b3 makalah internet.pdf

44
62 BAB III PELAKSANAAN PENGOLAHAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah singkat perusahaan Di tahun 60-an, Pemerintah merancang pelaksanaan peningkatan produksi pertanian di dalam usaha swasembada pangan. Demi suksesnya program Pemerintah ini, maka kebutuhan akan pupuk mutlak harus di penuhi, mengingat produksi PT Pupuk Sriwidjaya 1 (PT Pusri 1) waktu itu diperkirakan tidak akan mencukupi. Menyusul ditemukannya beberapa sumber gas alam dibagian utara Jawa Barat, muncullah gagasan untuk membangun pabrik urea lainnya di Jawa Barat. Pemanfaatan sumber gas alam ini maka Tahun 1973 Pemerintah menunjuk Departemen Pertambangan cq, pertamina untuk melaksanakan proyek pupuk Jawa Barat. Departemen Pertambangan kemudian melimpahkan wewenang kepada Pertamina dengan BECIP sebuah perusahaan Perancis yang bertindak sebagai konsultan yang meneliti kemungkinan pembangunan sebuah pabrik pupuk di Jawa Barat. Team teknis dibentuk dan langkah-langkah selanjutnya diambil oleh Pertamina dengan menentukan Jatibarang. Balongan sebagai lokasi proyek, Study mengenai lokasi proyek ini oleh BECIP dilanjutkan kembali bersama Dinas Pekerajaan Umum Propinsi Jawa Barat

Upload: brian-marchsal

Post on 17-Sep-2015

295 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

  • 62

    BAB III

    PELAKSANAAN PENGOLAHAN PEMBUANGAN LIMBAH

    CAIR PT PUPUK KUJANG CIKAMPEK

    A. Gambaran Umum Perusahaan

    1. Sejarah singkat perusahaan

    Di tahun 60-an, Pemerintah merancang pelaksanaan peningkatan

    produksi pertanian di dalam usaha swasembada pangan. Demi suksesnya

    program Pemerintah ini, maka kebutuhan akan pupuk mutlak harus di penuhi,

    mengingat produksi PT Pupuk Sriwidjaya 1 (PT Pusri 1) waktu itu

    diperkirakan tidak akan mencukupi. Menyusul ditemukannya beberapa

    sumber gas alam dibagian utara Jawa Barat, muncullah gagasan untuk

    membangun pabrik urea lainnya di Jawa Barat.

    Pemanfaatan sumber gas alam ini maka Tahun 1973 Pemerintah

    menunjuk Departemen Pertambangan cq, pertamina untuk melaksanakan

    proyek pupuk Jawa Barat. Departemen Pertambangan kemudian melimpahkan

    wewenang kepada Pertamina dengan BECIP sebuah perusahaan Perancis yang

    bertindak sebagai konsultan yang meneliti kemungkinan pembangunan sebuah

    pabrik pupuk di Jawa Barat. Team teknis dibentuk dan langkah-langkah

    selanjutnya diambil oleh Pertamina dengan menentukan Jatibarang. Balongan

    sebagai lokasi proyek, Study mengenai lokasi proyek ini oleh BECIP

    dilanjutkan kembali bersama Dinas Pekerajaan Umum Propinsi Jawa Barat

  • 63

    yang menghasilkan saran dipilihnya Desa Dawuan Cikampek sebagai lokasi

    pabrik, atas dasar pertimbangan :

    1. Dekat ke sumber bahan baku gas alam di Cilamaya.

    2. Dekat ke sumber air tawar di waduk jurug, sebelah bawah waduk Jatiluhur

    (Purwakarta).

    3. Dekat ke sumber tenaga listrik di Jatiluhur.

    4. Tersedianya jaringan angkutan yang baik, seperti jalan raya dan jalan

    kereta api.

    5. Dekat ke sumber penyediaan bahan bangunan.

    6. Terdapatnya sungai pembuangan Cikaranggelam.

    7. Berada di tengah-tengah pemasaran pupuk.

    Tahun 1975 keluar surat Keputusan Presiden Nomor 16/1975 tertanggal

    17 April 1975, memutuskan pengalihan tugas pelaksanaan proyek pupuk Jawa

    Barat dari Departemen Pertambangan kepada Departemen Perindustrian,

    Menyusul kebijakan Presiden ini pada bulan April 1975 Menteri Perindustrian

    mengeluarkan surat keputusan No. 25/M/SK/4/1975 untuk membentuk team

    penyelesaian proyek pupuk Jawa Barat dengan Dirjen Industri Kimia sebagai

    ketua Team, Ir. A. Salmon Mustafa sebagai pimpinan proyek dan Ir. Didi

    Suwardi sebagai pimpinan Lapangan.

    Guna mengelola pabrik pupuk urea yang akan lahir dari proyek pupuk

    Jawa Barat, perlu dibentuk sebuah badan hukum (persero). Maka keluarlah

    Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1975 tanggal 2 Juni 1975 yang

    mengatur tentang pendirian badan hukum (persero). Untuk memperoleh nama

  • 64

    bagi Badan Hukum tersebut, Menteri Perindustrian meminta pertimbangan

    Gubernur Jawa Barat pada saat itu yaitu Bapak Aang kunaefi. Beliau

    kemudian menyarankan nama PUPUK KUJANG, dan saran ini diterima baik

    oleh Menteri Perindustrian. Tanggal 9 Juni 1975. Dibentuk PT. PUPUK

    KUJANG (persero) dengan Akte Notaris Suleman Ardjasasmita SH. No. 19.

    Sumber biaya untuk pembangunan pabrik pupuk urea diperoleh dari

    pinjaman Pemerintah Kerajaan Iran sebanyak US $ 200 juta untuk pembelian

    mesin-mesin dan pipa gas, sedangkan biaya kontruksi dalam negri, dana

    berasal dari Pemerintah sebagai Pernyataan Modal Pemerintah (PMP). Biaya

    proyek pada waktu itu diperkirakan mencapai US $ 256 juta.

    Sebagai kontraktor utama, telah dipilih dalam tender terbatas yang

    diadakan oleh Dirjen Industri Kimia Dasar pada bulan Mei 1975 yaitu Kellog

    Oversease Coporation (KOC) dari Amerika Serikat sebagai General

    Contractor dan Toyo Enginering Corporation (TEC) dari Jepang sebagi Urea

    Unit Contactor. Kontrak tersebut di tanda tangani pada tanggal 15 November

    1975 dan mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 1976 untuk TEC, dan

    26 Januari 1976 untuk KOC.

    Pelaksanaan pembangunan proyek ini berjalan lancar sehingga pada

    tanggal 7 November 1978 pabrik sudah mulai berproduksi dengan kapasitas

    urea 570.000 ton/tahun dan amonia 330.000 ton/tahun ini terjadi 3 bulan lebih

    awal dari jadwal yang telah ditentukan. Pada tanggal12 Desember 1978,

    Presiden Soeharto berkenan meresmikan Pembukaan Pabrik dan 1 April 1979

    PT.Pupuk Kujang mulai dengan operasi komersil.

  • 65

    Sejalan dengan perkembangan PT Pupuk Kujang berupaya

    meningkatkan kemampuan dengan memasok kebutuhan pupuk di Jawa Barat,

    maka pada Tahun 2002 dibangunlah pabrik Kujang 1-B yang merupakan

    kelanjutan program Pemerintah dalam pemulihan ekonomi jangka menengah

    dari jangka panjang. Pelaksanaan peresmian tiang pancang pertama oleh

    Presiden RI Megawati Soekarno Putri pada tanggal 3 Juli 2002.

    Kontraktor utama pembangunan pabrik Kujang 1-B oleh Toyo

    Engineering Corporatio (TEC) Jepang dan subkontraktor dalam negeri Joint

    Operation antara PT. Rekayasa Industri dengan PT. IKPT. Pada tanggal 3

    April 2006, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan pembukaan

    pabrik, dengan mulai beroperasinya pabrik Kujang 1-B, maka kapasitas pabrik

    PT Pupuk Kujang menjadi 1.140.000 ton/tahun.

    2. Filosofi Perusahaan

    Maksud dan tujuan di dirikan PT Pupuk Kujang adalah :

    a. Mengelola bahan mentah menjadi bahan-bahan pokok yang diperlukan

    untuk pembuatan Urea dan bahan-bahan kimia lain nya.

    b. Memproduksi Pupuk Urea untuk kebutuhan dalam Negeri sehingga

    tujuan utama tercapai, yaitu memenuhi kebutuhan Pupuk didaerah Jawa

    Barat khususnya dan untuk ekspor apabila kebutuhan dalam negeri telah

    dapat terpenuhi, sehingga dapat menambah penghasilan baik untuk

    perusahaan maupun untuk Negara.

  • 66

    c. Untuk menunjang program Pemerintah dalam rangka peningkatan hasil

    produksi pertanian, sehingga dapat meningkatkan penghasilan petani.

    d. Pendayaguanaan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan

    penghasilan masyarakat.

    e. Memberikan jasa dalam proyek-proyek pembangunan Industri Pupuk

    Kimia lainnya serta penelitiaan dan pemeliharaan pabrikasi alat-alat

    pada umumnya.

    f. Menyalurkan kegiatan-kegiatan usaha bidang pengangkutan dan

    pergudangan yang merupakan sarana dan perlengkapan guna kelancaran

    kegiatan usaha.

    3. Visi dan Misi Perusahaan

    PT. Pupuk Kujang telah menetapkan suatu visi atau suatu pandangan

    kedepan yang hendak dicapai. Visi tersebut adalah Menjadi perusahaan

    pupuk dan petrokimia yang efisien dan kompetitif di Pasar Global,

    Misi dari PT. Pupuk Kujang adalah Memberikan kontribusi kepada

    pembangunan atau pertumbuhan ekonomi nasiaonal demi kemakmuran serta

    kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan industri kimia berbasis

    sumber daya alam yang ramah lingkungan dengan melaksanakan etika bisnis

    secara konsisten.

    PT. Pupuk Kujang juga memiliki budaya perusahaan yang harus

    diketahui dan tetap dijaga, budaya tersebut seperti :

    1. Sikap profesionalisme individu karyawan.

  • 67

    2. Kebersamaan dan kerjasama dalam setiap pelaksanaan tugas.

    3. Responsif, adaptif, dan inovatif dalam menghasilkan produk dan jasa

    yang bermutu.

    4. Mengutamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

    5. Memperdulikan lingkungan.

    6. Fokus pada kepuasan pelanggan-pelanggan stoke holder.

    4. Struktur Organisasi PT PUPUK KUJANG Cikampek

    Struktur organisasi PT. Pupuk Kujang secara garis besar sesuai dengan

    Surat Keputusan Direksi No. 014/SK DU/X/2004 antara lain : Direktur

    Produksi, Direktur Teknik dan Pengembangan, Direktur Keuangan, dan

    Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum. Direktur tersebut dibawah

    koordinasi Direktur Utama sebagai pimpinan tertinggi di PT. Pupuk Kujang.

    Dewan Direksi bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris yang mewakili

    Pemerintah sebagai pemegang saham melalui Departemen Pertanian, dan

    Departemen Keuangan. Dewan Direksi membawahi lima komponen (Direktur

    Muda) dan Staf, serta selanjutnya membawahi Kepala Biro dan Kepala Divisi.

    Bentuk organisasi yang ditetapkan PT. Pupuk Kujang adalah struktur

    organisasi garis dan staf. Perusahaan PT. Pupuk Kujang mempunyai tugas

    yang beraneka ragam dan sangat kompleks, maka tidak mungkin bagi

    seorang pimpinan perusahaan disamping membuat keputusan juga

    memberikan perintah kerja untuk kelancaran tugasnya. Oleh karena itu,

    perlu diadakan pendelegasian wewenang kepada para staf sesuai dengan

  • 68

    bidangnya masing-masing. PT. Pupuk Kujang adalah berstatus BUMN yang

    dipimpin oleh Dewan Direksi yang bertanggung jawab dalam Rapat Umum

    Pemegang Saham (RUPS).

    Pelaksanaan kegiatan pengelolaan perusahaan Direktur utama

    memiliki garis khusus dalam menjalankan tugasnya, garis khusus tersebut

    diisi oleh Satuan Pengawasan Intern dan Sekretaris perusahaan. Satuan

    Pengawasan Intern membawahi Biro Pengawasan Keuangan dan Biro

    Pengawasan Operasional. Sedangkan Sekretaris perusahaan membawahi

    Biro Kemitraan, Biro Hukum dan Tata Usaha, Biro Komunikasi, dan Biro

    Pengamanan. Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri fungsi-

    fungsi dan hubungan-hubungan yang menyatakan seluruh kegiatan untuk

    mencapai suatu sasaran. Struktur organisasi dapat dinyatakan dalam bentuk

    gambaran grafik atau bagan yang memperlihatkan hubungan unit-unit

    organisasi dan garis-garis wewenang yang ada struktur organisasi

    perusahaan sangat berguna untuk menentukan pembagian dari tiap-tiap

    departemant atau bagian, masing-masing karyawan dapat mengetahui tugas,

    tanggung jawab, dan wewenang secara jelas.

    A. Deskripsi Jabatan

  • 69

    Tugas-tugas dimasing-masing bagian berdasarkan Keputusan Direksi

    No.01/SK/DU/2002, tanggal 2 Januari 2002.

    a. Unsur pimpinan:

    1) Direktur Utama: Unsur pimpinan ini disamping bertugas mengatur

    dan mengkoordinir direktur-direktur lainnya, juga bertugas dan

    mengkoordinir unit-unit kerja atau fungsi-fungsi yang berada

    dibawah kompartemen sekretariat dan staff.

    2) Direktur Produksi: Bertugas mengatur dan mengkoordinir unit-unit

    kerja atau fungsi-fungsi yang berada dibawah kompartemen produksi

    beserta staff serta bertanggung jawab kepada direktur utama.

    3) Direktur Teknik dan Pengembangan: Bertugas mengatur dan

    mengkoordinir unit-unit kerja atau fungsi-fungsi yang berada

    dibawah kompartemen Teknik dan Pengembangan beserta staff serta

    bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Keuangan beserta Staff

    serta bertanggung jawab kepada Direktur Utama.

    4) Direktur Keuangan: Bertugas mengatur dan mengkoordinir unit-unit

    kerja atau fungsi-fungsi yang berada dibawah kompartemen

    Administrasi dan keuangan beserta Staff serta bertanggung jawab

    kepada Direktur Utama.

    5) Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia: Bertugas mengatur dan

    mengkoordinir unit-unit kerja atau fungsi-fungsi yang berada

    dibawah kompartemen Umum dan Sumber Daya Manusia beserta

    Staff serta bertanggung jawab kepada Direktur Utama.

  • 70

    b. Unsur Pembantu Pimpinan:

    1) Sekretaris Perusahaan

    2) Kompartemen Produksi

    3) Kompartemen Teknik dan pengembangan

    4) Kompartemen Keuangan

    5) Kompartemen Umum dan Sumber Daya Manusia

    6) Staff utama Setingkat Kompartemen, diperbantukan pada masing-

    masing direktur.

    c. Unsur Pelaksana:

    1) Divisi Produksi

    2) Divisi Pemasaran

    3) Divisi Konstruksi

    4) Biro Rancang Bangun

    5) Divisi Industri Peralatan Pabrik

    6) Divisi Jasa Pelayanan Pabrik

    7) Biro Anggaran

    8) Biro Keuangan

    9) Biro Akuntansi

    10) Biro Teknologi Informasi

    11) Biro Administrsi Perusahaan Patungan

    12) Biro Pendidikan dan Latihan

    13) Biro Umum

    14) Biro Kesehatan

  • 71

    d. Unsur Penunjang:

    1) Biro Pengawasan Proses

    2) Biro Inspeksi

    3) Biro Keselamatan dan Lingkungan Hidup

    4) Biro Material

    5) Biro Sistem Manajemen

    6) Biro Pengadaan

    7) Biro pengembangan

    8) Kantor Pupuk Kujang Jakarta

    9) Biro Ketenagakerjaan

    10) Biro Kemitraan

    11) Biro Hukum dan Tata Usaha

    12) Biro Komunikasi

    13) Biro Pengamanan

    e. Unsur Pengawasan:

    1) Satuan Pengawasan Intern;

    a. Biro Pengawasan Keuangan

    B. Eselon Jabatan dan golongan jabatan di PT Pupuk Kujang Cikampek.

    Selain dibagi lima unsur tersebut, karyawan PT. Pupuk Kujang dibagi

    dalam eselon jabatan dan golongan jabatan. Klasifikasi dari eselon jabatan

    tersebut adalah;

  • 72

    a. Eselon Jabatan: 1) Eselon I (satu) Manager Utama;

    2) Eselon II (dua) Manager Madya;

    3) Eselon III (tiga) Manager Muda;

    4) Eselon VI (empat) Manager Pertama;

    5) Eselon V (lima) Manager Pelaksana;

    b. Golongan Jabatan:

    1. Jabatan Struktual;

    1) Kepala Kompartemen

    2) Kepala Divisi / Biro

    3) Kepala Dinas / Bagian

    4) Asisten Kepala Dinas

    5) Kepala Seksi / Bidang

    2. Jabatan Fungsional (Staff Biasa / Generalis);

    1) Staf I dan II setingkat kepala kompartemen

    2) Staf Madya I dan II setingkat kepala Divisi / Biro

    3) Staf Madya III setingkat Kadis / Bagian

    4) Staf Muda I setingkat kepala Dinas / bagian

    5) Staf muda tingkat II dan III setingkat kasi / kabid

    3. Jabatan Fungsional (Teknis / Specialis);

    1) Ahli Utama I dan II setingkat Kepala Kompartemen

    2) Ahli Madya I dan II setingkat Kepala Divisi / Biro

    3) Staf Madya III setingkat Kepala Dinas / Bagian

  • 73

    4) Ahli Muda II dan III setingkat Kepala Seksi / Bidang.

    4. Jabatan Pelaksanaan;

    1) Pelaksana Utama

    2) Pelaksana I

    3) Pelaksana II

    4) Pelaksana III (pekarya).

  • 74

    Struktur Organisasi PT. Pupuk Kujang Cikampek

    ( Biro Umum PT Pupuk Kujang Cikampek, 2009)

  • 75

    5. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

    Berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Pupuk Kujang No.

    067/DIR/X/1978 tentang pemberian wewenang kepada bagian Keselamatan

    dan Pemadam Kebakaran, maka perusahaan mengambil langkahlangkah

    yang pada prinsipnya melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap

    kemungkinan terjadinya bahaya.

    Jenis bahaya yang biasa terjadi dalam pekerjaan antara lain:

    (1) Bahaya zat kimia baik berupa gas maupun cairan yang beracun maupun mudah terbakar.

    (2) Debudebu disekitar tempat kerja yang dapat mengganggu pernapasan .

    (3) Aliran listrik bertegangan tinggi. (4) Mesinmesin yang bekerja tanpa alat pengaman

    sehingga dapat menimbulkan bahaya mekanis. (5) Kebisingan yang melebihi ambang batas

    pendengaran. (6) Peralatan yang bekerja pada tekanan dan suhu yang

    tinggi dapat menimbulkan peledakkan dan kebakaran. (7) Penerangan / lampu yang kurang memadai. (8) House Keeping yang kurang baik dapat

    mengakibatkan tempat kerja kotor serta alat alat tidak teratur sehingga menyulitkan dalam penanggulangan dan kebakaran.

    (9) Jam kerja yang berlebihan dan kerja rutin dapat menyebabkan kelelahan dan kejenuhan. 1)

    Mengatasi akibat yang ditimbulkan oleh jenisjenis bahaya tersebut,

    diperlukan kesatuan kelompok kerja dilingkungan PT. Pupuk Kujang, dimana

    melibatkan enam kelompok yaitu sebagai berikut:

    1. Bagian Keselamatan dan Pemadam Kebakaran ( fire and safety )

    2. Bagian Keamanan

    1) Biro Manajemen Risiko. 2009. Standar Penilaian Kemungkinan dan Dampak suatu bahaya,

    PT Pupuk Kujang, Cikampek.

  • 76

    3. Bagian Kesehatan

    4. Bagian Pemeliharaan dan Lapangan

    5. Bagian Ekologi

    6. Bagian Perbendaharaan dan Asuransi

    Selain kelompok kerja di atas, sangat penting juga adanya kesadaran dari

    seluruh karyawan untuk mencegah serta menghindari adanya bahaya yang

    dapat merugikan diri sendiri, orang lain maupun bagi perusahaan.

    a. Bagian Keselamatan dan Pemadam Kebakaran

    Bagian ini berkedudukan dibawah Divisi Inspeksi dan Keselamatan

    dengan jumlah anggota sekitar 33 orang yang dibagi menjadi dua seksi,

    yaitu seksi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan ataupun

    kebakaran.

    Bagian ini dilengkapi sarana kebakaran seperti:

    1. Kotak PPPK

    2. Poster poster keselamatan kerja

    3. Mengumandangkan safety talk yang berisi pesan pesan keselamatan

    kerja.

    4. Memberikan pendidikan dan latihan penanggulangan secara berkala

    seluruh karyawan.

    5. Kendaraan pemadam kebakaran, fire truck multi purpose dan fire jeep

    precur car.

    6. Jaringan fire hydrant dari kawasan pabrik sampai perumahan.

    7. Unit pengisian udara tekan.

  • 77

    8. Masker gas dan debu, safety goggle dan car plug.

    9. Racun api, fire director dan peralatannya.

    b. Bagian Keamanan

    Biro Keamanan terbagi menjadi dua pasukan yaitu pasukan

    penjagaan dan pasukan penyelidikan dan penanggulangan. Tugas utama

    dari biro ini adalah menjaga keamanan lingkungan.

    c. Bagian Pemeliharaan dan Lapangan

    Bagian ini menyediakan sarana dan prasarana bagi karyawan berupa

    perlengkapan kerja, misalnya pakaian kerja dan peralatan lainnya. Bagian

    ini juga menyediakan konsultasi bagi karyawan yang ditangani oleh

    seorang psikolog.

    d. Bagian Kesehatan

    Bagian kesehatan dilengkapi dengan dokter umum, perawat dan

    dokter gigi, bertugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada

    seluruh karyawan dan keluarganya.

    e. Bagian Ekologi

    Badan Ekologi bertugas untuk menjaga kelestarian lingkungan dan

    mencegah pencemaran lingkungan, baik pencemaran perairan, udara

    maupun suara.

    f. Bagian Perbendaharaan dan Asuransi

    Bertugas mengurusi masalah asuransi tenaga kerja dan pemberian

    santunan kepada karyawan yang mendapat musibah kecelakaan.

  • 78

    6. Sistem Pemasaran Hasil Produksi

    Hasil produksi urea dari PT. Pupuk Kujang untuk pemasaran dalam

    negeri di tangani oleh PT. Pupuk Sriwijaya (PUSRI), dimana

    pengangkutannya menggunakan kereta api. Sedangkan untuk pemasaran luar

    negeri, sistem pemasaran di tangani langsung oleh PT. Pupuk Kujang.

    PT. Pupuk Kujang juga menghasilkan gas ammonia, nitrogen dan

    oksigen sebagai hasil samping serta karung plastik untuk membungkus produk

    pupuk urea. Pemasaran gas ammonia dilakukan oleh PT.Pupuk Kujang sendiri

    menggunakan truktruk tangki ammonia. Sedangkan karung plastik digunakan

    untuk memenuhi kebutuhan di pabrik urea sendiri.

    a. Pengembangan Perusahaan

    Pengembangan usaha PT. Pupuk Kujang telah merencanakan

    perluasan dan pengembangan beberapa unit produksi. Usaha ini

    dilakukan untuk menunjang program Pemerintah yaitu menumbuhkan

    usaha keterkaitan industri dan meninggikan nilai eksport industri.

    Pabrik pabrik tersebut antara lain:

    1. Pabrik Asam Forminat

    Pabrik ini dikelola oleh PT. Sintas Kurama Perdana. Asam formiat

    dengan konsentrasi 90% mulai berproduksi sejak akhir bulan Agustus

    1988 dan diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 19

    November 1988. daerah pemasaran 60% dalam negeri dan 40%

    eksport.

  • 79

    2. Pabrik Gasket

    Pabrik Gasket yang dikelola oleh PT. Kunisel Nusantara ini

    menghasilkan Gasket dengan kapasitas 2.260 ton / tahun untuk

    keperluan industri automotif, industri kimia, industri perkapalan dan

    lain lain. 70% dari produk yang dihasilkan dieksport ke luar negeri,

    terutama ke Jepang. Jenis Gasket yang diproduksi adalah join sheet,

    steel bestos dan spiral wound. Pabrik ini mulai berproduksi pada bulan

    April 1989. eksport perdana Gasket/Sealing Material ke Jepang telah

    dilakukan pada tanggal 2 Agustus 1989 dengan disaksikan oleh Mentri

    Perindustrian.

    3. Pabrik Katalis

    Katalis ini sangat diperlukan oleh industri kimia, antara lain

    industri pupuk dan pengolahan minyak. Kapasitas produksi 1.100 ton /

    tahun. Pabrik ini dikelola oleh PT. Pupuk Kujang United Catalyst.

    Jenis katalis yang diproduksi adalah katalis HTS ( C 12 ), Zn

    oxideaabvsorbent ( C 7 ), katalis Primary Reformer ( C 11 ) dan

    Katalis Secondery Reformer ( C 14 ).

    4. Pabrik Kemasan Plastik

    Pabrik ini menghasilkan jerrycan yang dibutuhkan oleh pabrik

    Asam formiat, Hidrogenperoksida, Asam nitrat dan keperluan lain.

    Pabrik ini mulai berproduksi pada bulan Januari 1990 dengan kapasitas

    terpasang 554.400 ton jerrycan / tahun. Pabrik ini dikelola oleh PT.

    Megayaku Kemasan Perdana.

  • 80

    5. Pabrik Ammonium Nitrat

    Bahan ini digunakan untuk bahan baku industri peledak. Bahan

    baku pembuatan Ammonium Nitrat adalah ammonia dan asam nitrat.

    Asam nitrat diproduksi sendiri oleh pabrik ini yang diperoleh dari

    reaksi antara ammonia, udara dan air. Kapasitas produksi sebesar

    26.000 MT / tahun ammonium nitrat dan 55.000 MT / tahun asam

    nitrat. Pemasaran sebesar 16.000 MT dalam negeri, 10.000 MT

    eksport. Pabrik ini berproduksi pada bulan Oktober 1990 dan dikelola

    oleh PT. Multi Nitrotama Kimia.

    6. Pabrik Hidrogen Peroksida

    Bahan ini sangat berguna bagi industri kertas dan tekstil. Bahan

    baku yang digunakan adalah gas hidrogen yang diperoleh dari hasil

    pemurnian gas buang dari unit ammonia PT. Pupuk Kujang. Kapasitas

    produksi sebesar 16.000 ton /tahun sebagai 50% H2O2. pabrik ini

    dikelola oleh PT. Peroksida Indonesia Pratama.

    7. Kawasan Industri Kujang Cikampek (KIKC)

    KIKC adalah kawasan industri milik PT.Pupuk Kujang berlokasi di

    Dawuan Cikampek dengan luas area 140 ha. Dikawasan ini telah

    berdiri beberapa perusahaan industri antara lain industri kimia dan

    manufaktur (pabrik asam formiat, hodrogen peroksida, katalis

    ammonium nitrat, gasket kemasan dan pabrik rockwool). Fasilitas

    yang tersedia yaitu: air bersih, listrik, telepon, jasa pelayanan pabrik,

  • 81

    poliklinik, olah raga dan bank. Kawasan industri ini dikelola oleh PT.

    Kawasan Industri Kujang Cikampek (PT. KIKC).

    8. Pupuk Kujang IB

    Proyek ini bertujuan membangun pabrik ammonia dan urea sebagai

    perluasan dari pabrik ammonia dan unsur yang ada, yang telah

    beroperasi sejak akhir Tahun 1978. kapasitas pabrik sama seperti

    pabrik yang ada yaitu pabrik ammonia sebesar 330.000 ton / tahun dan

    pabrik urea sebesar 570.000 ton / tahun. Proses yang digunakan adalah

    proses hemat energi.

    B. Pelaksanaan Pengolahan Limbah cair PT Pupuk Kujang Cikampek

    1. Sumber-Sumber Limbah Cair PT Pupuk Kujang Cikampek

    Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik selama proses produksinya

    kurang lebih sekitar 200m3/jam. Adapun sumber limbah cair ini berasal dari

    tiap-tiap unit yang terlihat dalam proses produksi, yang meliputi unit

    ammonia, unit urea, unit utility, dan unit bagging.

    Pengolahan dan pengelolaan limbah pabrik dilakukan secara terpisah

    karena limbah cair dari tiap-tiap unit mempunyai karakteristik yang berbeda-

    beda. Terdapat 5 jenis limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik, yaitu air

    berlumpur, air sisa regenerasi, air yang mengandung minyak, air sanitasi, dan

    air yang mengandung ammonia.

  • 82

    2. Pengolahan Limbah cair

    Limbah harus diolah terlabih dahulu sebelum dibuang jika

    mengandung bahan pencemar yang mengakibatkan rusaknya lingkungan,

    atau paling tidak berpotensi menciptakan pencemaran. Meskipun

    kebanyakan limbah perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke

    lingkungan, ada limbah yang dapat langsung di buang tanpa pengolahan

    terlebih dahulu tetapi ada pula limbah yang setelah diolah dapat

    dimanfaatkan kembali.

    Limbah diolah dengan tujuan untuk mengambil bahan-bahan berbahaya

    di dalamnya dan/atau mengurangi atau menghilangkan senyawa-senyawa

    kimia maupun non-kimia yang berbahaya dan beracun. Pengolahan limbah

    berhubungan erat dengan sistem produksi pabrik. Ada pabrik yang telah

    menggunakan peralatan dengan kadar buangan yang dihasilkan tidak

    membutuhkan pengolahan. Pabrik semacam ini biasanya sudah merancang

    sistem pengendalian pencemarannya saat pembangunannya.

    Limbah membutuhkan penanganan awal dan kemudian diolah lebih

    lanjut. Pengolahan awal tersebut akan ikut menentukan pengolahan

    selanjutnya sehingga kesalahan dalam metode penanganan awal akan

    berpengaruh terhadap pengolahan selanjutnya. Untuk menetapkan metode

    yang akan digunakan, kondisi limbah sudah harus diketahui sebelumnya,

    parameter limbah yang memiliki potensi untuk mencemari lingkungan harus

    ditetapkan. Dengan mengetahui jenis-jenis parameter di dalam limbah, maka

    dapat ditetapkan metode pengolahan dan jenis peralatan yang digunakan.

  • 83

    3. Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Kujang Cikampek

    a. Spesifikasi Unit Pengolahan Limbah

    Spesifikasi dari alat-alat yang digunakan untuk pengolahan limbah

    yang ada di pabrik 1A maupun 1B adalah sebagai berikut :

    1) Kolam Netralisasi

    Kolam netralisasi ada di pabrik 1A dan 1B. kolam ini dilengkapi

    dengan alt-alat ukur pH meter otomatis yang mengukur pH air

    buangan yang masuk sampai yang keluar secara otomatis. Selain itu

    dilengkapi juga dengan pipa sirkulasi untuk mengaduk asam atau

    basa agar tercampur merata dengan pH netral dapat dicapai dengan

    lebih cepat.

    2) Kolam Stabilisasi

    Kolam pengendap lumpur 1 dan 2 memiliki kapasitas yang sama

    yaitu 10.000 m2, dengan kedalaman 8 m dan cukup untuk

    menampung lumpur selama 3 tahun. Dengan kolam aerasi dilengkapi

    dengan 2 buah aerator yang berfungsi untuk meningkatkan nilai DO

    (Oksigen Terlarut) dalam air limbah.

    3) Oily Water Separator

    Oily water separator berfungsi untuk memisahkan minyak/oli dari air

    buangan, alat ini terdapat di dua pabrik yakni di 1A dan di 1B.

    4) Ammonia Removal

  • 84

    Ammonia removal yang ada di pabrik 1A ada 2 unit, stripper 1

    dirancang karena banyaknya pengenceran ke sungai pada musim

    kemarau maupun hujan untuk mendapatkan konsentrasi NH3-N yang

    diinginkan, sedangkan stripper 2 dirancang karena unit kerja stripper

    1 selama ini hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

    5) Filler Press

    Filler press hanya ada di pabrik 1B, alat ini dilengkapi dengan

    pompa-pompa untuk memompakan lumpur. Selain itu juga terdapat

    bak penampungan lumpur dengan kapasitas 72m3 dan polymer day

    tank yang mempunyai kapasitas 4,4 m3.

    b. Proses Pengolahan Limbah

    Berdasarkan limbah cair yang dihasilkan maka terdapat beberapa

    unit pengolahan air limbah, antara lain:

    1) Kolam Netralisasi

    Unit ini berfungsi untuk menetralkan air buangan regenerasi resain

    dari unit demineralisasi, terdapat di masing-masing pabrik baik 1A

    maupun 1B. adapun proses penetralan air regenerasi resain adalah:

    Air buangan yang bersifat asam akan dinetralkan dengan

    ditambahkan basa berupa NaOH, sedangkan jika buangan bersifat

    basa maka akan ditambahkan H2SO4. Nilai pH yang keluar dari

    kolam netralisasi ini diupayakan bisa mencapai pH netral sebelum

  • 85

    dialirkan ke badan air penerima. Air yang sudah dinetralkan di kolam

    netralisasi selanjutnya dialirkan menuju sungai Cikaranggelam.

    2) Oily Water Separator

    Oily water separator merupakan alat yang berfungsi untuk

    memisahkan minyak atau oli bekas air buangan yang dating dari

    plant site. Proses pemisahan minyak dalam oily water separator

    adalah:

    (1) Air buangan yang mengandung minyak oli ditampung dalam

    suatu bak, kemudian di dalam ruangan dihembuskan udara

    dengan menggunakan plant air atau udara bertekanan yang

    dialirkan melalui pipa berlubang sebagai distributor, agar

    hembusan udara merata. Dengan adanya hembusan udara

    tersebut, maka oli yang menggumpal atau melekat pada air

    buangan akan terlepas atau terpisah.

    (2) Dengan lepasnya oli dari air buangan tersebut, maka oli atau

    minyak akan naik ke permukaan karena perbedaan berat jenis oli

    atau minyak akan berada di atas dan air berada di bagian bawah.

    Kemudian oli/minyak akan mengalir ke dalam suatu sekat dan

    langsung mengalir ke bak penampungan untuk dipompa dan

    dialirkan ke ammonia removal, karena air buangan tersebut

    mengandung NH3.

  • 86

    3) Ammonia Removal

    Merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan ammonia yang

    terkandung dalam limbah cair yang berasal dari pabrik ammonia dan

    pabrik urea, proses pemisahan NH3 dalam ammonia removal: Air

    buangan yang mengandung ammonia dialirkan dari bagian atas turun

    ke bawah melalui packing pall ring untuk memperluas permukaan,

    air limbah yang mengandung ammonia akan kontak langsung dengan

    sistem tekanan rendah akibatnya ammonia akan terikat oleh steam

    dan terpisah dari air limbahnya. Berdasarkan dari analisis

    laboratorium ammonia removal ini memiliki efisiensi rata-rata 99%.

    4) 150 E (Stripper)

    Pada dasarnya fungsi dari stripper ini sama dengan ammonia

    removal yaitu untuk memisahkan ammonia dari air buangan. Proses

    pemisahan ammonia dalam stripper: Air buangan yang mengandung

    ammonia dilewatkan bagian atas stripper dan dari bagian bawah

    dialirkan steam. Kontak yang terjadi akan menyebabkan ammonia

    terpisah dari air dan terbawa steam.

    5) Kolam Stabilisasi

    Air limbah dari blow down water dan sludge flock treator dialirkan

    ke kolam pengendap lumpur kemudian mengalami proses biologis di

    kolam aerasi yang selanjutnya di endapkan kembali di kolan

    pengendap lumpur dan selanjutnya dialirkan sebagian irigasi ke

  • 87

    sawah. Kolam aerasi berfungsi untuk menurunkan kandungan

    ammonia sebesar 10%.

    6) Clow Unit

    Fungsinya adalah untuk menghilangkan bau busuk yang dapat

    mengganggu lingkungan, selain itu juga berfungsi untuk membunuh

    bakteri sebelum dibuang ke kolam stabilisasi.

    7) Filter Press

    Filter press merupakan alat yang berfungsi untuk menghilangkan

    kandungan air dalam lumpur.

    8) Condensate Treatment

    Fungsi dari condensate treatment ini adalah untuk memisahkan urea,

    ammonia (NH3), dan gas CO2 dari condensatenya.

    C. Sarana Pengolahan Limbah B3 (Waste Management)

    Perusahaan dibidang industri selain menghasilkan produk-produk yang

    berguna juga menghasilkan limbah B3, sehingga perusahaan tersebut mempunyai

    kewajiban untuk memiliki peralatan pengolahan limbah B3. Namun apabila setiap

    perusahaan penghasil limbah B3 harus memiliki peralatan pengolah limbah B3

    akan berakibat tidak efektif dan efisien serta memerlukan biaya yang cukup

    mahal. Dilain pihak, limbah jenis B3 ini harus ditangani secara khusus, karena

    apabila B3 dibuang ke sungai dan laut, atau bahkan dibiarkan begitu saja dalam

    kolam-kolam lumpur atau disimpan dalam drum-drum yang bocor dan berkarat,

  • 88

    kemungkinan limbah B3 ini mencemari air, udara dan tanah, sehingga dapat

    mengurangi daya dukung lingkungan, akhirnya akan mengganggu kesehatan

    makhluk hidup. Untuk menghindari hal tersebut di atas telah didirikan suatu

    perusahaan yang menyediakan sarana untuk mengolah limbah B3. Dalam kaitan

    ini peneliti akan mengambil contoh dari PT PPLI (Prasadha Pamunah Limbah

    Industri) sebagai bahan acuan perusahaan yang mengolah limbah B3. Waste

    Management atau sarana pengolah limbah B3 merupakan suatu pengolahan

    limbah B3 yang mencakup penelitian limbah B3 dan minimisasi limbah B3.

    Pengolahan limbah B3 terdiri tahap penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,

    pengolahan, penimbunan. Sedangkan minimisasi limbah B3 terdiri dari

    pengurangan limbah B3 terdiri dari pengurangan limbah pada sumbernya dan

    pemanfaatan kembali yang ditentukan dengan syarat-syarat tertentu.

    Semua tahapan ini menjadi suatu rangkaian yang tidak boleh putus dan

    sebaiknya berada dalam suatu wadah kegiatan Waste Management masing-masing

    dari tahap tersebut mengandung arti:

    1. Penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbunan limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara.

    2. Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbunan limbah B3.

    3. Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/atau dari

  • 89

    pengelola ke pengumpul dan/atau pengolah dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun limbah B3.

    4. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun.

    5. Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

    6. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan (recovery) dan/atau penggunaan kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. 2)

    Jadi di dalam kegiatan Waste Management (sarana pengolahan limbah B3)

    tidak hanya sampai pada tahapan penimbunan, tetapi mencakup pula pengolahan

    sekaligus pemanfaatan hasil pengolahan limbah B3 yang telah di olah dapat

    dimanfaatkan kembali. Proses Waste Mangement mencakup 2 kegiatan besar

    yakni: Pengolahan limbah B3 dan minimisasi limbah B3. Prosedur pengelolaan

    limbah B3 terdiri dari :

    1. Pengolahan Limbah B3

    Seperti telah dijelaskan di atas bahwa pengolahan limbah B3 mencakup

    beberapa tahap antara lain: penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,

    pengolahan, dan penimbunan, dalam hal ini diuraikan sebagai berikut:

    1) Penyimpanan limbah B3 dilakukan ditempat yang sesuai dengan

    persyaratan seperti misalnya, lokasi yang bebas banjir, tidak rawan

    2) Makalah tentang Pusat Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, PT PPLI,

    Cileungsi Bogor, 1997. hlm. 12.

  • 90

    bencana, diluar kawasan lindung dan sesuai dengan rencana tata ruang.

    Selain itu bangunan tempat penyimpanan disesuaikan dengan jumlah dan

    karakteristik limbah B3.

    2) Pengumpulan limbah B3 dilakukan oleh badan usaha dan dapat

    menyimpan limbah B3 yang dikumpulkannya paling lama 90 hari sebelum

    diserahkan ke pengolah. Beberapa hal yang harus dilakukan di dalam

    pengumpulan limbah antara lain:

    a. Mendeteksi karakteristik limbah B3 melalui laboratorium

    b. Memiliki konstruksi bangunan kedap air dan bahan bangunan

    disesuaikan dengan karakteristik limbah B3

    c. Mempunyai lokasi pengumpulan yang bebas banjir memiliki

    perlengkapan untuk penanggulangan terjadinya kecelakaan.

    3) Pengangkutan limbah B3 memerlukan sistem pengangkutan khusus yang

    menjamin keamanan pengangkutan limbah B3, terdiri dari perwadahan,

    kendaraan pengangkutan, perlengkapan tanggap darurat dan sumber daya

    manusia. Perjalanan kendaraan pengangkutan limbah B3 ini akan terus

    dipantau dengan memasang alat hubodometer dan telepon. Selain itu

    diperlukan dokumen limbah B3 yang ditetapkan oleh instansi yang

    bertanggung jawab.

    4) Pengolahan limbah B3 harus dilakukan dilokasi yang bebas dari banjir,

    tidak rawan bencana, bukan kawasan lindung serta ditetapkan sebagai

    kawasan peruntukan industri berdasarkan rencana tata ruang. Pengolahan

    limbah B3 dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:

  • 91

    a) Secara stabilisasi dan solidifikasi

    (1) B3 diolah dulu secara kimiawi dan fisik untuk menstabilkan bahan kimia

    sehingga kimiawi limbah B3 tersebut menjadi lebih stabil. Proses

    stabilisasi dilakukan juga dengan penambahan semen, sehingga bentuk

    fisik dari limbah B3 tersebut menjadi kompak.

    (2) Limbah B3 yang telah di olah secara kimiawi dan di stabilkan,

    diuji lagi menurut TCLP (Toxicity Characteristic Leaching

    Procedure). Uji ini dilakukan untuk memastikan bahwa limbah

    yang akan ditimbun dipembuangan akhir benar-benar telah stabil.

    Proses stabilisasi akan di ulang bila hasil uji TCLP ini tidak

    memuaskan. Hasil pengolahan dan stabilisasi dan sodifikasi

    kemudian dilakukan penimbunan limbah B3 (landfill).

    b) Secara destruksi thermal (Thermal Destruction)

    (1) Destruksi thermal dengan menggunakan tanur semen mengolah

    secara khusus limbah organik B3 yang mempunyai nilai energi

    tinggi untuk dimanfaatkan energi yang dikandungnya. Limbah

    organik padat dan cair di campur sedemikian rupa sehingga

    memiliki karakteristik yang diperlukan untuk bahan bakar pabrik

    semen.

    (2) Limbah organik B3 yang dibakar di dalam tanur semen

    menghasilkan bahan bakar sintesis sebagai bahan bakar pengganti

    batubara untuk pabrik semen.

  • 92

    (3) Tanur semen memiliki kemampuan untuk menghancurkan limbah

    organik B3 yang lebih baik dari tanur pembakar limbah

    (incinerator) karena temperaturnya yang mencapai 15000C.

    (4) Dalam tanur semen ini gas-gas berbahaya hasil pembakaran akan

    terurai oleh kombinasi proses pyrolisis dan oksidasi menjadi

    molekul-molekul dasar yang tidak berbahaya.

    (5) Gas-gas yang bersifat asam dinetralisasi oleh suasana basa dalam

    tanur semen. Kandungan logam-logam berat dalam limbah tersebut

    akan bersatu dan menjadi bagian dari produk semen, sehingga

    tidak membahayakan lagi.

    Penimbunan limbah B3 harus mengutamakan perlindungan terhadap

    kehidupan dan kesehatan manusia serta perlindungan terhadap lingkungan. Untuk

    itu lokasi yang diterapkan berdasarkan rencana tata ruang, daerah yang secara

    geologis dinyatakan aman, stabil tidak rawan bencana dan di luar kawasan

    lindung serta tidak merupakan daerah resapan air tanah, khususnya yang

    digunakan untuk air minum. Penimbunan limbah B3 dilakukan di lahan

    penimbunan (landfill) dalam keadaan padat dengan menggunakan system

    pelapis/liner yang terdiri dari system pelapis ini dilengkapi dengan saluran untuk

    pengaturan aliran air permukaan, pengumpulaan air lindi (cairan yang bersentuhan

    dengan limbah B3 yang telah distabilkan dan ditimbun pada tempat pembuangan

    akhir) dan pengelolaannya, sumur pantau dan lapisan penutup akhir.

    2. Minimisasi Limbah B3

  • 93

    Walaupun telah terlihat usaha untuk melakukan pengolahan limbah B3

    menjadi stabil dan bermanfaat, namun tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah

    limbah B3 yang dihasilkan juga tidak berkurang bahkan mungkin bertambah.

    Hal ini juga merupakan bagian dari aktivitas Waste Management ( sarana

    pengolahan limbah B3). Dimana selain melakukan pengolahan, juga

    melakukan pengurangan dan pencegahan semaksimal mungkin dihasilkannya

    limbah B3.

    Berkaitan dengan hal tersebut minimisasi limbah B3 dilakukan dengan

    mencakup, pengurangan limbah B3 pada sumbernya dan pemanfaatan

    kembali. Pengurangan limbah B3 pada sumbernya ditujukan kepada para

    penghasil limbah B3 untuk berusaha mengurangi limbah B3 yang dihasilkan

    dengan beberapa cara antara lain :

    1) Mengembangkan teknologi modern dalam menghasilkan produk sehingga

    dapat mengurangi jumlah limbah B3.

    2) Menggunakan bahan-bahan dasar yang ramah lingkungan dan sedikit

    menghasilkan limbah B3.

    3) Mengembangkan pengetahuan dan informasi pengelolaan dan dampak

    limbah B3 terhadap lingkungan dengan training waste audit.

    Selain memerlukan pengurangan terhadap limbah B3, diusahakan juga

    pemanfaatan kembali terhadap limbah B3 yang telah dihasilkan selama ini.

    Pemanfaatan kembali terhadap limbah B3 dapat dilakukan dengan cara:

  • 94

    1) Mempromosikan dan mengembangkan teknik minimisasi limbah B3 melalui

    teknologi bersih, perolehan kembali (recovery), penggunaan kembali (reuse),

    daur ulang (recycle).

    2) Membangun pusat-pusat pengolahan limbah industri B3 (PPLI-B3) dilokasi

    yang memenuhi syarat lingkungan.

    3) Meningkatkan kerja sama antar instansi di pusat, daerah dan internasional

    dalam pemanfaatan kembali limbah B3.

    Tata laksana perizinan pengelolaan lingkungan hidup. Menurut Pasal 3

    Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata

    Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan

    Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan

    Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah adalah:

    1) Gubernur berwenang menerbitkan:

    a. Izin pengumpulan limbah B3 skala provinsi; dan

    b. Rekomendasi izin pengumpulan limbah B3 skala nasional.

    2) Bupati/walikota berwenang menerbitkan izin menyimpan sementara limbah

    B3 dan pengumpulan limbah B3 skala kabupaten/kota.

    Pasal 4 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009

    tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan

  • 95

    Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah

    Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah adalah:

    Badan usaha yang kegiatan utamanya berupa pengumpulan limbah B3 wajib

    memiliki:

    a. Laboratorium analisa atau alat analisa limbah B3 di lokasi kegiatan

    pengumpulan limbah B3; dan

    b. Tenaga yang terdidik di bidang analisa dan pengelolaan limbah B3.

    Pasal 5 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009

    tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan

    Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah

    Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah adalah:

    1) Badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan sementara dan/atau

    pengumpulan limbah B3 wajib mengajukan permohonan izin kepada:

    a. Gubernur untuk izin pengumpulan limbah B3 skala Provinsi; atau

    b. Bupati/walikota untuk izin penyimpanan sementara dan izin pengumpulan

    limbah B3 skala kabupaten/kota.

    2) Permohonan izin penyimpanan sementara dan/atau pengumpulan limbah B3

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemohon dengan mengisi

    dan melengkapi formulir permohonan izin serta persyaratan administrasi dan

    teknis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang

    merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  • 96

    Pasal 6 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009

    tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan

    Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah

    Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah adalah:

    Kegiatan pengumpulan limbah B3 hanya diperbolehkan apabila:

    a. Jenis limbah B3 tersebut dapat dimanfaatkan; dan/atau

    b. Badan usaha pengumpulan limbah B3 telah memiliki kontrak kerjasama

    dengan pihak pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 yang telah

    memiliki izin.

    Sedangkan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18

    Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya

    dan Beracun adalah :

    1) Jenis kegiatan pengelolaan limbah B3 yang wajib dilengkapi dengan izin terdiri atas

    kegiatan:

    a. Pengangkutan;

    b. Penyimpanan sementara;

    c. Pengumpulan;

    d. Pemanfaatan;

    e. Pengolahan; dan

    f. Penimbunan.

    2) Penghasil limbah B3 tidak dapat melakukan kegiatan pengumpulan limbah B3

    sebagaimana pada ayat (1) huruf c.

  • 97

    3) Kegiatan pengumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat

    diberikan izin apabila:

    a. Telah tersedia teknologi pemanfaatan limbah B3; dan/atau

    b. Telah memiliki kontrak kerja sama dengan pihak pengolah dan/atau penimbun

    limbah B3.

    4) Kontak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b wajib memuat

    tanggunga jawab masing-masing pihak bila terdapat pencemaran lingkungan.

    5) Kegiatan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat berupa:

    a. Kegiatan utama; atau

    b. Bukan kegiatan utama.

    Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009

    tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

    adalah :

    1) Kegiatan pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

    huruf a wajib memeliki izin dari Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang

    perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri

    2) Kegiatan penyimpanan sementara limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

    ayat (1) huruf b wajib memiliki izin dari Bupati/Walikota.

    3) Kegiatan pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

    huruf c wajib memiliki izin dari:

    a. Menteri untuk pengumpulan limbah B3 skala nasional setelah mendapat

    rekomendasi dari gubernur;

    b. Gubernur untuk pengumpulan limbah B3 skala provinsi; atau

    c. Bupati/Walikota untuk mengumpulkan limbah B3 skala kabupateb/kota.

  • 98

    4) Kegiatan pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5)

    huruf a wajib memiliki izin dari instansi terkait sesuai kewenangannya setelah

    mendapat rekomendasi dari Menteri.

    5) Kegiatan pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5)

    huruf b wajib memiliki izin dari Menteri.

    6) Kegiatan pengolahan dan penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    2 ayat (1) huruf e dan huruf f wajib memiliki izin dari Menteri.

    Dampak pendayagunaan Waste Management Terhadap Lingkungan Hidup,

    Waste Management (sarana pengolahan limbah B3) dilakukan untuk mengurangi

    dan mencegah semaksimal mungkin dihasilkan limbah B3 serta mengolahnya

    dengan baik sehingga tidak menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan

    hidup dan terganggunya kesehatan manusia.

    Pelaksanaan Waste Management, ada prinsip-prinsip mendasar yang harus

    diterapkan agar pendayagunaan Waste Management dapat berjalan dengan baik.

    Prinsip-prinsip mendasar tersebut antara lain :

    1) Polluter must be pays principle, yaitu pencemar harus membayar semua biaya yang diakibatkannya.

    2) Cradle to grave principle, yaitu pengawasan mulai dari dihasilkan sampe dibuang/ditimbulkannya limbah B3.

    3) Pengolahan dan penimbunan limbah B3 diusahakan dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya.

    4) Non discriminatory principle, yaitu semua limbah B3 harus diberlakukan sesuai dengan persyaratan penanganannya.

  • 99

    5) Sustainable development, yaitu pembangunan berkelanjutan. 3)

    Dilihat dari prinsip-prinsip mendasar waste management, maka dapat

    dikatakan bahwa dampak pendayagunaan waste management terhadap lingkungan

    hidup sangat positif. Selain itu waste management mempunyai suatu program

    pengolahan limbah B3 sebagai pengembangan atau pelaksanaan dari prinsip-

    prinsip tersebut. Program-program tersebut antara lain.

    1) Pembangunan pusat pengolahan limbah industri B3 ( PPLI-B3) diberbagai

    daerah yang strategis di Indonesia. Hal ini dikarenakan biaya pengolahan

    limbah B3 yang mahal bila dilakukan sendiri-sendiri dan memudahkan

    pengawasaan, serta tidak semua lokasi memenuhi persyaratan lingkungan

    untuk menjadi PPLI-B3.

    2) Agar prinsip pengolahan limbah B3 berjalan dengan baik dan tertib maka

    dibuat suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur pengolahan

    limbah B3.

    3) Melaksanakan fungsi pengawasaan dengan melakukan inventarisasi dan

    pemantauan limbah B3.

    4) Masih banyak industri yang membuang limbahnya lagsung ke lingkungan dan

    mencemarinya. Maka dilakukan usaha pemulihan kualitas lingkungan melalui

    Clean up Program.

    43) Makalah tentang Pusat Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, op, cit.. Hlm.

    17-18.

  • 100

    5) Pemakaian teknologi bersih dan waste excharge program atau yang disebut

    waste minimization dalam upaya mengurangi kebutuhan areal untuk

    penimbunan limbah B3.

    6) Penanganan limbah B3 jangka pendek, untuk menanggulangi makin

    bertambahnya limbah B3 yang dihasilkan sehingga harus dilakukan

    penanganan yang intensif.

    7) Mengembangkan dan meningkatkan jaringan informasi, khususnya mengenai

    data-data kegiatan pengolahan limbah B3 sehingga dapat membantu

    pengambilan keputusan.

    8) Sistem tanggap darurat dikawasan industri, baik dalam mengembangkan

    metode, maupun kerja sama antara instansi sehingga dapat meminimalisasikan

    risiko yang timbul.

    9) Yang terpenting adalah meningkatkan kesadaran masyarakat, karena

    lingkungan yang bersih dan sehat adalah kebutuhan setiap manusia.

    Adanya program pengolalaan limbah B3 di dalam waste management dapat

    terlihat usaha yang telah dilakukan agar dapat menciptakan lingkungan hidup

    yang bersih, sehat dan berkelajutan. Di dalam pengelolaan limbah B3 selain

    mengelola limbah B3 dengan baik oleh karena itu harus adanya baku mutu

    lingkungan di dalam pengelolaan limbah B3.

    Baku mutu lingkungan adalah batas atau kadar makhluk hidup zat, energi

    atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang

    keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

  • 101

    Baku mutu lingkungan (Environmental Quality Standard) atau biasa disingkat

    dengan BML. Berfungsi sebagai tolok ukur untuk mengetahui apakah telah terjadi

    perusakan atau pencemaran lingkungan. Kemampuan lingkungan sering

    diistilahkan, seperti daya tenggang, daya dukung, daya toleransi, dan lain-lain.

    Batas-batas daya dukung, daya tenggang, daya toleransi atau kemampuan lingkungan disebut dengan Nilai Ambang Batas (NAB) adalah batas tertinggi dan terendah dari kandungan zat-zat, makhluk hidup atau komponen lain yang diperbolehkan dalam setiap interaksi yang berkenaan dengan lingkungan, khususnya yang berpotensi mempengaruhi mutu tata lingkungan hidup atau ekologi. Suatu ekosistem telah disebut tercemar, apabila ternyata kondisi lingkungan ini telah melebihi NAB yang telah di tentukan oleh BML. 4)

    Beberapa kegunaan dari Baku Mutu Lingkungan:

    a. Sebagai alat evaluasi bagi badan-badan yang berwenang atas mutu lingkungan suatu

    daerah atau Departemen tertentu.

    b. Berguna sebagai alat penataan hukum administrasi bagi pihak-pihak yang

    berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, seperti perusahaan industri

    usaha agrobisnis, perikanan, peternakan, dan lain-lain untuk mengontrol

    tingkat kecemasan, sehingga dapat dilakukan upaya preventive.

    c. Dapat berguna bagi pelaksannaan Amdal yang merupakan konsep

    pengendalian lingkungan sejak dini (preventive).

    d. Sabagai alat kontrol untuk memudahkan pengelolaan dan pengawasan

    perizinan (licence management), maka dapat dianggap telah melanggar

    44) NHT, Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Edisi Kedua, Erlangga,

    Jakarta, 2004, hlm. 288.

  • 102

    ketentuan perizinan, dengan demikian, BML, dapat berfungsi sebagai hukum

    administratif.

    e. Dapat berguna bagi penentuan telah terjadinya pelanggaran hukum pidana,

    terutama dalam penentuan pelanggaran delik formal. Bilamana ketentuan

    BML di langgar, berarti telah di pandang sebagai melakukan delik lingkungan.

    Dapat dlihat Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang

    Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan;

    Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau gangguan di pidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 5)

    Tolok ukur apakah limbah dari suatu industri/pabrik telah menyebabkan

    pencemaran atau tidak, maka digunakan dua sistem baku mutu limbah, yakni:

    1. Menentukan suatu effluent standard, yakni kadar maksimal limbah

    diperkenankan untuk dibuang ke media lingkungan seperti air, tanah, dan

    udara. Kadar maksimum bahan polutan yang terkandung dalam limbah

    tersebut ditentukan pada waktu limbah tersebut ditentukan pada waktu limbah

    meninggalkan pabrik.

    2. Menetapkan ketentuan tentang stream standard, yaitu penetapan batas kadar

    bahan polutan pada sumber daya tertentu seperti sungai, danau, waduk,

    perairan, pantai, dan lain-lain.

    45) Pasal 99, Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup, ibid. hlm. 57.

  • 103

    Pada dasarnya kewenangan untuk pengelolaan limbah B3 yaitu

    penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan,

    pengankutan, pemanfaatan adalah kewenangan Pemerintah yaitu Menteri

    Lingkungan Hidup. Tetapi dengan adanya PP No.38 Tahun 2007, tentang

    Pembagian urusan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan

    Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota. Adanya

    pembagian kewenangan mengatur pengelolaan limbah B3 antara Pemerintah,

    Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Diantaranya yaitu

    salah satunya dilihat dari pengendalian dampak lingkungan adalah : Pengendalian

    dampak lingkungan dalam bidang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan

    beracun (B3).

    1. Pemerintah mempunyai kewenangan mengatur dan menetapkan kebijakan

    mengenai pengelolaan limbah B3 antara lain mencakup:

    a. Penetapan limbah B3 berdasarkan sumber spesifik, karakteristik, Lethal

    Dose Fifty (LD50), Toxicity Charasteristic Leaching Procedure (TCLP),

    kronis, dan List (daftar).

    b. Penetapan status limbah B3.

    c. Tempat penyimpanan sementara, pengumpulan, pengangkutan,

    pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan B3.

    d. Notifikasi Limbah B3.

    e. Pengawasan pengelolaan limbah B3.

    f. Pengawasaan pelaksanaan sistem tanggap darurat nasional.

  • 104

    g. Pengawasan penanggulangan kecelakaan pengelolaan limbah B3 skala

    nasional.

    h. Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3

    i. Menyelenggarakan registrasi limbah B3.

    j. Pengawasan pengelolaan limbah B3.

    k. Memberikan rekomendasi pengangkutan limbah B3.

    l. Izin pengumpulan limbah B3 skala nasional.

    m. Izin pemanfaatan limbah B3.

    n. Izin pengolahan limbah B3.

    o. Izin operasi peralatan pengolahan limbah B3.

    p. Izin operasi penimbunan limbah B3.

    q. Pengawasan pelaksanaan pemulihan akibat pencemaran limbah B3 skala

    nasional.

    2. Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai kewenangan mengatur:

    a. Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 skala Provinsi.

    b. Izin pengumpulan limbah B3 skala Provinsi (sumber limbah lintas

    Kabupaten/kota) kecuali minyak pelumas/oli bekas.

    c. Pengawasan pelaksanaan pemulihan akibat pencemaran limbah B3 pada

    skala Provinsi.

    d. Rekomendasi izin pengumpulan limbah B3 skala nasional.

    e. Pengawasan pelaksanaan sistem tanggap darurat skala Provinsi.

    f. Pengawasan penanggulangan kecelakaan pengelolaan limbah B3 skala

    Provinsi.

  • 105

    3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan:

    a. Pengawasan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 skala Kabupaten/Kota.

    b. Izin pengumpulan limbah B3 pada skala Kabupaten/Kota kecuali minyak

    pelumas/oli bekas.

    c. Pengawasan pelaksanaan pemulihan akibat pencemaran limbah B3 pada

    skala Kabupaten/Kota.

    d. Pengawasan penanggulangan kecelakaan pengelolaan limbah B3

    Kabupaten/Kota.

    e. Pengawasan pelaksanaan sistem tanggap darurat skala Kabupaten/Kota.

    f. Izin penyimpanan sementara limbah B3 di industri atau usaha suatu

    kegiatan.

    g. Izin lokasi pengolahan limbah B3.