asuhan keperawatan hemofilia
DESCRIPTION
asuhan keperawatan klien hemofiliaTRANSCRIPT
KEPERAWATAN KLINIK 6B
MAKALAH
Oleh:
Kelompok 7
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
i
ASUHAN KEPERAWATAN HEMOFILIA PADA PASIEN ANAK
MAKALAH
diajukan guna melengkapi tugas kelompok mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik
6B dengan dosen Ns. Ratna Sari H, M.Kep
oleh
Kelompok 7
Fikri Nur Latifatul Q. NIM 132310101011
Chrisdiannita Fitria R. NIM 132310101016
Dwi Yoga Setyorini NIM 132310101027
Nailul Aizza R. NIM 132310101032
Afan Dwi Anwar NIM 132310101044
Siti Aisyah Dwi A. NIM 132310101050
Yeheskiel F. NIM 132310101061
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Hemofilia Pada Pasien Anak” tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun untuk melengkapi serta memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ilmu
Keperawatan Klinik 6B yang telah diberikan oleh dosen pembimbing dan
penanggung jawab mata kuliah.
Penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.
Jember, September 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………… 1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………. 2
1.3 Manfaat………………………………………………………………… 2
1.4 Implikasi Keperawatan………………………………………………… 3
BAB 2 TINJAUAN TEORI……………………………………………………. 4
2.1 Pengertian Stomatitis………………………………………………….. 4
2.2 Epidemiologi………………………………………………………….. 5
2.3 Etiologi………………………..………………………………………. 6
2.4 Tanda dan Gejala……………………………………………………… 7
2.5 Patofisiologi…..………………………………………………………. 8
2.6 Komplikasi dan Prognosis…………………………………………….. 9
2.7 Pengobatan……………………………………………………………. 10
2.8 Pencegahan…………………………………………………………… 12
BAB 3. PATHWAY…………………………………………………………… 13
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN…………….…………………………. 16
4.1 Pengkajian……………………………………………………………. 16
4.2 Diagnosa………….…………………………………………………… 25
4.3 Perencanaan…………………………………………………………… 26
4.4 Pelaksanaan……………………………………………………………. 29
4.5 Evaluasi………………………………………………………………… 31
BAB 5. PENUTUP…………………………………………………………….. 33
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………. 33
5.2 Saran…………………………………………………………………… 33
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 34
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Manusia dalam mencapai sehat secara fisik, harus tahu bahwa sistem
imunlah yang bekerja dalam menangkal semua penyakit yang menyerang tubuh.
Sistem imun dibentuk oleh sistem hematologi yaitu dari leukosit yang
menghasilkan limfosit yang nantinya akan melinduni tubuh kita dari berbagai
ancaman pathogen. Hematologi bersangkutan mengenai darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari system transport. Darah
merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari dua bagian besar yaitu
plasma darah dan bagian korpuskul. Darah akan bekerja lebih efektif jika tidak
terserang pathogen dan tidak memiliki kelainan-kelainan tertentu. Namun, ada
sebagian pada sistem hematologi manusia memiliki kelainan pada proses fase
koagulasi seperti penyakit hemofilia.
Hemofilia adalah suatu penyakit keturunan yang mengakibatkan darah
seseorang sukar membeku pada waktu terjadinya luka (Handayani dan Haribowo,
2008). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi ada kejadian
sekitar 20-30% ditemukan pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan pembekuan darah, sehingga dapat diduga terjadi mutasi spontan akibat
lingkungan endogen maupun eksogen. (IZN - pdpersi.co.id, 2012). Di Eropa
hemofilia sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu, sedangkan di Amerika
penyakit ini pertama kali ditemukan sekitar awal tahun 1800 pada seorang anak
laki-laki yang diturunkan dari ibu dengan carrier hemofilia. Hemofilia dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan yang berat dan kematian (Aru et al,
2010). Nasib penderita kelainan darah hemofilia di Indonesia masih
memprihatinkan. Pada berita terbaru Koran Cakrawala, 2012, menyatakan bahwa
jumlah penderita hemofilia di Indonesia sudah menembus 20 ribu orang. Apalagi,
angka kejadian hemofilia di negara-negara berkembang memiliki rasio 1:10.000.
Dari puluhan ribu penderita yang ada, hanya segelintir saja yang tercatat,
2
terdiagnosis dan tertangani sedangkan sisanya tidak terdiagnosis. Dari uraian di
atas, penulis menuliskan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Hemofilia
Pada Pasien Anak” dengan harapan dapat memberikan informasi dan pemahaman
terhadap tenaga kesehatan serta para pembaca agar dapat waspada dan lebih
mengenali sejak dini tenatang penyakit glomerulonefritis.
1.2 Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui apa itu hemofilia.
1.3.2 Dapat mengetahui apa saja penyebab terjadinya penyakit hemofilia.
1.3.3 Dapat mengetahui apa saja tanda dan gejala penyakit hemofilia.
1.3.4 Dapat mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
penyakit hemofilia.
1.3.5 Dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit hemofilia.
1.3 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit hemofilia.
1.4.2 Manfaat Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dan keterampilan mahasiswa calon perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien hemofilia pada anak.
1.4.3 Manfaat Bagi Perawat
Dapat digunakan sebagai bahan observasi untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan dan menambah keterampilan dalam melakukan asuhan
keperawatan terhadap pasien hemofilia.
1.4.4 Manfaat Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan bahan bacaan dalam
perpustakaan.
3
1.4 Implikasi Keperawatan
Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan sebelum turun ke
lapangan dapat memahami konsep dasar dari sistem hematologi. Gangguan yang
dapat terjadi pada sistem hematologi juga perlu dipahami oleh petugas kesehatan,
misalnya salah satunya yaitu penyakit hemofilia. Seorang perawat harus mampu
memberikan asuhan keperawatan secara optimal pada pasien khususnya pada
pasien anak. Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien meliputi:
pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Jika asuhan
keperawatan dilakukan dengan baik dan tepat maka dapat membantu kesembuhan
pasien.
Perawat ketika bertemu dengan pasien yang mengalami tanda dan gejala
yang mengindikasikan adanya gangguan pada sistem hematologi baik itu
disebabkan gangguan sel darah merah, sel darah putih, sel plasma, dan gangguan
koagulasi baik itu faktor herediter maupun non herediter. Gangguan koagulasi
faktor herediter, misalnya glomerulonefritis, perawat dapat melakukan pengkajian
kemudian menganalisanya dan mengambil masalah keperawatan yang terjadi pada
pasien sehingga dapat menarik diagnosa keperawatan. Setelah diagnosa
dirumuskan, perawat dapat membuat rencana asuhan keperawatan yang
mempunyai tujuan dan kriteria hasil. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan dari
rencana asuhan keperawatan tersebut, masalah pasien dapat teratasi sebagian
maupun teratasi sepenuhnya. Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan
diaplikasikan, perawat lalu membuat evaluasi yang berguna untuk mengetahui
efektivitas tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dari evaluasi,
perawat dapat mengkaji kembali data-data kesehatan pasien yang dapat meliputi
aspek biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural. Ketika perawat
melakukan asuhan keperawatan secara holistik maka masalah kesehatan yang
dialami pasien dapat tertangani dengan baik sehingga pasien dapat kembali pada
kondisinya yang optimal.
4
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani yaitu haima yang artinya darah dan
phielein yang artinya mencintai atau suka. Menurut Alwi, 2003 dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia mengatakan bahwa hemofilia adalah penyakit yang darah
penderitanya cenderung tidak mau membeku sehingga akan terus-menerus
mengalir apabila penderita terluka (kelainan ini biasanya bersifat turun-temurun).
Hemofilia dapat diartikan sebagai gangguan produksi faktor pembekuan
darah yang bersifat herediter. Hemofilia adalah kecenderungan untuk mengalami
pembekuan darah yang abnormal (diathesis hemoragis) yang bersifat herediter
akibat defisiensi faktor VIII koagulasi (antihemophilic globulin) dan faktor IX
dalam plasma (Dorland, 2011). Hemofilia merupakan penyakit gangguan
pembekuan darah yang diturunkan oleh kromosom X bersifat resesif, sehingga
penderita hemofilia lebih banyak terjadi pada pria sedangkan untuk wanita
umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carier), tetapi seorang wanita dapat
menderita hemofila jika mendapat kromosom X dari ayah yang menderita
hemofilia dan ibu pembawa carrier dan bersifat letal. Biasanya darah orang
normal bila keluar dari luka akan membeku dalam waktu 5-7 menit, namun pada
orang hemofilia, darah akan membeku antara 50 menit sampai 2 jam, sehingga
menyebabkan orang meninggal dunia karena kehilangan banyak darah (Mansjoer,
2000). Menurut (Price & Wilson, 2005) hemofilia dikelompokkan menjadi
hemophilia A dan B antara lain sebagai berikut :
1. Hemofilia tipe A
Hemofilia tipe ini disebut juga dengan hemofilia klasik karena pada
hemofilia tipe ini penderita memiliki banyak kekurangan faktor pembekuan pada
darah. Hemofilia tipe A ditemukan adanya defisiensi faktor antihemofilia VIII
yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. Hemofilia jenis ini
merupakan jenis hemofilia yang terjadi karena faktor keturunan, dan genetik.
Kasus hemofilia tipe A ini lebih banyak terjadi pada pasien laki-laki dibandingkan
dengan wanita. Wanita biasanya lebih banyak bersifat carrier. Seorang wanita
5
yang mengalami hemofilia disebabkan orang tua dari ayah yang mengidap
hemophilia dan atau ibu yang bersifat carrier hemophilia.
2. Hemofilia tipe B
Hemofilia tipe B dikenal sebagai Christmas disease, karena hemofilia tipe
ini ditemukan oleh Steven Christmas yang berasal dari Kanada. Hemofilia tipe B
dikenal juga sebagai hemofilia defisisensi faktor IX sehingga masalah pembekuan
darah dapat terganggu.
Berdasarkan kadar faktor pembekuan darah di dalam tubuh, hemofilia
diklasifikasikan menjadi tiga bagian antara lain :
1. Berat < 1% dari jumlah normal faktor pembekuan darah
2. Sedang 1 % - 5 % dari jumlah normal faktor pembekuan darah
3. Ringan > 5% dari jumlah normal faktor pembekuan darah.
2.2 Epidemiologi
Sekitar 80% kasus hemophilia yang terjadi disebabkan oleh resesif
kromosom X. Hemophilia yang sering terjadi adalah defisiensi factor VIII
(hemophilia A atau hemophilia klasik) dan defisiensi factor IX (hemophilia B atau
penyakit Christmas) (Donna, 2009).
Penyakit hemophilia tersebar diseluruh ras yang terdapat di dunia dengan
prevalensi sekitar 1 dalam 10.000 penduduk untuk hemophilia A dan 1 dalam
50.000 penduduk untuk hemophilia tipe B. Berdasarkan survey yang dilakukan
oleh World Federation of Hemophilia (WFH) pada tahun 2010 penderita
hemophilia mencakup 63% dari seluruh penderita yang mengalami kelainan
perdarahan. Di Indonesia berdasarkan survey yang dilakukan terdapat 334 orang
penderita hemophilia tipe A dan 48 orang penderita hemophilia tipe B serta 1006
orang penderita hemophilia yang belum ditentukan jenisnya. Sedangkan penderita
hemophilia di Indonesia yang teregistrasi di Himpunan Masyarakat Hemofilia
Indonesia (HMHI) Jakarta terdapat pada 21 provinsi dengan jumlah total
penderita sebanyak 895 orang (Guyton dan Hall, 2008).
Angka kejadiannya 1:5.000 bayi laki-laki yang dilahirkan hidup, tanpa
dipengaruhi ras maupun kondisi sosioekonomi. Hemofilia tak mengenal ras,
6
perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa. Mayoritas penderita hemofilia adalah
pria karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum wanita
umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-
benar mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun
pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini
diturunkan, namun ternyata sebanyak 30% tak diketahui penyebabnya.
2.3 Etiologi
Hemofilia disebabkan karena seorang anak kekurangan factor pembekuan
VIII untuk hemophilia tipe A dan factor IX untuk hemophilia tipe B. Selain
penyebab utama tersebut, secara umum penyebab hemophilia antara lain sebagai
berikut :
1. Faktor Keturunan atau Genetik
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang berarti bahwa ketika orang tua
memiliki pembawa hemophilia, maka anak akan berisiko tinggi mengidap
hemophilia.
7
2. Kurangnya Zat Pembeku Darah
Penyebab kedua dari hemophilia ini adalah kurangnya zat pembeku darah.
Apabila seorang anak mengalami hemophilia tetapi tidak memiliki garis
keturunan kelainan hemophilia, maka kemungkinan hemophilia disebabkan oleh
kurangnya zat pembeku darah. Zat pembeku darah adalah jenis zat besi yang
dapat didapatkan dari :
a. Makanan yang mengandung zat besi, seperti kacang-kacangan, biji-bijian
b. Buah yang mengandung vitamin B seperti alpukat
c. Makanan yang mengandung vitamin B seperti tempe, tahu, susu, kedelai
d. Makanan lain seperti cabai merah dan hijau
3. Kurangnya protein yang berperan dalam proses pembekuan darah
Protein juga penting untuk proses pembekuan darah yaitu bertugas untuk
mempercepat dan melancarkan proses pembekuan darah. Protein tersebut
dilambangkan dengan angka romawi I sampai XIII. Ke 13 faktor ini merupakan
factor penting dalam berjalannya proses pembekuan darah. Kekurangan salah satu
factor ini dapat menyebabkan hemophilia dan sulit terjadinya proses pembekuan
darah.
2.4 Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis secara umum yang sering terjadi adalah hematom pada
jaringan lunak, hemartosis dan kontraktur sendi, hematuria, dan perdarahan
serebral dengan terjadinya perdarahan dapat menyebabkan takikardi, takipnea,
dan hipotensi. Hemofilia terjadi karena diakibatkan faktor VIII tidak melewati
plasenta, maka kecenderungan perdarahan dapat terjadi dalam periode neonatal.
Adapun manifestasi klinis yang terjadi dalam pengelompokkan masa neonatal
yaitu :
1. Masa Bayi (untuk diagnosis)
a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b. Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4
bulan)
8
c. Hematoma besar setelah infeksi
d. Perdarahan dari mukosa oral.
e. Perdarahan Jaringan Lunak
2. Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal yang terjadi adalah nyeri
b. Setelah nyeri terjadi akan menjadi bengkak, hangat dan penurunan
mobilitas
3. Sekuela Jangka Panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan
fibrosis otot.
Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan
perdarahan terjadi setelah mengalami trauma berat atau operasi. Hemofilia
sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan
untuk hemofila berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke
dalam sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan ini dapat mulai terjadi sejak janin
atau proses persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat mulai terjadi pada
usia dibawah satu tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung,
saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis
dan lengan bawah. Perdarahan yang terjadi di dalam otak, leher atau tenggorokan
dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.
2.5 Patofisiologi
Proses pembekuan darah terdapat dua jalur yang dilalui, yaitu jalur
ekstrinsik yang merupakan proses menstimulasi koagulasi dimulai dengan
pelepasan faktor III (faktor jaringan/tromboplastin) ke sirkulasi dari sel
endothelial vascular yang cedera dan jalur intrinsik dimulai dari aktivasi faktor
koagulasi (faktor XII/Hageman) dalam darah. Kedua jalur akan bergabung dan
bekerja sama untuk mengaktifkan faktor X yang disebut jalur akhir.
Faktor ekstrinsik yang sering terjadi yaitu adanya cidera pembuluh darah.
Cidera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue factor dan mengubah
permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan
9
menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan
oleh faktor XIII.
Tetapi pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan darah di jalur
intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguan yaitu menghasilkan faktor
VIII, yaitu Anti Hemofiliac Factor (AHF). AHF terdiri dua komponen aktif,
komponen besar dan komponen kecil. Komponen kecil pada AHF yang penting
untuk jalur pembekuan intrinsik, membantu dalam poses aktivasi faktor X
manjadi faktor X teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah yang akan membentuk
aktivator protrombin dengan bantuan faktor V dan fosfolipid jaringan yang
nantinya aktivator protrombin dengan bantuan ion kalsium yang akan membantu
proses pengubahan protrombin menjadi trombin. Trombin inilah yang bekerja
sebagai katalis kunci yang mengatur perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan
menyebabkan koagulasi. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih
cepat, hanya perdarahan sulit berhenti.
Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII, maka tidak akan terbentuk benang-
benang fibrin karena tidak akan terbentuknya faktor X teraktivasi yang
membentuk aktivator protrombin. Karena aktivator protrombin tidak terbentuk,
sehingga trombin juga tidak terbentuk. Inilah yang akan mengakibatkan tidak
terbentuknya benang-benang fibrin sehingga pembekuan darah sulit terjadi.
2.6 Komplikasi dan Prognosis
2.6.1 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat dari penyakit hemophilia
antara lain :
1). Pendarahan dengan menurunnya perfusi.
2). perdarahan intrakranium.
3). Timbulnya inhibitor.
Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor
VIII dan faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
4). Kerusakan sendi
Kerusakan sendi dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang terus
10
berulang di dalam dan sekitar rongga sendi.
5). Penyakit infeksi yang ditularkan oleh darah
Dampak dari hemophilia yaitu dapat timbulnya penyakit infeksi menular,
misalnya penyakit HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui
konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.
2.6.2 Prognosis
Pada kasus hemofilia perdarahan intrakranial merupakan penyebab
kematian utama. Studi di Inggris menunjukkan bahwa 34% kematian penderita
disebabkan oleh perdarahan ini, terutama pada usia balita dimana 11 dari 13
kematian yang terjadi dapat disebabkan oleh perdarahan intrakranial. Pada
penderita hemofilia seumur hidupnya memiliki resiko untuk mengalami
perdarahan ini sebesar 2-8 % dengan tingkat kematian sebesar 30%. Menurut
studi di Inggris, harapan hidup penderita hemofila berat pada usia 35,55, dan 75
tahun adalah 89%, 68%, dan 23% dengan median usia harapan hidup pada sia 63
tahun. Untuk penderita hemofilia sedang harapan hidup untuk kategori usia yang
sama adalah 96%, 88%, dan 49% dengan median usia harapan hidup 75 tahun.
2.7 Pengobatan
2.7.1 Medis
Penatalaksanaan medis yang lazim dilakukan pada klien hemofili adalah sebagai
berikut:
1. Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami
perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan
pembedahan.
a. Rekombinan Faktor VIII
Disediakan dengan teknologi DNA rekombinan oleh beberapa pabrik.
Indikasi pada pasien hemofilia A dengan cara injeksi IV. (M. Juffrie,
2003)
b. Anti-hemophilic Faktor (AHF)
11
Disediakan sebagai buku liofilisasi dari plasma donor yang dikumpulkan.
Indikasi untuk pasien pasien hemofilia A lewat injeksi IV. (M. Juffrie,
2003)
c. Protrombinex
Disediakan dari bubuk liofisasi dari plasma donor yang dikumpulkan.
Produk ini mengandung konsentrat faktor-faktor bekuan II, IX, dan X.
Indikasi untuk pasien dengan christmas disease (defisisensi faktor IX). (M.
Juffrie, 2003)
2. Penggantian faktor VIII. Faktor VIII mungkin dari konsentrat plasma beku
yang didonasi dari ayah anak yang terkena atau mungkin dihasilkan dari
teknik antibodi monoklonal. Ekstrak plasma faktor VIII dari donor multipel
tidak lagi digunakan karena resiko penyebaran infeksi virus seperti HIV,
Hepatitis B, dan hepatitis C (Corwin, 2009).
3. Pengobatan hemofilia menganjurkan pemberian infus profilaktik yang
dimulai pada usia 1 hingga 2 tahun pada anak-anak yang mengalami
defisiensi berat untuk mencegah penyakit sendi kronis.
4. Obat-obat lain dapat diikutsertakan dalam rancangan terapi dan hal ini
bergantung pada sumber perdarahan. Kortikosteroid dapat diberikan kasus
hematuria, hemartrosis akut dan sinovitis kronis. Obat NSAID, seperti
ibuprofen, merupakan preparat yang efektif untuk meredakan rasa nyeri
akibat sinovitis, namun NSAID dan analgetika harus diberikan dengan hati-
hati-hati karena akan menghambat fungsi trombosit. Pemberian asam epsilon-
aminokaproat (Amicar) per oral atau lokal akan mencegah penghancuran
bekuan darah. (Donna, 2009)
2.7.2 Keperawatan
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor
antihemofilia yang kurang. Ada beberapa tindakan keperawatan yang bisa
diberikan pada pasien hemophilia seperti terapi suportif yang diberikan pada klien
hemophilia yaitu :
12
a. Perawatan terhadap pasien dengan hemofilia harus selalu waspada jangan
sampai pasien terjatuh/terbentur, atau bila selesai menyuntik dan mengambil
darah bekas jarum harus ditekan lebih lama. Jika tidak segera berhenti
dipasang pembalut penekan atau ditindih dengan eskap. Jika terpaksa
memasang kateter urine atau pipa lambung harus hati-hati sekali. Perhatikan
sesudah beberapa saat apakah terlihat perdarahan (Ngastiyah, 2005).
b. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
c. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%.
d. Pada saat mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan
pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan.
2.8 Pencegahan
Hemofilia banyak disebabkan oleh factor keturunan. Oleh karena itu,
sebagai orang tua setelah mengetahui anaknya menderita hemophilia, orang tua
harus berusaha untuk mencegah terjadinya perdarahan. Adapun beberapa
pencegahan yang bisa dilakukan pada klien hemophilia sebagai berikut :
1. Anak-anak harus diimunisasi, tetapi harus diberikan suntikan di bawah kulit
bukan ke otot-otot untuk mencegah perdarahan.
2. Anak-anak juga harus diajarkan untuk membersihkan gigi mereka secara
teratur dan mengunjungi dokter gigi untuk mencegah kerusakan gigi dan
penyakit gusi.
3. Mencegah terjadinya perlukaan atau pendarahan, misal memberi dan memilih
mainan yang lunak tanpa sudut yang tajam, untuk memilih mainan lunak
tanpa sudut tajam dan empuk pakaian-khususnya di siku dan lutut pada
seorang anak yang belajar berjalan.
4. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM. Aspirin adalah obat
antikoagulan selain itu pemberian obat melalui suntikan memperbesar resiko
perdarahan
5. Memberikan health education
13
a. Orang tua pasien perlu dijelaskan bahawa anaknya menderita penyakit
darah sukar membeku, jika sampai terluka atau terbentur/terjatuh dapat
terjadi perdarahan di dalam tubuh. Oleh karena itu orang tua diharapkan
agar waspada terhadap anaknnya.
b. Konseling genetik sangat penting dan harus segera dilakukan setelah
diagnosis ditegakkan. Berbeda dengan kelainan lainnya biasanya perasaan
tanggung jawab terhadap keadaan ini berada pada pihak ibu. Tanpa
memberikan kesempatan kepada ibu untuk membicarakan perasaanya,
hubungan perkawinan orangtua bisa berantakan. Anak yang menderita
hemofilia harus diajarkan untuk bertanggung jawab terhadap penyakitnya
sejak dini, mereka belajar tentang keterbatasan dirinya dan berbagai
preventif lain selain cara pemberian profilaksis AHF oleh dirinya sendiri.
(Donna, 2009).
c. Bila anak sudah sekolah sebaiknya gurunya juga diberitahu bahawa anak
itu menderita hemofilia. Bila perlu diberikan label seperti gelang sehingga
bila anak tersebut mengalami perdarahan segera mendapat pertolongan.
d. Selama masa awal kehidupan, tempat tidur dan mainan harus diberi
bantalan, anak harus diamati seksama selama belajar berjalan (Ngastiyah;
2005).
14
BAB 3. PATHWAY
Neonatus kurang bulan
Fungsi hati belum sempurna
Gg. Pembentukan faktor II
Defisiensi trombin
Fibrin tidak sempurna
Penutupan luka tidak sempurna
Defisiensi vitamin K
Perdarahan
Luka tidak tertutup
Gg. Pembentukan faktor II, VII, IX
Gangguan cascade koagulasi
HEMOFILIAHEMOFILIA
Ketidakefektifan pola nafas
Kehilangan banyak volume
darah
Dyspnea
Hipoksia
Aliran darah dan oksigen ke paru menurun
Hb menurunSirkulasi darah ke jantung menurun
CO turun
Agregasi trombosit menurun
Pengisian Ventrikel kiri
menurun
Iskemia miokard
Penurunan Curah Jantung
Perdarahan Intrakranial
Vasokonstriksi pembuluh darah otak
Nekrosis jaringan otak
Defisit faktor pembeku
Defisit fungsi neurologis
Letargi
Risiko Cidera
Aliran darah ke sel tubuh
Perubahan stastus kesehatan
Defisit Volume Cairan
Penurunan sintesis faktor VIII dan IX
Faktor genetik
Faktor X tidak teraktivasi
Pemanjangan APTT
Trombin lama terbentuk
Stabilitas fibrin tidak memadai
15
Perdarahan GI
Sari makanan tidak dapat
diserap
Absorbsi usus menurun
Gangguan Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan tubuh
Hematoma
Nyeri tekan
Perdarahan di persendian
Nyeri (akut)
Sekresi protein terganggu
Hematuria
Uremia
Perdarahan di kapiler ginjal
Gagal ginjal
Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan Perfusi
Jaringan
Koping individu tidak efektif
Ansietas
16
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan,
alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi).
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya
memiliki 1 kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya menjadi
pembawa sifat saja (carrier).
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi keluhan
darah sulit berhenti apabila terjadi luka.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien sering mengalami nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan
pada jaringan lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral,
ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien sering mengalami infeksi pada daerah luka, dan mungkin
terjadi hipotensi akibat perdarahan yang terus menerus dan apabila
sering terjadi perdarahan yang terus-menerus pada daerah sendi akan
mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang paling rusak adalah
sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter seperti
kekurangan faktor VIII protein dan faktor pembekuan IX yang:
Kurang dari 1% tergolong berat
Kurang dari 1%-5% tergolong sedang
Kurang dari 5%-10% tergolong ringan
Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya
yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini.
17
f. Pengkajian Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat
menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Pasien yang menderita hemofilia akan mengalami penurunan berat
badan apabila terjadi perdarahan di GI tracknya karena tidak
dapatnya terbentuknya thrombin sehingga anak akan mengalami
anoreksi yang berdampak pada proses perumbuhan dan
perkembangan dalam kehidupan sehari-hari.
h. Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Bagaimana pendapat pasien tentang penyakit yang diderita.
Apakah orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena
hemofilia, namun keluarga pasien tidak mengetahui bagaimana
cara mengatasinya atau sebaliknya orang tua pasien langsung
meminta bantuan kepada petugas pelayanan kesehatan terdekat.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
Bagaimana diet yang dilakukan oleh pasien. Apa saja yang
dikonsumsi pasien setiap harinya. Apabila terjadi kebocoran
kapiler, hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang
negative dapat mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh
pasien (dehidrasi). Klien dengan hemophilia biasanya
mengalami penurunan BB karena terdapat gangguan metabolism
di dalam tubuh. Anak biasanya menjadi tidak nafsu makan.
3. Pola Eliminasi
Bagaimana pengeluaran urine dan feses pasien setiap harinya.
Klien dengan hemofili yang mengalami perdarahan di kapiler
ginjal akan mengalami hematuria yang berakibat mengganggu
pola eliminasi urin. Begitu pula, jika terjadi perdarahan di
gastrointestinal track yang mengakibatkan melena.
18
4. Pola Aktivitas
Pada klien dengan hemophilia, dapat dilihat apakah klien bisa
beraktivitas dengan bebas atau tidak. Biasanya pada klien
hemophilia akan mengalami hematom pada sendi-sendi yang
menyebabkan nyeri otot serta adanya hematom yang membuat
klien susah untuk bergerak atau mobiliasasi maupun
beraktivitas.
5. Pola Istirahat Tidur
Apakah tidur pasien setiap harinya cukup. Apakah nyeri akibat
hematoma atau pendarahan dalam dapat mengganggu pola
tidurnya.
6. Pola Kognitif-Persepsi
Apakah pasien mengalami gangguan dengan fungsi indra.
pasien merasa lebih tenang apabila berada ditengah keluarga
terutama ibu yang peduli pada kondisi pasien, dan pasien sedih
apabila ditinggal keluarga.
7. Pola Peran Hubungan
Bagaimana pola dan peran pasien dalam keluarga dan
masyarakat disekitarnya. Apakah hubungan peran klien
terganggu karena anak harus menjalani perawatan dirumah
sakit. Selain itu, apakah anak dapat memenuhi tugas
pertumbuhan dan perkembangannya selama bermain atau
berinteraksi dengan orang lain. Karena klien dengan hemophilia
harus menghindari risiko cidera.
8. Pola Seksualitas/Reproduksi
Bagaimana respon seksualitas pasien. Apakah kelurga
memberikan perhatian yang lebih kepada anak ketika sakit.
9. Pola Koping Toleransi Stress
Apakah pasien menkonsumsi obat untuk menghilangkan nyeri
dan stres. Bagaimana keadaan emosi pasien sehari-hari.
19
10. Pola Keyakinan Nilai
Apa dan bagaimana keyakinan pasien. Apakah pasien dan
keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien. Selama
sakit, apakah klien dapat melakukan ibadah dan berdo’a kepada
Tuhan atau tidak.
11. Pola Konsep diri
Klien akan merasa cemas dan takut karena mencoba untuk
menghidari risiko injuri yang ada di sekitarnya. Apabila klien
terkena trauma seperti benda tumpul akan mengakibatkan
perdarahan yang sukar menutup. Adanya eritema, ekimosis, dan
hematoma juga akan mengganggu konsep diri klien terhadap
penyakitnya.
2. Pemeriksaan Fisik Fokus
a. Keadaan umum : lemah, composmentis
b. TTV :
Tekanan Darah : dalam batas normal tekanan darah dapat
berubah dari hipertensi ringan sampai berat.
Bahkan hipotensi jika mengalami
perdarahan yang parah.
Suhu : fase awal suhu tubuh meningkat, lebih dari
37o C (normal 36o C- 37o C) karena
mengalami penurunan trombosit dalam
darah.
Nadi : frekuensi denyut nadi mengalami
peningkatan (takikardi)
RR : sesak nafas, dispneu, RR meningkat di atas
normal (normal 20-50 x/mnt)
c. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1) Kepala dan leher
Pada pasien dengan penyakit ini keadaan kepala dan
leher biasanya tidak mengalami gangguan. Bentuk
20
semetris, tidak ada luka atau lecet. Pertumbuhan rambut
merata dan bentuk rambut lurus, Pasien dapat
menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid dan limpfe usus normal
dan keadaan kepala bersih.
2) Wajah
Area wajah normal, tidak ada pembengkakan pada area
seluruh wajah. Dilihat apakah ada lesi akibat benda
tumbuh.
3) Mata
Mata tidak mengalami gangguan. Bentuk simetris, bola
mata dapat di gerakkan kesegala arah, konjungtiva
anemis, sclera ikterius, ketajaman penglihatan baik, mata
tampak cekung dan tidak terdapat peradangan.
4) Telinga
Bentuk simetris, pasien dapat mendengar dengan baik.
Tidak terdapat kotoran dalam telinga, tidak ada
peradangan dan tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Bentuk simetris, kebersihan hidung baik dan tak adanya
kotoran dalam hidung, tidak ada kelainan pada hidung.
6) Mulut
Bentuk bibir simetris, dilihat apakah ada atau tidak ada
perdarahan dan peradangan. Mokusa bibir tampak kering.
7) Dada
Inspeksi : simetris, jika awitan sudah lama dan berat
klien terkadang merasa sesak nafas, dispneu
terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, badan terasa
panas, nyeri tekan (-)
Perkusi : Jantung : dullness
21
Paru : sonor
Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi
tidak terdengar bunyi wheezing
terdengar bunyi “bruit”
8) Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : terdapat nyeri tekan karena hepatomegali
Perkusi : timpani
Auskultasi : ada bising usus
9) Kulit
Turgor kulit pasien biasanya buruk. Ketika ditekan atau
dicubit kulit untuk kembali ke bentuk semua lebih lama.
Adanya eritma, hematoma, pengelupasan kulit.
10) Ekstremitas
Terdapat udem di ekstremitas khususnya ekstremitas
bawah, akral dingin, lesi, hematom
11) Genitalia
Genetalia pasien tidak mengalami gangguan, genetalia
biasanya bersih jika tidak ada gangguan pada system
gastrointestinal dan ginjal, dan tidak terlihat lesi.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a.) Uji skrining untuk koagulasi darah.
1. Jumlah trombosit (normalnya 150.000-450.000 per mm3 darah).
2. PTT (Prothrombin Time – masa protrombin plasma), normalnya 11-
13 detik
3. APTT (Activated Partial Thromboplastin Time/masa tromboplastin
parsial teraktivasi) dapat meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik
4. Fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
5. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik).
22
b.) Biopsi hati untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
c.) Uji fungsi faal hati
Untuk mendeteksi adanya penyakit hati, misalnya Serum Glutamic-
Piruvic Trasaminase (SPGT), Serum Glutamic-Oxaloacetic
Transaminase (SGOT), fosfatase alkali, dan bilirubin
2. Analisa Data
No. Data EtiologiMasalah
Keperawatan1. DS : pasien mengeluh sesak
napas DO : a. Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi b. Penurunan pertukaran
udara per menit c. Menggunakan otot
pernafasan tambahan d. Orthopnea e. Pernafasan pursed-lip f. Tahap ekspirasi
berlangsung sangat lama g. Penurunan kapasitas vitalh. Respirasi: < 11 – 24 x /mnt
Pola napas tidak efektif
Dypsnea
Hipoksia
Aliran darah dan oksigen ke paru menurun
Hb menurun
sehinga kehilangan banyak
volume darah
Perdarahan
Faktor predisposisi
Ketidakefektifan pola nafas
2. Ds:Pasien mengatakan keletihan, dan detak jantung terasa cepat
DO:a. Aritmiab. Perubahan pola EKGc. Palitasid. Murmure. Edemaf. Distensi Vena jugularisg. Kenaikan berat badanh. Peningkatan/penurunan
CVP
Penurunan curah jantung
CO menurun
Pengisian ventrikel kiri menurun
Iskemia miokard
Sirkulasi darah ke jantung
menurun
Agregasi trombosit
menurun
Pendarahan (sukar membeku)
Faktor predisposisi
Penurunan Curah Jantung
3. DS : pasien mengeluhkan Ganggguan perfusi Gangguan Perfusi
23
pusing dan nyeri Pasien mengatakan bahwa nafasnya sesak
DO :a. AGD abnormalb. Aritmiac. Bronkospasmed. Kapilare refill > 2 dtke. Akral dinginf. Mukosa keringg. Retraksi dadah. Penggunaan otot-otot
tambahan
jaringan
Curah jantung menurun
Pengisian ventrikel kiri menurun
Iskemia miokard
Sirkulasi darah ke jantung
menurun
Perdarahan (sukar membeku)
Faktor predisposisi
jaringan
4. DS : pasien mengeluh nyeri pada area luka atau yang mengalami pendarahan selama < 6 bulan setiap terjadi perdarahanDO :a. Posisi untuk menahan
nyerib. Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
c. Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
d. Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Nyeri tekan
Hamatoma
Perdarahan persendian
Faktor predisposisi
Nyeri (akut)
5. DS:Pasien mengatakan lemas dan hausDO:a. Perubahan status mentalb. Penurunan turgor kulit dan
lidahc. Penurunan pengisian venad. Hematocrit meningkate. Suhu tubuh meningkatf. Hipotensig. Takikardih. Penurunan volume darahi. Penurunan BB
Kekurangan volume cairan
dehidrasi
sehinga kehilangan banyak volume darah
Perdarahan
Faktor predisposisi
Kekurangan volume cairan
24
j. Kelemahan 6. DS :
a. Pasien mengatakan bahwa dirinya merasa mual dan muntah saat makan
b. Pasien juga mengatakan bahwa merasa tidak nyaman pada bagian abdomennya
c. Pasien mengatakan nafsu makannya menurun
DO :a. Diareb. Rontok rambut yang
berlebihc. Kurang nafsu makand. Bising usus berlebihe. Konjungtiva pucatf. Tampak kurusg. Mengalami penurunan
berat badan yang signifikan
h. Denyut nadi lemah
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Sari makanan tidak dapat
diserap
Absorbsi usus menurun
Perdarahan GI
Faktor predisposisi
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
7. DS :Pasien mengatakan ketika kencing berwarna merah dan sakitDO :HematuriaJumlah haluaran urin menurunBerat jenis urin abnormalUrin berwarna merahUrin berbau
Ganguan eliminasi urin
Uremia
Sekresi protein tergangggu
Gagal ginjal
Hematuria
Perdarahan kapiler di ginjal
Gangguan Eliminasi urine
8. DS :Pasien mengatakan kelemahan.Pasien mengatakan tidak kuat untuk bangun dari tempat tidurDO :Tampak lemahKesadaran somnolen
Resiko cidera
Letargi
Defisit fungsi neurologis
Nekrosis jaringan otak
Defisit faktor pembeku
Perdarahan intra kranial
Resiko Cidera
9. DS : pasien mengatakan takut mengenai gangguan yang dialaminyaDO :
a. Pasien dan keluarga bertanya secara
Ansietas
Koping individu tidak baik
Perubahan status kesehatan
Ansietas
25
berulang mengenai penyakitnya
b. Tampak gelisah
Darah sukar membeku
Perdarahan
Faktor predisposisi
4.2 Diagnosa
No. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispneu, hiperventilasi
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan preload, iskmia miokard
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, aliran darah ke seluruh tubuh tidak adekuat
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan hematoma, perdarahan pada persendian
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak volume darah akibat perdarahan; dehidrasi
6. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
7. Gangguan Eliminasi urine berhubungan dengan uremia
8. Resiko Cidera berhubungan dengan letargi, nekrosis jaringan otak
9. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, koping individu tidak efektif
26
4.3 Perencanaan
No. DiagnosaPerencanaan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dispneu, hiperventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pola nafas pada klien dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil:1. Menunjukkan
frekuensi pernapasan yang efektif
2. Menyatakan gejala berkurang
3. Menyatakan faktor-faktor penyebab, dan menyatakan cara koping adaptif untuk mengatasinya
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekles, mengi
3. Posisikan semifowler dan bantu untuk mengubah posisi
4. Bantu pasien untuk berlatih nafas dalam
5. Kolaborasi pemberian oksigen
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan preload, iskmia miokard
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam, curah jantung pada klien adekuat dengan kriteria hasil:1. Tekanan darah
dalam batas normal (120/80 mmHg, nadi 80x/ mnt)
2. Tidak terjadi aritmia
3. Denyut jantung dan irama jantung teratur
4. CRT kurang dari 3 detik
1. Kaji tanda-tanda penurunan curah jantung
2. Catat bunyi jantung3. Palpasi nadi perifer4. Pantau adanya output urine, catat
output dan kepekatan/ konsentrasi urine
5. Istirahatkan klien dengan tirah baring
6. Kolaborasi untuk pemberian diet jantung
7. Kolaborasi pemberian obat-obat diuretic, vasodilator, dan captropil
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, aliran darah ke seluruh tubuh tidak adekuat
Setelah dilakukan 3x 24 jam tindakan keperawatan, perfusi jaringan pada klien menjadi efektif, dengan kriteria hasil:1. Tekanan systole
dan diastole dalam rentang yang diharapkan
1. Pantau nyeri dada2. Pantau frekuensi jantung dan irama
jantung3. Pantau hasil pemeriksaan koagulasi 4. Jelaskan alasan kepada pasien dan
keluarga untuk makan sedikit tapi sering
5. Konsultasikan dengan dokter untuk terapi medikameentosa
27
2. Tidak ada ortostatikhipertensi
3. Tidk ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan hematoma, perdarahan pada persendian
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri dada hilang atau terkontrol dengan kriteria hasil:1. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi
3. Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.
1. Minta pasien untuk menentukan skala nyeri 0 – 10
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
4. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
5. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak volume darah akibat perdarahan; dehidrasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam, volume cairan pada klien adekuat dengan kriteria hasil:1. Memiliki
hemoglobin dan hematocrit dalam batas normal
2. Menampilkan hidrasi yang baik
3. Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang diharapkan
1. Pantau perdarahan2. Atur posisi pasien (trendelernburg
bila hipotensi)3. Berikan cairan sesuai kebutuhan4. Pertahankan asupan dan haluaran5. Atur ketersediaan transfuse, bila
perlu
6. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Setelah dilakukan tindakan perawatan dalam jangka waktu 2x24 jam.kebutuhan nutrisi terpenuhi
1. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
2. Ciptakan lingkungan yang bersih,
28
Kriteria hasil :1. Nafsu makan
meningkat2. BB ideal
jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
3. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
4. Monitor intake dan out put dalam 24 jam
5. Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu obat-obatan atau vitamin A.
7. Gangguan Eliminasi urine berhubungan dengan uremia
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, eliminasi urin pada klien adekuat (normal) dengan kriteria hasil:1. Melaporkan jumlah
dan karakteristik urin normal
2. Memiliki asupan dan haluaran urin 24 jam seimbang
1. Identifikasi dan pantau eliminasi urin (frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna)
2. Beri informasi tentang perkemihan normal
3. Ajarkan klien untuk segera berespon terhadap keinginan untuk berkemih.
4. Ajarkan klien untuk minum 200 ml saat makan, diantara waktu makan dan diawal petang
5. Bantu klien dan keluarga dalam menyusun rencana untuk meningkatkan fungsi perkemihan.
8. Resiko Cidera berhubungan dengan letargi, nekrosis jaringan otak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam. Pasien tidak mengalami injury dengan kriteria hasil:1. Pasien terbebas dari
cedera2. Pasien mampu
menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cedera
3. Pasien mampu menjelaskan factor risiko dari lingkungan/perilaku personal
4. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
6. Mampu mengenali perubahan status
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3. Hindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
4. Pasang side rail tempat tidur5. Sediakan tempat tidur yang nyaman
dan bersih6. Tempatkan saklar lampu ditempat
yang mudah dijangkau pasien7. Batasi pengunjung8. Berikan penerangan yang cukup9. Anjurkan keluarga untuk menemani
pasien10. Kontrol lingkungan dari kebisingan11. Pindah barang-barang yang dapat
membahayakan12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
29
kesehatan9. Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan, koping individu tidak efektif
Setelah dilakukan asuhan selama 2x24 jam, kecemasan klien teratasi dengan kriteria hasil:1. Klien mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
6. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
7. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
8. Dengarkan dengan penuh perhatian9. Identifikasi tingkat kecemasan 10. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
12. Kelola pemberian obat anti cemas.
4.4 Pelaksanaan
No. Diagnosa Implementasi1. Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan dispneu, hiperventilasi
1. Mengkaji frekuensi kedalam pernafasan dan ekspansi dada
2. Mengauskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekles, mengi
3. Memposisikan semifowler dan bantu untuk mengubah posisi
4. Membantu pasien untuk berlatih nafas dalam5. Melakukan kolaborasi pemberian oksigen
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan preload, iskmia miokard
1. Mengkaji tanda-tanda penurunan curah jantung2. Mencatat bunyi jantung3. Mempalpasi nadi perifer4. Memantau adanya output urine, catat output dan
kepekatan/ konsentrasi urine5. Mengistirahatkan klien dengan tirah baring6. Berkolaborasi untuk pemberian diet jantung7. Berkolaborasi pemberian obat-obat diuretic,
vasodilator, dan captropil3. Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan curah jantung, aliran darah ke seluruh tubuh tidak adekuat
1. Memantau nyeri dada2. Memantau frekuensi jantung dan irama jantung3. Memantau hasil pemeriksaan koagulasi 4. Menjelaskan alasan kepada pasien dan keluarga
untuk makan sedikit tapi sering
30
5. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk terapi medikamentosa
4. Nyeri (akut) berhubungan dengan hematoma, perdarahan pada persendian
1. Minta pasien untuk menentukan skala nyeri 0 – 10
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan3. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)4. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil5. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri5. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan banyak volume darah akibat perdarahan; dehidrasi
1. Memantau perdarahan2. Mengatur posisi pasien (trendelernburg bila
hipotensi)3. Memberikan cairan sesuai kebutuhan4. Mempertahankan asupan dan haluaran5. Mengatur ketersediaan transfuse, bila perlu
6. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
1. Mendiskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
2. Menciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
3. Memberikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
4. Memonitor intake dan out put dalam 24 jam5. Berkolaborasi dengan tim kesehtaan lain terapi
gizi : Diet TKTP rendah serat, susu obat-obatan atau vitamin A.
7. Gangguan Eliminasi urine berhubungan dengan uremia
1. Mengidentifikasi dan pantau eliminasi urin (frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna)
2. Memberi informasi tentang perkemihan normal3. Mengajarkan klien untuk segera berespon
terhadap keinginan untuk berkemih.4. Mengajarkan klien untuk minum 200 ml saat
makan, diantara waktu makan dan diawal petang5. Membantu klien dan keluarga dalam menyusun
rencana untuk meningkatkan fungsi perkemihan.8. Resiko Cidera berhubungan
dengan letargi, nekrosis jaringan otak
1. Menyediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2. Mengidentifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
4. Memasang side rail tempat tidur5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
bersih6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
31
dijangkau pasien7. Membatasi pengunjung8. Memberikan penerangan yang cukup9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien10.Mengontrol lingkungan dari kebisingan11.Memindah barang-barang yang dapat
membahayakan12.memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
9. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, koping individu tidak efektif
1. Menggunakan pendekatan yang menenangkan2. Menyatakan dengan jelas harapan terhadap
perilaku pasien3. Menjelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur4. Menemani pasien untuk memberikan keamanan
dan mengurangi takut5. Memberikan informasi faktual mengenai
diagnosis, tindakan prognosis6. Melibatkan keluarga untuk mendampingi klien7. Menginstruksikan pada pasien untuk
menggunakan tehnik relaksasi8. Mendengarkan dengan penuh perhatian9. Mengidentifikasi tingkat kecemasan 10. Membantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan11. Mendorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi12. Mengelola pemberian obat anti cemas.
4.5 Evaluasi
No. Diagnosa Evaluasi1 Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan dispneu, hiperventilasi
S: klien masih mengeluhkan sesak nafasO: RR = 28x/ mnt N = 110x/ mntA: Masalah belum teratasiP: intervensi dilanjutkan
2 Penurunan curah jantung berhubungan dengan preload, iskmia miokard
S: Klien mengatakan masih pusing dan mudah lelahO: pasien tampak pucat, TD 140/90 mmHg, N 98x/menitA: masalah belum teratasiP: intervensi dilanjutkan
3 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, aliran darah ke seluruh tubuh tidak adekuat
S: Klien mengatakan sudah tidak lagi merasa pusing dan lemah.O: pasien tampak pucat, TD 120/80 mmHg, N 98x/menit, CRT < 2 detik, akral normal, mukosa bibir lembabA: masalah teratasi
32
P: intervensi dihentikan4 Nyeri (akut) berhubungan dengan
hematoma, perdarahan pada persendian
S: Klien mengatakan nyeri masih terasaO: Skala nyeri : 7
pasien memegangi bagian yang nyeriA: Masalah belum teratasiP: tindakan di lanjutkan
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak volume darah akibat perdarahan; dehidrasi
S : klien mengatakan sudah tidak terasa lemah, dan kehausanO : Hb dan Hct dalam rentang normal, (Hb : P = 12-16 gm/dl dan L=14-18 gm/dl, neonatus 17-22 gm/dl), (Hct : P = 37-43vol%, L= 40-48vol%) TD normal (120/80 mmHg). Mukosa tampak lembab, turgor kulit elastis dan lembabA : Masalah teratasiP : Intervensi dilanjutkan
6 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
S: klien mengatakan masih merasa mual dan ingin muntah saat makan O: klien hanya makan 3 sendok makan dariporsi makanan, mengalami penurunan BB 0,5kg tiap hariA: masalah belum teratasiP: intervensi dilanjutkan
7 Gangguan Eliminasi urine berhubungan dengan uremia
S : klien mengatakan tidak merasa sulit untuk kencing, saat kencing berwarna kuning.O : haluaran urin ± 500 ml, tidak berbau, warna kuning jernih, berat jenis urin normal ( 1,030)A : Masalah terastasiP : Intervensi dihentikan
8 Resiko Cidera berhubungan dengan letargi, nekrosis jaringan otak
S: klien mengatakan merasa lemahO: klien tampak lemah, edema ekstremitas masih ada, penurunan kekuatan ekstremitas bawahA: masalah belum teratasiP: tindakan dilanjutkan
9 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, koping individu tidak efektif
S: klien mengatakan cemas karena perdarahan yang dialaminya
O: wajah tampak cemas dan terus menangisA: masalah belum teratasiP: tindakan dilanjutkan
33
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hemofilia adalah suatu penyakit keturunan yang mengakibatkan darah
seseorang sukar membeku pada waktu terjadinya luka. Hemofilia adalah
kecenderungan untuk mengalami pembekuan darah yang abnormal (diathesis
hemoragis) yang bersifat herediter akibat defisiensi faktor VIII koagulasi
(antihemophilic globulin) dan faktor IX dalam plasma (Dorland, 2011). Hemofilia
merupakan penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan oleh kromosom
X bersifat resesif, seorang wanita dapat menderita hemofila jika mendapat
kromosom X dari ibu pembawa carrier dan bersifat letal. Hemofilia dibagi
menjadi hemophilia tipe A dan B.
Hemofilia disebabkan karena seorang anak kekurangan factor pembekuan
VIII untuk hemophilia tipe A dan factor IX untuk hemophilia tipe B. Selain
penyebab utama tersebut, secara umum penyebab hemophilia antara lain factor
genetic, zat pembekuan darah, dan kurangnya protein dalam proses pembukan
darah. Hemofilia banyak disebabkan oleh factor keturunan. Oleh karena itu,
sebagai orang tua setelah mengetahui anaknya menderita hemophilia, orang tua
harus berusaha untuk mencegah terjadinya perdarahan.
5.2 Saran
Tugas dan peran utama perawat harus dilakukan dengan baik agar
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pemberian asuhan keperawatan juga
sangat perlu dilakukan oleh seorang perawat. Pemberian asuhan keperawatan
harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan pasien, begitu pula dengan pasien
hemofilia terutama pada anak. Maka diharapkan bagi seorang perawat untuk lebih
memahami serta menambah pengetahuan lebih dalam akan perkembangan
penyakit hemofilia sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan tahap perkembangan anak serta kondisi kebutuhan anak yang harus
dipenuhi.
34
DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, (Volume 2), (Alih Bahasa Suharyati Samba). Jakarta : EGC
Baughman,D.C& Hackley,J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth.2002. Kepeawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Catzel, Pincus & Ian Robert. 1992. Kapita Selekta Pediatri Edisi 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Dorland. 2011. Kamus Saku Kedokteran, Edisi 28. Jakarta : EGC
Ganong, Mcphee, J Stephen. 2010. Patofisiologi Penyakit ed 5. Jakarta : EGC
Handayani, W, dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Juffrie, M. 2003. Panduan Praktek Pediatrik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Kumar, dkk. 2009. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Mehta, Atul B. & Victor Hoffbrand. 2008. At a Glance Hematologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
35
Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Sloane, Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untk Pemula. Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. Dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta : EGC