b19

30
Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI) Elisabeth Janice Rusli 102013307 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Telp. (021) 56942061 [email protected] Pendahuluan Penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat fase akut dari iskemia miokard yang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi miokard dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI) dan angina pektoris tidak stabil (UAP) dimana ketiga jenis penyakit tersebut mempunyai gejala angina pectoris dan merupakan bagian dari sindroma koroner akut. Penyakit ini timbul akibat tersumbatnya pembuluh darah koroner oleh aterosklerosis yang terbentuk secara progresif. Sedangkan angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serang an sakit dada yang khas , yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivita s dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Makalah ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai STEMI dalam hal anamnesis, gejala 1

Upload: reynaldisanjaya

Post on 04-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

b19

TRANSCRIPT

Page 1: B19

Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI)

Elisabeth Janice Rusli

102013307

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Telp. (021) 56942061

[email protected]

Pendahuluan

Penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat

fase akut dari iskemia miokard yang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi

miokard dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation

Myocard Infark/STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI) dan

angina pektoris tidak stabil (UAP) dimana ketiga jenis penyakit tersebut mempunyai gejala

angina pectoris dan merupakan bagian dari sindroma koroner akut. Penyakit ini timbul akibat

tersumbatnya pembuluh darah koroner oleh aterosklerosis yang terbentuk secara progresif.

Sedangkan angina pectoris adalah suatu sindrom klinis dimana pasien mendapat serangan

sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri.

Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera

hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya.

Makalah ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai STEMI

dalam hal anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working

diagnosis, differential diagnosis, etiologi, patofisiologi, epidemiologi, faktor resiko,

penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, pencegahan. Dengan demikian, penanganan kasus

STEMI dapat dilaksanakan dengan baik.

Skenario

Seorang perempuan berusia 50 tahun datang diantar anaknya ke IGD RS dengan keluhan

nyeri dada kiri yang muncul tiba-tiba dan menjalar ke lengan kiri sejak 3 jam yang lalu. Nyeri

dirasakan sedikit berkurang saat beristirahat namun akan terus-menerus muncul kembali dan

semakin memberat. Keluhan tidak disertai demam ataupun batuk. Sebelumnya pasien juga

pernah merasakan nyeri dada kiri, namun tidak terlalu sakit dan hanya berlangsung 5 menit.

1

Page 2: B19

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis

penyakit tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan

sehingga membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan

fisik dan penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)

atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak

memungkinkan untuk diwawancarai.1

Penyakit mengenai sistem kardiovaskular bisa timbul dengan berbagai macam keluhan,

yaitu: nyeri dada, sesak napas, edema, palpitasi, sinkop, kelelahan, stroke, dan penyakit

vaskular perifer. Berikut hal yang dapat ditanyakan yang berhubungan dengan pasien di

skenario:1

Identitas pasien.

Keluhan utama: Nyeri dada.

Riwayat penyakit sekarang:

- Lokasi nyeri: Dada sebelah kiri.

- Onset: 3 jam yang lalu.

- Berapa lama rasa nyeri itu muncul?

- Bagaimana rasa nyeri yang dirasakan?

- Apakah rasa nyeri muncul pada waktu tertentu?

- Penjalaran: Lengan kiri.

- Faktor yang memperberat dan memperingan: Sedikit berkurang saat istirahat, tetapi

akan muncul kembali dan semakin berat.

- Keluhan penyerta: Tidak disertai demam dan batuk.

Riwayat penyakit dahulu: Nyeri dada kiri, namun tidak terlalu sakit dan hanya

berlangsung 5 menit.

Riwayat pengobatan.

Riwayat keluarga: Ayah pasien meninggal pada usia 40 tahun karena serangan jantung.

Riwayat sosial: Merokok atau minum minuman beralkohol?

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah melihat kesadaran dan keadaan umum

pasien. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital

2

Page 3: B19

yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang

normal adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari

mendekati 37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka

normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a.

radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-100 kali permenit. Dalam keadaan

normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.2

Pada pemeriksaan dada dan jantung, pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan urutan

inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskulitasi.2

Inspeksi, secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung diamati,

misalnya tampak lelah, kelelahan karena cardiac output rendah, sesak yang menunjukkan

adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan clubbing finger dan kaki

berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu juga dengan ada tidaknya edem.

Khusus inspeksi organ jantung adalah dengan melihat pulsasi di area apeks, trikuspidal,

pulmonal, aorta. Perlu juga melihat bentuk dada dan pergerakan napas.2

Pada palpasi, dengan menggunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung rasa

sensitivitasnya, meraba area-area apeks, trikuspidal, septal, pulmonal, dan aorta. Yang

diperhatikan dalam pemeriksaan adalah:2

Pulsasi.

Thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa. Hal ini dapat teraba karena adanya

bising yang minimal derajat 3. Dibedakan thrill sistolik atau thrill diastolic tergantung

difase mana berada.

Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita. Hal ini karena overload

ventrikel kiri.

Lift yaitu dorongan terhadap tangan pemeriksa. Hal ini karena adanya peningkatan

tekanan di ventrikel.

Ictus cordis yaitu pulsasi apeks, biasanya terletak pada 2 jari medial dari garis

midclavikula kiri.

Dalam melakukan perkusi, telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakkan di dinding

dada, dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak dan keempat jari lain

agak diangkat, tujuannya agar tidak meredam suara ketukan. Hal yang dilakukan dalam

perkusi adalah mencari batas jantung kanan, kiri, atas, bawah, dan pinggang jantung. Batas

kanan jantung dicari dari batas paru-hati, lalu naik 2 jari dan diperkusi ke arah medial. Batas

kiri jantung ditentukan dari garis axilaris anterior kiri, perkusi ke arah medial pada sela iga

3

Page 4: B19

tiga hingga enam, yang mana yang paling lateral. Batas atas jantung ditentukan pada garis

sternal kiri. Pinggang jantung ditentuan pada garis parasternal kiri.2

Dengan auskultasi akan didengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising jantung bila

ada kelainan. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi jantung (BJ) I dan II. Di area apeks dan

tirkuspidalis BJ I lebih keras daripada BJ II, sedangkan di area basal yaitu pulmonal dan aorta,

BJ I lebih lemah daripada BJ II. Lokasi-lokasi pemeriksaan auskultasi sebagai berikut:2

Apeks untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral.

Sela iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung

yang berasal dari katup trikuspidal.

Sela iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila ada

kelainan ASD dan VSD.

Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.

Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup aorta.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis. Keadaan umum

pasien tampak sakit berat. Tanda-tanda vital menunjukkan tekanan darah 110/90mmHg,

frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas 20x/menit, dan suhu 36,3oC. Pada pemeriksaan

mata didapatkan konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik. Kemudian pada auskultasi

bagian thorax didapatkan suara napas vesikuler, ronkhi dan wheezing (-/-), BJ I dan II murni

reguler, murmur dan gallop (-). Pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan (-) dan bising usus (+)

normal.

Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada

atau keluhan yang dicurigai STEMI. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk

STEMI terapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI. EKG serial

dengan 5-10 menit atau pematauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk

mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.3

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi

menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q.

Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus

tidak total, obtruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak

ditemukan segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau

4

Page 5: B19

non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan

gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan

jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnnya gelombang R dan infark miokard non

trasmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T,

namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark

(mural/tramsmural) sehingga terminologi infark miokard akut (IMA) gelombang Q dan non Q

menggantikan IMA mural/nontrasmural.3

Selama infark miokard akut, gambaran EKG berubah melalui 3 stadium (lihat gambar 1):3

Gelombang T meninggi yg diikuti inverse gelombang T.

Elevasi segmen ST.

Munculnya gelombang Q baru.

Gambar 1. Perubahan EKG pada daerah infark miokardium. Inversi gelombang T (kiri),

elevasi segmen ST (tengah), gelombang Q yang menonjol (kanan).4

Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokard, yaitu kurangnya aliran darah

yang adekuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar bersifat reversible jika aliran

darah dipulihkan atau kebutuhan oksigen dipenuhi. Jika gelombang T mengalami inverse

berarti telah terjadi kematian sel miokardium (infark sejati).3

Elevasi segmen ST menandakan cedera miokardium. Cedera kemungkinan

menggambarkan derajat kerusakan seluler yang lebih dari sekedar iskemia, tetapi

kemungkinan juga bisa reversible. Segmen ST elevasi bergabung dengan gelombang T.3

Munculnya gelombang Q yang baru menunjukkan telah terjadi kematian sel miokardium

yang irreversible. Keberadaan gelombang Q baru merupakan tanda diagnostik infark

miokadium. Gelombang Q ada yang fisiologis ada yang patologis. Gelombang Q yang

menandakan infark cenderung lebih luas dan lebih dalam. Namanya adalah gelombang Q

signifikan.3

Kriteria gelombang:3

Durasi gelombang Q harus lebih besar dari 0,04 detik.

Kedalaman gelombang Q sekurang-kurangnya harus 1/3 gelombang R pada kompleks

QRS yang sama.

5

Page 6: B19

Pada kasus ini hasil EKG pasien menunjukan adanya elevasi dari segmen ST pada

sadapan V4, V5, dan V6 (lihat gambar 2). Hal ini menandakkan adanya cedera iskemia pada

jantung pasien. Sehingga iskemia yang terjadi pada pasien memiliki resiko infark dan

tergolong dalam STEMI.

Gambar 2. Hasil Pemeriksaan EKG dari skenario.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan CK (Creatin Kinase) dan CK-MB.

Creatin Kinase (CK) merupakan enzim yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada

otot jantung dan rangka dan dalam konsentrasi rendah pada jaringan otak. CK meningkat

setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali

normal dalam 3-4 hari. CK memiliki 2 jenis isoenzim yaitu B dan M. Dan dapat

dielektorforesis kembali menjadi 3 bagian: MM (otot rangka dan sebagian jantung), MB

(jantung), dan BB (dalam otak). CK-MB meningkat 3 jam setelah miokard infark dan

mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,

miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CK-MB. Peningkatan dan penurunan

CK dan CK-MB merupakan penanda cedera otot paling spesifik seperti pada infark

miokardium, dimana setelah infark miokardium akut, CK dan CK-MB meningkat.5

Pemeriksaan cTn (cardiac specifik troponin).

Troponin jantung-spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) juga merupakan petunjuk adanya cedera

miokardium. Tropinin-troponin ini merupakan protein regulator yang mengendalikan

hubungan aktin dan miosin yang diperantarai kalsium; peningkatan kadar serum bersifat

spesifik untuk pelepasan dari miokardium. Yang perlu diingat, troponin serum dapat

meningkat pada gagal jantung kongestif, hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis dan

pada saat kemoterapi yang bersifat toksik pada miokardium. Enzim ini meningkat setelah 2

jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat

dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.5

6

Page 7: B19

Pemeriksaan Mioglobin.

Mioglobin adalah protein yang mengikat oksigen, dimana ditemukan dalam sel otot

rangka dan otot jantung. Mioglobin dilepas ke sirkulasi setelah terjadi cedera. Mioglobin

mencapai puncaknya setelah terjadi infark miokard selama 8-12 jam. Nilai rujukan: 12-90

ng/ml.5

Lactic dehydrogenase (LDH).

LDH meningkat setelah 24-28 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan

kembali normal dalam 8-14 hari.5

Pemeriksaan Kolesterol Serum.

Kolesterol merupakan lemak darah yang disintesis di hati serta ditemukan dalam sel darah

merah, membrane sel, dan otot. Kolesterol serum digunakan sebagai indikator penyakit arteri

koroner dan aterosklerosis. Hiperkolesterolemia menyebabkan penumpukan plak di arteri

koroner sehingga menyebabkan miokard infark. Peningkatan kolesterol juga bisa karena obat-

obatan seperti aspirin. Nilai rujukan: Nilai ideal <200mg/dL. Risiko sedang: 200-240 mg/dL.

Risiko tinggi: >240 mg/dL.5

Pemeriksaan Lipoprotein

Lipoprotein adalah lipid yang berikatan dengan protein. Fraksi lipoprotein: HDL

(kelompok α), LDL, VLDL (kelompok β). Kelompok β merupakan kontributor terbesar

terjadinya aterosklerosis pada penyakit arteri koroner. Kelompok α membantu mengurangi

deposit lemak di pembuluh darah. Nilai rujukan: HDL >50 mg/dL, LDL <100 mg/dL.5

Diagnosis

Working Diagnosis

STEMI merupakan oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang

pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard tergatung

pada letak dan lama sumbatan aliran darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah

miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat.2

Diagnosis STEMI ditegakkan dengan ditemukan 2 dari kriteria diagnostik berupa adanya

nyeri dada yang khas, gambaran EKG (adanya elevasi ST minimal dalam 2 sadapan

prekordial), atau adanya kenaikan enzim yang bermakna.2

Dengan rasa nyeri dada kiri yang disertai penjalaran ke lengan kiri dan adanya elevasi dari

segmen ST pada hasil EKG pasien, maka diambil working diagnosis STEMI.

7

Page 8: B19

Differential Diagnosis

NSTEMI

Angina pectoris tak stabil (unstable angina= UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi

ST (non ST elevation myocardial infarction=NSTEMI) diketahui merupakan suatu

kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya

penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan

manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan

biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi

salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD.2

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri

seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau

tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.2

Pada pemeriksaan gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan

hal penting yang menentukan resiko pada pasien. Dengan memberatnya depresi segmen ST

maupun perubahan troponin T, keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-

pasien dengan NSTEMI.2

Unstable Angina Pectoris (UAP)

Angina Pectoris adalah nyeri dada yang menjalar ke rahang, gigi, bahu dan lengan kiri.

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang

bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,

mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada

dapat disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ada yang khas.2

Pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan

kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi atau

NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T non spesifik seperti depresi segmen ST kurang

dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan

dapat disebabkan karena hal lain.2

Angina Prinzmetal

Dideskripsikan oleh Prinzmetal pada tahun 1959, angina varian adalah gejala angina saat

istirahat dan elevasi segmen ST pada EKG yang menandakan iskemia transmural. Keadaan

8

Page 9: B19

yang tidak biasa ini tampaknya berhubungan dengan adanya tonus arteri koroner yang

bertambah, yang cepat hilang dengan pemberian nitrogliserin dan dapat diprovokasi oleh

asetilkolin. Angina varian dapat terjadi pada arteri koroner yang strukturnya normal, pada

penyakit arteri koroner campuran ‘tetap’ atau dalam keadaan stenosis oklusif koroner berat.2

Angina varian atau Prizmetal bisa tidak terduga, terjadi tanpa peringatan ketika pasien

sedang istirahat, sebaliknya dapat menghilang oleh kegiatan fisik. Angiogram pada angina

Prinzmetal menunjukkan tidak adanya sumbatan atau stenosis, dan sangat sedikit bukti

ateroma. Namun, ketika dilakukan angiogram selama serangan, mereka menunjukkan bahwa

arteri koroner berada dalam keadaan spasme. Olahraga akan meredakan spasme, artinya juga

meredakan angina. Biasanya terjadi peningkatan segmen ST pada EKG.2

Salah satu gejala klinis Angina Prinzmetal adalah nyeri dada, dimana gejala dapat

terlokalisasi di lengan (paling sering pada sisi kiri), rahang, atau leher, dan lebih jarang pada

epigastrium. Angina cenderung menyebar dari axila ke arah bawah menuju bagian dalam

lengan dan bukannya ke arah aspek lateral lengan, yang lebih khas untuk nyeri

musculoskeletal yang berasal dari tulang belakang servikal. Gejala sensorik pada lengan (rasa

baal, rasa berat, dan hilangnya fungsi) sering didapatkan. Nyeri angina berlangsung cepat,

kurang dari 5 menit, dan biasanya di provokasi oleh aktivitas fisik, emosi, makanan, ansietas,

perubahan temperatur sekitar, atau merokok. Aktivitas fisik dengan menggunakan lengan

(misalnya mencukur, menggosok gigi) tampaknya sangat potensial dalam memprovokasi

angina.2

Diseksi Aorta

Diseksi Aorta adalah suatu keadaan yang sering berakibat fatal, dimana lapisan dalam dari

dinding aorta mengalami robekan sedangkan lapisan luarnya utuh, sehingga darah mengalir

melalui robekan dan membelah lapisan tengah serta membentuk saluran baru di dalam

dinding aorta.2

Kelainan patologi utama adalah robekan intima, dimana tempat robekan pertama disebut

robekan intima primer (primary or entry intimal tear). Robekan intima primer merupakan

lubang masuknya darah dari aorta. Seringkali terdapat robekan intima sekunder (re-entry

tear), yang merupakan tempat keluarnya darah dari lumen palsu aorta. Re-entry tear disebut

juga faktor penyembuh alami (imperfect natural cure) yang membatasi perluasan diseksi.2

Gejala-gejalanya antara lain nyeri yang sangat luar biasa, yang muncul secara tiba-tiba.

Sebagian besar penderita menggambarkan dadanya seperti dicabik-cabik atau dirobek. Nyeri

9

Page 10: B19

juga sering dirasakan di punggung, diantara kedua bahu. Nyeri sering mengikuti jalannya

pembelahan di sepanjang aorta.2

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya yang khas. Pada pemeriksaaan fisik,

65% penderita memiliki denyut nadi yang lemah atau sama sekali tidak teraba di tungkai dan

lengan. Diseksi aorta yang arahnya berbalik menuju ke jantung, bisa menyebabkan murmur,

yang bisa terdengar melalui stetoskop. Bisa terjadi penimbunan darah di dada. Darah dari

suatu diseksi yang merembes ke sekitar jantung bisa mengganggu denyut jantung dan

menyebabkan tamponade jantung. Foto rontgen menunjukkan pelebaran aorta pada 90%

penderita yang memiliki gejala. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan

USG.2

Pericarditis Akut

Perikarditis akut adalah peradangan primer maupun sekunder perikardium

parietalis/visceralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis,

jamur, uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik. Keluhan

paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, yang menjalar ke bahu kiri dan kadang ke

lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada perikarditis akut nyeri ini

cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas dalam. Perikarditis dapat

menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa berakibat fatal. Keluhan lainnya

rasa sulit bernafas karena nyeri pleuritik di atas atau efusi perikard.2

Pemeriksaan fisik didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi

banyak atau cepat terjadi, akan didapatkan tanda tamponade. EKG menunjukkan elevasi

segmen ST.2

Etiologi

Pada lebih dari 90% kasus iskemia miokardium disebabkan oleh berkurangnya aliran

darah koronaria karena obstruksi arteri koronaria oleh aterosklerosis. Infark miokard dapat

terjadi pada semua umur dengan frekuensi yang meningkat progresif seiring bertambahnya

usia dan terdapat tidaknya faktor predisposisi. Faktor predisposisi sendiri termasuk hipertensi,

merokok, diabetes melitus, dan hiperkolestrol maupun hyperlipidemia.6

Patofisiologi

10

Page 11: B19

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian

ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi

bertahap fatty plak di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam

lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah

ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.2

Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes melitus tipe II, hipertensi, dan

inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di

atas menimbulkan luka bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi

memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai

vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru

meningkatkan  produksi vasokonstriktor, endotelin-1,dan angiotensin II yang berperan dalam

migrasi dan pertumbuhan sel.2

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit

bermigrasi ke subendotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai

pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan

kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit

menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi

matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi

ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian

ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak

lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.2

Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian

tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah

koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh

terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,

obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.2

Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan

dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard.

Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.

Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner

berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan  berelaksasi.2

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur

sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan

11

Page 12: B19

air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah

menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas

membransel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan

Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau

ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard.2

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi

infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan  perlahan dari stenosis

koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk

pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner

tersumbat cepat. Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen STyang

disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma

menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus

yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner.2

Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark

miokard transmural disebabkan oleh oklusi arterikoroner yang terjadi cepat yaitu dalam

beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis

dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian

miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda.2

Epidemiologi

Insiden dari infark miokard akut (IMA) tidak diketahui, namun sekitar 150.000 kematian

akibat penyakit jantung koroner terjadi di Inggris tahun 1995. Insiden dan mortalitas IMA

membaik seiring waktu sebagai hasil dari usaha-usaha yang ditargetkan pada pencegahan

primer dan pengurangan faktor resiko, kesadaran pasien, tenaga paramedic ambulans, unit

perawatan koroner, terapi obat, trombolisis, rehabiltasi, stratifikasi pasca infark dan

revaskularisasi.6

Hampir 10% infark miokard terjadi pada usia kurang dari 40 tahun dan 45% terjadi pada

orang berusia lebih dari 65 tahun. Pria mempunyai presentasi terkena infark miokard bila

dibandingkan wanita usia subur. Namun saat telah terjadi menopause wanita dan pria

mempunyai presentasi yang sama. Hal ini diduga faktor hormonal seperti estrogen melindungi

wanita.6

12

Page 13: B19

Faktor Resiko

Secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya penyakit

jantung koroner (PJK), dimana ada yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi.7

Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain:7

Usia.

Jenis Kelamin.

Riwayat Keluarga dengan penyakit arterosklerosis.

Ras.

Faktor-faktor yang dapat dimodifikasi:7

Hipertensi.

Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga

menyebabkan pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Serta tekanan darah yang tinggi dan

menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri

koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini

menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering

didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang normal.

Hiperkolesterolemia.

Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh

darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh darah tersebut menyempit dan proses ini disebut

aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi

lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran darah pada pembuluh darah koroner yang

fungsinya memberi O2 ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya O2 akan menyebabkan otot

jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian.

Merokok.

Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh

katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO. Katekolamin juga dapat

menambah reaksi trombosis dan juga menyebabkan kerusakan dinding arteri, sedangkan

glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri.

Obesitas.

Diabetes Melitus.

13

Page 14: B19

Stress.

Penatalaksanaan

Untuk penatalaksanaan umum, oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi

oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen

selama 6 jam pertama.8

Medikamentosa

Nitrat.

Nitrat dapat menambah suplai oksigen dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan

memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut, nitrogliserin (NTG) atau isosorbid

dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infus intravena. Sediaan NTG tersedia adalah

dalam bentuk tablet sublingual dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan dalam 3 dosis dengan

interval 5 menit, sedangkan isosorbid dinitrat dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-

4 mg per jam. Karena adanya toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke

waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per-oral.8

Beta-bloker.

Apabila morfin tidak dapat mengatasi nyeri dada pasien maka pemberian beta-bloker

intravena dapat membantu meringankan rasa nyeri. Dapat diberikan metoprolol 5 mg setiap 2-

5 menit sampai total 3 dosis dengan beberapa syarat yaitu frekuensi jantung lebih dari 60 kali

per-menit, tekanan darah sistolik lebih dari 100 mmHg, interval PR lebih dari 0,24 detik dan

ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. 15 menit setelah pamberian dosis terakhir,

diberikan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan

dengan 100 mg tiap 12 jam.8

Antitrombotik.

Aspirin merupakan antitrombotik standar untuk pasien STEMI. Aspirin diberikan sebagai

obat pencegahan sekunder untuk menghambat proses yang ada karena umumnya sudah terjadi

arterosklerosis di pembuluh darah lain yang nantinya akan berlangsung terus. Pada kasus

emergensi aspirin diberikan dengan dosis 160-320 mg selanjutnya diberikan dengan dosis 80-

160 mg.8

ACE inhibitor.

14

Page 15: B19

ACE inhibitor menurunkan angka mortalitas pasca STEMI. Diberikan dalam 24 jam

pertama. Tetapi pemberian tanpa batas dapat mengakibatkan gagal jantung, penurunan fungsi

ventrikel kiri, atau abnormalitas pergerakan dinding global.8

Non-medikamentosa

Terapi Bedah

Terapi bedah merupakan terapi definitif dari STEMI. Prosedur invasif yang dapat

dilakukan, yaitu:8

- Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) disediakan untuk pasien yang sulit

mencapai terapi obat secara maksimal & mereka yang menggunakan catheterisasi

kardiak dengan balon.

- Percutaneous coronary intervention (PCI), yaitu suatu teknik untuk menghilangkan

trombus dan melebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai

kateter dan seringkali dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan

penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali,

sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari. PCI primer ialah pengobatan infark

jantung akut yang terbaik saat ini, karena dapat menghentikan serangan infark jantung

akut dan menurunkan mortalitas sampai di bawah 2%.

- Coronary artery bypass graft (CABG), dimana akan dibuat saluran baru disamping arteri

yang terkena aterosklerosis sehingga aliran darah masih bisa berlanjut dan tidak terjadi

oklusi. Biasanya arteri yang dipakai adalah arteri mamaria interna (paling sering), vena

saphena, arteri radialis arteri gastroepiploica, atau arteri epigastrika.

Indikasi untuk Revaskularisasi

Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography koroner dan

tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner adalah kandidat yang potensial

untuk dilakukan tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi

dilakukan pada pasien, jika:8

- Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien.

- Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard.

- Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian.

15

Page 16: B19

- Pasien lebih memilih tindakan intervensi dibanding dengan pengobatan biasa dan

sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberikan kepada mereka.

Komplikasi

Gagal jantung kongestif.

Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.

Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti pada vena pulmonalis.

Sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan menyebabkan kongesti vena

sistemik. Kegagalan pada kedua ventrikel disebut kegagalan biventrikular. Gagal jantung kiri

merupakan komplikasi mekanis yang paling seding terjadi setelah infark miokard. 7

Disfungsi Ventrikular.

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan dalam bentuk ukuran dan ketebalan

pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular

dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan

atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan

ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang

mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan

prognosis lebih buruk.7

Gangguan Hemodinamik.

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di Rumah Sakit

pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal

pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang

tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada

pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.7

Edema Paru Akut.

Pada Miokard Infark, seringkali terjadi bendungan sirkulasi vena. Pada pasien dengan

miokard infark atau gagal jantung kiri, hal ini menyebabkan bendungan pasif sirkulasi paru.

Seiring dengan semakin parahnya gagal ventrikel kiri, tekanan hidrostatik pada pembuluh

paru meningkat sehingga terjadi kebocoran cairan dan kadang-kadang eritrosit ke dalam

jaringan intersitium dan rongga udara paru untuk menyebabkan edema paru. Kongesti

16

Page 17: B19

sirkulasi paru juga meningkatkan resistensi vaskular paru dan karenanya peningkatan beban

kerja bagi sisi kanan jantung. Peningkatan beban ini apabila menetap dan parah, akhirnya

menyebabkan sisi kanan jantung akan mengalami kegagalan.7

Syok kardiogenik.

Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung

kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan

kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan

yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan

disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai

komplikasi miokard infark, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru,

kardiomiopati dan aritmia.7

Infark ventrikel kanan.

Infark ventrikel kanan secara klnis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat

(distensi vena jugularis, tanda kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi

segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan terutama sadapan V4R, sering dijumpai dalam 24

jam pertama pasien dengan infark ventrikel kanan.7

Ekstrasistol ventrikel.

Depolarisasi prematur ventrikel spontan yang tidak sering dapat terjadi pada hampir

semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi.7

Takikardia dan fibrilasi ventrikel.

Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventrikular dapat terjadi tanpa

tanda bahaya aritmia sebelumnya. Hipokalemia dan hipomagnesimia merupakan faktor risiko

fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI.7

Fibrilasi atrium.

Fibrilasi atrium dan debar atrium adalah pola pelepasan elektrik yang sangat cepat yang

membuat atrium berkontraksi sangat cepat sekali, sehingga menyebabkan ventrikel

berkontraksi lebih cepat dan kurang efeisien daripada yang normal. Irama abnormal ini dapat

terjadi secara sporadis atau menetap. Selama fibrilasi atau berdebar, kontraksi atrium begitu

cepat sehingga dinding atrium hanya bergetar, sehingga darah tidak dipompa secara efektif ke

ventrikel. Pada fibrilasi, irama atrium tidak beraturan sehingga irama ventrikel juga tidak

beraturan, dalam debar, irama atrium dan ventrikel biasanya teratur. Untuk kedua hal di atas,

detak ventrikel lebih lambat daripada atrium karena nodus atrioventrikular dan simpul His

tidak dapat mengatur impuls elektrik seperti kecepatan rata-rata dan hanya beberapa detik

17

Page 18: B19

hingga 4 detik impuls berlangsung. Sedangkan detak ventrikel terlalu cepat untuk terisi secara

penuh. Sehingga jumlah darah yang dipompa keluar ke jantung tidak memadai, tekanan darah

jatuh dan gagal jantung bisa terjadi.7

Prognosis

Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan hasil akhir prognosis yaitu, potensi

terjadinya aritmia gawat, potensi serangan iskemia yang lebih jauh, dan potensi terjadinya

hemodinamik yang memburuk. Sehingga dapat diperkirakan bahwa prognosisnya adalah

ditentukan oleh seberapa cepat dan tepatnya penanganan terhadap pasien.2

Pencegahan

Dengan menerapkan gaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-harinya dan

menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan, dapat mencegah

terjadinya penyakit jantung, diantaranya adalah:9

1. Tidak merokok.

2. Hadapi dan hindari stress.

3. Melakukan aktivitas fisik dan olahraga yang teratur. Dilakukan minimal 30 menit dalam

sehari agar mempunyai efek terhadap sistim jantung & pembuluh darah.

4. Makan-makanan sehat dan gizi seimbang.

Hindari makanan yang banyak mengandung kolesterol, pilihlah daging putih (ikan, ayam

tanpa kulit) dan hindari daging merah (sapi, kambing dll). Banyak makan makanan yang

mengandung serat. Jangan terlalu banyak kalori, hal ini menjaga dari kelebihan berat

badan/obesitas. Jadi pada intinya makan harus seimbang gizi dan kalori.9

Kesimpulan

Penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat

fase akut dari iskemia miokard yang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi

miokard. Berdasarkan perbedaan gejala dan tandanya, penyakit jantung koroner akut dibagi

menjadi STEMI, NSTEMI, dan UAP. Faktor-faktor resiko infark miokard antara lain penyakit

jantung koroner, hipertensi, dislipidemia, diabetes, dan gaya hidup seperti stres, obesitas,

merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis,

18

Page 19: B19

pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, pemeriksaan laboratorium. Terapi definitif adalah

terapi bedah. Adapun obat-obat yang digunakan untuk terapi farmakologis yaitu golongan

nitrat, beta-blocker, antitrombotik, ACE inhibitor. Untuk terapi non farmakologis dapat

berupa modifikasi gaya hidup.

Referensi

1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h. 26-7.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 66-8, 115-24, 141-54, 159.

3. Thaler MS. Satu-satu buku EKG yang anda butuhkan. Edisi 5. Wahab S, penerjemah.

Jakarta: EGC; 2009. h. 17-9.

4. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Vol.

1. Brahm UP, penerjemah. Jakarta: EGC; 2006. h. 450.

5. Kee, LeFever J. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta:

EGC; 2008. h. 129-30.

6. Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I. Lectures notes cardiology. Jakarta: Erlangga;

2006. h. 132.

7. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi V. Jilid 2. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 55-6, 68-71.

8. Aaronson PI, Ward JPT. At a glance sistem kardiovaskular. Edisi 3. Jakarta: Erlangga;

2010. h. 77-9.

9. Bickley, Lynn B. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 8. Jakarta:

EGC; 2009. h. 21.

19