b. bakrie*, r.m. murray**, dan j.p. hogan*** - digilib-batandigilib.batan.go.id/e-prosiding/file...

10
PERBANDINGAN ANTARA RUTHENIUM YANG RADIOKATIF SEBAGAI PEIJABEL PARTIKEL RUMINANSIA RADIOAKTIF DAN NON- MAKANAN PADA TERNAK B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan*** ABSTRAK PERBANDINGAN ANTARA RUTHENIUM YANG RADIOAKTU' DAN t/ON-RADIOKATIF SJ!BAGAI PE- LABEL PARTIKKL KAKANAN PADA TERt/AK RUMINANSIA. Penelitian tentang penggunaan ruthe- nium (Ru) baik yang radioaktif atau bukan Radiokatif sebagai pelabel (marker) partikel makanan telah dilakukan menggunakan ternak domba. Penelitian in! bertujuan untuk mengetahui apakah kedua marker akan memberikan hasil yang sama dalam mempela- jari fisiologi pencernaan makanan ternak ruminansia. Kedua marker dicampurkan menjadi satu dalam suatu larutan dan dimasukkan ke dalam rumen domba melalui fistula. Laju pencernaan makanan di dalam saluran pencernaan diamati melalui per- ubahan konsentrasi marker di dalam sampel yang dikumpulkan dari abomasum dan feses pada selang waktu yang tertentu setelah marker dimasukan ke dalam rumen diperoleh bahwa kedua marker memberikan hasil yang hampir sama terutama pada pengamatan peng- gunaan sampel feses. Beberapa kemungkinan yang menyebabkan perbedaan hasil pada pengamatan menggunakan sampel digesta abomasum ada dibahas. Disimpulkan bahwa salah satu dari kedua marker tersebut dapat dipergunakan dan pemilihan penggunaannya bergantung pad a tujuan penggunaan dan biaya yang tersedia. ABSTRACT COMPARISON BKTWKKN RADIOACTIVK AND NON-RADIOACTIVE RUTHENIUM AS PARTICULATK MARKKRS IN RUMINANTS. A study on the use of radioactive or non-radioactive ruthenium (Ru) as a particulate marker has been carried out using sheep. The aim of the study was to see wether both markers could produce similar results in studying the diges- tive phisiology of ruminants. Both markers were mixed together in a solution and administered into the rumen of sheep through a fistula. The digestion rate of feed in the gastro-intestinal tract was observed from the change of marker concentration in samples collected from abomasum and faeces at a given interval after the markers were dosed into the rumen. It was found that both markers gave similar results par- ticulary on the observations using faecal samples. The possible cause of the dis- -------------------------------------------------------------- * Balai Penelitian Ternak. ** Graduate School of Tropical Veterinary Science., Australia *** Davies Laboratory, CSIRO., Private mail Bag., Australia 753

Upload: dinhdat

Post on 19-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan*** - Digilib-BATANdigilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Pertanian_Peternakan... · in the gastro-intestinal tract was observed from

PERBANDINGAN ANTARA RUTHENIUM YANGRADIOKATIF SEBAGAI PEIJABEL PARTIKEL

RUMINANSIA

RADIOAKTIF DAN NON­MAKANAN PADA TERNAK

B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan***

ABSTRAK

PERBANDINGAN ANTARA RUTHENIUM YANG RADIOAKTU' DAN t/ON-RADIOKATIF SJ!BAGAI PE­

LABEL PARTIKKL KAKANAN PADA TERt/AK RUMINANSIA. Penelitian tentang penggunaan ruthe­

nium (Ru) baik yang radioaktif atau bukan Radiokatif sebagai pelabel (marker)

partikel makanan telah dilakukan menggunakan ternak domba. Penelitian in! bertujuan

untuk mengetahui apakah kedua marker akan memberikan hasil yang sama dalam mempela­

jari fisiologi pencernaan makanan ternak ruminansia. Kedua marker dicampurkan

menjadi satu dalam suatu larutan dan dimasukkan ke dalam rumen domba melalui

fistula. Laju pencernaan makanan di dalam saluran pencernaan diamati melalui per­

ubahan konsentrasi marker di dalam sampel yang dikumpulkan dari abomasum dan feses

pada selang waktu yang tertentu setelah marker dimasukan ke dalam rumen diperoleh

bahwa kedua marker memberikan hasil yang hampir sama terutama pada pengamatan peng­

gunaan sampel feses. Beberapa kemungkinan yang menyebabkan perbedaan hasil pada

pengamatan menggunakan sampel digesta abomasum ada dibahas. Disimpulkan bahwa salah

satu dari kedua marker tersebut dapat dipergunakan dan pemilihan penggunaannya

bergantung pad a tujuan penggunaan dan biaya yang tersedia.

ABSTRACT

COMPARISON BKTWKKN RADIOACTIVK AND NON-RADIOACTIVE RUTHENIUM AS PARTICULATK

MARKKRS IN RUMINANTS. A study on the use of radioactive or non-radioactive ruthenium

(Ru) as a particulate marker has been carried out using sheep. The aim of the study

was to see wether both markers could produce similar results in studying the diges­

tive phisiology of ruminants. Both markers were mixed together in a solution and

administered into the rumen of sheep through a fistula. The digestion rate of feed

in the gastro-intestinal tract was observed from the change of marker concentration

in samples collected from abomasum and faeces at a given interval after the markers

were dosed into the rumen. It was found that both markers gave similar results par­

ticulary on the observations using faecal samples. The possible cause of the dis-

--------------------------------------------------------------

* Balai Penelitian Ternak.

** Graduate School of Tropical Veterinary Science., Australia

*** Davies Laboratory, CSIRO., Private mail Bag., Australia

753

Page 2: B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan*** - Digilib-BATANdigilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Pertanian_Peternakan... · in the gastro-intestinal tract was observed from

crepancy between markers on the abservations using abomasal digesta are discussed.

It could be concluded that one of the marker may be used and its selection depends

on the purpose and budget available.

PENDAHULUAN

Ruthenium (Ru) merupakan unsur yang sangat cocok digunakan

sebagai pelabel (marker) partikel makanan dalam mempelajari fisiolo­

gi pencernaan makanan ternak, baik yang berupa radioaktif maupun

yang bukan radioaktif. Pemilihan penggunaan unsur tersebut ter­

gantung antara lain kepada tujuan penggunaan dan biaya yang ter­

sedia, karena masing-masing jenis mempunyai kelebihan dan kekurangan

dalam penggunaannya. Penggunaan unsur yang radiokatif jauh lebih

mudah dibandingkan dengan yang bukan radiokatif, baik dalam cara

penyiapannya maupun dalam pengukur:annya. Akan tetapi, biaya yang

diperlukan jauh lebih mahal. Marker yang bukan radioaktif mempunyai

beberapa keuntungan antara lain tidak mempunyai masa pakai (half

life) yang terbatas dan sangat cocok untuk penggunaan yang rutin,

karena tidak berbahaya dan biaya penggunaan yang relatif murah.

Sebaliknya kelemahan marker ini adalah dalam cara penyiapan serta

pengukuran yang memerlukan prosedur yang cukup rumit.

Penggunaan marker Ru yang radioaktif (R-Ru) pada ternak rumi­

nansia telah dimutai semenjak hampir 20 tahun yang lalu dan telah

terbukti dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan (1 ,2) akan

tetapi juga dilaporkan bahwa marker ini mempunyai beberapa kelemahan

(3,4) an tara lain a) memiliki day a radioaktif yang cukup kuat

(powerful radioactive properties), b) daya radioaktifitas sfesifik

(Specific radioaktivity) yang agak rendah dan c) kemungkinan dapat

meracuni mikroba rumen. Oleh sebab itu, dianjurkan agar pemakaiannya

dibatasi pada level yang serendah mungkin.

Penggunaan marker Ru yang bukan radioaktif (B-Ru) juga telah

dilaporkan oleh beberapa peneliti (5, 6, 7). Beberapa di antaranya

754

Page 3: B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan*** - Digilib-BATANdigilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Pertanian_Peternakan... · in the gastro-intestinal tract was observed from

menyatakan bahwa terdapat beberapa kesuli tan dalam penentuan kon­

sentrasi B-Ru dalam sampel, antara lain, yai tu tidak konsistennya

hasil yang diperoleh. Metode yang digunakan untuk penentuan konsen­

trasi BRu dalam penel i tian tersebut diatas adalah metode Megarity

dan Siebert (8) yang mempergunakan spektrometer ("Atomic Absorption

Spectrometry") dengan sistim pengabuan carbon furnace. Dengan

metode ini kemungkinan terdapat kesuli tan dalam mengekstraksi Ru

serta terjadinya keausan "furnace" yang menyebabkan terjadinya per­

ubahan dalam nilai absorbansi yang diukur.

Dalam makalah ini dilaporkan hasil peneli tian penggunaan kedua

jenis marker tersebut secara bersamaan pada domba yang diberi makan

hijauan kering sorghum (Shorgum vulgarej. Peneli tian bertujuan

untuk mengetahui apakah kedua marker memberikan hasil yang sarna

dalam mempelajari fisiologi pencernaan makanan ternak. Selain itu

juga dimaksudkan untuk mencoba metode yang baru dikernbangkan untuk

pengukuran konsentrasi marker B-Ru dalam sampe1.

BAHAN DAN METODA

Dalam peneli tian ini digunakan tiga ekor domba jantan dewasadengan berat rata-rata 40±2kg yang mempunyai fistula pada bagianrumen dan abomasum. Domba tersebut dipelihara dalam kandang metabo­lisme secara individu dan diberi makan ad libitum satu kali sehari

pada jam 10.00 pagi. Penelitian ini berlangsung selama 4 minggu,terdiri dari tiga minggu masa pendahuluan (preliminary period) dan

satu minggu masa pengamatan. Marker R-Ru dipersiapkan berdasarkanmetode TAN dkk (2) yang kemudian dicampurkan dengan marker D-Rudalam suatu larutan. Konsentrasi masing-masing marker dalam larutantersebut adalah 17,8 mikrogram/l B-Ru dan 16,7 mikro Currie/l R-Ru.

Sebanyak 300ml larutan ini dimasukkan ke dalam rumen tiap ekor dombamelalui fistula pada pagi hari sebelum diberi makan.

Untuk mempelajari perubahan konsentrasi marker di dalam perutdomba, sebanyak 200 ml sampel digesta abomasum diambil pada 4, 8 12,

755

Page 4: B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan*** - Digilib-BATANdigilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Pertanian_Peternakan... · in the gastro-intestinal tract was observed from

24, 28, 32 dan 36 jam setelah marker dimasukan ke dalam rumen.

Sampel tersebut langsung dibekukan untuk kemudian di kering bekukan

Perubahan konsentrasi marker di dalam feses dipelajari dengan

mengambil 200 gram feses langsung dari rektum pada jam yang sama

dengan pengambilan sampel digesta abomasum. Pengambilan sampel feses

dilanjutkan pada jam yang ke 48, lalu setiap 24 jam dalam jangka

waktu 144 jam berikutnya. Sampel feses tersebut langsung dikeringkan

dalam oven dengan suhu 500C selama 72 jam dan digiling halus sebelumdianalisis.

Konsentrasi B-Ru dalam sampel diukur menggunakan metode L.L.

CONLAN (belum dipublikasikan) yang merupakan modifikasi dari metode

MEGARRITY dan SIEBERT (8). Sedangkan radioaktifitas R-Ru diukur

dengan menggunakan Spektrometer gamma (Gamma Spectrometer)•

. Laju pencernaan makanan di dalam saluran pencernaan ternak

dihitung menggunakan data perubahan konsentrasi marker dalam digesta

abomasum dan feses berdasarkan metode SHIPLEY dan CLARK (9). Jumlah

waktu yang diperlukan makanan untuk berada di dalam saluran

pencernaan ternak dihitung dari data perubahan konsentrasi marker

dalam feses menggunakan rumus WARNER (10).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan dan ..konsentrasi kedua marker di dalam digesta abo­

masum selama periode pengamatan diperlihatkan dalam Gambar 1. Ter­

Iihat bahwa penurunan konsentrasi marker R-Ru di dalam digesta

abomasum tidak banyak bervariasi diantara ketiga domba (koefisien

variasi = 13,0%), berbeda dengan marker B-Ru yang mempunyai variasi

cukup besar (koefisien variasi = 55,4%). Variasi terbesar terjadi

pada periode setelah 24 jam marker dimasukan ke dalam rumen, ter­

utama terlihat pada domba no.12. Hal tersebut lebih jelas terlihat

pada nilai konstanta regresi atau nilai laju penurunan konsentrasi

marker yang cukup besar untuk domba tersebut dibanding dengan domba

yang lainnya (Tabel 1). Rata-rata laju penurunan konsentrasi marker

B-Ru dalam digesta abomasum cenderung untuk lebih cepat dibanding

dengan marker R-Ru. Berarti bahwa Iaju pencernaan makanan di dalam

perut akan lebih cepat apabiia di ukur dengan marker B-Ru daripada

756

Page 5: B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan*** - Digilib-BATANdigilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Pertanian_Peternakan... · in the gastro-intestinal tract was observed from

marker R-Ru. Namun demikian, seeara statistik tidak terdapat per­

bedaan yang nyata antara kedua pengamatan.

Variasi penurunan konsentrasi kedua marker dalam feses lebih

besar daripada di dalam digesta abomasum. Namun demikian, koefisien

varisai marker R-Ru (28,1%) tetap lebih keeil daripada marker B-Ru

(59,0%). Variasi yang terbesar untuk kedua marker terlihat pada

saat setelah 48 jam marker dimasukan ke dalam rumen (Gambar 2).

Keeepatan penurunan konsentrasi kedua marker dalam feses ternyata

hampir sarna yang ditunjukan oleh rata-rata konstanta re~resi yang..

hampir s~ma untuk kedua marker, yaitu masing-masing 0,037 untuk R-Ru

dan 0,032 untuk B-Ru (Tabel 1). Oleh sebab itu, jumlah waktu yang

diperlukan oleh makanan untuk berada di dalam saluran pencernaan

yang dihitung dari data perubahan konsentrasi marker di dalam feses

juga hampir sarna yaitu 44,1 jam untuk R-Ru dan 45,5, jam untuk B-Ru

(Tabel 2)

Perubahan konsentrasi Marker R-Ru (O.fi.C) dan B-Ru (•••.•• )di dalam diqesta abomasum domha nomor 2 (O,t), 12 (A.A), dan14 (0,.)

4.5

3.5

0'1'-EQ.2.5

$OJ

cr:

j 1.5

•'"_.~ L.~-~- V.:>tL.'"0.5

E

VI

'"L.0.5•...

<::vVI<::0>L1.S4.5

3.5

E

Q.Q.2.5OJ

a=ICDL.

1.5v ..>lL.'"E.-

0.5'" '"L.•...<::

-0.5v VI<::0~ -1.5

-2.5

a

Gambar 1.

4 8 12 16 20

Waktu (jam)

24 28 32 36

757

Page 6: B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan*** - Digilib-BATANdigilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Pertanian_Peternakan... · in the gastro-intestinal tract was observed from

Tabel 1. Konstansta regresi penurunan konsentrasi marker di dalamdigesta abomasum dan feses ternak domba.

Nomordomba

di~esta abomasumR-Ru B-Ru

FesesR-Ru B-Ru

212

14

Rata-rata.,)

0,050

0,039

0,042

0,044

0,074

0,1670,065

0,102

0,048

0,027

0,037

0,037

0,054

0,022

0,020

0,032

Dari data perubahan konsentrasi kedua marker di dalam digestaabomasum dan feses tersebut di atas ternyata bahwa kedua marker

memberikan hasil yang sama. Hasil yang diperoleh jauh lebih baik

dalam pengamatan menggunakan sampel feses dibanding dengan sampeldigesta abomasum. Hal tersebut lebih jelas diperlihatkan melalui

4.5

3.5

~0>"-K

K2.5

..,';.8 :J:J

cr::c=:

II cr::II) 1.5

L.L.II)

II)""

""L.

L. 0.5~

10 E O. .-- IIIIII 1010

L.L.

.... -0. 0.5cc II)

II)III

III CC

0,2 1.5

¥-1.

-2.:1".-

...-...1.2.50

244B729612014416B

Waktu(Jam)

Gambar 2. Perubahan konsentrasi marker R-Ru (O,A,e) dan B-Ru (t,.,.)di dalam feses domba norner 2 (o,t), 12 (6,.), dan 14 (Q,_)

758

Page 7: B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan*** - Digilib-BATANdigilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Pertanian_Peternakan... · in the gastro-intestinal tract was observed from

Tabel 2. Jumlah waktu (jam) yang diperlukan makanan berada di dalam

saluran pencernaan yang dihitung menggunakan 2 macam marker

ruthenium.

--------------------------------------------------------------------

Nomor domba R-Ru B-Ru

--------------------------------------------------------------------

2

12

14

36,2

53,7

42,3

35,5

47,8

53,3

--------------------------------------------------------------------

Rata-rata 44,1 45,5

--------------------------------------------------------------------

garis korelasi antara konsentrasi kedua marker pada saat pengambilan

sampel yang sama seperti disajikan dalam Gambar 3. Terlihat bahwa

garis korelasi antara kedua marker di dalam feses lebih cenderung

untuK mendekati titik nol, menunjukan bahwa kedua marker mempunyai

korelasi yang lebih tinggi.

10

'"

~ 8 r ~/.C0"0~~ 6I

ex:

~ 4l/~

••~

o

o 0,05 0,10 0,15 0,20Konsentrasi marker B-Ru (% dose/g)

0,25

Ga:nbar 3. Hubungan antara konsentrasi marker R-Ru dan B-Ru di d&l-al)}

digesta abomasum (e) dan feses «») domba

759

Page 8: B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan*** - Digilib-BATANdigilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Pertanian_Peternakan... · in the gastro-intestinal tract was observed from

Rendahnya korelasi antara kedua marker di dalam digesta abo­

masum kemungkinan besar berhubungan dengan waktu pemberian makan

yang hanya satu kali dalam satu hari sehingga tidak tercapai keadaan

yang homogen di dalam rumen (non-stedy state condition). Oleh sebab

itu, diperlukan penelitian lanjutan dengan pemberian makan yang

lebih sering kepada ternak pada jarak waktu yang tertentu.

Hal lain yang dapat menyebabkan perbedaan hasil yang diperoleh

adalah perbedaan dalam penyebaran marker di dalam digesta yang di­

amati. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa penyebaran kedua

marker dalam partikel digesta adalah sama. Kenyataannya sangat sulit

untuk memastikan bahwa sampel yang diambil benar-benar mewakili

digesta yang melewati tempat pengambilan sampel (bagian abousum).

Hal ini akan lebih mempengaruhi hasil yang diperoleh jika mempergu­

nakan marker R-Ru, karena beberapa peneliti melaporkan bahwa marker

R-Ru cenderung untuk tidak tergeser secara merata di dalam partikel

digesta abomasum (01,12). Biasanya marker ini lebih banyak di dalam

partikel daripada di dalam partikel kasar. Oleh sebab itu, apabila

di dalam sampel digesta terdapat lebih banyak partikel kasar di­

banding dengan yang terdapat di dalam dig~sta abomasum, maka laju

pencernaan makan yang diukur akan lebih rendah dari pada keadaan

yang sebenarnya (13). Masalah ini lebih cenderung untuk terjadi jika

menggunakan hijauan dibanding konsentrat (11). Dengan demikian, data

tentang distribusi marker ini di dalam partikel digesta sangat meng­

interpretasikan data yang diperoleh dalam mempelajari fisiologi

pencernaan makanan ternak jika menggunakan marker tersebut.

Kemungkinan lain yang juga dapat menyebabkan perbedaan hasil

yang diperoleh dalam menggunakan kedua jenis marker ini, yaitu

kesalahan yang dit.imbulkan oleh kesu 1itan dalam pengukuran

konsentrasi marker, terutama marker B-Ru. Upaya untuk menyempurnakan

metode pengukuran yang dicobakan dalam penelitian ini mungkin belum

barhasil dengan sempurna. Hal tersebut terlihat dari diperolehnya

variasi yang cukup besar dalam konstanta penurunan konsentrasi

marker antara satu domba dengan domba lainnya. Oleh sebab itu,

metode yang baru dikembangkan dalam penelitian ini masih perlu

disempurnakan lagi.

760

Page 9: B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan*** - Digilib-BATANdigilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Pertanian_Peternakan... · in the gastro-intestinal tract was observed from

KEBIMPULAN

1. Penggunaan unsur ruthenium yang radioaktif maupun bukan,

memberikan hasil yang hampi r sarna dalam mempelajari fisiologi

pencernaan ternak.

2. Kedua jenis marker tersebut memberikan hasil yang lebih baik pada

pengamatan menggunakan sampel feses daripada menggunakan sampel

digesta abomasum.

3. Untuk mengurangi kesalahan dalam menggunakan kedua jenis marker

ini, masih diperlukan informasi tambahan melaltJi a) peneli tian

serupa pada ternak yang diberi makan lebih dari satu kali sehari,

b) data tentang penyebaran marker di dalam partikel digesta, dan

c) pengukuran marker dengan metode yang lebih sempurna.

UCAPAN TERIMA RABIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Davies

Laboratory, CSIRO, Townsville, Australia atas izin yang diberikan

dalam menggunakan fasilitas berupa kandang, ternak, dan laboratorium

selama peneli tian ini dilakukan. Terima kasih juga buat Mr. L.L.

Conlan atas perkenannya untuk menggunakan metode pengukuran marker

B-Ru yang baru dikembangkan. Selanjutnya juga buat Mr. A.N. Boniface

atas bantuannya dalam menganalisis sampel di laboratorium James Cook

University, Townsville, Australia.

DAFTAR PUSTAKA

1. MACRAE, J.C., and ULYATT, M.J., Comparison of spqt and continous

sampling for estimating duodenal digesta flow in sheep,(1972) 98.

1032. TAN, T.N., WESTON, R.H., and HOGAN, J.P., Use of Ru labelled

tris (1,10-phenantroline) ruthenium as a marker In digestionstudies with sheep, 22 (1971)301

761

Page 10: B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan*** - Digilib-BATANdigilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Pertanian_Peternakan... · in the gastro-intestinal tract was observed from

3. MACRAE, J.C., and EVANS, E.E., The use of inert ruthenium

phenantroline as a digesta particulate marker in sheep,

JJ(Ig74JIOA

4. REDMAN, R.G., KELLAWAY, R.C., and LEIBHOLZ, J., Utilization of

low quality roughages; effects of urea and protein supplements

of differing solubility on digesta flows, intake and growthrate of cattle eating oatan chaff (1980) 343.

5. BAKRIE, B., Preliminary studies on the use of tropical forages

in rations for draught animal, M.Sc. Thesis., J .C.U.,Townsville (1985).

6. HUNTER, R.A., dan SIEBERT, B.D., Digestion of mature pangolagrass Digitaria decumbens by Bas taurus and Bas indicuscattle 37 (1986) 665.

7. KENNEDY, P.M., Ruminal and intestinal digestion in Brahman

crossbred and Hereford cattle fed alfalfa or tropical pasture, hay 55 (1982) 1190.

8. MEGARRITY, R.G., and SIEBERT, B.D., Determination of ruthenium

in biological material by atomic absorption spectrometry usingelectrothermal atomization 102 (1977) 95.

9. SHIPLEY, R.A., and CLARK, R.E., Methods for in vivo Kinetics,Academic Press, New York (1974).

10. WARNER, A.C.I., Rate of passage of digesta through the gut ofmammals and birds 51 (1981) 789.

11. EGAN, A.R., and DOYLE, P.T. A Comparison of particulate markerfor the estimation of digesta flow from the abomasum of sheepoffered chopped oaten hay. Aust. J. Agr. Res. 95 (1984) 67.

12. FAICHNEY, G.J., and GRIFFITHS, D.A., Behaviour of solute and

particle markers in the stomach of sheep given a concentrate

diet 40 (1978) 71.

762