askep pada child neglect

Upload: dwi-wijaya-sefter

Post on 15-Oct-2015

356 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

Askep Pada Child Neglect

TRANSCRIPT

1

Esti

Novi

Alex

Aku

Telda

Jiwa 2

Eendang Mei ,S.Kep Ns, M.Kep

Definisi

Indikator

Faktor presdisposisi dan presipitasi

Dampak jangka panjang dan pendek

Penanganan

Askep

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, demikian disebutkan di dalam Pasal 1 UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam UUD 45, Konvensi Hak Anak dan UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki orang dewasa, hak asasi manusia (HAM). Namun pemberitaan yang menyangkut hak anak tidak segencar sebagaimana hak-hak orang dewasa atau isu gender, yang menyangkut hak perempuan.Kekerasan dan penelantaran pada anak bukanlah masalah baru, bahkan sudah menjadi masalah global dan terjadi pada hampir tiap negara didunia, tidak terkecuali Indonesia.

Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung-jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung-jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 1 UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, kewajiban memberikan perlindungan anak didasarkan atas asas-asas : non diskriminatif, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup kelangsungan hidup dan perkembangan, dan penghargaan terhadap pendapat anak.

Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan anak, anak korban kekerasan, anak korban perlakuan salah dan penelantaran, dilakukan melalui berbagai upaya seperti sosialisasi peraturan perundang-undangan, pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi, baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.

Kekerasan dan penelantaran anak merupakan suatu tindakan yang dpat memberikan dampak dan efek yang panjang, baik untuk anak tersebut dan masa depannya juga dengan lingkungan dimana terdapat anak yang menerima perlakuan menyimpang.1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan child neglect?

1.2.2 Apa saja klasifikasi child neglect?

1.2.3 Apa etiologi dari child neglect?1.2.4 Dampak jangka panjang dan pendek?1.2.5 Apa manifestasi klinis child neglect?

1.2.6 Apa patofisiologi child neglect?

1.2.7 Apa penatalaksanaan child neglect?

1.2.8 Apa tanda dan gejala child neglect?

1.2.9 Apa tanda orang tua yang mengalami child neglect?

1.2.10 Apa sikap yang harus dibina oleh orang tua terhadap anak?

1.2.11 Apa saja yang harus dilakukan oleh seorang perawat dalam penanganan child neglect?

1.2.12 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada child neglect?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian child neglect.

1.3.2 Untuk mengetahui klasifikasi child neglect.

1.3.3 Untuk mengetahui etiologi dari child neglect.1.3.4 Untuk mengetahui manifestasi klinis child neglect.1.3.5 Untuk mengetahui patofisiologi child neglect.1.3.6 Untuk mengetahui penatalaksanaan child neglect.

1.3.7 Untuk mengetahui tanda dan gejala child neglect.

1.3.8 Untuk mengetahui tanda orang tua yang mengalami child neglect.1.3.9 Untuk mengetahui sikap yang harus dibina oleh orang tua terhadap anak.

1.3.10 Untuk mengetahui yang harus dilakukan oleh seorang perawat dalam penanganan child neglect.

1.3.11 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada child neglect.BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiPenelantaran anak (child neglect) adalah kegagalan dalam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya, seperti : kesehatan, pendidikan, perkembangan emosional, nutrisi, rumah atau tempat bernaung, dan keadaan hidup yang aman, di dalam konteks sumber daya yang layaknya dimiliki oleh keluarga atau pengasuh, yang mengakibatkan atau sangat mungkin mengakibatkan gangguan kesehatan atau gangguan perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial. Termasuk didalamnya adalah kegagalan dalam mengawasi dan melindungi secara layak dari bahaya atau gangguan (WHO, ).

Pengabaian fisik seorang anak merujuk pada kegagalan orang tua atau pengasuh untuk memberikan kebutuhan dasar anak, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, perawatan medis dan pendidikan. Pengabaian secara emosional merujuk pada kegagalan kronis orang tua atau pengasuh untuk memberikan anak harapan, cinta, dan dukungan yang dibutuhkan untuk perkembangan suara dan kepribadian yang sehat. (Mary C Towsend 1998).

Neglect childmerupakan penolakan / pengabaian / penelantaran untuk memenuhi kewajiban memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan bagi anak sesuai hukum yang berlaku atau persetujuan.Neglect childbisa secara fisikal, edukasi, maupun emosional. Secara fisikal ialah berupa gagal menyediakan makanan dan pakaian secara layak, kesehatan yang tidak dijaga, pengawasan baik dalam cuaca dan lingkungan. Ditinggal / diterlantarkan juga termasuk dalamnya. Sedang secara edukasi bisa berupa gagal menyediakan atau memberikan pendidikan secara layak, baik sekolah normal ataupun sekolah untuk kebutuhan khusus. Secara emosional/psikis, bisa berupa kurangnya dukungan secara emosional dan kasih sayang, tidak pernah mengunjungi kegiatan anaknya, ataupun karena adanya tindak kekerasan / pelecehan dengan obat obatan sehingga anak menjadi ikut serta dalam mengkonsumsi alcohol dan obat obatan terlarang,dsb. Anak akanmerasa diabaikan, disia-siakan dan tidak diinginkan dengan cara tidak mempedulikan dan menyediakan keperluan dasar anak (Atkinson, 200....).

Definisi dari anak terlantar menurut PMKS Dinas Sosial adalah anak yang berusia 518 tahun yang karena sebab tertentu (karena beberapa kemungkinan misalnyamiskin/tidak mampu, salah seorang dari orang tuanya / wali sakit , salah seorang / kedua orang tuanya/wali atau pengasuh meninggal, keluarga tidak harmonis), sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial dengan kriteria anak (lakilaki/perempuan) usia 518 tahun, anak yatim, piatu, yatim piatu maupun masih punya kedua orang tua, tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya, anak yang lahir karena pemerkosaan, tidak ada yang mengurus dan tidak mendapat pendidikan.

Tindakan tentang penelantaran anak telah diatur oleh Undang-undang, yakni UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengancam pidana bagi pelaku tindakan diskriminasi, penelantaran, pembiaran anak yang berada dalam keadaan darurat, tindakan kekerasan, jual-beli organ anak, eksploitasi ekonomi dan/atau seksual, pemanfaatan anak dalam kegiatan napza, dll. (KUHP)

2.2 Klasifikasi Penelantaran Anak

2.2.1Pengabaian Desersi atau keberadaan anak

Hal ini dapat mencakup kelalaian membawa pulang bayi baru lahir setelah persalinan atau meninggalkan anak di rumah sakit karena kesengajaan. Lalai dalam tanggung jawab akan lahir dan adanya anak di dekat mereka dengan sengaja dilakukan karena adanya penolakan akan kehadiran anak ( ).2.2.2Penelantaran Pendidikan (Educationl Neglect)Yaitu kelalaian orang tua untuk tidak menyekolahkan anak diusia wajib sekolah, tidak memberikan/menyediakan sarana pendidikan yang diperlukan anak, tidak mendaftarkan anak yang memerlukan bidang pendidikan khusus, membiarkan masa muda anak untuk mulai bekerja keras. Melalaikan bidang pendidikan dapat mengakibatkan anak tidak berhasil untuk memperoleh ketrampilan dasar hidup, keluar dari sekolah, menunjukkan perilku mengganggu. Hal ini merupkan ancaman serius pada umur emosional anak, kesehatan fisik, pengembangan atan pertumbuhan psikologis normal.Kelalaian menjamin bahwa anak-anak dapat bersekolah secara teratur, mendapatkan hak mereka untuk bersekolah sewajarnya dan mendapatkan pendidikan sesuai tumbuh kembang mereka yang disesuaikan dengan umur.

2.2.3Penelantaran Emosional (Emotionl / Psychological Neglect)Melalaikan emosional meliputi acuh atau sibuk bekerja keras dengan kehadiran anak, membiarkan seorang anak untuk menggunakan alkohol/obat terlarang, tidak memenuhi kebutuhn psokologis, meremehkan anak dan menolak kasih sayang. Berikut perilaku orang tua yang dianggap sebagai bentuk penganiayaan emosional pada anak :a. Melalaikan.b. Penolakan ( misal menolak untuk memberikan kasih sayang ).c. Secara lisan menyerang anak ( misalnya, meremehkan, saling mengatai atau ancaman ).d. Pengasingan ( Mencegah anak untuk mempunyai kontak sosial normal dengan orang dewasa atau anak anak lain ).e. Teror ( mengancam anak dengan hukuman keras atau menciptakan suatu iklim teror dengan merangsang masa kanak kanak takut ).f. Merusak atau memanfaatkan ( memberi harapan pada anak untuk mulai bekerja dengan perilaku yang bersifat merusak, tidak suka bergaul atau perilaku menyimpang ).Melalaikan emosional dapat berakibat mendorong kegambaran diri anak lemah, penyalahgunaan obat/alkohol, perilaku bersifat merusak dan bahkan bunuh diri.2.2.4Penelantaran Perawatan Kesehatan (Medical Neglect)Yaitu kegagalan untuk menyediaakan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan anak ( walaupun keuangan mampu melakukannya ), menempatkan anak pada kondisi yang mengancam jiwa, atau kondisi sekarat, dan juga termasuk orang tua yang mengabaikan rekomendasi medis untuk seorang anak dengan suatu cacat atau penyakit kronis. Keadaan ini dapat berakibat kesehatan lemah dan permasalahan medis. Walaupun melalaikan medis sering dihubungkan dengan isu keuangan, disini ada suatu pembedaan antara suatu kemampuan dalam kepedulian pemberian untuk menyediakan keperlun dasar pada norma norma budaya atau ketiadaan sumber daya keuangan dan suatu penolakan/keseganan pengetahuan untuk menyediakan pelayanan Kelalaian dalam memberikan perawatan kesehatan, tidak melakukan imunisasi saat masih bayi, tidak memberikan perawatan kesehatan saat anak sakit dan lainnya.2.2.5Penelantaran Gizi

Kelalaian untuk memberikan nutrisi dan cairan yang memadai dan sesuai dengan usia anak sehingga tidak memadai dalam perkembangan, pertumbuhan dan memungkinkan terjadinya kelaparan, dehidrasi, atau gagal tumbuh.

2.2.6Penelantaran Fisik (Physical Neglect)

Kelalaian untuk menyediakan rumah yang aman, kering, dan hangat, untuk anak. Selain itu, jiga adanaya kelalaian untuk menyediakan anak akan kebersihan yang memadai, dan untuk menyediakan pakaian bersih dan tepat.

Melalaikan fisik merupakan mayoritas kasus penganiyaan, biasanya melibatkan orang tua yaitu tidak memenuhi kebutuhan dasar anak, misal pemenuhan makanan, pakaian dan tempat tinggal juga meliputi pengawasan tidak cukup, penolakan kepada anak yang mengarah pada pengusiran. Hal ini dapat membahayakan kesehatan fisik anak, perkembanagn dan pertumbuhan psikologis, serta dapat mengakibatkan anak kurang gizi, penyskit serius, kegagalan untuk tumbuh subur, merugikan fisik dalam wujud memotong, memukul, membakar atau luka luka lain dalam kaitannya ketiadaan pengawasan dan seumur hidup kekaguman pada diri sendiri rendah.

2.2.7Penelantaran dalam pengawasan dan pendampingan

Kelalaian untuk memberikan pendampingan, bimbingan, dan perlindungan kepada anak-anak karena kesengajaan dan kurangnya pengetahuan,orang tua kurang memahami atau mengantisipasi situasi dan keadaan yang berbahaya, seperti perlindungan dari lingkungan yang bahaya seperti racun, listrik, senjata, dan air keras. Adanya kemungkinan orang tua yang mengalami gangguan mental karena penyalahgunaan zat, alcohol dan obat-obatan,juga dapat menyebabkan orang tua mengalami gangguan pola piker yang secara tidak langsung akan terjadi deprivasi social dan tidak lagi peduli dengan dirinya, keluarganya bahkan lingkungannya.

2.3EtiologiBeberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penelantaran adalah:

2.3.1Trauma masa lalu pada orang tua. (Faktor Predisposisi)Perlakuan dimasa lalu yang dialami biasanya akan membekas dalam benak seseorang dan akan melakukan seperti hal yang sama dimasa dewasanya dan ia akan mengadopsi perilaku yang sesuai dengan nilai orang tuanya (Paul Henry Mussen, 1989).

2.3.2Masalah ekonomi (Faktor Presipitasi)Masalah ekonomi juga menjadi penyebab orang tua bersikap demikian kepada anaknya.Pada tahun 1976, Biro Anak-anak Nasional menerbitkan hasil dari suatu survei yang memperlihatkan bahwa ketidakberuntungan yang dialami oleh anak bukanlah disebabkan hanya karena berasal dalam keluarga orang tua tunggal, tetapi juga disebabkan oleh kemiskinan. (Sacharin, 1994)

2.3.3Jumlah anak dalam keluarga (Faktor Predisposisi)Keluarga dengan anggota keluarga lebih dari 4 anak bisanya cenderung untuk tak terlalu memperhatikan perkembangan dari setiap anak-anaknya. Terdapat kecenderungan bagi anak pertama dan anak bungsu untuk mengalami perlakuan yang buruk yakni pada saat anak belum mampu untuk berkomunikasi dan bergerak (Rosa M Sacharin, 1994)

2.3.4Anak yang tidak diharapkan (Faktor Predisposisi)Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Ada beberapa pandangan orang tua yang melihat anak mereka berbeda dari anak lain.Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak dengan berat lahir rendah.

Terdapat juga kemungkinan penyakit organic yang terkait dengan anak atau kepribadian dan perilaku anak yang mengakibatkan orang tua tidak menginginkan anak tersebut (Rosa M Sacharin 1994).

2.3.5Kelainan mental orang tua (Faktor Predisposisi)Mental orang tua ikut mempengaruhi terjadinya penelantaran pada anak. Orang tua yang mengkonsumsi alcohol, penggunaan obat, biasanya akan mengalami gangguan proses piker dan cenderung deprivasi social dan tidak peduli lagi dengan lingkungan sekitarnya.

2.4Manifestasi KlinikTanda dan gejala dari neglect abuse menurut Paul Henry Mussen (1989), dilihat dari keadaan fisik dan keadaan psikologis anak. Manifestasi ini antara lain :

a. Keadaan fisik

kulit yang kotor dan tidak terawat

ruam kulit

gangguan pencernaan

rambut merah, kusam, rontok dan tipis

kurus

b. pasif

pemalu dan tidak percaya diri

menjauhi keramaian

sedih

depresi

tidak percaya dengan orang lain

2.5PatofisiologiNeglect Abuse merupakan suatu keadaan dimana anak tidak mendapatkan perhatian atau ditelantarkan. Neglect abuse sendiri dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain penelantaran pendidikan, perawatan kesehatan, emosional, gizi, fisik, dan penelantaran terhadap pengawasan dan pendampingan anak.

Dalam penelantaran pendidikan, anak atau bayi yang baru lahir tidak aktif berkomunikasi dengan orang tua, akibatnya fungsi bicara tidak matang, terjadi keterlambatan berbahasa, gangguan komunikasi dan secara tidak langsung akan mengakibatkan anak mengalami harga diri rendah. Karena fungsi bicaranya yang kurang, anak akan mengalami penolakan untuk masuk sekolah sehingga memungkinkan terjadinya keterlambatan pendidikan dan IQ anak akan rendah.Pengabaian dalam pendidikan meliputi kegagalan dalam mendidik anak untuk mampu berinteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkannya atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarganya sehingga anak terpaksa putus sekolah.Bila kebutuhan fisik tidak terpenuhimaka anak akan terganggu kelangsungan hidupnya. Namun bila kebutuhan psikis tidak terpenuhi maka anak tidak akan mendapatkan kepuasan, percaya diri sendiri,dan hubungan dengan orang lain akan tidak terbina dengan baik.

Pengabaian dalammendapat pengobatan meliputi kegagalan dalammerawat anak dengan baik. Misalnya imunisasi atau kelalaian dalam mencari pengobatan sehingga memperburuk penyakit anak.

Adanya penelantaran terhadap anak juga dapatmenyebabkan terjadinya gangguan psikologi kejiwaan. Anak akan merasa tertekan, sehingga memunculkan respon tubuh yakni stres. Stres akan mengaktivasi pusat stres yakni hipotalamus. Hipotalamus juga dinamakan pusat stres otak karena fungsi gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya adalah mengaktivasi cabang simpatis dan sistem saraf otonomik. Sistem simpatis juga menstimulasi medulla adrenal untuk melepaskan hormon Epineprin dan noreprineprin ke dalam pembuluh darah. Epineprin memiliki efek yang sama pada otot dan organ seperti sistem saraf simpatis dan dengan demikian berfungsi memperkuat tingkat rangsangan. Norepineprin mengaktivasi pada kelenjar hipofisis, bertanggung jawab secara tidak langsung untuk pelepasan gula dari hati.

Hipotalamus melakukan fungsi kedua (aktivasi sistem korteks adrenal) dengan mengirim sinyal ke kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawahnya agar mensekresikan hormon adrenokortikotropik (ACTH), hormon stres utama dalam tubuh. ACTH menstimulasi lapisan luar kelenjar adrenal yang menyebabkan pelepasan sekelompok hormon (salah satu yang utama adalah kortisol) yang meregulasi kadar glukosa dan mineral tertentu di dalam darah. (Rita L Atkinson dkk 1987).

Pada anak terlantar yang tidak mendapatkan perhatian akan mengalami defisit perawatan diri. Yang diantaranya akan mengakibatkan higiene buruk, penampilan lusuh dan kotor serta kebutuhan makan tidak tercukupi.Higiene yang buruk secara tidak langsung akan menyebabkan anak mengalami radang gusi, rambut berwarna merah dan kulit gatal karena kebutuhan higiene diri yang menyangut kebutuhan mandi kurang terpenuhi.

Seorang anak yangterlantar, cenderung mengalamikebutuhan makanyangtidak terpenuhipula,hal iniakan mengakibatkanasupannutrisinya menurun, mengalami kurang gizi sehingga menyebabkan imunitasnya ikutturun dananak akanmudah sakit.Selain itu anak akan mengalami dehidrasi berat, kelaparan, kurus dan gangguan pencernaan lain serta kemungkinan besar akan terjadi gagal tumbuh kembang. (Potter Perry 2005)

Pada anak terlantar juga dimungkinkan besar akan terjadi isolasi social di dalam dirinya. Anak yang sejak kecil terbiasa ditelantarkan akan menimbulkan kepercayaan pada dirinya bahwa orang lain adalah hal yang menakutkan baginya. Dia tidak menyukai siapapun orang baru yang berada di lingkungannya atas factor kebiasaan perlakuan buruk yang ia alami sebelumnya.2.6PenatalaksanaanPerawatan dan perlindungan pada anak terlantar biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga perlindungan anak seperti UNICEF, Yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN), Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Dinas Sosial dan lembaga-lembaga swasta seperti Panti Asuhan dan lain-lain. Perlindungan dan kesejahteraan anak telah diatur oleh undang-undang, seperti misalnya pada pasal 23 Tahun 2002. Masyarakat yang menjumpai adanya perlakuan yang salah pada anak seperti penelantaran anak bisa melaporkannya kepada lembaga-lembaga pemerintah seperti di atas.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada anak yang ditelantarkan tidak hanya berfokus pada kesehatan fisiologinya saja, tapi juga pada kesehatan psikologisnya. Perawatan pada anak terlantar meliputi 2 aspek, yakni dalam hal kesehatan yang berhubungan dengan penyakit yang timbul akibat dari kurangnya perhatian dan penatalaksanaan dalam bidang psikologi jiwanya yang secara tidak langsung juga akan mengalami gangguan akibat stress emosional yang dirasakan selama mengalami penelantaran. Penatalaksanaan psikologis biasanya dilakukan oleh psikiatri, psikolog anak dan perawat jiwa, dimana dalam pelaksanaannya banyak dilakukan di lembaga-lembaga social seperti telah dijelaskan sebelumnya.

2.6.1 Penatalaksanaan psikologis

Mengurangi respon stress, antara lain dengan :

a. olahraga

b. humor

c. istirahat

d. nutrisi

e. tehnik relaksasi

f. spiritualitas (Potter Perry,2005)

2.6.2Pendampingan anak.

Anak perlu didampingi dalam melakukan aktivitas dan dalam pemulihan kondisi kesehatannya. Pendampingan anak dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan semakin parah dan dalam proses perbaikan kesehatan psikologinya.

2.6.3Terapi bermain

Terapi bermain (play therapy) memungkinkan anak mengatasi frustasi dan merupakan suatu medium bagi ahli terapi untuk menganalisis konflik dan masalh yang terjadi pada anak. Fungsi dari bermain yakni memberikan kesempatan pada anak untuk menyalurkan energy, membnatu anak belajar tentang keterampilan social, dan menolong anak menguasai kecemasan dan konflik karena tekanan(Freud dan Erikson).

a. Tehnik terapi bermain :

Tekhnik terapi bermain ini meliputi permainan boneka, cerita, aktivitas kelompok dan permainan pasir.

Boneka.

Selama bermain anak akan mengidentifikasikan diri dengan boneka, memproyeksikan sendiri ke dalam figure permainan, memindahkan konflik kepada boneka. Bagi konselor, permainan ini dapat memberikan suatu pandangan tentang pikiran, perasaan, dan tingkah laku anak.

Bercerita

Bercerita merupakan bentuk permainan yang paling sehat. Pendekatan terapi yang dilakukan adalah dengan mengajak, memberikan waktu, dan membiarkan anak bercerita, dari cerita yang diungkapkan anak, konselor dapat menciptakan cerita yang mengarahkan pada pemecahan masalah yang dialami anak. Dengan mendengarkan cerita anak, konselor dapat memahami lebih baik tentang konflik dan masalah yang terjadi pada diri anak.

Aktivitas kelompok

Bermain kelompok atau tim, berbagi cerita dan diskusi dapat memberikan kesempatan pada anak untuk bercerita tentang pikiran dan perasaan mereka, mencoba tingkah laku baru dalam kelompok dan menerima umpan balik dari teman sebaya mereka. Permainan kelompok dapat membantu anak mengkomunikasikan masalah-masalah mereka secara langsung dan tidak langsung melaui tingkah laku mereka dan ungkapan kata-kata mereka.

Permainan Pasir

Permainan pasir mempunyai keuntungan yang berbeda dalam pendekatan terapeutik karena tidak memerlukan keterampilan khusus seperti menggambar. Ketika anak bermain dalam pasir, anak dapat menciptakan adegan, memerankan perasaan, dan bermain di luar perasaan dan pikiran mereka yang mendalam. Anak akan bermain sesuai dengan apa yang ingin mereka lakukan. Dengan mengobservasi anak bermain, bentuk perilaku yang dilakukan saat bermain dan ungkapan yang dikatakan oleh anak, konselor dapat melihat dan mengamati apa masalah yang terjadi pada anak.

2.6.4Pendekatan terapi behavioural (terapi tingkah laku)

Tujuan dari terapi ini adalah mengahapus/menghilangkan tingkah laku maladaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.

a. Prinsip Kerja Teknik Terapi Tingkah Laku :

Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar anakterdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku anak.

Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.

Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.

Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).

Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial.

2.6.5Penatalaksanaan fisiologis

Penatalaksanaan secara fisiologis tergantung dari ketidaknormalan fisiologis yang diderita anak. Anak yang mengalami neglect abuse biasanya mengalami gangguan system pencernaan seperti kelaparan yang sangat, dehidrasi berat, gastritis dan lain-lain. Selain itu juga terjadinya kerusakan kulit, seperti kulit gatal dan merah akibat deficit perawatan diri. Penanganan utama seperti pemberian nutrisi adalah penting untuk dilakukan.

2.6.6Program pemberdayaan anak terlantar

Pemberdayaan pada dasarnya lebih luas dari hanya pemenuhan kebutuhan dasar. Pemberdayaan ini yakni dengan memberikan pelatihan dan keterampilan pada anak yang sudah tidak mempunyai keluarga sendiri. Pelatihan keterampilan ini dimaksudkan untuk menciptakan kemandirian bagi anak tersebut untuk hidup mandiri di masa depannya. Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralih fungsinya individu yang semula tidak mandiri menjadi lebih mandiri.2.6.7 Penatalaksanaan Kepada Orang Tua

a. Bersikap lebih peka terhadap kondisi fisik dan mental anakb. Hubungan orang tua dan anak sehat, terbuka, penuh kasih sayangc. Menjadi oarang tua yang penyayang dan melindungi anak-anak serta menjamin kesejahteraanyad. Menanamkan keterbukaan pada anak untuk berbagi cerita tentang kegiatannya sehari-harie. Berkonsultasi dengan guru tentang pertumbuhan anakf. Bersatu dengan para orang tua disekitar mupun dilingkungan sekolah, tetangga untuk bersiaga dalam mencegah terjadinya penelantaran anak.2.7 Tanda dan Gejala Anak dengan Child Neglecta. Menunjukkan perubahan tingkah laku dan kemampuan belajar di sekolah.

b. Tidak memeperoleh bantuan untuk mengatasi masalah fisik dan kesehatan yang menjadi perhatian orang tua.

c. Memiliki ganggun belajar atau sulit berkonsentrasi yang bukan merupakan merupakan akibat dari masalah fisik atau psikologis tertentu

d. Selalu siaga dan curiga solah olah bersiap untuk terjadinya hal yang buruk.

e. Kurang mendapatkan pengarahan orang dewasa.

f. Selalu pasif, mengeluh atau menghindar.

g. Datang ke sekolah / tempat aktivitas selau lebih awal dan pulang terakhir, bahkan sering tidak mau pulang kerumah

h. Orang tua dan anak jarang bersentuhan fisik dan bertatap muka

i. Mengungkapkan bahwa tidak ada seorangpun di rumah yang merawatnya.

j. Tidak berpakain yang sewajarnya atau secukupny.

k. Penampilan fisiknya sering dalam keadaan kotor dan berbau.

l. Meminta minta / mencuri uang dan makanan.

m. Sering absen di sekolah.

n. Mengkonsumsi alkohol dan obat terlarang.

o. Tidak terpenuhinya kebutuhan perawatan medis, gigi maupun perwatan

mata atau lainnya

2.8 Tanda Tanda Orang Tua Yang Melakukan Penelantaran

a. Orang tua tak acuh pada anak.

b. Menunjukan sikap apatis dan depresi.

c. Tingkah laku tidak rasional dan berlebihan.

d. Menuntut tingkat kemmpun fisik akademik yang tak terjangku oleh anak.

e. Hanya memperlakukan anak sebagai pemenuhan kepuasan akan kebutuhan emosional untuk mendapatkan perhatian dan perawatan.

f. Menganggap anak sebagai anak yang bandel, tidak berharga dan susah

diatur.

g. Meminta guru untuk memberikan hukuman yang berat dan menerapkan

disiplin pada anak

h. Menyangkal adanya masalah pada anak baik dirumah maupun disekolah

dan menyalahkan anak untuk semua masalahnya.

i. Kurang memberi perhatian dan pengarahan pada anak

2.9Sikap yang Harus Dibina oleh Orang Tua Terhadap Anaknya

a. Bersikap lebih peka terhadap kondisi fisik dan mental anak.

b. Hubungan orang tua dan anak sehat, terbuka, penuh kasih sayang.

c. Menjadi oarang tua yang penyayang dan melindungi anak-anak serta menjamin kesejahteraanya.

d. Menanamkan keterbukaan pada anak untuk berbagi cerita tentang

kegiatannya sehari-hari.

e. Berkonsultasi dengan guru tentang pertumbuhan anak.

f. Bersatu dengan para orang tua disekitar mupun dilingkungan sekolah,

tetangga untuk bersiaga dalam mencegah terjadinya penelantaran anak.

2.10Peran perawat dalam penanganan anak terlantar2.10.1Peranan sebagaiMotivatorPerawat dapat berperan untuk memberikan motivasi kepada anak terlantar dan orang tuanya dalam mengatasi permasalahan yang dialami.

2.10.2Peranan sebagaiEnablerPerawat berperan sebagai pemungkin atau orang yang meyakinkan anak terlantar dan orantuanya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan pemanfaatan berbagai sistem sumber yang ada.

2.10.3Peranan sebagaiFasilitator dan mediator.Peran pekerja sosial memfasilitasi anak terlantar dan orangtuanya untuk mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Perawat bisa melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat beberapa perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Perawat dapat memerankan sebagai fungsi kekuatan ketiga untuk menjembatani antara keluarga dan anak dari factor-faktor pencetusnya. Kegiatan yang dilakukan sebagai mediator yaitu menghubungkan anak terlantar dan keluarganya dengan sistem sumber yang ada dalam masyarakat baik sistem sumber informal maupun formal.

2.10.4Peranan sebagaiPublic EducatorMemberikan dan menyebarluaskan informasi mengenai masalah dan pelayanan-pelayanan sosial yang tersedia.

2.10.5Peranan sebagaiAdvocatePeranadvocateatau pembelaan merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan kegiatan politik. Peran ini dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak dan kewajiban anak terlantar.BAB III

Askep Teoritis3.1 Pengkajian

a. Lakukan pengkajian fisik dengan perlakuan khusus pada manifestasi potensial / penganiyaan / pengbaian.b. Dapatkan riwayat kejadian, waspadai adanya ketidaksesuaian dalam deskripsi oleh pemberi asuhan dan observasi.c. Perhatikan urutan kejadian, termasuk waktu, trauma selang waktu antar kejadian cedera dan mulainya pengobatan.d. Wawancarai anak, termasuk pertanyaan verbal dan informasi dari menggambar atau aktivitas bermain lainnya.e. Wawancarai orang tua, saksi mata atau orang terdekat lainnya, termasuk kutipan verbal mereka.f. Observasi interksi orang tua anak ( interaksi verbal, kontk mata sentuhan, bukti kekhawatiran orang tua g. Observasi atau dapatkan informsi mengenai nama, usia dan kondisi anak-nak lain dalam rumah yang sama ( bila mungkin ).h. Lakukan tes perkembangan.i. Bantu dengan prosedur diagnostik dan tes misalnya radiologi, pengumpulan spesimen untuk pemeriksaan.3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Risiko trauma b.d kegiatan dilingkungan rumah dan klien mudah tersinggung.b. Cemas b.d substans abuse.c. Harga diri rendah situasional b.d kurang pengakuan atau penghargaan.d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan ingkungan, kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.3.3Intervensi

DiagnosaNOC : Risk ControlNIC : Risk Control Environment

Risiko Trauma b.d Kegiatan dilingkungan rumah dan klien mudah tersinggung

Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien diharapkan mampu, dengan kriteria hasil :

1. Menggunakan strategi kontrol resiko bila diperlukan.

2. Mengetahui faktor resiko.

3. Menunujukkan perubahan status kesehatan1. Identifikasi kebutuhan pengamanan pasien,meliputi fisik, kebiasaan, dan fungsi kognitif.

2. Identifikasi bahaya lingkungan.

3. Hilangkan risiko bahaya dilingkungan bila memungkinkan.

4. Gunakan alat pelindung untuk menghindari situasi bahaya.

5. Identifikasi perubahan status keamanan.

6. Berikan nomor darurat yang bisa dihubungi (polisi, rumah sakit, dan lain-lain).

DiagnosaNOC : Kontrol CemasNIC : Penurunan cemas

Cemas b.d Substans abuse

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat kecemasan klien turun dengan kriteria hasil :

1. Menyingkirkan tanda kecemasan.

2. Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas.

3. Merencanakan dan menggunakan strategi koping.

4. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan.

5. Melaporkan penurunan durasi dari episode cemas.

6. Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori.

7. Tidak ada manifestasi klinik perilaku kecemasan

1. Tenangkan klien.

2. Berusaha memahami keadaan klien.

3. Gunakan pendekatan dan sentuhan, verbalissi untuk meyakinkan pasien tidak sendiri dan mengajukan pertanyaaan

4. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa takut.

5. Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan.

6. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas.

7. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.

8. Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan

DiagnosaNOC: Self EsteemNIC Self Esteem Enhancement

Harga Diri Rendah Situasional b.d Kurang pengakuan dan penghargaan

Setelah dilakukan tindakan keperawaatan diharapkan harga diri pasien meningkat dengan kriteria hasil :

1. Verbalisasi penerimaan diri.

2. Peneriman keterbatasan diri.

3. Memepertahankan kontak mata dan posisi tegak.

4. Menggambarkan diri.

5. Komunikasi terbuka.

6. Tingkat percaya diri.

7. Keseimbangan dalam berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok1. Anjurkan kontak mata dalam komunikasi dengan yang lainnya.

2. Eksplorasi kesuksesan terakhhir yang diterima.

3. Anjurkan pasien untuk mengevaluasi kebisanya.

4. Berikan penghargaan atas peningkatan keadaan pasien

DiagnosaNOC: Self care defisitNIC : Self care defisit

Defisit perawatan diri

Berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan lingkungan, kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama . Defisit perawatan diri teratas dengan kriteria hasil :1. Klien terbebas dari bau badan.

2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.

2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.

3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.

4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.

5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.

6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.

7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.

8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

2.4EVALUASIDiagnosa I : Risiko trauma b.d Kegiatan lingkungan rumah dan klien

mudah tersinggung1. Menggunakan strategi kontrol resiko bila diperlukan.2. Mengetahui faktor resiko.3. Menunujukkan perubahan status kesehatanDiagnosa II : Cemas b.s substans abuse1. Menyingkirkan tanda kecemasan.2. Menurunkn stimulasi lingkungan ketika cemas.3. Merencanakan dan menggunakan strategi koping.4. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan.5. Melaporkan penurunan durasi dari episode cemas.6. Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori.7. Tidak ada manifestasi klinik perilaku kecemasanDiagnosa III : Harga diri rendah situasional b.d kurang pengakuan dan penghargaan1. Verbalisasi penerimaan diri.2. Peneriman keterbatasan diri.3. Memepertahankan kontak mata dan posisi tegak4. Menggambarkan diri5. Komunikasi terbuka6. Tingkat percaya diri7. Keseimbangan dalam berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok.

Diagnosa IV : Defisit perawatan diri berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan lingkungan, kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.1. Klien terbebas dari bau badan.

2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs.BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan 4.1.1 Penelantaran anak (child neglect) adalah kegagalan dalam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya, seperti : kesehatan, pendidikan, perkembangan emosional, nutrisi, rumah atau tempat bernaung, dan keadaan hidup yang aman, di dalam konteks sumber daya yang layaknya dimiliki oleh keluarga atau pengasuh, yang mengakibatkan atau sangat mungkin mengakibatkan gangguan kesehatan atau gangguan perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial. Termasuk didalamnya adalah kegagalan dalam mengawasi dan melindungi secara layak dari bahaya atau gangguan.(WHO).

4.1.2 Klasifikasi penelantaran anak, pengabaian desersi atau keberadaan anak, penelantaran pendidikan (educationl neglect), penelantaran emosional (emotionl / psychological neglect), penelantaran perawatan kesehatan (medical neglect), penelantaran gizi, penelantaran fisik (physical neglect), penelantaran dalam pengawasan dan pendampingan.

4.1.3 Etiologi, trauma masa lalu pada orang tua, masalah ekonomi, jumlah anak dalam keluarga, anak yang tidak diharapkan, kelainan mental orang tua.

4.1.4 Manifestasi Klinika. Keadaan fisik

kulit yang kotor dan tidak terawat

ruam kulit

gangguan pencernaan

rambut merah, kusam, rontok dan tipis

kurus

b. pasif

pemalu dan tidak percaya diri

menjauhi keramaian

sedih

depresi

tidak percaya dengan orang lain

4.1.5 Penatalaksanaan a. Penetalaksanaan psikologis

olahraga

humor

istirahat

nutrisi

tehnik relaksasi

spiritualitas (Potter Perry,2005)

b. Pendampingan anak.

Terapi bermain

Pendekatan terapi behavioural (terapi tingkah laku)

c. Penatalaksanaan fisiologis

Program pemberdayaan anak terlantar4.1.6 Tandatanda anak yang mengalami penelantaran atau kekerasan

a. Menunjukkan perubahan tingkah laku dan kemampuan belajar di sekolah.

b. Tidak memeperoleh bantuan untuk mengatasi masalah fisik dan kesehatan yang menjadi perhatian orang tua.

c. Memiliki ganggun belajar atau sulit berkonsentrasi yang bukan merupakan merupakan akibat dari masalah fisik atau psikologis tertentu

d. Selalu siaga dan curiga solah olah bersiap untuk terjadinya hal yang buruk.

e. Kurang mendapatkan pengarahan orang dewasa.

f. Selalu pasif, mengeluh atau menghindar.

g. Datang ke sekolah / tempat aktivitas selau lebih awal dan pulang terakhir, bahkan sering tidak mau pulang kerumah

h. Orang tua dan anak jarang bersentuhan fisik dan bertatap muka

i. Mengungkapkan bahwa tidak ada seorangpun di rumah yang merawatnya.

j. Tidak berpkain yang sewajarnya atau secukupnya.

k. Penampilan fisiknya sering dalam keadaan kotor dan berbau.

l. Meminta minta / mencuri uang dan makanan.

m. Sering absen di sekolah.

n. Mengkonsumsi alkohol dan obat terlarang.

o. Tidak terpenuhinya kebutuhan perawatan medis, gigi maupun perwatan mata atau lainnya

4.1.7Tanda Tanda Orang Tua Yang Melakukan Penelantaran

a. Orang tua tak acuh pada anak.

b. Menunjukan sikap apatis dan depresi.

c. Tingkah laku tidak rasional dan berlebihan.

d. Menuntut tingkat kemmpun fisik akademik yang tak terjangku oleh anak.

e. Hanya memperlakukan anak sebagai pemenuhan kepuasan akan kebutuhan emosional untuk mendapatkan perhatian dan perawatan.

f. Menganggap anak sebagai anak yang bandel, tidak berharga dan susah diatur.

g. Meminta guru untuk memberikan hukuman yang berat dan menerapkan disiplin pada anak

h. Menyangkal adanya masalah pada anak baik dirumah maupun disekolah dan menyalahkan anak untuk semua masalahnya.i. Kurang memberi perhatian dan pengarahan pada anak

4.1.8Sikap yang Harus Dibina oleh Orang Tua Terhadap Anaknya

a. Bersikap lebih peka terhadap kondisi fisik dan mental anak.

b. Hubungan orang tua dan anak sehat, terbuka, penuh kasih sayang.

c. Menjadi oarang tua yang penyayang dan melindungi anak-anak serta menjamin kesejahteraanya.

d. Menanamkan keterbukaan pada anak untuk berbagi cerita tentang kegiatannya sehari-hari.

e. Berkonsultasi dengan guru tentang pertumbuhan anak.

f. Bersatu dengan para orang tua disekitar mupun dilingkungan sekolah, tetangga untuk bersiaga dalam mencegah terjadinya penelantaran anak.

4.1.9 Peran perawat dalam penanganan anak terlantara. Peranan sebagaiMotivator.b. Peranan sebagaiEnablerc. Peranan sebagaiFasilitator dan mediator.d. Peranan sebagaiPublic Educatore. Peranan sebagaiAdvocate4.2 Saran

Sebagi seorang perawat harus dapat berperan aktif sebagai motivator, enabler, fasilitator, public educator, dan advocate dalam kasus child neglect.

Daftar Pustaka

Harold, Karlan MD dkk.1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2 Edisi ke 7. Jakarta : EGC.