askep fraktur, lp
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR
A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang akibat
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorsinya
(Burnner & Suddarth . 2001 : 2357). Sedangkan menurut
Linda Jual, fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang
yang diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besar
dari yang dapat diserap oleh tulang.
B. ETIOLOGI
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang
pada titik terjadinya kekerasan itu misalnya
tulang kaki terbentur mobil.
2. Kekerasan tidaka langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang diempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
tulang yang paling lemah dalam jalur hantaran
vector kekerasan, misalnya bila seseorang jatuh
dari ketinggian dengan tumit kaki, maka tulang
yang terlebih dahulu patah adalah tulang tibia,
tulang femur, tulang belakang dan lain sebagainya
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot jarang
terjadi, dan bila terjadi dapat karena berupa
adanya pemutaran, penekukan, penekanan atau
kombinasi ketiganya, misalnya patah tulang parfela
dan olekranon.
1
C. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri.
Nyeri terus menurus dan dapat bertambah
beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai yang alamiah yang dirancang untuk
menimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas
Perubahan bentuk atau posisi, yang dapat
diraba atau dilihat dengan membandingkannya dengan
ekstremitas yang normal.
3. Pemendekan
Pemendekan tulang biasanya diakibatkan oleh
kontraksi otot yang melekat diatas-bawah tempat
fraktur. Fragmen saling melingkupi satu sama
lainnya, sampai 2,5 s/d 5 cm
4. Krepitasi
Adanya derik tulang yang teraba akibat
gesekan antar fargmen satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna local pada
kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur dan baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah adanaya cidera
(Brunner dan suddarth., 2001 : 2358)
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2
Untuk mendiagnosa suatu fraktur secara tepat selain
dapat diketahui dari tanda dan gejala diatas, untuk
memastikannya diperlukan adanya pemeriksaan rontgen. Foto
pada daerah yang fraktur diambil dari beberapa bidang
pandang, sehingga foto menunjukkan persendian yang
terletak diproksimal dan distal dari tempat fraktur.
E. PENALAKSANAAN MEDIS
Ada tiga prinsip dalam penatalaksanaan fraktur, yakni
1. Reduksi/reposisi
Yaitu mengembalikan fragmen fraktur pada
kesejajarannya.
2. Imobilisasi
Setelah fraktur direposisi, fragmen tulang harus
diimolisasikan atau dipertahankan dalam posisi
kesejajarnya yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imolisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
atau interna. Fikasai eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi continu dan lain
sebagainya. Sedangkan traksi internan mdapat
menggunaan implant logam yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Segala upaya yang diarahkan padapenyembuhan tulang
dan jaringan lunak. Reposisi dan imolisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan, status novaskuler
dipantau. Kegelisahan, ansietas, latihan otot
diusahakan untuk meminimalkan atropi ototdan
meningkatkan peredaran darah.Partisipasi dalam
aktivitas sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri
F. KOMPLIKASI
3
1. Komplikasi dini
a. Syok
Berupa syok hipovolemik atau traumatik
akibat perdarahan dan kehilangan cairan
ekstra sel kejaringan yang rusak.
b. Sindrom emdi lemak
Setelah terjadi fraktur globula lemak dapat
masuk kedalam darah karena tekanan sumsum
tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler
atau karena katekolamin yang dilepaskan
oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi
lemak dan meudahkan terjadinya globula
lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen
Masalah yang terjadi saat perpusi jaringan
dalam otak kurang dari yang dibutuhkan
untuk kehidupan jaringan.
2. Komplikasi lanjut
a. Malunion
Fraktur sembuh dengan deformitas
b. Delayed
Fraktur sembuh dalam waktu yang lebih dari
normal
c. Non union
Fraktur yang tidak menyambung. Disebut Mal
union bila tidak menyambung dalam waktu
dua minggu. Misal, pada fraktur dengan
kehilangan fragmen sehinga ujung tulang
berjauhan.
G. PROGNOSIS
4
Tulang yang mengalami fraktur tulang dapat kembali
kekeadaan semula, asal tidak kehilangan fragmen
fraktur.
5
ASUHAN KEPERAWATANa. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL1.Pertahankan tirah baring
dan imobilisasi sesuai indikasi.
2.Bila terpasang gips/bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut untuk mempertahankan posisi yang netral.
3.Evaluasi pembebat terhadap resolusi edema.
4.Bila terpasang traksi, pertahankan posisi traksi (Buck, Dunlop, Pearson, Russel)
5.Yakinkan semua klem, katrol dan tali berfungsi baik.
6.Pertahankan integritas fiksasi eksternal.
7.Kolaborasi pelaksanaan kontrol foto.
Meningkatkan stabilitas, meminimalkan gangguan akibat perubahan posisi.
Mencegah gerakan yang tak perlu akibat perubahan posisi.
Penilaian kembali pembebat perlu dilakukan seiring dengan berkurangnya edema
Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot untuk mempercepat reunifikasi fragmen tulang
Menghindari iterupsi penyambungan fraktur.
Keketatan kurang atau berlebihan dari traksi eksternal (Hoffman) mengubah tegangan traksi dan mengakibatkan kesalahan posisi.
Menilai proses penyembuhan tulang.
b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang,
6
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)
5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)
Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.
Menilai erkembangan masalah klien.
7
c. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan
aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan
trombus)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL1. Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.
2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.
Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena.
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.
8
d. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL1. Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.
2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.
3. Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai indikasi.
4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit
5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral.
Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.
Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.
Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.
Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak.
Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal.
e. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka
9
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
3.Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.
3. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.
4. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
5. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
6. Berikan diet TKTP.
7. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
8. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.
Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.
Menilai perkembangan masalah klien.
10
f. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).
2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.
Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.
Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.
Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal.
Menilai perkembangan masalah klien.
g. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
11
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL1. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol
2. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.
3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.
4. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)
5. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.
Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.
Meminimalkan kontaminasi.
Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.
Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.
Mengevaluasi perkembangan masalah klien.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
12
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONALKaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.
Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.
Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)
Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.
Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.
Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala dini yang memerulukan intervensi lebih lanjut.
Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA
13
Brunner & suddarth, 2004, Keperawatan Medikal Bedah, EGC :
Jakarta
Carpenito, Linda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawtan, EGC : Jakarta
Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC,
Jakarta, 1996.
Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II,
Medika Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000.
Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1993.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis,
Gramedia, Jakarta 1997.
14