aspek an hukum bagi bidan di

11
ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir. Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat. Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek sehari-hari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan kurikulum pendidikan serta dapat membantu dalam penentuan kebutuhan operasional untuk penerapannya, misalnya kebutuhan pengorganisasian, mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan serta ketrampilan bidan. Maka,

Upload: rumbia-warnet

Post on 04-Jul-2015

145 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aspek an Hukum Bagi Bidan Di

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI

KOMUNITAS

Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah

adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang

membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali

pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang

relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes

No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi

bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.

Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di

wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan

kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan

efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan

Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia,

khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat

masyarakat.

Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan

yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif

apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan.

Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian

integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat

pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam

menjalankan praktek sehari-hari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar

untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan

kurikulum pendidikan serta dapat membantu dalam penentuan kebutuhan

operasional untuk penerapannya, misalnya kebutuhan pengorganisasian,

mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan serta ketrampilan bidan. Maka,

ketika audit terhadap pelayanan kebidanan dilakukan, kekurangan yang berkaitan

dengan hal-hal tersebut akan ditemukan sehingga perbaikannya dapat dilakukan

secara lebih spesifik.

Adapun ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang

dikelompokkan sebagai berikut :

A. Standar Pelayanan Umum (2 standar)

Standar 1 : Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat

Standar 2 : Pencatatan dan pelaporan

Page 2: Aspek an Hukum Bagi Bidan Di

B. Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)

Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil

Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal

Standar 5 : Palpasi Abdominal

Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan

Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan

Standar 8 : Persiapan Persalinan

C. Standar Pertolongan Persalinan (4 standar)

Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I

Standar 10 : Persalinan kala II yang Aman

Standar 11 : Penatalaksanaan aktif persalinan kala III

Standar 12 : Kala II dengan Gawat Janin melalui Episiotomi

D. Standar Pelayanan Nifas (3 standar)

Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir

Standar 14 : Penanganan pada Dua Jam Pertama Persalinan

Standar 15 : Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas

E. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri - Neonatal

(9 standar)

Standar 16 : Penanganan Perdarahan pada Kehamilan trimester III

Standar 17 : Penanganan Kegawatan pada Eklamsia

Standar 18 : Penanganan Kegawatan pada Partus Lama/Macet

Standar 19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor

Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta

Standar 21 : Penanganan Perdarahan Postpartum Primer

Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder

Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis

Standar 24 : Penanganan Asfiksia Neonatorum

B. KODE ETIK BIDAN

Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan

eksternal dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu

profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian

kepada profesinya baik yang berhubungan dengan klien, keluarga, masyarakat,

teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.

Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung tinggi

martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota,

serta meningkatkan mutu profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun

Page 3: Aspek an Hukum Bagi Bidan Di

pada tahun 1986 yang disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X,

petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun

1991, kemudian disempurnakan dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI XII pada

tahun 1998.

Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan menjadi tujuh

bagian, yaitu :

1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)

a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan

sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.

b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan

martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.

c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran,

tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan

masyarakat.

d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,

menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.

e. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan

pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk

meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.

2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)

a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga

dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan

kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat

b. Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan

dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan.

c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau

dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan

sehubungan dengan kepentingan klien.

3. Kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)

a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk

menciptakan suasana kerja yang serasi.

b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik

terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)

c. Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi

dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan

Page 4: Aspek an Hukum Bagi Bidan Di

yang bermutu kepada masyarakat

d. Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan

kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

e. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan

sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)

a. Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas

profesinya dengan baik

b. Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

c. Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.

6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir)

a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-

ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan

Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.

b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran

kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan

terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

7. Penutup (1 butir).

Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik merupakan pedoman

dalam tata cara keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan profesional.

C. STANDAR ASUHAN KEBIDANAN

Standar asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah seorang

bidan telah melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugas profesinya. Adapun

standar asuhan kebidanan terdiri dari :

Standar I : Metode Asuhan

Merupakan asuhan kebidanan yang dilaksanakan dengan metode manajemen

kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu : pengumpulan data, analisa data,

penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.

Standar II : Pengkajian

Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara

sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

Standar III : Diagnosa Kebidanan

Diagnosa Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis mengarah

pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai dengan wewenang bidan

Page 5: Aspek an Hukum Bagi Bidan Di

berdasarkan analisa data yang telah dikumpulkan.

Standar IV : Rencana Asuhan

Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.

Standar V : Tindakan

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan

keadaan klien dan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.

Standar VI : Partisipasi klien

Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan keluarga

dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

Standar VII : Pengawasan

Monitoring atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus

dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.

Standar VIII : Evaluasi

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring dengan

tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah

dirumuskan.

Standar IX : Dokumentasi

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan

kebidanan yang diberikan.

D. REGISTRASI PRAKTIK BIDAN

Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun intenasional oleh

International Confederation of Midwives (ICM). Dalam menjalankan tugasnya,

seorang bidan harus memiliki kualifiksi agar mendapatkan lisensi untuk praktek .

Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan

kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan

khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat

pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari

pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas,

persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan,

tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus

sesuai dengan standar1.

Setelah bidan melaksanakan pelayanan dilapangan, untuk menjaga kualitas dan

keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan

kewenangannya1. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan

pembinaan kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu melaksanakan

Page 6: Aspek an Hukum Bagi Bidan Di

tugasnya dengan baik.

Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan Praktek pelayanan bidan

perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki

kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam

meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa

layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan,

perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum

bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan,

peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan

standar1.

Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai registrasi dan

praktik bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996).

Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap

bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar tampilan

minimal yang ditetapkan.

Bukti tertulis seorang bidan telah mendapatkan kewenangan untuk menjalankan

pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Surat Izin

Bidan (SIB), setelah bidan dinyatakan memenuhi kompetensi inti atau standar

tampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental bidan mampu

melaksanakan praktek profesinya.

Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB

dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan

Propinsi dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan setelah

menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi :

1 Fotokopi ijazah bidan.

2 Fotokopi transkrip nilai akademik.

3 Surat keterangan sehat dari dokter.

4 Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.

Bidan yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan perorangan

harus memiliki SIPB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan persyaratan yang

meliputi :

1 Fotokopi SIB yang masih berlaku.

2 Fotokopi ijazah bidan.

3 Surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai

Page 7: Aspek an Hukum Bagi Bidan Di

pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.

4 Surat keterangan sehat dari dokter.

5 Rekomendasi dari organisasi profesi.

6 Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar. SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis

masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.

E. KEWENANGAN BIDAN DI KOMUNITAS

Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk memberikan

pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan asuhan yang

bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai

dengan budaya setempat, yang meliputi :

1. Pengetahuan dasar

a. Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas.

b. Masalah kebidanan komunitas.

c. Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan

masyarakat.

d. Strategi pelayanan kebidanan komunitas.

e. Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga

dan masyarakat.

f. Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.

g. Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.

2. Pengetahuan tambahan

a. Kepemimpinan untuk semua (Kesuma)

b. Pemasaran sosial

c. Peran serta masyarakat

d. Audit maternal perinatal

e. Perilaku kesehatan masyarakat

f. Program – program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak

(Safe Mother Hood dan Gerakan Sayang Ibu).

g. Paradigma sehat tahun 2010.

3. Keterampilan dasar

a. Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita dan KB di

masyarakat.

b. Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.

c. Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes.

d. Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk

mendukung upaya kesehatan ibu dan anak.

Page 8: Aspek an Hukum Bagi Bidan Di

e. Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.

f. Melakukan pencatatan dan pelaporan

4. Keterampilan tambahan

a. Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.

b. Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.

c. Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya.

d. Menggunakan tehnologi tepat guna.

Referensi :

Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.

Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of

Pediatrics). EGC. Jakarta.

Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan

Pengembangan Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina

Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan

Anak (PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan

Masyarakat, Jakarta.

Depkes RI. (2006). Manajemen BBLR untuk Bidan. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2003). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Pelatihan Konseling Pasca Keguguran. Depkes. Jakarta

Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.

c. Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya.

d. Menggunakan tehnologi tepat guna.

Depkes RI. (2002). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Depkes RI. (2002). Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta

Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.

Depkes RI. (1999). Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan,

Persalinan dan Nifas, Departemen kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Tim

Page 9: Aspek an Hukum Bagi Bidan Di

Penggerak PKK dan WHO. Jakarta.

Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC.

Jakarta.

International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh

seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of

International Gynecologist Obstetrition (FIGO).

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registras

Dan praktik bidan.