aspirasi ketuban

6
Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 12 TATALAKSANA BAYI BARU LAHIR YANG MENGALAMI SINDROM ASPIRASI MEKONEUM Bakhtiar Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh ABSTRAK Aspirasi mekoneum adalah terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekoneum ke dalam paru-paru bayi baru lahir, yang dapat terjadi pada saat intrauterin, persalinan, atau setelah lahir. Beberapa faktor resiko dapat mepermudah terjadinya aspirasi mekoneum, yaitu hamil lebih bulan, ibu preeklamsia/eklamsia, penderita diabetes melitus, perokok berat, ibu dengan kelainan paru kronik atau penyakit jantung, dan bayi yang kecil menurut usia kehamilan. Manifestasi klinis yang muncul sangat tergantung pada kekentaan mekoneum dan seberapa banyak ketuban yang tercemar mekoneum tersebut terhisap ke dalam saluran pernafasan. Tatalaksana meliputi tindakan pengisapan mekoneum dalam saluran nafas setelah bayi lahir dan pemberian oksigen. Pencegahan dilakukan dengan pengenceran meconeum dalam ketuban (amnioinfusion). Sedangkan, jika sedang memimpin persalinan, tindakannya adalah membersihkan hidung, rongga mulut dan faring dari mekoneum, setelah kepala lahir dan sebelum bahu lahir. Kata kunci : Sindrom aspirasi mekoneum – kerusakan paru – distres pernafasan – obstruksi jalan nafas A. PENDAHULUAN Aspirasi mekoneum adalah terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekoneum ke dalam paru-paru bayi baru lahir, yang dapat terjadi pada saat intrauterin, persalinan, atau setelah lahir. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada terhadap adanya mekoneum dalam cairan ketuban pada setiap kelahiran. Mekoneum dalam cairan ketuban merupakan suatu indikasi adanya gangguan pada bayi yang berkaitan dengan masalah intrauterin, berupa kekurangan oksigen (hipoksia). Angka kejadian sindrom aspirasi mekoneum diperkirakan sekitar 9-15% dari kelahiran hidup. Penyakit ini jarang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu, sebaliknya paling sering terjadi pada kehamilan lebih dari 42 minggu. B. FAKTOR RISIKO Terdapat beberapa keadaan pada kehamilan yang dapat memperpermudah atau menyebabkan terjadinya sindrom aspirasi mekoneum. Keadaan yang menjadi faktor risiko tersebut adalah : hamil lebih bulan, ibu hamil yang menderita eklamsia atau preeklamsia, hipertensi, menderita penyakit diabetes mellitus. Bayi kecil sesuai masa kehamilan juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya sindrom aspirasi mekoneum. Selain itu, perilaku atau penyakit ibu hamil, seperti ibu

Upload: abdul-razak

Post on 16-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Aspirasi Ketubanaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

TRANSCRIPT

  • Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 12

    TATALAKSANA BAYI BARU LAHIR YANG MENGALAMI SINDROM ASPIRASI MEKONEUM

    Bakhtiar

    Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

    ABSTRAK Aspirasi mekoneum adalah terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekoneum ke dalam paru-paru bayi baru lahir, yang dapat terjadi pada saat intrauterin, persalinan, atau setelah lahir. Beberapa faktor resiko dapat mepermudah terjadinya aspirasi mekoneum, yaitu hamil lebih bulan, ibu preeklamsia/eklamsia, penderita diabetes melitus, perokok berat, ibu dengan kelainan paru kronik atau penyakit jantung, dan bayi yang kecil menurut usia kehamilan. Manifestasi klinis yang muncul sangat tergantung pada kekentaan mekoneum dan seberapa banyak ketuban yang tercemar mekoneum tersebut terhisap ke dalam saluran pernafasan. Tatalaksana meliputi tindakan pengisapan mekoneum dalam saluran nafas setelah bayi lahir dan pemberian oksigen. Pencegahan dilakukan dengan pengenceran meconeum dalam ketuban (amnioinfusion). Sedangkan, jika sedang memimpin persalinan, tindakannya adalah membersihkan hidung, rongga mulut dan faring dari mekoneum, setelah kepala lahir dan sebelum bahu lahir. Kata kunci : Sindrom aspirasi mekoneum kerusakan paru distres pernafasan obstruksi jalan nafas

    A. PENDAHULUAN

    Aspirasi mekoneum adalah terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekoneum ke dalam

    paru-paru bayi baru lahir, yang dapat terjadi pada saat intrauterin, persalinan, atau setelah lahir. Oleh

    karena itu, kita harus selalu waspada terhadap adanya mekoneum dalam cairan ketuban pada setiap

    kelahiran. Mekoneum dalam cairan ketuban merupakan suatu indikasi adanya gangguan pada bayi

    yang berkaitan dengan masalah intrauterin, berupa kekurangan oksigen (hipoksia). Angka kejadian

    sindrom aspirasi mekoneum diperkirakan sekitar 9-15% dari kelahiran hidup. Penyakit ini jarang

    terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu, sebaliknya paling sering terjadi pada kehamilan lebih

    dari 42 minggu.

    B. FAKTOR RISIKO

    Terdapat beberapa keadaan pada kehamilan yang dapat memperpermudah atau

    menyebabkan terjadinya sindrom aspirasi mekoneum. Keadaan yang menjadi faktor risiko tersebut

    adalah : hamil lebih bulan, ibu hamil yang menderita eklamsia atau preeklamsia, hipertensi, menderita

    penyakit diabetes mellitus. Bayi kecil sesuai masa kehamilan juga merupakan faktor risiko untuk

    terjadinya sindrom aspirasi mekoneum. Selain itu, perilaku atau penyakit ibu hamil, seperti ibu

  • Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 13

    perokok, mempunyai penyakit saluran nafas kronik, atau adanya kelainan jantung juga ikut

    mempengaruhi terjadinya sindrom aspirasi mekoneum.

    C. PATOGENESIS

    Mekoneum adalah suatu materi berwarna hijau gelap yang terdapat dalam intestin (saluran

    cerna) janin dalam kandungan. Mekoneum tersebut terdiri dari sekresi gastrointestinal fetus, sel

    debris, mucus, darah, lanugo, dan verniks. Meconeum pertama muncul di dalam usus bayi antara 10-

    16 minggu kehamilan. Pengeluaran mekoneum jarang sebelum usia kehamilan 34 minggu.

    Pengeluaran mekoneum sering terjadi pada bayi yang kecil menurut usia kehamilan atau bayi post

    matur. Biasanya dikeluarkan sebagai materi yang kental hijau tua dari gerakan usus pada waktu

    mendekati persalinan atau pada saat persalinan.

    Mekoneum dalam cairan amnion menggambarkan kematangan fungsi saluran pencernaan.

    Pengeluaran mekoneum jarang sebelum usia 34 minggu kehamilan dan insidensnya meningkat

    perlahan sampai 37 minggu kehamilan. Setelah 37 minggu kehamilan, insidensnya meningkat sesuai

    dengan usia kehamilan. Keluarnya mekoneum pada janin yang matur difasilitasi oleh mielinisasi dari

    serabut saraf, peningkatan saraf parasimpatis.

    Pengeluaran mekoneum dalam uterus terjadi sebagai respon terhadap stress intrauterine,

    yang berhubungan dengan hipoksia. Jika janin mengalami hipoksia, maka mekoneum akan keluar

    dari saluran cerna dan menyebabkan amnion tercemar. Hipoksia menyebabkan peristaltik usus

    meningkat dan terjadi relaksasi dari spinkter ani. Keadaan hipoksia juga menyebabkan janin akan

    melakukan gesping, yang menyebabkan cairan amnion yang sudah tercemar mekoneum terhirup ke

    dalam laring dan trakhea.

    Apabila saluran nafas tidak dihisap dengan baik pada saat kepala dilahirkan ketika

    persalinan berlangsung, maka ketika bayi mulai bernafas, mekoneum akan masuk ke dalam saluran

    nafas yang lebih kecil dan alveolus, yang selanjutkan akan menmbulkan kerusakan paru-paru.

    Kerusakan pada paru yang dapat terjadi adalah sebagai akibat:

    1. mekoneum mengandung enzim yang dapat merusak sel-sel epitel bronkhus dan bronkhiolus.

    2. enzim yang terdapat dalam mekoneum juga dapat merusak alveolus.

    3. mekoneum juga dapat menyumbat saluran nafas secara total atau parsial yang selanjutnya akan

    menimbulkan beberapa bagian paru yang kollaps dan bagian paru lainnya mengalami

    hiperinflasi.

    Pada sindrom aspirasi mekoneum yang berat dapat terjadi pneumonitis kimiawi dan hampir

    selalu mengakibatkan hipertensi pulmonal. Pada keadaan ini, darah tidak mengalir ke paru-paru

    melainkan melalui foramen ovale dan duktus arteriosus sehingga akan menimbulkan hipoksia yang

    berat.

  • Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 14

    D. MANIFESTASI KLINIS

    Secara umum, konsistensi mekoneum dibagi dua katagori, yaitu encer dan pekat. Mekoneum

    yang encer berwarna kuning hingga hijau terang dan cair. Sebaliknya, mekoneum pekat bersifat

    pasta atau bergranul dan memiliki sejumlah warna termasuk coklat gelap dan bahkan hitam.

    Mekoneum yang encer terdapat dalam 10-40% kasus pada pengeluaran mekoneum. Mekoneum

    yang pekat pada awal persalinan, secara umum menunjukkan kurangnya cairan amnion dan

    merupakan faktor risiko untuk terjadinya morbiditas dan mortalitas bayi.

    Bayi dengan mekoneum encer lebih sering fisiologis, dan menunjukkan proses maturitas

    bayi, sekaligus lebih sehat saat lahir. Baik mekoneum encer maupun pekat dapat ditemukan saat

    persalinan atau bahkan sebelum persalinan. Mekoneum yang ditemukan saat persalinan setelah

    cairan jernih keluar menunjukkan kondisi pencemaran ketuban dengan mekoneum yang bersifat akut.

    Resiko morbiditas dan mortalitas perinatal berada pada resiko tinggi jika berhubungan dengan

    pengeluaran mekoneum yang pekat. Sebaliknya, menjadi resiko rendah jika dihubungkan dengan

    pengeluaran mekoneum encer sebelum ketuban pecah.

    Masuknya ketuban yang tercampur mekoneum ke dalam saluran nafas akan menimbulkan

    berbagai manifestasi klinis pada bayi baru lahir. Maksudnya, berat ringannya kelainan yang muncul

    sangat tergantung pada banyak sedikitnya cairan yang tercemar mekoneum terhisap ke dalam

    saluran pernafasan. Kelainan yang dijumpai dapat bervariasi dari distres pernafasan sampai

    terjadinya sumbatan jalan nafas. Pada pemeriksaan dapat dijumpai pernafasan yang sulit yang

    ditandai dengan retraksi interkostal.

    Bayi-bayi yang menderita sindrom aspirasi mekoneum akan tampak sesak sejak lahir. Pada

    kasus yang berat, keadaan bayi akan memburuk secara progresif sehingga bayi sering tidak dapat

    tertolong. Kasus sindrom aspirasi mekoneum yang ringan akan membaik secara bertahap dalam

    beberapa hari atau beberapa minggu. Pada kasus sindrom aspirasi mekoneum yang berat, yang

    tertolong biasanya akan didapatkan kerusakan paru yang memerlukan waktu cukup lama untuk

    sembuh sempurna.

    E. DIAGNOSIS

    Diagnosis sindrom aspirasi mekoneum umumnya tidak sulit. Riwayat adanya cairan ketuban

    yang berwarna kehijauan pada ibu hamil sebelum atau selama persalinan berlangsung dapat

    memberi petunjuk kemungkinan terjadinya sindrom aspirasi mekoneum. Bayi-bayi dengan sindrom

    aspirasi mekoneum biasanya lahir cukup bulan atau lebih bulan. Jarang sekali bayi dengan penyakit

    ini lahir kurang bulan. Pada pemeriksaan akan didapatkan cairan amnion yang terkontaminasi

    mekoneum. Demikian juga, mekoneum mungkin akan tampak dan dapat dihisap dari saluran nafas

    bagian atas. Kulit bayi terlihat terwarnai oleh mekoneum. Bayi tampak mengalami sesak nafas, dan

    dada bayi tampak membusung.

  • Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 15

    Pada pemeriksaan penunjang, terutama rongent memperlihatkan gambaran yang khas.

    Secara spesifik, gambaran rongent menunjukkan kedua lebih opak, hiperinflasi dengan daerah yang

    emfisematous (air trapping), tidak ada bronkhogram. Disamping itu juga dapat terjadi

    pneumotoraks/pneumomediastinum spontan ringan, dan dapat disertai sedikit efusi pleura.

    F. TATALAKSANA

    Segera setelah lahir, maka sissa-sisa mekoneum yang masih tersisa dalam mulut dan

    saluran nafas harus segera dihisap. Untuk menghindari resiko berlanjutnya teraspirasi mekoneum,

    maka sisa mekoneum yang terdapat pada rongga hidung, mulut, atau tenggorokan segera

    dikeluarkan, dengan menggunakan pengisap (suction). Jika terdapat tanda-tanda distres, mekoneum

    yang telah masuk ke dalam trakhea dikeluarkan melalui trakheal tube. Sebaiknya, dilakukan

    pengisapan sampai saluran pernafasan yang lebih dalam sampai tidak ada lagi mekoneum yang

    keluar di dalam suction.

    Bila bayi tidak memperlihatkan pernafasan spontan atau depresi pernafasan, tunos otot

    berkurang, dan denyut jantung bayi kurang dari 100 kali per menit, maka sesegera mungkin dilakukan

    laringoskopi untuk pengisapan sisa mekoneum dari hipofaring (dengan penglihatan langsung),

    kemudian dilakukan intubasi dan pengisapan trakhea.

    Apabila bayi mengalami distres respirasi, maka perlu segera diberikan oksigen. Untuk

    memepertahankan oksigenasi yang adekuat, PaO2 dipertahankan antara 50-80 mmHg, untuk

    memenuhi kebutuhan normal fungsi jaringan dan mencegah asodosis dan kemungkinan terjadinya

    syok. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, dapat dicapai dengan pemberrian oksigen dengan

    menggunakan head box atau CIPAP atau pernafasan buatan, tergantung hasil analisis gas darah.

    Bila denyut jantung bayi dan pernafasan mengalami depresi sangat berat, lebih baik dilakukan

    ventilasi tekanan positif meskipun masih didapatkan mekoneum pada saluran nafas. Bayi yang

    tercemar mekoneum dan kemudian mengalami apne (henti nafas) atau distres pernafasan

    (pernafasan sulit), maka harus dilakukan pengisapan trakhea terlebih dahulu sebelum diberikan

    vantilasi tekanan positif, maskipun pada awalnya bayi aktif.

    Kandungan mekoneum terdiri dari sejumlah bakteriostatik normal dari cairan amnion. Ketika

    sulit membedakan antara aspirasi mekoneum dengan pneumonia, maka bayi dengan gambaran

    infiltrat pada rongent thoraks harus diberikan antibiotik. Pada kasus kelainan paru yang berat, perlu

    digunakan ventilator untuk mempertahankan saturasi oksigen dan kestabilan pernafasan.

    G. PENCEGAHAN

    Sebagian besar kasus sindrom aspirasi mekoneum pada bayi baru lahir masih dapat

    dicegah dengan tindakan yang dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya aspirasi cairan ketuban

    yang sudah tercemar mekoneum. Sebelum meminpin persalinan, pencegahan dilakukan dengan

  • Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 16

    pengenceran meconeum dalam ketuban, yaitu dengan tindakan amnioinfusion. Sedangkan, jika

    sedang memimpin persalinan, tindakannya adalah membersihkan rongga mulut dari mekoneum,

    setelah kepala lahir.

    1. Tatalaksana Sebelum Meminpin Persalinan

    Ada dua hal yang perlu dilakukan sebelum mulai persalinan pada ibu hamil yang sudah

    memperlihatkan air ketuban yang berwarna hijau, yaitu fetal monitoring dan amnioinfusion.

    Karena diketahui bahwa ada hubungan yang kuat antara sindrom aspirasi mekoneum dengan

    keadaan gawat janin, maka keadaan bayi perlu dimonitor jika dijumpai keadaan ketuban

    bercampur mekoneum. Pemantauan lebih difokuskan untuk menilai ada tidaknya kegawatan

    yang bakal terjadi. Keuntungan dari pemantauan ini adalah memudahkan untuk memutuskan

    apakah persalinan tetap dilakukan melalaui pervaginam atau segera diselesaikan melalui bedah

    cesar.

    Tindakan lainnya untuk menhindari terjadinya sindrom aspirasi mekoneum adalah

    melakukan tindakan yang dapat mengurangi kekentalan air ketuban yang tercemar mekoneum.

    Tindakan yang dilakukan adalah pemberian cairan infus ke dalam cairan ketuban

    (amnioinfusion). Prosedurnya sederhana, yaitu dengan menginfuskan normal salin ke dalam

    uterus melalui kateter. Amnioinfusion dapat berguna pada kehamilan yang mempunyai

    komplikasi ketuban tercemar mekoneum karena dapat mengembalikan cairan amnion dan

    mengencerkan mekoneum. Apabila bayi mengisap mekoneum yang telah encer dengan tindakan

    amnioinfusion, maka risiko menjadi berkurang dibandingkan dengan mengisap (aspirasi) cairan

    amnion dengan mekoneum yang masih kental.

    2. Tatalaksana Pada Saat Persalinan Berlangsung

    Selama persalinan berlangsung, bayi belum bernafas. Bayi mulai menarik nafas sejalan

    dengan tangisan pertama kali. Jika bayi menarik nafas pertama kali, maka jika ada mekoneum

    dalam rongga mulut akan terhisap ke dalam saluran pernafasan. Untuk mencegah tidak

    terjadinya aspirasi mekoneum, maka setelah melahirkan kepala dan sebelum bahu lahir,

    sesegera mungkin melakukan pengisapan cairan mekoneum baik yang ada dalam hidung, mulut,

    maupun trakhea. Jika mulut telah bersih, maka pada saat bayi menangis dan menarik nafas

    pertama kali, tidak ada mekoneum yang akan terhisap ke dalam saluran pernafasan. Dengan

    demikian, sindrom aspirasi mekoneum tidak terjadi atau kalaupun terjadi resikonya minimal.

    Pengisapan lendir dari hidung, mulut dan faring posterior sebelum badan lahir menurunkan

    risiko sindroma aspirasi mekoneum. Namun, 20-30% bayi yang tercemar mekoneum didapatkan

    mekoneum pada trakhea walaupun sudah dilakukan pengisapan lendir dan tidak ada pernafasan

    spontan. Ini mungkin disebabkan sudah terjadi aspirasi dalam uterus, sehingga tetap

    memerlukan pengisapan trakhea sesudah persalinan pada bayi yang depresi.

  • Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani 17

    H. KESIMPULAN

    Sindrom aspirasi mekoneum merupakan suatu kelainan yang terjadi pada bayi baru lahir akibat

    terhisapnya cairan amnion yang tercemar mekoneum ke dalam saluran pernafasan/paru-paru, yang

    dapat terjadi pada saat intrauterin, persalinan, atau setelah lahir. Terdapat beberapa faktor risiko

    yang menyebabkan terjadinya aspirasi mekoneum pada bayi baru lahir, yaitu: hamil lebih bulan, ibu

    hamil yang menderita eklamsia atau preeklamsia, hipertensi, menderita penyakit diabetes mellitus.

    Bayi kecil sesuai masa kehamilan, ibu perokok, penyakit saluran nafas kronik, atau adanya kelainan

    jantung. Pengeluaran mekoneum dari saluran cerna janin dalam kandungan sebagai respon

    intrauterin yang berhubungan dengan hipoksia. Disamping itu, hipoksia juga menyebabkan bayi

    melakukan gasping, sehinga mekoneun masuk ke dalam saluran nafas, hingga alveolus. Bayi yang

    mengalami sindrom aspirasi mekoneum tampak mengalami distres pernafasan (kesulitan bernafas).

    Tatalaksana yang harus segera dilakukan adalah membersihkan jalan nafas dari mekoneum

    dengan melakukan pengisapan sesegera mungkin. Jika dari awal sudah ada ketuban yang berwarna

    hijau, tindakan pencegahan dapat dilakkuan dengan infus amnion untuk mengencerkan mekoneum

    yang kental. Selain itu, juga dapat dilakukan pengisapan mekoneun dari mulut, hidung, atau faring

    pada saat memimpin persalinan, yaitu setelah kepala lahir, dan bahu belum lahir.

    DAFTAR PUSTAKA

    Amir I. Sesak nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Trihono PP, Purnamawati S, Syarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, Kadim M, penyunting. Hot topics in pediatrics II. Jakarta: Fakultas Kedokteran FKUI 2002;235-244.

    Dudel GG, Stoll BJ. Respiratory track disorders. Dalam: Kliegman RM, Berhmen RE, Jenson HB, Stanton

    BF, editor. Nelson texbook of pediatrics. 18th Edition. Philadelphia: Saunders 2007. pp 728-746. Martin RJ, Sosenko I. Bancalari E. Respiratory problems. Dalam: Klaus MH, Fanaroff AA, editor. Care of

    the high-risk neonate. 6th Edition. Philadelphia: WB Saunder Co, 2001;243-276. Nurhamzah W. Pencitraan pada kedaruratan saluran pernafasan. Dalam: Soetjiningsih, Sukadi R,

    Subhanada IB, Mahalini DS, editor. Proceding Book. Vol 1. 12th National congress of child health and 11th Asean pediatrics federation comference. Bali, june 30-juli 4, 2002;132-139.

    Gomella TL. Meconeum aspiration. Dalam: Neonatology: management, procedure, on-call Problem,

    disease, drugs. California: Appleton and Lange 2003;417-21. Sukadi A, Usman A, Efendi SH. Diktat Kuliah Perinatologi. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUP,

    2002:43-50. Thilo EH, Rosenberg AA. The newborn infant. In: Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM,

    editor. Current pediatric: diagnosis and treatment. 15th Edition. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2001;1-59.