asuhan keperawatan otitis

36
Tugas makalah sistem persepsi sensori Otitis Media Akut (OMA) Disusun untuk melengkapi tugas matakuliah sistem persepsi sensori Dosen pengampu : Isrofah ,S.Kep,Ns,M.Kep KELOMPOK 5 1. Arum Novianti ( ) 2. Akhmad Zubaidi (0520015311) 3. Muh. Edi Wibowo (0520015211 ) 4. Zulfatul Mahmudah () UNIVERSITAS PEKALONGAN Jl. Sriwijaya No.3 Pekalongan telp.(0285)426800 TAHUN AJARAN 2014

Upload: hollow-shinigami-thesecondgenerationofeandrey

Post on 25-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

andre 10

TRANSCRIPT

Tugas makalah sistem persepsi sensori

Otitis Media Akut (OMA)

Disusun untuk melengkapi tugas matakuliah sistem persepsi sensori

Dosen pengampu : Isrofah ,S.Kep,Ns,M.Kep

KELOMPOK 5

1. Arum Novianti ( )

2. Akhmad Zubaidi (0520015311)

3. Muh. Edi Wibowo (0520015211 )

4. Zulfatul Mahmudah ()

UNIVERSITAS PEKALONGAN

Jl. Sriwijaya No.3 Pekalongan telp.(0285)426800

TAHUN AJARAN 2014

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otitis Media Akut (OMA) merupakan penyakit yang sering dijumpai pada masa

anak-anak (Vernacchio et al, 2004). Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar

9,3 juta anak-anak mengalami serangan OMA pada 2 tahun pertama kehidupannya

(Berman, 1995). Insidens tertinggi kasus OMA yang dilaporkan di Amerika Serikat

adalah pada umur 6 sampai dengan 20 bulan (Kerschner, 2007). Menurut Teele

(1991) dalam Commisso et al. (2000), 33% anak akan mengalami sekurang-

kurangnya satu episode OMA pada usia 3 tahun pertama. Terdapat 70% anak usia

kurang dari 15 tahun pernah mengalami satu episode OMA (Bluestone, 1996).

Faktanya, ditemukan bahwa otitis media menjadi penyebab 22,7% anak-anak pada

usia dibawah 1 tahun dan 40% anak-anak pada usia 4 sampai dengan 5 tahun yang

datang berkunjung ke dokter anak. Selain itu, sekitar sepertiga kunjungan ke dokter

didiagnosa sebagai OMA dan sekitar 75% kunjungan balik ke dokter adalah untuk

follow-up penyakit otitis media tersebut (Teele et al., 1989). Menurut Casselbrant

(1999) dalam Titisari (2005), menunjukkan bahwa 19% hingga 62% anak-anak

mengalami sekurang-kurangnya satu episode OMA dalam tahun pertama

kehidupannya dan sekitar 50-84% anak-anak mengalami paling sedikit satu

episode OMA ketika ia mencapai usia 3 tahun. Di Amerika Serikat, insidens OMA

tertinggi dicapai pada usia 0 sampai dengan 2 tahun, diikut i dengan anak-anak pada

usia 5 tahun. OMA rekuren juga biasa dijumpai. Penelitian menunjukkan dari 165

orang anak yang menderita OMA, sebanyak 50% mengalami OMA rekuren dalam

satu tahun. Sebanyak 60% anak-anak pada usia 0 sampai dengan 1 tahun akan

diserang sekurang-kurangnya satu episode rekuren. Anak laki-laki mengalami

rekurensi yang lebih signifikan dibanding dengan anak perempuan (Onion, 1977).

Universitas Sumatera UtaraDi Finlandia Utara, dalam satu penelitian, ditemukan

faktor resiko menderita OMA meliput i anak-anak usia kurang dari 6 tahun, jenis

kelamin laki-laki, kurangnya asupan air susu ibu (ASI), lingkungan merokok, anak

yang dititipkan ke penitipan anak-anak, Di Amerika Serikat, antibakteri paling sering

dianjurkan sebagai pengobatan OMA (American Academy of Pediatrics and America

Academy of Family Physicians, 2004). Menurut Stool (1989) yang dikutip oleh

Buchman et al. (2003), efek OMA terhadap keadaan sosioekonomis juga besar,

dengan miliaran dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan otitis media

baik secara obat-obatan maupun bedah. Menurut Gates (1996) dalam Buchman et

al. (2003), diestimasi bahwa OMA bertanggung jawab atas anggaran sekitar 3,15

miliar dolar setiap tahun, dimana 1,4 miliar dolar dihabiskan untuk pengobatan

kesehatan, dan 1,75 miliar dolar dihabiskan sebagai anggaran keluarga yang

berhubungan dengan penyakit. abnormalitas pertumbuhan kraniofasialis, adanya

infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang disebabkan virus, penyakit

immunodefisiensi yang mendasari dan predisposisi genetik (Alho et al., 1996).

Faktor risiko yang sama juga ditemui dalam penelitian yang dijalankan pada anak-

anak yang berumur 3 sampai dengan 8 tahun di Greenland (Homoe et al.,1999).

Otitis media pada anak-anak sering kali diakibatkan oleh ISPA (Revai, 2007).

Menurut Banz (1998) dalam Mora et al.(2002), kasus ISPA rekuren yang sering terjadi

adalahrinitis,bronkitis, dan sinusitis kronik. Pada penelitian terhadap 112 orang

pasien anak-anak yang berumur 6 sampai dengan 35 bulan, didapatkan 30%

mengalami OMA dan 8% sinusitis (Revai, 2007). Di Saudi, penelitian menunjukkan

62% anak-anak dibawah 12 tahun yang menderita OMA mempunyai riwayat ISPA

(Zakzouk et al., 2002). Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan

dengan belum matangnya sistem imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi

serangan ISPA, makin besar risiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah

terkena OMA, karena anatomi tuba Eustachius yang masih relatif pendek, lebar dan

letaknya lebih horizontal (Djaafar, 2007). Di Indonesia, dari penelitian yang

dilakukan di Poli THT sub-bagian Otologi THT RSCM dan Poli THT RSAB Harapan Kita

pada Agustus 2004 sampai dengan Februari 2005, terhadap 43 orang pasien yang

didiagnosis dengan OMA, sebanyak 30,2% Universitas Sumatera Utaradijumpai pada

anak-anak yang berumur kurang dari 2 tahun. Anak-anak yang berumur 2 sampai

dengan 5 tahun adalah sebanyak 23,3%. Golongan umur 5 sampai dengan 12 tahun

adalah paling tinggi yaitu 32,6%. Anak-anak yang berumur 12 sampai dengan 18

tahun adalah 4,7% dan bagi yang berumur 18 tahun ke atas adalah 9,2% (Titisari,

2005). Pada penelitian yang sama, antara 43 orang pasien, 30,2% pasien tidak ada

riwayat demam. 62,8% pasien mempunyai riwayat demam selama satu hingga

tujuh hari. Terdapat 7,0% pasien dengan riwayat demam lapan hari hingga dua

minggu. Selain itu, antara 43 orang pasien, 62,8% pasien adalah didahului dengan

riwayat ISPA kurang dari tujuh hari. Pasien dengan riwayat ISPA tujuh hari sampai

dua minggu mencapai 27,9%. Yang lebih dari dua minggu adalah 9,3%. Dari hasil

kultur, jenis kuman telinga tengah yang dijumpai adalah Staphylococcus aureus

(78,3%), Haemophilus influenzae (8,7%), dan Streptococcus pneumonia (13,0%)

(Titisari, 2005). Selain tiga jenis mikroorganisme tersebut, Streptococcus pyogenes

dan Moraxella catarrhalis juga biasa dijumpai (Mora et al., 2002). Dari latar belakang

tersebut, penulis berminat untuk mengkaji karakteristik penderita otitis media akut

pada anak yang berobat ke Instalasi Rawat Jalan SMF THT Rumah Sakit Umum Pusat

(RSUP) Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009.

B. Rumusan Masalah

Uraian dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti

untukmerumuskan pertanyaan penelitian yaitu bagaimana karakteristik penderita

OMA padaanak yang berobat ke Instalasi Rawat Jalan SMF THT Rumah Sakit Umum

Pusat (RSUP)Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009?

C. Tujuan Penelitian

1) Tujuan umum :

Universitas Sumatera UtaraDari penelitian ini dapat diketahui karakteristik

penderita otitis media akut (OMA) pada anak yang berobat ke Instalasi Rawat

Jalan SMF THT Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan pada

tahun 2009.

2) Tujuan khusus :

a) Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita OMA pada anak

berdasarkan umur .

b) Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita OMA pada anak

berdasarkan jenis kelamin.

c) Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita OMA pada anak

berdasarkan gejala klinis.

d) Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita OMA pada anak

berdasarkan stadium OMA.

e) Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita OMA pada anak

berdasarkan sisi telinga yang terkena OMA.

f) Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita OMA pada anak

berdasarkan riwayat ISPA.

d. Manfaat Penelitian

1) Bagi peneliti

a) Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.

b) Meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan pengetahuan

statistik kedokteran ke dalam penelitian.

c) Menerapkan ilmu kedokteran yang dimiliki dan didapat selama

pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

d) Mengembangkan minat dan kemampuan meneliti dalam bidang

penelitian.

2) Bagi masyarakat

a) Sebagai masukan bagi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik

Medan untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita otitis media

akut di kalangan anak.

b) Sebagai masuka n bagi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik

Medan, dan bidang pelayanan kesehatan masyarakat lain, untuk

mengoptimalkan penanganan otitis media akut pada anak.

c) Sebagai masukan bagi orang tua anak-anak penderita OMA, untuk

menjalankan konsultansi dan pengobatan awal terhadap anak-anak,

supaya tidak membawa efek samping buruk.

d) Sebagai masukan bagi penelitian lain dan bahan referensi bagi

perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

BAB 2

Tinjauan Pustaka

A. Definisi

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh

peroisteum telinga tengah. (Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)

Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utamanya

adalah masuknya bakteri pathogenic ke dalam telinga tengah yang normalnya

steril. (Brunner & Suddart. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3)

OMA adalah peradangan telinga bagian tengah yang disebabkan oleh

pejalaran infeksi dari tenggorok (farinitis) OMA sering terjadi pada anak-anak

(Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas).

Otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut

atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang

biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat infeksi

bakteri pada nasofariong dan faring, secara alamiah teradapat mekanisme

pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh ezim pelindung dan

bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. Otitis media akut ini terjadi akibat

tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi, sumbatan atau peradangan pada tuba

eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media, pada anak-anak semakin

seringnya terserang infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis

media akut juga semakin sering.

Pembagian stadium otitis media akut:

1. Stadium oklusi tuba eustachius

Terdapat gambaran retraksi embran timpani akibat tekanan negative di dalam

telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat di

deteksi.

2. Stadium hiperemis (presupurasi)

Tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani atau seluruh

membrane timpani tampak hiperemis serta edema. Secret yang telah

terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

3. Stadium supurasi

Membrane timpani menonjol kearah telinga luar akibat edema yang hebat

pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta

terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani.

4. Stadium perforasi

Terjadi karena pemberian antibiotic yang terlambat atau virulensi kuman yang

tinggi, dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari

telinga tengah ke telinga luar.

5. Stadium resolusi

Bila membrane timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali.

Bila terjadi perforasi, maka secret akan berkurang dan mongering. Bila daya

tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi

tanpa pengobatan. (Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)

B. Anatomi dan Fisiologi

Telinga adalah organ pendengaran. Syaraf yang melayani indera ini adalah syaraf

cranial ke delapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri dari 3 bagian, yaitu: telinga

luar, telinga tengah dan rongga telinga dalam.

1. Telinga Luar

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (pinna) dan kanalis auditorius eksternus,

dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan

membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala

kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan

tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada

lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan

perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus

auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat

dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika

membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar

2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa

padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang

dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani.

Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang

mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme

pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar

tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan

perlindungan bagi kulit.

2. Telinga Tengah

Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.

Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang

membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding

medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam.

Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga

tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi

oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak

tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval

mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami

kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe. Tuba

eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan

telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat

terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau

menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan

menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

3. Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk

pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga

kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya

merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis

bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan

lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung

organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini

distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. Koklea

berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua

setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran,

dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna

mengisinya, Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan

perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak

melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus,

akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. (Anatomi

dan Fisiologi untuk paramedic. Pearce, C Evelyn. 2002)

C. Etiologi

Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus,

staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia coli,

streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa. (Kapita

selekta kedokteran, 1999).

Faktor Predisposisi:

1. Infeksi kronis adenoid

2. Tonsilitis

3. Rhinitis

4. Sinusitis

5. Batuk rejan

6. Morbili

7. Pada anak : kondisi tuba yang pendek, lebar, horizontal

D. Patofisiologi

Otitis media sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang

tenggorokan / pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius. Saat

bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran

tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya

saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel darah putih

akan melawan sek-sel bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri, sedikitnya

terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel

eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah

bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan

tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di

telinga dalam bergerak bebas. Cairan yang terlalu banyak tersebut, akhirnya dapat

merobek gendang telinga karena tekanannya. (Kapita selekta kedokteran, 1999).

E. Manifestasi Klinis

Gejala klinis otitis mediatergantung pada stadium penyakit dan umur pasien :

1. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap.

2. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.

3. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai

39,50Derajat Celcius, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang

sakit.

4. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.

5. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan

jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).

6. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat

dilihat.

7. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada anak

yang belum dapat bicara.

8. Anoreksia (umum).

9. Limfadenopati servikal anterior.

(Kapita selekta kedokteran, 1999).

Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi menjadi 4:

a. Otitis Eksterna Ringan : kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga

menyempit.

b. Otitis Eksterna Sedang : liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan

eksudat positif

c. Otitis Eksterna Komplikas : Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak

d. Otitis Eksterna Kronik : kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.

2. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani.

3. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi

jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).

4. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat

gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon

endang telinga terhadap perubahan tekanan udara.

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

a. Pemberian obat Antibiotik

1) Tujuan :

Tujuan pemberian antibiotic, untuk melumpuhkan atau menghilangkan

bakteri.

2) Efek samping

Jika diberikan secara kontinyu dan tidak teratur, akan menyebabkan

resistensi bakteri, dan akan menimbulkan alergi baru jika antibiotik tidak

cocok dengan tubuh.

3) Indikasi

Lebih banyak diberikan pada penderita peradangan yang disebabkan oleh

bakteri.

4) Kontra indikasi

Berbahaya diberikan pada penderita bronchitis, asma dan aritmia.

b. Pemberian obat Analgesik

1) Tujuan

Untuk menghilangkan nyeri.

2) Efek samping

Umumnya Asam Mefenamat dapat diberikan dengan baik pada dosis

yang dianjurkan, Pada beberapa kasus pernah dilaporkan terjadinya rasa

mual, muntah, diare, pada penggunaan jangka panjang yang terus

menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehan dapat mengakibatkan

agranulositosis dan hemolitik anemia.

3) Indikasi

Untuk menghilangkan segala macam nyeri dan ringan sampai sedang

dalam kondisi akut dan kronis termasuk nyeri karena trauma.

4) Kontraindikasi

Pada penderita tukak lambung pendenta asma, penderita ginjal dan

penderita yang hipersensitif.

2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Mengkaji nyeri.

b. Mengkompres hangat.

c. Mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien.

d. Instruksikan kepada keluarga tentang komunikasi yang efektif.

e. Memberikan informasi segala yang terkait dengan penyakit otitis media.

H. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada otitis media :

1. Komplikasi yang terjadi pada Otitis media adalah :

a. Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)

b. Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).

c. Tuli.

d. Peradangan pada selaput otak (meningitis).

e. Abses otak.

f. Ruptur membrane timpani.

2. Tanda-tanda terjadi komplikasi :

a. Sakit kepala.

b. Tuli yang terjadi secara mendadak.

c. Vertigo (perasaan berputar).

d. Demam dan menggigil.

I. Pencegahan

Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:

a. pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.

b. pemberian ASI minimal selama 6 bulan.

c. penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.

d. dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.

e. Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.

BAB 3

Kosep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Anamnesa

Nama klien, No. Rek. Media, Usia (Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di

bawah usia 15 tahun), Tinggi dan berat badan, Tanggal dan waktu kedatangan,

Orang yang dapat dihubungi.

b. Keluhan Utama

Menanakan alasan klien berobat ke rumah sakit dan menanyakan apa saja keluhan

yang ia rasakan.

c. Riwayat Kesehatan Dulu

menanyakan apakah klien pernah mengalami otitis media sebelumnya.

d. Riwayat kesehatan keluarga

menanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit ini

sebelumnya

e. Riwayat penyakit sekarang

tanyakan pada klien gejala-gejala apa saja yang dirasakannya saat ini.

f. Pengkajian pola Fungsional Gordon

1) Pola Persepsi – Manajemen Kesehatan

a) Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit.

Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai

penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.

b) Tanyakan tentang penggunaan obat-obat tertentu (misalnya antidepresan

trisiklik, antihistamin, fenotiasin, inhibitor monoamin oksidase ( MAO),

antikolinergik dan antispasmotik dan obat anti-parkinson.

c) Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau untuk mengetahui

gaya hidup klien

2) Pola Nutrisi – Metabolik

a) Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan

malam )

b) Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,

pantangan atau alergi

c) Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan

d) Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran

yang mengandung vitamin antioksidant

3) Pola Eliminasi

a) Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya

b) Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi

c) Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat

bantu untuk miksi dan defekasi.

4) Pola Aktivitas – Latihan

a) Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan

penglihatan. Klien akan mengalami kesulitan atau keterbatasan dalam

beraktivitas sehubungan dengan luas lapang pandangnya yang berkurang dan

kekeruhan pada matanya akibat dari glaukoma yang dideritanya.

b) Kekuatan Otot : Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya

karena yang terganggu adalah pendengarannya.

c) Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.

5) Pola Istirahat - Tidur

a) Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien

b) Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang

berhubungan dengan gangguan pada telinganya

c) Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau

tidak?

6) Pola Kognitif - Persepsi

a) Kaji status mental klien

b) Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami

sesuatu

c) Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien.

Identifikasi penyebab kecemasan klien

d) Pendengaran : menuru karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga

tengah yang normalnya adalah steril.

e) Penglihatan : Baik, biasanya klien yang mengalami gangguan pendengaran,

tidak berpengaruh terhadap penglihatannya.

f) Kaji apakah klien mengalami vertigo

g) Kaji nyeri : Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata berair. Nyeri

tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit

kepala.

7) Pola Persepsi Dan Konsep Diri

a) Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah

kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya

b) Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi

atau takut

c) Apakah ada hal yang menjadi pikirannya

8) Pola Peran Hubungan

a) Tanyakan apa pekerjaan pasien

b) Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti:

pasangan, teman, dll.

c) Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan

penyakit klien

9) Pola Seksualitas/Reproduksi

a) Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya

b) Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait

dengan menopause

c) Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan

kebutuhan seks

10) Pola Koping-Toleransi Stres

a) Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau

perawatan diri )

b) Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi

kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat

untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-

orang terdekat.

11) Pola Keyakinan-Nilai

a) Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam

beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang

yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.

12) Pemeriksaan Fisik

1. Tanda – tanda vital : ukur suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan

2. Kaji adanya perilaku nyeri verbal dan non verbal

3. Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher

4. Kaji kemungkinan tuli

5. Pemeriksaan fisik dilakukan dari hair to toe dan berurutan berdasarkan

system.

2. Asuhan Keperawatan berdasarkan NANDA, NOC dan NIC

NANDA NIC NOC

1. Nyeri akut

Definisi :  Serangan

mendadak atau

perlahan dari

intensitas ringan

sampai berat yang

di antisipasi atau

diprediksi durasi

nyeri kurang dari 6

bulan

Batasan 

karakteristik:

peningkata

n tekanan

intra okuler

(TIO) yang

ditandai

dengan

· Tingkat kenyamanan

  Indikator:

Melaporkan

kondisi fisik yang

membaik

Melaporkan

kondisi psikologis

yang membaik

Mengekspresikan

kegembiraan

terhadap

lingkungan sekitar

Mengekspresikan

kepuasan dengan

control nyeri

·Kontrol Nyeri

Indikator:

Mengenal factor

· Manajemen nyeri

Aktivitas :

Kaji tipe intensitas,

karakteristik dan lokasi

nyeri

Kaji tingkatan skala nyeri

untuk menentukan dosis

analgesik

Anjurkan istirahat

ditempat tidur dalam

ruangan yang tenang

Atur sikap fowler 300 atau

dalam posisi nyaman.

Ajarkan klien teknik

relaksasai dan nafas dalam

Anjurkan klien

menggunakan mekanism

koping yang baik disaat

mual dan

muntah.

Adanya

laporan

nyeri

secara

verbal dan

non verbal

Nafsu

makan

menurun

Mual,

muntah

penyebab

Mengenal

serangan nyeri

Mengenal gejala

nyeri

Melaporkan

control nyeri

·Tingkat Nyeri

Indikator:

Melaporkan nyeri

Frekuensi nyeri

Ekspresi wajah

karena nyeri

Perubahan tanda-

tanda vital

nyeri terjadi

Hindari mual, muntah

karena ini akan

meningkatkan TIO

Alihkan perhatian pada

hal-hal yang

menyenangkan

Hilangkan atau kurangi

sumber nyeri

· Pemberian analgesik

Berikan analgesik sesuai

order dokter.

Perhatikan resep obat,

nama pasien, dosis dan

rute pemberian secara

benar sebelum pemberian

obat.

2.Gangguan

persepsi sensori -

perseptual

pendengaran

· Kompensasi Tingkah Laku

Pendengaran

Indikator:

Pantau gejala

kerusakan

pendengaran

Menggunakan

layananan

pendukung untuk

pendegaran yang

lemah

Menghilangkan

gangguan

Menggunakan

· Peningkatan Komunikasi: Defisit

Pendengaran

Aktivitas:

Janjikan untuk

mempermudah

pemeriksaan pendengaran

sebagaimana mestinya

Memfasilitasi penggunaan

alat bantu sewajarnya

Beritahu pasien bahwa

suara akan terdengar

berbeda dengan memakai

alat bantu

bahasa isarat

Membaca gerakan

bibir

Memperoleh alat

bantu

pendengaran

Mengingatkan

yang lain untuk

menggunakan

teknik yang

menguntungkan

pendengaran

Memakai alat

bantu

pendengaran

(misal, lampu pada

telepon, alarm

kebakarab, bel

pintu, TDD

Menggunakan alat

bantu dengar

dengan benar

·Gambaran tubuh

Indikator:

Gambaran internal

Pribadi

Sesuai antara

kenyataan, ideal,

dan perilaku tubuh

Deskripsi pada

bagian tubuh yang

terkena dampak

Jaga kebersihan alat bantu

periksa secara rutin baterai

alat bantu

Mendengar dengan penuh

perhatian

Menahan diri dari

berteriak pada pasien yang

mengalami gangguan

komunikasi

Memfasilitasi lokasi

penggunaan alat bantu

Memfasilitasi letak telepon

bagi gangguan

pendengaran sebagaimana

mestinya

·Pembentukan kognisi

Aktivitas:

Bantu pasien untuk

menerima kenyataan

bahwa statemen diri

berada di tengah-tengah

timbulnya emosi

Bantu pasien memahami

akan ketidakmapuannya

untuk menggapai perilaku

yang diinginkan sering

disebabkan oleh statemen

diri yang tidak masuk akal

Tunjukkan bentuk-bentuk

kelainan fungsi berpikir

(misal, pikiran yang

bertentangan, terlalu

Menyesuaikan diri

dengan

berubahnya

penampilan pisik

Menyesuaikan diri

dengan

berubahnya fungsi

tubuh

Menyesuaikan diri

dengan

berubahnnya

status kesehata

Kesediaan untuk

menggunakan

strategi untuk

meningkatkan

penampilan dan

fungsi tubuh

banyak menggeneralisasi,

penguatan, dan

personalisasi)

Bantu pasien mengenali

emosi yang menyakitkan

yang ia rasakan

Bantu pasien mengenal

pemicu yang diterima

(misal, situasi, kejadian,

dan interaksi dengan orang

lain) yang membuat stress

Bantu pasien untuk

mengenal interpretasi

pribadi yang salah mengeni

faktor pemicu yang

diterima

Bantu pasien untuk

mengganti interpretasi

yang salah dengan yang

lebih realistis berdasarkan

situasi yang membuat

stres, kejadian, dan

interaksi

3. EVIDENCE BASED

a. CITATION

1) Jacky Munilson, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang

2) Yan Edward, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang

3) Yolazenia, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang,dengan judul “Penatalaksanaan

otitis media akut”

4. Farmakoterapi

a. Stadium Oklusi tuba Eustachius.

Terapinya : obat tetes hidung & antibiotik HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis

untuk anak berusia dibawah 12 tahun. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk

anak berusia diatas 12 tahun dan orang dewasa. Tujuan : Untuk membuka kembali

tuba Eustachius yang tersumbatsehingga tekanan negatif dalam telinga tengah akan

hilang. Antibiotik diberikan pada otitis media yang disebabkan kuman bukan otitis

media yang disebabkan virus dan alergi (otitis media serosa).

b. Stadium Pre Supurasi (Hiperemis)

Terapinya : antibiotik, obat tetes hidung, analgetik & miringotomi. Dianjurkan

pemberian antibiotik golongan penisilin dan eritromisin. Berikan golongan penisilin

atau ampisilin selama minimal 7 hari. Golongan eritromisin dapat kita gunakan jika

terjadi alergi penisilin. Penisilin intramuskuler (IM) sebagai terapi awal untuk

mencapai konsentrasi adekuat dalam darah. Hal ini untuk mencegah terjadinya

mastoiditis, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Berikan

ampisilin 50-100 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 4 dosis, amoksisilin atau eritromisin

masing-masing 50 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 3 dosis pada pasien anak.

c. Stadium Supurasi

Terapinya : antibiotik & miringotomi Selain antibiotik pasien harus dirujuk untuk

dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat

hilang.

d. Stadium Perforasi

Terapinya : antibiotik & obat cuci telinga Terlihat sekret banyak keluar, kadang

secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta

antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi

akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.

e. Stadium Resolusi

Terapinya : Antibiotik Lanjutkan pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi

resolusi. Tidak terjadinya resolusi dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa

telinga tengah. Curigai telah terjadi mastoiditis jika sekret masih banyak setelah kita

berikan antibiotik selama 3 minggu.

BAB IV

PENUTUP

1. Simpulan

Otitis media akut (OMA) peradangan akut mukoperiosteum telinga tengah

yang disebabkan oleh kuman. Pada umumnya OMA merupakan komplikasi

dari infeksi saluran nafas atas.infeksi melalui tuba eustachii, selanjutnya

masuk ke telingan tengah. Sebagian besar OMA terjadi pada anak, karena

infeksi saluran nafas atas banyak pada anak, dan bentuk tuba eustachii pada

anak lebih pendek, lebar, dan mendatar. Penatalaksanaan OMA pada

prinsipnya adalah terapi medikamentosa yang diberikan tergantung dari

stadium penyakitnya. Prinsipnya adalah pemberian antibiotika dan

parasentesis untuk menghindari perforasi spontan.

5. Saran

Dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu

meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah

yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca

DAFTAR PUSTAKA

Judith M . Wilkinson , 2009 . Diagnosis Keperawatan ( NIC & NOC ) . Jakarta . EGC

NANDA internasional . 2009 . Diagnosis Keperawatan . Jakarta . EGC

Brunner & suddarth.2002. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC

Mansjoer,Arief,dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3: Jakarta, Mediaacs culapiu

http://jurnalkesehatanmu.blogspot.com/2009/12/otitis-media-akut-oma.html

http://farellyus-belajaryuk.blogspot.com/2009/09/diagnosis-dan-penatalaksanaan-

otitis.html

http://bangeud.blogspot.com/2011/11/asuhan-keperawatan-otitis-media-akut.html

  Askaroellah,  Aboet.  2006.  Terapi Pada Otitis Media Supuratif Akut.  Majalah Kedokteran 

Nusantara Volume 39. No. 3. September 2006

Astuti, Sari Dwi. 2010. Terapi Otitis Media Akut Stadium Supuratif Dengan Miringotomi. Available from : http://www.fkumyecase.net/ (Accessed March, 21th 2011)