asuhan keperawatan peritonitis

52
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN A. PENGERTIAN Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem urinari terdiri dari: 1.Ginjal, yang mengeluarkan sakret urine 2.Ureter, yang mengeluarkan ginjal ke kandung kemih (bleader) 3.Kandung kemih, yang bekerja sebagai penampung 4.Uretra, yang mengeluarkan urine dari kandung kemih. B. SUSUNAN SISTEM PERKEMIHAN 1.Ginjal

Upload: eekal-skeptis-fatturakhman

Post on 12-Dec-2014

92 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Peritonitis

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN

A. PENGERTIAN

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses

penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan

oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang

tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air

kemih).

Sistem urinari terdiri dari:

1. Ginjal, yang mengeluarkan sakret urine

2. Ureter, yang mengeluarkan ginjal ke kandung kemih (bleader)

3. Kandung kemih, yang bekerja sebagai penampung

4. Uretra, yang mengeluarkan urine dari kandung kemih.

B. SUSUNAN SISTEM PERKEMIHAN

1. Ginjal

Fungsi Ginjal

1. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh

Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine yang

encer dalam jumlah besar. Kekuranngan air (kelebihan keringat)

menyebabkan urine yang diekskresi jumlahnya berkurang dan konsentrasinya

Page 2: Asuhan Keperawatan Peritonitis

lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan

relatif normal.

2. Mengatur Keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion.

Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan pengeluaran yang

abnormal dari ion-ion.Akibat pemasukan garam yang berlebihan atau penyakit

pendarahan,diare,dan muntah-muntah,ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-

ion yang penting mislnya:Na,K,Cl,Ca,dan fosfat.

3. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh.

Tergantung apa yang dimakan,campuran makanan(mixed diet)akan

menghasilkan urine yang bersifat agak asam,Ph kurang dari 6.hal ini disebab

kan oleh hasil akhir metabolisme protein.Aspabila banyak makan sayur-

sayuran,Urine akan bersifat basa ,pH urine berfariasi antara 4,8-,8,2.Ginjal

menyekresi urine sesuai dengan perubahan Ph darah .

4. Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum,asam urat,dan kreatinin).

Bahan-bahan yang diekskresi okeh ginjal oleh ginjal antara lain zat

toksik,obat-obatan,hasil metabolisme hemoglobin ,dan bahan kimia

asing(pestisida).

5. Fungsi hormonal dan metabolisme

Ginjal menyekresi Hormon renin yang mempunyai penting dalam mengatur

tekanan darah (sistem renin-angiotensin-aldesteron) yaitu untuk memperoses

Page 3: Asuhan Keperawatan Peritonitis

pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Disamping itu,ginjal juga

membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang

diperlukan untuk absorpsi ion kalsium diusus.

6. Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim renin, angiotensin, dan

aldosteron yang berfungsi meningkatkan tekanan darah.

7. Pengeluaran zat beracun.

Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan ,atau zat kimia

asing lain dari tubuh.

Peredaran Darah Ginjal

Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai

percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang

menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis

yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang

disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai

bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang

meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena

kava inferior.

Persyarafan Ginjal

Page 4: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini

berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf

inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak

ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah

kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone

adrenalin dan hormn kortison.

2. Nefron

Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia setiap ginjal

mengandung 1-1,5 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan

fungsi yang sama.

Dapat dibedakan dua jenis nefron:

1. Nefron kortikalis yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian luar dari

korteks dengan lingkungan henle yang pendek dan tetap berada pada korteks

atau mengadakan penetrasi hanya sampai ke zona luar dari medula.

2. Nefron juxtamedullaris yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian

dalam dari korteks dekat dengan cortex-medulla dengan lengkung henle yang

panjang dan turun jauh ke dalam zona dalam dari medula, sebelum berbalik

dan kembali ke cortex.

Bagian-bagian nefron:

a.  Glomerolus

Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol afferent yang

kemudian bersatu menuju arteriol efferent, Berfungsi sebagai tempat filtrasi

sebagian air dan zat yang terlarut dari darah yang melewatinya.

Page 5: Asuhan Keperawatan Peritonitis

b. Kapsula Bowman

Bagian dari tubulus yang melingkupi glomerolus untuk mengumpulkan cairan

yang difiltrasi oleh kapiler glomerolus.

c. Tubulus, terbagi menjadi 3 yaitu:

1. Tubulus proksimal

Tubulus proksimal berfungsi mengadakan reabsorbsi bahan-bahan dari cairan

tubuli dan mensekresikan bahan-bahan ke dalam cairan tubuli.

2.Lengkung Henle

Lengkung henle membentuk lengkungan tajam berbentuk U. Terdiri dari pars

descendens yaitu bagian yang menurun terbenam dari korteks ke medula, dan

pars ascendens yaitu bagian yang naik kembali ke korteks. Bagian bawah dari

Page 6: Asuhan Keperawatan Peritonitis

lengkung henle mempunyai dinding yang sangat tipis sehingga disebut segmen

tipis, sedangkan bagian atas yang lebih tebal disebut segmen tebal.

Lengkung henle berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubulus dan

sekresi bahan-bahan ke dalam cairan tubulus. Selain itu, berperan penting

dalam mekanisme konsentrasi dan dilusi urin.

3. Tubulus distal

Berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi zat-zat tertentu.

4. Duktus pengumpul (duktus kolektifus)

Satu duktus pengumpul mungkin menerima cairan dari delapan nefron yang

berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk

mengosongkan cairan isinya (urin) ke dalam pelvis ginjal.

3. Tahap – Tahap Pembentukan Urine

Page 7: Asuhan Keperawatan Peritonitis

a. Proses filtrasi

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti

kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel

terhadap protein plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap air dan

larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa

nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25%

dari curah jantung atau sekitar 1.200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma

atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula Bowman.

Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate).

Gerakan masuk ke kapsula Bowman disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal

dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula

Bowman, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah

filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula

Bowman serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya

dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas

dinding kapiler.

b. Proses reabsorpsi

Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida,

fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal

dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus

ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dan sodium dan ion karbonat,

bila diperlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah,

penyerapannya terjadi secara aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan

sisanya dialirkan pada pupila renalis

c. Augmentasi (Pengumpulan)

Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus

pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-,

dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya. Dari tubulus pengumpul,

Page 8: Asuhan Keperawatan Peritonitis

urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di bawa ke ureter. Dari ureter, urine

dialirkan menuju vesika urinaria (kandung kemih) yang merupakan tempat

penyimpanan urine sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine

dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.

4. Proses Miksi (berkemih)

Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih

terisi. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :

Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya

meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua

Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha

mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan

kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks

autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh

pusat korteks serebri atau batang otak.

5. Urine (Air Kemih)

1. Sifat – sifat air kemih

Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari masuknya (intake)

cairan serta faktor lainnya.

Warna bening muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.

Warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat – obatan dan sebagainya.

Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak.

Berat jenis 1.015 – 1.020.

Reaksi asam bila terlalu lama akan menjadi alkalis, tergantung pada diet

(sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).

2. Komposisi air kemih

Air kemih terdiri dari kira – kira 95 % air.

Page 9: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak

dan kreatinin.

Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat.

Pigmen (bilirubin, urobilin).

Toksin

Hormon

3. Mekanisme Pembentukan Urine

Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk 120

– 125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinya dapat

terbentuk 150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L)

yang akhirnya keluar sebagai kemih, dan sebagian diserap kembali.

4. Mikturisi

Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melui ureter ke dalam kandung

kemih., keinginan untuk buang air kecil disebabkan penanbahan tekanan di

dalam kandung kemih dimana saebelumnmya telah ada 170 – 23 ml urine.

Miktruisi merupakan gerak reflek yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan

oleh pusat – pusat persyarafan yang lebih tinggi dari manusia, gerakannya oleh

kontraksi otot abdominal yang menekan kandung kemih membantu

mengosongkannya.

5. Ciri – ciri Urine Normal

Rata – rata dalam satu hari 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda sesuai dengan

jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan,

baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata – rata 6.

6. Volume urin

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat

badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas

orang yang bersangkutan. Rata-rata didaerah tropik volume urin dalam 24 jam

antara 800--1300 ml untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin selama

Page 10: Asuhan Keperawatan Peritonitis

24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri ini

mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang

berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Selain itu

poliuri dapat pula disebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes

mellitus, diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila

volume urin selama 24 jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri.

6. Faktor yang Mempengaruhi Produksi Urin

Jumlah urin primer yang terbentuk setiap hari kurang lebih 150 – 170 liter.

Meski demikian hanya 1 – 1,5 liter urin yang dikeluarkan. Banyak sedikitnya

jumlah urin yang dikeluarkan setiap hari di pengauhi tiga faktor, yaitu:

1) Air yang Dikonsumsi

Jika seseorang banyak minum air maka kosentrasi protein darah akan turun.

Darah menjadi terlalu encer, sehingga sekresi ADH terhalang. Maka

penyerapan air oleh dinding tubulus kurang efektif, sehingga, terbentuk urin

yang banyak.

2) Hormon Anti Diuretik

Hormon ini dihasilkan kelenjar hipofisis bagian posterior.

Sekresi ADH dikendalikan oleh konsentrasi air dalam darah.Hormon

antidiuretik mempengaruhi proses penyerapan air oleh dinding tubulus. Bila

sekresi ADH banyak, penyerapan air oleh dinding tubulus akan meningkat,

sehingga urin yang terbentuk sedikit. Sebaliknya jika sekresi ADH kurang,

maka penyerapan air oleh dinding tubulus menurun, sehingga dihasilkan

banyak urin.

3) Suhu

Ketika suhu panas atau banyak mengeluarkan keringat, konsentrasi air dalam

darah turun mengakibatkan sekresi ADH meningkat sehingga urin yang di

Page 11: Asuhan Keperawatan Peritonitis

hasilkan sedikit. Sebaliknya jika suhu udara dingin konsentrasi air dalam darah

naik sehingga menghalangi sekresi ADH maka produksi urin banyak.

7. Konsentrasi Urine dan Mekanisme Pengenceran

Volume Urine, volume urine yang dihasilkan setiap hari bervariasi dari 600 ml

sampai 2.500 ml lebih.

1. Jika volume urine tinggi, zat buangan diekskresi dalam larutan encer,

hipotonik (hipoosmotik) terhadap plasma. Berat jenis urine mendekati berat

jenis air (sekitar 1.003).

2. Jika tubuh perlu menahan air, maka urine yang dihasilkan kental sehingga

volume urin yang sedikit tetap mengandung jumlah zat buangan yang sama

yang harus dikeluarkan. Konsentrasi zat terlarut lebih besar.urine hipertonik

(hiperosmotik) terhadap plasma,dan berat jenis urine lebih tinggi (diatas

1,030).

Pengaturan volume urine. Produksi urine kental yang sedikit atau urine encer

yang lebih banyak diatur melalui mekanisme hormon dan mekanisme

pengkomsentrasian urine ginjal.

Mekanisme hormonal

a. Antidiuretik hormon (ADH) meningkatkan permebilitas tubulus kontortus

dan distal tubulus pengumpul terhadap air sehingga mengakibatkan terjadinya

reabsorpsi dan volume urine yang sedikit.

(1) Sisi sintesis dan sekresi. ADH disentesin oleh badan sel saraf dalam

nukleus supraoptik hipotalamus dan disimpan dalam serabut saraf hipositis

posterior, ADH kemudian dilepas sesuai implus yang sampai serabut saraf.

(2) Stimulus pada sekresi ADH

Page 12: Asuhan Keperawatan Peritonitis

(a) Osmotik

(i) Neuron hipotalamus adalah osmoreseptor dan sensitif terhadap

perubahan konsentrasi ion natrium. Serta zat terlarut lain dalam

cairan intrasalular yang menyelubunginya.

(ii) peningkatan osmolaritas plasma, seperti yang terjadi saat dehidrasi,

menstimulasi osmoreseptor untuk mengirim impuls ke kelenjar

hipofisis posterior agar melepas ADH. Air diabsorbsi kembali dari

tubulus ginjal sehingga dihasilkan urine kental dengan volume

sedikit.

(iii) Penurunan osmoloritas plasma mengakibatkan berkurangnya ekskresi

ADH, berkurangnya reabsorpsi air dari ginjal, dan produksi urine

encer yang banyak.

(b) Volume dan tekanan darah. Baroseptor dalam pembuluh darah (di vena,

atrium kanan dan kiri, pembuluh pulmonar, sinus karotid dan lengkung

aorta) memantau volume darah meningkatkan sekresi ADH; peningkatan

volume dan tekanan darah menurunkan sekresi ADH.

(c) Faktor lain. Nyeri, kecemasan, olahraga, analgesik narkotik, dan barbitut

meningkatkan sekresi ADH. Alkohol menurunkan ADH.

b. Aldosteron adalah hormon steroid yang sekresi oleh sel-sel korteks kelenjar

adrenal. Hormon ini bekerja pada tubulus distal dan duktus pengumpul untuk

meningkatkan absorpsi aktif ion natrium dan sekresi aktif ion kalium.

Mekanisme renin-angiostensin-aldosteron, yang meningkatkan retensi air dan

garam.

Sistem arus bolak-balik dalam ansa Henle dan vasa rekta memungkinkan

terjadinya reabsorpsi osmotik air dari tubulus dan duktus pengumpul ke dalam

cairan interstisial medularis yang lebih kental di bawah pengaruh ADH.

Reabsorpsi air memungkinkan tubuh untuk menahan air sehingga urine yang

diekskresi lebih kental dibandingkan cairan tubuh normal.

Page 13: Asuhan Keperawatan Peritonitis

8. Pengisian dan Pengosongan Vesika Urinaria

Dinding ureter mengandung otot polos yg tersusun dalam berkas spiral

longitudinal dan sirkuler,lapisan otot yang tidak telihat.kontraksi peristaltic teratur

dri 1-5 kali/menit dan mnggerakkan urine dari pelvis renalis ke vesika urinaria,

disemprotkan setiap gelobang peistaltik.ureter berjalan miring melalui dinding

vesika urinari untuk menjaga ureter tertutup, kecuali selama gelombang

peristalktik dan mencegah urine tidak kembali ke ureter.

Apabila vesika urinaria terisi penuh, permukaan superior membesar dan

menonjol keatas masuk ke dalam rongga abdomen . Peritoneum menutupi bagian

bawah dinding anterior kolom vesika urinaria yang terletak di bawah vesika

urinaria dan permukaan atas prostat . Serabut otot polos prostat kolum vesika

urinaria dilanjutkan sebagai serabut otot polos prostat. Kolum vesika urinaria

yang dipertahankan pada tempatnya pada pria oleh ligamentum pubovsikalis yang

merupakan penebalan fasia pelvis.

Membran mukosa vesika urinaria dalam keadaan kosong berlipat-lipat.

Lipatan ini menghilang apabila vesika urinaria terisi penuh. Daerah membran

mukosa meliputi permukaan dalam basis vesika urinaria yang dinamakan

trigonum. Vesika uriter menembus dinding vesika urinaria secara miring,

membuat seperti katup untuk mencegah aliran balik urine ke ginjal pada waktu

vesika urinaria terisi.

Kontraksi otot m. detrusor bertanggung jawab pada pengosongan vesika

urinaria selama berkemih (mikturisi), berkas otot berjalan pada sisi uretra. Serabut

Page 14: Asuhan Keperawatan Peritonitis

ini dinamakan sfinger uretra interna. Sepanjang uretra terdapat sfinger uretra

membranosa. Epitel vesika urinaria dibentuk dari lapisan superfisialis sel kuboid.

Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kalik renalis meregangkan

kaliks renalis dan meningkatkan aktivitasnya yang kemudian mencentuskan

kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis kemudian turun sepanjang

ureter. Dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung

kemih.

Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis.

Kontraksi peristaltic pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan

dihambat oleh perangsangan simpatis. Ureter memasuki kandung kemih

menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih sepanjang beberapa

senti menter menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor

pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter dengan demikian

mencegah aliran balik urin dari kandung kemih sewaktu terjadi kompresi kandung

kemih.

Setiap gelombang peristaltic terjadi sepanjang ureter akan meningkatkan

tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih

membuka dan memberikan kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih.

9. Refleks Berkemih

Refleks berkemih adalah refleks medula spinalis yang seluruhnya bersifat

automatik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak. tetapi

dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak. Pusat ini antara lain:

1. Pusat perangsang dan penghambat kuat dalam batang otak terletak di pons

varoli.

2. Beberapa pusat yang terletak di korteks serebral terutama bekerja sebagai

penghambat tetapi dapat menjadi perangsang. Refleks berkemih merupakan

Page 15: Asuhan Keperawatan Peritonitis

dasar penyebab terjadinya berkemih, tetapi pusat yang lebih tinggi normalnya

memegang peranan.

Sinyal sensorik dari reseptor kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral

medula spinalis melalui nervus pelvikus kemudian secara refleks kembali lagi ke

kandung kemih melalui saraf simpatis. Ketika kandung kemih terisi

sebagian,kontraksi berkemih biasanya secara spontan berelaksi. Setelah beberapa

detik otot detrusor berhenti berkontraksi dan tekanan turun kembali ke garis basal.

Karena kandung kemih terus terisi,refleks berkemih menjadi bertambah seringdan

menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat.

Pada saat berkemih,menjadi cukup kuat menimbulkan refleks lain yang

berjalan melalui nervus pudendal ke sfinger eksternus untuk menghambatnya.

Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke

sfinger eksterna, berkemih pun akan terjadi. Jika berkemih tidak terjadi, kandung

kemih terisi lagi dan refleks berkemih menjadi semakin kuat.

Berkemih di bawah keinginan tercetus dengan cara seseorang secara sadar

mengonsentrasikan otot-otot abdomennya yang meningkatkan tekanan dalam

kandung kemih, mengakibatkan urin ekstra memasuki kandung kemih sehingga

meregangkan dinding kandung kemih. Hal ini menstimulasi reseptor regang dan

merangsang refleks berkemih, serta menghambat sfinger eksternus uretra secara

simultan, biasanya seluruh urin akan keluar dalam keadaan normal.

Peristiwa pembuangan urin yang mengalir melalui ureter ke dalam

kandung kemih, menimbulkan keinginan untuk berkemih akibat dari penambahan

tekanan di dalam kandung kemih, yang sudah ada 170-230 ml urine.

Page 16: Asuhan Keperawatan Peritonitis

GANGGUAN PADA SISTEM PERKEMIHANPERITONITIS

A. DEFINISI

Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus

visera dalam rongga perut.

Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial diatas dasar

fibroelastik. Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium;

dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia

muskularis.

Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem

saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian

sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan

tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang

berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang

seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasaka nyeri viseral

biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia

menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri.

Page 17: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul

karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri

dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan

tepat lokasi nyeri.

Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten

dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak

kedua arah.

Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu gaster, hepar, vesica

fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid, sekum, dan appendix

(intraperitoneum); pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan

ureter (retroperitoneum).

B. KLASIFIKASI

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Peritonitis bakterial primer.

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum

peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya

bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Streptococus atau Pneumococus. Faktor

resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan

intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal

kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

2) Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus gastrointestinal

atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan

peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat

terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat

memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Page 18: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu

peritonitis.

3) Peritonitis non bakterial akut

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya

empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.

4) Peritonitis bakterial kronik (tuberkulosa)

Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari fokus di paru, intestinal atau

tractus urinarius.

5) Peritonitis non bakterial kronik (granulomatosa)

Peritoneum dapat bereaksi terhadap penyebab tertentu melaluii pembentukkan

granuloma, dan sering menimbulkan adhesi padat. Peritonitis granulomatosa

kronik dapat terjadi karena talk (magnesium silicate) atau tepung yang terdapat

disarung tangan dokter. Menyeka sarung tangan sebelum insisi, akan mengurangi

masalah ini.

C. ANATOMI

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.

Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga,

dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai

lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak

sub kutan dan facies superfisial ( facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut

m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum

abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia

transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri

dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah

dipisahkan oleh linea alba.

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial.

Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom.

Page 19: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron

didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus

saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).

2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis

kanan kiri saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut

duplikatura. Dengan demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu

duplikatura. Duplikatura ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan

dinding dorsal perut dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang

disebut mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan

mesenterium dorsale. Mesenterium vebtrale yang terdapat pada sebelah kaudal pars

superior duodeni kemudian menghilang. Lembaran kiri dan kanan mesenterium

ventrale yang masih tetap ada, bersatu pada tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi

ventrikulus disebut mesogastrium ventrale dan mesogastrium dorsale. Pada waktu

perkembangan dan pertumbuhan, ventriculus dan usus mengalami pemutaran. Usus

atau enteron pada suatu tempat berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus.

Hubungan ini membentuk pipa yang disebut ductus omphaloentericus.

Page 20: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Usus tumbuh lebih cepat dari rongga sehingga usus terpaksa berbelok-belok

dan terjadi jirat-jirat. Jirat usus akibat usus berputar ke kanan sebesar 270 ° dengan

aksis ductus omphaloentericus dan a. mesenterica superior masing-masing pada

dinding ventral dan dinding dorsal perut. Setelah ductus omphaloentericus

menghilang, jirat usus ini jatuh kebawah dan bersama mesenterium dorsale

mendekati peritonium parietale. Karena jirat usus berputar bagian usus disebelah oral

(kranial) jirat berpindah ke kanan dan bagian disebelah anal (kaudal) berpindah ke

kiri dan keduanya mendekati peritoneum parietale.

Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale

mendekati peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi

perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai

alat-alat penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal peritonium

sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat

penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum

parietale, disebut terletak intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei..

dengan demikian:

Duodenum terletak retroperitoneal;

Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium;

Page 21: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;

Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung

disebut mesocolon transversum;

Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung

mesosigmoideum; cecum terletak intraperitoneal;

Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung

mesenterium.

Di berbagai tempat, perlekatan peritoneum viscerale atau mesenterium pada

peritoneum parietale tidak sempurna, sehingga terjadi cekungan-cekungan di antara

usus (yang diliputi oleh peritoneum viscerale) dan peritoneum parietale atau diantara

mesenterium dan peritoneum parietale yang dibatasi lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan

dapat juga terjadi karena di dalamnya berjalan pembuluh darah. Dengan demikian di

flexura duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior yang membatasi recessus

duodenalis superior dan plica duodenalis inferior yang membatasi resesus duodenalis

inferior.

Pada colon descendens terdapat recessus paracolici. Pada colon sigmoideum

terdapat recessus intersigmoideum di antara peritoneum parietale dan

mesosigmoideum.

Stratum circulare coli melipat-lipat sehingga terjadi plica semilunaris.

Peritoneum yang menutupi colon melipat-lipat keluar diisi oleh lemak sehingga

terjadi bangunan yang disebut appendices epiploicae.

Dataran peritoneum yang dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin

karena peritoneum mengeluiarkan sedikit cairan. Dengan demikian peritoneum dapat

disamakan dengan stratum synoviale di persendian. Peritoneum yang licin ini

memudahkan pergerakan alat-alat intra peritoneal satu terhadap yang lain. Kadang-

kadang , pemuntaran ventriculus dan jirat usus berlangsung ke arah yang lain.

Akibatnya alat-alat yang seharusnya disebelah kanan terletak disebelah kiri atau

sebaliknya. Keadaan demikian disebut situs inversus.

Page 22: Asuhan Keperawatan Peritonitis

D. ETIOLOGI

Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa

inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung,

perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi

organ berongga karena trauma abdomen.

(1)    Masuknya bakteri ke dalam rongga peritonium pada saluran makanan yang

mengalami perforasi / dari luka penetrasi eksternal

(2)    Keluarnya enzim pangkreas, asam lambung/ empedu sebagai akibat cedera /

perforasi usus

(3)    Peritonitis steril ditemukan pada pasien dengan SLE, demam mediterian familial

selama timbulnya serangan penyakit

(4)    Pemasangan benda asing ke dalam rongga peritonium

E. PATOFISOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya

eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan

fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga

membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi

dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi

usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran

mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,

maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti

misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa

ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba

untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk

Page 23: Asuhan Keperawatan Peritonitis

buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi

ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Pathway Peritonitis

Infeksi organisme yang  ada dalam colon, stafilococcus dan streptococcus¯

Invasi oleh bakteri¯

Keluarnya exudat fibrosa, kantong-kantong anatilesBentuk antara perlekatan fibrinosa

¯Infeksi tersebar luar pada permukaan peritonium

¯Peritonitis umum

¯Aktivitas peristaltik berkurang

¯Ilius paralitik

¯Usus menjadi atoni dan meregang, cairan dan elektrolit tulang dehidrasi shock, oliguria,

gangguan sirkulasi¯

Perlekatan terbentuk antara lekung usus yang meregang¯

Gangguan pergerakan usus¯

Obstruksi usus

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen

mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler

organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan

lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding

abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia

bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut

meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit

dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau

bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan

Page 24: Asuhan Keperawatan Peritonitis

peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus

kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen

usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan

dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat

mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

F. MANIFESTASI KLINIS

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda –

tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan

defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah

diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara

usus.

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan

terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.

Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan

pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu

penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif

berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes

lainnya.

G. DIAGNOSIS

Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran klinis,

pemeriksaan laboratorium dan X-Ray.

1. Gambaran klinis

Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis

organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau

umum. Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu

adanya nyeri abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun

Page 25: Asuhan Keperawatan Peritonitis

atau menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder

yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan pada

penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh

bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-mula

dikarenakan penyebab utamanya, dan kemudian menyebar secara gradual dari

fokus infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain

yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam,

distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau

umum, dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang. Gambaran klinis

untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial.

Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya

keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal;

sedang peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen

yang hebat, demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2

minggu pasca bedah.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang

meningkat dan asidosis metabolik.

Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih

dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan

kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan

granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil

pembiakan didapat.

3. Pemeriksaan X-Ray

Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus

besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.

Page 26: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan

dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan

foto polos abdomen 3 posisi, yaitu: (rasad)

Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi

anteroposterior (AP ).

Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar

horizontal proyeksi AP.

Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,

proyeksi AP.

Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada

cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara

bebas subdiafragma atau intra peritoneal.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang

yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi

saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus

septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan

nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.

Resusitasi dengan larutan saline isotonik sangat penting. Pengembalian

volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi,

dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah

harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri

dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah

jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme

mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga

Page 27: Asuhan Keperawatan Peritonitis

merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat

pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan

operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang

menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika

peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang

digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat

patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang

terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus

yang perforasi.

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan

menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi

ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal

sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila

peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena

tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa

drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat

menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan

dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan

untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana

komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:

(chushieri)

1. Komplikasi dini

Septikemia dan syok septic

Page 28: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Syok hipovolemik

Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan

multi system

Abses residual intraperitoneal

Portal Pyemia (misal abses hepar)

2. Komplikasi lanjut

Adhesi

Obstruksi intestinal rekuren

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN GLOMEROLUNEFRITIS

Page 29: Asuhan Keperawatan Peritonitis

A. PENGKAJIAN

1) Biodata

Terjadi pada pasien dengan syndrome nefrotik atau sirosis hepatis, lebih banyak

terdapat pada perempuan dari pada laki-laki

2) Keluhan Utama

Nyeri tekan pada perut

3) Riwayak Kesehatan

a) Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri tekan perut, lemas, terdapat dehidrasi dan tanda-tanda peritonitis seperti

kejang abdomen, bunyi usus menghilang / berkurang

b) Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya riwayat appendixitis, devertikulitis, salpingitis, pangkreatitis, dan

sebagainya.

c) Riwayat Penyakit Keluarga

Adakah anggota keluarga yang pernah menderita peritonitis

4) ADL (Activity Daily Life)

a) Nutrisi        :  Nafsu makan menurun karena pasien mual / muntah

b) Eliminasi    :  Ketidakmampuan defekasi dan flatus, diare (kadang)

c) Istirahat      :  Terganggu karena nyeri

d) Aktivitas    :  Terganggu karena pasien lemas

e) Personal hygiene : Kemungkinan terjadi penurunan kebersihan diri akibat

penurunan aktivitas sebagai dampak dari kelemahan

5) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum      :  Lemah

b) Wajah                     :  Pucat

c) Hidung                   :  Nafas dangkal, takipnea

d) Mulut                      :  Membran mukosa kering, lidah bengkak, cegukan

Page 30: Asuhan Keperawatan Peritonitis

e) Abdomen               :  Terdapat nyeri tekan, kejang, bunyi usus menghilang /

berkurang

f) Ekstermitas             :  Akral dingin, turgor kulit menurun

6) Pemeriksaan Penunjang

a) Protein / albumin serum  :  menurun karena perpindahan cairan

b) Amilase : meningkat

c) Elektrolit serum : hipokalemia

d) SDL : SDP meningkat, kadang laebih dari 20.000

e) SDM : meningkat menunjukkan hemokonsentrasi

f) GDA : alkalosis

g) Kultur : Organisme penyebab mungkin terindentifikasi dari

darah, exudat darah

h) Pemeriksaan foto abdominal  : dapat menyebabkan distensi usus / ileum bila

perforasi viseral sebagai etiologi, udara bebas ditemukan pada adomen

i) Foto dada :  menyatakan peninggian diafragma. (Marilynnn

Doengoes,dkk, 1999: 514)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya incontinuitas jaringan

2) Perubahan eliminasi usus berhubungan dengan manipulasi operasi, imobilitas,

gangguan masukan nutrisi

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status puasa,

penghisap selang nasogastrik

4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan risiko peningkatan

kehilangan cairan melalui penghisap lambung

5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

perawatan di rumah dan perawatan tindak lanjut

C. INTERVENSI DAN RASIONALISASI

Page 31: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Dx. Kep. I

Tujuan: Rasa nyaman dapat dipertahankan

Kriteria hasil:

1) Melaporkan tingkat rasa nyaman yang  dapat ditoleransi

2) Memperlihatkan lebih relaks

Intervensi:

Pertahankan tirah baring dalam ruangan yang tenang

Rasionalisasi:

Tirah baring mengurangi penggunaan energi dan membantu mengontrol nyeri

Pantau lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri (skala 0-10)

Rasionalisasi:

Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektifitas intervensi

Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardi, hipertensi dan peningkatan

pernafasan

Rasionalisasi:

Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan 

Dorong penggunaan teknik relaksasi misalnya latihan nafas dalam dan teknik

distraksi

Rasionalisasi:

Teknik relaksasi dan distraksi membantu melonggarkan ketegangan syaraf yang 

mempengaruhi rasa nyeri dan klien merasa nyaman

Kolaborasi pemberian analgesik

Rasionalisasi:

Mengurangi rasa nyeri memblok sinyal pada tempat masuknya ke dalam medula

spinalis dan memblok sebagian reflek medula spinalis yang  timbul akibat

rangsangan sakit

Dx. Kep. II

Tujuan: Eliminasi kembali normal

Kriteria hasil:

1) Pasien mengerti faktor-faktor penyebab gangguan eliminasi

2) Defekasi dengan feses lunak dan berbentuk

Intervensi:

Kaji kebiasaan usus pra operasi dan masukan nutrisi : jelaskan penyebab

gangguan

Page 32: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Rasionalisasi:

Klien dan keluarga kooperatif dalam tindakan 

Auskultasi abdomen untuk mendengar kembalinya bising usus setiap 8 jam

Rasionalisasi:

Untuk mengetahui kemajuan fungsi normal usus 

Observasi defekasi pertama pasca operasi, kaji warna, konsistensi, jumlah dan

frekuensi

Rasionalisasi:

Mengetahui kemajuan fungsi normal usus  

Pertahankan agar area perianal bersih dan kering

Rasionalisasi:

Mencegah terjadinya infeksi 

Peragakan dan ajarkan irigasi ostomi serta memasang aplikasinya bila ada

Rasionalisasi:

Menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang perawatan ostomi dengan

benar  

Dx. Kep. III

Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil:

1) Mempertahankan berat badan yang normal

2) Mentoleransi diet tanpa rasa tak nyaman

Intervensi:

Pantau masukan dan haluaran sampai adekuat sesuai umur dan berat badan

Rasionalisasi:

Membantu menciptakan rencana perawatan / pilihan intervensi

Timbang berat badan saat masuk dan secara reguler

Rasionalisasi:

Page 33: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Memantau status nutrisi dan efektivitas intervensi 

Berikan makanan porsi sedikit tapi sering

Rasionalisasi:

Membantu untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan pemasukan 

Kolaborasi dengan dokter, ahli, gizi

Rasionalisasi:

Menambahkan dalam menetapkan program nutrisi spesifik untuk memenuhi

kebutuhan individual pasien

Dx. Kep. IV

Tujuan: Kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil:

1) Menunjukkan tanda vital stabil

2) Masukan dan haluaran seimbang

3) Hidrasi adekuat yang  dibuktikan oleh turgor kulit yang  normal

Intervensi:

Monitor intake dan output, membran mukosa, turgor kulit dan Bj urine serta

serum elektrolit

Rasionalisasi:

Mengidentifikasi keseimbangan cairand an elektrolit dalam tubuh dengan

mengobservasi tanda-tanda kurang cairan, sehingga gangguan kesembangan

cairan dapat dihindari

Observasi tanda-tanda vital setiap 2 – 4 jam

Rasionalisasi:

Perubahan suhu tubuh dan peningkatan nadi merupakan salah satu tanda terjadi

dehidrasi 

Berikan cairan parenteral sesuai dengan petunjuk

Rasionalisasi:

Page 34: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Mengganti kehilangan cairan yang  telah didokumentasikan  

Dx. Kep. V

Tujuan: Klien dan keluarga mengerti dan dapat menjelaskan tentang perawatan

Kriteria hasil:

1) Mengungkapkan pengertian tentang aturan diet

2) Memperagakan perawatan ostoi yang adekuat

3) Mengexpresikan pengertian tentang aktivitas yang diperbolehkan

Intervensi:

Jelaskan pada klien dan keluarga tentang perawatan ostomi 

Rasionalisasi:

Membantu mengidentifikasi kesalahpahaman

Demonstrasikan penggantian balutan, perawatan luka, teknik aseptik

Rasionalisasi:

Menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang perawatan dengan benar  

Diskusikan aktivitas yang  diperbolehkan, pentingnya istirahat dan aktivitas

ringan

Rasionalisasi:

Dengan aktivitas yang  berlebihan maka akan terjadi komplikasi yang  lebih

parah 

DAFTAR PUSTAKA

Page 35: Asuhan Keperawatan Peritonitis

Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.

Way. L. W., 1998, Peritoneal Cavity in Current Surgical Diagnosis & Treatment, 7th Ed., Maruzen, USA.

Wilson. L. M., Lester. L .B., 1995, Usus kecil dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, alih bahasa dr. Peter Anugrah, EGC, Jakarta.

Schrock. T. R., 2000, Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7, alih bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.

Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I, 1999, Abdomen Akut, dalam Radiologi Diagnostik, p 256-257, Gaya Baru, jakarta.

Putz.R., Pabst.R., 1997, Sobotta, Atlas Anatomi Manusia, EGC, Jakarta

Hoyt. D. B., Mackersie. R. C., 1988, Abdominal Injuries in Essential Surgical Practice, 2nd Ed, John Wright, Bristol.

Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Dinding Perut, dalam Buku ajar Ilmu Bedah; 696, EGC, Jakarta.

Anonim, 2002, Abdomen, Bagian Anatomi FK UGM, Yogyakarta

Darmawan. M., 1995, Peritonitis dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, FKUI, Jakarta