askep ppti
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Gangguan hemostasis dapat disebabkan defek jumlah platelet, atau fungsi
platelet, ataupun masalah pembentuan jendalan fibrin (oagulasi). Perdarahan yang
disebabakan oleh gangguan pletelet biasanya berupa pendarahan mukosa atau
kulit. Masalah yang sering ditemukan antara lain epistaksis, pendarahan gusi,
menoragi, pendarahan gastrointestinal, purpura, dan petekie. Petekie khususnya
muncul pada kondisi trombositopenia dan tidak pada disfungsi platelet.
Pendarahan oleh karena koagulapati yang dapat terjadi berupa hematoma otot-otot
dalam, selain pendarahan kulit. Hemartrosis spontan hanya didapatkan pada
hemofili berat.
Purpura Trombositopenia Idiopatik adalah suatu gangguan autoimun yang
ditandai dengan trombositopenia yang menetap akibat autoantibodi yang mengikat
antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem
retikuloendotelial yang biasanya berasal dari Imunoglobulin G.
Insidens PTI pada anak antara 4,0-5,3/100.000, PPTI akut umumnya
terjadi pada anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan PPTI akut
berkembang menjadi kronik 15-20%. Insidens PPTI kronik dewasa adalah 58-66,
kasus baru per satu juta populasi pertahun di amerika dan serupa yang ditemukan
di Inggris. PPTI kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan
median rata-rata usia 40-45 tahun dengan rasio wanita : laki-laki 2-3:1.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Purpura Trombositopenia Idiopatik?
2. Bagaimana etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, dan klasifikasi
Purpura Trombositopenia Idiopatik?
3. Bagaimana pemeriksaan penunjang dan diagnosis banding Purpura
Trombositopenia Idiopatik?
4. Apa sajakah komplikasi yang terjadi pada Purpura Trombositopenia
Idiopatik?
5. Bagaimana prognosis dan penatalaksanaan dari Purpura Trombositopenia
Idiopatik?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien Purpura Trombositopenia
Idiopatik?
I.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian Purpura Trombositopenia Idiopatik.
2. Mengetahui etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, dan klasifikasi
Purpura Trombositopenia Idiopatik.
3. Mengetahui pemeriksaan penunjang dan diagnosis banding Purpura
Trombositopenia Idiopatik.
4. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada Purpura Trombositopenia
Idiopatik.
5. Mengetahui prognosis dan penatalaksanaan dari Purpura Trombositopenia
Idiopatik.
6. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien Purpura Trombositopenia
Idiopatik.
2
BAB II
A. KONSEP
2.1 Pengertian
PPTI adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di
kulit/selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit
karena sebab yang tidak diketahui. (PPTI pada anak tersering terjadi pada umur
2 – 8 tahun), lebih sering terjadi pada wanita (Kapita selekta kedokteran jilid 2).
PPTI adalah salah satu gangguan perdarahan didapat yang paling umum
terjadi (Perawatan Pediatri Edisi 3).
PPTI adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan
trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
150.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan
destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama limpa
(Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4).
Trombositopenia Purupura Trombolitik adalah sindrom yang jarang terjadi
dengan anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopenia, dan peningkatan nyata
LDH serum. Demam non-infeksi, gangguan neurologis, dan abnormalitas renal
lebih jarang didapatkan. Penyebabnya tidak diketahui. Telah terindetifikasi
adanya faktor aglutinasi platelet dalam plasma pasien ini. Peranannya dalam
patogenesis Trombositopenia Purupura Trombotik sampai saat ini masih
kontroversial.
Purpura Trombositopenia Idiopatik (PPTI) merupakan suatu kelainan
didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan tromositopenia oleh
karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel
akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari
Imunoglobulin G ( Aru W.Sudoyo, 2006 : 669).
3
2.2 Etiologi
a. Penyebab pasti belum diketahui (idiopatik).
b. Penyebab trombositopenia:
1. Gangguan sumsum tulang
2. Anemia aplastik
3. Keganasan hematologi
4. Anemia megaloblastik
5. Alkoholisme kronik
6. Gagal hepar
7. Disseminated intravascular coagulation
2.3 Manifestasi klinis
1. Biasanya didahului oleh infeksi bakteri atau virus (misalnya rubella,
rubeola, varisela), atau setelah vaksinasi dengan virus hidup 1-3 minggu
sebelum trombositopenia.
2. Riwayat perdarahan.
3. Riwayat pemberian obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid,
kuinidin/kuinin, aspirin.
4. Riwayat ibu menderita HIV, riwayat keluarga yang menderita
trombositopenia atau kelainan hematologi.
5. Manifestasi perdarahan (ekimosis multipel, petekie, epistaksis).
6. Hati, limpa dan kelenjar getah bening tidak membesar.
7. Infeksi.
a. PPTI Akut
PPTI Akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa.
Riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai
eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran nafas yang
disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia
imunologik.
4
Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varisella zooster dan Ebstin barr.
Manifestasi perdarahan PPTI akut pada anak biasanya ringan, perdarahan
intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada PPTI dewasa, bentuk akut jarang
terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih
fullminan.
b. PPTI Kronik
Gejala PPTI kronik tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari ringan
sampai sedang, infeksi dan perbesaran lien jarang terjadi, serta memiliki
perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa
hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus.
Manifesrasi perdarahan PPTI berupa ekimosis, petekie, purpura, pada umumnya
berat dan frekuensi perdarahan berkolerasi dalam jumlah trombosit.
Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesipetekie
pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut. Traktus
genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling sering. Menoragia dapat
merupakan gejala satu-satunya dari PPTI dan mungkin tampak pertama kali pada
puberta. Hematuria juga merupakan gejala yang sering. Perdarahan
gastrointestinal biasanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi denagn
hematemesis. Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang paling serius
pada PPTI. Hal ini mengenai hampir 1% pasien dengan trombositopenia berat.
Perdarahan biasanya disubarachnoid sering multipel dan ukuran bervariasi dari
petekie ekstravasai darah yang luas.
Trombositopenia Purpura Idiopatik biasanya terjadi pada masa kanak-
kanak, sering dipresipitasi oleh virus, dan biasanya sembuh sendiri. Sebaliknya,
pada bentuk dewasa penyakit ini biasanya bersifat kronis, dan hanya sedidkit yang
merupakan kelanjutan infeksi virus. Trombositopenia Purpura Idiopatik adalah
penyakit pada orang muda, dengan insidensi puncak antara umur 20 sampai 50
tahun, dan didapatkan predominan pada perempuan dengan perbandingan 2:1.
5
Keadaan sistemik pasien baik, dan tidak didapatkan demam. Keluhan yang
ada ialah perdarahan mukosa atau kulit. Yang paling sering terjadi adalah
epistaksis, perdarahan di mulut, menoragi, purpura dan petekie.
Pada pemeriksaan, pasien tampak baik dan tidak ditemukan abnormalitas,
selain yang berkaitan dengan pendarahan Lien yang membesar menimbulkan
keraguan-keraguan diagnosis. Tanda perdarahan yang biasa terjadi adalah berupa
purpura, petekie, dan bula hemoragik dalam mulut.
2.4 Patofisiologi
Sindrom PPTI disebabkan
oleh autoantibodi trombosit spesifik
yang berikatan dengan trombosit
autolog kemudian dengan cepat
dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem
fagosit mononuklear melalui reseptor
Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van
Leeuwen pertama mengidentifikasi
membran trombosit glikoprotein
IIb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang dominan dengan mendemontrasikan bahwa
elusi autoantibodi dari trombosit pasien PTI berikatan dengan trombosit normal.
Diperkirakan bahwa PPTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat
kejadian transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang
menderita PPTI. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi mekanisme kompensasi
dengan peningkatan produksi trombosit.
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan
antibodi PPTI untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetik kekurangan
kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang
bereaksi dengan glikoprotein Ib/IX, Ia/IIa, IV dan V dan determinan trombosit
yang lain. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu
oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang
berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopenia.
6
Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks glikoprotein IIb/IIIa
memperlihatkan restriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibodi yang
berasal dari displai phage menunjukkan penggunaan gen VH. Pasien PPTI dewasa
sering menunjukkan peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumlah
reseptor interleukin 2 dan peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi
prekursor sel T helper dan sel T helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan
merangsang sintesis antibodi setelah terpapar fragmen glikoprotein IIb/IIIa tetapi
bukan karena terpapar oeh protein alami. PPTI telah didiagnosa pada kembar
monozigot dan pada beberapa keluarga, serta kecenderungan autoantibodi pada
anggota keluarga yang sama. Autoantibodi yang berhubungan dengan
trombositopenia ditemukan pada 75% pasien PPTI. Autoantibodi IgG anti
trombosit ditemukan pada 50-85% pasien. Antibodi antitrombosit IgA serum
ditemukan sesering IgG.
Peningkatan jumlah IgG
telah tampak di permukaan
trombosit, dan kecepatan
destruksi trombosit pada PPTI
adalah proporsional terhadap
kadar yang menyerupai
trombosit yang berhubungan
dengan imunoglobulin.
Autoantibodi dengan mudah
ditemukan dalam plasma atau dalam elusi trombosit pada pasien dengan penyakit
yang aktif, tetapi jarang ditemukan pada pasien yang mengalami remisi.
Hilangnya antibodi berkaitan dengan kembalinya jumlah trombosit yang normal.
Masa hudup trombosit memendek pada PPTI berkisar dari 2-3 hari sampai
beberapa menit. Pasien yang trombositopenia ringan samapi sedang mempunyai
masa hidup terukur lebih lama dibandingkan dengan trombositopenia berat.
7
Patogenesis PPTI kronik adalah sensitisasi trombosit oleh autoantibodi
(biasanya IgG) menyebabkan disingkirkannya trombosit secara prematur dari
sirkulasi oleh makrofag sistem retikuloendotelial, khususnya limpa. Pada banyak
kasus, antibodi tersebut ditujukan terhadap tempat-tempat antigen pada
glikoprotein Ib-Ia atau kompleks Ib. Masa hidup normal untuk trombosit adalah
sekitar 7 hari tetapi pada PPTI masa hidup ini memendek menjadi beberapa jam.
Massa megakariosit total dan perputaran (turnover) trombosit meningkat
secara sejajar menjadi sekitar lima kali normal. PPTI akut paling sering terjadi
anak. Pada sekitar 75% pasien, episode tersebut terjadi setelah vaksinasi atau
infeksi seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa. Sebagian besar kasus
terjadi akibat perlekatan respon imun non spesisfik. Remisi spontan lazim terjadi
tetapi 5-10% kasus tersebut menjadi kronis (berlangsung > 6 bulan). Untungnya,
angka morbiditas dan mortalitas pada PPTI akut sangat rendah (Aru W.Sudoyo,
2006 : 669).
2.5 Klasifikasi
a. PPTI Akut
1. Awalnya dijumpai trombositopenia pada anak.
2. Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosis
(remisi spontan).
3. Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
b. PPTI Kronik
1. Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosis.
2. Gejala tersembunyi dan berbahaya.
3. Jumlah trombosit tetap di bawah normal selama penyakit.
4. Bentuk ini terutama pada orang dewasa.
5. PPTI kambuhan.
6. Mula-mula terjadi trombositopenia.
7. Relaps berulang.
8. Jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.
8
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pertanda penyakit ini adalah trombositopenia, yang kurang dari 10.000/uL.
Angka yang lain biasanya normal, walaupun kadang di jumpai anemia ringan,
yang dapat disebabkan oleh pendarahan atau karena hemolisis. Morfologi sel
darah tepi normal kecuali adanya platelet yang sedikit membesar
(megatrombosit). Platelet yang lebih besar ini adalah platelet muda yang
diproduksi sebagai respon bertambahnya destruksi platelet. Kurang lebih 10%
pasien mempunyai koeksistensi dengan anemia hemolitik autoimun (Sindrom
Evans), dan pada kasus ini apusan darah tepi menunjukan adanya anemia,
retikulositois, dan sferosit. Fragmentasi eritrosit tidak didapatkan.
Sumsum tulang tampak normal, dengan jumlah mega kariosit atau
meningkat. Pengujian koagulai seluruhnya normal. Saat ini, telah terdapat uji
kuantitatif platelet terkait IgG, yang mungkin dapat membantu diagnosis
meskipun sensivitasnya cukup tinggi (95%), uji ini tidak spesfik, karena 50% dari
semua pasien trombositopenia dengan berbagai penyebab, dapat mengalami
peningkatan kadar IgG platelet.
Tes koagulasi (masa protombin, masa protombin arsial) menunjukan hasil
normal kecuali jika terjadi iskemia jaringan yang menyebabkan DIC. Seperti
halnya penyakit akut lain, ditemukan adanya peningkatan produk degradasi fibrin.
Insufisiensi renal dapat terjadi dengan urinalisis abnormal,dari segi patologi
tampak adanya trombi dalam kapiler atau arteri-arteri kecil tanpa adanya
inflamasi.
2.7 Diagnosis Banding
Trombositopenia dapat ditimbulkan karena abnormalitas fungsi sumsum
tulang maupun oleh destruksi primer. Meskipun sebagian besar gangguan sumsum
tulang menimbulkan kelainan selain trombositopenia, diagnosis seperti
mielodispenia hanya dapat disingkirkan melalui pemeriksaan sumsum tulang.
9
Penyebab lain trombositopenia yang ditimbulkan oleh destruksi primer
sebagian besar dapat disingkirkan pada evaluasi awal kelainan seperti
disseminated intravaskular coagulation (DIC), thrombitic trombocytopenic
purpura (TTP), sindrom hemolitik uremik, hipersplenisme, dan sepsis secara
mudah disingkirkan dengan tidak ditemukannya gangguan sistemik pada
Trombositopenia Purpura Idiopatik. Jadi, pasien dengan trombositopenia tanpa
temuan abnormal yang lain hampir pasti mempunyai trombositopenia imun.
Pasien harus ditanya mengenai pengguanan obat, trauma sulfonamid, kimin,
thiazid, simetidin, emas dan heparin. Saat ini, heparin merupakan penyebab
tersering trombositopenia yang di induksi pada pasien rawat inap. Systemic lupus
erithematosus (SLE) dan leukimia limfositik kronis sering menyebabkan purpura
trombositopenia sekunder, yang secara hematologis identik dengan Purpura
Trombositopenia Idiopatik.
Tes koagulasi yang menunjukan hasil normal membedakan Purpura
Trombositopenia Trombotik dari DIC. Kondisi lain yang menyebabkan hemolisis
mikro angiopati harus disingkirkan. Sindrom Evans adalah kombinasi
trombositopenia dan anemia hemolitik autoimun, tetapi apusan darah menunjukan
adanya sferosif dan tidak didapatkan fragmen eritrosit. Biopsi kulit biasanya tidak
diperlukan untuk diagnosis tapi dapat berguna jika diduga terjadi vaskulitas.
Trombositopenia Purpura Trombotik dan sindrom hemoilitik-uremik
tampaknya bukan suatu penyakit terpisah dan merupakan suatu spektrum
penyakit. Trombositopenia Purpura Trombotik ditandai oleh temuan neurologis
yang lebih banyak dan trombositopenia yang lebih berat, sedangkan sindrom
hemolitik uremik ditandai dengan lebih beratnya gagal ginjal yang terjadi.
2.8 Komplikasi
Yang menjadi komplikasi dari penyakit PPTI ini antara lain:
1. Perdarahan intrakranial (pada kepala). Ini penyebab utama kematian
penderita PPTI.
10
2. Kehilangan darah yang luar biasa.
3. Efek samping dari kortikosteroid.
4. Infeksi pneumococcal.
Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien mendapat terapi splenektomi.
Si penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar 38.80C.
5. Perdarahan gusi dan epistaksis.
2.9 Prognosis
Prognosis untuk mencapai hasil cukup baik. Pada sebagian besar kasus,
penyakit ini mula-mula dapat dikontrol dengan prednison dan splenektomi
menjadi terapi definitif. Perhatian utama selama fase insial adalah pendarahan
serebral yang merupakan suatu resiko jika angka platelet kurang dari 5000/µL.
Pasien ini biasanya menunjukan tanda pendarahan mukosa meski demikian
walaupun angka platelet sangat rendah pendarahan yang fatal jarang ditemukan.
Ditemukannya plasmaferesis, prognosis Trombositopenia Purpura
Trombotik secara dramatis berubah menjadi lebih baik. Sekarang, 80-90 % pasien
dapat pulih sempurna. Abnormalitas neurologi hampir selalu dapat diperbaiki
sempurna. Respon komplet dicapai pada sebagian besar kasus, namun sekitar 20%
kasus penyakit ini akan berkembang menjadi kronis dan mengalami relaps.
2.10 Penatalaksanaan
a. PPTI akut :
1. Pada yang ringan hanya dilakukan observasi tanpa pengobatan, karena
dapat sembuh secara spontan.
2. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik,
berikan kortikosteroid.
3. Pada trombositopenia akibat koagulasi intravaskular diseminata (KID)
dapat diberikan heparin intravena. Pada pambarian heparin sebaiknya
selalu disiapkan antidotumnya yaitu protein sulfat.
11
4. Bila keadaan saat gawat (terjadi perdarahan otak atau saluran cerna),
berikan tranfusi suspense trombosit.
b. PPTI menahun :
1. Imunoglobulin intravena (dosis inisial 0,8 g/kg, 1 kali pemberian).
2. Kortikosteroid (4mg prednison/kg/hari per oral selama 7 hari,
kemudian tapering-off dalam 7 hari).
3. Antibodi anti-R (D)
4. α interferon
B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Purpura Trombisitopenia Idiopatik
1. Pengkajian
a. Data demografi.
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, nomor register.
b. Keluhan utama.
Klien mengalami Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah
diagnosis, jumlah trombosit tetap di bawah normal selama penyakit, dan
jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien?
d. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya.
Berapa lama klien menderita Purpura Trombositopenia Idiopatik,
bagaimana penanganannya, mendapat terapi intravena apa, bagaimana cara
minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien
untuk menanggulangi penyakitnya.
e. Kebiasaan hidup sehari-hari.
1. Alkoholisme.
2. Tidak edekuatnya asupan gizi pada makanan.
3. Penurunan masukan diet, mual dan muntah.
12
f. Status sosial ekonomi.
Mencakup kondisi tempat tinggal yang memungkinkan klien terpapar oleh
infeksi bakteri atau virus.
g. Masalah-masalah yang dikeluhkan klien.
Sistem kardiovaskuler pada klien PPTI ditemukan tanda seperti
asimtomatik trombosit turun hingga 20.000, terdapat pula tanda perdarahan
seperti; Petekie terjadi spontan. Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor;
Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan; menoragie; hematuria;
perdarahan gastrointestinal dan perdarahan akan lebih banyak keluar lagi setelah
dilakukan pembedahan dan takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas /
istirahat.
Sedangkan tanda pada sistem gastrointestinal yang timbul pada klien PPTI
seperti Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi dan
distensi pada abdomen.
Sistem neurosensori masalah yang terjadi adalah sakit kepala, pusing,
kelemahan, penurunan penglihatan, epistaksis, mental: tak mampu berespons
(lambat dan dangkal).
Sistem pernapasan tanda yang terjadi berupa nafas pendek pada istirahat
dan aktivitas, takipnea, dan dispnea.
Sistem integumen terjadi turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang
elastisitas yang diakibatkan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, ditandai dengan turgor kulit buruk, kulit
tampak kusut dan hilang elastisitas, tubuh lemas.
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel,
ditandai dengan adanya rasa terbakar pada daerah yang terlibat, sianosis,
perasaan baal atau kesemutan, nyeri, eritema,
13
menurunya denyut nadi daerah perifer, dan kepucatan pada area yang
terkena akibat kurangnya oksigen pada daerah perifer.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah, ditandai dengan tekanan darah
menurun, nadi meningkat, kapilari refill menurun (pengembalian darah
kapiler), teraba bagian akral dingin, mukosa pucat, dan sianosis.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ditandai dengan
takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat, kelemahan otot
dan penurunan kekuatan.
14
3.Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Implementasi1. Gangguan pemenuhan
nutrisi dan cairan
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
Menghilangkan
mual dan muntah.
1. Mencukupi kebutuhan kalori setiap hari.
2. Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan
yang sesuai dengan kalori.
3. Meningkatkan rasa keterlibatannya,
memberikan informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi pasien.
4. Menghitung dan menyesuaikan diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
5. Anoreksia dan kelemahan dapat
1. Berikan nutrisi yang
adekuat secara kualitas
maupun kuantitas.
2. Berikan makanan
dalam porsi kecil tapi
sering.
3. Libatkan keluarga
pasien dalam
perencanaan makan
sesuai dengan indikasi.
4. Lakukan konsultasi
dengan ahli diet.
15
mengakibatkan penurunan berat badan dan
malnutrisi yang serius.
5. Pantau pemasukan
makanan dan timbang
berat badan setiap hari.
2. Perubahan perfusi
jaringan berhubungan
dengan penurunan
komponen seluler yang
diperlukan untuk
pengiriman oksigen dan
nutrisi ke sel.
Tekanan darah
normal dan
Pangisian kapiler
baik.
1. Memberikan informasi tentang derajat/
keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menentukan kebutuhan intervensi.
2. Meningkatkan ekspansi paru, memaksimalkan
oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3. Dapat mengindikasikan gangguan fungsi
serebral karena hipoksia.
4. Disapne karena regangan jantung lama/
1. Awasi TTV, kaji
pengisian kapiler.
2. Tinggikan kepala
tempat tidur sesuai
toleransi.
3. Kaji untuk respon
verbal melambat,
mudah terangasang.
4. Awasi upaya
16
peningkatan kompensasi curah jantung. parnafasan, auskultasi
bunyi nafas.
3. Gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigen
berhubungan dengan
penurunan kapasitas
pembawa oksigen
darah.
Mengurangi
distress pernafasan.
1. Perubahan (seperti takipnea, dispnea,
penggunaan otot aksesoris) dapat
menindikasikan berlanjutnya keterlibatan /
pengaruh pernafasan yang membutuhkan
upaya intervensi.
2. Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan
kerja pernafasan dan menurunkan resiko
aspirasi.
3. Meningkatkan areasi semua segmen paru dan
mobilisasikan sekresi.
4. Membantu meningkatkan difusi gas dan
ekspansi jalan nafas kecil.
1. Kaji / awasi frekuensi
pernafasan, kedalaman
dan irama.
2. Tempatkan pasien pada
posisi yang nyaman.
3. Beri posisi dan Bantu
ubah posisi secara
periodic.
4. Bantu klien teknik
nafas dalam.
17
4. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
kelemahan.
Meningkatkan
partisipasi dalam
aktivitas.
1. Mempengaruhi pilihan intervensi.
2. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung
dan paru untuk emmbawa jumlah oksigen ke
jaringan.
3. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan
kebutuhan oksigen tubuh.
4. Hipotensi postural / hipoksin serebral
menyebabkan pusing, berdenyut dan
1. Kaji kemampuan
pasien untuk
melakukan aktivitas
normal, catat laporan
kelemahan, keletihan.
2. Awasi TD, nadi,
pernafasan.
3. Berikan lingkungan
tenang.
4. Ubah posisi pasien
dengan perlahan dan
18
peningkatan resiko cedera. pantau terhadap pusing.
5. Kurang pengetahuan
pada keluarga tentang
kondisi dan kebutuhan
pengobatan
berhubungan dengan
salah interpretasi
informasi.
Pemahaman dan
penerimaan
terhadap program
pengobatan yang
diresepkan.
1. Memberikan dasar pengetahuan sehingga
keluarga / pasien dapat membuat pilihan yang
tepat.
2. Ketidak tahuan meningkatkan stres.
3. Merupakan kekwatiran yang tidak
diungkapkan yang dapat memperkuat ansietas
pasien / keluarga.
1. Berikan informasi
tntang PPTI.
Diskusikan kenyataan
bahwa terapi
tergantung pada tipe
dan beratnya PPTI.
2. Tinjau tujuan dan
persiapan untuk
pemeriksaan
diagnostic.
3. Jelaskan bahwa darah
yang diambil untuk
pemeriksaan
laboratorium tidak akan
19
memperburuk PPTI.
4. Implementasi
Pelaksanaan sesuai dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan literature).
5. Evaluasi
Penilaian sesuai dengan kriteria standart yang telah ditetapkan dengan perencanaan.
1. Klien menunjukkan berat badan stabil.
2. Klien menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil.
3. Klien dapat mempertahankan pola pernafasan normal / efektif.
4. Klien menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
5. Klien menyatakan pemahaman proses penyakit.
6. Klien menunjukkan pemahaman akan prosedur dagnostik dan rencana pengobatan.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Purpura Trombositopenia Idiopatik (PPTI) merupakan suatu kelainan
didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan tromositopenia oleh
karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel
akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari
Imunoglobulin G ( Aru W.Sudoyo, 2006 : 669).
Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari
lesipetekie pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan
mulut. Traktus genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling sering.
Menoragia dapat merupakan gejala satu-satunya dari PPTI dan mungkin tampak
pertama kali pada puberta. Hematuria juga merupakan gejala yang sering.
Perdarahan gastrointestinal biasanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi
denagn hematemesis. Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang paling
serius pada PPTI.
Sindrom PPTI disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang
berikatan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari
sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear melalui reseptor Fc makrofag.
Diperkirakan bahwa PPTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat
kejadian transien trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang
menderita PPTI. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi mekanisme kompensasi
dengan peningkatan produksi trombosit
Klasifikasinya PPTI Akut dan kronis, dimana PPTI akut awalnya dijumpai
trombositopenia pada anak, jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan
setelah diagnosis (remisi spontan), tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
Sedangkan PPTI kronis, trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah
diagnosis, gejalanya tersembunyi dan berbahaya, jumlah trombosit tetap di bawah
normal selama penyakit, bentuk ini terutama pada orang dewasa, PPTI kambuhan,
relaps berulang, jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.
21
3.2 Saran
Dilaksanakannya asuhan keperawatan pada klien Purpura
Trombositopenia Idiopatik diharapkan klien dapat menunjukkan berat badan
stabil, perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil, mempertahankan
pola pernafasan normal / efektif, peningkatan toleransi aktivitas, Klien
menyatakan pemahaman proses penyakit, dan menunjukkan pemahaman akan
prosedur dagnostik dan rencana pengobatan.
Setelah membaca makalah kami ini, kami berharap kepada pembaca,
khususnya pada mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami lebih dalam
mengenai pemasangan trakeostomi.
22