autorecovery save of bab iv laporan pasti

Upload: afiya-fathina

Post on 14-Apr-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 Autorecovery Save of Bab IV Laporan Pasti

    1/8

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    IV.1. Hasil Praktikum

    IV. 1. a. Hasil Praktikum I

    No. Percobaan pH Volume (ml/menit) Viskositas

    1.Percobaan 1 : Tanpa

    Stimulasi7 7 7

    menit5

    ml2,80,56 ml/menit Seromukus

    2.Percobaan 2 : Stimulasi

    Kapas8 8 8

    menit5

    ml7,81,56 ml/menit Serous

    3.Percobaan 3 : Stimulasi

    Xylitol9 9 9

    menit5

    ml19,83,76 ml/menit Seromukus

    4.Percobaan 4 : Stimulasi

    Sukrosa9 9 9

    menit5

    ml306 ml/menit Seromukus

    5.Percobaan 5 : Stimulasi

    Buah Jeruk

    8 8 8

    menit5

    ml6,81,36 ml/menit Seromukus

    Tabel 4.1 Hasil Praktikum I

    Indikator :

    1. pH saliva normal = 67

    2. Volume saliva tanpa stimulasi normal = 0,3 0,4 ml/menit

    3. Volume saliva dengan stimulasi = 1 2 ml/menit

    IV. 1. b. Hasil Praktikum II

    No. Percobaan Hasil

    1. Viskositas saliva dan pH a. pH saliva : 8

    b. Viskositas : serous

  • 7/30/2019 Autorecovery Save of Bab IV Laporan Pasti

    2/8

    2. Buffer saliva a. Larutan berwarna keruh

    b. Reaksi buffer : positif (terdapat presipitat)

    c. Viskositas : serous

    3. Reaksi reduksi gula pada saliva a.

    Reaksi Benedict : negatif (larutan campura

    menunjukkan warna biru)

    4 a. Aktivitas enzim amilase saliva

    tanpa dipanasi

    a. Reaksi Iodium : negatif (larutan berwarn

    coklat)

    b. Reaksi Benedict : positif (larutan berwarn

    coklat kemerahan)

    b. Aktivitas enzim amilase saliva

    dengan pemanasan

    a. Reaksi Iodium : positif (larutan berwarn

    biru)b. Reaksi Benedict : positif (larutan berwarn

    biru)

    Table 4.2 Hasil Praktikum II

    Indikator :

    1. Buffer Larutan normal : terbentuk garam/presipitat

    2. Larutan Benedict normal : warna biru

    3. Larutan Iodium normal : warna coklat

    IV. 2. Pembahasan

    IV. 2. a. Pembahasan Praktikum I

    IV. 2. a. 1) Percobaan 1 : Tanpa Stimulasi

    Hasil percobaan menunjukkan bahwa laju saliva probandus tanpa stimulus

    adalah 0,56 ml/menit dimana angka ini didapat dengan perhitungan volume yang

    dihasilkan adalah 2,8 ml dalam waktu 5 menit. Perbandingan laju saliva probandus

    dengan laju saliva normal menunjukkan angka yang lebih besar meskipun masih

    terbilang aman/minor. Hipersaliva minor ini disebut juga terkait dengan penyakit

    gastroenteritis sebagai faktor predisposisi dimana dalam hal ini probandus memiliki

    penyakit tersebut dalam waktu lama. Saliva akan berfungsi sebagai buffer akibat

    tingkat keasaman yang tinggi dari penyakit gastroenteritis ini. Hasil percobaan pun

  • 7/30/2019 Autorecovery Save of Bab IV Laporan Pasti

    3/8

    menunjukkan viskositas sekret ini berupa seromukus yang tampak berwarna keruh

    dan tidak terlalu encer maupun tidak terlalu kental. Hasil tersebut sesuai dengan teori

    yang ada karena dalam posisi istirahat/tanpa stimulasi glandula submandibula dengan

    sekret berupa seromukuslah yang paling aktif berproduksi selain itu glandula parotis

    juga memproduksi sekret berupa seromukus walau tidak dominan (Fabian, dkk,

    2007). Hasil percobaan juga menunjukkan tingkat keasamaan saliva probandus yang

    diuji dengan pH meter adalah 7 dimana hal ini sesuai dengan teori yang ada dan

    menunjukkan keadaan rongga mulut probandus adalah netral.

    IV. 2. a. 2) Percobaan 2 : Stimulasi dengan Kapas

    Sekresi saliva yang distimulasi menggunakan kapas menghasilkan laju saliva

    sebesar 1,56 ml/menit, menunjukkan adanya pertambahan laju saliva. Laju saliva

    probandus masih dalam batas normal berdasar indikator sebelumnya. Sekret yang

    dihasilkan berupa serous, dikarenakan pengunyahan kapas menghasilkan suatu

    stimulasi mekanik tanpa adanya stimulasi kimiawi mengingat kapas yang digunakan

    adalah kapas steril sehingga dalam hal ini glandula yang berkerja dominan adalah

    glandula parotis yang lebih peka terhadap stimulus mekanis dibanding glandula

    salivarius lainnya (Sherwood, 2011). Perubahan pH saliva yang ada terkait penjelasan

    Fabian, dkk (2007) dimana besarnya pH saliva tergantung konsentrasi protein yang

    ada (termasuk enzim ptyalin), ion bikarbonat (HCO3-), dan fosfat (PO4

    3-), dan laju

    saliva. Pertambahan laju saliva karena adanya stimulasi akan diikuti pula

    pertambahan ion bikarbonat dan juga komponen organik dalam hal ini enzim amylase

    yang kemudian akan meningkatkan pH saliva yang semula berkisar antara 5,75 7

    hingga mencapai angka 8. Hal tersebut mendasari bahwa pertambahan pH probandus

    akibat stimulus mengunyah kapas menjadi angka 8 terbilang normal. Ningsih (2004)

    menambahkan pertambahan laju saliva selain meningkatkan konsentrasi ion

    bikarbonat (HCO3-

    ) maka ia juga akan meningkatkan konsentrasi ion natrium (Na1-

    )

    sementara konsentrasi klorida (Cl1-

    ) akan mengalami penurunan sementara waktu dan

    naik ketika pertambahan laju saliva. Hal berbeda terjadi pada ion kalsium (Ca2+

    ),

    kalium (K1-

    ), magnesium (Mg2+

    ), dan fosfat (PO43-

    ) mengalami penurunan

    konsentrasi. Perubahan konsentrasi ion ini terjadi di duktus striatus.

  • 7/30/2019 Autorecovery Save of Bab IV Laporan Pasti

    4/8

  • 7/30/2019 Autorecovery Save of Bab IV Laporan Pasti

    5/8

    yang dianggap sebagi sumber alkalinitas saliva sehingga dapat menaikkan pH plak

    yang turun akibat proses glikolisis karbohidrat. Pertambahan ion kalsium di dalam

    saliva akan meningkatkan proses remineralisasi email mengingat kemampuan xylitol

    untuk membentuk senyawa kompleks dengan kalsium pada saliva serta karena

    adanya penambahan jumlah dan konsentrasi ion Ca2+

    , PO43-

    , F-, dan OH

    -yang

    merupakan komponen mineral gigi. Senyawa kompleks ini lebih stabil daripada

    senyawa kompleks kalsium dengan sukrosa atau glukosa, sehingga proses difusi

    kalsium ke dalam plak lebih cepat dalam bentuk senyawa kompleks daripada dalam

    bentuk ion kalsium. Proses difusi senyawa kompleks kalsium dengan xylitol akan

    lebih cepat mengingat senyawa kompleks tersebut dapat larut dalam air. Penjelasan

    ini menggambarkan xylitol sebagai bukan merupakan media yang baik bagi

    pertumbuhanbakteri dan tidak menurunkan pH saliva sehingga saliva stabil dalam pH

    tertentu. Xylitol dalam permen karet sebagai tambahan pun memiliki beberapa

    persyaratan dimana yang diijinkan adalah permen karet bebas gula yang mengandung

    xylitol sebesar 100% untuk mengurangi plak gigi sementara permen karet dengan

    pemanis xylitol untuk mengurangi plak gigi tidak diijinkan begitu pula dengan

    permen karet bebas gula dengan pemanis xylitol yang dimaksudkan untuk kesehatan

    telinga (Dodds, 2012).

    IV. 2. a. 4) Percobaan 4 : Stimulasi dengan Permen Karet Sukrosa

    Sekresi saliva yang distimulasi oleh permen karet sukrosa menghasilkan laju curah

    saliva sebesar 6 ml/menit yang menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan

    dengan stimulasi menggunakan permen karet xylitol yaitu 3,76 ml/menit.

    Peningkatan laju saliva ini tergolong wajar mengingat proses mastikasi dengan

    melibatkan sensasi rasa akan meningkatkan laju saliva hingga mencapai 10 kali dari

    kondisi normal. Urutan kekuatan sensasi rasa dari yang terkuat diantaranya adalah

    rasa asam, sensasi manis, asin, dan pahit (Ningsih, 2004). Peningkatan laju saliva

    dalam percobaan kali ini disebabkan adanya gula sukrosa yang terkandung dalam

    permen karet yang menghasilkan stimulus mekanik dan kimiawi yang lebih memacu

    produksi sekret dari glandula salivatorius seperti halnya pada stimulus dengan

    permen karet xylitol dimana glandula yang lebih terstimulisasi adalah glandula

  • 7/30/2019 Autorecovery Save of Bab IV Laporan Pasti

    6/8

    submandibula dan sublingual yang terkait dengan stimulus simpatik. Soseilo, dkk

    (2005) menjelaskan sukrosa sebagai faktor predisposisi yang menaikkan indeks

    karies paling besar. Hal ini terjadi karena sintesa ekstrasel sukrosa lebih cepat bila

    dibandingkan gula lain seperti glukosa, fruktosa, dan laktosa sehingga

    mikroorganisme dalam rongga mulut cepat memfermentasikannya dan menghasilkan

    asam yang selanjutnya berefek pada pH rongga mulut. Derajat keasamaan saliva

    optimum untuk pertumbuhan bakteri sendiri adalah 6,57,5 dengan apabila pH mulut

    berkisar antara 4,5 5,5 akan mempermudah pertumbuhan kuman asidogenik. Hasil

    percobaan ini menunjukkan pH 9 dimana hasilnya adalah tetap jika dibandingkan

    dengan pH pengunyahan xylitol yang berbeda dengan penjelasan sebelumnya dimana

    seharusnya mengalami penurunan pH. Perbedaan tingkat keasaman ini dapat

    dikarenakan beberapa faktor diantaranya masih adanya pengaruh dari bahan bahan

    sebelumnya yang dimungkinkan karena probandus berkumur tidak terlalu bersih

    ataupun karena proses pencucian alat yang tidak bersih.

    IV. 2. a. 5) Percobaan 5 : Stimulasi dengan Buah Jeruk

    Sekresi saliva yang distimulasi buah jeruk membuat terjadinya stimulasi kimiawi

    yang berhubungan dengan saraf penciuman dan penglihatan. Laju saliva dengan

    stimulasi buah jeruk menghasilkan 1,36 ml/menit, menunjukkan adanya peningkatan

    laju saliva jika dibandingkan dengan laju saliva yang tidak distimulasi. Peningkatan

    laju saliva karena stimulus ini terbilang normal bahkan tidak terlalu besar mengingat

    stimulus yang ada bukan berupa stimulus mekanis namun stimulus kimiawi saja.

    Peningkatan laju saliva ini terkait dengan input dari luar mulut dan kondisi psikologis

    probandus dimana korteks serebral berperan penting menstimulasi pusat medulla

    salivarius dimana prosesnya nervus vagus akan menstimulasi pembentukan

    asetilkolin di akson terminal saraf parasimpatis pada sel parietal lambung dan

    selanjutnya asetilkolin inilah yang diduga merangsang sel parietal dan chief seluntuk

    menghasilkan HCL dan pepsinogen atau bisa disebut juga rangsang psikis yang

    berhubungan dengan kejiwaan atau hanya rasa keinginan untuk memakan sehingga

    membantu proses sekresi air liur. Ningsih (2004) menambahkan sebagai

    perbandingan bahwa keberadaan stimulus asam sebenarnya akan meningkatkan laju

  • 7/30/2019 Autorecovery Save of Bab IV Laporan Pasti

    7/8

    saliva sebesar 8 20 kali ketika melibatkan stimulus pengecapan. Stimulus kimiawi

    pada pecobaan ini tidak terlalu besar, dikarenakan bau jeruk yang dihasilkan tidak

    terlalu menyengat dan adanya kecenderungan probandus yang tidak terlalu menyukai

    buah jeruk tersebut sehingga laju saliva menjadi rendah. Sekret dari percobaan ini

    tergolong hasil dari conditional reflex yang tidak berhubungan dengan stimulus oral

    dan tergolong respon dasar sebelum proses mastikasi. Viskositas sekretnya berupa

    seromukus dimana yang utamanya diproduksi oleh glandula submandibula mengingat

    tidak adanya rangsang mekanis dan stimulus kali ini sifatnya tidak terlalu adekuat dan

    bisa dikatakan mendekati rest-position. Tingkat keasaman pada percobaan kali ini

    menunjukkan kenaikan dari angka 7 ketika tidak distimulus menjadi angka 8. Hasil

    ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan teori yang ada dimana pH pada

    percobaan ini seharusnya sama dengan pH sekret yang tidak distimulasi yaitu 7

    (Wong, dll, 2009). Ketidaksesuaian ini dimungkinkan oleh beberapa hal diantaranya

    probandus yang tidak terlalu bersih dalam berkumur sehingga memungkinkan

    stimulus yang sebelumnya masih tertinggal ataupun karena proses pencucian alat

    yang tidak bersih.

    IV. 2. b. Pembahasan Praktikum II

    IV. 2. b. 1) Percobaan 1 : Viskositas Saliva dan pH

    Percobaan yang dilakukan dengan probandus mengunyah kapas menunjukkan

    viskositas sekret berupa serous dimana hal ini sesuai teori yang ada. Sekret yang

    berupa serous ini utamanya terkait glandula parotid yang lebih peka terhadap

    rangsang mekanis dibanding glandula salivarius lainnya. Ningsih (2004)

    menambahkan lebih pekanya glandula parotis terhadap stimulus mekanis berkaitan

    dengan glandula parotis yang memang lebih mudah distimulisasi dibangding glandula

    salivarius mayor lainnya dan terkait letak glandula parotis yang dekat dengan

    muskulus masseter dan bukannya terletak didasar mulut seperti glandula

    submandibula, selain itu hal ini dikarenakan letak duktus glandula parotis yang

    bersilangan dengan muskulus buccinator dan muskulus masseter. Saliva yang

    dihasilkan dengan stimulus mekanis ini merupakan kegiatan refleks yang tidak

  • 7/30/2019 Autorecovery Save of Bab IV Laporan Pasti

    8/8

    bersyarat di rongga mulut. Penyebab lain mengapa sekret stimulus mekanis utamanya

    berupa serous adalah pada proses mastikasi stimulus parasimpatis sangat berperan

    meningkatkan laju saliva sehingga asetilkolin dan VIP (Vasoaktif Intestinal

    Polipeptida) akan keluar yang kemudian mempengaruhi glandula parotid yang

    dipersarafi oleh nuklei salivarius inferior dengan dukungan nervus glossofaringeal

    (N.IX) sehingga mengeluarkan sekret yang cenderung kaya air dan enzim (Ningsih,

    2004). Tingkat keasaman sekret yang dihasilkan adalah 8 dimana sesuai penjelasan

    pada pembahasan praktikum I percobaan II hal ini masih tergolong normal.

    DAFTAR PUSTAKA

    Dodds, M, J, W, 2012, The Oral Health Benefits of Chewing Gum, Journal of the

    Irish Dental Association 2012, 58 (5): 253-261, , diakses pada hari Jumat, 3 Mei 2013,

    pukul 19.05 WIB

    Ningsih, D, S, 2004, Pengaruh Mastikasi Terhadap Kecepatan Saliva, Skripsi,

    Wolters Kluwer Health Lippincott Williams and Wilkins, diakses pada hari Jumat, 3

    Mei 2013, pukul 19.00 WIB

    Soesilo, D, Rinna, E, S, dan Indeswati, D, 2005, Peranan Sorbitol dalam

    Mempertahankan Kestabilan pH Saliva pada Proses Pencegahan Karies, Maj. Ked.

    Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 1 Januari 2005: 2528, , diakses pada hari Jumat, 3 Mei

    2013, pukul 19.10 WIB

    Sherwood, L, 2011, Dari Sel Ke Sistem : Fisiologi Manusia, Edisi 6, EGC, Jakarta