askep ablasio retina.doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah bagian penting dalam kehidupan manusia.Dan dalam
dunia kesehatan sering sekali kita jumpai berbagai macam penyakit, salah satunya
adalah penyakit persepsi sensori.Penyakit ini tak lain adalah penyakit yang menyerang
organ persepsi sensori kita, misalnya indera khusus yang salah satunya adalah
penglihatan (Visus).Gagguan pada indera penglihatan ini misalnya katarak, glaukoma,
hiperemi, ablasio retina dan masih banyak lagi gangguan pada mata lainnya.Dalam
bahasan makalah singkat ini, yang akan dibahas adalah kelainan pada indera
penglihatan manusia, yaitu ablasio retina.
Ablasi retina merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada
berbagai usia. Ablasi retina yang terjadi pada kedua mata sebanyak 12 – 30%. Angka
kejadian terjadinya ablasi retina ialah 8,9 per 100.000 penduduk di Amerika Serikat
(AS).Sedangkan di Indonesia, data yang ada di poliklinik RSCM sub bagian
vitreoretina, ablasi retina berada di urutan pertama dari sepuluh kelainan dan penyakit
vitreoretina pada tahun 1998.
Penyakit mata akibatnya lepasnya retina. Dalam banyak kasus terjadi pada
usia lanjut tapi berpotensi terjadi pada semua tingkatan usia. Umumnya terjadi akibat
benturan keras di kepala (trauma), miopia tinggi, penyakit sistemik, peradangan dan
afakia dan dapat menyebabkan kebutaan permanen apabila tidak ditangani dengan
serius.
Gejala yang ditimbulkan adalah pengelihatan yang seperti kilatan-kilatan
cahaya, tibulnya floaters yang merupakan bayangan hitam yang terlihat oleh mata
dalam berbagai bentuk dan ukuran. Dapat berbentuk garis-garis ataupun jaring laba-
laba. Biasanya floaters bergerak saat melirik ke kiri atau ke kanan dan semakin jelas
apabila melirik kearah dinding dan langit-langit.
1
Memerlukan tindakan operasi untuk melekatkan kembali retina pada
tempatnya. meskipun prosedur ini hanya berperan untuk mempertahankan agar
keadaan tidak semakin progresif atau lebih parah.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan ablasio retina
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi ablasio retina
2. Mengetahui penyebab dari ablasio retina
3. Mengetahui manifestasi klinis dari ablasio retina
4. Mengetahui pemeriksaan diagnostik ablasio retina
5. Mengetahui penatalaksanaan pada ablasio retina
6. Mengetahui komplikasi dari ablasio retina
7. Mengetahui prognosis ablasio retina
8. Mengetahui asuhan keperawatan dari ablasio retina
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ablasio retina?
2. Apa saja penyebab dari ablasio retina ?
3. Apa saja manifestasi klinis dari ablasio retina ?
2
4. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari ablasio retina ?
5. Apa saja penatalaksanaan pada ablasio retina ?
6. Apa saja komplikasi dari ablasio retina ?
7. Apa prognosis dari ablasio retina ?
8. Apa asuhan keperawatan pasien dengan gangguan mata ablasio ?
1.4 Manfaat
Manfaat disusunnya makalah ini adalah:
1. Klien dapat mengetahui program mengatasi penyakit ablasio retina.
2. Klien dapat mencegah hal-hal yang dapat menyebabkan ablasio retina.
3. Klien dapat mematuhi asuhan keperawatan untuk mengatasi penyakit ablasio
retina.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya.
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas
lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler
koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular, merupakan tempat sinaps
sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
4
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan merah
pada hiperemia.
Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang paling vital dari
retina. Makula merupakan bagian dari retina yang memungkinkan mata melihat detil-
detil halus pada pusat lapang pandang.
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri
retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi
pada retina dalam.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
2.2 Definisi
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel
berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang
mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi,
5
maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan
berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris
retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991)
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel
akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.
2.3 Klasifikasi
Dikenal 3 bentuk ablasi retina:
2.3.1 Ablasi Retina Regmatogenosa
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio
retina regmatogenosa. Pada ablasi retina regmatogenosa maka ablasi
terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke
belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan
retina oleh badan kaca air (fluid vitreous)yang masuk melalui robekan
atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan
retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau
disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior.
2.3.2 Ablasi Retina Eksudatif / Serosa & Hemoragik
Ablasio retina serosa dan hemoragik dapat terjadi walaupun
tidak terdapat pemutusan retina atau traksi vitreo-retina.
Ablasi retina eksudatif adalah ablasi yang terjadi akibat
tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina.
Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari
pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan
penyakit koroid. Penyakit degenerative, inflamasi, dan infeksi yang
terbatas di makula. Termasuk neovaskularisasi subretina yang
disebabkan oleh bermacam-macam hal.
6
2.3.3 Ablasi Retina Tarikan atau Traksi
Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua. Pada
ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan
turun tanpa rasa sakit.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat
disebabkan diabetes melitus proliferatif, trauma, dan perdarahan badan
kaca akibat bedah atau infeksi.
Gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina sensorik
menjauhi epitel pigmen di bawahnya disebabkan oleh adanya membrane
vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri dari fibroblas dan sel glia
atau sel epitel pigmen retina. Pada ablasio retina akibat traksi pada
diabetes, kontraksi korpus vitreum menarik jaringan fibrovaskular dan
retina di bawahnya kea rah anterior menuju dasar korpus vitreum. Pada
awalnya, pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkade-arkade
vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangansehingga kelainan
mengakibatkan retina midperifer dan makula.
2.4 Etiologi
Mata yang berbakat untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan miopia
tinggi, pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer,
50% ablasi yang timbul pada afakia terjadi pada tahun pertama, dan trauma atau
penggunaan fisik yang kuat dan mendadak akan menyebakan robekan retina.
Komplikasi Diabetes Melitus dan Peradangan yang terjadi pada mata juga
dapat mengakibatkan ablasio retina.
2.5 Manifestasi Klinis
Ablasi retina akan memberikan gejala terdapatnya:
1. gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang
menutup.
7
2. Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya(fotopsia) / light
flashes atau keduanya
3. Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba
4. Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang
pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen
5. Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral
menunjjukkan bahwa adanya keterlibatan makula
2.5.1 Retina lepas dengan robekan (rhegmatogenous)
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan peninggian retina umumnya mulai dari perifer dan dapat
mencapai posterior pole dengan cairan di bawah retina.
b. Retina (yang lepas) tampak bergelombang (rugae), kadang ditemukan
perdarahan vitreus. Di vitreus ditemukan sel pigmen retina, tanda utama
adalah robekan retina dengan cairan di bawahnya.
c. Umumnya disertai dengan penurunan tekanan intraokuler.
d. Terkadang ditemukan afferent pupillary defect (APD).
e. Pada yang kronis sering ditemukan pigmen epitel retina berbentuk garis
lurus (demarcation line) membatasi antara daerah retina yang lepas
dengan yang masih melekat, atau pada yang berat ditemukan fibrosis
vitreus berat (proliferative vitreo-retinopathy) hingga perlekatan retina
hebat (star fold, napkins ring, fixed folds, subretinal bands).
2.5.2 Retina lepas akibat cairan serous di bawah retina tanpa robekan
(exudative)
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan retina lepas dengan bentuk permukaan relatif mulus disertai
cairan di bawah retina.
b. Tidak ditemukan robekan retina.
c. Cairan subretina biasanya bullous dengan bentuk retina lepas sesuai
dengan posture atau posisi tubuh, prinsipnya adalah cairan mencari
tempat yang paling rendah.
d. Pemeriksaan APD (afferent pupillary defect) mungkin ditemukan.
8
2.5.3 Retina lepas karena tarikan akibat fibrosis vitreus seperti pada
proliferative diabetic retinopathy (PDR), retinopathy of prematurity
(tractional detachment). Disebut juga tractional
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan retina lepas, umumnya tidak terlalu tinggi kecuali pada
riwayat neonatus prematur.
b. Retina yang lepas berhubungan dengan traksi atau fibrosis yang terjadi
di dalam vitreus, dengan detachmnet yang paling tinggi di tempat
perlekatan traksi/fibrosis.
c. Terkadang disertai dengan robekan retina akibat tarikan traksi/fibrosis.
d. Tanda lainnya dapat ditemukan sesuai dengan penyakit penyerta atau
yang mendasari.
2.6 Pemerikasaan Diagnostik
2.6.1 Pemeriksaan oftalmologi
a. Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau
badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat
menurun bila makula lutea ikut terangkat.
b. Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti
tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan
ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti
halilintar kecil dan fotopsia.
Pemeriksaan lapang pandangan dapat dilakukan dengan:
1. Pemeriksaan konfrontasi, yaitu pemeriksaan dengan melakukan
perbandingan lapang pandangan pasien dengan si pemeriksa
sendiri.
2. Pemeriksaan perimeter atau kampimetri.
9
Lapang pandangan normal adalah 90 derajat temporal, 50 derajat
atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat ke bawah.
c. Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis
ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada
pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus
dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi
gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada
ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata
bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena
terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait
pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat
ditemukan mengambang bebas.
2.6.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit
penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
b. Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga
digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain
yang menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing
intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui
kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan
posterior skleritis.
c. Scleral indentation
d. Goldmann triple-mirror
e. Indirect slit lamp biomicroscopy
f. Tes refraksi
g. Respon refleks pupil
h. Gangguan pengenalan warna
10
i. Tekanan intraokuler,
Hasil Pemeriksaan:
1. Visus atau salah satu posisi lapang pandang memburuk.
2. Fundus refleks hilang
3. Retina terangkat, terlihat abu-abu, bergoyang-goyang.
4. Terkdang robekan retina berwarna merah dapat terlihat langsung pada
pemeriksaan funduskopi.
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Kolaborasi Intervensi Bedah
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan
kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya
dilakukan dengan pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan
dengan cara:
1. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada
ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada
superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan
menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan
menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung
gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala selama 7-10 hari untuk meyakinkan
gelembung terus menutupi robekan retina. Keuntungan dari tindakan ini
adalah pasien tidak perlu dirawat inap dan mencegah komplikasi yang
dapat ditimbulkan dengan menggunakan prosedur buckling. Kerugiannya
adalah kepala pasien harus dalam posisi tertentu dalam 7 – 10 hari, dan
mempunyai tingkat keberhasilan lebih rendah dibandingkan dengan
skleral buckle.
2. Scleral buckle ( pelibatan Sklera )
Operasi jenis ini sampai sekarang masih merupakan pilihan
untuk ablasi tipe regmatogenosa, terutama jika tidak ada komplikasi.
11
Buckle biasanya berupa silicon berbentuk spons atau padat tergantung
dari lokasi dan jumlah robekan retina.Silikon tersebut dipasangkan
melingkari bola mata dengan tujuan membentuk cekukan kedalam pada
dinding bola mata untuk menutupi rongga yang terjadi akibat robeknya
retina.Jika robekan telah tertutup, maka cairan dalam retina akan
menghilang secara spontan dalam jangka waktu 1 – 2 hari.Prosedur ini
lebih sering dilakukan dengan anestesi lokal dan pasca operasi pasien
tidak harus dalam posisi tertentu pasien dapat melakukan aktivitas seperti
biasa kecuali aktivitas yang dapat melukai kepala.
3. Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada
ablasio akibat diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi
vitreus(perdarahan viterus) atau hemoragik vitreus.Pada dasarnya
vitrektomi merupakan tindakan pengeluaran cairan vitreus kemudian
digantikan dengan gas khusus yaitu SFG ( Sulfoheksafliurid). Secara
perlahan gas tersebut akan diserap dan digantikan kembali dengan cairan
yang diproduksi oleh mata itu sendiri. Cara pelaksanaan vitrektomi yaitu
dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan
instrument ke dalam rongga viteus,setelah instrument di masukkan
viterus di pindahkan dengan menggunakan vitreus culter kemudian
dilanjutkan dengan teknik sayatan tractional bands dan air fluid
exchange yakni memasukkan cairan silikon untuk menempelkan kembali
retina. Pada operasi vitrektomi kepala pasien harus berada dalam posisi
tertentu untuk menjaga agar retina tetap menempel.Terkadang vitrektomi
dapat dilakukan bersamaan dengan pemasangan sklera buckle.
Operasi-operasi tersebut diatas bisa dilakukan dengan
menggunakan bius lokal maupun general, tergantung pada kesehatan
penderita dan waktu yang diperkirakan diperlukan untuk merekatkan
kembali retina.Pada penderita dengan lepasnya retina sederhana
biasanya soudah dibolehkan berjalan sehari setelah operasi dan tidak
12
perlu rawat inap di rumah sakit.Tetapi setelah pulang pasien
memerlukan salep dan obat tetes untuk merawat mata pasca
pembedahan,dan terkadang diperlukan kacamata atau lensa kontak
bila setalah pembedahan retina ternyata penglihatan terganggu.
Bila retina robek tetapi belum lepas, maka lepasnya retina itu
dapat dicegah dengan tindakan laser atau menggunakan tindakan
kriopeksi.
1. Laser
Pembedahan laser digunakan untuk menutup lubang atau
robekan pada retina yang biasanya ditemukan sebelum terjadinya
ablasio.Sinar laser yang digunakan adalah yang mampu menciptakan
lingkungan yang terbakar pada retina, Laser akan menempatkan luka
bakar kecil di sekeliling pinggir robekan. Luka bakar ini akan
menimbulkan jaringan parut yang mengikat pinggiran robekan dan
mencegah cairan lewat dan berkumpul di bawah retina.
2. Kriopeksi
Kriopeksi merupakan teknik membekukan dinding bagian
belakang mata yang terletak di belakang robekan retina.Cara kerja
kriopeksi yaitu dapat merangsang pembentukan jaringan parut dan
merekatkan pinggir robekan retina dengan dinding belakang bola mata.
Teknik ini digunakan bersamaan dengan penyuntikan gelembung udara
dan kepala dipertahankan pada posisi tertentu untuk mencegah
penimbunan kembali cairan di belakang retina. Kriopeksi biasanya
dilakukan pada pasien berobat jalan dan hanya memerlukan pembiusan
local pada mata.
Penempelan kembali retina yang sukses, terdiri dari penempelan
robekan retina, dan pencegahan agar retina tidak tertarik lepas lagi.
2.7.2 Perawatan Preoperasi
13
Klien mungkin mengalami kecemasan atau ketakutan. Perawt perlu
memberikan informasi secara akurat dan tenangkan hati klien untuk mengurangi
kecemasan klien.
2.7.3 Perawatan Postoperasi
Tanda vital dan TIO. Pemantauan tanda vital perlu dilakukan tiap 15-30 menit
(atau sesuai kebijakan rumah sakit) sampai kondisi klien stabil. Monitor TIO
minimal 24 jam secara ketat.
Perawatan mata. Adanya drainase, harus segera dilaporkan pada
ofthalmologist. Balutan tidak boleh dilepas tanpa order khusus. Kedua mata
dibalut selama 5-6 hari dan setelah boleh dilepas balutan mata diganti minimal 1
kali sehari. Bantu aktivitas sehari – hari klien untuk mencegah hentakan atau
pergerakan kepala yang berlebihan. Berikan kompres dingin untuk mengurangi
bengkak dan memberikan kenyamanan.
Visus tidak dapat kembali dengan segera karena pembengkakan post op dan efek
dilatasi tetes mata. Visus meningkat bertahap dalam beberapa minggu samapi
bulan. Jelaskan pada klien agar membatasi membaca dan menulis untuk
mencegah pergerakan mata yang berlebihan.
Posisi dan aktivitas klien. Posisi dan tingkat yang diizinkan setelah pembedahan
diberikan oleh dokter. Kepala diposisikan sedemikian rupa sehingga daerah yang
diperbaiki menggantung, mencegah dorongan gravitasi merusak daerah operasi.
Jika gas (sulfaheksafluorid) digunakan untuk membantu penyatuan retina
kembali, maka klien diatur dalam posisi yang memungkinkan gas mengangkat
retina. Pembatasan aktivitas yang sama juga dilakukan pada klien yang
menggunakan minyak silikon. Memposisikanklien pada abdomen dengan kepala
menoleh ke arah mata yang dioperasi sering dianjurkan, sehingga klien
berbaring dengan mata yang tidak dioperasi berada dibawah. Posisi ini
dipertahankan beberapa hari sampai gas diabsorpsi. Hindari gerakan
menghentakkan kepala ( menyisir rambut, membungkuk, mengejan, bersin,
batuk, muntah ) dan batasi aktivitas yang berlebihan hingga tercapai
penyembuhan. Perawat perlu membantu aktivitas sehari-hari klien untuk
mencegah hentakan atau pergerakan kepala yang berlebihan.
14
Medikasi. Klien kadang memerlukan antiemetik atau obat batuk yang yang
dianjurkan serta laksatif (jika perlu).
Nyeri. Klien mungkin mengalami nyeri pascaoperasi. Analgesik seperti
meperidi atau asetaminofen dan kodein biasanya diresepkan. Tindakan non-
farmakologis seperti distraksi atau imajinasi terbimbing dapat dilakukan pada
kondisi ini. Peningkatan nyeri secara mendadak atau nyeri yang disertainausea
mungkin merupakan indikasi berkembangnya komplikasi dan harus dilaporkan
pada dokter mata.
2.8 Komplikasi
a. Komplikasi awal setelah pembedahan
Peningkatan TIO
Glaukoma
Infeksi
Ablasio koroid
Kegagalan pelekatan retina
Ablasio retina berulang
b. Komplikasi lanjut
Infeksi
Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
Diplopia
Kesalahan refraksi
astigmatisme (tidak mampu memfokuskan cahaya.
15
2.9 Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai
makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan
berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka robekan l yang ebih luas pada vitreus
dapat dicegah .Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam
penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.
Korpus vitreum yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di
permukaan retina menyebabkan tidak semua retina yang terlepas dapat direkatkan
kembali. Bila retina tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun
penglihatannya dan akhirnya menjadi buta.
2.10 Web of Caution
16
Perlu pembatasan aktivitas Cemas
Miopia Trauma Afakia (tidak adanya lensa)
Prosesus peradangan
Penyakit sistemikTumor okuler
Degenerasi
Ukuran anteroposterior mata membesar
Pergerakan vitreus ke
depan
Akumulasi cairan di subretina
Desakan pada retina/ Subretina
Glukosa dalam darah meningkat
Viskositas darah meningkat
Aliran darah menuju ke mata berkurang
Bola mata terutama retina tidak mendapat nutrisi
Perlu operasi
Post op
sel-sel retina lepas Bayangan titik-titik hitam
Gangguan penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori perseptual (visual)
Risiko cederaDefisit perawatan diri
Lepasnya retina (Ablasio Retina)
Defisit pengetahuan
Pre op
Nyeri Resiko infeksi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
17
3.1.1 Anamnesis
Kaji faktor resiko penyakit afakia, meningkatnya umur, degenerasi
vitreoretina dan miopia. Klien yang mengeluhkan penurunan visus mendadak
harus dievaluasi segera. Kaji situasi ketika klien pertama kali mengeluhkan
penurunan visus. Kaji riwayat okuler dan kondisi medis sebelumnya, catat riwayat
operasi mata atau cedera mata. Kaji apakah gejala terjadi pada satu atau kedua
mata, lamanya waktu sejak timbulnya gejala, keparahan gejala dan hal-hal yang
mengurangi atau memperburuk gejala. Timbulnya ablasio retina biasanya
mendadak dan tidak nyeri karena tidak ada serabut nyeri yang terletak pada retina
(Ignatavicius D, 1991). Klien sering mengeluh melihat sinar kilat atau titik-titik
hitam di depan mata yang terkena. Selama fase awal atau ablasio retina parsial,
klien mengeluhkan sensasi adanya tabir menutupi bagian lapang pandang.
Hilangnya lapang pandang tergantung area lepasnya retina.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan data yang berkaitan dengan
manifestasi klinis dan diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik.
3.1.3 Pengkajian Psikososial
Klien dengan ancaman gangguan penglihatan dapat mengalami kecemasan.
Kecemasan yang berat akan merusak kemampuan klien untuk memproses
informasi baru. Catat postur, sikap dan pola bicara klien. Klien yang cemas akan
menunjukan kebingungan, perubahan topik yang sering dan menanyakan
informasi secara berulang. Klien cemas juga dapat mengalami salah interpretasi
informasi. Mereka mungkin hanya mendengar sebagian dari apa yang dibicarakan
dan menerima keterangan yang diberikan dngan lambat. Kaji juga kemampuan
aktivitas sehari-hari klien.
3.1.4 Analisis Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Miopia Perubahan
18
1. Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang
2. Pasien sering mengeluh adanya titik-titik hitam (floater)
3. Pasien mengatakan jika dirinya memiliki riwayat kesehatan rabun dekat 4 dioptri
DO :1. Miopi (rabun jauh)2. Adanya robekan pada retina
(pemeriksaan fundudkopi)
Ukuran anteroposterior mata membesar
Mendesak Retina
Lapisan retina robek
Lapisan retina lepas dari lapisan berpigmen
Cahaya yang masuk tidak bisa ditangkap retina
Robekan retina dan sel – sel darah merah mengapung di sekitar vitreus
Hilangnya lapang
pandang
Floater
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan
otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual
Sensori Preseptual
2. DS : 1. Pasien mengeluh tiba-tiba
melihat kilatan cahaya (Fotopsia)
2. Pasien mengatakan pernah memiliki riwayat kesehatan diabetic neuropati
3. Pasien mengeluh sering melihat titik-titik hitam (Floater)
DO :1. Diabetic retinopathy2. Didapatkan jaringan fibrous
pada vitreus.
Diabetic Retinopaty
Jaringan fibrosis pada vitreus menarik lapisan retina sampai
terlepas dari lapisan pigmennya
Fotopsia (timbul kilatan cahaya)
Lapisan retina robek dan kapiler darah terputus
Robekan retina dan sel darah merah mengapung pada ruang vitreus.
(floater).
Perubahan Sensori
Preseptual
19
3. Robekan retina dan sel-sel darah merah mengapung di daerah viterus (pemerikasaan funduskopi)
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan
otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual
3. DS : 1. Pasien mengatakan memiliki
riwayat kesehatan Diabetes mellitus
2. Pasien mengeluh pandangannya sering kabur
3. Pasien mengeluk adanya kilatan cahaya dan titik-titik hitam pada pandangannya
DO :1. LDL > 2202. Ditemukan robekan retina dan
sel-sel darah mengapung pada ruang vitreus (pemeriksaan funduskopi)
Diabetes mellitus
Kadar glukosa dalam darah meningkat
Viskositas darah meningkat
Aliran darah menuju ke mata menjadi terhambat
Mata kekurangan nutrisi terutama pada retina
Retina lepas dari lapisan berpigmendan kapiler darah terputus
Robekan retina dan sel darah merah mengapung pada ruang vitreus.
(floater).
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan
otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual
Perubahan Sensori
Preseptual
4. DS : Uveitis
20
1. Pasien mengatakan rasa perih dan gatal-gatal pada mata
2. Pasien mengatakan sering keluar air dari mata
3. Pasien mengeluh pandangannya kabur
DO :1. Pasien menderita uveitis
kronis2. Adanya robekan retina pada
ruang vitreus (pemeriksaan funduskopi)
Akumulasi cairan akibat proses peradangan
Cairan mendesak pada ruang subretina
Retina lepas dari lapisan berpigmen
Hilangnya lapang pandang
Gg. Penerimaan rangsangan visual
Konservasi rangsangan ke bentuk yang tidak dapat diintepretasikan
otak
Hilangnya penglihatan
Perubahan sensori preseptual
5. DS :1. Pasien mengeluh
pandangannya sering kabur2. Pasien sering mengeluh
melihat titik-titik hitam pada pandangannya (floater)
3. Pasien mengeluh melihat kilatan cahaya dalam pandangannya.
4. Pasien mengatakan khawatir dengan keadaanya
DO :1. Pemerikasaan funduskopi :
adanya robekan retina dan sel –sel darah mengapung di ruang vitreus
2. Penurunan visus3. Pasien terlihat cemas4. Pasien menanyakan informasi
secara berulang.
Lepasnya retina dari lapisan berpigmen
Penurunan visus
Hilangnya lapang pandang
Hilangnya penglihatan mendadak
ancaman terhadap konsep diri serta
ancaman terhadap perubahan peran
dan fungsi.
Menimbulkan kecemasan
Cemas / Ansietas
5. DS :1. Pasien mengeluh
pandangannya menjadi kabur2. Pasien mengatakan tidak dapat
beraktivitas secara optimalDO :
1. Penurunan visus
Lepasnya retina dari lapisan berpigmen
Hilangnya lapang pandang dan kedalaman persepsi berkurang
Resiko cedera
Resiko Cedera
21
2. Lepasnya retina dari sel berpigmen
6. DS :1. Pasien meraskan nyeri
pascaoperasiDO : -
Lepasnya retina dari lapisan berpigmen
Pembedahan (operasi)
Pascaoperasi
Timbul nyeri pada mata yang dioperasi
Nyeri
3.2 Diagnosa dan Interverensi Keperawatan
1. Perubahan sensori perseptual(visual) yang berhubungan dengan kerusakan
kemampuan memproses rangsangan visual.
Tujuan, Klien akan :
Mampu mempertahankan kemampuan untuk menerima rangsangan visual dan tidak
mengalami kehilangan penglihatan lebih lanjut.
Intervensi :
Anjurkan pasien untuk bedrest dengan satu atau kedua mata ditutup.
Rasional : untuk mempertahankan mata dalam keadaan istirahat untuk
mencegah robekan lebih lanjut.
Atur kepala agar rongga retina dalam posisi tidak menggantung.
Rasional : Gravitasi dapat membantu mencegah lapisan retina pertama lepas
dari lapisan kedua.
Kolaborasi untuk pembedahan.
2. Defisit perubahan diri yang berhubungan dengan pembatasan aktivitas.
Intervensi :
Beritahu klien bahwa aktvitasnya sementara di batasi.
Rasional : mencegah robekan lebih lanjut.
22
Bantu kebutuhan sehari hari klien.
Rasional: mengurangi resiko cedera lebih lanjut
Letakkan call bell pada tempat yang mudah di jangkau.
Rasional:Memudahkan pasien untuk meminta pertolongan
3. Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan, hilangnya
pandangan mendadak dan kemungkinan kegagalan mendapatkan pandangan kembali,
ancaman terhadap konsep diri serta ancaman terhadap perubahan peran dan fungsi.
Tujuan klien akan :
Klien akan mengalami penurunan tingkat ansietas.
Intervensi :
Berikan kesempatan pada klien untuk mendiskusikan perasaannya.
Rasional : Mengurangi rasa cemas
Walaupun kemungkinan pemulihan penglihatan tidak dapat dipastikan, klien
dapat diyakinkan bahwa banyak robekan retina dapat diperbaiki dengan
operasi.
Rasional :Memberikan dukungan moral untuk mengurangi beban stress
4. Resiko cedera yang berhubungan dengan berkurangnya penglihatan dan perubahan
kedalaman persepsi.
Tujuan :
Klien tidak mengalami cedera selama dalam perawatan.
Intervensi :
Observasi ketajaman penglihatan klien.
Rasional: Mengetahui perkembangan keadaan mata.
Beritahu klien bahwa kedalaman persepsi akan berubah dan bantu klien
sesuai kebutuhan.
23
Jauhkan benda benda berbahaya dari jangkauan klien
Rasional : mencegah terjadinya cedera karena keterbatasan lapang pandang.
Bersihkan jalan yang dilewati klien dari benda-benda berbahaya jika klien
sudah diperbolehkan beraktivitas.
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan diri dan aktivitas rutin pre dan pasca operasi
yang berhubungan dengan kurangnya informasi atau salah interpretasi informasi yang
didapat sebelumnya.
Tujuan, klien akan :
Menjelaskan penggunaan obat yang benar.
Rasional: Menghindari pasien defisit pengetahuan tentang penggunaan obat
yang benar
Menjelaskan tanda dan gejala robekan retina.
Rasional : Menghindari terjadinya trauma
Aktivitas yang perlu dibatasi
Rasional : Menghindari terjadinya cedera
Intevensi:
Usahakan aktivitas tetap dalam 2 minggu,jangan mengangkat yang berat atau
aktivitas yang terlalu aktif selama enam minggu atau sesuai yang diintrusikan
dokter.
Periksa shampoo rambut yang diintruksikan oleh dokter.
Rasional :Menghindari bahan bahan shampoo yang dapat mengiritasi mata
sehingga memperparah kondisi mata.
Batasi membaca selama 3 minggu atau sesuai advis.
Rasional: mencegah robekan semakin luas.
Beritahu klien cara menggunakan obat mata yang benar.
24
Beritahu klien untuk lapor ke dokter mata jika ada gejalan robekan retina
yang berlanjut atau kegagalan penyatuan retina pada klien pasca operasi
(ditandai dengan melihat cahaya sperti kilat,titik-titik hitam didepan
mata,penglihatan kabur/adanya “tabir”pada lapang pandang).
Rasional: Mencegah terjadinya komplikasi
Beritahu klien untuk melakukan tinjauan lanjutan sesuai program.
6. Hambatan mobilitas yang berhubungan dengan kehilangan pandangan dan berada
dlingkungan yang tidak dikenal.
Intevensi :
Observasi tanda dan gejala disorientasi .
Orientasikan klien pada lingkungan baru.
Rasional: mencegah klien agar tidak mengalami stress akibat lingkungan
yang baru
Letakkan barang yang dibutuhkan dalam jangkauan klien.
7. Nyeri yang berhubungan dengan manipulasi bedah pada jaringan.
Intevensi :
Observasi tempat nyeri klien.
Rasional: mengobati nyeri pada posisi yang tepat dan mencegah terjadinya
infeksi
Ajarkan dan dorong klien untuk melakukan distraksi atau imajinasi
terbimbing.
Beritahu klien untuk melaporkan adanya peningkatan nyeri secara mendadak
atau nyeri yang disertai nausea yang dapat merupakan indikasi
berkembangnya komplikasi.
Rasional: mencegah komplikasi berlanjut
25
Kolaborasi: Pemberian analgesic seperti meperidin atau asetaminofen.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
26
Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris
retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991)
Ablasio retina dapat terjadi pada seseorang dengan miopi tinggi,pasca
retinitis,afakia,komplikasi diabetes,dan trauma.Selain itu ablasio retina juga dapat
disebabkan karena adanya peradangan yang terjadi pada mata,serta adanya degenerasi
retina di bagian perifer.
Ablasio retina dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk, antara lain:
1. Ablasi Retina Regmatogenosa
Ablasi retina regmatogenosa adalah ablasi yang terjadi akibat adanya
robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel
pigmen epitel dengan retina.
2. Ablasi Retina Eksudatif / Serosa & Hemoragik
Ablasi retina eksudatif adalah ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya
eksudat di bawah retina dan mengangkat retina.
3. Ablasi Retina Tarikan atau Traksi
Ablasi retina traksi adalah lepasnya jaringan retina yang terjadi akibat
tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi
retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
4.2 Saran
Setelah membaca makalah kami ini, kami berharap kepada pembaca,
khususnya pada mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami lebih dalam mengenai
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gangguan pada sistem persepsi sensori
khususnya pada ablasio retina. Karena angka kejadiannya yang cukup banyak di
masyarakat, untuk selanjutnya agar dapat membuat suatu asuhan keperawatan yang sesuai
bagi klien dengan ablasio retina.
Sedangkan secara umum, agar masyarakat mampu mendeteksi tanda-tanda
maupun gejala yang mungkin kurang jelas muncul pada ablasio retina. Bagi masyarakat
yang belum terkena sebaiknya melakukan pencegahan secara dini dengan menggunakan
kacamata pelindung untuk menghindari trauma pada mata, serta melakukan pemeriksaan
27
mata secara teratur (minimal 1 tahun sekali). Dan bagi masyarakat penderita yang telah
mengetahui tanda & gejalanya bisa segera tanggap dengan memeriksakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Istiqomah, Ns.Indriana N, S.Kep . 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC
Ilyas, Sidarta. 2002. Ilmu Penyakit Mata: Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
28
Tambajong, J., Brahm U., Pendit (ed). 2000. Oftalmologi Umum: Edisi ke-14. Jakarta:
Penerbit Widya Medika.
C. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart) .
Edisi 8. Volume 3. EGC. jakarta
Anurogo, Dirto. Tips Praktis Mengenali Ablasi Retina. http://www.kabarindonesia.com.
Diakses 11 April 2008.
Sina, Ibnu.Ablasio Retina.http://www.wordpress..com.Diakses 4 juni 2008
Inkai juara, Yosafat. Gangguan dan penyakit mata. http://www.think4blog.wordpress.com.
Diakses 29 januari 2009
29