteraksi dengan mereka. Sekarang kami akan mengklaridikasikan beberapa aspek definisi ini.

Psikologi Sosial Bersifat Ilmiah Tampaknya banyak orang yang yakin bahwa istilah sains terutama mengacu pada bidang-bidang seperti kimia, fisika, dan biologi. Orang-orang itu mungkin agak bingung dengan pendapat bahwa psikologi sosial, juga, ilmiah. Bagaimana sebuah bidang yang berusaha mengkaji tentang sifat cinta, penyebab agesi, dan apa pun yang ada di antara keduanya sebagai sesuatu yang sama ilmiahnya dengan astronomi, biokimia, atau geofisika? Jawabannya ternyata sangat sederhana. Dalam kenyataan, istilah sains tidak mengacu pada kelompok bidang yang sangat maju saja. Sebaliknya, sains mengacu pada seperangkat metode umum – teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengkaji beraneka ragam topik. Jadi, untuk menetapkan apakah sebuah bidang bersifat ilmiah atau tidak, pertanyaan krusialnya adalah: Apakah bidang itu menggunakan prosedur-prosedur ilmiah? Sejauh memang demikian halnya, maka bidang itu dapat dianggap berorientasi ilmiah. Jika tidak, maka bidang itu berada di luar semesta sains.

Teknik dan prosedur seperti apa yang dimaksud? Kami akan mendiskripsikannya secara terinci di bagian selanjutnya. Di sini kami hanya akan mencatat bahwa teknik dan prosedur itu melibatkan berbagai usaha untuk mengumpulkan informasi sistematis mengenai berbagai isu atau proses interes, ditambah sikap skeptik. Premis dasar sains menyebutkan bahwa semua pernyataan tentang dunia alamiah harus diuji, diuji-ulang, dan diuji lagi sebelum dinyatakan akurat. Sebagai contoh, perhatikan pernyataan Samuel Butler, seorang penulis Inggris yang terkenal di Abad Ke-19: “We are not won by arguments that we can analyze but by tone and temper, by ... manner...” (Kita bukan menang karena argumen-argumen yang dapat kita analisis. Kemenangan itu karena nada suara yang keras dan lembut, karena ... gaya....). Kalimat ini menyiratkan bahwa keberhasilan persuasi terletak lebih pada gaya si pelaku daripada argumen yang mereka sampaikan. Benarkah? Menurut aturan dasar sains, kita hanya dapat menjawabnya berdasarkan penelitian yang saksama dan sistematis. Pada kenyataannya, penelitian semacam itu memang dilaksanakan. Kita akan mengkajinya di Bab 4, di mana kita akan membicarakan tentang proses persuasi secara lebih terinci.

Berlawanan dengan itu, bidang-bidang yang secara umum tidak dianggap bersifat ilmiah, membuat berbagai pernyataan tentang dunia alamiah maupun tentang orang-orang tanpa dilandasi pengujian yang saksama. Di bidang-bidang semacam ini, intuisi, keyakinan, dan keahlian-keahlian khusus yang dimiliki para praktisi dianggap sudah cukup memadai.

Jadi, apakah psikologi sosial ilmiah? Jawaban kami tegas. Ya. Meskipun topik-topik yang dikaji oleh para ahli psikologi sosial sangat berbeda dengan topik-topik yang dikaji oleh ilmu fisika atau biologi, tetapi sifat dan orientasi metode yang kami terapkan pada dasarnya sama. Untuk alasan ini masuk akal bagi kita untuk menganggap bahwa pada dasarnya psikologi sosial bersifat ilmiah.

Psikologi Sosial: Bidang ilmiah yang berusaha memahami sifat dan penyebab perilaku serta pikiran individu di dalam situasi-situasi sosial Sains versus non-sains: Metode yang Berbeda, Nilai-nilai yang Berbeda. Di bidang-bidang seperti psikologi sosial, data dikumpulkan secara sistematis. Semua hipotesisnya diuji secara saksama sebelum dianyatakan akurat. Sebaliknya, di bidang-bidang non-ilmiah, hipotesis dan pernyataannya diterima begitu saja tanpa adanya pengujian yang sistematis mengenai keakuratannya.

Page 7: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 7

Psikologi Sosial Difokuskan pada Perilaku Individu

Masyarakat yang satu mungkin saja memiliki pandangan yang sangat berbeda dengan masyarakat lainnya dalam hal pacaran dan perkawinan, tetapi bagaimanapun juga individu-individunya lah yang jatuh cinta atau kehilangan perasaan cinta. Serupa dengan itu, masyarakat-masyarakat yang berbeda menunjukkan variasi yang besar dalam menentukan batas kekerasan, meskipun individu-individunya lah yang melakukan tindakan agresif atau menolak untuk bertindak agresif. Argumen yang sama berlaku secara virtual pada semua aspek perilaku sosial lainnya, mulai dari prasangka sampai perilaku menolong: tindakan dan kognisi yang dimaksudkan mutlak dilakukan oleh individu. Karena fakta dasar ini lah maka fokus psikologi sosial adalah pada individu. Para ahli psikologi sosial tentu saja menyadari bahwa eksistensi individu sama sekali tidak terlepas dari pengaruh sosial maupun kultural. Tetapi, interes utama bidang ini terletak pada pemahaman tentang faktor-faktor yang membentuk tindakan dan pikiran manusia-individual yang berada di dalam konteks sosial. Ini sangat berlawanan dengan bidang sosiologi, yang mungkin Anda pelajari di jurusan lain. Sosiologi difokuskan pada banyak topik yang sama dengan psikologi sosial, tetapi fokus utamanya adalah pada kelompok atau masyarakat secara keseluruhan, bukan pada individu. Sebagai contoh, baik psikologi sosial maupun sosiologi mempelajari agresi manusia. Tetapi, psikologi sosial difokuskan pada faktor-faktor yang mungkin menyebabkan individu-individu tertentu terlibat di dalam tindakan agresif (misalnya karena dibuat frustrasi oleh orang lain, atau karena suasana hatinya sedang tidak menyenangkan), sementara sosiologi cenderung difokuskan pada penyebab-penyebab agresi yang bersifat kemasyarakatan (misalnya kondisi ekonomi). Psikologi Sosial Berusaha Memahami Penyebab Perilaku dan Pikiran sosial Judul bagian ini menunjukkan aspek paling sentral dari definisi kita. Artinya, pada prinsipnya para ahli psikologi sosial berhubungan dengan pemahaman tentang begitu beragamnya kondisi yang membentuk perilaku dan pikiran sosial individu – yang meliputi tindakan, perasaan, keyakinan, ingatan, dan inferensinya – dalam kaitannya dengan orang lain. Tampak jelas bahwa ada sejumlah besar faktor yang berperan dalam hal ini. Tetapi, kebanyakan faktor yang mempengaruhi interaksi sosial dapat dimasukkan ke dalam salah satu di antara lima kategori utama: (1) tindakan dan karakteristik orang lain – apa yang dikatakan dan dilakukan orang lain; (2) proses-proses kognitif dasar seperti ingatan dan penalaran – proses-proses yang mendasari pikiran, keyakinan, ide-ide, dan pernilaian tentang orang lain; (3) variabel-variabel ekologis – pengaruh lingkungan fisik, yang langsung maupun tidak langsung, seperti temperatur, kepadatan, privasi, dan faktor-faktor yang terkait dengannya; (4) konteks kultural di mana perilaku dan pikiran sosial itu muncul, dan; (5) faktor-faktor dan proses-proses biologis yang relevan dengan perilaku sosial, termasuk aspek-aspek genetis tertentu. Mungkin beberapa penjelasan tentang masing-masing kategori ini akan dapat mengklarifikasikan sifat dan signifikansinya dalam membentuk pikiran dan perilaku sosial.

Page 8: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 8

Tindakan dan Karakteristik Orang Lain. Perhatikan kejadian-kejadian di bawah ini:

Anda sedang mengantri di depan gedung bioskop; tiba-tiba, seseorang datang menyerobot, memotong antrean di depan Anda.

Orang yang kencani selama enam bulan secara tiba-tiba dan di luar dugaan mengatakan:”Saya rasa sebaiknya kita putus saja.”

Anda sedang melakukan presentasi pada salah satu mata kuliah; setelah selesai, dosen Anda memberi komentar: “Hebat – presentasi terbaik yang saya lihat tahun ini.”

Apakah tindakan orang lain tersebut berdampak pada perilaku dan pikiran Anda? Pasti. Jadi, jelas bahwa kita seringkali dipengaruhi oleh tindakan orang lain.

Sekarang, jujur saja: Pernahkah Anda merasa tidak enak atas kehadiran seseorang yang menunjukkan cacat fisik tertentu? Pernahkah Anda memberikan perlakuan yang berbeda kepada orang yang sangat atraktif dibanding kepada mereka yang kurang atraktif? Terhadap orang-orang yang merupakan anggota kelompok ras atau etnik yang berbeda dengan kelompok Anda sendiri? Jawaban Anda terhadap sebagian pertanyaan ini mungkin adalah ya. Kita seringkali juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan penampilan yang terlihat pada orang lain.

Proses-proses Kognitif. Anggap saja Anda telah membuat janji untuk bertemu dengan seorang teman dan teman Anda itu datang terlambat. Setelah tiga puluh menit berlalu, Anda mulai curiga bahwa teman Anda itu tidak akan datang. Pada akhirnya ia memang muncul dan mengatakan: “Aduh ... saya tidak ingat kalau saya punya janji denganmu!”. Apa reaksi Anda? Mungkin Anda akan merasa kesal. Tetapi, bayangkan jika teman Anda itu mengatakan: “Maaf. Saya terlambat sekali, ya? .... Tadi ada kecelakaan hebat. Lalu lintas macet bermil-mil panjangnya.” Lalu, apa reaksi Anda? Mungkin agak sedikit kesal, tetapi pasti tidak seperti ketika menghadapi sikap teman Anda yang pertama tadi. Bila sebelumnya teman Anda itu memang sering terlambat dan terbiasa membuat alasan serupa, mungkin Anda akan merasa sangat tidak yakin akan kebenaran alasan yang dikemukakannya. Sebaliknya, jika keterlambatan itu baru pertama kali terjadi, atau sebelumnya ia tidak pernah membuat-buat alasan, maka Anda mungkin dapat menerima penjelasannya. Dengan kata lain, reaksi Anda pada situasi ini sangat bergantung pada ingatan Anda tentang perilakunya di masa lalu. Reaksi Anda juga melibatkan kesimpulan tentang kebenaran alasan keterlambatannya. Contoh-contoh semacam ini, yang sangat lazim dijumpai dalam kehidupan nyata, menunjukkan pentingnya peran proses-proses kognitif – ingatan, inferensi/kesimpulan, pernilaian, dan sebagainya – di dalam perilaku sosial dan pikiran sosial. Para ahli psikologi sosial sangat menyadari pentingya proses-proses semacam ini, sehingga mereka memberikan perhatian yang saksama terhadap proses-proses ini dalam memahami banyak aspek perilaku sosial (Wyer dan Srull, 1994).

Variabel-variabel Ekologis: Dampak Lingkungan Fisik. Apakah orang-orang lebih cenderung melakukan perilaku-liar impulsif selama bulan purnama

Page 9: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 9

dibanding pada waktu-waktu lainnya (Rotton dan Kelley, 1985)? Apakah kita menjadi lebih mudah tersinggung dan agresif ketika ketika cuaca di sekitar kita panas dan lembab dibanding ketika cuacanya sejuk dan nyaman (Anderson, Deuser, dan DeNeve, 1995)? Apakah kebisingan, pencemaran udara, atau kondisi berdesak-desakan berdampak pada perilaku sosial atau pada kinerja di berbagai macam tugas? Temuan-temuan penelitian menunjukkan bahwa lingkungan fisik memang mempengaruhi perasaan, pikiran, dan perilaku kita, sehingga variabel-variabel ekologis juga termasuk di dalam semesta kajian psikologi sosial moderen (Barin, 1994; Bell dan kawan-kawan, 1995). Kami akan membicarakan tentang dampak faktor-faktor seperti ini di Bab 14.

Konteks Kultural. Penting untuk dicatat, bahwa perilaku sosial tidak terjadi di dalam sebuah kevakuman kultural. Sebaliknya, perilaku sosial seringkali sangat dipengaruhi oleh norma-norma kultural (aturan-aturan sosial tentang bagaimana orang seharusnya berperilaku pada situasi-situasi tertentu), keanggotaan di berbagai kelompok, dan nilai-nilai kemasyarakatan yang mengalami perubahan. Siapa yang seharusnya dinikahi? Berapa jumlah anak yang seharusnya dimiliki? Haruskah orang menyembunyikan reaksi emosionalnya atau memperlihatkannya secara terbuka? Apakah pantas untuk menawarkan hadiah kepada petugas publik agar mereka mau melakukan tindakan yang kita inginkan? Ini hanya beberapa contoh aspek perilaku sosial yang dapat – dan memang – dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural. Budaya yang kami maksudkan di sini adalah sistem terorganisasi dari berbagai makna, persepsi, dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok tertentu (Smith dan Bond, 1993).

Seperti yang akan kami kemukakan selanjutnya, perhatian pada efek-efek faktor kultural menjadi tren yang semakin penting di dalam psikologi sosial moderen, karena bidang ini memperhatikan tentang aspek-aspek kultural yang semakin beragam, yang menandai akhir abad kedua puluh.

Faktor-faktor Biologik. Apakah perilaku sosial dipengaruhi oleh proses-proses biologik dan faktor-faktor genetik? Sepuluh tahun yang lalu, para ahli psikologi sosial pasti akan menjawab tidak, paling tidak untuk bagian pertanyaan tentang faktor-faktor genetik. Tetapi, dewasa ini, pendulum opini ilmiah berayun ke arah lain. Banyak ahli yang percaya bahwa preferensi, perilaku, reaksi emosional, dan bahkan sikap serta nilai-nilai sampai derajat tertentu dipengaruhi oleh warisan biologik kita (Buss, 1990; Nisbert, 1990).

Pendapat bahwa faktor-faktor genetik memainkan peran penting di dalam perilaku sosial dilontarkan secara dramatik di bidang sosiobiologi. Cabang ilmu biologi ini menyatakan bahwa banyak aspek perilaku soial yang merupakan hasil proses evolusi, di mana pola-pla perilaku yang memiliki kontribusi pada reproduksi (untuk meneruskan gen-gen seseorang ke generasi selanjutnya) diperkuat dan menyebar ke seluruh bagian populasi. Dari perspektif sosiobiologik, esensinya adalah bahwa kita semua ada terutama untuk melayani gen kita – untuk memasikan bahwa material genetik kita diteruskan kepada sebanyak mungkin anak-keturunan kita (Barkow, 1989; Wilson, 1975). Asumsi ini kemudian digunakan untuk menjelaskan tentang banyak aspek perilaku soial. Sebagai contoh, perhatikan tentang bagaimana para ahli sosiobiologi menjelaskan tentang fakta bahwa banyak binatang yang hidup berkelompok

Page 10: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 10

cenderung mengeluarkan jeritan keras sebagai peringatan akan datangnya predator (pemangsa) – jeritan peringatan yang membuat perhatian sang predator terkofus pada individu yang mengeluarkan jeritan tersebut. Menurut para ahli sosiobiologik, binatang melakukan tindakan semacam itu karena secara umum para anggota kelompok atau binatang-binatang yang tinggal berdekatan cenderung memiliki hubungan darah dengannya. Jadi, dengan mengeluarkan jeritan peringatan, mereka meningkatkan peluang keluarganya untuk bertahan hidup, dan dengan demikian juga meningkatkan peluang gen yang sama untuk diteruskan ke generasi selanjutnya.

Meskipun banyak ahli psikologi sosial yang dapat menerima pendapat bahwa faktor-faktor biologik dan genetik memainkan peran tertentu di dalam perilaku sosial, tetapi mereka secara serius mempertanyakan tentang beberapa asumsi dasar sosiobiologi (Brewer dan Caporael, 1990; Cantor, 1990), termasuk ide bahwa tujuan hidup satu-satunya adalah untuk meneruskan gen kita ke generasi selanjutnya. Sebagai contoh, mereka menolak pendapat bahwa perilaku atau karakteristik yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis tidak dapat diubah. Sebaliknya, para ahli psikologi sosial berasumsi bahwa secara virtual setiap aspek perilaku sosial memiliki potensi untuk berubah. Sebagai contoh, berjuta-juta orang memiliki kecenderungan bawaan untuk mengalami masalah penglihatan. Tetapi kendala ini dapat dengan mudah dikoreksi melalui penggunaan kaca mata atau lensa kontak. Selain itu, para ahli psikologi sosial pada umumnya menolak pendapat yang mengatakan bahwa karena kecenderungan perilaku sosial yang ada sekarang merupakan hasil proses evolusi jangka panjang, maka kecenderungan ini seharusnya memang ada.

Penyangkalan terhadap beberapa asumsi dasar sosiobiologi membuat para ahli psikologi sosial terdorong untuk meneliti peran faktor-faktor biologik dan genetik di dalam perilaku sosial dan menawarkan nama lain untuk bidang itu, yaitu: psikologi sosial evolusioner (Buss, 1990, saat itu masih dalam proses penerbitan). Istilah ini menyiratkan bahwa perilaku sosial dipengaruhi oleh seleksi alam. Dilihat dari sudut pandang survival (kemampuan untuk bertahan), kecenderungan ke arah perilaku-perilaku yang paling adaptif di dalam populasi tertentu seringkali menjadi semakin kuat dari waktu ke waktu. Tetapi, bidang ini juga menyadari bahwa, pada kenyataannya, kecenderungan itu tidak bersifat membatu. Sebaliknya, perilaku-perilaku itu dapat – dan memang – berubah sebagai respon terhadap kondisi-kondisi lingkungan dan sosial yang mengalami perubahan. Perilaku-perilaku tersebut bahkan dapat diubah atau disingkirkan oleh proses-proses kognitif.

Meskipun psikologi sosial evolusioner adalah bidang yang relatif aru, para penelitinya telah mampu mengumpulkan berbagai temuan menarik yang memperlihatkan peran potensial faktor-faktor genetik atau evolusioner di dalam perilaku manusia. Sebagai contoh, penelitian mutakhir mengenai karakteristik yang dicari individu dari calon pasangan romantiknya menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki beberapa perbedaan yang menarik. Perempuan cenderung lebih menekankan pada karakteristik seperti dominansi dan status, sementara laki-laki lebih menekankan pada kemudaan dan keatraktifan fisik (Kenrick dan kawan-kawan, 1994). Perbedaan ini konsisten dengan perspektif evolusioner yang menyatakan bahwa perempuan menginvestasikan sumber daya yang lebih besar untuk mengasuh anak dibanding laki-laki. Jadi, dari sudut pandang meneruskan gen ke generasi selanjutnya, masuk akal bagi perempuan untuk mencari pasangan yang mampu menyediakan sumber-sumber daya yang

Sosiobiologi. Cabang biologi yang menyatakan bahwa banyak bentuk peri-laku dapat dipahami di dalam konteks usaha organisme untuk meneruskan gennya ke generasi selanjutnya. Psikologi Sosial Evolusioner. Bidang penelitian yang berusaha mengkaji peran potensial faktor-faktor genetik di berbagai aspek perilaku sosial.

Page 11: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 11

dibutuhkan untuk mengasuh anak (yaitu laki-laki yang memiliki status atau dominansi tinggi). Sebaliknya, bagi laki-laki, masuk akal bagi mereka untuk mencari pasangan yang masih muda dan sehat, yang mampu membesarkan banyak anak. Kita harus menekankan bahwa meskipun temuan-temuan yang ada menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan itu konsisten dengan pendekatan evolusioner, tetapi temuan-temuan itu sama sekali tidak membuktikan keakuratannya. Tetapi, karena semakin banyak ahli psikologi sosial yang percaya bahwa perspektif evolusioner memang informatif, maka dalam beberapa hal kami rasa cukup beralasan untuk mengacu ke pendekatan ini.

Psikologi Sosial: Rangkuman

Sebagai kesimpulan, psikologi sosial terutama difokuskan pada pemahaman tentang penyebab perilaku sosial dan pikiran sosial – pada pengidentifikasian faktor-faktor yang membentuk perasaan, perilaku, dan pemikiran kita di berbagai situasi sosial. Psikologi sosial berusaha memenuhi tujuannya dengan menggunakan metode-metode ilmiah dan dengan mempertimbangkan fakta bahwa perilaku dan pikiran sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, kognitif, lingkungan, kultural, dan biologik.

Bagian selanjutnya akan digunakan untuk mendiskripsikan tentang beberapa temuan kunci psikologi sosial. Kami yakin bahwa informasi-informasi tersebut akan menarik bagi Anda. Tetapi, kami juga yakin bahwa sebagian temuan itu cukup mengejutkan dan mungkin bahkan bertentangan dengan ide-ide tentang manusia dan hubungan sosial yang saat ini Anda yakini. Jadi, bersiap-siaplah untuk mendapatkan insight baru. Kami memiliki prediksi bahwa setelah belajar tentang psikologi sosial, Anda tidak akan pernah berpikir tentang perilaku sosial dengan cara yang sama seperti sebelumnya.

Bagaimana Kita Dapat Tiba di Sini: Asal-Muasal dan Perkembangan Psikologi Sosial Kapan, persisnya, psikologi sosial berawal? Pertanyaan ini sulit untuk dijawab, karena spekulasi mengenai perilaku sosial dapat ditarik ke belakang sampai ke zaman purbakala (Allport, 1985). Usaha apapun yang dilakukan untuk melakukan survei lengkap terhadap akar historik bidang ini akan menyeret kita ke arah detil-detil yang sebenarnya tidak perlu. Untuk alasan inilah maka kami akan memfokuskan diskusi kita pada munculnya psikologi sosial sebagai sebuah bidang yang independen, pertumbuhannya selama beberapa dekade terakhir, dan tren yang membentuk psikologi sosial seperti yang ada saat ini – dan di masa yang akan datang. Tahun-tahun Pertama: Munculnya Psikologi Sosial Hanya ada sedikit bidang sains yang menandai awal kemunculannya dengan upacara pengguntingan pita. Bidang-bidang sains pada umumnya berkembang secara gradual, seiring dengan semakin banyaknya ilmuwan yang tertarik pada topik-topik tertentu atau tertarik untuk mengembangkan metode baru guna mengkaji metode-metode yang sudah ada sebelumnya. Pola ini juga berlaku pada

Preferensi Pasangan: Apakah faktor-faktor genetik ikut berperan? Di banyak masyarakat, dibanding perempuan, laki-laki lebih menekankan pada keatraktifan fisik dari calon pasangannya, sedangkan perempuan lebih menekankan pada status atau dominansi. Temuan-temuan penelitian menunjukkan bahwa perbedaan itu, paling tidak sebagian, mungkin berasal dari predisposisi-predisposisi genetik.

Page 12: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 12

psikologi sosial. Tidak ada upacara pembukaan tutup botol sampanye untuk menandai kelahirannya, sehingga sulit untuk menentukan tanggal peluncuran resminya. Mungkin, tahun-tahun antara 1908 sampai 1924 dapat dianggap sebagai periode di mana, untuk pertama kalinya, psikologi sosial memperoleh status sebagai sebuah entitas independen. Pada tahun-tahun itu terbit tulisan-tulisan penting dengan frasa psikologi sosial pada judulnya. Tulisan yang pertama adalah publikasi William McDougall (1908) yang banyak mendasarkan diri pada pandangan bahwa perilaku sosial muncul dari tendensi bawaan atau instink. Meskipun para ahli psikologi sosial moderen ingin mempertahankan pendapat bahwa faktor-faktor genetik memainkan peran tertentu di beberapa aspek perilaku sosial, hampir semuanya menolak ide yang menyatakan bahwa instink-instink yang tidak berubah merupakan penyebab perilaku sosial yang penting. Jadi, jelas bahwa bidang psikologi sosial moderen tidak dapat diasumsikan berdasarkan buku McDougall tersebut.

Buku kedua, yang ditulis oleh Floyd Allport (1924), adalah soal lain. Buku ini jauh lebih mendekati orientasi psikologi sosial moderen. Allport berpendapat bahwa perilaku sosial dapat berasal dari berbagai macam faktor, termasuk adanya orang lain dan tindakan spesifiknya. Selain itu, buku ini menekankan tentang pentingnya eksperimentasi dan berisi diskusi-diskusi tentang berbagai penelitian aktual yang dilakukan terhadap topik-topik seperti konformitas, kemampuan mengenali emosi orang lain dari ekspresi wajahnya, dan dampak kehadiran orang lain terhadap kinerja pada tugas-tugas tertentu. Semua topik juga ini telah dikaji oleh para ahli psikologi sosial dewasa ini, sehingga kesimpulan berikut ini tampaknya dapat dijastifikasi, yaitu: Pada pertengahan tahun 1920an yang bergemuruh, psikologi sosial tampil ke atas panggung dan memulai penelitian mengenai banyak topik yang hingga saat ini masih banyak diteliti.

Dua dekade setelah terbitnya tulisan Allport itu ditandai oleh terjadinya pertumbuhan yang sangat cepat. Isu-isu baru dikaji. Metode-metode baru untuk menelitinya dirancang.Tonggak-tonggak bersejarah dalam perkembangan bidang ini, termasuk penelitian yang dilakukan oleh dua pendirinya – Muzafer Sherif dan Kurt Lewin, menandai periode ini. Sherif (1935) meneliti tentang sifat dan dampak norma sosial – aturan-aturan yang menyebutkan tentang bagaimana individu seharusnya berperilaku – dan memberikan kontribusi berupa insight-insight dasar pada pemahaman kita mengenai tekanan ke arah konformitas. Kurt Lewin dan rekan-rekan sejawatnya (misalnya Lewin, Lippitt, dan White, 1939) menyelenggarakan penelitian yang mengungkap tentang sifat kepemimpinan dan proses-proses kelompok lainnya. Diskripsi mengenai sebagian hasil penelitian yang juga merupakan penelitian psikologi sosial terawal mengenai proses kelompok dapat dilihat pada bagian Tonggak bersejarah di dalam Psikologi Sosial di bawah ini. Terlepas dari penelitian ini, pengaruh Lewin pada psikologi sosial cukup signifikan, karena banyak di antara muridnya yang kemudian menjadi kontributor menonjol di bidang ini. Leon Festinger, Harold Kelly, Morton Deutsch, Stanley Schachter. John Thibaut, adalah beberapa muridnya yang sangat termasyhur selama tahn 1950an, 1960an, dan bahkan 1970an. Pendek kata, sejak sekitar tahun 1930an, psikologi sosial merupakan bidang yang aktif dan tumbuh subur dan hingga saat ini telah memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap pemahaman kita mengenai perilaku sosial.

Page 13: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 13

Tonggak Bersejarah di dalam Psikologi Sosial: Gaya Kepemimpinan Apa yang Terbaik? Beberapa Insight Awal Para pemimpin mempunyai gaya yang berbeda-beda, dan perbedaan ini sangat berarti. Bila anda pernah menjadi bagian kelompok di mana gaya pemimpinnya membuat urat syaraf Anda tegang dan tampak cenderang senang mengintervensi kesuksesan kelompok, maka Anda pasti mengenal fakta ini. Saya (Bob Baron) menemukan fakta semacam itu selama duduk di bangku kelas empat dan lima sekolah dasar. Ketika duduk di kelas empat, saya mempunyai guru yang benar-benar “mengendalikan permainan.”. Ia mengontrol semua kegiatan dengan ketat dan memastikan siapa yang memimpin masing-masing kegiatan. Ia mengambil semua keputusan dan tidak pernah meminta input dari siapapun. Ia bahkan menempelkan daftar sederet peraturan di depan kelas, yang memberitahukan tentang apa yang harus dan tidak boleh dilakukan di berbagai situasi. Guru kelas lima saya menggunakan pendekatan yang sangat berlawanan. Ia tampak senang membagi kewenangan dengan murid-muridnya dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memberikan suaranya pada berbagai keputusan. Meskipun ia juga memiliki sederet aturan, tetapi ia bersikap lebih fleksibel. Ia juga tidak pernah menempelkan daftar aturan formal di depan kelas. Guru mana yang lebih disukai? Seperti dugaan Anda, pasti guru yang kedua. Tetapi, apakah para muridnya juga dapat belajar lebih banyak darinya dibanding dari guru yang lebih direktif itu? Dengan kata lain, apakah salah satu gaya kepemimpinan itu lebih unggul dibanding yang lainnya dalam hal mendorong prestasi yang lebih baik?

Isu kompleks ini merupakan fokus kajian tentang gaya pemimpin dan kinerja kelompok yang dilaksanakan oleh Lewin, Lippitt, dan White (1939).

Para peneliti ini membagi anak-anak laki-laki yang berusia 10-11 tahun ke dalam kelompok-kelompok yang masing-masing beranggotakan lima orang seusai sekolah. Mereka bersama-sama melakukan hobi seperti membuat prakarya dengan menggunakan kayu dan melukis. Untuk meneliti efek-efek yang mungkin timbul dari gaya kepemimpinan tertentu terhadap perilaku anak, para peneliti mengatur agar masing-masing kelompok dipimpin oleh orang dewasa yang diasumsikan memiliki salah satu di antara ketiga gaya kepemimpinan yang kontras: otokratik, laissez-faire (serba boleh) atau demokratik.

Pemimpin yang otokratik sangat mirip dengan guru kelas empat yang telah saya ceritakan sebelumnya. Ketika memainkan peran ini, sang pemimpin memberikan banyak perintah dan mengambil semua keputusan sendiri. Ia menentukan kegiatan apa yang akan dilakukan kelompok, dengan cara bagaimana, dan memilihkan mitra kerja untuk masing-masing anak tanpa mempertimbangkan preferensi mereka. Pemimpin yang otokratik ini memberikan banyak perintah tetapi tetap menjaga jarak dari kelompok dan tidak pernah berpartisipasi dalam kegiatan apa pun. Sebaliknya, pemimpin yang demokratik sangat mirip dengan guru kelas lima di dalam contoh di atas. Ketika memainkan peran ini, sang pemimpin memberikan kesempatan kepada anak-anak itu untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan seringkali sengaja meminta input mereka. Ia jarang memberi perintah. Ia memberi kesempatan kepada anak-anak untuk memilih mitra kerjanya masing-masing dan mengizinkan mereka untuk menggunakan pendekatan yang mereka sukai untuk menyelesaikan tugasnya. Sang pemimpin demokratik juga berpartisipasi di

Kurt Lewin. Kurt Lewin adalah salah satu di antara ahli psikologi sosial Eropa yang pindah ke Amerika karena melarika diri dari kekejaman Nazi. Ia menyelenggarakan studi-studi awal penting tentang banyak topik utama psikologi sosial (seperti misalnya: kepemimpinan), dan melatih banyak murid yang di kemudian hari juga menjadi ahli psikologi psikologi sosial termasyhur.

Page 14: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 14

dalam kegiatan-kegiatan kelompok – ia tidak membuat jarak dengan kelompok seperti pemimpin otokratik – tetapi tidak mencoba mendominasi kegiatan-kegiatan tersebut dengan cara apa pun. Terakhir, pemimpin “laizzes-faire” mengadopsi pendekatan “cuci tangan” (istilah laizzes-faire dalam bahasa Perancis ini berarti “membiarkan orang melakukan apa yang mereka mau”). Ia menghindari partisipasi di dalam kegiatan kelompok dan sama sekali tidak berusaha melakukan intervensi. Sebaliknya, peran mereka terutama adalah sebagai pengamat yang memiliki kepentingan tertentu, yang berada di sana untuk memberikan informasi-informasi teknis yang terkait dengan kegiatan-kegiatan hobi tersebut. Itu pun bila informasi tersebut diminta oleh anak-anak itu.

Para pengamat terlatih mengamati kelompok selama mereka bekerja dan menilai perilaku mereka dalam kaitannya dengan beberapa hal – misalnya, jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja ketika sang pemimpin hadir; jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja ketika sang pemimpin meninggalkan ruangan; dan tindakan-tindakan agresif seperti permusuhan di antara anggota kelompok, menuntut perhatian, tindakan destruktif, dan mengkambinghitamkan teman – kecenderungan memperlakukan salah seorang anggota kelompok sebagai sasaran agresi verbal secara terus-menerus.

0

20

40

60

80

100

Waktu kerja: Pemimpinhadir

Waktu kerja: Pemimpintidak hadir

Menuntut perhatian Tindakan yangtergantung-pemimpin

Aspek-aspek Perilaku Kelompok

Pers

enta

se T

inda

kan

di M

asin

g-m

asin

g K

ateg

ori Otokratik

Demokratik

Laissez-faire

Ketika perilaku anak-anak di ketiga kondisi tersebut diperbandingkan, sejumlah perbedaan terlihat. Sebagai contoh, anak-anak di kelompok otoritarian dan demokratik menghabiskan waktu yang hampir sama untuk bekerja ketika sang pemimpin hadir di ruangan, sementara mereka yang berada di dalam kondisi laizzes-faire menggunakan waktu yang lebih sedikit. Tetapi, ketika sang pemimpin meninggalkan ruangan, waktu kerja menurun tajam di kelompok otoritarian, tetap tidak berubah di kelompok demokratik, dan sedikit meningkat di kelompok laizzes-faire. Selain itu, anak-anak di dalam kondisi otokratik tampaknya merasa “lepas” ketika sang pemimpin meninggalkan ruangan. Mereka tampak sangat bergantung pada pengarahan sang pemimpin dan tidak tahu apa yang harus dilakukan tanpa perintah dan pengarahannya. Dalam hal

Gambar 1.1. Efek-efek Gaya Kepemimpinan yang Saling Bertentangan. Sebagaimana terlihat di sini, perilaku kelompok-kelompok kecil sebagai reaksi terhadap berbagai gaya kepemimpinan satu sama lain tampak sangat berbeda.

Waktu kerja menurun tajam ketika pemimpin

otokratik tidak hadir

Pemimpin otokratik membuat anak-anak menuntut lebih banyak

perhatian dan tindakannya lebih tergantung pada pemimpin

Page 15: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 15

pengukuran agresivitas, tanda-tanda untuk ini lebih tampak pada anak-anak di kelompok otoritarian dibanding anak-anak di kedua kondisi lainnya. Sebagai contoh, anak-anak di kelompok otoritarian mengekspresikan lebih banyak ketidakpuasan dan menuntut perhatian yang lebih banyak. Mereka yang ada di kelompok demokratik cenderung lebih bersahabat (lihat Grafik 1.1). Konsisten dengan pengalaman pribadi saya di bangku kelas empat dan kelas lima dulu, anak-anak cenderung lebih menyukai pemimpin yang demokratik dibanding kedua macam pemimpin lainnya.

Apa makna temuan ini? Lewin dan para sejawatnya menginterpretasikan-nya sebagai pertanda bahwa secara umum gaya kepemimpinan yang demokratik mungkin adalah yang terbaik. Gaya kepemimpinan ini menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi, yang tetap persisten meskipun sang pemimpin tidak hadir. Selain itu, gaya kepemimpinan ini juga menciptakan hubungan yang lebih positif dan lebih kooperatif di antara para anggota kelompok. Sebaliknya, gaya kepemimpinan otokratik menghasilkan produktivitas hanya ketika sang pemimpin hadir. Gaya kepemimpinan ini tampaknya juga meningkatkan agresivitas dan dependensi terhadap pemimpin. Karena Lewin, Lippitt, dan White (1939) melaksanakan penelitiannya ketika dunia berada di tepi jurang Perang Dunia II – perang yang mengadu demokrasi Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat melawan rezim otokratik Nazi-Jerman dan Kekaisaran Jepang – maka kesimpulan-kesimpulannya pun senada dengan itu. Tetapi, seperti yang akan kita lihat di dalam topik kepemimpinan di Bab 12, penelitian-penelitian yang dilakukan kemudian memodifikasi kesimpulan ini (Yukl, 1989). Penelitian yang lebih moderen menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang demokratik mungkin memang lebih disukai oleh anggota kelompoknya, tetapi tidak selalu yang terbaik bila dilihat dari kinerja kelompok, Sebagai contoh, gaya kepemimpinan demokratik akan menjadi tidak efisien bila kelompok menghadapi bahaya dalam waktu dekat atau harus memberikan reaksi cepat terhadap perubahan keadaan. Tetapi, terlepas dari modifikasi tersebut, penelitian yang dilaksanakan oleh Lewin, Lippitt, dan White (1939) itu merupakan tonggak bersejarah di dalam psikologi sosial. Penelitian itu meningkatkan pemahaman kita mengenai topik-topik penting, dan sangat mempengaruhi fokus maupun metode penelitian tentang kepemimpinan dan proses-proses kelompok yang terkait dengannya, bertahun-tahun kemudian.

Masa Muda Psikologi Sosial: Tahun 1940an, 1950an, dan 1960an Setelah mengalami kemandengan akibat terjadinya Perang Dunia II, psikologi sosial melanjutkan pertumbuhannya selama tahun 1940an dan 1950an. Selama periode ini, psikologi sosial memperluas cakupannya ke beberapa arah. Para ahli psikologi sosial memfokuskan perhatiannya pada pengaruh kelompok dan keanggotaan kelompok terhadap perilaku individu (Forsyth, 1991). Mereka mengkaji keterkaitan antara berbagai ciri sifat kepribadian dan perilaku sosial – misalnya penelitian mengenai kepribadian otoritarian – sebuah rumpun ciri sifat yang tampaknya mempredisposisikan individu ke arah menerima pandangan-pandangan politik ekstrim seperti Nazisme (Adorno dan kawan-kawan, 1950).

Salah satu kejadian paling penting di dalam periode ini adalah berkembangnya teori cognitive dissonance (disonansi kognitif) (Festinger, 1957). Teori ini menyatakan bahwa manusia tidak menyukai adanya

Disonansi Kognitif. Keadaan tidak menyenangkan yang timbul ketika individu merasakan adanya di antara dua sikapnya atau ketidakkonsistenan antara sikap dan dan perilakunya.

Page 16: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 16

ketidakkonsistenan dan berusaha keras untuk menguranginya. Secara spesifik, teori ini berpendapat bahwa orang mencoba mengeliminasi ketidakkonsistenan di antara sikap-sikap yang mereka pegang atau ketidakkonsistenan antara sikap dan perilakunya. Meskipun tampaknya cukup masuk akal, teori ini sebenarnya melahirkan banyak prediksi yang tak terduga. Sebagai contoh, teori disonansi menyatakan bahwa untuk mengubah pendapat yang tidak benar-benar diyakini, cara yang lebih efektif adalah dengan menawarkan hadiah kecil kepada individu tersebut dibanding menawarinya hadiah yang lebih besar untuk tindakan yang sama. Mengapa? Karena ketika orang menyatakan tentang sesuatu yang tidak mereka yakini dan menyadari bahwa mereka tidak memiliki cukup alasan untuk melakukannya, mereka mengalami tekanan kuat untuk mengubah pendapatnya supaya sesuai dengan pernyataan yang barus saja mereka ucapkan – tekanan ini lebih besar dibanding ketika ia ditawari hadiah yang lebih besar, sehingga ia memiliki banyak alasan untuk menyatakan pendapat tersebut. Kita akan mengkaji fakta yang mengejutkan ini, yang kadang-kadang dikenal sebagai less-leads-to-more-effect (yang lebih kecil menimbulkan efek yang lebih besar), secara lebih terinci di Bab 4.

Tahun 1960an dapat dianggap sebagai masa ketika psikologi sosial memasuki masa akil baligh. Selama dekade turbulensi ini, sejumlah ahli psikologi sosial bermunculan secara dramatik. Bidang psikologi sosial sendiri meluas hingga praktis meliputi nyaris semua aspek interaksi sosial yang dapat kita bayangkan. Begitu banyak lini penelitian yang muncul atau diperluas selama tahun-tahun ini hingga mustahil untuk mencantumkan semuanya di sini. Tetapi, yang terpenting di antara lini-lini penelitian itu dapat disebutkan di sini, yaitu antara lain: ketertarikan interpersonal dan cinta romantik; pembentukan kesan, atribusi, dan aspek-aspek persepsi sosial lainnya; banyak aspek pengaruh sosial, seperti obedience, konformitas, dan compliance; dan efek-efek lingkungan fisik pada berbagai bentuk perilaku sosial.

Tahun 1970an, 1980an, dan 1990an: Masa Kematangan Sampai selama tahun 1970an, perubahan yang berlangsung dengan cepat itu tidak mengendur, tetapi justru mengalami percepatan. Banyak lini penelitian yang mulai muncul pada tahun 1960an mengalami perluasan selama tahun 1970an, dan beberapa topik baru tampak mengemuka. Topik yang paling penting di antaranya adalah atribusi (proses yang kita lalui ketika kita berusaha memahami penyebab perilaku orang lain – mengapa mereka melakukan hal itu; lihat Bab 2); perbedaan gender dan diskriminasi jenis kelamin (kajian mengenai sejauh mana perilaku perempuan berbeda dengan laki-laki dan dampak stereotip negatif tentang ciri-ciri sifat yang dianggap melekat pada masing-masing gender; lhat Bab 5); dan psikologi lingkungan (kajian mengenai efek-efek lingkungan fisik – kebisingan, hawa panas, kondisi berdesak-desakan, dan kualitas udara – terhadap perilaku sosial; lihat Bab 14).

Selain itu, dua tren berskala besar memperlihatkan bentuknya selama tahun 1980an. Karena tren-tren ini memiliki dampak yang lebih besar terhadap psikologi sosial, maka mereka pantas diberi perhatian yang lebih besar pula di sini.

Page 17: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 17

Pengaruh Perpektif Kognitif yang Semakin Besar. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, para ahli psikologi sosial telah lama menyadari pentingnya faktor-faktor kognitif – sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan inferensi – di dalam perilaku sosial. Tetapi, sejak akhir tahun 1970an, interes terhadap topik-topik semacam itu mengambil bentuk baru. Pada saat itu, banyak ahli psikologi sosial yang menyimpulkan bahwa pemahaman kita terhadap hampir semua aspek perilaku sosial dapat sangat diperkaya jika kita memberikan perhatian kepada proses-proses kognitif yang mendasarinya. Pendekatan kognitif melibatkan upaya menerapkan pengetahuan dasar mengenai proses-proses kognitif – seperti ingatan dan penalaran – pada tugas memahami berbagai aspek pikiran dan perilaku sosial. Sebagai contoh, di dalam konteks ini, para ahli psikologi sosial berusaha menetapkan apakah berbagai bentuk prasangka berakar pada – paling tidak sebagian – beroperasinya proses-proses kognitif dasar, seperti kecenderungan untuk hanya mengingat informasi yang konsisten dengan stereotip mengenai kelompok tertentu, atau kecenderungan orang untuk memproses informasi mengenai kelompok sosialnya sendiri dengan cara yang berbeda dengan pemrosesan informasi tentang kelompok sosial lainnya (Forgas dan Fiedler, 1996; Wegener dan Petty, 1995; lihat Bab 6). Hasil-hasil penelitian yang dilaksanakan di dalam perspektif kognitif ini sangat mengesankan dan banyak menambah pemahaman kita tentang berbagai aspek perilaku sosial.

Tabel 1.2 Penelitian Terapan di dalam Psikologi Sosial: Contoh-contoh Topik

Seperti terlihat di sini, dewasa ini para ahli psikologi sosial menerapkan pengetahuan dan metode yang digunakan oleh bidang mereka pada berbagai macam isu praktis Taktik-taktik resolusi konflik yang digunakan oleh polisi Respon bystander terhadap praktek penganiayaan anak yang dilakukan di depan umum Kembali bekerja setelah melahirkan anak Efek-efek keatraktifan fisik, ras, dan gender terhadap pernilaian juri di pengadilan Penggunaan alat-alat pengaman anak di mobil Burnout di kalangan perawat Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks-aman Penggunaan alkohol di tempat kerja Efek gender pengendara terhadap pelanggaran lalu lintas

Penekanan yang Semakin Besar pada Aplikasi: Mengekspor Pengetahuan Sosial. Dekade-dekade yang sama juga ditandai oleh tren utama kedua dalam psikologi sosial yang, yaitu kepedulian yang semakin besar pada aplikasi/penerapan pengetahuan sosial. Semakin banyak ahli psikologi sosial yang mengalihkan perhatiannya pada pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan kesehatan personal, proses hukum, perilaku sosial di dalam konteks pekerjaan, dan sejumlah isu semacam itu. Dengan kata lain, ada interes yang semakin meningkat pada usaha-usaha untuk menerapkan berbagai temuan dan prinsip psikologi sosial untuk mengatasi berbagai masalah praktis. Tema ini jelas bukan hal baru di dalam psikologi sosial. Kurt Lewin, salah seorang pendirinya, pernah menyatakan, “Tidak ada yang sepraktis teori yang baik.” Artinya, teori perilaku dan pikiran sosial yang berkembang melalui berbagai penelitian sistematis seringkali sangat bermanfaat untuk mengatasi masalah-masalah

Page 18: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 18

praktis. Tetapi, tampaknya ada sedikit keraguan, bahwa interes untuk menerapkan pengetahuan psikologi sosial pada isu-isu praktis, yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan pesat, memang memberikan banyak hasil yang bermanfaat. Kita akan mengkaji hal ini secara lebih terinci di Bab 13 dan 14. Untuk melihat indikasi tentang betapa luasnya penelitian semacam ini serta topik-topik menarik yang menjadi fokusnya, lihat Tabel 1.2.

Setelah ini, Ke Mana Kita Akan Menuju? Tahun 2000 ... James Baldwin, seorang penulis terkemuka, pernah menulis: “No one can possibly know what is about to happen: it is happening, each time, for the first time, for the only time” 1 Kita sepakat dengan sentimen ini: prediksi – terutama tentang sesuatu yang berubah secepat psikologi sosial – adalah masalah yang sangat tricky. Dengan risiko bahwa kelak terbukti salah, kami memberanikan diri untuk menawarkan beberapa prediksi tentang perubahan yang mungkin akan terjadi pada psikologi sosial beberapa dekade mendatang.

Kognisi dan Penerapannya: Pengetahuan yang Terus Berkembang, Tingkat Kerumitan yang Semakin Tinggi. Prediksi pertama adalah prediksi yang paling kami yakini kebenarannya, yaitu bahwa dua tren utama yang telah dikemukakan di atas – yaitu semakin meningkatnya pengaruh perspekstif kognitif dan semakin besarnya minat pada penerapannya – akan terus berlanjut. Pengetahuan tentang proses-proses kognitif (ingatan, inferensi, penalaran) akan dengan cepat terakumulasi. Dengan demikian akan menjadi sebuah kewajaran bila para ahli psikologi sosial menggunakan pengetahuan tersebut – ditambah insight-insight baru yang mereka peroleh dari proses-proses yang mereka temukan – untuk memahami perilaku sosial dan pikiran sosial. Upaya tersebut telah mampu mendapatkan hasil-hasil yang sangat bermanfaat dan kami yakin bahwa hal ini akan terus berlanjut selama beberapa tahun mendatang.

Selain itu, kami juga memprediksikan bahwa minat untuk menerapkan prinsip-prinsip dan temuan-temuan psikologi sosial juga akan terus berlanjut. Meningkatnya kepedulian pada aplikasi ini agaknya merupakan gejala kematangan yang lazim terlihat di bidang ilmiah yang mana pun. Jadi, kami benar-benar berharap bahwa para ahli psikologi sosial akan terus meningkatkan usahanya untuk menerapkan temuan-temuannya pada isu-isu praktis.

Pengadopsian Perspektif Multikultural: Memberi Perhatian Penuh pada Keanekaragaman Sosial. Ketika saya (Bob Baron) duduk di bangku sekolah menengah, paman saya memberikan sebuah buku yang berisi introduksi mengenai Amerika Serikat bagi orang-orang Eropa yang berencana mengunjungi negara ini untuk pertama kalinya. Buku iu menyebutkan bahwa 90 persen penduduk Amerika Serikat adalah orang-orang “keturunan Eropa”. Betapa besar perubahan yang telah terjadi di Amerika Serikat – dan di dunia – sejak buku itu ditulis pada akhir tahun 1950an! Saat ini, populasi Amerika Serikat jauh lebih 1“Tak seorang pun tahu apa yang akan terjadi: Apakah yang akan terjadi itu adalah sesuatu yang

saat ini sedang berlangsung, sesuatu yang selalu terjadi, sesuatu yang baru pertama kali terjadi, atau sesuatu yang hanya akan terjadi sekali saja”

Keanekaragaman Kultural: Fakta Kehidupan pada Akhir Abad 20. Di Amerika Serikat dan banyak negara lainnya, keaneka-ragaman kultural berkembang pesat. Psikologi Sosial saat ini sedang mengkaji keanekaragaman kultural dan dampak faktor-faktor kultural pada perilaku sosial.

Page 19: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 19

beraneka ragam. Lihat saja California, negara bagian terpadat di negara ini. Saat ini, sekitar 55 persen populasinya keturunan Eropa. Proyeksinya menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun mendatang tidak akan ada kelompok yang menjadi mayoritas di dalam populasi negara bagian itu. Untuk Amerika Serikat secara keseluruhan, diproyeksikan bahwa pada tahun 2050 keturunan Eropa hanya akan meliputi 53% dari seluruh populasinya. Statistik tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman multikultural merupakan fakta kehidupan di Amerika Serikat, sama seperti di banyak negara lainnya.

Meningkatnya keanekaragaman ini membangkitkan beberapa pertanyaan penting bagi psikologi sosial. Saat ini, sebagian besar ahli psikologi-sosial-praktis dunia tinggal dan bekerja di Amerika Utara. Akibatnya, sebagian besar proporsi penelitian psikologi sosial juga dilakukan di Amerika Serikat dan Kanada. Dapatkah temuan-temuannya digeneralisasikan ke negara-negara lain? Dengan kata lain, apakah prinsip-prinsip penelitian yang ditegakkan di Amerika Utara juga berlaku di belahan dunia lainnya? Sebagaimana dinyatakan oleh Smith dan Bond (1993), pertanyaan ini adalah pertanyaan terbuka. Kebanyakan ahli psikologi sosial berasumsi bahwa temuan-temuan penelitian mereka dapat digeneralisasikan ke budaya-budaya lain, dan bahwa proses-proses yang mereka kaji juga berlaku pada umat manusia di mana pun. Selayang pandang, pendapat ini tampak masuk akal. Lagi pula, mengapa cinta dan ketertarikan, konformitas, persuasi, atau prasangka harus berbeda di benua yang berbeda? Tetapi, penelaahan yang lebih cermat akan menunjukkan akan adanya kemungkinan bahwa bahkan proses-proses dasar semacam ini pun dapat sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural. Sebagai contoh, beberapa budaya tampaknya tidak memiliki konsep cinta romantik, sebuah konsep yang sangat menonjol di budaya-budaya Barat. Apakah orang-orang di budaya-budaya ini membangun hubungan jangka panjang dengan cara yang sama dengan orang-orang yang menjadi bagian budaya di mana ide tentang cinta-romantik merupakan sesuatu yang populer? Mungkin memang demikianlah adanya, tetapi mungkin juga tidak. Dalam kasus mana pun semakin jelas bagi para ahli psikologi sosial bahwa pertanyaan semacam itu memang penting dan perlu dikaji secara saksama. Asumsi yang menyatakan bahwa perilaku sosial di belahan bumi mana pun sama saja adalah asumsi yang tidak dapat diterima.

Selain itu, para ahli psikologi sosial semakin menyadari tentang kenyataan bahwa temuan pada salah satu gender mungkin tidak selalu berlaku pada gender lainnya. Meskipun perbedaan perilaku perempuan dan laki-laki seringkali dibesar-besarkan, tetapi beberapa perbedaan perilaku sosial memang terlihat di antara mereka (Feingold, 1994; Oliver dan Hyde, 1993). Jadi, kajian yang hanya difokuskan pada salah satu gender mungkin tidak akan mendapatkan cerita yang lengkap. Indikasi kongkret bahwa para ahli psikologi sosial menyadari tentang fakta ini terlihat dari data berikut: Pada tahun 1968, hanya 51 persen studi yang dipublikasikan di dalam Journal of Personality and Social Psychology dilaksanakan sekaligus pada pria dan wanita; pada tahun 1988 angka ini meningkat menjadi 82% (West, Newsom, dan Fenaughty, 1992). Di samping itu, proporsi artikel yang penulis (senior) pertamanya adalah wanita juga meningkat secara signifikan.

Page 20: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 20

21,224,0

27,8

0

5

10

15

20

25

30

35

Tahun

Pers

enta

se P

enul

is S

enio

r Wan

ita

Kami harus menambahkan bahwa perbedaan-perbedaan kultural sekarang disadari sebagai sebuah topik penelitian penting dan semakin banyak mendapat perhatian dari para ahli psikologi sosial.

Sebagai rangkuman, selama beberapa tahun terakhir ini psikologi sosial telah bergerak ke arah perspektif multikultural – kesadaran mengenai pentingnya faktor-faktor kultural dan keanekaragaman manusia cenderung semakin meningkat. Kami yakin bahwa tren ini akan terus berlanjut selama beberapa tahun ke depan. Untuk merefleksikan perubahan ini, setiap bab di dalam buku ini (kecuali bab ini) memiliki satu bagian yang bertajuk Keanekaragaman Sosial. Bagian-bagian ini akan menyoroti penelitian-penelitian yang berhubungan dengan keanekaragaman kultural dan efeknya, dan hubungan antara penelitian-penelitian itu dengan topik-topik yang dibicarakan di dalam bab yang bersangkutan. Semuanya merefleksikan keyakinan kami bahwa minat terhadap perbedaan kultural dan asal-muasalnya menjadi tren yang terus berkembang di dalam psikologi sosial.

Itulah prediksi-prediksi kami. Apakah prediksi-prediksi ini kelak akan terbukti akurat? Waktu yang akan membuktikannya. Tetapi, terlepas dari hal itu, ada prediksi lain yang juga cukup kami yakini, yaitu bahwa bagaimanapun bentuk perubahan yang akan dialami psikologi sosial dalam beberapa tahun mendatang, bidang ini akan tetap menjadi sebuah bidang yang aktif dan giat. Bidang yang memiliki potensi luar biasa untuk memberikan kontribusi kepada ilmu pengetahuan maupun kesejahteraan umat manusia.

Menjawab Berbagai Pertanyaan tentang Perilaku Sosial dan Pikiran sosial: Metode-metode Penelitian di dalam Psikologi Sosial Setelah Anda tahu tentang seperti apa psikologi sosial dan bagaimana bidang ini berkembang, kami rasa sudah saatnya bagi kami untuk beralih ke isu lain yang juga sangat penting, yaitu: Apa yang dilakukan para ahli psikologi sosial untuk

1968 1988 1994

Persentase penulis wanita meningkat selama beberapa tahun terakhir

Gambar 1.2. Tren Publikasi di dalam Psikologi Sosial: Meningkatnya Proporsi Penulis-Pertama Wanita. Sebagaimana tampak di sini, proporsi artikel yang dipublikasikan oleh perempuan di salah satu jurnal psikologi sosial terkemuka (Journal of Personality and Social Psychology) cenderung meningkat selama tiga dekade terakhir (Sumber: Berdasarkan data dari West, Newsom, dan Fenaughty, 1992 dan data yang dikumpulkan oleh R.A. Baron , 1995)

Page 21: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 21

menjawab berbagai pertanyaan tentang perilaku sosial dan pikiran sosial? Bagaimana cara mereka memperluas pengetahuan kita mengenai topik-topik ini? Sebagai ikhtisar tentang proses ini, kami akan menelaah tiga isu yang terkait dengan hal itu. Pertama, kami akan mendiskripsikan tentang dua metode utama yang digunakan di dalam penelitian di dalam psikologi sosial. Kedua, kami akan membicarakan tentang peran teori di dalam penelitian-penelitian tersebut. Terakhir, kami akan mengkaji sebagian isu-isu etik kompleks yang berkembang di dalam penelitian psikologi sosial dan dalam arti tertentu juga unik bagi penelitian tersebut.

Metode Eksperimental: Pengetahuan melalui Intervensi Karena subjek yang dikaji di bidang ini begitu beragam, para ahli psikologi sosial menggunakan berbagai macam merode di dalam penelitiannya (Baumeister, 1994; Murray dan Holmes, 1994). Tetapi, dua di antaranya jauh lebih sering digunakan, yaitu metode eksperimental dan metode korelasional. Karena metode eksperimental pada umumnya lebih disukai oleh para ahli psikologi sosial, kami akan mulai dengan metode yang kuat ini, setelah itu kami akan beralih ke metode korelasional.

Pengalaman dengan para mahasiswa kami menunjukkan bahwa banyak yang beranggapan bahwa metode eksperimental (atau eksperimentasi, untuk singkatnya) adalah metode yang agak misterius dan kompleks. Padahal metode ini pada dasarnya sederhana. Untuk memahami penggunaannya di dalam penelitian psikologi sosial, pertama-tama kami akan mendiskripsikan tentang sifat dasar eksperimentasi, setelah itu kami akan menjelaskan tentang dua kondisi yang harus dipenuhi agar penggunaannya berhasil-guna.

Eksperimentasi: Sifat Dasarnya. Seorang peneliti yang memutuskan untuk menggunakan eksperimentasi (atau metode eksperimental) pada umumnya mulai dengan tujuan yang jelas, yaitu menentukan apakah (dan sejauh mana) faktor (variabel) tertentu mempengaruhi aspek perilaku sosial tertentu. Untuk membuktikannya, peneliti kemudian (1) membuat variasi secara sistematis pada keberadaan atau kekuatan faktor tersebut dan (2) mencoba menetapkan apakah variasi tersebut memiliki dampak pada aspek perilaku sosial atau pikiran sosial yang diteliti. Ide sentral di balik prosedur ini adalah: Jika faktor yang dibuat bervariasi itu memang menimbulkan efek, maka individu yang dihadapkan pada berbagai jumlah (atau tingkat) faktor itu mestinya akan menunjukkan pola perilaku yang berbeda. Faktor dalam jumlah yang lebih sedikit mestinya akan memunculkan perilaku dengan tingkat atau pola tertentu, dan faktor dalam jumlah lebih banyak akan memunculkan pola yang berbeda.

Secara umum, faktor yang dibuat bervariasi secara sistematis oleh penelitinya disebut variabel independen, sedangkan aspek perilaku yang diteliti disebut variabel dependen. Jadi, di dalam sebuah eksperimen sederhana, para partisipan di kelompok-kelompok yang berbeda dihadapkan pada variabel independen dengan tingkat yang berbeda-beda (rendah, sedang, tinggi). Peneliti kemudian membandingkan secara saksama perilaku orang-orang yang berasal dari kelompok-kelompok berbeda (yang kadang-kadang juga dikenal sebagai kondisi) itu untuk menetapkan apakah perilaku mereka memang bervariasi sesuai perbedaan tingkat variabel independennya. Bila memang demikian – dan kedua

Perspektif Multikultural. Perspektif yang difokuskan pada pemahaman mengenai faktorfaktor kultural dan etnik yang mempe-ngaruhi perilaku sosial. Eksperimentasi. Metode penelitian di mana sebuah faktor atau lebih (variabel independen) diubah secara sistematis untuk menetapkan apakah variasi tersebut mempengaruhi sebuah faktor lain atau lebih (variabel dependen).

Page 22: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 22

kondisi lain yang diuraikan di bawah ini juga dipenuhi – maka peneliti tersebut dapat menyimpulkan secara tentatif bahwa variabel independen dimaksud memang mempengaruhi aspek perilaku atau kognisi yang diteliti.

Mungkin sebuah contoh kongkret akan membantu Anda dalam memahami sifat dasar proses ini. Mari kita lihat sebuah eksperimen yang dirancang untuk menelaah sebuah hipotesis (pernyataan yang belum diverifikasi) yang menyatakan bahwa ketika suasana hati sedang menyenangkan, orang lebih bersedia menolong orang lain. Di dalam penelitian itu, variabel independennya adalah faktor yang dirancang untuk membuat suasana hati subjeknya menyenangkan – misalnya, dengan memberikan hadiah kejutan. Variabel dependennya adalah kemauan mereka untuk menolong orang lain – misalnya, jumlah waktu yang mereka sediakan untuk menjadi relawan tak dibayar. Bagaimana cara studi itu dilaksanakan?

1. Partisipan akan mendatangi tempat pelaksanaan studi. Lalu, sebagai bagian prosedur umum, mereka akan menerima hadiah kecil (misalnya sekantong kecil permen) atau tidak menerima hadiah apa pun. Kondisi yang terakhir ini disebut kondisi kontrol, karena di dalam kondisi ini variabel yang diperkirakan akan mempengaruhi perilaku partisipan tidak ada. Kondisi kontrol menjadi basis untuk membandingkan besarnya efek yang ditimbulkan oleh variabel indepenen.

2. Setelah menerima atau tidak menerima hadiah, partisipan akan melakukan berbagai kegiatan, misalnya menyelesaikan tugas menyusun gambar atau mengisi kuesioner.

3. Sebagai bagian prosedur ini, mereka juga diberi kesempatan untuk membantu salah seorang peserta lain atau lebih. Sebagai contoh, mereka mungkin menerima permintaan bantuan dari salah seorang mitra kerjanya, atau diminta menyediakan waktu untuk mengikuti studi lain oleh peneliti. Partisipan di kedua kondisi – kondisi menerima hadiah dan kondisi tidak menerima hadiah – diberi kesempatan yang sama untuk menolong. Kesediaan atau ketidaksediaan partisipan untuk menolong maupun banyaknya pertolongan yang mereka berikan merupakan variabel dependen – ukuran yang memperlihatkan kesediaan mereka untuk menolong orang lain.

4. Jika hipotesisnya benar, maka hasilnya akan tampak seperti Gambar 1.3. D antara mereka yang menerima hadiah, lebih banyak yang mengatakan bersedia menolong dan menyediakan lebih banyak waktu dibanding mereka yang tidak menerima hadiah (di dalam kondisi kontrol). Ternyata, penelitian riil yang dilaksanakan dengan cara yang nyaris sama dengan eksperimen hipotetik ini menunjukkan hasil-hasil seperti tampak pada Gambar 1.3 (misalnya, Clark, 1991; Isen, 1987). Kami akan menelaah penelitian tersebut di Bab 10)

Variabel Independen. Faktor di dalam penelitian yang dibuat bervariasi secara sistematis oleh peneliti. Variabel Dependen. Variabel yang diukur di dalam suatu eksperimen

Page 23: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 23

40

75

18

35

0

20

40

60

80

100

Tidak menerima hadiah Menerima hadiah

Uku

ran

Kes

edia

an M

enol

ong

(Per

sent

ase

yang

Ber

sedi

a; M

enit

yang

D

idon

asik

an)

Persentase "Bersedia"

"Jumlah w aktu yang disediakan(menit)

Pada titik ini kami harus mengingatkan bahwa contoh ini mendiskripsikan tentang kasus yang amat sangat sederhana – jenis eksperimen paling sederhana yang pernah dilakukan ahli psikologi sosial. Di banyak kasus lainnya, para peneliti ingin melihat dampak beberapa variabel independen sekaligus. Sebagai contoh, di dalam studi yang baru saja didiskripsikan di atas, peneliti mungkin tidak hanya ingin melihat efek suasana hati pada perilaku menolong, tetapi mungkin juga ingin melihat efek-efek usaha yang terlibat di dalamnya. Ini disebabkan karena mungkin saja bahwa suasana hati yang menyenangkan memang meningkatkan kesediaan untuk menolong orang lain, tetapi hanya bila usaha yang dibutuhkan untuk itu tidak terlalu banyak. Bila tindakan itu membutuhkan banyak usaha, bahkan perasaan “berbunga-bunga” sekalipun mungkin tidak akan cukup dapat meningkatkan kecenderungan untuk menolong. Bagaimana hal ini dapat diteliti? Salah satu kemungkinannya adalah dengan membuat variasi pada besarnya permintaan yang diajukan kepada partisipan. Di dalam kondisi yang membutuhkan sedikit usaha, peneliti menjelaskan bahwa bantuan itu berupa mengisi beberapa kuesioner sederhana. Sebaliknya, di dalam kondisi yang membutuhkan banyak usaha, penelitian menjelaskan bahwa bantuan itu akan membutuhkan lebih banyak usaha (dan berpotensi mempermalukan), seperti misalnya menelepon seseorang untuk meminta uang. Ketika dua variabel atau lebih dimasukkan ke dalam sebuah eksperimen, maka jumlah informasi mengenai topik yang diminati pun akan lebih banyak diperoleh. Lagipula, di dalam situasi sosial riil, perilaku dan pikiran kita biasanya dipengaruhi oleh banyak faktor sekaligus. Hal yang lebih penting lagi adalah bahwa interaksi potensial antarvariabel dapat ditelaah – kita dapat menetapkan apakah dampak salah satu variabel independen dipengaruhi oleh

Gambar 1.3. Eksperimentasi: Sebuah Contoh Sederhana. Di dalam eksperimen yang dicontohkan di sini, partisipan di salah satu kelompok menerima hadiah kecil – sebuah prosedur yang dirancang untuk menciptakan suasana hati yang menyenangkan – sebelum menerima permintaan bantuan. Sebaliknya, kelompok kontrol tidak menerima hadiah apa pun sebelum menerima permintaan bantuan. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang menerima hadiah lebih cenderung menyatakan kesediaannya untuk menolong dan menyumbangkan lebih banyak waktunya. Temuan ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa dalam suasana hati yang menyenangkan orang lebih bersedia menolong orang lain.

Partisipan menunjukkan

perilaku menolong yang

lebih besar setelah

menerima hadiah kecil

Interaksi (antar-variabel). Contoh-contoh di mana efek-efek sebuah variabel dipengaruhi oleh efek-efek variabel(-variabel) lain.

Page 24: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 24

variabel(-variabel) lainnya dengan cara tertentu. Sebagai contoh, kita ambil banyaknya usaha yang terlibat di dalam tindakan menolong sebagai cntoh: Apakah suasana hati yang menyenangkan akan meningkatkan kecenderungan menolong tanpa mempedulikan berapa pun banyaknya usaha yang dilibatkan untuk itu? Atau, apakah efek-efek itu hanya muncul ketika usaha yang terlibat rendah? Gambar 1.4 memperlihatkan salah satu kemungkinan interaksi di antara kedua variabel ini: suasana hati yang menyenangkan hanya meningkatkan kecenderungan untuk menolong bila usaha yang dilibatkan sedikit.

18

15

35

16

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Sedikit usaha Banyak usaha

Usaha yang Dilibatkan untuk Memberikan Pertolongan

Jum

lah

Men

it ya

ng D

idon

asik

anTanpa hadiahAda hadiah

Eksperimentasi yang Sukses: Dua Persyaratan Dasar. Di atas kami telah mengemukakan bahwa sebelum kita dapat menyimpulkan bahwa sebuah variabel independen mempengaruhi suatu perilaku tertentu, ada dua kondisi yang harus dipenuhi. Pemahaman dasar mengenai kedua kondisi ini sangat penting untuk mengevaluasi kegunaan suatu eksperimen.

Kondisi yang pertama melibatkan hal yang biasa diistilahkan sebagai random assignment (pemilihan secara acak). Menurut prinsip ini, setiap orang yang ikut ambil bagian di dalam sebuah studi harus memiliki peluang yang sama untuk dihadapkan pada masing-masing tingkat variabel independennya. Alasan aturan ini sederhana saja: Jika partisipannya tidak ditempatkan secara acak ke dalam salah satu kelompok/kondisi, maka mustahil bagi peneliti untuk menetapkan apakah perbedaan perilaku yang ditemukan di dalam studi itu disebabkan oleh perbedaan yang sejak awal mereka bawa, oleh dampak variabel independen, atau dari keduanya. Sebagai contoh, masih dari studi kita mengenai suasana hati dan perilaku menolong, anggap saja bahwa partisipan yang menerima hadiah itu berpartipasi di sore hari. Mereka datang dalam keadaan lelah dan terus-menerus menggerutu karena sepanjang hari mereka sudah harus duduk di kelas. Sebaliknya, mereka yang berada di dalam kondisi tidak

Jika usaha yang dibutuhkan sedikit,

diterimanya hadiah kecil akan meningkatkan perilaku menolong

Jika usaha yang dibutuhkan banyak, diterimanya hadiah kecil tidak

meningkatkan perilaku menolong

Gambar 1.4. Interaksi antara Dua Variabel. Suasana hati yang menyenangkan hanya meningkatkan perilaku menolong jika usaha yang dilibatkan untuk itu sedikit. Jika usaha yang dilibatkan banyak, suasana hati yang menyenangkan tidak meningkatkan perilaku menolong. Ini mengilustrasikan adanya interaksi di antara dua variabel: suasana hati yang menyenangkan dan banyaknya usaha yang terlibat untuk memberikan pertolongan.

Page 25: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 25

menerima hadiah berpartisipasi pada waktu yang lebih awal, yaitu tidak lama setelah makan siang. Sekarang, anggap saja hasilnya mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal perilaku menolong di antara kedua kondisi ini. Apakah ini berarti bahwa perilaku menolong tersebut tidak dipengaruhi oleh suasana hati? Mungkin. Tetapi, temuan itu mungkin juga merefleksikan kenyataan bahwa orang-orang yang ikut ambil bagian di dalam studi pada sore hari sudah merasa kelelahan dan mudah tersinggung, sehingga sebuah hadiah kecil tidak cukup mampu memperbaiki suasana hatinya – atau, paling tidak, tidak cukup dapat memperbaiki suasana hatinya sampai ke tingkat yang dapat mempengaruhi kesediaannya untuk menolong orang lain. Masalah semacam itu dapat dihindari jika orang yang berpartisipasi pada siang dan sore hari dibagi secara merata di kedua kondisi (ada hadiah dan tidak ada hadiah). Jadi, seperti yang dapat Anda lihat, sangat penting bahwa semua partisipan di dalam sebuah eksperimen diberi peluang yang sama untuk ditempatkan di kelompok/kondisi eksperimental yang mana pun.

Kondisi yang kedua dapat dinyatakan sebagai berikut: Sejauh mungkin, semua faktor selain variabel independen, yang juga berkemungkinan mempengaruhi perilaku partisipan, harus dijaga agar tetap konstan. Untuk mengetahui alasannya, bayangkan apa yang akan terjadi jika petugas yang mengumpulkan data di dalam studi yang dicontohkan di atas adalah dua orang sangat berbeda keatraktifannya. Di samping itu, bayangkan juga bahwa petugas yang sangat atraktif menangani kondisi “menerima hadiah”, sedangkan petugas yang kurang atraktif menangani kondisi “tanpa hadiah”. Sekarang, asumsikan bahwa hasilnya menunjukkan bahwa partisipan yang menerima hadiah menunjukkan perilaku menolong yang lebih tinggi. Apa yang menyebabkan munculnya hasil ini? Hadiahnya? Keatraktifan penelitinya? Atau, kedua-duanya? Jelas, hal ini mustahil untuk dijawab. Di dalam situasi ini, variabel independennya (menerima hadiah kecil) membaur dengan variabel lain – keatraktifan peneliti. Ketika confounding (pembauran) itu terjadi, mustahil untuk menetapkan penyebab terjadinya perbedaan di antara kondisi-kondisi eksperimental yang berbeda. Hasilnya: temuannya juga mustahil untuk diinterpretasi. (Dalam kasus ini, percampuran itu dapat dihindari dengan memastikan bahwa kedua peneliti itu menangani semua kondisi eksperimental).

Metode Korelasional: Pengetahuan melalui Observasi Sistematis Di atas, kami telah mengemukakan bahwa eksperimentasi adalah metode yang lebih disukai oleh penelitian di dalam psikologi sosial (Di bawah ini kita akan melihat apa sebabnya). Tetapi, eksperimentasi kadang-kadang mustahil dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, variasi sistematis di dalam faktor tertentu berada di luar kontrol eksperimenter. Bayangkan, misalnya, tentang seorang peneliti yang percaya bahwa politisi yang menggunakan teknik-teknik persuasi tertentu di dalam pidatonya lebih berkemungkinan untuk menang dalam pemilihan dibanding mereka yang tidak menggunakannya. Jelas, untuk melihat berapa orang kandidat dari masing-masing kondisi yang dapat memenangkan pemilihan, akan sangat sulit bagi si peneliti untuk meyakinkan sebagian kandidat agar mau menggunakan teknik-teknik ini dan meyakinkan sebagian kandidat lainnya untuk tidak menggunakannya,.

Kedua, kendala-kendala etik tidak memungkinkan peneliti untuk melakukan eksperimen yang sebenarnya fisibel untuk dilakukan. Dengan kata

Penempatan Partisipan Secara Random ke dalam Kelompok-kelompok. Sebuah persyaratan dasar untuk menyelengga-rakan eksperimen yang valid. Menurut prinsip ini, semua partisipan harus memiliki peluang yang sama untuk dihadapkan pada masing-masing tingkat variabel independen Confounding (pembauran). Kebingungan yang timbul akibat adanya faktor-faktor lain di luar variabel independen di dalam sebuah eksperimen, yang menunjukkan adanya variasi di kondisi-kondisi eksperimental yang berbeda. Ketika pembauran itu terjadi, mustahil untuk menetapkan apakah hasil-hasil eksperimen itu disebabkan oleh efek-efek yang ditimbulkan oleh variabel independen atau oleh variabel lain. Metode Korelasional. Metode penelitian di mana lilmuwan me-lakukan pengamat-an secara sistema-tis terhadap dua variabel atau lebih untuk menetapkan apakah perubahan yang terjadi pada salah satu variabel itu disertai oleh perubahan pada variabel yang lain.

Page 26: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 26

lain, sebenarnya kondisi yang ada memungkinkan untuk membuat variasi pada faktor yang ingin diteliti, tetapi dengan melakukannya peneliti itu akan melanggar standar etik yang berlaku di kalangan ilmuwan maupun masyarakat. Anggap saja bahwa seseorang memiliki alasan yang kuat untuk percaya bahwa faktor-faktor tertentu meningkatkan kecenderungan kekerasan di dalam hubungan yang intim – misalnya dengan menayangkan sejumlah besar film yang mengandung kekerasan kepada pasangan-pasangan romantik. Dalam kasus ini sang peneliti dapat membayangkan tentang cara yang akan digunakan untuk menguji hipotesisnya, tetapi dengan melakukannya ia akan dianggap tidak etik. Lagipula, peneliti tidak berhak menempatkan subjeknya pada kondisi yang dapat meningkatkan peluang mereka, atau pasangan romantiknya, untuk menjadi korban kekerasan. Tidak satu ahli psikologi sosial pun yang terpikir untuk melakukan penelitian semacam itu, dan siapa pun yang melakukannya pasti akan ditentang keras oleh rekan-rekan sejawatnya.

Ketika dihadapkan pada masalah-masalah semacam ini, ahli psikologi sosial seringkali memilih untuk mengadopsi teknik penelitian alternatif yang dikenal sebagai metode korelasional. Di dalam pendekatan ini, penelitian tidak berusaha mengubah sebuah variabel atau lebih untuk melihat efek-efek perubahan ini pada variabel lain. Sebaliknya, mereka hanya sekadar mengamati perubahan-perubahan yang terjadi secara alamiah pada variabel-variabel yang dimaksud untuk melihat apakah perubahan tersebut berhubungan dengan terjadinya perubahan pada variabel lain. Hubungan tersebut dikenal sebagai korelasi. Semakin kuat hubungannya, semakin tinggi pula korelasinya. (Korelasi berkisar antara -1,00 sampai +1,00. Semakin jauh jaraknya dari 0,00, semakin kuat pula hubungan di antara variabel-variabel yang dimaksud).

Untuk mengilustrasikan metode korelasional ini, marilah kita sekali lagi melihat studi mengenai suasana hati dan perilaku menolong tadi. Peneliti yang ingin menelaah isu ini dengan menggunakan metode korelasional mungkin akan melakukan proses sebagai berikut. Ia akan berdiri di dekat orang-orang yang sedang mengumpulkan sumbangan, lalu bertanya kepada orang lewat untuk mengukur suasana hatinya saat ini. Peneliti itu dapat bertanya: “Pada skala 1-7, di mana 1 adalah sedih dan 7 adalah senang, bagaimana perasaan Anda saat ini?” Bila suasana hati berhubungan dengan perilaku menolong, maka peneliti itu mungkin akan menemukan korelasi positif antara suasana hati yang dilaporkan oleh orang-orang itu dan kecenderungan mereka untuk menyumbang serta besarnya sumbangan yang mereka serahkan. Perlu diketahui bahwa di dalam kasus ini peneliti tersebut tidak berusaha membuat variasi pada suasana orang-orang lewat yang ditanyainya. Ia hanya mencari informasi yang terkait dengan dua variabel – suasana hati mereka saat itu dan tingkat kemurahhatian mereka – guna menentukan apakah kedua variabel tersebut berhubungan.

Metode korelasional menawarkan beberapa keuntungan. Salah satunya, ahli psikologi sosial dapat menggunakannya untuk meneliti perilaku di banyak konteks kehidupan nyata. Temuan yang diperolehnya kemudian dapat menjadi dasar bagi penelitian laboratorik yang lebih sempurna. Keuntungan lainnya, metode ini seringkali sangat efisien dan dapat digunakankan untuk mendapatkan sejumlah besar data menarik dalam waktu singkat. Di samping itu, metode ini dapat diperluas sehingga dapat memasukkan banyak variabel sekaligus. Jadi, di dalam studi yang didiskripsikan di atas, informasi tentang umur dan gender subjek maupun kesediaan mereka untuk menyumbang dapat diperoleh. Melalui prosedur statistik yang dikenal dengan nama analisis regresi, derajat hubungan

Page 27: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 27

masing-masing variabel dengan perilaku menolong – dan dengan demikian juga tingkat prediksinya terhadap perilaku tersebut – dapat ditetapkan.

Tetapi, sayangnya, metode korelasional memiliki kelemahan penting. Berlawanan dengan eksperimentasi, hubungan sebab-akibat di dalam temuan-temuannya tidak dapat diketahui secara pasti. Kenyataan bahwa perubahan pada sebuah variabel disertai oleh perubahan pada variabel lain tidak menjamin adanya hubungan sebab-akibat di antara mereka – perubahan pada variabel yang pertama belum tentu menjadi penyebab terjadinya perubahan pada variabel yang kedua. Pada banyak kasus, kenyataan bahwa dua variabel cenderung naik atau turun bersama-sama hanya mencerminkan fakta bahwa keduanya dipengaruhi oleh variabel ketiga. Sebagai contoh, di kalangan laki-laki, penghasilan tahunan berhubungan negatif dengan jumlah rambut di kepala mereka. Apakah ini berarti bahwa tingkat kesejahteraan menyebabkan terjadinya kebotakan? Hal ini sangat jarang terjadi. Sebaliknya, yang jelas, kedua variabel ini berhubungan dengan faktor ketiga – umur. Ketika umur bertambah, jumlah rambut berkurang, sementara pengalaman dan gaji cenderung naik. Mungkin, hal yang pokok tentang korelasi ini dapat dijelaskan melalui beberapa contoh tambahan seperti yang dicantumkan di dalam Tabel 1.3. Dapatkah Anda menyebutkan faktor-faktor ketiga yang mungin mendasari hubungan-hubungan yang terlihat di dalam tabel tersebut? (Jawaban untuk pertanyaan ini tersedia di dalam tabel yang sama).

Pada titik ini masalahnya menjadi jelas. Adanya korelasi di antara dua faktor, bahkan korelasi yang kuat sekalipun, bukan merupakan indikator yang definitif bahwa mereka berhubungan secara kausal. Kesimpulan semacam itu hanya dapat dijastifikasi bila ada bukti-bukti lain yang konfirmatif.

Tabel 1.3. Korelasi-korelasi yang Tidak Menyiratkan Hubungan Sebab-Akibat: Beberapa Contoh

Seluruh korelasi yang diperlihatkan di sini sudah diobservasi. Tetapi, tidak satu pun yang menunjukkan bhawa kedua faktor yang terlibat berhubungan secara kausal. Dapatkah Anda menyebutkan satu faktor lain atau lebih yang mungkin mendasari masing-masing hubungan yang tampak di sini?

Korelasi yang Diobservasi Penyebab yang Mungkin Mendasari

Semakin tinggi tingkat pendapatan orang, semakin sedikit jumlah anak yang dimilikinya Semakin padat penduduk di sebuah kota, semakin tinggi pula angka kriminalitasnya Semakin besar ukuran mobil, semakin lambat pula angka kecepatannya di jalan raya Jawaban:

1. Semakin tinggi pendapatan orang, semakin tinggi pula pendidikan yang mereka miliki dan semakin efektif pula sarana keluarga berencana yang mereka gunakan. Atau: Semakin tinggi pendapatan orang, semakin tinggi pula kemampuan mereka untuk membeli saranan keluarga yang lebih efektif, yang harganya biasanya juga cenderung lebih mahal.

2. Semakin tinggi kepadatan penduduk di sebuah kota, semakin tinggi pula tingkat kemiskinan di kota itu, dan kemiskinan berhubungan dengan kriminalitas. Atau: Semakin tinggi kepadatan penduduk di sebuah kota, semakin besar pula jumlah tuna wisma yang ada di kota itu, sehingga potensi jumlah orang yang menjadi korban tindak kriminal juga meningkat.

3. Pemilik mobil berukuran besar cenderung sudah tua, dan orang yang lebih tua juga cenderung berkendara dengan lebih lambat. Atau: Mobil berukuran besar biasanya adalah mobil-mobil yang cenderung lebih tua dibanding mobil-mobil yang berukuran lebih kecil, dan semakin tua usia mobil tersebut semakin rendah pula tingkat akselerasinya atau semakin banyak pula masalah pada mesinnya sehingga mengurangi kecepatannya

Page 28: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 28

Ahli Psikologi Sosial sebagai Orang-orang yang Senantiasa Bersikap Skeptik: Pentingnya Replikasi, Meta-Analisis, dan Tindakan Konvergen Marilah kita kembali sekali lagi ke pertanyaan penelitian yang telah beberapa kali kita bahas: Apakah suasana hati yang menyenangkan meningkatkan kecenderungan untuk menolong orang lain? Anggap saja kita telah mengadakan eksperimen yang sangat saksama tentang topik ini sehingga menemukan hasil-hasil yang sangat signifikan, yaitu bahwa partisipan yang menerima perlakuan yang dirancang untuk memperbaiki suasana hatinya memang menawarkan lebih banyak bantuan dibanding mereka yang tidak menerima perlakuan semacam itu. Berdasarkan hasil-hasil ini, dapatkah kita menyimpulkan bahwa hipotesis kita terbukti benar?

Meskipun tergoda untuk menjawab “YA”, para ahli psikologi sosial akan mengambil posisi yang sedikit berbeda. Mereka akan setuju bahwa kita berangkat melalui titik yang baik dan temuan-temuan pertamanya konsisten dengan hipotesis mereka. Tetapi, sebelum menyimpulkan bahwa hipotesis tersebut mewakili kebenaran – yaitu diskripsi yang akurat mengenai dunia sosial – mereka memerlukan bukti-bukti tambahan. Para ahli psikologi sosial akan mensyaratkan bahwa para peneliti lain juga menguatkan/mengkonfirmasikan hasil-hasil tersebut di dalam studi-studi yang dilakukan setelah itu. Dengan kata lain, mereka mengharuskan bahwa temuan-temuan itu direplikasikan (direproduksi) berulang kali – terutama di dalam studi-studi yang menerapkan berbagai macam metode yang berbeda, dengan ukuran perilaku menolong yang berbeda, dengan determinan suasana hati yang berbeda, dan dengan populasi yang berbeda. Jadi, sebagai contoh, sebelum menerima hipotesis yang menyatakan bahwa suasana hati yang menyenangkan meningkatkan kecenderungan untuk menolong, mereka juga ingin melihat bahwa temuan itu direplikasikan tidak hanya di dalam beberapa studi laboratorik lain tetapi juga di “dunia nyata” – yang oleh para ahli psikologi sosial sering disebut sebagai natural field setting.

Di sinilah sebuah masalah serius muncul ke permukaan: amat jarang terjadi bahwa penelitian-penelitian psikologi sosial yang berbeda mendapatkan temuan-temuan yang seratur persen konsisten. Pola yang lebih lazim terlihat adalah bahwa sebagian studi menawarkan dukungan pada sebuah hipotesis sementara studi lainnya tidak menawarkan dukungan semacam itu. Mengapa? Hal ini sebagian disebabkan karena peneliti yang berbeda mungkin menggunakan metode yang berbeda pula. Sebagai contoh, sebagian peneliti mungkin berusaha menginduksi suasana hati yang menyenangkan dengan memberikan hadiah kecil kepada partisipannya, sementara peneliti lain mungkin berusaha mencapai tujuan yang sama dengan memberikan pujian pada hasil kerja partisipannya. Ada kemungkinan bahwa prosedur yang berbeda ini mengangkat suasana hati partisipan sampai ke tingkat yang berbeda pula, dan perilaku menolong meningkat hanya ketika suasana mencapai ambang batas tertentu saja. Ini hanya satu contoh. Ada banyak alasan mengapa hasil-hasil penelitian berbeda dari satu studi ke studi lain. Apapun penyebabnya, hasil-hasil yang tidak konsisten itu menimbulkan beberapa pertanyaan penting yang harus dijawab.

Menginterpretasikan Hasil-hasil yang Tidak Sama: Peran Meta-Analysis. Jadi, apa yang dilakukan para ahli psikologi sosial ketika hasil-hasil studi yang

Page 29: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 29

berbeda, yang semuanya dirancang untuk menguji hipotesis yang sama, tidak sama? Di masa lalu, mereka akan mereviu semua bukti yang ada. Lalu, berdasarkan insight dan pernilaian pribadi, mereka akan mencoba meraih kesimpulan tentang makna perbedaan ini. Dengan kata lain, mereka mencoba menetapkan, dengan cara yang relatif informal, apakah sebagian besar studi yang mereka reviu memperlihatkan pola tertentu. Kesimpulan yang diperoleh dari pendekatan yang melibatkan reviu naratif ini (Beaman, 1991) jelas sangat jauh dari harapan.

Untungnya, sekarang ada cara yang lebih baik untuk menangani situasi semacam itu – sebuah cara yang digunakan untuk menggabungkan hasil-hasil studi independen guna mendapatkan kesimpulan tentang hipotesis yang diteliti oleh semua studi tersbut. Teknik ini dikenal sebagai meta-analisis – sebuah prosedur statistik yang digunakan untuk menggabungkan hasil-hasil yang diperoleh dari banyak studi untuk membuat estimasi tentang arah dan besarnya efek variabel independen tertentu. Dengan kata lain, setelah melakukan sebuah meta-analisis dengan benar, seorang ahli psikologi sosial dapat mencapai kesimpulan tentang apakah dan seberapa jauh sebuah variabel tertentu mempengaruhi aspek perilaku sosial tertentu berdasarkan sejumlah besar studi yang berbeda. Karena meta-analisis sangat bergantung pada prosedur matematik, banyak ahli pasikologi sosial yang percaya bahwa hasil-hasilnya lebih konklusif dibanding reviu reviu naratif informal (misalnya, Eagly, Karau, dan Makhijani, 1995; Feingold, 1994).

Secara ringkas, meta-analisis merupakan alat penting untuk memahami hasil-hasil penelitian psikologi sosial maupun untuk memahami perilaku dan kognisi sosial. Dengan demikian, di sepanjang buku ini kami akan sejauh mungkin mengacu pada reviu-reviu terhadap literatur, yang dilakukan berdasarkan prosedur ini.

Di Luar Replikasi: Tindakan Konvergen di dalam Psikologi Sosial. Kami sebelumnya telah mengemukakan tentang fakta bahwa temuan penelitian penelitian yang dapat direplikasi – direproduksi dalam kondisi yang sama – saja tidak cukup dapat digunakan untuk mengatasi keskeptikan ilmiah. Sebelum ahli psikologi sosial menetapkan validitas sebuah temuan, mereka lebih senang bila temuan itu juga ditemukan di konteks-konteks lain dan di dalam kondisi-kondisi yang berbeda, sehingga meskipun berbeda dengan konteks aslinya, temuan itu terkait secara logis dengannya. Prinsip ini dikenal sebagai converging operation (tindakan konvergen) dan sering digunakan oleh para ahli psikologi sosial. Secara singkat, pendekatan ini menyatakan bahwa jika sebuah variabel tertentu mempengaruhi perilaku sosial tertentu dengan cara mempengaruhi mekanisme psikologis yang mendasarinya (misalnya meningkatnya suasana hati), maka variabel-variabel lain yang mempengaruhi mekanisme psikologis yang sama mestinya akan menghasilkan efek-efek serupa bahkan jika mereka tampak sangat berbeda dengan variabel awalnya.

Untuk mengilustrasikan tentang pentingnya tindakan konvergen ini, marilah kita sekali lagi kembali ke hipotesis yang menyatakan bahwa orang-orang yang suasana hatinya menyenangkan akan cenderung lebih suka menolong dibanding mereka yang suasana hatinya netral. Kita asumsikan bahwa semua studi awal yang dirancang untuk menguji hipotesis ini berusaha menempatkan sebagian partisipannya dalam suasana hati yang menyenangkan dengan

Meta-Analisis. Teknik statistik yang diguna-kan untuk mengga-bungkan data dari berbagai studi indepen-den untuk mene-tapkan apakah di dalam studi-studi tersebut variabel-variabel tertentu (atau interaksi antar-variabel tertentu) memiliki efek signifikan. Tindakan Konvergen. Sebuah prinsip yang ber-guna untuk menetapkan validitas temuan peneliti-an. Tindakan konvergen menyatakan bahwa jika suatu variabel tertentu mempengaruhi beberapa aspek perilaku sosial dengan cara mempenga-ruhi mekanisme psikolo-gis yang mendasarinya, maka variabel-variabel lain yang mempengaruhi mekanisme yang sama mestinya akan menghasilkan efek yang sama terhadap perilaku tersebut.

Page 30: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 30

memberikan hadiah kecil kepada mereka. Sejauh itu semuanya berjalan baik. Tetapi, jika hipotesis tersebut benar-benar akurat, maka tidakkah kecenderungan menolong itu akan ditemukan sebagai respon terhadap variabel apapun yang menempatkan orang pada suasana hati yang menyenangkan? Dengan kata lain, hubungan antara suasana hati dan kecenderungan menolong itu mestinya tidak terbatas pada kondisi menerima hadiah kecil saja. Hal itu mestinya juga berlaku jika, misalnya, partisipan mendapat pujian atas hasil kerjanya atau melihat tayangan film komedi yang sangat lucu. Bila temuan penelitian menunjukkan bahwa hal itu memang benar, maka keyakinan terhadap akurasi hipotesis tersebut akan semakin kuat. Bob Baron meletakkan prinsip ini di dalam serangkaian studi tentang sebuah variabel yang baru akhir-akhir ini saja memasuki arus-utama penelitian psikologi sosial, yaitu: wewangian yang menyenangkan.

9,58

20,2118,54

29,38

0

5

10

15

20

25

30

Kontrol Aroma lemon Aroma floral Hadiah

Kondisi Eksperimental

Jum

lah

Men

it ya

ng D

isum

bang

kan

Dewasa ini ada banyak hipotesis tentang wewangian yang ditulis di penerbitan populer. Para ahli psikologi sosial sendiri telah lama mencurigai adanya dasar ilmiah tertentu untuk memprediksikan bahwa wewangian memang mempengaruhi perilaku manusia. Secara spesifik, alasan untuk itu adalah karena orang sudah beribu-ribu tahun menggunakan wewangian di rumahnya, dan mereka mungkin melakukan itu karena bau yang menyenangkan itu dapat membuat suasana hati mereka menyenangkan. Dengan kata lain, wewangian yang menyenangkan dapat dianggap sebagai sumber enivironmental bagi suasana hati yang menyenangkan. Untuk menguji hipotesis ini, Baron menyelenggarakan beberapa studi di mana partisipannya melakukan berbagai macam tugas dalam kondisi dengan atau tanpa wewangian yang aromanya dinilai paling enak oleh sejumlah besar mahasiswa (dua macam aroma yang mendapatkan pernilaian tertinggi adalah aroma lemon dan aroma floral yang lembut). Selama mengerjakan tugas tersebut, partisipan menerima permintaan bantuan dari pasangannya. Akankah mereka lebih bersedia membantu orang ini

Adanya wewangian dan menyenangkan maupun diberi

hadiah kecil meningkatkan kecenderungan untuk menolong

Gambar 1.5 Tindakan Konvergen: Sebuah Ilustrasi. Adanya wewangi-an yang menyenangkan atau menerima hadiah kecil cenderung meningkatkan perilaku menolong. Karena pemberian hadiah kecil diketahui meningkatkan perlaku menolong karena menempatkan orang pada susasana hati yang menge-nangkan, maka prinsip tindakan konvergen menya-takan bahwa wewangian yang menyenangkan juga memiliki efek yang sama Sumber: Berdasarkan data dari Baron dan Thomley, 1994)

Page 31: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 31

jika mereka bekerja di ruangan dengan aroma wewangian yang menyenangkan? Seperti yang dapat kita lihat di dalam Gambar 1.5, hal itu memang terjadi. Selain itu, orang-orang yang bekerja di ruangan berwewangian memperlihatkan tingkat menolong yang lebih-kurang sama dengan mereka yang bekerja di ruangan tanpa wewangian tetapi menerima hadiah kecil – yang merupakan cara standar untuk menginduksi suasana hati yang positif di dalam psikologi sosial (Baron dan Bronfen, 1994; Baron dan Thomley, 1994). Hal yang menarik, kedua aroma yang berbeda itu memberikan efek yang hampir sama. Mungkin hal ini disebabkan karena keduanya sama-sama menyenangkan dan sama-sama meningkatkan suasana hati ke taraf sedang-sedang saja. Salah satu replikasi paling menarik dari temuan ini diperoleh dari studi yang dilakukan oleh Baron (1996) di sebuah mal besar. Di dalam studi itu Baron (1996) menemukan bahwa orang yang lalu-lalang di tempat itu menunjukkan kecenderungan yang lebih tinggi untuk menolong seseorang yang penanya terjatuh, atau memberi penukaran uang receh kepada orang yang memintanya, ketika udara di dalam mal itu diberi wewangian yang menyenangkan (misalnya bau kue yang sedang dioven atau aroma kopi panas) dibanding bila tidak ada aroma yang menyenangkan.

Jadi, secara ringkas, tindakan konvergen adalah sarana yang bermanfaat bagi para ahli psikologi sosial dan merupakan salah satu sarana yang sering mereka gunakan untuk memperkuat keyakinan mereka terhadap keakuratan berbagai hipotesis.

Peran Teori di dalam Psikologi Sosial Selama bertahun-tahun, mahasiswa-mahasiswa kami sering bertanya: “Bagai-mana cara para ahli psikologi mendapatkan pada ide-ide menarik untuk diteliti?” Tidak ada jawaban yang sederhana untuk pertanyaan ini. Sebagian proyek penelitian didasarkan pada pengamatan informal terhadap dunia sosial di sekitar kita. Para ahli psikologi sosial mencatat beberapa aspek perilaku sosial atau pikiran sosial yang menimbulkan tanda tanya kemudian merencanakan penelitian untuk meningkatkan pemahaman mereka mengenai aspek tersebut. Kemung-kinan yang lain, ide proyek penelitian itu timbul oleh adanya temuan dari studi sebelumnya. Eksperimen psikologi sosial yang sukses tidak sekadar menjawab pertanyaan-pertanyaan – eksperimen-eksperimen itu juga memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru. Bahkan, seperti dikemukakan oleh Wegner (1992), studi-studi yang melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru seringkali merupakan studi-studi yang paling bermakna di dalam psikologi sosial. Sedangkan studi-studi “tertutup” yang tampaknya telah menjawab semua pertanyaan dan semua sanggahan yang mungkin diajukan sebenarnya justru bertentangan dengan kreativitas di bidang ini. Mungkin, dasar terpenting untuk ide-ide penelitian di dalam psikologi sosial adalah teori-teori formal.

Dalam istilah sederhana, teori mewakili usaha ilmuwan di bidang apapun untuk menjawab pertanyaan: Mengapa? Teori melibatkan usaha untuk memahami secara tepat mengapa suatu kejadian atau proses tertentu terjadi. Teori bukan sekadar observasi atau diskripsi tentang aspek-aspek perilaku sosial. Teori juga mencoba menjelaskannya. Mengkembangkan teori-teori yang komprehensif dan akurat merupakan tujuan utama semua ilmu pengetahuan (Howard, 1985; Popper, 1959), dan psikologi sosial bukan merupakan pengecualian dalam hal ini. Jadi, sejumlah besar penelitian di bidang kita

Page 32: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 32

berhubungan dengan upaya-upaya untuk membangun, menguji, dan menyempurnakan berbagai kerangka teoritik. Tetapi, apa yang dimaksud dengan teori dan bagaimana teori itu dimanfaatkan di dalam penelitian psikologi sosial? Pertanyaan tersebut sebaiknya dijawab di dalam konteks contoh tertentu – yang sampai saat ini sudah cukup Anda kenal!

Anggap saja bahwa seorang ahli psikologi sosial tertarik dengan pertanyaan: Mengapa orang-orang yang suasanya hatinya sedang menyenangkan lebih bersedia menolong dibanding orang-orang yang suasana hatinya sedang netral? Setelah mengkaji literatur yang ada, peneliti itu menemukan adanya beberapa kemungkinan. Sebagai contoh, orang-orang yang suasana hatinya sedang menyenangkan mungkin ingin “menjaga agar segala sesuatunya tetap berjalan baik”. Karena membantu orang lain cenderung membuat kita merasa senang, maka untuk alasan ini orang menjadi lebih bersedia menolong. Kemungkinan lain adalah bahwa suasana hati yang menyenangkan menyebabkan orang memikirkan tentang hal-hal positif tentang dirinya sendiri. Karena “orang baik” selalu menolong orang yang membutuhkanya, maka faktor ini juga memberikan kontribusi pada meningkatnya perilaku menolong ketika orang berada di dalam suasana hati yang menyenangkan. Tetapi, peneliti itu mungkin juga mencatat beberapa temuan yang menunjukkan bahwa efek-efek tersebut hanya muncul jika usaha yang dilibatkan untuk membantu orang lain tidak terlalu besar.

Dengan menyatukan ide-ide ini, ahli psikologi sosial tersebut sekarang merumuskan sebuah teori awal yang menyatakan “Orang-orang yang suasana hatinya menyenangkan bersedia menolong orang lain untuk mempertahankan suasana hatinya yang menyenangkan dan untuk mempertahankan citra-diri positifnya. Tetapi, mereka hanya akan melakukannya jika usaha yang dibutuhkan untuk itu tidak terlalu besar.” Di bidang-bidang sains lainnya, seperti ilmu fisika atau ilmu kimia, teori seringkali dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik. Tetapi, di dalam psikologi sosial, teori biasanya dirumuskan dalam bentuk pernyataan verbal seperti contoh di atas. Terlepas dari cara pengekspresiannya, teori terdiri atas dua bagian utama, yaitu: (1) beberapa konsep dasar (di dalam contoh kita adalah suasana hati, perilaku menolong, mempertahankan suasana hati, citra-diri, pengorbanan yang dibutuhkan untuk menolong), dan (2) pernyataan tentang hubungan di antara konsep-konsep ini (“Orang-orang yang suasana hatinya menyenangkan mencoba mempertahankan keadaan menyenangkan itu dengan menolong orang lain selama pengorbanan yang dibutuhkan tidak tinggi”).

Tetapi, perumusan sebuah teori hanya merupakan langkah pertama dari sebuah proses yang berkelanjutan. Hanya teori-teori yang telah diuji secara saksama dan telah mendapatkan konfirmasi yang dapat dianggap berguna. Jadi, di dalam psikologi sosial, seperti halnya di bidang-bidang ilmiah lainnya, setelah sebuah teori dirumuskan, beberapa prosedur biasanya akan mengikutinya. Pertama, prediksi yang ditarik berdasarkan teori tersebut. Prediksi ini dirumuskan sesuai dengan prinsip-prinsip logika dasar dan dikenal sebagai hipotesis. Sebagai contoh, salah satu hipotesis dari teori yang baru saja kita rumuskan tadi adalah: Jika orang yang suasana hatinya menyenangkan mampu mempertahankan suasana hatinya dengan cara-cara selain dengan menolong orang lain, dan alternatif ini memerlukan usaha yang lebih kecil, maka kesediaan mereka untuk menolong tidak akan lebih besar dibanding orang-orang yang suasana hatinya netral.

Teori. Usaha yang dilakukan ilmuwan di bidang apapun untuk menjawab pertanyaan Mengapa? Teori melibatkan usaha-usaha untuk mema-hami mengapa keja-dian atau proses tertentu terjadi.

Page 33: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 33

Setelah itu, hipotesis tersebut diuji dengan penelitian aktual. Bila hipotesis itu mendapatkan konfirmasi, maka keyakinan mengenai keakuratan teori tersebut akan meningkat. Tetapi, bila hipotesis itu tidak mendapatkan konfirmasi, maka keyakinan terhadap teori tersebut akan berkurang. Dengan demikian teori itu mungkin akan diganti dan prediksi baru akan dirumuskan. Bila prediksi yang telah dimodifikasi ini mendapatkan konfirmasi, maka teori tersebut dapat dimodifikasi lagi atau sama sekali digugurkan. Gambar 1.6 merangkum proses ini.

Bukti konfirmatorik yang diperoleh di dalam penelitian yang saksama merupakan fitur krusial dari teori yang dianggap berguna di bidang sains mana pun. Tetapi, di samping itu, teori-teori sukses – yang dianggap berguna oleh para ilmuwan – memiliki beberapa fitur lain. Pertama, mereka membantu ilmuwan dalam mengorganisasikan dan menjelaskan berbagai macam temuan. Sebagai contoh, teori di atas mestinya dapat membantu menjelaskan mengapa, di dalam situasi tertentu (usaha yang dibutuhkan rendah), orang-orang yang suasana hatinya menyenangkan lebih bersedia menolong dibanding di dalam situasi lain (usaha yang dibutuhkan terlalu tinggi). Kedua, teori yang sukses dapat diperluas sehingga mampu menjelaskan fenomena yang semakin bertambah luas. Sebagai contoh, teori yang menyatakan bahwa suasana hati saat ini mempengaruhi kesediaan menolong mungkin berlaku pada suasana hati yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Dua hal terakhir yang perlu dikemukakan di sini adalah sebagai berikut: Pertama, teori tidak pernah terbukti dalam arti mutlak. Sebaliknya, teori selalu membuka peluang untuk diuji dan diterima dengan keyakinan yang lebih atau kurang kuat sesuai dengan bobot bukti yang tersedia. Kedua, penelitian tidak dilakukan untuk membuktikan atau memverifikasi sebuah teori. Penelitian

Prediksi mendapatkan

konfirmasi

Keyakinan terhadap keakuratan teori

berkurang

Teori digugurkan

Teori dimodifikasi

Prediksi tidak mendapatkan

konfirmasi

Prediksi yang ditarik dari teori ini

(hipotesis)

Teori tentang aspek perilaku sosial tertentu

Keyakinan terhadap keakuratan teori

bertambah

Penelitian dirancang untuk menguji prediksi

Gambar 1.6 Teori: Landasan Penting untuk Penelitian Psikologi Sosial. Setelah sebuah teori dirumuskan, prediksi yang ditarik darinya diuji melalui penelitian aktual. Bila prediksi tersebut mendapatkan konfirmasi, keyakinan terhadap keakuratan teori tersebut akan bertambah. Jika tidak mendapatkan konfirmasi, keyakinan terhadap keakuratan teori itu akan berkurang. Teori tersebut kemudian dimodifikasi guna mendapatkan prediksi baru atau, sama sekali digugurkan.

Page 34: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 34

dilakukan untuk mendapatkan bukti yang relevan dengan teori tersebut. Bila seorang peneliti berangkat dengan tujuan “membuktikan” bahwa teorinya benar, maka tindakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap sifat skeptik ilmu pengetahuan!

Mencari Ilmu dan Hak-hak Individu: Mencari Keseimbangan yang Pas Dalam menggunakan eksperimentasi dan observasi sistematik serta penekanan-nya pada upaya membangun teori, para ahli psikologi sosial tidak berbeda dengan peneliti di banyak bidang lain. Tetapi, ada salah satu teknik yang khas untuk penelitian psikologi sosial, yaitu: deception (kebohongan). Teknik ini melibatkan usaha peneliti untuk menahan atau menutupi informasi tentang tujuan studi dari partisipannya. Alasan penggunaan prosedur ini sederhana: Banyak ahli psikologi sosial percaya bahwa bila partisipannya mengetahui tujuan penelitian yang sesungguhnya, maka perilaku mereka akan berubah akibat diketahuinya hal itu. Hal ini akan mengurangi peluang penelitian tersebut untuk mendapatkan informasi yang valid.

Beberapa macam penelitian tampaknya memang membutuhkan kebohongan sementara. Sebagai contoh, bayangkan jika partisipan di dalam studi yang dirancang untuk meneliti efek-efek keatraktifan fisik pada pembentukan kesan pertama diberi tahu tentang tujuan penelitian yang sebenarnya. Tidakkah mereka kemudian akan menunjukkan reaksi yang berbeda kepada seseorang yang sangat atraktif dibanding bila mereka tidak diberi tahu tentang hal itu? Mungkin, mereka akan berusaha menunjukkan bahwa mereka tidak dipengaruhi oleh penampilan orang lain. Di dalam kasus semacam ini, para ahli psikologi sosial merasa bahwa mereka terpaksa harus berbohong untuk sementara (Suls dan Rosnow, 1988). Tetapi, penggunaan kebohongan ini memunculkan isu etik pentingyang tidak mungkin diabaikan.

Pertama, tentunya ada kemungkinan, meskipun tipis, bahwa kebohongan mungkin akan menyebabkan perasaan terluka pada orang yang dibohongi (Baumrind, 1985). Mereka mungkin akan kecewa dengan prosedur yang digunakan atau menyesali reaksi yang telah mereka berikan. Sebagai contoh, di banyak studi awal mengenai perilaku menolong, sebuah topik yang akan kami bicarakan secara terinci di Bab 10, partisipan dihadapkan pada situasi darurat yang sebenarnya hanya tipuan tetapi tampak sangat nyata. Sebagai contoh, mereka menangkap suara-suara yang biasa terdengar pada situasi darurat-medik (Darley dan Latané, 1968) atau kebakaran di dalam laboratorium (Latané dan Darley, 1970). Banyak partisipan yang merasa gusar dengan kejadian pura-pura ini. Sebagian lainnya kemudian merasa terganggu karena tidak memberikan pertolongan apapun meskipun menyadari bahwa ia berada di dalam situasi yang membutuhkannya. Jelas, prosedur ini memberikan efek yang kuat pada partisipannya dan memunculkan isu etik penting, yaitu sejauh mana peneliti boleh melangkah, pun di dalam topik-topik yang sepenting ini.

Kami harus menekankan bahwa penelitian semacam itu mewakili penggunaan kebohongan yang ekstrim. Secara umum, kebohongan yang dilakukan jauh lebih ringan dan dalam bentuk-bentuk yang kurang memancing emosi. Sebagai contoh, partisipan mungkin menerima permintaan bantuan dari “partner”nya, yang sebenarnya asisten peneliti; atau mereka diberi tahu bahwa

Kebohongan. Teknik di mana peneliti menutupi informasi tentang tujuan atau prosedur studi dari orang-orang yang ber-partisipasi di dalamnya. Informed consent. Prosedur di mana par-tisipan penelitian diberi sebanyak mungkin in-formasi tentang proyek penelitian tersebut sebelum mereka memutuskan untuk berpartisipasi.

Page 35: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 35

sebagian besar mahasiswa di universitasnya memiliki pandangan tertentu meskipun sebenarnya tidak. Betapapun juga potensi menimbulkan efek-efek yang merugikan partisipan tetap ada, dan ini merupakan kelemahan potensial serius dari penggunaan kebohongan.

Kedua, ada kemungkinan bahwa partisipannya gusar karena merasa “dibodohi” selama studi berlangsung. Ini dapat membentuk sikap-sikap negatif terhadap psikologi sosial dan penelitian psikologik secara umum (Kelman, 1967). Tergantung seberapa jauh reaksinya, hal itu dapat menimbulkan implikasi negatif bagi masa depan psikologi sosial, yang sangat menekankan pentingnya penelitian ilmiah.

Karena adanya kemungkinan-kemungkinan semacam itu, maka penggu-naan kebohongan menjadi keputusan yang dilematik bagi para ahli psikologi sosial. Di satu pihak, cara ini esensial bagi penelitian mereka. Di lain pihak, penggunaan cara ini memunculkan masalah-masalah serius. Bagaimana cara mengatasi isu ini? Sampai saat ini masih terjadi perbedaan pendapat. Sebagian rekan sejawat kami menganggap bahwa kebohongan, betapapun bergunanya, tidak pantas dilakukan (misalnya Baumrind, 1979). Tetapi, banyak ahli lain (mungkin sebagian besar) percaya bahwa kebohongan sementara dapat diterima selama peneliti mengadopsi berbagai langkah pengamanan untuk itu (Baron, 1981). Pertama, partisipan harus melewati prosedur informed concent. Mereka harus mendapatkan sebanyak mungkin informasi tentang prosedur yang akan mereka ikuti sebelum memutuskan untuk berpartisipasi di dalam studi tersebut. Dengan cara ini, peneliti memastikan bahwa partisipannya cukup tahu tentang apa yang akan mereka hadapi – mereka akan diminta mengerjakan apa di dalam studi tersebut – sebelum memberikan komitmen untuk mengikutinya. Kedua, pada akhir studi, partisipan harus diberi penjelasan lengkap tentang semua aspek di dalam studi, termasuk tujuan studi sebenarnya, ditambah penjelasan tentang perlunya kebohongan sementara.

Untungnya, semakin banyak temuan yang mengindikasikan bahwa informed consent dan penjelasan menyeluruh dapat mengurangi bahaya potensial kebohongan secara substansial (Smith dan Richardson, 1985). Sebagai contoh, sebagian besar partisipan melaporkan bahwa mereka menganggap kebohongan sementara itu dapat diterima selama manfaat potensialnya lebih besar dibanding pengorbanan potensialnya dan selama tidak ada cara lain yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang dicari (Rogers, 1980; Sharpe, Adair dan Roese, 1992). Di samping itu, orang-orang yang pernah berpartisipasi di dalam penelitian yang menerapkan kebohongan pada umumnya melaporkan sikap positif terhadap penelitian psikologik – sikap yang sama positifnya dengan sikap mereka yang belum pernah berpartisipasi di dalam penelitian semacam itu (Sharpe dan kawan-kawan, 1992). Terakhir, kekhawatiran bahwa penggunaan kebohongan yang berkelanjutan akan membuat orang “membenci” penelitian psikologik dan membuat mereka mencurigai para ahli psikologi ternyata tidak terbukti. Sebaliknya, para partisipan penelitian di tahun 1990 terlihat memiliki pandangan yang sama positifnya terhadap penelitian semacam itu dengan partisipan penelitian di tahun 1970.

Jadi, secara ringkas, bukti yang ada tampaknya menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan penelitian tidak menunjukkan reaksi negatif terhadap kebohongan sementara dan justru mendukung penggunaannya di dalam penelitian psikologi sosial. Tetapi, temuan ini bukan lalu berarti bahwa keamanan atau kepantasan kebohongan boleh diperlakukan taken for granted

Penjelasan Menyeluruh. Prosedur yang dite-rapkan pada bagian akhir sesi penelitian di mana partisipan diberi penjelasan lengkap tentang sifat peneli-tian dan hipotesis(-hipotesis) yang ditelaah.

Page 36: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 36

(Rubin, 1985). Sebaliknya, pedoman bagi semua peneliti yang berencana menggunakan prosedur ini harus diikuti, yaitu: (1) Gunakan kebohongan hanya ketika hal itu memang benar-benar harus dilakukan – ketika tidak ada cara lain yang dapat menggantikannya; (2) selalu menggunakannya dengan hati-hati; dan (3) memastikan bahwa semua tindakan antisipatif telah dilakukan untuk melindungi hak, keselamatan, dan kesejahteraan partisipan.

Memanfaatkan Buku Ini: Ikhtisar Fitur-fitur Khususnya Temuan-temuan penelitian memperlihatkan bahwa dengan memiliki sebuah kerangka kerja untuk mendapatkan informasi baru kita akan dimudahkan dalam mengingat dan menggunakan informasi tersebut. Berkaca pada tema ini, kami ingin menutup bab pembuka ini dengan memohon agar Anda bersedia menyimak beberapa fitur yang terdapat di dalam buku ini. Semua fitur itu dirancang untuk meningkatkan pemahaman Anda mengenai psikologi sosial dan untuk memudahkan Anda dalam mempelajarinya.

Pertama, setiap bab dimulai dengan garis besar topik-topik utama yang dibicarakan di dalam bab tersebut dan diakhiri dengan sebuah rangkuman terinci. Silakan membaca garis besarnya terlebih dahulu sebelum mulai membaca isi babnya dan pastikan bahwa Anda menggunakan rangkumannya sebagai reviu setelah Anda selesai membaca bab tersebut. Kedua fitur ini akan membantu Anda mengingat materi-materi yang dicakupnya. Selain itu, perlu dicatat bahwa istilah-istilah kuncinya digarisbawahi atau ditebalkan dan didefinisikan di bagian tepi halaman. Karena angka-angka dan gambar-gambar di laporan-laporan penelitian aslinya seringkali terlalu kompleks, maka setiap grafik dan tabel yang ada di buku ini sengaja disesuaikan dengan keperluan buku ini. Selain itu, semua grafik yang berisi label-label khusus sengaja dirancang sedemikian rupa untuk menarik perhatian Anda pada temuan-temuan kunci yang disajikan di dalamnya (Lihat Gambar 1.4 sebagai contoh).

Kedua, kami memasukkan tiga bagian yang khas di seluruh bagian buku ini. Bagian-bagian ini biasanya tampak pada akhir bagian-bagian utama, sehingga tidak mengganggu alur isi bab yang bersangkutan. Semuanya dirancang untuk menggarisbawahi informasi yang kami anggap sangat penting dan menarik.

Jenis bagian khusus yang pertama disebut Tonggak Bersejarah di dalam Psikologi Sosial. Bagian ini mendiskripsikan tentang studi-studi yang benar-benar “klasik” di bidang ini. Studi-studi yang mengawali lini-lini penelitian utama dan mempunyai pengaruh abadi bagi psikologi sosial. Karena kebanyakan studi yang kami diskripsikan di dalam buku ini dapat dianggap mutakhir (kebanyakan dari tahun 1994 dan 1995), maka kami menganggap penting untuk menekankan tentang akar penelitian moderen ini dan kontinuitasnya dari yang telah dilakukan sebelumnya.

Bagian khusus yang kedua diberi judul Psikologi Sosial: Pada Sisi Terapan. Bagian-bagian bab dengan judul ini menggarisbawahi implikasi praktis psikologi sosial – bagaimana pengetahuan dan prinsip-prinsip psikologi sosial dewasa ini digunakan untuk membantu mengatasi berbagai macam masalah sosial praktis.

Page 37: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 37

Bagian khusus ketiga muncul menjelang akhir bab dan diberi judul Keanekaragaman Sosial: Analisis Kritis. Bagian-bagian dengan judul ini mere-presentasikan perspektif multikultural yang semakin berkembang di dalam psikologi sosial, seperti yang telah kami lakukan di bab ini. Bagian ini menyajikan informasi mengenai perbedaan antarkelompok etnik di masyarakat tertentu atau perbedaan di antara berbagai budaya. Bagian Keanekaragaman Sosial terkait erat dengan isi bab yang bersangkutan dan mencoba menelaah aspek-aspek kunci perilaku dan pikiran sosial dari perspektif multikultural.

Terakhir, untuk membantu Anda memahami bagaimana hubungan penelitian di masing-masing wilayah psikologi sosial dengan penelitian-penelitian di wilayah lainnya, kami memasukkan dua fitur tambahan. Fitur pertama berisi Prinsip-printip Pengintegrasi. Prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip-prinsip utama psikologi sosial yang muncul di luar garis penelitian yang spesifik tetapi tampak berpotongan dengan banyak area lain di bidang ini. Setiap boks Prinsip-prinsip Pengintegrasi juga menarik perhatian ke arah topik-topik lain di buku ini yang terkait dengannya. Kedua, hubungan penting antarbab dirangkum di dalam tabel-tabel khusus yang bertajuk Berbagai Hubungan: Mengintegrasikan Psikologi Sosial, yang muncul pada bagian akhir setiap bab. Tabel-tabel Hubungan ini menunjukkan tentang bagaimana hubungan antara topik-topik yang dicakup di bab tersebut dengan topik-topik yang dicakup di bab lain. Tabel-tabel ini memiliki dua fungsi utama. Pertama, mereka memberikan semacam reviu global yang mengingatkan Anda pada topik-topik terkait yang dibicarakan di bagian lain buku ini. Kedua, tabel-tabel itu menekankan tentang fakta bahwa banyak aspek perilaku sosial dan pikiran sosial saling berkaitan erat: Aspek-aspek itu tidak muncul tanpa adanya aspek-aspek yang lain. Terakhir, tabel-tabel Hubungan diikuti oleh serangkaian pertanyaan mendalam yang disebut Memikirkan tentang Berbagai Hubungan, yang dirancang untuk membuat Anda memikirkan tentang hubungan-hubungan tersebut dan bagaimana hubungan itu sesungguhnya. Prinsip-prinsip Pengintegrasi dan tabel-tabel Berbagai Hubungan membantu kami dalam menjelaskan tentang bagaimana psikologi sosial itu sesungguhnya: sebuah bidang terintegrasi dengan berbagai multi-hubungan yang ada di antara wilayah-wilayah penelitiannya yang begitu beraneka.

Seluruh fitur yang didiskripsikan di atas dirancang agar Anda terbantu dalam mendapatkan sebanyak mungkin pemahaman tentang psikologi sosial. Tetapi, hanya Anda sendirilah yang dapat mentransfer informasi yang tercantum di halaman-halaman buku ini ke dalam ingatan Anda – dan ke dalam kehidupan Anda. Jadi, manfaatkanlah buku ini. Baca rangkuman dan garis besar babnya, reviu Istilah-Istilah Kuncinya, dan beri perhatian khusus pada Prinsip-prinsip Pengintegrasinya. Dengan melakukan itu, kami yakin pemahaman Anda mengenai psikologi sosial akan semakin bertambah – juga nilai Anda untuk mata kuliahnya! Terakhir, anggap buku ini sebagai sumber referensi – pedoman praktis tentang perilaku sosial yang dapat jadikan acuan hingga bertahun-tahun mendatang. Berlawanan dengan bidang-bidang lain yang akan Anda pelajari di perguruan tinggi, psikologi sosial benar-benar relevan dengan kehidupan sehari-hari Anda, yakni: untuk memahami orang lain dan untuk dapat berhubungan baik dengan mereka. Perilakukan buku ini sebagai bagian perpustakaan permanen Anda. Kami yakin Anda akan mendapatkan manfaatnya hingga bertahun-tahun setelah kuliah psikologi sosial Anda selesai.

Page 38: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 38

Sebagai rangkuman: Kami sungguh-sungguh berharap bahwa semua fitur buku ini akan membantu perkenalan pertama Anda dengan psikologi sosial. Kami juga berharap bahwa buku ini dapat membantu kami untuk mengkomunikasikan gairah kami pada bidang ini. Terlepas dari kenyataan bahwa kita memiliki perbedaan lebih dari enam puluh tahun dalam hal pengalaman mengajar dan meneliti, tetapi kami masih menganggap psikologi sosial senantiasa mempesona. Kami hanya akan merasa berhasil, baik sebagai penulis, pengajar, maupun wakil dari bidang psikologi sosial, jika kami mampu mencapai tujuan-tujuan yang telah kami kemukakan di atas.

Rangkuman dan Reviu Psikologi Sosial: Sebuah Definisi Kerja

Psikologi Sosial adalah bidang ilmiah yang berusaha memahami sifat dan penyebab perilaku individu di berbagai situasi sosial. Bidang ini menggunakan metode-metode ilmiah untuk menda-patkan informasi-informasi baru tentang bagaimana kita berinteraksi dengan dan berpikir tentang orang lain.

Asal-Muasal dan Perkembangan Psikologi Sosial

Spekulasi tentang perilaku dan pikiran sosial terus berlanjut sejak zaman dahulu kala. Tetapi, bidang psikologi sosial yang berorientasi-sains baru muncul pada abad 20-an. Begitu berdiri, bidang ini tumbuh dengan pesat. Dewasa ini psikologi sosial melakukan kajian terhadap hampir semua aspek perilaku sosial dan pikiran sosial yang dapat dibayangkan orang. Dua tren mutakhir di bidang ini meliputi semakin besarnya pengaruh perpektif kognitif (usaha-usaha menerapkan pengetahuan tentang proses-proses kognitif untuk memahami perilaku sosial) dan semakin kuatnya penekanan pada penerapan prinsip-prinsip dan temuan-temuan psikologi sosial di berbagai masalah praktis. Kami memprediksikan bahwa kedua tren ini akan terus berlanjut di masa mendatang. Selain itu, psikologi sosial akan meneruskan geraknya ke arah perspektif multikultural yang mengkaji dan memberikan perhatian saksama pada faktor-faktor etnik dan kultural sebagai determinan perilaku sosial.

Metode-metode Penelitian di dalam Psikologi Sosial

Di dalam melaksanakan penelitiannya, para ahli psikologi sosial seringkali menerapkan eksperimen-tasi dan metode korelasional. Eksperimentasi melibatkan prosedur-prosedur di mana peneliti membuat variasi pada sebuah faktor (variabel) atau lebih secara sistematis untuk melihat dampak

perubahannya pada aspek(-aspek) perilaku atau pikiran sosial tertentu. Di dalam metode korelasi-onal ilmuwan melakukan pengamatan saksama dan melakukan pengukuran terhadap dua variabel atau lebih untuk menetapkan apakah perubahan pada salah satunya disertai perubahan pada yang lain.

Karena bidang psikologi sosial berorientasi ilmiah, maka para ahli psikologi sosial selalu bersikap skeptik terhadap temuan-temuan yang ada hingga temuan-temuan itu direplikasi berulang kali. Untuk membandingkan temuan-temuan dari banyak studi mengenai topik tertentu, para ahli psikologi sosial seringkali menggunakan prosedur statistik yang dikenal sebagai meta-analisis. Meta-analisis menunjukkan sejauh mana variabel tertentu memberikan efek-efek serupa di banyak studi yang berbeda dan membuat estimasi tentang besarnya efek. Selain replikasi temuan penelitian, para ahli psikologi sosial seringkali menggunakan prinsip tindakan konvergen. Prosedur ini menyatakan bahwa jika variabel tertentu memperngaruhi aspek perilaku sosial tertentu dengan cara mempengaruhi mekanisme psikologik yang mendasarinya, maka variabel-varaibel lain yang mempengaruhi meka-nisme psikologik yang sama mestinya juga menim-bulkan efek serupa.

Di dalam memilih topik-topik penelitian dan merencanakan studi tertentu, para ahli psiko-logi sosial seringkali dituntun oleh teori-teori formal. Teori adalah kerangka kerja logik yang berusaha menjelaskan berbagai aspek perilaku dan pikiran sosial. Prediksi yang ditarik dari teori diuji di dalam penelitian, Jika prediksi ini mendapatkan konfirmasi, maka keyakinan terhadap keakuratan teori tersebut akan bertambah. Jika tidak mendapat-kan konfirmasi, keyakinan itu akan berkurang.

Para ahli psikologi sosial seringkali sengaja menahan informasi tentang tujuan studinya dari orang-orang yang menjadi partisipannya. Deception

Page 39: Bab 01 _Bidang Psikologi Sosial

Hand-out Psikologi Sosial #01

Bagian Psikologi Sosial, Falultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada 39

(kebohongan) sementara itu dianggap perlu karena pengetahuan tentang hipotesis yang ada di balik eksperimen dapat mengubah perilaku partisipan dengan berbagai cara. Meskipun penggunaan kebo-hongan ini melahirkan isu-isu etik yang penting,

kebanyakan ahli psikologi sosial percaya bahwa cara ini dapat diizinkan selama pengamanan untuk itu, seperti informed concent dan penjelasan menyeluruh, benar-benar diadopsi.

Istilah-istilah Kunci Disonansi Kognitif

Eksperimentasi

Informed Consent

Interaksi

Kebohongan

Meta-Analisis

Metode Korelasional

Pembauran

Penempatan Partisipan Secara Acak ke dalam Kelompok-kelompok

Penjelasan Menyeluruh

Perpektif Multikultural

Psikologi Sosial

Psikologi Sosial Evolusioner

Sosiobiologi

Teori

Tindakan Konvergen

Variabel Dependen

Variabel Independen

Informasi Lebih Lanjut Jackson, J.M. (1993). Social psychology, past and present. Hillsdale, NJ: Erlbaum.

Ikhtisar menyeluruh mengenai akar dan perkembangan psikologi sosial. Teorganisasi di sekitar tema-tema utama di dalam penelitian psikologi sosial, buku ini menekankan tentang akar multidisipliner psikologi sosial. Babnya yang berisi tren-tren mutakhir sangat menarik.

Jones, E.E. (1985). Major developments in social psychology during the past five decades. Di dalam G. Linzey dan E. Aronson (Eds), Handbook of social psychology (vol. 1). New York: Random House.

Di bab ini seorang ahli psikologi sosial terkemuka mendiskripsikan tentang apa yang, menurut dia, menjadi tren-tren utama di dalam teori dan penelitian psikologi sosial selama tiga puluh tahun yang lalu. Penulis yang baru saja wafat ini memberikan sumbangan kepada psikologi sosial selama lebih dari empat puluh tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa beliau selalu ikut berperan di setiap pergantian tren.

Diterjemahkan dari:

Chapter 1. Baron, R.A. & Byrne, D.E. 1998. Social psychology: understanding human interaction. Boston, MA: Allyn & Bacon.

Diterjemahkan oleh:

Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto, 2008