askep keluarga pada balita

17
Askep keluarga Pada Balita PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga membentuk unit dasar dari masyarakat. Maka lembaga sosial yang paling banyak memiliki efek-efek yang paling menonjol tehadap anggotanya yaitu keluarga. Unit dasar ini memiliki pengaruh yang begitu kuat terhadap perkembangan seorang individu yang dapat menentukan berhasil-tidaknya kehidupan individu tersebut. Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial. Keluarga harus berfungsi menjadi perantara bagi tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan dari semua individu yang ada dalam unit tersebut. Sebuah keluarga diharapkan dapat bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan dari orang tua dan anak- anak. Ini menjadi satu tugas yang sulit karena harus memprioritaskan kebutuhan individu yang beraneka ragam pada saat tertentu. Di lain pihak, masyarakat mengharapkan setiap anggotanya memenuhi kewajiban-kewajibannya dan tuntutannya. Sebab itu keluarga harus menjadi perantara bagi kebutuhan dan tuntutan dari anggota keluarganya dengan kebutuhan dan tuntutan dari masyarakat. Dalam suatu keluarga tentunya terdapat orang dewasa dan anak- anak. Di dunia yang semakin modern ini, yang kita kenal dengan era post modern. Ada begitu banyak tantangan yang harus dihadapi oleh setiap individu dan keluarga, apalagi bicara soal kesehatan. Kesehatan sangat penting bagi kelangsungan hidup keluarga, termasuk kesehatan anak-anak, terutama anak-anak yang berusia 5 tahun ke bawah. Di usia ini anak-anak rentan dengan sakit penyakit, karena itu orang tua perlu ekstra waspada dengan situasi dan kondisi anak-anaknya.

Upload: rahmat-ramadhani

Post on 15-Apr-2017

398 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Askep keluarga pada balita

Askep keluarga Pada Balita

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Keluarga membentuk unit dasar dari masyarakat. Maka lembaga sosial yang paling banyak

memiliki efek-efek yang paling menonjol tehadap anggotanya yaitu keluarga. Unit dasar ini

memiliki  pengaruh yang begitu kuat terhadap perkembangan seorang individu yang dapat

menentukan berhasil-tidaknya kehidupan individu tersebut. Setiap anggota keluarga memiliki

kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial.

Keluarga harus berfungsi menjadi perantara bagi tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan dari

semua individu yang ada dalam unit tersebut. Sebuah keluarga diharapkan dapat bertanggung

jawab untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan dari orang tua dan anak-anak. Ini menjadi satu

tugas yang sulit karena harus memprioritaskan kebutuhan individu yang beraneka ragam pada

saat tertentu. Di lain pihak, masyarakat mengharapkan setiap anggotanya memenuhi kewajiban-

kewajibannya dan tuntutannya. Sebab itu keluarga harus menjadi perantara bagi kebutuhan dan

tuntutan dari anggota keluarganya dengan kebutuhan dan tuntutan dari masyarakat.

 Dalam suatu keluarga tentunya terdapat orang dewasa dan anak-anak. Di dunia yang semakin

modern ini, yang kita kenal dengan era post modern. Ada begitu banyak tantangan yang harus

dihadapi oleh setiap individu dan keluarga, apalagi bicara soal kesehatan. Kesehatan sangat

penting bagi kelangsungan hidup keluarga, termasuk kesehatan anak-anak, terutama anak-anak

yang berusia 5 tahun ke bawah. Di usia ini anak-anak rentan dengan sakit penyakit, karena itu

orang tua perlu ekstra waspada dengan situasi dan kondisi anak-anaknya.

Untuk itu pada kesempatan ini, akan dibahas mengenai asuhan keperawatan keluarga dengan

BALITA. Didalamnya juga dapat melibatkan perawat untuk melaksanakan proses keperawatan,

guna membantu dan membimbing keluarga menjadi keluarga yang mandiri dalam mengatasi

masalah-masalah kesehatan berkaitan dengan anak yang berusia di bawah lima tahun (BALITA).

B.     Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam lagi mengenai askep keluarga pada balita

2. Tujuan Khusus

a. Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai teori/konsep dasar mengenai

keperawatan keluarga dengan Balita.

b. Untuk memaparkan kepada mahasiswa, tahap-tahap perkembangan keluarga dengan Balita.

c. Untuk menjelaskan kepada mahasiswa bagaimana proses keperawatan berperan dalam

kehidupan keluarga dengan Balita.

d. Untuk memaparkan kepada mahasiswa, masalah-masalah kesehatan apa saja yang sering

muncul pada anak-anak di usia Toddler dan Pra Sekolah (Balita).

Page 2: Askep keluarga pada balita

e. Untuk menjelaskan kepada mahasiswa tentang bagaimana memberikan bimbingan pada anak-

anak di usia Toddler dan Pra Sekolah (Balita).

C.     Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui informasi mengenai teori/konsep keperawatan keluarga dengan

Balita.

2. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang menjadi tahap-tahap perkembangan keluarga

dengan Balita.

3. Mahasiswa dapat mengerti melaksanakan proses keperawatan pada keluarga dengan Balita.

4. Mahasiswa dapat mengetahui masalah-masalah kesehatan yang sering muncul pada anak-anak

di usia Toddler dan Pra Sekolah (Balita).

5. Mahasiswa dapat memahami bagaimana cara memberikan bimbingan kepada anak-anak di

usia Toddler dan Pra Sekolah (Balita).

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi

usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh

semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka

anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-

5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah.

Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga

mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan

dengan keadaannya. Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan konsumen pasif.

Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi, 2004).

1. Karakteristik Batita

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang

disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah

sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil

menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari

anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil

dengan frekuensi sering.

2. Karakteristik Usia Pra-sekolah

Page 3: Askep keluarga pada balita

Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang

disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup

sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan

mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap

ajakan.

Karakteristik anak pra-sekolah ini mencakup perkembangan fisik dan kemampuan motorik serta

emosional anak. Perkembangan fisik yaitu hasil tumbuh kembang fisik adalah bertumbuh

besarnya ukuran-ukuran antropometrik dan gejala/tanda lain pada rambut, gigi-geligi, otot, serta

jaringan lemak, darah, dan lainnya. Sedangkan kemampuan motorik dan emosional anak

mencakup sikap anak dalam lingkungan, gerakan anggota badan, serta kemampuan intelektual

anak seperti menyebutkan nama atau bercerita lainnya.

B. Penyediaan Menu Seimbang untuk Balita

1. Pengertian Makanan bagi Balita

Pada dasarnya makanan bagi balita harus bersifat lengkap artinya kualitas dari makanan harus

baik dan kuantitas makanan pun harus cukup, dan bergizi. Artinya makanan mengandung semua

zat gizi yang dibutuhkan, dengan memperhitungkan:

a. Pada periode ini dibutuhkan penambahan konsumsi zat pembangun karena tubuh anak sedang

berkembang pesat.

b. Bertambahnya aktivitas membutuhkan penambahan bahan makanan sebagai sumber energi.

c. Untuk perkembangan mentalnya anak membutuhkan lebih banyak lagi zat pembangun

terutama untuk pertumbuhan jaringan otak yang mempengaruhi kecerdasan walaupun tak secara

signifikan.

2. Pola Makan Sehat dan Seimbang

Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara seseorang atau sekelompok

orang dalam memilih pangan dan makanannya serta mengkonsumsinya sebagai tanggapan

terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial. Pola makan dinamakan pula kebiasaan

makan, kebiasaan pangan atau pola pangan (Suhardjo, 2003).

Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah dan

proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan

perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier,

2004). Pola menu seimbang adalah pengaturan makanan yang sehat dengan susunan hidangan

menu sesuai dengan kebutuhan gizi esensial dalam jumlah yang ideal serta disesuaikan dengan

daya toleran si anak. Dengan kata lain menu seimbang adalah menu yang kebutuhan gizinya

sudah disesuaikan dengan golongan usia balita.

Ciri khas pola menu di Indonesia ialah Empat Sehat Lima Sempurna yaitu menu lengkap terdiri

dari nasi atau makanan pokok, lauk, sayur, buah dan agar menjadi sempurna ditambahkan

dengan susu (Santoso, 2004).

Page 4: Askep keluarga pada balita

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Makan

Dalam hal pola makan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Pengetahuan Gizi Ibu

Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka pemberian makanan

untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan makanan yang hanya dapat mengenyangkan perut saja

tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau tidak, sehingga kebutuhan energi dan gizi

masyarakat dan anggota keluarga tidak tercukupi (Sapoetra, 1997).

Menurut Suhardjo (1989), bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan gizi yang baik ia akan

mampu untuk memilih makanan-makanan yang bergizi untuk dikonsumsi.

b. Pendidikan Ibu

Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya, pengetahuan yang

diperoleh baik formal maupun non formal sangat menentukan untuk ditetapkan dalam hal

pemilihan dan penentuan jenis makanan yang dikonsumsi oleh balita dan anggota keluarga

lainnya.

Pendidikan gizi ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang

tersedia. Dari hal tersebut dapat disumsikan bahwa tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada

balita relatif tinggi bila pendidikan ibu tinggi (Depkes RI, 2010).

c. Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan.

Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada susunan

makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli dengan

tambahan uang tersebut. Orang miskin membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahan

tersebut untuk makanan, sedangkan orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan

semakin besar pula persentase dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur

mayur, dan berbagai jenis bahan pangan lain (Berg, A &Sajogyo, 1986).

4. Porsi Makanan

Menurut Lia Amalia yang dikutip oleh Komsatiningrum (2009), porsi makan bagi orang dewasa

dan balita sangatlah jauh berbeda, porsi makan anak balita lebih sedikit karena kebutuhan gizi

esensial jumlahnya lebih sedikit yang harus dipenuhi.

Selain itu karakteristik pertumbuhan dan aktivitasnya juga berbeda. Porsi makan bagi anak balita

harus mempunyai kandungan air dan serat yang sesuai dengan daya toleransi, tekstur

makanannya agak lunak agar mudah dicerna, memberikan rasa kenyang. Makanan selingan perlu

diberikan kepada balita terutama jika porsi makan utama yang dikonsumsi belum mencukupi.

Pemberian makanan selingan tidak boleh berlebihan karena akan mengakibatkan berkurangnya

nafsu makan akibat terlalu kenyang makan makanan selingan. Pemilihan makanan selingan

disesuaikan dengan fungsinya yaitu:

1. Mencukupi asupan nutrisi yang mungkin kurang pada saat pemberian makan pagi, siang, sore.

2. Memperkenalkan aneka ragam jenis makanan yang terdapat dalam makanan selingan.

Page 5: Askep keluarga pada balita

3. Mengatasi masalah anak yang sulit makan nasi.

4. Untuk mencukupi kebutuhan kalori terutama pada anak yang banyak melakukan aktivitas.

5. Bahan Makanan

Bahan makanan bagi anak balita harus dipilih yang tidak merangsang, rendah serat, dan tidak

mengandung gas. Penggunaan rempah yang merangsang seperti cabai, asam sebaiknya dihindari,

penambahan vetsin sebaiknya dihindari dan sebaiknya menggunakan garam dan gula yang tidak

membahayakan tubuh. Menu Empat Sehat Lima Sempurna sangat baik diberikan kepada balita,

di dalam menu ini digunakan berbagai jenis bahan makanan yang terdiri atas:

a. Bahan makanan pokok

Bahan makanan pokok memegang peranan penting, biasa dihidangkan pada waktu makan pagi,

siang, dan malam. Pada umumnya bahan makanan pokok jumlahnya (kuantitas/volume) lebih

banyak dibanding bahan makanan lainnya. Bahan makanan pokok merupakan sumber energi dan

mengandung banyak karbohidrat. Jenis bahan makanan pokok yang biasa dikonsumsi adalah

beras, jagung, gandum, sagu, umbi-umbian.

b. Bahan makanan lauk pauk

Bahan makanan lauk pauk biasa digunakan sebagai teman makanan pokok yang memberikan

rasa enak dan merupakan sumber protein. Sebagai sumbernya dikenal bahan makanan berasal

dari hewan yang disebut protein hewani seperti daging, ikan, telur, lauk yang berasal dari

tumbuhan disebut protein nabati yaitu kacangkacangan serta hasil olahnya seperti tahu dan

tempe.

c. Bahan makanan sayur mayur

Dalam hidangan orang Indonesia sayur mayur sebagai teman makanan pokok, pemberi serat

dalam hidangan. Bahan makanan sayuran biasa berasal dari berbagai jenis tumbuhan seperti

batang, daun, bunga, umbi, buah muda. Bagi balita sebaiknya diberikan sayuran yang kadar

seratnya tidak terlalu tinggi. Sayur-mayur merupakan sumber vitamin dan mineral. Namun jika

mengalami pemanasan maka zat gizi yang terdapat di dalamnya dapat rusak atau berkurang.

d. Bahan makanan buah-buahan

Buah biasanya di hidangkan dan disantap terakhir kali dalam suatu acara makan, umumnya buah

yang dipilih buah yang matang dan berasa manis. Buah-buahan merupakan sumber vitamin bagi

tubuh dan zat pengatur.

e. Susu

Susu adalah cairan berwarna putih yang dikeluarkan oleh kelenjar susu. Susu merupakan

makanan alami yang hampir sempurna. Istilah untuk air susu manusia adalah air susu ibu (ASI)

dan susu yang bukan berasal dari manusia disebut pengganti air susu ibu (PASI) yang biasa

berasal dari hewan ternak seperti sapi, kambing, kuda. Susu merupakan minuman yang baik bagi

balita, selain itu air putih juga baik diberikan. Susu dapat diperoleh dalam berbagai bentuk yaitu

Page 6: Askep keluarga pada balita

bubuk dan cair (Soegeng Santoso, 2004).

6. Pengaturan Makanan Untuk Balita

Dalam merencanakan pengetahuan makanan makan untuk balita, jika kita hendak menentukan

makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu dilakukan langkah-langkah

sebagai berikut :

a. Menentukan jumlah kebutuhan zat gizi dengan menggunakan data tentang kebutuhan zat gizi.

b. Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat gizi yang

diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi zat gizi dari berbagai macam bahan makanan.

c. Menentukan jadwal waktu makan dan menentukan hidangan. Perlu pula ditentukan cara

pemberian makan.

d. Memperhatikan masukan yang terjadi terhadap hidangan tersebut.

Perlu dipertimbangkan kemungkinan faktor kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu

makanan. Perhatikan pula bila ia betul-betul terjadi keadaan anoreksia. Bila tidak terdapat sisa

makanan, mungkin makanan yang diberikan jumlahnya kurang.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan makan yang tepat adalah umur, berat

badan, keadaan mulut sebagai alat penerima makanan, kebiasaan makan, kesukaan dan

ketidaksukaan, akseptabilitas dari makanan dan toleransi anak terhadap makanan yang diberikan.

Dengan memperhatikan dan memperhitungkan faktor-faktor tersebut di atas, umumnya tidak

akan banyak terjadi kekeliruan dalam mengatur makan untuk seorang anak balita. Pada

umumnya kepada anak balita telah dapat diberikan jadwal waktu makan yang serupa, yaitu 3 kali

makan dan diantaranya dapat diberikan makanan kecil (snack).

BAB III

TINJAUAN TEORI

A.    Landasan Teori

Pada usia Toddler dan prasekolah anak mengalami lompatan kemajuan yang menakjubkan.

Tidak hanya kemajuan fisik tetapi juga secara sosial dan emosional. Anak usia toddler dan

prasekolah ini sedang dalam proses awal pencarian jati dirinya. Beberapa prilaku yang dulunya

tidak ada, sekarang muncul. Secara fisik dan psikis usia ini adalah usia yang rentan berbagai

penyakit yang akan mudah menyerang anak usia ini dan menimbulkan masalah yang dapat

mempengaruhi tumbuh kembang, jika kondisi kesehatan anak tidak ditangani secara baik, oleh

para praktisi kesehatan yang juga usaha-usaha pencegahan adalah usaha yang tetap paling baik

dilakukan.

Berkaitan dengan uraian diatas maka dalam makalah ini penulis menguraikan beberapa masalah

Page 7: Askep keluarga pada balita

kesehatan yang banyak dijumpai pada anak usia ini serta usaha pencegahan dan penanganannya

terutama yang berkaitan dengan tindakan keperawatan dan menyangkut satu masalah yang

paling menonjol sehingga muncul satu diagnosa keperawatan.

1. Konsep Dasar

Periode Eraly Childhood yaitu sejak umur 1 tahun sampai dengan 6 tahun dibagi atas :

a. Toddler : umur 1 /sd 3 tahun

b. Preschool : umur 3 s/d 6 tahun

2. Perkembangan Fungsi Mental dan personality

a. Fase oral (0-1 tahun)

Positif :

Memberikan kepuasan/kesenangan

Menghisap, menelan, memainkan bibir

Makan kenyang, tidur

Negatif :

Mengigit, mengeluarkan air liur

Marah, menangis.

b. Fase anal (1-3 tahun)

Dengan tubuh memberi kepuasan berkisar sekitar anus

Positif :

BAB/BAK dan senang melakukannya sendiri

Negatif :

Anak akan menahan dan mempermainkannya

c. Fase phalic (3-6 tahun)

Memegang genetalia dan Oedipus complex

Positif :

Egosentris : sosial interaksi

Mempertahankan keinginanya.

3. Perkembangan Psikosial (Ericson)

a. Percaya vs tidak percaya (0-1 tahun)

Semua kebutuhan mutlak tergantung pada orang lain

Rasa aman dan percaya mutlak pada lingkungan

b. Otonomi vs rasa malu-malu/ragu-ragu (1-3 tahun)

Alat gerak dan rasa, telah matang

Perkembangan otonomi berfokus pada peningkatan kemampuan mengontrol tubuhnya, diri

dan lingkungan.

Menyadari bahwa ia dapat menggunakan kekuatannya untuk bergerak  dan membuat sesuatu

sesuai dengan keinginannya.

Page 8: Askep keluarga pada balita

c. Inisiatif vs rasa bersalah (3-6 tahun)

Anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan

Rasa inisiatif mulai menguasai anak

Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas

Kemampuan anak berbahasa meningkat

Rasa kecewa dan bersalah.

4. Perkembangan Kongnitif (Piaget)

a. Sensori motorik (lahir – 2 tahun)

Menggunakan sistem pengindera, motorik dan benda-benda untuk mengenal lingkungan.

b. Pre operasional (2-7 tahun)

Anak mampu menggunakan simbol kata-kata, mengingat masa lalu, sekarang dan yang akan

datang.

5. Pertumbuhan dan Perkembangan Usia Toddler

a. Masa mengeksplorasi lingkungan

b. Tugas tahap ini sukses membutuhkan trust pada saat bayi dan bimbingan orang tua.

6. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Pra Sekolah (3-5 Tahun)

a. Rasa keingintahuan tentang hal-hal yang berada dilingkungan semakin besar dan dapat

mengembangkan pola sosialisasinya.

b. Anak sudah mulai mandiri dalam merawat diri sendiri : mandi, makan, minum, mengosok

gigi, BAB dan BAK, dll.

B. Tahap perkembangan keluarga dengan BALITA

1. Tahap Keluarga dengan Childbearing/melahirkan:

a. Dimulai dengan kelahiran s/d umur 30 bln

b. Orang tua menjalankan peran baru

c. Peran ini awalnya sulit karena :

Perasaan ketidak adekuatan menjadi orang tua baru

Kurangnya bantuan dari keluarga

Nasehat yang menimbulkan konflik

Tidur kurang karena anak rewel

Faktor yang menyulitkan (Bradt 1988) :

Banyaknya wanita yang bekerja

Naiknya angka perceraian dan masalah perkawinan

Penggunaan alat kontrasepsi dan aborsi yang sudah lazim

Meningkatnya biaya perawatan anak

Masalah yang sering terjadi :

Kesulitan dalam perawatan anak

Page 9: Askep keluarga pada balita

Suami merasa diabaikan

Terdapat peningkatan perselisihan

Interupsi dalam jadwal yang terus menerus

Kehidupan sosial dan seksual terganggu

Tugas perkembangan keluarga dengan tahap Childbearing/ melahirkan :

Membentuk keluarga muda yang bahagia

Penyesuaian tugas baru

Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan

Memperluas persahabatan dengan keluarga besar/teman

Mendidik anak berdasar agama

Masalah kesehatan pada keluarga dengan Childbearing :

Perawatan bayi yang baik

Imunisasi

KB

Penyakit infeksi

Masalah transisi pada orangtua

Sibling rivalry

Tempertantrum

Negativisme

Tumbuh kembang

2. Tahap Keluarga dengan Anak Pra Sekolah

a. Anak I berumur 2,5 th s/d 5 th

b. Keluarga menjadi majemuk

c. Kesibukan orangtua meningkat

d. Kelompok bermain sangat membantu dalam perkembangan anak

Tumbuh Kembang Balita

Toddler (1-3)

Biologis ( ↑ BB, TB)

Motorik (berjalan, lari,memegang benda)

Psikososial : otonomi vs ragu – ragu negativism dari otonomi → tempertantrum, Sibling

Kognitif : prekonseptual, egosentris

Psikoseksual : fase anal; toilet training

Sosial : bermain, ↑ sosialisasi

Pra sekolah (3 – 5 tahun)

Biologis : pertumbuhan fisik lambat

Motorik : menulis, memakai/melepas baju

Psikososial : Inisiatif vs rasa bersalah bereksperimen, sosialisasi > luas, meniru

Page 10: Askep keluarga pada balita

Kognitif : prekonseptual, intuitive

Psikoseksual : oedipal, elektra kompleks

Sosial : berdiskusi dengan orangtua

Tugas perkembangan keluarga tahap  Keluarga dengan Anak Pra Sekolah :

Memenuhi kebutuhan anggota keluarga

Membantu anak untuk sosialisasi

Beradaptasi dengan anak ke 2

Pembagian waktu untuk individu, pasangan, keluarga

Pembagian tanggungjawab anggota keluarga

Merencanakan kegiatan untuk stimulasi tumbang anak

Masalah kesehatan pada keluarga dengan anak pra sekolah :

Masalah kesehatan fisik pada anak ; sakit, jatuh

Kes psikososial : hubungan perkawinan

Persaingan kakak – adik

Masalah komunikasi keluarga

Masalah pengasuhan anak,

C. Proses Keperawatan Keluarga Dengan Balita

1.  Pengkajian

a.  Pengkajian pada keluarga :

Identitas : nama KK, alamat, pekerjaan

Riwayat dan tahap perkembangan

Lingkungan : rumah, lingkungan, sistem sosial

Struktur keluarga : komunikasi, peran anggota

Fungsi Keluarga

Penyebab masalah keluarga dan koping

Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga

b.   Pengkajian pada balita :

Identitas anak

Riwayat kehamilan, persalinan

Riwayat kesehatan bayi

Pertumbuhan dan perkembangan

Pemeriksaan fisik

Berapa lama waktu bersama orangtua

Siapa pengasuh anak

2.    Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan hubungan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anak yang sakit

Page 11: Askep keluarga pada balita

berat.

b. Hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal

masalah yang terjadi pada anak.

c. Meningkatnya kemandirian anak.

d. Pemeliharaan kesehatan yang optimal.

e. Hubungan keluarga yang harmonis.

3.    Intervensi

a. Diskusikan tentang tugas keluarga

b. Diskusikan penyebab ketidakharmonisan

c. Identifikasi sumber dukungan yang ada

d. Ajarkan cara merawat anak

e. Anjurkan untuk mempertahankan pola komunikasi terbuka

f. Bantu keluarga mengenali kebutuhan anggota keluarga

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan makalah di atas, maka kami dapat menarik kesimpulan bahwa

Keluarga merupakan unit dasar dalam masyarakat. Setiap keluarganya tentunya pernah

mengalami atau memiliki anak dengan usia BALITA. Masa Balita ini terbagi atas dua masa yaitu

Toddler dan Pra Sekolah. Sehingga masing-masing memiliki fase bimbingan yang berbeda. Pada

masa ini anak mengalami peningkatan dan kemajuan yang menakjubkan. Keluarga dengan Balita

memiliki dua tahap perkembangan yaitu tahap keluarga dengan Childbearing dan tahap keluarga

dengan anak pra sekolah. Dalam perkembangan keluarga ini ada beberapa tugas dan masalah

yang harus dihadapi oleh keluarga termasuk anak yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu,

keluarga perlu diperlengkapi dengan proses keperawatan/asuhan keperawatan  keluarga dengan

Balita.

B. Saran

  Keluarga dengan Balita, seperti yang sudah dibicarakan di atas, banyak diperhadapkan dengan

masalah. Oleh karena itu, sebaiknya keluarga harus memperhatikan dengan benar setiap asuhan

perawatan yang diberikan baik terhadap keluarga maupun pada anak. Dengan begitu keluarga

dapat melaksanakan pola asuhan keluarga dengan Balita secara mandiri. Untuk itu tidak lepas

pula bimbingan dari tenaga kesehatan, terutama perawat.

Page 12: Askep keluarga pada balita

DAFTAR PUSTAKA

Friedman M. 1998. Keperawatan Keluarga, Teori dan Praktik. Jakarta : EGC.

http://ners.unair.ac.id/materikuliah/ASKEP%20KELUARGA%20DENGAN%20  BALITA.pdf

http://umitrastikes.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-keluarga-dengan-anak.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3587/1/keperawatan-siti%20zahara.pdf

http://yayannerz.blogspot.com/2011/03/askep-keluarga-dengan-balita.html