askep jiwa bu asminarsih akper pemkab muna
TRANSCRIPT
Rabu, 27 April 2011
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan
individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat
mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang
optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Bagaimana
peran perawat dalam menangani pasien yang sedang
menghadapi proses sakaratul maut?
Peran perawat sangat konprehensif dalam menangani pasien
karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang
merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan
dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-
sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap
diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual
needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual
dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah
satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984).
Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk
memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat
yang konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan
perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir
hayatnya sesuai dengan Sabda Rasulullah yang menyatakan
bahwa amalan yang terakhir sangat menentukan, sehingga
perawat dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar
pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai
dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali
diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat
penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose
harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul
maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) “ orang yang mengalami
penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak
mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis
kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Pasien
terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat,
perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan.
Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu
berada di samping perawat. Oleh karena itu, pemenuhan
kebutuhan spiritual dapat meningkatkan semangat hidup klien
yang didiagnosa harapan sembuhnya tipis dan dapat
mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi alam yang
kekal.
B. Tujuan
1. Mendefinisikan bagaimana kondisi seseorang yang
mendekati kematian.
2. Mengetahui konsep teori dari kebutuhan terminal atau
menjelang ajal.
3. Mengkaji dan memaparkan diagnosa dari kebutuhan
terminal.
4. Memberi intervensi serta mengevaluasi pada klien yang
menjelang ajal.
C. Rumusan Masalah
1. Latar belakang permasalahan terminal pada klien.
2. Konsep materi tentang kebutuhan terminal pada klien.
3. Diagnosa keperawatan pada pasien terminal.
4. Intervensi masalah.
5. Evaluasi masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Masalah
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh
setiap mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah
dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan
dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur
harapan hidup semakin bertambah dan kematian semakin
banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti
kanker dan stroke. Pasien dengan penyakit kronis seperti ini
akan melalui suatu proses pengobatan dan perawatan yang
panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan
dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan
umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya
kematian.
Sebagin besar kematian di rumah sakit adalah kematian akibat
penyakit kronis dan terjadi perlahan-lahan. Pada umumnya,
dokter dan perawat lebih mudah menghadapi kematian yang
muncul secara perlahan-lahan. Mereka tidak dipersiapkan
dengan baik untuk berhadapan dengan ancaman kematian.
Ditengah keputusasaan, sering kali terdengar ”Kami sudah
melakukan segalanya yang bisa dilakukan........”
Namun kini telah mulai disadari untuk pasien terminal pun
profesi medis masih dapat melakukan banyak hal. Jika upaya
kuratif tidak dimunginkan lagi, masih luas kesempatan untuk
upaya paliatif. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit
kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti
nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas
tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka
kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak
hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga
pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial
dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin
yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care.
Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah
memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk
membantu pasien menjalani sisa hidupnya dalam keadaan
seoptimal mungkin.
B. Konsep Materi
a) Pengertian
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak
tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan
sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu
kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu
akan mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang
tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.
b) Tahap-tahap Menjelang Ajal
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi
tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu:
1. Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang
sebenarnya terjadi, dan menunjukkan reaksi menolak.
2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam
kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya
sehingga menggagalkan cita-citanya.
3. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien
malahan dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa
yang terjadi dengan dirinya.
4. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara
dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk
duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui
masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien
dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang
akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila
kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana
yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin
bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat.
c) Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian
Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu
adanya perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui,
baisanya terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.
Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum
pasti, biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal
karena adanya kanker.
Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada
pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.
d) Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya
reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai:
nausea, muntah, perut kembung, obstipasi, dsbg.
d. Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Cyanosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian
tangan, telinga dan hidung.
Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
Gangguan Sensoria.
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.
e) Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal
1) Pupil mata melebar.
2) Tidak mampu untuk bergerak.
3) Kehilangan reflek.
4) Nadi cepat dan kecil.
5) Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6) Tekanan darah sangat rendah.
7) Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
f) Tanda-tanda Meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat
melalui perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan
darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan
beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG.
g) Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan
Keluarganya Terhadap Kematian.
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
a. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak
memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada
pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat
menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering
kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan
dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh,
kapan pulang, dsbg.
b. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun
merupakan beban yang berat baginya.
c. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui
akan adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk
mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi
dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua
orang dapat melaksanaan hal tersebut.
h) Bantuan yang dapat Diberikan
Bantuan Emosional
1) Pada Fase Denial
Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial
dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau
prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-
perasaannya.
2) Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa masih me rupakan hal yang normal dalam
merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan
lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai
orang yang dapat dipercaya, memberikan ras aman dan akan
menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan
sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
3) Pada Fase Menawar
Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya
dan mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan
mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
4) Pada Fase Depresi
Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih
baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan
tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal
dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
5) Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai.
Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian
bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan
seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu
untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
1. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan unjtuk mampu melakukan kerbersihan
diri sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit,
rambut, mulut, badan, dsbg.
2. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada
klien dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dsbg.
Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi
nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan
Intra Vena dibandingkan melalui Intra Muskular/Subcutan,
karena kondisi system sirkulasi sudah menurun.
3. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih
baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk
membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang tida
sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang
drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
4. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk
bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur
untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika
diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien,
karena tonus otot sudah menurun.
5. Nutrisi
Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan
peristaltik. Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi
nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian
makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi
tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu
menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan,
kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Invus.
6. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat
terjadi konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu
diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien dengan
inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau
dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan
kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar
perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
7. Perubahan Sensori
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang.
Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu
merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan
tidak berbisik-bisik.
Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan
untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat
melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk
bertemu dengan klien dan didiskusikan dengan keluarganya,
misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan
sakitnya dan perlu diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima
kunjungan kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan
memberikan klien untuk membersihkan diri dan merapikan diri.
d. Meminta saudara/teman-temannya untuk sering
mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa buku-
buku bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya.
Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual
• Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya
dan rencana-rencana klien selanjutnya menjelang kematian.
• Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka
agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
• Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan
kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya.
C. Asuhan Keperawatan
Tanda-tanda Kematian
1. Dini:
• Pernafasan terhenti , penilaian > 10 menit (inspeksi, palpasi
auskultasi)
• Terhentinya sirkulasi, penilaian 15 menit, nadi karotis tidak
teraba.
• Kulit pucat
• Tonus otot menghilang dan relaksasi
• Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca
kematian
• Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10
menit (hilang dengan penyiraman air)
2. Lanjut (Tanda pasti kematian)
• Lebam mayat (livor mortis)
• Kaku mayat (rigor mortis)
• Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
• Pembusukan (dekomposisi)
• Adiposera (lilin mayat)
• Mumifikasi
Gejala dan masalah yang sering dijumpai pada berbagai
sistem organ
Sistem Gastrointestinal : Anorexia, konstipasi, mulut kering
dan bau, kandidiasis dan sariawan mulut.
Sistem Genitourinaria : Inkontinensia urin
Sistem Integumen : Kulit kering/pecah-pecah, dekubitus
Sistem Neurologis : Kejang
Perubahan Status Mental : Kecemasan, halusinasi, depresi
Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan
kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan
dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam
hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan
tenang dan damai.
Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang
mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :
1. Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau
faktor resiko penyakit.
2. Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan
pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis,
interpersonal, maupun psikologis.
3. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan
pengobatannya.
4. Fase Terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya
kemungkinan, tetapi pasti terjadi.
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai
masalah baik fisik, psikologis, maupun social-spiritual.
Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara
lain :
Problem Oksigenisasi ; respirasi irregular, cepat atau lambat,
pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun,
perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.
Problem Eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas
memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan
makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal
bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit(mis
Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat
penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma
medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan
atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
Problem Nutrisi dan Cairan; asupan makanan dan cairan
menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan
BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena
asupan cairan menurun.
Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus
memakai selimut.
Problem Sensori ; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip
hilang saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan
pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun.
penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.
Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri
dilakukan secara intra vena, klien harus selalu didampingi
untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan.
Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama
menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering.
Masalah Psikologis ; klien terminal dan orang terdekat
biasanya mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah
dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain
yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan,
hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup,
kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi /
barrier komunikasi.
Perubahan Sosial-Spiritual ; klien mulai merasa hidup sendiri,
terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis
yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi
peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa
kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan,
dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami
penderitaan sepanjang hidup
Faktor-Faktor yang perlu dikaji
1. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan
pada berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan
antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi,
cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi
pada klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama
berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek
terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal
karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan
penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
2. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi
terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang
terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi
wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah.
Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal
antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan.
Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang
terjadi pada klien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama
kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung
menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi,
dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya.
Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada
perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien
mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan
social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk
selalu menemani klien.
4. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan
proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-
saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada
Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat
juga harus mengetahui disaat- saat seperti ini apakah pasien
mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani
disaat-saat terakhirnya.
Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian
Pasien Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek
cultural/budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang
ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan
keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi
kematian/menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan
setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan
budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus
diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan
ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat
harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan
menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien
menjelang kematian dapat terpenuhi.
Diagnosa Keperawatan
I. Ansietas/ ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan
diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan
kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan
efek negatif pada pada gaya hidup.
II. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan
kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep
diri dan menarik diri dari orang lain.
III. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan
gangguan kehidupan keluarga,takut akan hasil ( kematian )
dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan )
IV. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan
perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi
atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman
kematian.
Intervensi
Diagnosa I
1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
• Berikan kepastian dan kenyamanan.
• Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan
menghindari pertanyaan.
• Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan
permasalahan yang berhubungan dengan pengobtannya.
• Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang
cemas mempunbyai penyempitan lapang persepsi denagn
penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung untuk
memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran
peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
2. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila
tingkatnya rendah atau sedang Beberapa rasa takut didasari
oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan denga
memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat
atauparah tidak menyerap pelajaran.
3. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan
ketakutan-ketakutan mereka Pengungkapan memungkinkan
untuk saling berbagi dan memberiakn kesempatan untuk
memperbaiki konsep yang tidak benar.
4. Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping
positif Menghargai klien untuk koping efektif dapat
menguatkan renson koping positif yang akan datang.
Diagnosa II
1. Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara
terbuka, dan gali makna pribadi dari kehilangan.jelaskan bahwa
berduka adalah reaksi yang umum dan sehat Pengetahuan
bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa
kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan
perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam
dan respon berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur
dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima dan
mengatasi situasi dan respon mereka terhdap situasi tersebut.
2. Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang
terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa lalu Stategi
koping fositif membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
3. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut
diri yang positif Memfokuskan pada atribut yang positif
meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang
terjadi.
4. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan
terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka,
proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian
yang akan terjadi di terima.
5. Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian,
menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian
menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai
tindakan keperawatan berikut :
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukandan
d. meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )
Diagnosa III
1. Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien
dan tunjukkan pengertian yang empati Kontak yang sering dan
me ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu
mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
2. Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk
mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling
berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi
ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan
intervensi untuk mengatasinya.
3. Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang
berkaitan dengan ketidak takutan.
4. Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi
yang dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang
kemajuan klien.
5. Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam
tindakan perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat
meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6. Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas
dan sumber lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti
kebutuhan financial , koping yang tidak berhasil atau konflik
yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan
untuk membantu mempertahankankan fungsi keluarga
Diagnosa IV
1. Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan
praktek atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan
bila yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya
Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do,a atau
praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti
dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan
kekuatan.
2. Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang
pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien
Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi
kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan
prakteknya.
3. Berikan prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai
kebutuhan klien dapat dilaksanakan Privasi dan ketenangan
memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan
perenungan.
4. Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama
klien lainnya atau membaca buku ke agamaan Perawat
meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang
sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi
kebutuhan spritualnya.
5. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau
rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan
ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan ini
dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan
mempraktikkan ritual yang penting ( Carson 1989 )
Evaluasi
1. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya
pada perawat.
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
3. Klien selalu ingat kepada Allah dan selalu bertawakkal.
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Allah SWT
akan kembali kepadanya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami penyakit/sakit yang tidak mempunyai harapan
untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual
tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang dialami,
sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga
berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang
ditunjukan oleh pasien terminal. Orang yang telah lama hidup
sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita
penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai
kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian
beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang
dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan
perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia
akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai kejadian
dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian
utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri
tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh,
pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis
yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang
yang dicintai.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan
kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan
dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam
hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan
tenang dan damai.
2. Ketika merawat klien menjelang ajal/terminal, tanggung
jawab perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik,
psikologis, dan social yang unik.
3. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih
banyak dengan klien menjelang ajal, untuk mendengarkan
klien mengekspresikan duka citanya dan untuk
mempertahankan kualitas hidup pasien.
4. Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat
membantu klien untuk meraih kembali martabatnya. Perawat
dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan
intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus
dirawat dengan respek dan perhatian penuh. Dalam melakukan
perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus dilibatkan,
bimbingan dan konsultasi tentang perawatan diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Smith, Sandra F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical
Nursing Skills. Basic to Advanced Skills, Fourth Ed, 1996.
Appleton&Lange, USA.
Craven, Ruth F. Fundamentals of nursing : human healt and
function.
Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees
and Practice, Ethics and Values. California : Addison Wesley
http://nurse-smw.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-
pada-pasien-terminal_08.html
http://kikiyogi.blogspot.com/2009/12/terminal-dan-menjelang-
ajal.html
http://keperawatanreligionmentariwardhani.wordpress.com/
Diposkan oleh veloiszt academy di 19:00
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke
http://lisaselaluada.blogspot.com/2011/04/asuhan-
keperawatan-pada-pasien-terminal.html
Jumat, 25 Februari 2011
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
TERMINAL
1. Batasan Pasien Terminal
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami penyakit / sakit yang tidak mempunyai harapan
untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual
tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang dialami,
sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga
berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang
ditunjukan oleh pasien terminal.
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan
kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan
dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam
hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan
tenang dan damai.
Penyakit yang bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi
terminal/ mengancam hidup, antara lain :
Penyakit kronis seperti TBC, Pneumonia, Edema
Pulmonal,Sirosis Hepatis, Penyakit Ginjal Kronis, Gagal Jantung
dan HIpertensi
Kondisi Keganasan seperti Ca Otak, Ca Paru-paru, Ca
Pankreas, Ca Liver, Leukemia
Kelainan Syaraf seperti Paralise, Stroke, Hydrocephalus dll
Keracunan seperti keracunan obat, makanan, zat kimia
Kecelakaan/Trauma seperti Trauma Kapitis, Trauma Organ
Vital (Paru-Paru atau jantung) ginjal dll.
Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang
mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :
Fase Prediagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala atau
factor resiko penyakit
Fase Akut; berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan
pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis,
interpersonal, maupun psikologis.
Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan
pengobatannya.
Fase Terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi
hanya kemungkinan, tetapi pasti terjadi.
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai
masalah baik fisik, psikologis, maupun social-spiritual.
Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara
lain :
Problem Oksigenisasi ; respirasi irregular, cepat atau
lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun,
perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.
Problem Eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas
memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan
makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal
bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit(mis
Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat
penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma
medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan
atau kondisi penyakit mis gagal ginjal
Problem Nutrisi dan Cairan; asupan makanan dan cairan
menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan
BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena
asupan cairan menurun
Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga
harus memakai selimut
Problem Sensori ; Penglihatan menjadi kabur, refleks
berkedip hilang saat mendekati kematian, menyebabkan
kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun.
penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi
menurun.
Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri
dilakukan secara intra vena, klien harus selalu didampingi
untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama
menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering.
Masalah Psikologis ; klien terminal dan orang terdekat
biasanya mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah
dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain
yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan,
hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup,
kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi /
barrier komunikasi.
Perubahan Sosial-Spiritual, klien mulai merasa hidup
sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita
penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai
kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan
bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang
akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan,
dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami
penderitaan sepanjang hidup
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia
akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai kejadian
dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian
utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri
tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh,
pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis
yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang
yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi
akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang
lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa
kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan,
dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami
penderitaan sepanjang hidup.
2. Cara Mengkaji Tingkat Kesadaran
Kesadaran adalah status individu tentang keberadaan dirinya
dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya.
Menurut Strauss dan Glaser Tahun 1970, Tingkat Kesadaran
dibagi 3 :
Closed Awarness
Mutual Pretense
Open Awarness
Teknik lain untuk mengkaji tingkat kesadaran adalah dengan
metode GCS (Glasgow Coma Scale) .
JENIS PEMERIKSAAN NILAI
Respon motorik ( M )
Ikut perintah
Melokalisir nyeri
Fleksi norma
Dekortasi
Deserebrasi
Tidak ada
6
5
4
3
2
1
Respon Verval ( V )
Orientasi baik
Bicara kacau / bingung
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tidak ada
5
4
3
2
1
Respon buka mata
( Eye Opening E )
Spontan
Terhadap suara
Terhadap nyeri
4
3
2
Tidak ada 1
Skor GCS 14-15 : Compos Mentis/Alert/Sadar Penuh
Skor GCS 11 – 13 : Somnolent
Skor GCS 9 – 11 : Sopor
Skor GCS 3-8 : Koma
3. Faktor-Faktor yang perlu dikaji
a. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan
pada berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan
antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi,
cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi
pada klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama
berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek
terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal
karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan
penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
b. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi
terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang
terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi
wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah.
Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal
antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan.
Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang
terjadi pada klien terminal.
Menurut Kubler Ross (1969) seseorang yang menjelang ajal
menunjukan lima tahapan, yaitu :
Denial (menolak), pada tahap ini individu menyangkal dan
bertindak seperti tidak terjadi sesuatu, dia mengingkari bahwa
dirinya dalam kondisi terminal. Pernyataan seperti ‘ tidak
mungkin, hal ini tidak akan terjadi pada saya, saya tidak akan
mati karena kondisi ini’ umum dilontarkan klien.
Anger (Marah) individu melawan kondisi terminalnya, dia
dapat bertindak pada seseorang atau lingkungan di sekitarnya.
Tindakan seperti tidak mau minum obat, menolak tindakan
medis, tidak ingin makan, adalah respon yang mungkin
ditunjukan klien dalam kondisi terminal.
Bargaining (Tawar Menawar), individu berupaya membuat
perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah
kematian. Seperti “ Tuhan beri saya kesembuhan, jangan cabut
nyawaku, saya akan berbuat baik dan mengikuti program
pengobatan’.
Depresion (Depresi), ketika ajal semakin dekat atau kondisi
semakin memburuk klien merasa terlalu sangat kesepian dan
menarik diri. Komunikasi terjadi kesenjangan, klien banyak
berdiam diri dan menyendiri.
Aceptance(Penerimaan), reaksi fisiologis semakin
memburuk, klien mulai menyerah dan pasrah pada keadaan
atau putus asa.
Peran perawat adalah mengamati perilaku pasien terminal,
mengenali pengaruh kondisi terminal terhadap perilaku, dan
memberikan dukungan yang empatik.
c. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama
kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung
menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi,
dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya.
Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada
perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien
mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan
social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk
selalu menemani klien.
d. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan
proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-
saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada
Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat
juga harus mengetahui disaat- saat seperti ini apakah pasien
mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani
disaat-saat terakhirnya.
4. Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya
dalam Pengkajian Pasien Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek
cultural/budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang
ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan
keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi
kematian/menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan
setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan
budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus
diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan
ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat
harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan
menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien
menjelang kematian dapat terpenuhi.
B. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA PASIEN
TERMINAL
1. Jenis Diagnosa Keperawatan
Perawat mengumpulkan data-data senjang untuk membuat
diagnosa keperawatan klien pada kondisi terminal.
Mengelompokan perubahan/ masalah fisik, psikologis, social,
spiritual klien dan keluarganya kedalam kelompok actual atau
potensial.
Perawat harus mengidentifikasi batasan/karakteristik yang
membentuk dasar untuk kelompok diagnosa yang actual atau
potensial.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
pada pasien terminal
Klien menjelang ajal / kondisi terminal membutuhkan
pertimbangan khusus ketika diagnosa keperawatn ditegakkan.
Klien yang sakit terminal menyebabkan berbagai perubahan
kondisi seperti perubahan citra tubuh, cacat fisik atau
perubahan konsep diri. Sejalan dengan memburuknya kondisi
klien perawat membuat diagnos yang relevan dengan
kebutuhan dasar seperti perubahan rasa nyaman, perubahan
eliminasi, pernafasan tidak efektif, perubahan sensoris dan
sebagainya. Berbagai kondisi tersebut bisa dituangkan dalam
bentuk diagnosa actual atu potensial.
Karena sifat dan tingkat keparahan kondisi terminal, data
pengkajian fisik harus dikumpulkan dengan sering dan dapat
digunakan untuk memvalidasi diagnosa.
Contoh diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
kondisi terminal antara lain :
Nutrisi tidak terpenuhi berhubungan dengan intake/asupan
tidak adekuat
Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh
Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi
Potensial terjadi kecelakaan fisik berhubungan dengan
kelemahan
Gangguan konsep diri berhubungan dengan
ketidakmampuan pasien menerima keadaannya
Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan klien
mengungkapkan perasaannya dalam menghadapi kematian
Depresi berhubungan dengan ketidaksiapan menghadapi
kematian
C. PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN TERMINAL
1. Prinsip Rencana Keperawatan pada pasien
terminal
Ketika merawat klien menjelang ajal/terminal, tanggung jawab
perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis,
dan social yang unik. Perawat harus lebih toleran dan rela
meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal,
untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan
untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.
Tujuan merawat klien terminal adalah sebagai berikut :
Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan fisik
Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
Mempertahankan harapan
Mencapai kenyamanan spiritual
Menghindarkan / mengurangi rasa kesepian, takut, depresi
dan isolasi
Mempertahankan rasa aman, harkat , dan rasa berguna
Membantu klien menerima kehilangan
2. Intervensi Keperawatan pada pasien terminal
Menurut Rando (1984), ada tiga kebutuhan utama klien
terminal yaitu pengendalian nyeri, pemulihan jati diri dan
makna diri, dan cinta serta afeksi.
Kehadiran perawat harus bisa memberikan ketenangan dan
menurunkan ansietas, perawat dapat mendukung harga diri
klien dengan menanyakan tentang pilihan perawatan yang
diinginkan. Perawat mendorong keluarga untuk berpartisipasi
dalam pembuatan keputusan klien dan keputusan bersama. Hal
ini membantu menyiapkan keluarga ketika klien sudah tidak
mampu membuat pilihan.
Setiap klien dan keluarga harus ditangani secara unik dengan
mengenali kebutuhan, rasa takut, cita-cita, dan kekhawatiran
mereka akan perubahan perjalanan penyakit. Klien terminal
mungkin mengkhawatirkan situasi dan dukacita dari orang
yang ditinggalkan. Selain membutuhkan bantuan dengan
masalah yang berhubungan dengan penyakit dan stress
emosional yang ditimbulkan, klien juga membutuhkan bantuan
dalam masalah financial, perubahan hubungan social dan
seksual dan kesulitan dalam menghadapi rumah sakit. Perawat
bisa menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu untuk
mengatasi masalah praktis pada pasien terminal.
D. PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA
PASIEN TERMINAL
1. Konsep Bimbingan dan Konseling pada Pasien
Terminal
Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat
membantu klien untuk meraih kembali martabatnya. Perawat
dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan
intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus
dirawat dengan respek dan perhatian penuh. Dalam
melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus
dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan
diperlukan.
Pokok – pokok dalam memberikan bimbingan dan konseling
dalam perawatan pasien terminal terdiri dari :
a. Peningkatan Kenyamanan.
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan
dan peredaan distress psikobiologis. Perawat harus
memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan
penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama
penting karena mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan
fungsi psikologis. Ketakutan terhadap nyeri umum terjadi pada
klien kanker. Pemberian kenyamanan bagi klien terminal juga
mencakup pengendalian gejala penyakit dan pemberian terapi.
Klien mungkin akan bergantung pada perawat dan
keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga
perawat bisa memberikan bimbingan dan konseling bagi
keluarga tentang bagaimana cara memberikan kenyamanan
pada klien.
b. Pemeliharan Kemandirian
Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah
perawatan intensif, pilihan lain adalah perawatan hospice yang
memungkinkan perawatan komprehensif di rumah. Perawat
harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada
keluarga dank lien. Sebagian besar klien terminal ingin mandiri
dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk
melakukan tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca,
akan meningkatkan martabat klien. Perawat tidak boleh
memaksakan partisipasi klien terutama jika ketidakmampuan
secara fisik membuat partisipasi tersebut menjadi sulit.
Perawat bisa memberikan dorongan kepada keluarga untuk
membiarkan klien membuat keputusan.
c. Pencegahan Kesepian dan Isolasi
Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk
merespon secara efektif terhadap klien menjelang ajal. Untuk
mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat
mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan.
Lingkungan harus diberi pencahayaan yang baik, keterlibatan
anggota keluarga, teman dekat dapat mencegah kesepian.
Keluarga atau penjenguk harus diperbolehkan bersama klien
menjelang ajal sepanjang waktu. Perawat memberikan
bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu bersama klien
menjelang ajal, terutama saat-saat terkhir hidupnya.
d. Peningkatan Ketenangan Spiritual
Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar
dari sekedar meminta rohaniawan. Ketika kematian mendekat,
Klien sering mencari ketenangan. Perawat dan keluarga dapat
membantu klien mengekspresikan nilai dan keyakinannya.
Klien menjelang ajal mungkin mencari untuk menemukan
tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri kepada
kematian. Klien mungkin minta pengampunan baik dari yang
maha kuasa atau dari anggota keluarga. Selain kebutuhan
spiritual ada juga harapn dan cinta, cinta dapat diekspresikan
dengan baik melalui perawatan yang tulus dan penuh simpati
dari perawat dan keluarga.
Perawat dan keluarga memberikan ketenangan spiritual
dengan menggunakan ketrampilan komunikasi, empati, berdoa
dengan klien, membaca kitab suci, atau mendengarkan musik.
e. Dukungan untuk keluarga yang berduka
Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang
ajal dan kematian dari orang yang mereka cintai. Semua
tindakan medis, peralatan yang digunakan pada klien harus
diberikan penjelasan, seperti alat Bantu nafas atau pacu
jantung. Kemungkinan yang terjadi selama fase kritis pasien
terminal harus dijelaskan pada keluarga.
2. Prosedur Bimbingan dan Konseling pada pasien
terminal
Dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada pasien
terminal atau keluarganya, harus ditetapkan tujuan bersama.
Hal ini menjadi dasar untuk evaluasi tindakan perawatan.
Bimbingan yang diberikan harus berfokus pada peningkatan
kenyamanan dan perbaikan sisa kualitas hidup, hal ini berarti
memberikan bimbingan pada aspek perbaikan fisik, psikologis,
social dan spiritual.
E. PELAKSANAAN PERAWATAN LANJUTAN DI RUMAH
1. Batasan Perawatan Lanjut di Rumah
Penyakit terminal menempatan tuntutan yang besar pada
sumber social dan financial. Keluarga mungkin takut
berkomunikasi dengan klien, banyak hal sulit yang dialami
keluarga untuk mengatasi kondisi anggota keluarganya yang
terminal. Hal ini mencakup lamanya periode menjelang ajal,
gejala yang sulit dikontrol, penampilan dan bau yang tidak
menyenangkan, sumber koping yang terbatas, dan buruknya
hubungan dengan pemberi perawatan. Alternatif perawatan
bisa dilaksanakan di rumah, dikenal dengan Perawatan
Hospice.
Perawatan Hospice adalah program perawatan yang berpusat
pada keluarga yang dirancang untuk membantu klien terminal
dapat hidup nyaman dan mempertahankan gaya hidup
senormal mungkin sepanjang proses menjelang ajal. Sebagian
besar klien dalam program hospice mempunyai waktu hidup 6
bulan atau kurang. Program ini dimulai di Irlandia tahun 1879,
yang kemudian di Inggris, amerika, dan Canada pada tahun
1970-an.
Komponen Perawatan Hospice yaitu:
o Perawatan di rumah yang terkoordinasi dengan pelayanan
rawat jalan dibawah administrasi rumah sakit
o Control gejala (fisik,fisiologis, sosio-spiritual)
o Pelayanan yang diarahkan dokter.
o Ketentuan tim perawatan interdisiplin ilmu yang terdiri dari
dokter, perwat, rohaniawan, pekerja sosial, dan konselor.
o Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang
waktu.
o Klien dan keluarga sebagai unit perawatan.
o Tindak lanjut kehilangan karena kematian setelah
keamatian klien.
o Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian dari
tim.
o Penerimaan kedalam program didasarkan pada kebutuhan
perawatan kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk
membayar.
Program hospice menekankan pengobatan paliatif yang
mengotrol gejala ketimbang pengobatan penyakit. Klien dan
keluarga berpartisipasi dalam perawatan .perawatan klien
dikoordinasikan antara lingkungan rumah dan klien. Upaya
diarahkan untuk tetap merawat klien dirumah selama mungkin.
Keluarga menjadi pemberi perawatan primer, pemberian
medikasi dan pengobatan, tim interdisiplin memberikan
sumber psikologis dan fisik yang diperlukan untuk mendukung
keluarga.
2. Sistem Rujukan
Dalam pelayanan rujukan, rujukan pasien harus dibuat oleh
penanggung jawab perawatan. Diluar negeri Registered nurses
(RN), mempunyai kewenangan untuk merujuk pasien ke system
pelayanan yang lebih tinggi lagi. Dalam perawatan pasien di
rumah, system rujukan bisa dibuat, dimana perawatan klien
oleh perawat home care dibawah yurisdiksi Registered nurses
(RN). RN membuat delegasi tugas-tugas perawatan yang harus
dilaksanakan oleh perawat pelaksana yang telah mempunyai
izin (lisenced) dari lembaga berwenang.
Prinsip Delegasi/Rujukan :
o Perawat pelaksana secara hukum bertanggung jawab
langsung untuk merawat klien
o Perawat pelaksana bertanggung jawab untuk merujuk
pasien, mengevaluasi asuhan yang diberikan, bimbingan dan
konseling pasien terminal
o Pemberian terapi intravena tergantung peraturan
pemerintah setempat, ada yang memberi kewenangan untuk
melakukan terapi intravena oleh pelaksana perawat, ada juga
yang tidak.
o Lembaga berwenang (Rumah sakit, binas kesehatan)
memberi kan izin pada perawat pelaksana untuk merawat dan
membuat rujukan berdasarkan standar asuhan keperawatan.
3. Langkah Perawatan Lanjut di Rumah
Perawatan lanjut di rumah ditujukan untuk memberikan
perawatan fisik berupa perawatan kebersihan diri, perawatan
kulit, ambulasi, laithan dan mobilisasi, berpakaian, kemampuan
eliminasi dan lainnya. Perawatan harus memberikan
kebersihan, keamanan, kenyamanan dan lingkungan yang
tenang. Inti perawatan harus bisa memberikan kenyamanan
bagi klien, peningkatan kemandirian, Pencegahan Kesepian dan
Isolasi, peningkatan ketenagan spiritual.
F. DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN TERMINAL
1. Tujuan Dokumentasi Askep pada Pasien
Terminal
Bentuk dokumentasi pasien terminal di tiap rumah sakit sangat
variatif. Modiifikasi yang dikembangkan berbeda-beda, namun
secara garis besar tujuan dokumentasi adalah :
a. memberi informasi perawatan seperti fakta, gambaran, hasil
observasi kesehatan klien ke tim kesehatan lainnya.
b. Menunjukan penampilan kerja perawat dalam merawat klien
yang lebih spesifik
c. Merupakan catatan mutlak atau dokumen legal yang
digunakan sebagai referensi kesehatan klien.
2. Prinsip Aspek Legal dan Etik
Pada prinsipnya semua catatan kesehatan klien adalah
dokumen legal. Dalam tinjauan legal-etik, bentuk perawatan
yang diberikan tetapi tidak dicatat sama saja dengan tidak
memberikan perawatan. Oleh karena itu penting untuk
mencatat semua tindakan yang telah diberikan. Yang legal
adalah tindakan yang terdokumentasikan.
3. Teknik Pendokumentasian
Pendokumentasian atau Charting di tiap rumah sakit berbeda,
terdapat 3 teknik pendokumentasian, yaitu :
a. berorientasi pada sumber (Source Oriented), informasi
kesehatan pasien didokumentasikan berdasarkan sumber tim
kesehatan yang membuat. Contoh ada 3 dokumentasi terpisah
yaitu catatan kesehatan yang dibuat oleh dokter, perawat, atau
fisioterapi. Kekurangannya adalah untuk mengetahui gambaran
lengkap/utuh dari pasien, seseorang harus membaca secara
terpisah tiap lembar dokumentasi klien dari tiap sumber. Hal ini
tentu akan menghabiskan waktu, jenis dokumentasi biasanya
dalam bentuk narasi.
b. Berorientasi pada Masalah (Problem –based Oriented),
pendokumentasian berdasarkan masalah yang ditemukan pada
klien. Semua masalah actual maupun potensial dibuat
catatannya. Semua tim kesehatan mendokumentasikan pada
lembar yang sama. Keuntungannya semua gambaran
kesehatan klien dapat mudah dibaca.
c. Teknik komputerisasi (Computer Assisted Oriented), secara
konstan dari berbgai sumber bisa dilihat informasi terkini
perkembangan kesehatan klien. Data perkembangan
kesehatan klien dituangkan dalam format DAR (Data, Action,
Responses).
4. Berpikir Kritis dalam pendokumentasian data
Dalam pendokumentasian perawat harus berpikir kritis, hal-hal
apa saja yang penting didokumentasikan untuk pasien
terminal. Hal penting yang harus dicatat adalah :
o Perawat harus memperhatikan gejala fisik klien yang
menyebabkan ketidaknyamanan
o Perawat harus mengenali tahapan menjelang ajal
o Perawat memberikan dukungan system / lingkungan bagi
klien menjelang ajal/terminal
o Perawat dapat peka dan mampu menganalisa hal yang
membuat pasien terminal merasa nyaman atau tidak nyaman
o Perawat melihat penerimaan keluarga dan interaksi dengan
pasien terminal
G. BUKU SUMBER
Smith, Sandra F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical
Nursing Skills. Basic to Advanced Skills, Fourth Ed, 1996.
Appleton&Lange, USA.
Craven, Ruth F. Fundamentals of nursing : human healt and
function.
Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees
and Practice, Ethics and Values. California : Addison Wesley
Potter, P (1998). Fundamental of Nursing. Philadelphia :
Lippincott.
Atkinson, Leslie D. Fundamentals of Nursing. A Nursing Process
Approach.
Diposkan oleh lukmanulhakim di 01:22
Label: asuhan keperawatan_Nursing care
http://lukmanulhakim-amk.blogspot.com/2011/02/asuhan-
keperawatan-pada-pasien-terminal.html
PENGERTIAN PENYAKIT KRITIS DAN TERMINAL
Kritis
Suatu keadaan penyakit kritis dimana memungkinkan sekali
klien meninggal.
Contoh : Gangguan kesadaran (coma meninggal)
Keadaan hamper meninggal/sakaratul maut
Ca.Stadium lanjut
Terminal
Keadaan penyakit terminal merupakan kondisi penyakit yang
berat dan tidak dapat disembuhkan lagi.
B. RESPON KLIEN TERHADAP PENYAKIT KRITIS DAN
TERMINAL
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan
respon BIO-PSIKO-SOSIAL-SPIRITUAL ini akan meliputi respon
kehilangan.
1. Kehilangan Kesehatan
Klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistis,
aktifitasnya terbatas.
2. Kehilangan Kemandirian
Ditunjukkan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-
kanakan, ketergantungan.
3. Kehilangan Situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari
bersama keluarga / kelompoknya.
4. Kehilangan Rasa Nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan
fungsi tubuh seperti : panas, nyeri, dll.
5. Kehilangan Fungsi Fisik
Contoh : klien gagal ginjal harus dibantu melalui haoinodialisa.
6. Kehilangan Fungsi Mental
Klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat
berkonsentrasi dan berfikir efisiek sehingga klien tidak dapat
berfikir secara rasional.
7. Kehilangan Konsep Diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah
mencakup bentuk dan fungsi tubuh sehingga klien tidak dapat
berfikir secara rasional (body image) peran serta identitasnya.
Hal ini akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri menjadi
rendah.
8. kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
C. PSIKODINAMIKA PENYAKIT KRITIS DAN TERMINAL
1. DINAMIKA INDIVIDU
a. PROTES DAN PENGINGKARAN
Pada fase ini klien mengekspresikan rasa tidak percaya pada
kenyataan.
“mengapa kejadian ini menimpa saya?”
Pada fase ini terjadi proses perubahan konsep diri, ini terjadi
selama kondisi klien dalam keadaan stress tetapi Setelah
keadaan ini berlalu klien mulai masuk kedalam fase berikutnya.
b. DEPRESI CEMAS DAN MARAH
Pada fase ini emosi klien mulai meningkat. Depresi, cemas dan
marah muncul
Kerika klien tidak mampu mengatasi masalahnya dan merasa
tidak berdaya.
“bagaimana mengatasi masalah ini?”
Manifestasi depresi ; sedih, kadang-kadang menangis, bingung
ketergantungan, tidak dapat mengambil keputusan, tidak
punya harapan.
Kecemasan yang dialami pasien dialihkan menjadi kemarahan
yang diproyeksikan pada diri sendiri, keluarga dan petugas.
c. PELEPASAN DAN REINVESTASI
Klien mulai mengidentifikasi peningkatan keadaan cemas,
depresi dan perasaan marahnya. Klien mulai mengumpulkan
kekuatan yang dimiliki untuk mengurangi respon yang
memperberat keadaan stress, apabila penyakit ini terjadi
progressif fase ini akan berlangsung siklik. Disini klien mulai
ada kerja sama. Klien mulai melepaskan dari obyek yang
hilang, mulai membina hubungan dan penyesuaian diri
terhadap realita.
2. DINAMIKA KELUARGA
Respon keluarga bersama dengan respon emosi klien ;
pengingkaran, marah, cemas dan depresi.
3. DINAMIKA LINGKUNGAN
Dengan kesadaran bervariasi menimbulkan dinamika bagi klien
STIGMA SOSIAL ketidakmampuan melakukan aktivitas sosial
perubahan peran dalam kelompok sosial merupakan hambatan
dalam melaksanakan fungsi sosial secara normal.
RESPON PERAWAT
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus
menunjukkan sikap professional dan tulus dengan pendekatan
yang baik pada saat pasien mengalami fase pengingkaran
perawat harus dapat menghadirkan fakta.
ANALISA DIRI PERAWAT
Kesadaran diri yang kuat dan perilaku yang ideal diperlukan
perawat dalam terapi.
Contoh :
Bagaimana perasaan saya pada saat melihat orang mengalami
kesulitan.
Bagaimana perasaan saya tentang penyakit klien dalam
keadaan kritis.
Apakah keyakinan saya tentang penyakit kronik sama/berbeda
dengan klien/keluarga.
D. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PENYAKIT KRITIS DAN TERMINAL
1. PENGKAJIAN
a. PENGKAJIAN TERHADAP KLIEN
Perlu dikaji bagaimana upaya klien dalam mengatasi
kehilangan dan perubahan yang terjadi.
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
1) Respon emosi klien terahadap diagnosa
2) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap
situasi
3) Upaya klien dalam mengatasi situasi
4) Kemampuan dalam mengambil dan memilik pengobatan
5) Persepsi dan harapan klien
6) Kemampuan mengingat masa lalu.
b. PENGKAJIAN KELUARGA
Perawat perlu mengetahui persepsi keluarga terhadap penyakit
klien dan sejauh mana pengaruhnya terhadap keluarga,
kelebihan dan kekurangan yang memerlukan dukungan dan
intervensi.
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
1) Respon keluarga terhadap klien
2) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya.
3) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
4) Kapasitas dan sistem pendukung yang ada.
5) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan
fungsional
6) Proses pengambilan keputusan
7) Identifdikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat
kehilangan dan perubahan yang terjadi.
c. PENGKAJIAN LINGKUNGAN
Sumberdaya yang ada.
Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit
Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
Ketersediaan fasilitas partisipasi dalam asuhan keperawatan
kesempatan kerja.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan
kehilangan dan perubahan.
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan
ketidakmampuan mengekspresikan perasaan.
c. Gangguan berhubungan (menarik diri) berhubungan
dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari
(ADL)
d. Gangguan body image berhubungan dengan dampak
penyakit yang dialami
e. Resiko tinggi terjadinya gangguan identitas berhubungan
dengan adanya hambatan dalam fungsi seksual.
3. PERENCANAAN
TUJUAN
a. Klien dapat mengidentifikasi respon pengingkaran terhadap
kenyataan.
b. Klien dapat mengidentifikasi perasaan cemas
c. Klien mau membina hhubungan dengan keluarga dan
petugas
d. Klien dapat menerima realitas/keadaan dirinya saat ini.
e. Klien tidak mengalami gangguan fungsi seksual.
INTERVENSI TERHADAP KLIEN
a. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaan cemas, marah, frustasi dan depresi.
b. Bantu klien untuk menggunakan koping yang konstruktif
c. Berikan informasi secara benar dan jujur
d. Bantu klien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
e. Beri penjelasan mengenai perubahan fungsi seksual yang
dialami terhadap penyakitnya.
f. Ciptakan lingkungan yang mendukung penyembuhan.
INTERVENSI TERHADAP KELUARGA
a. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi kekuatannya.
b. Beri informasi tentang klien kepada keluarga secara jelas
c. Bantu keluarga untuk mengenali kebutuhan
d. Berikan motivasi pada keluarga untuk memberikan
perhatian kepada klien
e. Tingkatkan harapan keluarga terhadap keadaan klien
f. Optimalkan sumber daya yang ada
g. Beri informasi tentang penyakit ynag jelas
h. Beri motivasi pada lingkungan untuk membantu klien dalam
proses penyembuhan
i. Upayakan fasilitas kesehatan yang memadai sesuai
Read more: http://texbuk.blogspot.com/2011/06/asuhan-
keperawatan-klien-penyakit.html#ixzz1xxEmAJC7
http://texbuk.bsplogot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-klien-
penyakit.html
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terminal
Pendahuluan
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh
setiap mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah
dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan
dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur
harapan hidup semakin bertambah dan kematian semakin
banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti
kanker dan stroke. Pasien dengan penyakit kronis seperti ini
akan melalui suatu proses pengobatan dan perawatan yang
panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan
dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan
umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya
kematian.
Sebagin besar kematian di rumah sakit adalah kematian akibat
penyakit kronis dan terjadi perlahan-lahan. Pada umumnya,
dokter dan perawat lebih mudah menghadapi kematian yang
muncul secara perlahan-lahan. Mereka tidak dipersiapkan
dengan baik untuk berhadapan dengan ancaman kematian.
Ditengah keputusasaan, sering kali terdengar ”Kami sudah
melakukan segalanya yang bisa dilakukan........”
Namun kini telah mulai disadari untuk pasien terminal pun
profesi medis masih dapat melakukan banyak hal. Jika upaya
kuratif tidak dimunginkan lagi, masih luas kesempatan untuk
upaya paliatif. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit
kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti
nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas
tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka
kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak
hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga
pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial
dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin
yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care.
Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah
memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk
membantu pasien menjalani sisa hidupnya dalam keadaan
seoptimal mungkin.
Konsep Kehilangan dan berduka
(sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya: Asuhan
Keperawatan pada pasien kehilangan dan berduka)
Arti Kematian
Kematian terjadi bila:
- Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah terhenti secara
pasti
- Penghentian ireversibel setiap fungsi otak telah terbukti
Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli
kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan
dan denyut jantung terhenti.jantung seseorang telah terhenti.
Tanda-tanda Kematian
1. Dini:
• Pernafasan terhenti , penilaian > 10 menit (inspeksi, palpasi
auskultasi)
• Terhentinya sirkulasi, penilaian 15 menit, nadi karotis tidak
teraba
• Kulit pucat
• Tonus otot menghilang dan relaksasi
• Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca
kematian
• Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10
menit (hilang dengan penyiraman air)
2. Lanjut (Tanda pasti kematian)
• Lebam mayat (livor mortis)
• Kaku mayat (rigor mortis)
• Penuruna suhu tubuh (algor mortis)
• Pembusukan (dekomposisi)
• Adiposera (lilin mayat)
• Mumifikasi
Perawatan Setelah Kematian
• Menangani tubuh klien secepat mungkin untuk mencegah
kerusakan jaringan atau perubahan bentuk tubuh (setelah
kematian tubuh akan mengalami perubahan fisik)
• Beri kesempatan keluarga untuk melihat tubuh klien
• Luangkan waktu bersama keluarga untuk membantu mereka
dala melewati masa berduka
• Siapkan kondisi ruangan sebelum keluarga melihat mayat
klien
• Perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya
tampak sealamiah dan senyaman mungkin
Dampak sakit Terminal
• Gangguan psikologis
• Gangguan somatis
• Gangguan seksual
• Gangguan sosial
• Gangguan dalam bidang pekerjaan
GEJALA DAN MASALAH YANG SERING DIJUMPAI PADA BERBAGAI
SISTEM ORGAN
Sistem Gastrointestinal
- Anorexia
- Konstipasi
- Mulut kering dan bau
- Kandidiasis dan sariawan mulut
Sistem Genitourinaria
- Inkontinensia urin
Sistem Integumen
- Kulit kering/pecah-pecah
- Dekubitus
Sistem Neurologis :
- Kejang
Perubahan Status Mental
- Kecemasan
- Halusinasi
- Depresi
Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal
a. Pengkajian
• Faktor Predisposisi
• Faktor Presipitasi (Kehilangan bio, psiko, sosial, spiritual)
• Perilaku
• Mekanisme Koping
b. Diagnosa Keperawatan
1. Dukacita adaptif b.d kehilangan kepemilikan pribadi
2. Dukacita maladaptif b.d penyakit Terminal kronis
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
psikologis (respon dukacita yang tertahan)
4. Perubahan proses keluarga b.d transisi/krisis situasi
5. Isolasi sosial b.d sumber pribadi tidak adequat
6. Gangguan pola tidur b.d stress karena respon berduka
7. Distress spiritual b.d perpisahan dari ikatan keagamaan dan
kultural
c. Intervensi
1. Akomodasi dukacita
2. Menerima realitas kehilangan
3. Mencapai kembali rasa harga-diri
4. Memperbarui aktivitas atau hubungan normal
5. Terpenuhinya kebutuhan fisiologis, perkembangan dan
spiritual
6. Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan
7. Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas seharí-hari
8. Mempertahankan harapan
9. Mencapai kenyamanan spiritual
10. Meraih kelegaan akibat kesepian dan isolasi
d. Implementasi
1. Komunikasi terapeutik
a. Denial
Pembantahan ini menyangkut penyakit atau pronologis yang
fatal. Pembantahan ini hanya diepaskan sedikit demi sedikit
dalam suatu relasi kepercayaan dan pasien untuk diberi waktu
untuk itu.
b. Anger
Dalam fase ini pasien memberontak melawan suratan
nasip ,melawan Tuhan. Secara konkrit kemarahannya
diarahkan kepada dokter, perawat atau keluarga terdekat.
Yang penting ialah dokter atau perawat tidak menanggapi
dengan mencap pasien sebagai pasien rewel.
c. Bergaining
Pasien mencoba meloloskan diri dari nasibnya atau sekurang-
kurangnya menundanya. Dalam fase ini kita sering melihat
pasien mencari kesembuhan dangan konsutasi pada dokter lain
atau ia mencoba pengobatan alternatif
d. Depression
Jika akhir kehidupan harus diakui dengan tidak mungkin
dihindarkan lagi, pasien menjadi sedih dan depresi. Konselor
berusaha mendobrak kesedihan, terutama membuat pasien
menyelesaikan hal-hal yang masih harus diurus atau
memperbaiki kesalahan dahulu. Dengan cara ini pasien dapat
meninggal dengan tenang dan damai.
e. Aceptence
Dalam fase ini konselor tidak boleh kecewa kalu fase terakhir
tidak tercapai. Konselor harus mendampingi pasien dan tidak
memaksa cara yang paling dianggap ideal
Orang yang paling dapat bertindak sebagai konseling kepada
pasien terminal adalah dokter. Selain itu perawat seringkali
juga paling dekat dengan pasien juga dapat memberikan
konstribusi yang sangat berharga.
Hal penting yang harus dimiliki konselor adalah empati, yang
penting pasien mendapat kepastian bahwa ia tidak ditinggalkan
sendirian.
2. Pemeliharaan harga diri
3. Peningkatan kembalinya aktivitas kehidupan
4. Merawat klien menjelang ajal dan keluarganya
http://nurse-smw.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-
pada-pasien-terminal_08.html