b. bakrie*, r.m. murray**, dan j.p. hogan*** - digilib-batandigilib.batan.go.id/e-prosiding/file...
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN ANTARA RUTHENIUM YANGRADIOKATIF SEBAGAI PEIJABEL PARTIKEL
RUMINANSIA
RADIOAKTIF DAN NONMAKANAN PADA TERNAK
B. Bakrie*, R.M. Murray**, dan J.P. Hogan***
ABSTRAK
PERBANDINGAN ANTARA RUTHENIUM YANG RADIOAKTU' DAN t/ON-RADIOKATIF SJ!BAGAI PE
LABEL PARTIKKL KAKANAN PADA TERt/AK RUMINANSIA. Penelitian tentang penggunaan ruthe
nium (Ru) baik yang radioaktif atau bukan Radiokatif sebagai pelabel (marker)
partikel makanan telah dilakukan menggunakan ternak domba. Penelitian in! bertujuan
untuk mengetahui apakah kedua marker akan memberikan hasil yang sama dalam mempela
jari fisiologi pencernaan makanan ternak ruminansia. Kedua marker dicampurkan
menjadi satu dalam suatu larutan dan dimasukkan ke dalam rumen domba melalui
fistula. Laju pencernaan makanan di dalam saluran pencernaan diamati melalui per
ubahan konsentrasi marker di dalam sampel yang dikumpulkan dari abomasum dan feses
pada selang waktu yang tertentu setelah marker dimasukan ke dalam rumen diperoleh
bahwa kedua marker memberikan hasil yang hampir sama terutama pada pengamatan peng
gunaan sampel feses. Beberapa kemungkinan yang menyebabkan perbedaan hasil pada
pengamatan menggunakan sampel digesta abomasum ada dibahas. Disimpulkan bahwa salah
satu dari kedua marker tersebut dapat dipergunakan dan pemilihan penggunaannya
bergantung pad a tujuan penggunaan dan biaya yang tersedia.
ABSTRACT
COMPARISON BKTWKKN RADIOACTIVK AND NON-RADIOACTIVE RUTHENIUM AS PARTICULATK
MARKKRS IN RUMINANTS. A study on the use of radioactive or non-radioactive ruthenium
(Ru) as a particulate marker has been carried out using sheep. The aim of the study
was to see wether both markers could produce similar results in studying the diges
tive phisiology of ruminants. Both markers were mixed together in a solution and
administered into the rumen of sheep through a fistula. The digestion rate of feed
in the gastro-intestinal tract was observed from the change of marker concentration
in samples collected from abomasum and faeces at a given interval after the markers
were dosed into the rumen. It was found that both markers gave similar results par
ticulary on the observations using faecal samples. The possible cause of the dis-
--------------------------------------------------------------
* Balai Penelitian Ternak.
** Graduate School of Tropical Veterinary Science., Australia
*** Davies Laboratory, CSIRO., Private mail Bag., Australia
753
crepancy between markers on the abservations using abomasal digesta are discussed.
It could be concluded that one of the marker may be used and its selection depends
on the purpose and budget available.
PENDAHULUAN
Ruthenium (Ru) merupakan unsur yang sangat cocok digunakan
sebagai pelabel (marker) partikel makanan dalam mempelajari fisiolo
gi pencernaan makanan ternak, baik yang berupa radioaktif maupun
yang bukan radioaktif. Pemilihan penggunaan unsur tersebut ter
gantung antara lain kepada tujuan penggunaan dan biaya yang ter
sedia, karena masing-masing jenis mempunyai kelebihan dan kekurangan
dalam penggunaannya. Penggunaan unsur yang radiokatif jauh lebih
mudah dibandingkan dengan yang bukan radiokatif, baik dalam cara
penyiapannya maupun dalam pengukur:annya. Akan tetapi, biaya yang
diperlukan jauh lebih mahal. Marker yang bukan radioaktif mempunyai
beberapa keuntungan antara lain tidak mempunyai masa pakai (half
life) yang terbatas dan sangat cocok untuk penggunaan yang rutin,
karena tidak berbahaya dan biaya penggunaan yang relatif murah.
Sebaliknya kelemahan marker ini adalah dalam cara penyiapan serta
pengukuran yang memerlukan prosedur yang cukup rumit.
Penggunaan marker Ru yang radioaktif (R-Ru) pada ternak rumi
nansia telah dimutai semenjak hampir 20 tahun yang lalu dan telah
terbukti dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan (1 ,2) akan
tetapi juga dilaporkan bahwa marker ini mempunyai beberapa kelemahan
(3,4) an tara lain a) memiliki day a radioaktif yang cukup kuat
(powerful radioactive properties), b) daya radioaktifitas sfesifik
(Specific radioaktivity) yang agak rendah dan c) kemungkinan dapat
meracuni mikroba rumen. Oleh sebab itu, dianjurkan agar pemakaiannya
dibatasi pada level yang serendah mungkin.
Penggunaan marker Ru yang bukan radioaktif (B-Ru) juga telah
dilaporkan oleh beberapa peneliti (5, 6, 7). Beberapa di antaranya
754
menyatakan bahwa terdapat beberapa kesuli tan dalam penentuan kon
sentrasi B-Ru dalam sampel, antara lain, yai tu tidak konsistennya
hasil yang diperoleh. Metode yang digunakan untuk penentuan konsen
trasi BRu dalam penel i tian tersebut diatas adalah metode Megarity
dan Siebert (8) yang mempergunakan spektrometer ("Atomic Absorption
Spectrometry") dengan sistim pengabuan carbon furnace. Dengan
metode ini kemungkinan terdapat kesuli tan dalam mengekstraksi Ru
serta terjadinya keausan "furnace" yang menyebabkan terjadinya per
ubahan dalam nilai absorbansi yang diukur.
Dalam makalah ini dilaporkan hasil peneli tian penggunaan kedua
jenis marker tersebut secara bersamaan pada domba yang diberi makan
hijauan kering sorghum (Shorgum vulgarej. Peneli tian bertujuan
untuk mengetahui apakah kedua marker memberikan hasil yang sarna
dalam mempelajari fisiologi pencernaan makanan ternak. Selain itu
juga dimaksudkan untuk mencoba metode yang baru dikernbangkan untuk
pengukuran konsentrasi marker B-Ru dalam sampe1.
BAHAN DAN METODA
Dalam peneli tian ini digunakan tiga ekor domba jantan dewasadengan berat rata-rata 40±2kg yang mempunyai fistula pada bagianrumen dan abomasum. Domba tersebut dipelihara dalam kandang metabolisme secara individu dan diberi makan ad libitum satu kali sehari
pada jam 10.00 pagi. Penelitian ini berlangsung selama 4 minggu,terdiri dari tiga minggu masa pendahuluan (preliminary period) dan
satu minggu masa pengamatan. Marker R-Ru dipersiapkan berdasarkanmetode TAN dkk (2) yang kemudian dicampurkan dengan marker D-Rudalam suatu larutan. Konsentrasi masing-masing marker dalam larutantersebut adalah 17,8 mikrogram/l B-Ru dan 16,7 mikro Currie/l R-Ru.
Sebanyak 300ml larutan ini dimasukkan ke dalam rumen tiap ekor dombamelalui fistula pada pagi hari sebelum diberi makan.
Untuk mempelajari perubahan konsentrasi marker di dalam perutdomba, sebanyak 200 ml sampel digesta abomasum diambil pada 4, 8 12,
755
24, 28, 32 dan 36 jam setelah marker dimasukan ke dalam rumen.
Sampel tersebut langsung dibekukan untuk kemudian di kering bekukan
Perubahan konsentrasi marker di dalam feses dipelajari dengan
mengambil 200 gram feses langsung dari rektum pada jam yang sama
dengan pengambilan sampel digesta abomasum. Pengambilan sampel feses
dilanjutkan pada jam yang ke 48, lalu setiap 24 jam dalam jangka
waktu 144 jam berikutnya. Sampel feses tersebut langsung dikeringkan
dalam oven dengan suhu 500C selama 72 jam dan digiling halus sebelumdianalisis.
Konsentrasi B-Ru dalam sampel diukur menggunakan metode L.L.
CONLAN (belum dipublikasikan) yang merupakan modifikasi dari metode
MEGARRITY dan SIEBERT (8). Sedangkan radioaktifitas R-Ru diukur
dengan menggunakan Spektrometer gamma (Gamma Spectrometer)•
. Laju pencernaan makanan di dalam saluran pencernaan ternak
dihitung menggunakan data perubahan konsentrasi marker dalam digesta
abomasum dan feses berdasarkan metode SHIPLEY dan CLARK (9). Jumlah
waktu yang diperlukan makanan untuk berada di dalam saluran
pencernaan ternak dihitung dari data perubahan konsentrasi marker
dalam feses menggunakan rumus WARNER (10).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan dan ..konsentrasi kedua marker di dalam digesta abo
masum selama periode pengamatan diperlihatkan dalam Gambar 1. Ter
Iihat bahwa penurunan konsentrasi marker R-Ru di dalam digesta
abomasum tidak banyak bervariasi diantara ketiga domba (koefisien
variasi = 13,0%), berbeda dengan marker B-Ru yang mempunyai variasi
cukup besar (koefisien variasi = 55,4%). Variasi terbesar terjadi
pada periode setelah 24 jam marker dimasukan ke dalam rumen, ter
utama terlihat pada domba no.12. Hal tersebut lebih jelas terlihat
pada nilai konstanta regresi atau nilai laju penurunan konsentrasi
marker yang cukup besar untuk domba tersebut dibanding dengan domba
yang lainnya (Tabel 1). Rata-rata laju penurunan konsentrasi marker
B-Ru dalam digesta abomasum cenderung untuk lebih cepat dibanding
dengan marker R-Ru. Berarti bahwa Iaju pencernaan makanan di dalam
perut akan lebih cepat apabiia di ukur dengan marker B-Ru daripada
756
marker R-Ru. Namun demikian, seeara statistik tidak terdapat per
bedaan yang nyata antara kedua pengamatan.
Variasi penurunan konsentrasi kedua marker dalam feses lebih
besar daripada di dalam digesta abomasum. Namun demikian, koefisien
varisai marker R-Ru (28,1%) tetap lebih keeil daripada marker B-Ru
(59,0%). Variasi yang terbesar untuk kedua marker terlihat pada
saat setelah 48 jam marker dimasukan ke dalam rumen (Gambar 2).
Keeepatan penurunan konsentrasi kedua marker dalam feses ternyata
hampir sarna yang ditunjukan oleh rata-rata konstanta re~resi yang..
hampir s~ma untuk kedua marker, yaitu masing-masing 0,037 untuk R-Ru
dan 0,032 untuk B-Ru (Tabel 1). Oleh sebab itu, jumlah waktu yang
diperlukan oleh makanan untuk berada di dalam saluran pencernaan
yang dihitung dari data perubahan konsentrasi marker di dalam feses
juga hampir sarna yaitu 44,1 jam untuk R-Ru dan 45,5, jam untuk B-Ru
(Tabel 2)
Perubahan konsentrasi Marker R-Ru (O.fi.C) dan B-Ru (•••.•• )di dalam diqesta abomasum domha nomor 2 (O,t), 12 (A.A), dan14 (0,.)
4.5
3.5
0'1'-EQ.2.5
$OJ
cr:
j 1.5
•'"_.~ L.~-~- V.:>tL.'"0.5
E
VI
'"L.0.5•...
<::vVI<::0>L1.S4.5
3.5
E
Q.Q.2.5OJ
a=ICDL.
1.5v ..>lL.'"E.-
0.5'" '"L.•...<::
-0.5v VI<::0~ -1.5
-2.5
a
Gambar 1.
4 8 12 16 20
Waktu (jam)
24 28 32 36
757
Tabel 1. Konstansta regresi penurunan konsentrasi marker di dalamdigesta abomasum dan feses ternak domba.
Nomordomba
di~esta abomasumR-Ru B-Ru
FesesR-Ru B-Ru
212
14
Rata-rata.,)
0,050
0,039
0,042
0,044
0,074
0,1670,065
0,102
0,048
0,027
0,037
0,037
0,054
0,022
0,020
0,032
Dari data perubahan konsentrasi kedua marker di dalam digestaabomasum dan feses tersebut di atas ternyata bahwa kedua marker
memberikan hasil yang sama. Hasil yang diperoleh jauh lebih baik
dalam pengamatan menggunakan sampel feses dibanding dengan sampeldigesta abomasum. Hal tersebut lebih jelas diperlihatkan melalui
4.5
3.5
~0>"-K
K2.5
..,';.8 :J:J
cr::c=:
II cr::II) 1.5
L.L.II)
II)""
""L.
L. 0.5~
10 E O. .-- IIIIII 1010
L.L.
.... -0. 0.5cc II)
II)III
III CC
0,2 1.5
¥-1.
-2.:1".-
...-...1.2.50
244B729612014416B
Waktu(Jam)
Gambar 2. Perubahan konsentrasi marker R-Ru (O,A,e) dan B-Ru (t,.,.)di dalam feses domba norner 2 (o,t), 12 (6,.), dan 14 (Q,_)
758
Tabel 2. Jumlah waktu (jam) yang diperlukan makanan berada di dalam
saluran pencernaan yang dihitung menggunakan 2 macam marker
ruthenium.
--------------------------------------------------------------------
Nomor domba R-Ru B-Ru
--------------------------------------------------------------------
2
12
14
36,2
53,7
42,3
35,5
47,8
53,3
--------------------------------------------------------------------
Rata-rata 44,1 45,5
--------------------------------------------------------------------
garis korelasi antara konsentrasi kedua marker pada saat pengambilan
sampel yang sama seperti disajikan dalam Gambar 3. Terlihat bahwa
garis korelasi antara kedua marker di dalam feses lebih cenderung
untuK mendekati titik nol, menunjukan bahwa kedua marker mempunyai
korelasi yang lebih tinggi.
10
'"
~ 8 r ~/.C0"0~~ 6I
ex:
~ 4l/~
••~
o
o 0,05 0,10 0,15 0,20Konsentrasi marker B-Ru (% dose/g)
0,25
Ga:nbar 3. Hubungan antara konsentrasi marker R-Ru dan B-Ru di d&l-al)}
digesta abomasum (e) dan feses «») domba
759
Rendahnya korelasi antara kedua marker di dalam digesta abo
masum kemungkinan besar berhubungan dengan waktu pemberian makan
yang hanya satu kali dalam satu hari sehingga tidak tercapai keadaan
yang homogen di dalam rumen (non-stedy state condition). Oleh sebab
itu, diperlukan penelitian lanjutan dengan pemberian makan yang
lebih sering kepada ternak pada jarak waktu yang tertentu.
Hal lain yang dapat menyebabkan perbedaan hasil yang diperoleh
adalah perbedaan dalam penyebaran marker di dalam digesta yang di
amati. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa penyebaran kedua
marker dalam partikel digesta adalah sama. Kenyataannya sangat sulit
untuk memastikan bahwa sampel yang diambil benar-benar mewakili
digesta yang melewati tempat pengambilan sampel (bagian abousum).
Hal ini akan lebih mempengaruhi hasil yang diperoleh jika mempergu
nakan marker R-Ru, karena beberapa peneliti melaporkan bahwa marker
R-Ru cenderung untuk tidak tergeser secara merata di dalam partikel
digesta abomasum (01,12). Biasanya marker ini lebih banyak di dalam
partikel daripada di dalam partikel kasar. Oleh sebab itu, apabila
di dalam sampel digesta terdapat lebih banyak partikel kasar di
banding dengan yang terdapat di dalam dig~sta abomasum, maka laju
pencernaan makan yang diukur akan lebih rendah dari pada keadaan
yang sebenarnya (13). Masalah ini lebih cenderung untuk terjadi jika
menggunakan hijauan dibanding konsentrat (11). Dengan demikian, data
tentang distribusi marker ini di dalam partikel digesta sangat meng
interpretasikan data yang diperoleh dalam mempelajari fisiologi
pencernaan makanan ternak jika menggunakan marker tersebut.
Kemungkinan lain yang juga dapat menyebabkan perbedaan hasil
yang diperoleh dalam menggunakan kedua jenis marker ini, yaitu
kesalahan yang dit.imbulkan oleh kesu 1itan dalam pengukuran
konsentrasi marker, terutama marker B-Ru. Upaya untuk menyempurnakan
metode pengukuran yang dicobakan dalam penelitian ini mungkin belum
barhasil dengan sempurna. Hal tersebut terlihat dari diperolehnya
variasi yang cukup besar dalam konstanta penurunan konsentrasi
marker antara satu domba dengan domba lainnya. Oleh sebab itu,
metode yang baru dikembangkan dalam penelitian ini masih perlu
disempurnakan lagi.
760
KEBIMPULAN
1. Penggunaan unsur ruthenium yang radioaktif maupun bukan,
memberikan hasil yang hampi r sarna dalam mempelajari fisiologi
pencernaan ternak.
2. Kedua jenis marker tersebut memberikan hasil yang lebih baik pada
pengamatan menggunakan sampel feses daripada menggunakan sampel
digesta abomasum.
3. Untuk mengurangi kesalahan dalam menggunakan kedua jenis marker
ini, masih diperlukan informasi tambahan melaltJi a) peneli tian
serupa pada ternak yang diberi makan lebih dari satu kali sehari,
b) data tentang penyebaran marker di dalam partikel digesta, dan
c) pengukuran marker dengan metode yang lebih sempurna.
UCAPAN TERIMA RABIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Davies
Laboratory, CSIRO, Townsville, Australia atas izin yang diberikan
dalam menggunakan fasilitas berupa kandang, ternak, dan laboratorium
selama peneli tian ini dilakukan. Terima kasih juga buat Mr. L.L.
Conlan atas perkenannya untuk menggunakan metode pengukuran marker
B-Ru yang baru dikembangkan. Selanjutnya juga buat Mr. A.N. Boniface
atas bantuannya dalam menganalisis sampel di laboratorium James Cook
University, Townsville, Australia.
DAFTAR PUSTAKA
1. MACRAE, J.C., and ULYATT, M.J., Comparison of spqt and continous
sampling for estimating duodenal digesta flow in sheep,(1972) 98.
1032. TAN, T.N., WESTON, R.H., and HOGAN, J.P., Use of Ru labelled
tris (1,10-phenantroline) ruthenium as a marker In digestionstudies with sheep, 22 (1971)301
761
3. MACRAE, J.C., and EVANS, E.E., The use of inert ruthenium
phenantroline as a digesta particulate marker in sheep,
JJ(Ig74JIOA
4. REDMAN, R.G., KELLAWAY, R.C., and LEIBHOLZ, J., Utilization of
low quality roughages; effects of urea and protein supplements
of differing solubility on digesta flows, intake and growthrate of cattle eating oatan chaff (1980) 343.
5. BAKRIE, B., Preliminary studies on the use of tropical forages
in rations for draught animal, M.Sc. Thesis., J .C.U.,Townsville (1985).
6. HUNTER, R.A., dan SIEBERT, B.D., Digestion of mature pangolagrass Digitaria decumbens by Bas taurus and Bas indicuscattle 37 (1986) 665.
7. KENNEDY, P.M., Ruminal and intestinal digestion in Brahman
crossbred and Hereford cattle fed alfalfa or tropical pasture, hay 55 (1982) 1190.
8. MEGARRITY, R.G., and SIEBERT, B.D., Determination of ruthenium
in biological material by atomic absorption spectrometry usingelectrothermal atomization 102 (1977) 95.
9. SHIPLEY, R.A., and CLARK, R.E., Methods for in vivo Kinetics,Academic Press, New York (1974).
10. WARNER, A.C.I., Rate of passage of digesta through the gut ofmammals and birds 51 (1981) 789.
11. EGAN, A.R., and DOYLE, P.T. A Comparison of particulate markerfor the estimation of digesta flow from the abomasum of sheepoffered chopped oaten hay. Aust. J. Agr. Res. 95 (1984) 67.
12. FAICHNEY, G.J., and GRIFFITHS, D.A., Behaviour of solute and
particle markers in the stomach of sheep given a concentrate
diet 40 (1978) 71.
762