ask

Upload: evangeline-hutabarat

Post on 31-Oct-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ask

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS NY. E DENGAN MODERATE HEAD INJURY POST-OP CRANIOTOMY EC INTRACRANIAL HEMATOMA PARIETAL EXTRA DI RUANG NCCU RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Identitas KlienNama

: Ny. EUmur/jenis kelamin: 67 tahun/ PerempuanPekerjaan

: IRTAlamat

: Kp.Pasir Baros RT 02/02 Campaka Malangbong GarutNo Catatan medis: 0001033551Tanggal

: 6 Desember 2010

Diantar oleh

: SuamiTanggal pengkajian: 6 Desember 2010 jam 09.00 wib.Dx medis

: Post craniotomy ec ICH parietal DextraPRIMARY SURVEY

1. AIRWAY

Jalan nafas tersumbat parsial Pangkal lidah jatuh ke belakang Tidak terdapat secret Terdengar bunyi snoring2. BREATHING

RR 24 x/mnt

Oksigen kanul 4 liter/mnt

Jejas ( - ) Pergerakan dada simetris kiri dan kanan Penggunaan otot bantu napas (-)3. CIRCULATION

TD 180/90 mmHg

HR 80 x/mnt reguler teraba kuat CRT < 3

Akral dingin

4. DISABILITY

GCS E4 M5 V2 Pupil isokor, ka/ki 3/3 mm

Parese ekstrimitas sebelah kiri Penurunan kesadaran apatis Respon cahaya (+)5. EXPOSURE AND EKG Terpasang monitor EKG dengan irama sinus rhytm ( SR ). Pakaian pasien dilepas dan diganti dengan baju rumah sakit.

Terdapat luka jahitan post craniotomy di kepala bagian parietal kanan bentuk melingkar ukuran 20 x 1 cm Ujung Ekstrimitas bawah teraba dingin6. FREEZING AND FLUIDS : 37 0 C, intake cairan 60 cc/jam dengan RL out put urine 100-400 cc/jam BB = 50 kg, kebutuhan cairan orang dewasa dalam 24 jam : 30-50 cc/kg BB.

Rumus IWL : 10-15 cc/kgBB + setiap peningkatan 10 C (10% keb. Cairan).Pada Ny E IWL nya : 10 x50 : 24 = 20,8 kira-kira 21 cc.SECONDARY SURVEI 1. Anamnese

Keluhan utamaPenurunan kesadaran apatis dengan GCS E4M5 V2

Mekanisme traumaKlien mengalami KLL ditabrak motor saat klien menyebrang jalan, menyebabkan klien terjatuh sehingga kepala bagian samping kanan membentur aspal mengakibatkan tidak sadarkan diri, perdarahan masif intracranial (ICH) parietal dextra.

Waktu dan tempat kejadian

Klien ditabrak motor dengan kecepatan tinggi dan terjatuh di aspal di jalan arah malangbong. Klien dibawa ke puskesmas Malangbong, kemudian dirujuk ke RS Hasan sadikin Bandung.

Keadaan setelah cideraKlien setelah KLL mengalami pingsan, muntah, terdapat riwayat perdarahan telinga kiri, riwayat perdarahan hidung mulut. Kesadaran makin lama makin menurun.

2. Pemeriksaan Fisik Head to Toe1. KepalaPost Craniotomi, terdapat jahitan kepala sebelah sisi kanan ukuran 1x20 cm keadaan kering. Tidak ada tanda-tanda infeksi.

2. LeherTidak terdapat deviasi trakea, tidak ada peninggian vena jugularis pressure, tidak ada fraktur cervical, tidak terdapat jejas

3. DadaPermukaan dada dan pengembangan dada simetris, tampak pernafasan teratur, tidak terdengar bunyi ronchi. Bunyi napas vesukuler, Tidak ada jejas.Jantung : Bunyi S1-S2 reguler murni dan tidak ada suara jantung tambahan.

4. Abdomen/PelvisTidak ada pembesaran abdomen, peristaltic 12 x/mnt, bentuk datar dan lembut. Tidak terdapat jejas.

5. Ekstrimitas atas/bawah (kanan-kiri)Ekstrimitas kiri parese, terpasang infuse 1 line ditangan kanan RL 60 cc/ jam. Tidak ada laserasi pada ekstrimitas atas maupun bawah. Tidak terdapat deformitas. Bentuk kiri dan kanan sama panjang.

6. Thoraco-lumbo-sacralTidak ada kelainan pada tulang belakang baik itu herniasi maupun fraktur.

Pemeriksaan neurologis

1. GCSE4 M5V2

2. Pupil:

Bentuk

Diameter

Reflek cahaya Bulat, isokor

3/3 mm

+/+

3. Ekstra Okuler Movement/EOM Reaksi okulovestibular

Reaksi okulochepalicTerdapat respon pergerakan bola mataTerdapat respon pergerakan bola mata

4. Reaksi motorik terhadap nyeri Dilakukan tes mencubit otot bagian atas kiri dan kanan dibawah tulang klavikula memberikan respon yang berarti.

5. a. Reflek patologis

b. Sistem neurologis N I ( olfaktorius )

N II ( optikus )

N III, IV,VI (okulo motorius, Tochlearis, abducens )

N. V N XII Tidak ada reflek patologis pada tes babinsky.

Tidak dapat dikaji karena penurunan kesadaran

Pupil isokor, batas tegas

Rangsang cahaya +/+

Tidak dapat dikaji

6. Diagnosa klinisPost Craniotomi ec Mild HI + ICH parietal dextra

7. Pemeriksaan RadiologisCt Scan Kepala:

Terdapat Soft tissue swelling ( kontusio jaringan ). Hiperdens massa at region parietal dextra berbentuk bulan sabit.

Sulcus dan gyrus compresse ( penekanan pada sulcus dan gyrusnya).

Ventrikel dan siterna compressed ( ventrikel dan siterna tertekan Mid line shift > 3 mm ( ada pergeseran garis tengah > 3 mm )

8. Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 6 Desember 2010a. Elektrolit Natrium

Kalium

130 meq/l normal ( 135 145 )

3,0 meq/l normal ( N. 3,6-5,5)

Activity Daily LivingAktivitasSelama perawatan

NutrisiMakan

Diet cair via sonde KH ( susu ) sebanyak 150 cc/8 kali/3 jamMinum

Saat minum obat 30 cc dan saat makan 20 cc

EliminasiBAK

Terpasang DC dengan jumlah urine 100-400 cc/ jam Warna kuning jernih

BAB

2x per hari Berwarna kuning, konsistensi lunak.

Pola TidurKlien mengalami penurunan kesadaran

Terapi obat yang diberikan : Tgl 6 Desember 2010 1. Ketorolak 2 x 1 gr ( IV)

2. Panzo 1 x 40 mg (IV)

3. Piracetam 3 x 3 gr ( IV)

4. Dexametazon 4 x 1 amp ( IV)

5. Amlodivin 1 x 10 mg ( PO )6. Bisoprolol 1x 5 mg (PO)7. Vancomisin 3 x 500 mg (PO)8. Cairan infuse RL 1500 cc/24 jam9. Diet Cair 1200 kkal ( 8 x 150cc/3jam)ANALISA DATANoDATAETIOLOGIPROBLEM

1.DS : -

DO :

Suara napas snoring GCS E4M5V2 Pangkal lidah jatuh ke belakang

Cidera kepalaKerusakan organ /jaringan otak

Peningkatan vol.intrakranialProses desak ruang otak

Kompressi jaringan,sel,pembuluh darah otak

Stagnasi aliran darah

Peningkatan TIK

Supply O2 dan nutrisi tdk adekuat

Perfusi serebral tidak adekuat

Penurunan kesadaran

Penurunan kesadaran

Relaksasi otot-otot termasuk otot pernapasan

Pangkal lidah jatuh ke belakang

Jalan napas tertutup partialBersihan jalan nafas tidak efektif

Bersihan jalan nafas tidak efektif

NODATAETIOLOGIPROBLEM

2.

DS; -

DO :

GCS E4 M5 V2 Pupil isokor, ka/ki 3/3 mm

Parese ekstrimitas sebelah kiri Penurunan kesadaran apatis

Penurunan kesadaran

Aktivitas dan Metabolisme tubuh menurun

Produksi ATP menurun

Produksi Energi panas tidak adekuat

Hipotermi

3.DS; -

DO :

Tanda-tanda vital :

S : 35,2 0 C, N : 80 x/mnt RR : 24 x/mnt Hasil Lab :

Natrium 151 Meg/dl

Tidak ada udema di tubuh

Intake cairan NaCl 1500 cc/24 jam

Out put urin 1200cc/24 jam

Peningkatan TIK

Pembatasan kebutuhan cairan NaCl dan pemberian manitol

Peningkatan konsentrasi Natrium dalam tubuh

Hipernatremia

Hipertnatremia

PRIMARY SURVEY ( Tanggal 6 Desember 2010 jam 09.00 Wib )

PengkajianMasalahRencana tindakanTindakanEvaluasi

Airway Suara napas snoring GCS E4M5V2 Pangkal lidah jatuh ke belakang

Bersihan jalan nafas tidak efektif Buka jalan napas dengan head tild chin lip atau jaw trust Lakukan pemasangan orofaringeal Lakukan fiksasi eksternal setelah orofaringeal terpasang Berikan posisi head up 300 .

Membuka jalan napas dengan head tild chin lip Memasang orofaringeal no. 3 dengan bantuan tongue spatel untuk memfiksasi supaya pangkal lidah tidak jatuh kebelakang Memfiksasi posisi orofaringeal Memposisikan head up 300

Jam 10.00

Jalan napas bersih Tidak terdengar suara napas snoring Posisi head up 300 tetap dipertahankan

Terpasang orofaringeal no. 3

PRIMARY SURVEY ( Tanggal 7 Desember 2010 jam 09.05 Wib )PengkajianMasalahRencana tindakanTindakanEvaluasi

Airways

Jalan nafas via ETT dan mayo tube

Terdapat banyak secret di ETT dan mayo tube

Terdengar bunyi ronchi di afek paru bagian atas kanan dan kiri RR 28 x/mnt

Oksigen 3 liter/mntBersihan jalan nafas tidak efektif Lakukan pengecekan posisi ETT dan mayo tube sebelum dilakukan suction.

Berikan posisi head up 300 .

Lakukan suction setiap kali terdengar bunyi nafas tambahan seperti ronchi,rales atau wheezing Berikan nebulizer dengan NaCl 0.9% dan ventolin sebelum dilakukan suction bila memungkinkan. Lakukan suction dengan hati-hati,berikan oksigen lebih banyak sebelum suction misalnya 4-5 lit/mnt

Lakukan pemeriksaan TTV ( TD,RR,N) dan pemeriksaan fisik klinis setelah dilakukan suctioning ( tanda sianosis, RCT). Bila memungkinkan cek AGD. Bila setelah dilakukan suction terdapat tanda-tanda sianosis segera berikan oksigen adekuat ( 5-6 liter/mnt).

Cek posisi ETT dan mayo tube dalam kondisi baik sebelum melakukan suctioning.

Melakukan suctioning setiap terdengar bunyi secret di jalan nafas. Sebelum suctioning berikan oksigen adekuat ( 4-5 liter/mnt) dan bila memungkinkan lakukan nebulizer dengan NaCl 0.9% + ventolin.

Mengobservasi kecepatan dan kedalaman nafas tiap 15-30 mnt termasuk rasio inspirasi dan ekspirasi

Bila memungkinkan melakukan chest fisioterapi dengan menepuk posisi di sekitar dada bagian depan setiap 2-4 jam. Mengatur posisi pasien head up 30 0Jam 10.00 Wib ETT dan Mayo Tube terpasang adekuat.

Tampak banyak secret di ETT dan Mayo tube

Frekwensi nafas 25 x/mnt , cepat dan dangkal.

Tampak pergerakan dada simetris kanan dan kiri. Terdengar bunyi ronchi di lapang paru atas kanan dan kiri.

Tidak ada tanda-tanda sianosis.

Primary survey Tanggal : 6 Desember 2010 jam 09.45

PengkajianMasalahRencana tindakanTindakanEvaluasi

Tanda-tanda vital :

S : 35 0 C, N : 75 x/mnt RR : 30x/mnt, TD : 130/80 mmHg

Akral dingin

Kulit tampak kering

CRT< 3

Hipotermi Berikan selimut hangat pada pasien.

Observasi suhu pasien setiap 15-30 menit.

Minimalkan faktor yang dapat menyebabkan hipotermi seperti mengatur suhu ruangan.

Berikan supply KH (susu) sesuai dengan diet pasien

Lakukan masase di ekstrimitas bagian bawah dengan lotion atau m.kayu putih Memberikan selimut hangat untuk menutupi seluruh tubuh pasien.

Memberikan makanan susu 200 cc / 2jam.

Memberikan minyak kayu putih sebagai penghangat di tubuh pasien

Mengobservasi suhu tubuh pasien melalui monitor tiap 15-30

Memberikan masase dengan lotion atau m.kayu putih. di ekstrimitas bawah untuk melancarkan aliran darah

Tgl 6-12-2010 j. 11.00 Suhu menjadi 35,50 C,

N : 90x/mnt

Akral terasa dingin terutama ujung-ujung ekstrimitas atas dan masih dingin pada ekstrimitas bawah.

CRT < 3

Primary survey Tanggal : 7 Desember 2010 jam 09.00

PengkajianMasalahRencana tindakanTindakanEvaluasi

Tanda-tanda vital :

S : 35,20 C, N : 85 x/mnt RR : 30x/mnt, TD : 120/80 mmHg

Akral dingin

Kulit tampak kering

CRT< 3

Hipotermi Berikan selimut hangat pada pasien.

Observasi ulang suhu tubuh pasien setiap 15-30 menit.

Minimalkan faktor yang dapat menyebabkan hipotermi seperti mengatur suhu ruangan.

Berikan supply KH (susu) sesuai dengan diet pasien Memberikan selimut hangat untuk menutupi seluruh tubuh pasien

Mengobservasi suhu tubuh pasien melalui monitor tiap 15-30

Memberikan makanan KH ( susu )200 cc / 2jam.

Memberikan minyak kayu putih/lotion sebagai penghangat di tubuh pasienTgl 7-12-2010 2010 Jam 14.00 Suhu menjadi 35,80 C, n : 90x/mnt

Akral terasa hangat terutama ujung-ujung ekstrimitas atas dan masih dingin pada ekstrimitas bawah.

CRT < 3

PRIMARY SURVEI Tanggal 6 Desember 2010 jam 10.00 wib

PengkajianMasalahRencana TindakanTindakanEvaluasi

Hasil Lab :

Natrium 151 Meg/dl

Tidak ada udema di tubuh

Intake 4,2 liter larutan 2 A

Tidak ada tanda-tanda edema tubuh dan tachycardia.Hipernatremi Lakukan koreksi natrium segera dengan larutan rendah natrium

Observasi ketat tanda-tanda kelebihan cairan seperti oedema di tubuh, tachycardia dan suara nafas tambahan akibat odema paru

Observasi intake dan output secara ketat tiap jam.

Kolaboratif

Pemberian Manitol

Rencanakan koreksi natrium kembali jika cairan koreksi sudah masuk 24 jam Kolaborasi dalam koreksi Natrium serta menentukan koreksi Natrium tubuh dengan mengganti cairan infuse dengan 2 A, dengan jumlah 4,2 lit cairan 2 A dan cairan aminovel 500 cc/hr via infuse pump 175 cc/jam.

Mengobservasi intake dan output setiap jam. Output perjam 120 cc/jam

Memberikan larutan manitol 50 cc tiap 6 jam.

Tanggal 6-12-2010 Nov Jam 14.00 Hasil koreksi natrium 146 meg

Terpasang infuse larutan aminovel 500 cc/hr

Maintenance cairan 2A sebanyak 2 liter/hari dengan infuse pump 83 cc/jam

PRIMARY SURVEY Tanggal 7 Des 2010 jam 09.00 Wib

PengkajianMasalahRencana TindakanTindakanEvaluasi

Hasil Lab :

Natrium 151 Meg/dl

Tidak ada udema di tubuh

Intake 4,2 liter larutan 2 AHipernatremi Lakukan pengecekan lab ( koreksi hasil lab )bila telah dilakukan koreksi natrium.

Bila hasil Lab masih tingg iakukan oreksi natrium segera dengan larutan rendah Natrium

Observasi ketat tanda-tanda kelebihan cairan seperti oedema di tubuh, TD meningkat.

Observasi intake dan output secara ketat tiap jam.

Kolaboratif

Berikan Manitol 50 cc/6 jam Melakukan pengecekan lab Natrium dengan mengambil sampel darah IV

Kolaborasi dalam hasil koreksi Natrium terhadap intake dan out put selanjutnya

Mengobservasi intake dan output setiap jam. Output perjam 120 cc/jam

Memberikan larutan manitol 50 cc tiap 6 jam.

Tanggal 7-12-2010 j. 14.00 Hasil koreksi natrium 146 meg

Terpasang infuse larutan aminovel 500 cc/hr

Pemberian cairan maintenance 2l/hr dengan 2 A.

Output urine 130 cc/jam.

CATATAN KEPERAWATAN

TANGGAL/JAMDIAGNOSAIMPLEMENTASIEVALUASIPARAF

6-12-2010

jam 10.00

Jam 11.00

Jam 12.00

13.001,2,3 Melakukan suction

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 130/80 mmHG, S: 35,20 C,RR : 30 x/mnt, HR 80 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3

Melakukan nebulizer dengan NaCl 0,9 % 2cc dan ventolin 1 cc

Melakukan koreksi Natrium dengan larutan 2A sebanyak 4,2 liter/24 jam

Memonitor intake dan out put. Intake 1500 cc/24 jam dan output urine 1200 cc/24 jam, IWL 21 cc.

Memberikan infuse manitol 50 cc/6 jam

Menghangatkan tubuh pasien dengan memberikan m.kayu putih dan masase di ekstrimitas bawah.

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 120/80 mmHG, S: 35,50 C,RR : 33 x/mnt, HR 85 x/mnt, Sat O2 98%., CRT < 3

Memberikan makan susu 200 gr dan air putih 50 cc via sonde.

Menghitung urine output 130 cc/2jam

Mengatur posisi tubuh pasien head up 30 0 Mengecek posisi mayo tube

Melakukan suction

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 130/70 mmHG, S: 35,40 C,RR : 33 x/mnt, HR 85 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3

Memberikan obat Dexametazon 1 ampul IV, Ceftazidin ( IV).

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 110/70 mmHG, S: 35,10 C,RR : 33 x/mnt, HR 89 x/mnt, Sat O2 99%, CRT < 3

Menghitung urine out put ( 50 cc/ 2 jam )Jalan napas belum patensiGCS :

E4M5V2

Hemodinamik blm stabilDewi

CATATAN KEPERAWATAN

TANGGAL/JAMDIAGNOSAIMPLEMENTASIEVALUASIPARAF

7-12-2010

jam 10.00

Jam 11.00

Jam 12.00

13.001,2,3 Melakukan suction

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 130/80 mmHG, S: 35,20 C,RR : 30 x/mnt, HR 80 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3

Melakukan nebulizer dengan NaCl 0,9 % 2cc dan ventolin 1 cc

Melakukan koreksi Natrium dengan larutan 2A sebanyak 4,2 liter/24 jam

Memonitor intake dan out put. Intake 1500 cc/24 jam dan output urine 1200 cc/24 jam, IWL 21 cc.

Memberikan infuse manitol 50 cc/6 jam

Menghangatkan tubuh pasien dengan memberikan m.kayu putih dan masase di ekstrimitas bawah.

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 120/80 mmHG, S: 35,50 C,RR : 33 x/mnt, HR 85 x/mnt, Sat O2 98%., CRT < 3

Memberikan makan susu 200 gr dan air putih 50 cc via sonde.

Menghitung urine output 130 cc/2jam

Mengatur posisi tubuh pasien head up 30 0 Mengecek posisi mayo tube

Melakukan suction

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 130/70 mmHG, S: 35,40 C,RR : 33 x/mnt, HR 85 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3

Memberikan obat Dexametazon 1 ampul IV, Ceftazidin ( IV).

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 110/70 mmHG, S: 35,10 C,RR : 33 x/mnt, HR 89 x/mnt, Sat O2 99%, CRT < 3

Menghitung urine out put ( 50 cc/ 2 jam )Jalan napas blm patensi.Hemodinamik blm stabil.

Masalah blm teratasi.

Dewi

TANGGAL/JAMDIAGNOSAIMPLEMENTASIEVALUASIPARAF

8-12-2010

jam 09.00

10.00

11.00

12.00

13.001,2,3 Melakukan suction

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 120/80 mmHG, S: 35,60 C,RR : 32 x/mnt, HR 85 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3

Melakukan terapi dada 5-10 mnt

Melakukan pengambilan sampel darah IV untuk melihat hasil koreksi Natrium

Memonitor intake dan out put. Intake 4200 cc/24 jam dan output urine 3800 cc/24 jam, IWL 21 cc.

Memberikan infuse manitol 50 cc/6 jam

Menghangatkan tubuh pasien dengan memberikan m.kayu putih dan masase di ekstrimitas bawah.

Memberikan obat Levoplazol 750 gr /PO, Diet cair 200 cc/2 jam, Dexametazon 1 amp/IV.

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 120/70 mmHG, S: 35,50 C,RR : 28 x/mnt, HR 70 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3.

Memonitor intake dan out put. Intake 1500 cc/24 jam dan output urine 60 cc/ jam, IWL 21 cc.

Menghangatkan tubuh pasien dengan memberikan m.kayu putih dan masase di ekstrimitas bawah.

Melakukan suction

Melakukan nebulizer dengan NaCl 0,9 % 2cc dan ventolin 1 cc

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 110/80 mmHG, S: 35,20 C,RR : 29 x/mnt, HR 70 x/mnt, Sat O2 99%

Memberikan infuse manitol 50 cc/6 jam

Memberikan makanan susu 200 gr dan air putih 50 cc via sonde

Memberikan obat Dexametazon 1 ampul IV, Ceftazidin ( IV).

Memberikan m.kayu putih pada tubuh dan masase ekstrimitas bawah.

Mengobsercasi CRT ( < 3 det ).

Mengobservasi TTV dan sat O2 = TD 130/80 mmHG, S: 35,20 C,RR : 30 x/mnt, HR 80 x/mnt, Sat O2 98%, CRT < 3

Melakukan suction

Jalan napas blm patensi.Hemodinamik blm stabil.

Masalah blm teratasi.

Dewi

Pembahasan Kasus Ny.E1. Airway : Indikasi pemasangan mayo tube pada penderita cedera kepala dapat memberikan oksigen adekuat dan melapangkan jalan nafas. Jalan nafas nafas yang adekuat harus bersih dari benda asing baik secret atau benda asing akibat pangkal lidah jatuh ke belakang lainnya. Data diatas menunjukkan adanya bunyi nafas seperti snoring, RR 30 x/mnt, tampak pernafasan dangkal dan cepat serta bunyi gargling akibat secret dari mulut. Terpasang oksigen kanul 4 liter/menit orofaringeal (OPA). Berdasarkan data diatas maka muncul diagnose keperawatan ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran sekunder dari reflek batuk menurun, terpasang alat OPA. Adapun kondisi pasien diatas terjadi akibat kesadaran yang menurun ( GCS E4 M5 V2) post op craniotomy sehingga terjadi relaksasi otot-otot napas. Selain itu juga akibat kesadaran yang menurun tidak terjadi reflek batuk yang adekuat dari klien sehingga terjadi penumpukan secret di jalan nafas dan kemungkinan bisa terjadi sumbatan pada jalan nafas akibat pangkal lidah jatuh ke belakang bila tidak dipasang mayo tube.

Adapun tindakan segera yang di berikan antara lain adalah mengecek posisi mayo tube apakah dalam kondisi baik atau tidak kemudian dilakukan suction setiap kali terdengar bunyi nafas tambahan seperti gargling dan snoring. Rasional dari tindakan diatas adalah melapangkan jalan nafas sehingga oksigen lancer masuk ke saluran nafas. Sebelum dilakukan suction harus diberikan oksigen maksimal 6 liter/menit karena pada saat dilakukan suction biasanya udara akan tersedot melalui pipa suction sehingga akan mengurangi masukan oksigen kedalam tubuh. Pemberian fisioterapi dada juga dilakukan dengan tujuan melunturkan / melepaskan secret yang melekat di jalan nafas. Tindakan ini dilakukan dengan hati-hati bila kondisi TTIK masih dicurigai terdapat pada pasien akibat perdarahan cerebral masih berlangsung maka dilarang melakukan tindakan ini pada pasien post op craniotomy. Pemberian pengaturan posisi head up 300 membantu melapangkan ekspansi dada klien dan melancarkan aliran balik vena. Pada kasus juga dilakukan tindakan kolaboratif yaitu pemberian ventolin saat akan dilakukan nebulizer dan pemeriksaan AGD. Rasional pemberian ventolin adalah mengencerkan secret sehingga bisa dilakukan suction dengan mudah serta pemeriksaan AGD untuk menilai keadekuatan Oksigen dan Carbondioksida meliputi saturasi oksigen, PCO2,PO2 dan TCO2. Keseimbangan asam basa juga dapat dilihat dari hasil AGD sehingga dapat diberikan tindakan yang cepat. Ketidak seimbangan asam basa akan berakibat buruk pada metabolism sel-sel otak setelah operasi craniotomy. Salah satunya adalah menghindari terjadinya kerusakan sel otak akibat suasana yang asam dan penumpukan asam laktat di otak. Hal ini akan berpengaruh buruk pada perfusi jaringan otak.

Secara fisiologis mekanisme tubuh terhadap adanya sumbatan jalan nafas antara lain dengan menaikkan frekwensi nafas sehingga terlihat cepat dan dangkal seperti pada sebanyak 30 x/mnt. Bila terjadi dalam waktu yang lama maka akan terjadi proses patologis pada pasien : over working of breathing. Terjadi kelelahan pada otot-otot pernafasan pasien, dinding dada dan difragma.

Bila terjadi sumbatan jalan nafas berlangsung dalam waktu 3 -5 maka akan terjadi kematian sel-sel jaringan otak dan penurunan fungsi organ vital lainnya seperti jantung, paru dan lainnya akibat kekurangan oksigen.

Breathing diawali dengan jalan nafas yang baik. Proses pernafasan yang baik harus dipenuhi oleh pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Fungsi ventilasi ditentukan oleh paru, dinding dada dan diafragma, oleh sebab itu masing-masing komponen harus dievaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi. Breathing cepat dan dangkal (30 x/mnt), terdapat pernafasan diafragma dan tampak adanya bunyi ronchi saat ekspirasi.

Menurut evidance base oral health , ventilator associated Pneumonia and intra cranial pressure yang terlampir bahwa perlu sekali oral care pada pasien dengan penurunan kesadaran karena meminimalkan masuknya flora yang menjadi pathogen. Flora patogen (enterobacter 43%, klebsiella pneumonia 36 % termasuk bacteria gram negative, sedangkan bakteri gram positif yaitu stafilokokus aureus) ke jalan nafas setelah 48 jam pemasangan intubasi. Bila tidak dilakukan oral care 2-3 kali sehari memberikan kontribusi/faktor pendukung yang buruk seperti terjadinya pneumonia pada pasien post intubasi. Dalam penelitian juga dikatakan oral care tidak berpengaruh merugikan terhadap adanya peningkatan intra cranial pada pasien dengan terpasang intubasi. Pada pasien dengan penurunan kesadaran atau yang terpasang ventilator sebaiknya dilakukan oral care dengan teratur selama 5-10 menit dan sangat hati-hati karena percikan cairan penggosok gigi dapat masuk ke dalam saluran napas dan juga hati-hati dengan kondisi mukosa mulut yang kering. Gunakan sikat gigi bayi dan pasta gigi yang sedikit mengandung mentol (mukosa mulut menjadi bertambah kering) atau dengan klorohexidine atau dipasaran dapat digunakan minoseff yang isinya adalah klorohexidine. Oral care harus dievaluasi setiap 72 jam didasarkan pada 8 item penilaian yaitu voice, swallow, lips, tongue, saliva, mucous membranes, gingiva, and teeth.

Kombinasi antara kurangnya oral care dengan kebersihan peralatan alat bantu jalan nafas dapat meningkatkan resiko pneumonia pada pasien dengan penurunan kesadaran. 2. Hipotermi

Suhu 35 0C terdapat kondisi hipotermi ringan yaitu suhu tubuh diantara 32- 35 0 C. Kemungkinan penyebab hipotermi setelah post op craniotomy akibat adanya kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus bagian posterior (termoregulasi) dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Sebagai contoh Vasokontriksi terjadi karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus posterior terangsang mengakibatkan penurunan suhu tubuh. Gangguan suhu pada termoregulasi dapat berupa hipertermi atau hipotermi. Faktor lain yang mendukung adalah pasien termasuk ke dalam cedera otak berat dimana ada perubahan yang cukup signifikan dalam komposisi cerebral pasien. Suhu yang rendah dapat mengakibatkan metabolism sel-sel otak terganggu. ( Mitokondria tidak bekerja maksimal dibawah suhu tubuh normal ( 36,8) ). Kompensasi tubuh terhadap kondisi diatas adalah terjadi metabolism an aerob sehingga hasil akhir banyak tertumpuk asam laktat. Asam laktat menyebabkan terjadinya asidosis metabolic yang menghambat kondisi perbaikan perfusi jaringan otak yang masih baik. Kondisi hipotermi juga mengakibatkan aliran perfusi jaringan otak menjadi lambat sehingga bisa terjadi thrombus dan mempercepat terjadinya atropi jaringan otak.Penurunan kesadaran juga mengakibatkan penurunan rangsang laju metabolism tubuh, mengakibatkan gesekan antar komponen otot/organ yang menghasilkan energi termal berkurang. Posisi tirah baring yang lama bisa menurunkan suhu tubuh pasien begitu pula sebaliknya latihan (aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 40,0 C.Kemungkinan lain penyebab hipotermi adalah kerusakan pada syaraf simpatis dimana rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.

Postur tubuh yang kurus juga memberikan kontribusi penurunan suhu tubuh .Pada dengan BB sekarang 50 kg dan TB 165 memiliki BB ideal 58.5 kg sehingga terdapat kekurangan 8.5 kg. Hal ini akan memberikan gambaran komposisi otot dan lemak yang kurang berfungsi sebagai autoregulasi tubuh.Diagnosa yang ditegakkan terhadap fenomena kasus diatas adalah hipotermi berhubungan dengan kerusakan organ cerebral (hipotalamus) sekunder dari perubahan fungsi termoregulasi. Kemungkinan penyebab hipotermi adalah adanya kerusakan dari otak terutama pusat termoregulasi di hipotalamus. Adapun intervensi yang diberikan pada antara lain dengan memberikan selimut pada tubuh, mengatur suhu ruangan ber-ac dengan baik serta meningkatkan metabolisme tubuh dengan memberikan intake makanan secara adekuat sesuai dengan kemampuan metabolism tubuh pasien pasca craniotomy. Dengan mengkonsumsi makanan seperti susu akan memberikan panas/kalori tubuh pada pasien. 3. HipernatremiaKondisi mengalami hipernatremia di tunjukkan oleh data Na 151 Meg/l. juga memperlihatkan adanya peningkatan tekanan darah yang fluktuatif setiap waktu masih dalam batas normal. Hal ini bisa disebabkan oleh pemberian cairan yang dibatasi hanya maintenance dimana intake cairan infuse sehari adalah sebanyak 1500cc/24 jam dengan pemberian RL dan NaCl 0,9 % secara bergantian. Akibat pembatasan cairan yang mengandung NaCl maka akan meningkatkan konsentrasi Natrium plasma dalam darah. Bila terjadi kenaikan natrium tubuh akan menjadi berbahaya bila pasien dalam kondisi kesadaran menurun karena dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi paru dan ginjal yaitu terjadi edema pulmonal dan paling berbahaya adalah central pontine Myelinolisis dengan gejala Dysathria/disphagia, penurunan status mental yang buruk Quadriparesis, Hipotensi dan yang fatal adalah berakibat kerusakan sel syaraf yang berat. Gejala terjadi setelah 1-3 hari pemberian natrium yang cepat. Gejala bersifat irreversible. Selain itu sifat dari Natrium menahan cairan di tubulus ginjal. Bila banyak tertahan cairan di tubuh akan menurunkan tekanan hidrostatik dan meningkatkan tekanan osmotic koloid yang lebih tinggi dalam cairan Sub dural Hematum (SDH) sebagai akibat darah yang lisis, juga akan menarik cairan kedalam SDH. Kondisi tubuh dimana berlebihan cairan akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah terutama di otak. Semakin banyak cairan didalam komponen jaringan otak akan menimbulkan peningkatan tekanan intracranial ulang atau akan mengakibatkan terjadinya atropi jaringan otak yang cepat. Manifestasi klinis yang sangat mungkin timbul antara lain adalah sakit kepala yang hebat. Adapun gejala lain yang timbul antara lain adalah penurunan kesadaran, pupil an isokor, deficit neurologis, terutama gangguan motorik.

Pada penderita diatas salah satu tindakan kolaboratif yang diberikan adalah pemberian manitol sebanyak 50 cc dalam 4 kali pemberian (dosis manitol 0,25-0,5 gr/kg BB atau 1 gr/kg BB). Pemberian dalam waktu 10-20 menit dan dapat diulang sesuai dengan respon. Biasanya pemberian dilakukan setiap 6 jam. Efek terbesar dalam pemberian manitol adalah menurunkan intra cranial pressure akibat edema otak. Selain itu juga manitol berfungsi untuk mengurangi kelebihan cairan tubuh.Tindakan selanjutnya yang paling penting adalah koreksi natrium secepatnya. Cairan yang diberikan rendah Natrium dan Desmopressin. Cara perhitungan koreksi Na tersebut adalah : Jumlah Natrium yang ada di pasien dikurangi jumlah Natrium yang ada di larutan pengganti (mis: 2A dibagi ( 0,6 x 50 ) + 1. Adapun kebutuhan maksimal Natrium tubuh adalah 10 meg. Bila di hiting Koreksi natrium pada didapatkan sebagai berikut : 151 77 = 10 = 4,2 l/hr dengan larutan 2 A ( 0,6 x 50 ) +1 2,38

Larutan 2 A diberikan dengan cara infuse pump sebanyak 175 cc/jam sehingga dapat di control. Setelah pemberian cairan 2A koreksi selesai maka segera dilakukan pemeriksaan lab terhadap kadar Natrium.

Tindakan lain yang diberikan adalah pengawasan terhadap tanda-tanda klinis kelebihan natrium seperti peningkatan TD, edema terutama di otak jangan sampai TTIK berulang. Bila terjadi kelebihan natrium pada pasien post craniotomy maka akan terjadi Central Pontine Myelinolisis dengan gejala Dysathria/disphagia, penurunan status mental yang buruk Quadriparesis, Hipotensi dan yang fatal adalah berakibat kerusakan sel syaraf yang berat. Gejala terjadi setelah 1-3 hari pemberian natrium yang cepat. Gejala bersifat irreversible. Terapi yang mungkin segera dilakukan adalah memberikan cairan rendah natrium dengan hypotonic fluid dan desmopressin. KAJIAN TEORITIS : TRAUMA KEPALA

Cedera kepala bertanggung-jawab atas separuh kematian karena cedera. Merupakan komponen yang paling sering pada cedera multipel. Ditemukan pada 75 % korban tewas karena kecelakaan lalu-lintas. Untuk setiap kematian, terdapat dua kasus dengan cacad tetap, biasanya sekunder terhadap cedera kepala. Penyebab kecacatan atau kematian yang dapat dicegah antara lain adalah keterlambataan resusitasi atas hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi, keterlambatan tindakan definitif terutama terhadap hematoma intrakranial yang berkembang cepat, serta kegagalan mencegah infeksi.

Anatomi, fisiologi dan patofisiologiKranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen : otak, cairan serebro-spinal dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium. Fenomena otoregolasi cenderung mempertahankan aliran darah otak (ADO) stabil bila tekanan darah rata-rata 50-160 mmHg (untuk pasien normotensif, dan bergeser kekanan pada pasien hipertensif dan sebaliknya). Dibawah 50 mmHg ADO berkurang bertahap, dan diatas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh otak dengan akibat peninggian tekanan intrakranial. Otoregulasi dapat terganggu pada cedera otak dengan akibat ADO tergantung secara linear terhadap tekanan darah. Oleh karena hal-hal tersebut, sangat penting untuk mencegah syok atau hipertensi (perhatikan tekanan darah pasien sebelum cedera).Volume total intrakranial harus tetap konstan (Doktrin Monro-Kellie : K = V otak + V css + V darah + V massa). Kompensasi atas terbentuknya lessi intrakranial adalah digesernya css dan darah vena hingga batas kompensasi, untuk selanjutnya tekanan intrakranial akan naik secara tajam. Pada lesi yang membesar cepat seperti hematoma, perjalanan klinik dapat diprediksi. Bila fase kompensasi terlewati, tekanan intrakranial meningkat. Pasien nyeri kepala yang memburuk oleh hal yang meninggikan TIK seperti batuk, membungkuk dan terlentang, kemudian mulai mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak berakibat peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Pupil sisi massa berdilatasi, bisa dengan hemiparesisi sisikontralateral massa. Selanjutnya pasien jadi tidak responsif, pupil tidak bereaksi dan berdilatasi, serta refleks batang otak hilang. Akhirnya fungsi batang otak berhenti, tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi lambat dan tidak teratur untuk akhirnya berhenti. Penyebab akhir kegagalan otak adalah iskemia. Peninggian TIK mempengaruhi ADO akibat kompresi arterial, regangan atau robekan arteria dan vena batang otak serta gangguan perfusi. ADO konstan 50 ml/100 gr/menit pada otoregulasi normal. Jadi ADO dipengaruhi oleh tekanan darah arterial, tekanan intrakranial, otoregulasi, stimulasi metabolik serta distorsi atau kompresi pembuluh darah oleh massa atau herniasi. Pada kenyataannya, banyak akibat klinis dari peninggian TIK adalah akibat pergeseran otak dibanding tingkat TIK sendiri. Edema otak yang terjadi oleh sebab apapun akan meninggikan TIK yang berakibat gangguan ADO yang berakibat memperberat edema sehingga merupakan lingkaran setan. TIK lebih dari 15 mm Hg harus ditindak. Trias klasik nyeri kepala, edema papil dan muntah ditemukan pada duapertiga pasien. Sisanya hanya dua gejala. Tidak satupun khas untuk peninggian TIK, kecuali edema papil, namun memerlukan waktu yang lama untuk timbulnya. Simptom lebih banyak tergantung penyebab dari pada tingkat tekanan. Tidak ada korelasi konsisten antara tingkat tekanan dengan beratnya gejala. Penurunan kesadaran adalah ciri cedera otak. Dua jenis cedera otak yaitu cedera korteks bilateral serta cedera pada sistem pengaktif retikuler batang otak disamping peninggian TIK dan penurunan ADO dapat menurunkan tingkat kesadaran.

KLASIFIKASIDidasarkan pada Glasgow Coma Scale (GCS)(1). Cedera kepala ringan (bila GCS 14-15)(2). Cedera kepala sedang (bila GCS 9-13)(3). Cedera kepala berat (bila GCS 3-8)

BERDASAR MEKANISMECedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrating. Sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak terdepres dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang. Istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrating lebih sering dikaitkan dengan luka tembak dan luka tusuk.

BERDASAR BERATNYAJennett dan Teasdale menentukan koma sebagai ketidakmampuan untuk menuruti perintah, mengucapkan kata-kata dan membuka mata. Pada pasien yang tidak mempunyai ketiga aspek pada definisi tersebut tidak dianggap sebagai koma. 90% pasien dengan skor total delapan atau kurang, dan tidak untuk yang mempunyai skor 9 atau lebih, dijumpai dalam keadaan koma sesuai dengan definisi tsb. Untuk kegunaan praktis, skor total GCS 8 atau kurang didefinisi sebagai pasien koma. Skor 9 hingga 13 dikelompokkan sebagai cedera kepala sedang, dan skor GCS 14 hingga 15 sebagai ringan.

BERDASAR MORFOLOGIWalau pasien tertentu yang mengalami perburukan secara cepat mungkin dioperasi tanpa CT scan, kebanyakan pasien cedera berat sangat diuntungkan oleh CT scan sebelum dioperasi. Karenanya tindak lanjut CT scan berulang sangat penting karena gambaran morfologis pada pasien cedera kepala sering mengalami evolusi yang nyata dalam beberapa jam pertama, bahkan beberapa minggu setelah cedera.

Fraktura TengkorakMungkin tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linear atau stelata, mungkin terdepres atau tidak terdepres. Fraktura tengkorak basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT. Adanya tanda klinis membantu identifikasinya. Fraktura terdepres lebih dari ketebalan tengkorak memerlukan operasi elevasi. Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat hubungan langsung antara laserasi kulit kepala dan permukaan serebral karena duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi perbaikan segera.Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien sadar dan 20 kali pada pasien tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat.

Lesi IntrakranialKedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Cedera otak difusa, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalamLesi FokalHematoma Epidural. Klot terletak diluar dura. Paling sering diregio temporal atau temporal-parietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena/sinus pada sepertiga kasus, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), namun harus selalu diingat dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi. Mortalitas dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.Hematoma Subdural. Lebih sering dari hematoma epidural, pada 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining, laserasi permukaan atau substansi otak. Kerusakan otak yang mendasari jauh lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas 60%, diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera. Kontusi dan hematoma intraserebral. Kontusi serebral cukup sering, hampir selalu berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas dilobus frontal dan temporal, walau dapat pada setiap tempat. Perbedaan antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Lesi jenis salt and pepper klasik pada CT jelas kontusi, dan hematoma yang besar jelas bukan. Terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat laun menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari. Ingat, kontusi bukan diagnosis klinis.

Cedera difusaCedera otak difusa membentuk kerusakan otak berat progresif yang berkelanjutan, disebabkan cedera akselerasi-deselerasi otak, adalah jenis cedera kepala yang paling sering.Konkusi Ringan. Konkusi (cerebral concussion) ringan : kesadaran tidak terganggu, terdapat suatu tingkat disfungsi neurologis temporer. Sering terjadi dan karena ringan, sering tidak dibawa kepusat medik. Bentuk paling ringan, berakibat konfusi dan disorientasi tanpa amnesia. Pulih sempurna tanpa disertai sekuele major. Yang sedikit lebih berat menyebabkan konfusi dengan amnesia retrograd maupun post traumatika. Konkusi Serebral Klasik. Konkusi serebral klasik : hilangnya kesadaran. Selalu disertai amnesia retrograd dan post traumatika, dan lamanya amnesia post traumatika adalah pengukur atas beratnya cedera. Hilangnya kesadaran sementara, sadar sempurna dalam enam jam, walau biasanya sangat awal. Tidak mempunyai sekuele kecuali amnesia atas kejadian terkait cedera, namun beberapa mempunyai defisit neurologis yang berjalan lama, walau kadang-kadang sangat ringan. Cedera Aksonal Difusa (CAD). CAD (Diffuse Axonal Injury, DAI) : koma pasca trauma yang lama (lebih dari enam jam), tidak dikarenakan lesi massa atau kerusakan iskhemik. Dibagi menjadi kategori ringan, sedang dan berat. CAD ringan jarang, koma berakhir pada 6 hingga 24 jam, dan pasien mulai dapat ikut perintah setelah 24 jam. CAD sedang, koma yang berakhir lebih dari 24 jam tanpa tanda-tanda batang otak. Bentuk CAD paling sering dan merupakan 45% dari semua pasien dengan CAD. CAD berat biasanya terjadi pada kecelakaan kendaraan dan paling mematikan. 36% dari semua pasien dengan CAD. Koma dalam dan menetap untuk waktu yang lama. Sering menunjukkan tanda dekortikasi atau deserebrasi dan cacad berat menetap bila penderita tidak mati, disfungsi otonom seperti hipertensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan sebelumnya tampak mempunyai cedera batang otak primer. CAD umumnya lebih banyak berdasarkan pada fisiologi atas gambaran klinik yang terjadi.

PEMERIKSAAN GCSDilakukan dengan memeriksa respon dari 3 area : membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Skor terendah 3 dan tertinggi 15. Respon motorik dinilai yang terbaik dari kedua sisi.

Respon membuka mata (eye)(4). Spontan dengan adanya kedipan(3). Dengan suara(2). Dengan nyeri(1). Tidak ada reaksi

Respon bicara (verbal)(5). Orientasi baik(4). Disorientasi (mengacau/bingung)(3). Keluar kata-kata yang tidak teratur(2). Suara yang tidak berbentuk kata(1). Tidak ada suaraRespon bicara (verbal) untuk anak-anak(5). Kata-kata bermakna, senyum, mengikuti objek(4). Menangis, tapi bisa diredakan(3). Teriritasi secara menetap(2). Gelisah, teragitasi(1). Diam sajaRespon motorik (motor)(6). Mengikuti perintah(5). Melokalisir nyeri(4). Menarik ekstremitas yang dirangsang(3). Fleksi abnormal (dekortikasi)(2). Ekstensi abnormal (decerebrasi)(1). Tidak ada gerakanNilai GCS = (E+V+M) = 15 (terbaik) dan 3 (terburuk)

PENILAIAN CEDERA KEPALA BERAT1. Oksigen dan Tekanan darahHipoksemia (saturasi Oksigen Hb arterial < 90%) atau hipotensi (tekanan darah sistolik 90. Tekanan darah sistolik dipertahankan diatas 90 mm Hg pada dewasa dan usia 12-16; 80 mm Hg bagi usia 5-12; 75 mm Hg bagi usia 1-5; dan 65 mm Hg untuk bayi kurang dari 1 tahun.Karena status neurologis bisa berubah, nilai pasien secara lengkap setiap 5 menit dan tindak atau ubah tindakan bila perlu.

2. Sedasi

Sedasi dan blok neuromuskuler dapat berguna untuk mengoptimalkan transport, namun masing-masing mempengaruhi pemeriksaan neurologis. Jenis sedatif terserah masing-masing dokter. Blok neuromuskuler digunakan bila sedasi saja tidak adekuat. Gunakan aksi pendek.Hipertensi intrakranial berpotensi memperburuk outcome, sayang semua jenis tindakan terhadap hipertensi intrakranial bukan saja bisa berkomplikasi serius, namun beberapa berpengaruh langsung terhadap resusitasi, seperti misalnya diuretika.

3. ManitolEfektif mengontrol peninggian tekanan intrakranial pada cedera kepala berat dengan dosis 0,25-1 g/kg BB. Indikasi adalah herniasi transtentorial dan perburukan neurologis yang bukan disebabkan kelainan ekstrakranial. Cegah hipovolemik dengan penggantian cairan. Osmolalitas serum harus dibawah 320 mOsm/l agar tidak terjadi gagal ginjal. Euvolemia dipertahankan dengan penggantian cairan adekuat. Kateter foley sangat penting. Bolus intermitten lebih efektif dibanding infus kontinu. Mannitol penting pada pasien cedera kepala, terutama fase akut bila diduga atau nyata ada peninggian tekanan intrakranial.

4. Barbiturat

Dosis tinggi dipertimbangkan bagi pasien cedera kepala berat dengan hipertensi intrakranial dan hemodinamik stabil, yang refrakter terhadap tindakan medis atau bedah untuk menurunkan tekanan intrakranial. Namun risiko dan komplikasi membatasi penggunaannya bagi keadaan yang ekstrim dan dilakukan dengan memonitor hemodinamik secara ketat untuk mencegah atau menindak ketidakstabilan hemodinamik. Pentobarbital diberikan dengan dosis awal (loading) 10 mg/kg dalam 30 menit atau 5 mg/kg setiap jam untuk 3 pemberian, diikuti dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam. Tidak diberikan untuk profilaksi. Bila dilakukan koma barbiturat, awasi saturasi oksigen arteriovenosa karena beberapa pasien bisa mengalami hipoksia otak.

5. Anti KejangGCS < 10, Kontusi (memar) kortikal, lihat dari CT, Fraktur tengkorak terdepres, Hematoma subdural, Hematoma epidural, Hematoma intraserebral, Cedera tembus tengkorak, Kejang dalam 24 jam sejak cedera. Alasan pemberian anti kejang adalah bahwa bahwa insidens kejang pasca trauma relatif tinggi hingga pemberian anti kejang akan memberikan manfaat karena kejang akan meninggikan tekanan intrakranial, perubahan tekanan darah, perubahan pengangkutan oksigen, dan meningkatkan pelepasan neurotransmiter. Kejang juga berakibat cedera aksidental, efek psikologis serta hilangnya kemampuan kontrol. Dipercaya bahwa pencegahan kejang dini mencegah epilepsi kronik karena terbukti kejang pertama membentuk fokus kejang permanen. Namun anti kejang juga mempunyai berbagai efek samping hingga hanya diberikan pada keadaan tsb. dan diberikan tidak lebih dari satu minggu. Berikan Fenitoin atau carbamazepin seperta pra rumah sakit.

INDIKASI OPERASILesi massa harus dioperasi bila pergeseran garis tengah 5 mm atau lebih. Setiap pergeseran dapat dilihat pada CT scan, angiografi, atau ventrikulografi. Semua hematoma epidural, subdural, atau intraserebral yang mempunyai pergeseran garis tengah 5 mm atau lebih harus dievakuasi secara operatif. Hematoma kecil dengan pergeseran ringan tanpa kelainan neurologi, lakukan pendekatan konservatif, namun bisa terjadi perburukan, dan pengamatan yang ketat sangat diperlukan. Bila terjadi perburukan, CT ulang harus dilakukan segera.Semua lesi massa dengan pergeseran 5 mm atau lebih harus dioperasi, kecuali pasien dalam mati otak. Dasar pemikiran ini adalah terbukti bahwa beberapa pasien dengan pupil yang non reaktif bilateral, gangguan respons okulosefalik, dan postur deserebrasi sekalipun dapat mengalami perbaikan. Pasien kontusi dengan sisterna basal terkompres memerlukan operasi segera. Hematoma lobus temporal besar ( lebih dari 30 cc) mengharuskan operasi dini.Bila CT scan tidak dapat dilakukan segera, keputusan operasi berdasarkan ventrikulografi dan pengamatan TIK. Dari angiogram, temuan berikut ini indikasi operasi :

1. Massa intra atau ekstra aksial menyebabkan pergeseran pembuluh serebral anterior menyeberang garis tengah sejauh 5 mm atau lebih.2. Massa ekstra aksial lebih dari 5 mm terhadap tabula interna, berhubungan dengan pergeseran arteri serebral anterior atau media berapapun jauhnya.3. Massa ekstra aksial bilateral lebih dari 5 mm terhadap tabula interna. Kecuali untuk pasien dengan atrofi otak yang jelas, setiap massa intrakranial akan menyebabkan peninggian TIK. Massa lobus temporal menyebabkan pengangkatan arteria serebral media atau pergeseran garis tengah. Pasien ini berada dalam posisi paling berbahaya, karena pembengkakan ringan dapat menyebabkan herniasi tentorial dengan sangat cepat.4. Indikasi operasi emergensi lain adalah bila terjadi interval lucid serta bila terjadi herniasi unkal (pupil / motorik tidak ekual) bila CT tidak tersedia, fraktura terdepres terbuka, dan fraktura terdepres tertutup yang lebih dari 1 tabula atau lebih dari satu sentimeter kedalamannya. Operasi juga dipertimbangkan bila pergeseran garis tengah serta massa ekstra aksial yang kurang dari 5 mm namun mengalami perburukan atau sisterna basal terkompres. Operasi tidak dilakukan bila telah terjadi mati batang otak.JALUR KRITIS DALAM MENGATASI HIPERTENSI INTRAKRANIALAlgoritma dibuat dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko. Beberapa tindakan dilakukan bersamaan segera. Termasuk mengontrol suhu tubuh, pencegahan kejang, peninggian kepala tempat tidur, pencegahan obstruksi vena juguler, sedasi dengan atau tanpa paralisis, mempertahankan oksigenasi arterial yang adekuat, serta resusitasi volume lengkap hingga tekanan perfusi serebral 70 mm Hg atau lebih. Bila kateter ventrikuler digunakan, drainase cairan serebrospinal harus merupakan tindakan pertama menurunkan tekanan intrakranial. Ventilasi dilakukan dengan PaCO2 pada batas bawah eukapnia (35 mm Hg). Bila gagal, pikirkan tindakan lain. Bila drain cairan serebrospinal tidak tersedia, tingkat ventilasi ditingkatkan hingga PaCO2 30-35 mm Hg, 0-5 mm Hg dibawah ambang bawah eukapnia. Bila ada, lakukan monitor aliran darah serebral dan saturasi vena juguler bila hiperventilasi ditingkatkan. Bila hipokapnia ringan tidak efektif, berikan mannitol dengan batas osmolalitas serum 320 mOsm/l. Volume diamati ketat dan dipertahankan euvolemia atau hipervolemia ringan dengan penggantian cairan. Selama tindakan tetap waspada akan kemungkinan terjadinya massa yang perlu tindakan bedah. Bila tindakan tesebut gagal, pikirkan pilihan sekunder yang terbukti efektif namun dengan komplikasi nyata seperti barbiturat, atau yang efektif namun belum terbukti memperbaiki outcome seperti hiperventilasi hingga PaCO2 dibawah 30 mm Hg serta terapi hipertensif.

Referensi :

Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.

http://www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_cedera_kepala.html, diakses 11 januari 2011.Chesnut, RM. : Evaluation and Management of Severe Closed Head Injury. In : George T. Tindall, ed. The Practice of Neurosurgery. Baltimore : Williams and Wilkins, 1996. 1401-1424.Guidelines for Prehospital Management of Traumatic Brain Injury. Brain Trauma Fondation, New York. 2000, Brain Trauma Fondation.American Association of Neurological Surgeons, Joint Section on Neurotrauma and Critical Care. 2000, Brain Trauma Fondation.46