aso
TRANSCRIPT
MAKALAH IMUNOSEROLOGI
“Pemeriksaan ASO Latex”
Oleh:
Ayu Putu Astiti Natih (P07134011002)
Ayu Savitri Siskayani (P07134011004)
Ni Kadek Destari Dwi Wiantari (P07134011006)
Madya Mas Cista Hwardani (P07134011008)
Komang Jatmika (P07134011010)
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN DIII ANALIS KESEHATAN
2013
1
ASO LATEX TEST
(PEMERIKSAAN ASO LATEX)
I. TUJUAN
1.1 Untuk dapat melakukan pemeriksaan ASO Latex pada serum pasien secara
kualitatif dan semi-kuantitatif
1.2 Untuk mengetahui adanya antibodi Anti-Streptolysin O (ASO) dalam serum
pasien secara kualitatif dan semi-kuantitatif
II. METODE
Metode yang digunakan adalah Latex Aglutinasi
III. PRINSIP
Reaksi aglutinasi secara imunologis antara partikel latex yang diselimuti oleh
Streptolysin O sebagai antigen dengan Anti Streptolysin O yang terdapat dalam serum
pasien sebagai antibodi.
IV. DASAR TEORI
4.1. Anti streptolisin O (ASO)
Anti streptolisin O adalah suatu antibodi yang di bentuk oleh tubuh terhadap
suatu enzim proteolitik. Streptolisin O yang diproduksi oleh β-hemolitik
Streptococcus A group A dan mempunyai aktivitas biologic merusak dinding sel
darah merah serta mengakibakan terjadinya hemolisis. Anti streptolisin O adalah
toksin yang merupakan dasar sifat β-hemolitik organisme ini. Streptolisin O ialah
racun sel yang berpotensi mempegaruhi banyak tipe sel termasuk netrofil, platelets
dan organel sel, menyebabkan respon imun dan penemuan antibodinya. Anti-
Streptolisin O bisa digunakan secara klinis untuk menegaskan infeksiyang baru saja.
Streptolisin O bersifat meracuni jantung (kardiotoksik). (http://www.wikipedia.org)
Penentuan tes ASTO di gunakan untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit
demam rheumatic dan glomerulonefritis serta meramalkan kemungkinan terjadinya
kambuh pada kasus demam rhuematik. (Handojo,1982)
2
4.2. Streptococcus
Streptococcus adalah bakteri sferis gram positif yang khasnya berpasangan atau
membentuk rantai selama pertumbuhannya. Spesies yang virulen mungkin
menghasilkan kapsul yang terdiri dari acid hialuronik danprotein M, habitat dari
spesies ini ialah saluran pernapasan atas (rongga hidung dan faring). Antar infeksi-
infeksi yang di sebabkan oleh spesies ini adalah demam scarlet, faringitis, impetigo,
demam rheumatic, dan lain-lain. Streptococcus dikelaskan berdasarkan morfologi
koloni, sifat biokimia, kespesifikan serologi dan sifat hemolisis pada agar darah.
Beberapa zat antigen yang ditemukan di dalam Streptococcus, yaitu :
1. Antigen dinding sel spesifik-golongan
Terdapat dalam dinding sel pada banyak Streptococcus dan merupakan dasar
penggolongan serologic. Spesifik serologic dari karbohidrat spesifik golongan
ditentukan oleh gula amino.
2. Protein M
Zat ini adalah faktor virulensi utama dari Streptococcus pyogenes golongan A.
Protein ini juga memudahkan perlekatan sel pada epitel-epitel inang. Protein ini
nampak sebagai bentuk yang mirip rambut pada dinding sel Streptococcus.
3. Zat T
Antigen ini tidak mempunyai hubungan dengan virulensi Streptococcus. Zat ini
diperoleh dari Streptococcus melalui pencernaan proteolitik yang cepat merusak
protin M. Zar ini juga tidak tahan terhadap asam dan panas.
4. Nukleoprotein
Ekstraksi Streptococcus dengan basa lemah menghasilkan campuran protein dan
zat-zat lain dengan spesifitas serologic yang rendah dan di namakan zat P. Zat ini
mungkin merupakan sebagian besar badan sel Streptococcus.
(Brooks, 1996)
4.3. Patogenesis
Suatu infeksi oleh β-hemolitik Streptococcus group A akan marangsang sel-sel
imunokompeten untuk memproduksi antibody-antibodi, baik terhadap produk-produk
ekstraselular dari kuman (streptolisin, hialuronidase, streptokinase, DNASE) maupun
terhadap komponen permukaan dari dinding sel kuman (cell-surface/membrane
antigen-CSMA). Antibodi terhadap CSMA inilah yang diduga menyebabkan
terjadinya kelainan pada jantung dari penderita dengan glomerulonefritis.. Sebagian
3
basar dari strain-strain serologik dari Streptococcus Group A menghasilkan dua enzim
hemolitik yaitu Streptolisin O dan S. Di dalam tubuh penderita, Streptolisin O akan
merangsang pembentukan antibodi yang spesifik yaitu anti streptolisin O (ASTO)
sedangkan yang dibentuk Streptolisin S tidak spesifik. (Handojo,1982)
Reaksi auto imun terhadap Streptococcus secara teori akan mengakibatkan
kerusakan jaringan atau manifestasi demam rheumatic, dengan cara :
1. Streptococcus group A akan menyebabkan infeksi faring
2. Antigen Streptococcus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada pejamu
yang hiperimun.
3. Antibodi bereksi dengan antigen Streptococcus dan dengan jaringan pejamu
yang secara antigeni sama seperti Streptococcus.
4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan pejamu,sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan.
(Price, 2003)
4.4. Gejala
Gejala demam rheumatic dapat terjadi secara mendadak dan secepat kilat.,
dengan demam, takikardi, dan rasa sakit pada sendi yang membengkak atau dapat
tersamar dan tidak nyata, hanya bergejala malaise dan demam ringan. Bila di dahului
oleh infeksi Streptococcus tersamar secara klinik, biasanya akan mereda sebelum
mulai gejala demam rheumatic. Tidak ada gambaran klinik atau laboratorium demam
rheumatic yang khas untuk penyakit ini. Gejala-gejalanya mencakup (Kumar, 1995) :
1. Riwayat nyeri tenggorokan, positif untuk Streptococcus β-hemolisa grup A
apabila di biakkan. Riwayat infeksi biasanya berupa nyeri kepala, demam,
pembengkakan kelenjar limpa di sepanjangrahang dan nyeri perut atau mual.
2. Timbul polyarthritis migratonile, termasuk peradangan sendi-sendi di sertai
pembengkakan, kemerahan dan kalor (panas). Yang sering terkena adalah sendi-
sendi besar di siku, lutut dan pergelangan tangan dan kaki.
3. Terbentuk nodus-nodus subkutis yang keras dan terletak di atas otot dan sendi-
sendi yang terkena. Nodus-nodus ini tidak nyeri dan transient.
4. Eritema marginatum (suatu ruang transien), terutama di badan, lengan bagian
dalam dan paha.
(Corwin,2003)
4
4.5. Pemeriksaan Laboratorium
Ada dua prinsip dasar penetuan ASO, yaitu:
1. Netralisas/penghambat hemolisis
Streptolisin O dapat menyebabkan hemolisis dari sel darah merah, akan
tetapi bila Streptolisin O tersebut di campur lebih dahulu dengan serum penderita
yang mengandung cukup anti streptolisin O sebelum di tambahkan pada sel darah
merah, maka streptolisin O tersebut akan di netralkan oleh ASO sehingga tidak dapat
menibulkan hemolisis lagi (Handojo,1982).
Pada tes ini serum penderita di encerkan secara serial dan di tambahkan
sejumlah streptolisin O yang tetap (Streptolisin O di awetkan dengan sodium
thioglycolate). Kemudian di tambahkan suspensi sel darah merah 5%. Hemolisis akan
terjadi pada pengenceran serum di mana kadar/titer dari ASO tidak cukup untuk
menghambat hemolisis tidak terjadi pada pengencaran serum yang mengandung titer
ASO yang tinggi (Handojo,1982).
2. Aglutinasi pasif
Streptolisin O merupakan antigen yang larut. Agar dapat menyebabkan
aglutinasi dengan ASO. Maka Streptolisin O perlu di salutkan pada partikel-partikel
tertentu. Partikel yang sering dipakai yaitu pattikel lateks. (Handojo,1982)
Sejumlah tertentu Streptolisin O (yang dapat mengikat 200 IU/ml ASO) di
tabahkan pad aserum penderita sehingga terjadi ikatan Streptolisin O – anti
Strepolisin O (SO – ASO). Bila dalam serum penderita terdapat ASO lebih dari 200
IU/ml, maka sisa ASO yang tidak terikat oleh Streptolisin O akan menyebabkan
aglutinasi dari streptolisin O yang disalurkan pada partikel – partikel latex . Bila kadar
ASO dalam serum penderita kurang dari 200 IU / ml , maka tidak ada sisa ASO bebas
yang dapat menyebabkan aglutinasi dengan streptolisin O pada partikel – partikel
latex. (Handojo,1982)
Tes hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup baik ,
sedangkan tes aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang sedang. Tes aglutinasi latex
hanya dapat mendeteksi ASO dengan titer di atas 200 IU/ml.
(Handojo ,1982)
5
V. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
1. Slide berwarna hitam
2. Mikropipet 50 µl dan 100 µl
3. Tabung serologis 12x75 mm
4. Yellow tip
5. Stik pengaduk (dissposible)
6. Rak tabung serologis
B. BAHAN
1. Sampel serum
2. Kontrol serum positif
3. Kontrol serum negatif
4. Reagen latex (Plasmatec, suhu penyimpanan 2-80 C)
5. Buffer Saline (NaCl 0,9 %)
VI. CARA KERJA
a. Metode Kualitatif
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Setiap komponen pemeriksaan di suhu ruangkan terlebih dahulu.
3. Reagen ASO Latex dikocok secara hati – hati untuk menghomogenkan
partikelnya.
4. Reagen ASO Latex ditambahkan sebanyak satu tetes pada lingkaran dari slide
aglutinasi (berwarna hitam)
5. Serum ditambahkan sebanyak 1 tetes di atas lingkaran slide pemeriksaan
dengan menggunakan pipet pengaduk. Dilakukan pula pada kontrol serum
positif dan negatif.
6. Reagen dan serum diaduk sampai area yang telah ditentukan dari lingkaran
pemeriksaan dengan menggunakan batang pengaduk disposible.
7. Slide diigoyangkan selama dua menit dan diamati aglutinasi pada tempat yang
terang, dibandingkan dengan kontrol serum positif dan negatif.
8. Hasil pengamatan dicatat
b. Metode Semi-Kuantitatif
6
Tes semi-kuantitatif dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti tes
kualitatif menggunakan pengenceran berseri dari serum dalam larutan saline, fosfat
buffered saline atau glisin saline.
Pengenceran ½ 1/4 1/8
Sampel
Serum
100 µl - -
Saline 100 µl 100 µl 100 µl
100 µl 100 µl
Volume
Sampel
50 µl 50 µl 50 µl
200 x No of
dilution
200 x 2 200 x 4 200 x 8
I.U./ml 400 800 1600
1. Tiga buah tabung reaksi disiapkan dan masing – masing tabung reaksi diisi
dengan 100 µl buffer saline.
2. Sampel serum ditambahkan sebanyak 100 µl dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi pertama lalu dihomogenkan.
3. 100 µl larutan dari tabung pertama dipipet lalu dimasukkan ke tabung reaksi
kedua lalu dihomogenkan dan seterusnya dilakukan hal yang sama sampai
pada tabung ketiga
4. Larutan dari tabung ketiga kemudian diambil sebanyak 100 µl lalu dibuang.
5. Slide pemeriksaan (berwarna hitam) disiapkan dan Reagen ASO Latex
kemudian diteteskan pada masing – masing slide pemeriksaan sebanyak satu
tetes.
6. Kemudian 50 µl larutan dari tabung reaksi pertama diambil dan diteteskan
pada slide pemeriksaan.
7. Larutan pada slide pemeriksaan dan Reagen ASO Latex kemudian
dihomogenkan dengan batang pengaduk disposible sebesar area yang telah
ditentukan.
7
8. Slide pemeriksaan digoyangkan selama dua menit.
9. Diamati aglutinasi yang terbentuk pada tempat yang terang. Jika positif terjadi
aglutinasi, dilanjutkan dengan tabung II, begitu seterusnya.
10.Hasil akhir/titer dicatat sebagai pengenceran terakhir yang masih menunjukkan
aglutinasi.
VII. INTERPRETASI HASIL
Kualitatif
Negatif : Tidak terjadi aglutinasi
Positif : Terjadi aglutinasi
Semi-Kuantitatif
Terbentuk aglutinasi : kadar ASO dalam sampel serum sama atau > 200
I.U/ml
Tidak terbentuk aglutinasi : kadar ASO dalam sampel serum < 200 I.U/ml
8
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Tt. Asto. http://www.wikipedia.org. Diakses 14 April 2013
Brooks, Geo. F, dkk. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika.
Corwin, J. Elizabeth.2000. Patofisiologi. EGC : Jakarta.
Handojo, indro. 1982. Diktat Kuliah FK Unair Serologi Klinik. Surabaya : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UNAIR.
Handojo, Indro. 1982. Serologi Klinik. Surabaya : Fakultas Kedokteran. UNAIR.
Price, A. Sylvia, dkk. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Robbins dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC.
9