asuhan keperawatan urine

18
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN ELIMINASI URINE Di S U S U N Oleh POLTEKKES KEMENKES NAD

Upload: jhony-walker

Post on 31-Jul-2015

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Urine

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN ELIMINASI

URINE

Di

S

U

S

U

N

Oleh

POLTEKKES KEMENKES NAD

PRODI KEPERAWATAN BANDA ACEH

TAHUN AJARAN 2010-2011

Page 2: Asuhan Keperawatan Urine

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-

Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada

Pasien dengan Gangguan Eliminasi Urine dan Fekal” dapat diselesaikan.

Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah Saw,

keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga akhir

hayat.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang

keperawatan, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.

Makalah ini disusun oleh kelompok dengan berbagai rintangan. Baik itu yang

datang dari individual kelompok maupun yang datang dari luar. Namun penuh

kesabaran dan terutama pertolongan dari tuhan akhirnya makalah ini dapat di

selesaikan.

Team kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen

Pembimbing yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang

bagaiamana cara kami menyusun makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada

pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami

mohon untuk saran dan kritikkannya supaya kedepannya akan lebih baik dari

sebelumnya.

Banda aceh, 12 Januari 2011

i

Page 3: Asuhan Keperawatan Urine

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. iDAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1A.Latar Belakang..................................................................................... 1B.Tujuan Seminar.................................................................................... 2

BAB II ASKEP GANGGUAN ELIMINASI URINE............................... 3A.Konsep Eliminasi Urine....................................................................... 3

1. Pengertian Gangguan Eliminasi Urine......................................... 32. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Urine..................... 33. Tanda Gangguan Eliminasi Urine................................................ 44. Etiologi Gangguan Eliminasi Urine............................................. 55. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Urine..................................... 6

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 20

ii

Page 4: Asuhan Keperawatan Urine

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa

urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila

kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses

eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi

dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih

Secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas

nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks

saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan

kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan

keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik

medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat

korteks serebri atau batang otak.

Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori

dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian

diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal

pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter

interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan,

apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi

meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine

tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine

normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan

atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali.

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga

disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi

dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga

bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltic mendorong feses kedalam

1

Page 5: Asuhan Keperawatan Urine

kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu

menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.

Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi

tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada

gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada

keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing

orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara

kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai

dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik

untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa

menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan

kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien,

perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang

mempengaruhi eliminasi

B. Tujuan seminar

a. Tujuan umum

untuk mengetahui gangguan eliminai urine dan fekal

b. Tujuan khusus

untuk mengetahui Retensi, Inkontinensiaurine, Enuresis, Urgency,

Dysunia, Polyunia, dan urinari suppresi pada pasien.

untuk mengetahui konstipasi, Impaction, Diare, Inkontinensia fekal,

Flatulens, dan Hemoroid pada pasien

2

Page 6: Asuhan Keperawatan Urine

BAB II

ASKEP GANGGUAN ELIMINASI URINE

A. Konsep Eliminasi Urine

1. Pengertian Gangguan Eliminasi Urine

Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu

mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang

yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine,

yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui

uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.

2. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi Urine

a. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan

ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.

b. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen

otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung

kemih.

c. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam

hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam

semalam.

d. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.

e. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih

f. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,

seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.

g. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine Retensi,

yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak

sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.

h. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen

otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung

kemih.

3

Page 7: Asuhan Keperawatan Urine

i. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam

hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam

semalam.

j. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.

k. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih

l. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,

seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.

m. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine.

3. Tanda Gangguan Eliminasi Urin

a. Retensi Urin

1. Ketidak nyamanan daerah pubis.

2. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.

3. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.

4. Meningkatnya keinginan berkemih dan resah

5. Ketidaksanggupan untuk berkemih

b. Inkontinensia urin

1. pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di

WC

2. pasien sering mengompol.

c. Diare

1. BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk

2. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat

3. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang

menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.

4. feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan

menahan BAB.

d. Inkontinensia Fekal

1. Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,

2. BAB encer dan jumlahnya banyak

4

Page 8: Asuhan Keperawatan Urine

3. Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma

spinal cord dan tumor spingter anal eksternal

e. Flatulens

1. Menumpuknya gas pada lumen intestinal,

2. Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan

kram.

3. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)

f. Hemoroid

1. pembengkakan vena pada dinding rectum

2. perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang

3. merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi

4. nyeri

g. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan USG

2. Pemeriksaan foto rontgen

3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

4. Etiologi Gangguan Eliminasi Urine

a. Intake cairan

Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang

mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium

mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan

pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output

urine lebih banyak.

b. Aktivitas

Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik

untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot

kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter

untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus

dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang

5

Page 9: Asuhan Keperawatan Urine

dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan

mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan

karena lebih besar metabolisme tubuh.

1. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur

urethra

2. Infeksi

3. Kehamilan

4. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat

5. Trauma sumsum tulang belakan

6. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,

urethra.

7. Umur

8. Penggunaan obat-obatan.

5. Patofisiologi Gangguan Eliminasi Urine

Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan

di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang

berbeda. Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera

medulla spinal, akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urine/

inkontinensia urine. Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa

mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik padam edulla

spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau

dislokasi.

Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya

bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera medulla

spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf

termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.

Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik

dikaitkan dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai

syok spinal. Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada

medulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-

6

Page 10: Asuhan Keperawatan Urine

otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla yang ada di bawah tingkat

lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada.

Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi.

Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat

diatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal senada

disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat

tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringat

dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan

defekasi.

Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan

penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling

berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih

dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf

otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis

terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan

resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan

sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan

peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.

Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang

simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh

sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu

asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen

ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral

segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak

menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase

pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral

dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.

Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi

pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus

pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna.

Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post

7

Page 11: Asuhan Keperawatan Urine

operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan

retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan

edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi,

obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik,

nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang

mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine

pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung

kemih yang adekuat.

8

Page 12: Asuhan Keperawatan Urine

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kes RI. 2004. APN Edisi Baru dengan Resultasi. Jakarta: Depkes RI.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1993. Asuhan Kesehatan Anak dalam

Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes RI.

Beckmann, Charles R.B. et antara lain: Absterik and Bynecology 2/E Baltimore,

Wiliams and Wilkins. 1995.

Yayasan Bima Pustaka Sarnono Prawiroharjo d/a bagian Obsteric dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jalan Salemba Raya B. Jakarta

10430.

9