askep lansia

Upload: galuh-f-saraswati

Post on 08-Mar-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

askep lansia

TRANSCRIPT

A. LATAR BELAKANGPeningkatan penduduk lansia pada dasarnya merupakan dampak positif dari pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan angka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Namun, disisi lain pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui perubahan nilai-nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia. Lansia sering kehilangan pertalian keluarga yang selama ini diharapkan. Perubahan yang terjadi juga menyebabkan berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk - bentuk dukungan keluarga terhadap lansia (Junaidi, 2007). Penduduk lansia di Indonesia tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa, dengan usia harapan hidup 66,2 tahun, tahun 2010 diperkirakan jimlah lansia sebesar 23,9 juta jiwa dengan usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup 71,1 tahun. Peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan kesehatan dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat (MENKOKESRA, 2007).Meningkatnya jumlah lansia membutuhkan penanganan yang serius karena secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran baik dari fisik, biologis, maupun mentalnya. Hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan budaya sehingga perlu adanya peran serta dan dukungan dari keluarga dalam penanganannya. Menurunnya fungsi berbagai organ, lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif dan penyakit metabolik (Nugroho, 2000). Variasi nilai, kepercayaan, bahasa dan pengalaman masa lalu lansia menuntut perawat menambah pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam memberikan perawatan sesuaii dengan budaya dan bahasa yang tepat. Perawat harus memahami masalah penting dari mengahadapi orang banyak dalam memberikan pelayanan dan perbedaan tujuan kesehatan. Perbedaan budaya meminimalkan frustasi kan konflik budaya antara lansia, perawat dan pemberi pelayanan kesehatan.

B. RUMUSAN MASALAHC. TUJUAN PENULISAN

BAB IIPEMBAHASANA. DEFINISI LANSIAUsia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Menurut WHO (1989), dikatakan usia lanjut tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan. Konteks kebutuhan tersebut dihubungkan secara biologis, sosial, dan ekonomi dan dikatakan usia lanjut dimulai paling tidak saat masa puber dan prosesnya berlansung sampai kehidupan dewasa (Depkes RI, 1999). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), lanjut usia adalah tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun ke atas. Lebih rinci, batasan penduduk lansia dapat dilihat dari aspek-aspek biologi, ekonomi, sosial, dan usia atau batasan usia, yaitu (Notoadmodjo, 2007): a. Aspek Biologi Penduduk lansia ditinjau dari aspek biologi adalah penduduk yang telah menjalani proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan seiring meningkatnya usia, sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Proses penuaan berbeda dengan pikun (senile dementia) yaitu perilaku aneh atau sifat pelupa dari seseorang di usia tua. Pikun merupakan akibat dari tidak berfungsinya beberapa organ otak, yang dikenal dengan penyakit Alzheimer.b. Aspek Ekonomi Aspek ekonomi menjelaskan bahwa penduduk lansia dipandang lebih sebagai beban daripada potensi sumber daya bagi pembangunan. Warga tua dianggap sebagai warga yang tidak produktif dan hidupnya perlu ditopang oleh generasi yang lebih muda. Bagi penduduk lansia yang masih memasuki lapangan pekerjaan, produktivitasnya sudah menurun dan pendapatannya lebih rendah dibandingkan pekerja usia produktif. Akan tetapi, tidak semua penduduk yang termasuk dalam kelompok umur lansia ini tidak memiliki kualitas dan produktivitas rendah. c. Aspek Sosial Dari sudut pandang sosial, penduduk lansia merupakan kelompok sosial tersendiri. Di negara Barat, penduduk lansia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Di masyarakat tradisional di Asia, penduduk lansia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh masyarakat. d. Aspek Umur Dari ketiga aspek di atas, pendekatan umur adalah yang paling memungkinkan untuk mendefinisikan penduduk usia lanjut. Batasan usia lanjut didasarkan atas Undang-Undang No.13 Tahun 1998 adalah 60 tahun. Namun, berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam program kesehatan Usia Lanjut, Departemen Kesehatan membuat pengelompokan seperti di bawah ini (Notoadmodjo, 2007): 1. Kelompok Pertengahan Umur Kelompok usia dalam masa verilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun).2. Kelompok Usia Lanjut Dini Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun). 3. Kelompok Usia Lanjut Kelompok dalam masa senium (65 tahun ke atas).4. Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat. Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia meliputi (Notoadmodjo, 2007): 1. Usia pertengahan adalah kelompok usia 45-59 tahun 2. Usia lanjut adalah kelompok usia antara 60-70 tahun 3. Usia lanjut tua adalah kelompok usia antara 75-90 tahun 4. Usia sangat tua adalah kelompok usia di atas 90 tahun

A. PENGARUH MASALAH SOSIAL BUDAYA PADA LANSIASebagian orang menjelaskan bahwa kebudayaan itu adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari secara turun temurun , tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit . Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit , tetapi mempunyai struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri.Hubungan antara faktor sosial budaya dan pelayanan kesehatan pada lansia sangatlah penting untuk di pelajari khususnya bagi tenaga kesehatan. Bila suatu informasi kesehatan yang baru akan di perkenalkan kepada masyarakat haruslah di barengi dengan mengetahui terlebih dahulu tentang latar belakang sosial budaya yang dianut di dalam masyarakat tersebut.Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tertentu tidaklah kaku dan bisa untuk di rubah, tantangannya adalah mampukah tenaga kesehatan memberikan penjelasan dan informasi yang rinci tentang pelayanan kesehatan yang akan di berikan kepada masyarakat . Ada banyak cara yang bisa dilakukan , mulai dari perkenalan program kerja, menghubungi tokoh-tokoh masyarakat maupun melakukan pendekatan secara personal .Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah - masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka. Sebaliknya strukturkehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran fungsional pada warga usia lanjut, posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan terhadap tema - tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya.Era globalisasi membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan terus menerus , membuat nilai - nilai tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada masa sekarang,seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni : kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai masalah kejiwaan Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial budaya lansia secara umum yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia .

Lansia dalam Berbagai BudayaASIA Indonesia Studi-studi yang memfokuskan kepada orang lansia (aging) di Indonesia, telah mengungkapkan bahwa orang-orang lansia masih diberikan penghargaan yang layak, dianggap sebagai sumber kearifan, orang yang patut dihormati, tokoh yang merestui, melindungi dan menjadi panutan bagi keluarga yang lebih muda. orang lansia memiliki peranan dalam kehidupan sosialnya sebagaimana halnya sebagai salah satu anggota kerabat atau masyarakat secara lebih luas. Oleh karena itu, peranan mereka dalam masyarakat masih sangat diperhitungkan. Deskripsi etnografi suku bangsa di Indonesia memberi gambaran tentang kedudukan orang tua dalam sistem kekerabatan dan masyarakatnya. Orang lansia merupakan kelompok sosial yang dihormati dan dihargai. Sikap dan perlakuan terhadap orang-orang tua dinyatakan secara simbolik dalam upacara perkawinan (Swasono, 1989)

Nias Pada suku Nias, masa tua dalam keluarga dianggap saatnya menjadi penasehat, dihormati oleh segenap anggota keluarga dan komunitas dan menjadi seorang yang dalam legenda suku bangsa Nias disebut Todo Hia. Nasehatnya selalu dipatuhi karena dianggap sebagai orang yang patut dipercayai dan bijaksana. Seseorang yang telah berumur tua memiliki banyak pengalaman dan menjadi sumber cerita, legenda dan mitos (Laiya 1983:54). Masa tua diistilahkan di Nias bawa lewato yang berarti pintu gerbang kuburan. Menurut mereka, kematian telah dekat bagi mereka. Karena itu anak-anak dan keturunannya selalu memelihara mereka dengan baik dan hati-hati. Anak-anak akan menyuguhkan makanan yang baik dan pakaian yang baik dan pantas dan mematuhi perintah mereka serta melayani mereka dengan hormat (Laiya 1983: 55).

Jawa Pada suku bangsa Jawa orang-orang tua dipandang berhak atas penghormatan yang tinggi dan banyak yang hidup menghabiskan umurnya semata-mata dengan menerima penghormatan, karena kelebihan pengetahuan mereka akan masalah kebatinan dan masalah praktis. Tetapi bagi mereka yang jompo dan pikun penghormatan bisa menjadi berkurang (Geertz 1985:149). Hubungan penghormatan dapat dilihat dalam penggunaan bahasa yang tinggi (krami) ketika berbicara kepada orang tua, dan dalam keluarga priyayi tradisional orang malahan menyembah dahulu sebelum berbicara (Koentjaraningrat 1994 :273). Kehidupan orang tua pada umumnya tenang. Mereka sangat berguna untuk mengasuh anak-anak di dalam keluarga, dan biasanya terdapat hubungan yang hangat dan tidak canggung antara mereka yang lebih tua dan yang lebih muda di rumah.

Bali Orangtua diibaratkan Tuhan yang nyata. Walau rajin bersembahyang, tetapi tidak hormati orangtua, dalam Sarasamuccaya dijelaskan, anak bertengkar dengan orangtuanya, dia pasti akan mendapatkan penderitaan. Dalam Veda dijelaskan, siapa saja mempunyai masalah dengan orangtua pasti hidupnya tidak akan selamat. Jika seseorang memelihara orangtuanya dan bersama-sama hingga kematian menjemput mereka, bayarannya surga. Dalam Catur Warna Asrama Dharma sudah dijelaskan ke dalam konsep budaya yang ada di Bali. Misalnya ketika masih ada dalam brahmacari disebut Ni Ketut (perempuan) dan I Made (laki). Setelah berkeluarga punya anak dipanggill Pan. Kemudian menjadi kakek. Secara struktural konsep ini sudah ada. Persoalannya nilai dalam Catur Warna Asrama Dharma tidak terwariskan. Mungkin dalam kasus tertentu orangtua tak memelihara dengan baik anaknya, sehingga anaknya punya dendam. Secara umum ajaran Catur Warna Asrma Dharma diimplementasikan dalam kehidupan sosial masyarakat di Bali, desa pakraman dianggap asrama, tempat orang Hindu bertempat tinggal dan melakukan kewajiban sesuai kedudukannya.

Minangkabau Pada suku bangsa Minangkabau, orang tua dalam keluarga luas matrilineal dipandang sebagai orang yang patut dihormati. Orang tua laki-laki memperoleh gelar kehormatan dan menjadi pemimpin bagi keluarga luasnya atau kampungnya. Laki-laki tua (mamak) memberikan nasehat untuk semua masalah terutama masalah adat (Navis 1984). Sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan kok pai tampek batanyo, kok pulang tampek babarito (jika pergi tempat bertanya, jika pulang tempat mengadu. Penelitian Edi Indrizal (2005) mengenai orang lansia di Minangkabau, menunjukkan bahwa dalam tatanan ideal masyarakat matrilineal Minangkabau, hubungan struktur keluarga, ikatan solidaritas sosial, dan tradisi merantau kesemuanya fungsional sebagai jaminan sosial bagi orang lansia sehingga orang lansia tidak boleh hidup tersia-sia di hari tuanya, maka hal itu dapat menjadi aib malu anak-kemenakan, keluarga, kerabat atau bahkan orang sekampung. Namun dalam kondisi yang berubah dalam masyarakat Minangkabau kotemporer, diantaranya perubahan struktur keluarga luas ke keluarga inti, pola menetap neolokal, membawa konsekuensi perubahan fungsi struktur keluarga dan hubungan sosial dalam masyarakat Minangkabau. Perubahan-perubahan fungsi struktur keluarga membawa implikasi terhadap kehidupan orang lansia. Orang lansia tanpa anak memperoleh masalah tersendiri di dalam masyarakat Minangkabau, tampaknya lebih dominan masalah sosial dibandingkan masalah menurunnya kondisi fisik akibat usia yang bertambah tua.

Pada intinya lansia di Indonesia Kedudukan dan Peranannya dalam keluarga dan masyarakat masih dianggap sebagai orang yang harus dihormati dan dihargai, dianggap memiliki prestise yang tinggi dalam masyarakat menjadikan lansia secara psikologis lebih sehat secara mental. Perasaan diterima oleh orang lain akan mempengaruhi tanggapan mereka dalam memasuki hari tua, dan berpengaruh pula kepada derajat kesehatan lansia. Berbeda halnya jika lansia dianggap peranan yang tidak diinginkan dalam masyarakat.

Korea Di Korea orang percaya bahwa manusia diberi Tuhan jangka hidup selama 60 tahun. Orang yang hidup lebih lama berarti mengambil umur orang lain. Di Amerika Serikat usia tua adalah peranan yang tidak banyak diinginkan, dan kemungkinan kehormatan dan penghargaan lebih sering diimbangi oleh kurangnya perhatian kepentingan dan perhatian dari keluarga dan masyarakat. Laki-laki dan perempuan tua seringkali hidup dan meninggal dalam keputusasaan, merasa kekosongan semata-mata, mereka bukan apa-apa dan matipun bukan apa-apa (Foster & Anderson 1986).

Dalam hal ini, pemberian pelayanan kesehatan orang lansia dapat dilaksanakan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Menurut Martin (Adi 1999:205) kebanyakan orang Asia maupun orang Barat lebih memilih untuk tidak menempatkan orang tuanya di panti. Pandangan budaya yang menghendaki orang tua adalah tanggung jawab anak, mendorong kembali kepada struktur keluarga luas, dalam konteks ini dapat disebut keluarga luas yang dipersempit, yang terdiri dari suami, istri, anak-anak yang belum mandiri dan orang tua

India Dalam perspektif Hindu usia tua adalah sebuah kehormatan. Sebab, tidak semua orang yang lahir hari ini bisa mencapai usia tua. Ada yang meninggal ketika masih dalam kandungan, begitu lahir, atau meninggal muda. Mencapai usia tua, karena mereka melakukan pertapaan kuat. Usia lanjut, adalah pahala dari kegiatan dharma-nya. Dalam Niti Sastra disebut werdhasewaya, yakni menghormati dan melayani yang lebih tua. Mereka dianggap medium untuk mendapatkan karunia Tuhan. Para orangtua merupakan kesayangan Tuhan. Anak-anak harus hormat pada orangtua agar beroleh karunia dari Tuhan. Di India, jika anak muda yang bertemu orangtua, dosennya atau orang yang lebih senior, menyentuh kakinya, maksudnya agar ada kekuatan dari atas mengalir.

Mongolia Pada masyarakat Mongolia menurut Onon kehormatan dan kekayaan diberikan kepada orang-orang biasa, namun usia tua yang matang adalah anugerah sorga (Foster & Anderson 1986). Berdasarkan hal ini, tidak ada seorangpun yang berusaha untuk menyembunyikan usianya yang tua. Semua orang dalam mengharapkan masa-masa dimana orang lansia menerima penghormatan dan penghargaan tersebut.

EROPA Orang lanjut usia di Eropa yang membutuhkan perawatan, terurus paling baik di Denmark, Swedia dan Austria. Demikian hasil penelitian Biro Perencanaan Budaya dan Sosial (SCP) atas perawatan terhadap orang jompo di Belanda dan delapan negara lain di Eropa. Golongan ini meliputi lansia berusia 50 tahun ke atas dengan keterbatasan fisik maupun mental.

Orang jompo di Denmark, Swedia dan Austria memperoleh bantuan dan perawatan lebih ketimbang di sejumlah negara lain seperti Belanda, Jerman, Prancis, Italia, Spanyol dan Yunani. Di Swedia keluarga dan para kerabat lebih berperan dalam mengurus lansia. Sedang di Spanyol dan Italia, negara dimana keluarga menampung orang tua secara tradisional, lebih menyerahkan tugas itu kepada pembantu atau pekerja rumah tangga

Kewajiban merawat para lansia yang diatur undang-undang cukup beragam di Eropa. Pemerintah Belanda menetapkan kewajiban rawat jika tidak ada orang serumah yang mampu menampung. Di negara-negara Eropa Selatan, keluarga harus merawat orang tua mereka yang berusia lanjut. Pemerintah mengambil alih kewajiban mengurus orang jompo jika hanya keluarganya sama sekali tidak mampu memenuhinya. Sedang di Eropa Utara mereka bertindak lain lagi.

Belanda Dalam banyak segi, keadaan di Belanda menggembirakan. Sebagai perbandingan, sedikit orang lanjut usia yang memiliki keterbatasan fisik dan mental. Hanya 30% saja dari lansia umur 50 tahun ke atas. Lagipula kelompok ini memiliki jaringan bantuan tak resmi yang cukup besar. Empat dari lima orang jompo umur 50 tahun ke atas mempunyai anggota keluarga dan sanak saudara yang mampu membantu mereka. Peneliti SCP Evert Pommer menegaskan Belanda juga masih berbeda dalam hal lain. Perawatan bagi orang lanjut usia yang tinggal di rumah makin berkembang. Gagasan itu tumbuh, sebab pemerintah Belanda sangat memperhatikan kaum jompo. Tanggungjawab merawat pun bergeser ke pihak keluarga. Sebab itu peneliti Pommer mendesak diberikannya perhatian lebih terhadap bantuan tambahan dari sukarelawan untuk orang jompo. Ini perawatan bagi penderita sakit kronis, penyandang cacat dan yang membutuhkan bantuan dari orang-orang dekat seperti anggota keluarga, para kerabat, handai taulan dan tetangga.

Swedia Pemerintah Swedia sudah memperkirakan biaya bagi golongan jompo ini bakal naik tajam lantaran jumlah lansia terus bertambah. Sebab itu mereka banyak menanam investasi pada pembinaan para sukarelawan. Menurut Pommer, Belanda juga harus bertindak serupa dengan cara misalnya memberikan aturan cuti yang lebih longgar dan bantuan keuangan lebih besar.