atrofi jantung

6
ATROFI JANTUNG A. Etiologi Penyebab atrofi, antara lain berkurangnya beban kerja (misal, imobilisasi anggota gerak yang emungkinkan proses penyembuhan fraktur), hilangnya persarafan, berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya rangsangan endokrin, dan penuaan. Walaupun beberapa rangsang ini bersifat fisiologis (misal, hilangnya rangsangan hormone pada menopause) dan patologi lain (misal, denervasi), perubahan seluler yang mendasar bersifat iddentik. Perubahan ini menggambarkan kemunduran sel menjadi berukuran lebih kecil dan masih memungkinkan bertahan hidup, suatu keseimbangan baru dicapai antara ukuran sel dan berkurangnya suplai darah, nutrisi, atau stimulasi trofik (Mitchell dan Cotran, 2013). B. Faktor Resiko Secara umum, faktor resiko dari penyakit atrofi jantung meliputi faktor resiko yang tidak dapat dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah (Rilantono et al., 2004): 1. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Diubah a. Hereditas/keturunan Penelitian menunjukkan bahwa jika terdapat riwayat gangguan jantung dalam keluarga, keturunan mereka lebih cenderung mengembangkan problem yang serupa. b. Usia

Upload: sri-nurhayati

Post on 11-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

atrofi jantung

TRANSCRIPT

Page 1: ATROFI JANTUNG

ATROFI JANTUNG

A. Etiologi

Penyebab atrofi, antara lain berkurangnya beban kerja (misal, imobilisasi anggota

gerak yang emungkinkan proses penyembuhan fraktur), hilangnya persarafan,

berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya rangsangan endokrin,

dan penuaan. Walaupun beberapa rangsang ini bersifat fisiologis (misal, hilangnya

rangsangan hormone pada menopause) dan patologi lain (misal, denervasi), perubahan

seluler yang mendasar bersifat iddentik. Perubahan ini menggambarkan kemunduran sel

menjadi berukuran lebih kecil dan masih memungkinkan bertahan hidup, suatu

keseimbangan baru dicapai antara ukuran sel dan berkurangnya suplai darah, nutrisi, atau

stimulasi trofik (Mitchell dan Cotran, 2013).

B. Faktor Resiko

Secara umum, faktor resiko dari penyakit atrofi jantung meliputi faktor resiko

yang tidak dapat dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah (Rilantono et al.,

2004):

1. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Diubah

a. Hereditas/keturunan

Penelitian menunjukkan bahwa jika terdapat riwayat gangguan jantung dalam

keluarga, keturunan mereka lebih cenderung mengembangkan problem yang

serupa.

b. Usia

Pria di bawah usia 50 tahun memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan dengan

wanita pada kelompok usia yang sama. Setelah menopause, resiko seorang wanita

bertambah karena penurunan yang tajam dari hormon estrogen yang bersifat

melindungi.

c. Jenis Kelamin

Insidensi laki-laki lebih sering daripada perempuan. Pada beberapa perempuan

pemakaian oral kontrasepsi dan selama kehamilan akan meningkatkan kadar

kolesterol akan tetapi setelah menopause hampir tidak didapatkan perbedaan

dengan laki-laki.

Page 2: ATROFI JANTUNG

2. Faktor Resiko Yang Dapat Diubah

a. Faktor mayor seperti merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia,

hiperkolesterolimia dan pola makan (diit tinggi lemak dan tinggi kalori).

b. Faktor minor seperti stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan

ambivalen) dan inaktifitas fisik.

C. Patofisiologi

Atrofi menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat kurang aktif, terputusnya

saraf pemasok, pengurangan pasokan darah, kekurangan nutrisi, atau hilangnya

rangsangan hormonal. Secara hormonal terjadi akibat proses penuaan pada banyak

tempat. Atrofi otot dapat juga terlihat pada penyakit jantung iskemik menahun.

Penurunan suplai darah merusak metabolisme di dalam sel dan atrofi terjadi sebagai

mekanisme perlindungan untuk mempertahankan aktivitas jaringan (Tambayong, 2000).

Penurunan suplai darah terjadi aibat kurang mampunya ventrikel kiri/kanan

memompa cukup banyak darah, sehingga tekanan sistol rendah, perfusi perifer kurang,

dan gejala kulit lembab dan dingin, diaphoresis, takikardia, bingug, dan kurang

menghasilkan urine. Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk

melakukan metabolisme CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam laktat

yang dapat mengakibatkan asidosis metabolic dan juga merangsang pengeluaran zat-zat

iritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik seluler merangsang ujung-

ujung syaraf reseptor nyeri di otot jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui serat saraf

aferen simpatis, kemudian dihantarkan ke hipothalamus, korteks serebri, serat saraf

aferen, dan dipersepsikan (Tambayong, 2000).

D. Penatalaksanaan

1. Terapi Lama

a. Nonmedikamentosa

Modifikasi gaya hidup menuju ke pola hidup sehat Program olahraga (di

bawah bimbingan seorang terapis atau dokter) sangat dianjurkan, termasuk

latihan dalam air untuk mengurangi beban kerja otot. Selain itu adalah

mengkonsumsi makanan bergizi (Nafrialdi et al., 2012).

Page 3: ATROFI JANTUNG

b. Medikamentosa

Setiap faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai oksigen

miokard dan permintaan dapat memicu iskemia. Kebutuhan oksigen miokard

meningkat dengan peningkatan denyut jantung, kontraksi, atau ventrikel kiri

stres dinding. Suplai oksigen miokard ditentukan oleh aliran arteri koroner dan

ekstraksi oksigen miokard (Nafrialdi et al., 2012). Obat anti-angina pektoris

merupakan andalan manajemen anti-iskemik dan bertindak untuk memperbaiki

keseimbangan antara pasokan dan permintaan miokard dengan meningkatkan

aliran darah koroner, mengurangi kebutuhan oksigen miokard, atau keduanya.

Obat-obat ini termasuk (Nafrialdi et al., 2012) :

1) nitrat yang bertindak terutama oleh vasodilatasi vena, tapi mungkin juga

oleh pelebaran koroner.

2) beta-blocker yang bertindak terutama dengan mengurangi denyut jantung

dan kontraktilitas jantung

3) calcium channel blockers yang bertindak terutama oleh arteri koroner dan

vasodilatasi.

4) aspirin dan obat penurun lipid dan peran potensial untuk anti-oksidan juga

harus dipertimbangkan dalam terapi kombinas.

Pilihan terapi dan keefektifannya tergantung pada penyebab yang

mendasari iskemia. Mekanisme golongan obat menunjukkan bahwa

penggunaannya dalam kombinasi dapat menyebabkan penurunan lebih besar

pada kebutuhan oksigen miokard dari yang dicapai dengan monoterapi. Selain

itu, tindakan farmakologis dari beberapa obat ini dapat berfungsi untuk

mengimbangi efek samping yang tidak diinginkan terkait dengan orang lain,

misalnya, takikardia refleks diproduksi oleh beberapa calcium channel blockers

dapat diimbangi dengan terapi beta blocker (Nafrialdi et al., 2012).

2. Terapi Baru

Stem cell atau sel punca merupakan terapi yang dapat menjadi harapan baru di

masa depan sebagai solusi mengatasi nekrosis miokard yang persisten dan telah

digantikan oleh jaringan fibrotic. Sel ini dapat ditumbuhkan dari mesenkim yang

Page 4: ATROFI JANTUNG

bersifat pluripotent dan dapat berproliferasi dan berdiferensiasi sebagai jantung yang

baik dan sesuai dengan tubuh pasien tersebut, dibandingkan dengan transplantasi

jantung dari tubuh lainnnya. Walaupun sel punca tidak ditumbuhkan sebagai organ

yang baru, sel punca juga dapat meningkatkan efek reparasi sel-sel jantung dengan

lebih cepat (Gnecchi et al., 2005).

E. Prognosis

Prognosis atrofi jantung dapat membaik apabila dilakukan pengobatan dan

dimobilisasi lebih awal. Atrofi jantung juga pronosisnya dapat menjadi lebih buruk

dengan dengan adanya pertambahan usia, peningkatkan disfungsi ventrikel, disritmia

ventrikel, infark berulang, dan keterlambatan dalam reperfusi (Guyton, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Mitchell, Richard N dan Cotran, Ramzi S. 2013. Jejas, Adaptasi, dan Kematian Sel : Buku Ajar

Patologi. Jakarta: EGC.

Rilantono, Lily, Ismudiati, et al. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Tambayong, Jan. 2000. Fisiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Nafrialdi and Suyatna FD. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.

Gnecchi M, He H, Liang OD. 2005. Paracrine action accounts for marked protection of ischemic heart by Akt-modified mesenchymal stem cells. Nature Medicine 11, 367 - 368.

Guyton AC. 2007. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran