asean forum on migrant labour (afml) dalam...
TRANSCRIPT
ASEAN FORUM ON MIGRANT LABOUR
(AFML) DALAM PENANGANAN KASUS
TENAGA KERJA ASING ILEGAL DI MALAYSIA
2012-2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Mindarti Utami
11141130000052
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
ASEAN FORUM ON MIGRANT LABOUR (AFML) DALAM
PENANGANAN KASUS TENAGA KERJA ASING ILEGAL DI
MALAYSIA 2012-2017
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Juli 2019
Mindarti Utami
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Mindarti Utami
NIM : 11141130000052
Program Studi : Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
ASEAN FORUM ON MIGRANT LABOUR (AFML) DALAM
PENANGANAN KASUS TENAGA KERJA ASING ILEGAL DI
MALAYSIA 2012-2017
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 30 Juli 2019
Mengetahui,
Ketua,
Menyetujui,
Pembimbing
Ahmad Alfajri, MA
NIP. 19850702 201903 1 005
M. Adian Firnas, S.IP, M.Si
NIP.
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
ASEAN FORUM ON MIGRANT LABOUR (AFML) DALAM
PENANGANAN KASUS TENAGA KERJA ASING ILEGAL DI MALAYSIA
2012-2017
Oleh
Mindarti Utami
11141130000052
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,
Ahmad Alfajri, MA
NIP. 19850702 201903 1 005
Khoirun Nisa, MA.Pol.
NIP. 198503112018012001
Penguji I,
Penguji II,
Irfan R. Hutagalung, SH, LLM
NIP:
Febri Dirgantara Hasibuan, M.M.
NIP:
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada 2019.
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
FISIP UIN Jakarta
Ahmad Alfajri, MA
NIP. 19850702 201903 1 005
v
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis peran ASEAN dalam membantu Malaysia
menangani kasus TKA illegal. Tujuan penelitian ini adalah memberikan
penjelasan mengenai peran ASEAN, melalui AFML, dalam penanganan masalah
TKA illegal di Malaysia. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka terhadap
literature-literature yang ada. Peneliti menemukan bahwa ada dua langkah yang
dapat diberikan ASEAN dalam hal penanganan kasus TKA illegal, yaitu
mempertemukan berbagai pemangku kepentingan terkait dan memetakan
permasalahan dasar yang menyebabkan munculnya TKA illegal. Selain itu,
ASEAN juga memberikan rekomendasi-rekomendasi terkait permasalahan dasar
yang dihadapi. Akan tetapi, rekomendasi dan langkah-langkah ASEAN belum
mampu membuat kemunculan TKA illegal, khususnya di Malaysia, terhenti. Hal
ini dikarenakan beberapa permasalahan, seperti, 1) tidak pahamnya TKA dengan
birokrasi pemerintah, 2) tidak diketahuinya jumlah pasti TKA illegal dan sektor
yang ditempati, 3) penyebaran informasi terkai tjalur illegal oleh TKA sendiri,
dan 4) tidak pastinya nasib TKA setelah kembali ke negara asal. Kerangka
teoritis yang digunakan dalam skripsi ini adalah konsep organisasi regional dan
kerjasama regional. Dari hasil analisis menggunakan konsep tersebut dapat
disimpulkan bahwa ASEAN, sebagai wadah kerjasama regional, sudah
memberikan platform terbaik bagi para pemangku kepentingan terkait TKA
illegal. Akan tetapi, beberapa faktor di atas masih menjadi hambatan tercapainya
penanganan kasus TKA illegal.
Kata kunci: ASEAN, AFML, Tenaga Kerja Asing Ilegal, Kerjasama
Regional.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb.
AlhamdulillahiRabbil ‘Alamin, puji dan syukur selalu penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak
lupa penulis haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW
beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau.
Penulis merasa perlu untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada
beberapa pihak berikut yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Dengan segenap rasa hormat dan kerendahan hati, penulis sangat ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Darsiah, S.Sos, MH dan Ibu Sahmin, selaku orang tua penulis, serta
seluruh anggota keluarga lainnya, yang selalu memberikan dukungan moril
maupun materil.
2. Bapak M. Adian Firnas, S.IP, M.Si. selaku dosen pembimbing penulis yang
selalu memberikan arahan, motivasi, dan kritik yang membangun dalam
perbaikan penulisan skripsi ini.
3. Segenap jajaran staff dan dosen Program Studi Hubungan Internasional UIN
Jakarta yang telah memberikan begitu banyak ilmu serta wawasan yang baru
kepada penulis.
4. Seluruh Staf Departemen Hubungan Internasional, NCB-Interpol Indonesia.
Terima kasih karena telah memberikan kesempatan magang dan membimbing
penulis selama magang.
5. Sahabat-sahabat penulis yang senantiasa menemani penulis selama
menempuh pendidikan dalam suka maupun duka. Terutama kepada Zahra,
vii
Shelvy Nujuliyani, Ghina Luqyana, dan teman-teman lainnya. Terima kasih
sudah menjadi bagian dari penyusunan skripsi ini.
6. Teman-teman seangkatan 2014 HI UIN Jakarta yang selalu membantu penulis
selama masa pembelajaran di kampus.
7. Kelompok KKN DEVITION XV yang sudah membantu penulis
menyelesaikan salah satu tugas akademik dengan baik.
Penulis berharap bahwa semoga semua bentuk dukungan dan kebaikan
tersebut mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna, sehingga kritik dan saran dari berbagai pihak tentu akan sangat
membantu penulis sebagai bahan pertimbangan perbaikan penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih yang besar kedepannya dalam
ranah kajian penelitian pada bidang Ilmu Hubungan Internasional.
Wassalamu’alaikumWr. Wb.
Jakarta, 30 Juli 2019
Mindarti Utami
viii
DAFTAR ISI
HalamanCover
Pernyataan Bebas Plagiarisme ........................................................................... ii
Persetujuan Pembimbing Skripsi ..................................................................... iii
Pengesahan Panitia Ujian Skripsi ..................................................................... iv
Abstrak ................................................................................................................. v
Kata Pengantar ................................................................................................... vi
Daftar Isi ............................................................................................................ viii
Daftar Tabel ......................................................................................................... x
Daftar Singkatan ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Pernyataan Penelitian ................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 15
C. Manfaat dan Tujuan Penelitian .................................................................. 15
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 16
E. Landasan Teori........................................................................................... 20
E.1. Kerjasama Regional............................................................................ 20
E.2. Organisasi Regional............................................................................ 23
F. Metode Penelitian ...................................................................................... 26
G. Sistematika Penelitian ................................................................................ 26
BAB II TENAGA KERJA ASING ILEGAL DI MALAYSIA ...................... 28
A. Malaysia Sebagai Negara Penerima Tenaga Kerja Asing ......................... 28
B. Tenaga Kerja Asing Ilegal Di Malaysia..................................................... 37
C. Kebijakan Pemerintah Malaysia Terkait Tenaga Kerja Asing Ilegal ........ 44
BAB III ASEAN FORUM ON MIGRANT LABOUR ................................... 52
A. ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights
Migrant Workers ........................................................................................ 54
B. ASEAN Forum On Migrant Labour .......................................................... 55
BAB IV AFML DAN UPAYA PENANGANAN KASUS TENAGA KERJA
ASING ILEGAL DI MALAYSIA .................................................................... 68
ix
A. Upaya ASEAN Dalam Penanganan Kasus Tenaga Kerja Asing Ilegal
Melalui AFML ........................................................................................... 68
A.1. Mempertemukan Setiap Pemangku Kepentingan ASEAN Terkait
TKA Ilegal ................................................................................................. 68
A.2. Memetakan Permasalahan Dasar Terkait TKA Ilegal ....................... 70
B. Implementasi Rekomendasi AFML Oleh Negara Anggota ASEAN ........ 71
C. Dampak Bagi Malaysia .............................................................................. 80
BAB V Kesimpulan ........................................................................................... 90
Daftar Pustaka
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jumlah Tenaga Kerja Asing Berdasarkan Negara Asal 1999-2008
Tabel 2.2 Jumlah Tenaga Kerja Asing Bedasarkan Negara Asal 2011-2015
Tabel 2.3 Jumlah Tenaga Kerja Asing Berdasarkan Sektor Pekerjaan
xi
DAFTAR SINGKATAN
3D Dirty, Difficult, and Dangerous
ACMW ASEAN Committee on the Implementation of the ASEAN
Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of
Migrant Workers
ACRA Association of Cambodia Recruitment Agencies
ADB Asian Development Bank
AFML ASEAN Forum On Migrant Labour
ANZUS Australia, New Zealand, US Security Treaty Organization
ASEAN Association of South-East Asia Nations
BNP2TKI Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia
CEDAW Committee on the Elimination of Discrimination Against Women
CLMV Cambodia, Laos, Myanmar, and Vietnam
CRC Convention on the Rights of the Child
CSOs Civil Society Organizations
CSPS Contractor Safety Passport
DOSH Department of Occupational Safety and Health
EIB European Investment Bank
E-Kad Employment Card
FMM Federation of Malaysian Manufacture
FWCMS Foreign Workers Centralized System
GDP Gross Domestic Products
IC Identification Card
IDB Inter-American Development Bank
IGO International Governmental Organization
ILMS International Labour Migration Statistics
ILO International Labour Organizations
IOM International Organization for Migration
KBRI Kedutaan Besar Republik Indonesia
MAP Migrant Assistance Program
MIGRANT Migrasi Internasional
MoFA Ministry of Foreign Affairs
MOI Ministry of Information
MoLSW Lao Ministry of Labour and Social Welfare
MoU Memorandum of Understanding
MRCs Migrant Workers’ Centre
MTUC Malaysian Trade Unions Congress
MWG Migration Working Group
NAP National Action Plans
xii
NATO North Atlantic Treaty Organization
NEM New Economic Model
NER National Employment Returns
NGO Non-Governmental Organization
NIOSH National Institute of Occupational Safety and Health
NSI North South Initiative
NTSP NIOSH TNB Safety Passport
OAS Organization of American States
OAU Organization of African Unity
OGSP Oil and Gas Safety Passport
OSH Occupational Safety and Health
PIKAP Pertubuhan Kebangsaan Agensi Pekerjaan Malaysia
PSD-BM Pusat Sumber Daya Buruh Migran
TFAMW Task Force for ASEAN Migrant Workers
TKA Tenaga Kerja Asing
TKI Tenaga Kerja Indonesia
TKI-B Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah
UN United Nations
UNI-APRO Union Network International-Asia Pacific Regional Organization
VAMAS Viet Nam Association of Manpower and Supply
WNI Warga Negara Indonesia
WTO Warsaw Treaty Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Penelitian
Malaysia merupakan salah satu negara yang berkebutuhan terhadap
migrant workers (tenaga kerja asing). Salah satu faktor utama mengapa
Malaysia membutuhkan tenaga kerja asing adalah tingkat pertumbuhan
populasi penduduk. Malaysia adalah salah satu negara yang tingkat
pertumbuhan populasi penduduknya rendah. Pada tahun 2008, tingkat
pertumbuhan populasi penduduk Malaysia hanya sekitar 1,7%. Di tahun
2000, diperkirakan jumlah populasi penduduk Malaysia sekitar 25,27 juta
jiwa dengan sekitar 13,2% merupakan penduduk usia 50 tahun ke atas.
Jumlah populasi usia 50 tahun ke atas diperkirakan akan meningkat hingga
22,9% di tahun 2030 dan sekitar 29,7% di tahun 2050.1
Faktor lainnya adalah banyak dari penduduk Malaysia, seperti
penduduk negara penerima tenaga kerja asing umumnya, tidak
menginginkan pekerjaan yang menurut mereka mengandung unsur 3D
(dirty, difficult, and dangerous). Khususnya bagi penduduk yang memiliki
tingkat pendidikan menengah ke atas.2 Pendidikan penduduk Malaysia,
dalam dua dekade terkahir, menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Pada tahun 2010, penduduk Malaysia yang hanya berpendidikan sekolah
dasar jumlahnya menurun dari 61% di tahun 1990 menjadi hanya 26% di
1 Philip S. Robertson Jr., Migrant Workers in Malaysia – Issues, Concerns, and Points for Action,
Fair Labour Association, 2008. Hlm. 1 2Ibid., hlm. 1
2
tahun 2010. Dari angkatan sekolah menengah meningkat dari 34%
menjadi 56%. Tingkat penduduk angkatan kerja berpendidikan perguruan
tinggi mencapai peningkatan dari 5% ke 18% di tahun yang sama. 3
Tingginya pendidikan penduduk Malaysia kemudian meningkatkan
permintaan kerja bagi pekerja asing di sektor-sektor low-skilled, seperti
manufaktur, pertanian, konsruksi, dll. Sekitar sepertiga dari tenaga kerja
pertanian, manufaktur, dan konstruksi adalah migran, industri yang secara
kolektif menyumbang MYR297 miliar (USD68 miliar) atau 35,7% dari
GDP Malaysia pada tahun 2014.4 Sebagian besar perkiraan menunjukkan
bahwa ada 3-4 juta imigran yang saat ini bekerja di Malaysia, yang akan
membentuk sekitar 20-30 persen dari angkatan kerja negara.5 Per tahun
2017, tenaga kerja asing di Malaysia datang dari negara-negara ASEAN
dan negara-negara terdekat Malaysia, seperti Bangladesh (221,089), China
(15,399), Filipina (56,153), India (114, 455), Indonesia (728,870),
Kamboja (5,103), Myanmar (127, 705), Nepal (405,898), Pakistan
(59,281), Sri Lanka (5,964), Thailand (12,603), dan Vietnam (29,039).6
Terbukanya kesempatan kerja yang cukup besar bagi low-skilled
workers menimbulkan permasalahan dalam ketenagakerjaan Malaysia,
yaitu munculnya tenaga kerja illegal. Tahun 2016, diberitakan oleh
3The World Bank, Foreign Workers in Malaysia: Assessment of Their Economic Effects and Review
of the Policy, ‘The World Bank, EASHS, KNOMAD Seminar Series’, Human Development Department Social Protection and Labor Unit, June 13
th, 2013. Hlm. 8-9.
4Benjamin Harkins, Review of Labour Migration Policy in Malaysia, Bangkok: ILO Regional Office
for Asia and the Pacific, 2016. Hlm. 2. 5Ibid., hlm. 1
6More Than 1.7 Million Foreign Workers in Malaysia; Majority from Indonesia dalam
https://www.nst.com.my/news/nation/2017/07/261418/more-17-million-foreign-workers-malaysia-majority-indonesia diakses pada tanggal 10 September 2018.
3
bbc.com bahwa jumlah tenaga kerja asing ilegal di Malaysia mencapai
sekitar 1,5 juta orang. Dominannya, tenaga kerja asing ilegal berasal dari
Indonesia, Myanmar, Bangladesh, dan Nepal.7
Pada tahun 2017,
channelnewsasia.com juga memberitakan bahwa terdapat sekitar 3 juta
tenaga kerja asing di Malaysia dan setengah dari jumlah ini adalah tenaga
kerja asing illegal. Menurut channelnewsasia.com, beberapa faktor yang
mendukung membludaknya tenaga kerja asing illegal di antaranya,
terbukanya kesempatan kerja yang lebih besar dibanding di negara asal,
employers dari Malaysia lebih memilih tenaga kerja asing yang tingkat
upahnya lebih rendah dibanding penduduk asli, dan kesempatan kerja yang
besar disalahgunakan oleh tenaga kerja asing dengan bekerja pada sektor-
sektor di luar yang telah ditentukan pemerintah Malaysia.8
Pemerintah, baik dari negara pengirim maupun penerima, tidak
memiliki jumlah pasti TKA ilegal. Pemerintah hanya dapat memastikan
jumlah yang tertangkap ketika terjadi razia terkait TKA ilegal. Salah satu
contoh, di hari ketiga diadakannya razia TKA illegal pada Juli 2017,
sekitar 1,509 TKA illegal tertangkap. Jumlah terbesar adalah dari
Bangladesh sekitar 752 orang, diikuti Indonesia (195), Myanmar (117),
7“Malaysia Rekrut Kembali Tenaga Asing Gelap Temasuk TKI” dalam
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/02/160218_dunia_malaysia_tkidiakses pada tanggal 7 Desember 2017. 8Malaysia Continues Crackdown on Illegal Migrant Workers Even as Businesses Cry Foul dalam
https://www.channelnewsasia.com/news/asia/malaysia-continues-crackdown-on-illegal-migrant-workers-even-as-9033668 diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
4
Filipina (50), dan Thailand (45).9 Dalam 3+1 Amnesty Programme, sebuah
program razia immigrant illegal, pada tahun 2018, terjaring sekitar 29,040
immigrant illegal. Jumlah immigrant terbanyak yang tertangkap adalah
dari Indonesia sekitar 9,759 orang, diikuti Bangladesh (5,959 orang),
Filipina (2,820 orang), dan Myanmar (2,715 orang).10
Dalam mengontrol membludaknya pekerja asing illegal, Malaysia
memiliki aturan legal, yaitu The Immigration Act 1959. The Immigration
Act 1959 mengatur mengenai administrasi dan penempatan tenaga kerja
asing. Pada tahun 2002, undang-undang ini diamandemen dikarenakan
meningkatnya jumlah tenaga kerja asing illegal (undocumented migrants).
Undang-undang hasil amandemen ini menekankan bahwa pekerja asing
yang tidak memenuhi syarat sebagai pekerja, sesuai undang-undang
ketenagakerjaan Malaysia, merupakan pekerja illegal.11
Pekerja asing maupun employers, yang termasuk dalam kategori
illegal, berdasarkan The Immigration Act 1959, akan dikenai beberapa
hukuman, seperti denda sebesar MYR10.000 (USD2.280), hukuman
penjara minimal 5 tahun, dan deportasi. Untuk melaksanakan aturan
tersebut, pada tahun 2006, Malaysia mendirikan Immigration Courts
9Immigration Detains 28 Employers, 1,500 Illegal Workers dalam
https://www.freemalaysiatoday.com/category/nation/2017/07/03/immigration-detains-28-employers-1500-illegal-workers/ diakses pada tanggal 26 September 2018. 10
Immigration set to crackdown hard on illegals, human traffickersdalam https://www.thestar.com.my/news/nation/2018/08/30/immigration-set-to-crack-down-hard-on-illegals-human-traffickers/ diakses pada tanggal 10 September 2018. 11
Benjamin Harkins, Review of Labour Migration Policy in Malaysia, Bangkok: ILO Regional Office for Asia and the Pacific, 2016. Hlm. 4
5
(Pengadilan Imigrasi).12
Selain The Immigration Act 1959, terdapat
beberapa kebijakan Malaysia yang mengatur mengenai pekerja asing,
khususnya pekerja asing illegal. Malaysia mencoba mengatur quota
pekerja asing dengan menerapkan sistem twin-track policy on labour
migration (mengadapatsi sistem pengelolaan tenaga kerja asing
Singapura). Sistem ini membagi tenaga kerja asing menjadi dua kategori,
yaitu contract workers (low-skilled workers) dan expatriates (high-skilled
workers). Perbedaan ini didasarkan pada perolehan gaji setiap bulannya.
Pekerja asing dengan perolehan gaji MYR3000 (USD689) merupakan
kelas pekerja expatriates.13
Selain perolehan gaji, pemerintah Malaysia juga menetapkan
beberapa aturan khusus bagi contract workers. Beberapa aturan tersebut
adalah sebagai berikut: 1) Malaysian Employers harus menunjukkan bukti
bahwa mereka telah membuka lowongan kerja terlebih dahulu bagi
penduduk lokal baru kemudian bagi pekerja asing atau pekerja migran, 2)
sektor-sektor yang diperizinkan bagi pekerja asing adalah sektor
manufaktur, konstruksi, agrikultur, perkebunan, pelayanan, dan pekerjaan
domestik, 3) penerimaan pekerja asing hanya berlaku bagi 14
kewarganegaraan dan masing-masing kewarganegaraan akan ditempatkan
di sektor-sektor spesifik, dan 4) pembatasan gender telah diterapkan,
khususnya dalam hal migrasi perempuan, yang telah dipromosikan sebagai
12
Ibid., hlm. 1. 13
Ibid., hlm. 9.
6
sarana untuk memfasilitasi transfer pekerjaan rumah tangga dan tugas
pengasuhan di rumah-rumah pribadi dari warga negara ke migran.14
Usaha lainnya dari pemerintah Malaysia adalah menerapkan
kebijakan kenaikan tarif pungutan bagi tenaga kerja asing (levy) pada
tahun 2016. Kenaikan levy diumumkan oleh Perdana Menteri Datuk Seri
Dr. Ahmad Zahid Hamidi. Dalam pernyataannya, beliau menyampaikan
bahwa kenaikan tarif ini didasari oleh perhitungan mengenai penggunaan
fasilitas negara oleh pekerja asing. Hal ini juga, menurut Datuk Seri Dr.
Ahmad Zahid Hamidi, sebagai langkah baru bagi Malaysia untuk menjadi
negara yang tidak ketergantungan pekerja asing atau pekerja migrant.
Kenaikan tarif levy ini diberlakukan pada dua sektor, yaitu sektor
manufaktur, konstruksi, dan jasa, serta sektor perkebunan dan pertanian.
Untuk sektor manufaktur, konstruksi dan jasa dikenakan MYR2,500.
Sedangkan untuk sektor perkebunan dan pertanian dikenakan tarif
MYR1,500. Jumlah tarif disesuaikan dengan pendapatan dari pekerja asing
di setiap sektor. Kebijakan ini tidak berlaku bagi pekerja lokal.15
Kebijakan ini kemudian menuai protes dari kalangan industri dan
negara pengekspor tenaga kerja, salah satunya Indonesia. Dari kalangan
industri, Malaysia menyampaikan keberatan dengan naiknya tarif, karena
industri merupakan sektor yang berkebutuhan tinggi terhadap pekerja.
Merespon hal ini, Kementerian Dalam Negeri Malaysia menyatakan
14
Ibid., hlm. 9. 15
Kadar Levy Baharu Pekerja Asing Beri Pendapatan dalam http://www.sinarharian.com.my/mobile/nasional/kadar-levi-baharu-pekerja-asing-beri-pendapatan-1.479908 diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
7
penundaan pelaksanaan kenaikan tarif dari tanggal 1 Februari 2016
menjadi tanggal 18 Maret 2016. Menurut Kementerian Dalam Negeri
Malaysia, penundaan ini dilakukan untuk mencoba mendiskusikan ulang
kebijakan ini dengan asosiasi-asosiasi dari berbagai sektor. Selain
penundaan tanggal berlakunya levy baru, pemerintah juga menerapkan
penundaan penerimaan tenaga kerja asing baru sampai dengan waktu yang
telah ditentukan.16
Selain dari pihak industri, Malaysia juga mendapat protes dari
salah satu negara pengekspor tenaga kerja asing, yaitu Indonesia. Sebagai
negara pengekspor tenaga kerja terbesar ke Malaysia, Indonesia
menyatakan keberatannya atas kebijakan ini. Didasarkan pada protes para
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menyatakan bahwa tarif tersebut
terlalu tinggi. Seorang TKI asal Jambi, Sugianto, menyatakan bahwa levy
merupakan tanggungan tenaga kerja sendiri bukan majikan. Karenanya,
TKI meminta pemerintah untuk mencoba bernegosiasi dengan pihak
Malaysia. Salah satu aktivis Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM)
Indonesia, Ridwan Wahyudi, menyatakan bahwa kebijakan ini hanya akan
menambah jumlah buruh migrant tak berdokumen (undocumented
workers).17
Namun, kebijakan ini tetap berlaku.
16
Kenaikan Biaya Levy Hanya di Semenanjung Malaysia dalam https://buruhmigran.or.id/2016/03/22/kenaikan-biaya-levy-hanya-di-semenanjung-malaysia/ diakses pada tanggal 30 Mei 2018. 17
Pungutan di Malaysia Naik, Buruh Migran Makin Tercekik dalam https://buruhmigran.or.id/2016/02/01/pungutan-di-malaysia-naik-buruh-migran-makin-tercekik/ diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
8
Pada tahun 2017, Malaysia kemudian menerapkan kebijakan razia
tenaga kerja asing illegal. Kebijakan razia ini didasarkan pada protes
Federasi Manufaktur Malaysia (FMM) mengenai kebijakan pemerintah
terkait memorandum of understanding (MoU) impor tenaga kerja dari
Bangladesh. Pemerintah Malaysia diberitakan akan membawa sekitar 1,5
juta pekerja dari Bangladesh. Menurut FMM, lebih baik pemerintah
menyelesaikan permasalahan TKA illegal terlebih dahulu daripada harus
mendatangkan begitu banyak TKA baru. Hal ini kemudian diklarifikasi
oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia, Nur Jazlan Mohamed, bahwa
pemerintah tidak membawa 1,5 juta pekerja dari Bangladesh, melainkan
akan membawa sekadar kebutuhan saja. Bangladesh bukan ingin
membawa pekerja sejumlah 1,5 juta orang ke Malaysia, tetapi
menawarkan sekitar 1,5 juta pekerja tidak hanya kepada Malaysia,
melainkan ke negara-negara lain yang juga membutuhkan.18
Kebijakan razia tenaga kerja asing illegal ini merupakan kelanjutan
dari program re-hiring (mempekerjakan kembali) dan pembuatan
employment card (E-Kad). Program re-hiring dan pembuatan E-Kad mulai
dijalankan dari bulan Februari hinggga Juni 2017. Menurut beberapa
laporan, dari 600.000 tenaga kerja asing illegal yang diharapkan
mendaftar, hingga Juni 2017 hanya sekitar 155.680 tenaga kerja asing
yang sudah mendaftar. Menurut Figo Kurniawan, seorang TKI dan
penggiat Komunitas Serantau, salah satu penyebab enggannya para tenaga 18
Malaysia Rekrut Kembali Tenaga Kerja Asing Gelap Termasuk TKI dalam http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/02/160218_dunia_malaysia_tki diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
9
kerja asing ini mendaftarkan diri adalah adanya kemungkinan dideportasi.
Ada beberapa syarat yang diajukan pihak Malaysia yang jika tidak
terpenuhi akan menyebabkan para tenaga kerja dideportasi.19
E-Kad
berfungsi sebagai permit letter bagi tenaga kerja asing illegal untuk
mendapat izin kerja legal dari pemerintah Malaysia. E-Kad hanya
berfungsi bagi 15 negara (kewarganegaraan), termasuk di dalamnya
Indonesia, Bangladesh, dan Myanmar.20
Tidak tercapainya target re-hiring, pemerintah Malaysia kemudian
mulai melakukan razia terhadap tenaga kerja asing illegal pada Juli 2017.
Pada 10 hari pertama razia dilaksanakan sudah terjaring sekitar 3.300
tenaga kerja asing illegal. Tenaga kerja asing tersebut akan dipulangkan ke
negara masing-masing dan akan blacklist dari ketenagakerjaan Malaysia.
Direktur Jenderal Departemen Imigrasi Malaysia, Mustafar Ali,
menyatakan bahwa pemerintah Malaysia akan terus menjalankan razia
hingga tenaga kerja asing illegal terakhir ditangkap.21
Selain kebijakan nasional, Malaysia juga memanfaatkan forum
organisasi regional dalam upaya penanggulangan permasalahan TKA
illegal. Dalam hal ini, Malaysia menjadi peserta dalam ASEAN Forum on
Migrant Labour (AFML). Sebagai salah satu negara anggota ASEAN,
19
Terancam Razia, Ratusan TKI ‘Bertahan dan Bersembunyi’ di Malaysia dalam http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40482368 diakses pada tanggal 30 Mei 2018. 20
Malaysia Begins Crackdown on Illegal Foreign Workers dalam https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/malaysia-begins-crackdown-on-illegal-foreign-workers diakses pada tanggal 30 Mei 2018. 21
Malaysia Continues Crackdown on Illegal Migrant Workers Even as Businesses Cry Foul dalam https://www.channelnewsasia.com/news/asia/malaysia-continues-crackdown-on-illegal-migrant-workers-even-as-9033668 diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
10
Malaysia, dalam posisi sebagai negara yang berkebutuhan terhadap TKA,
sudah sepatutnya ada dalam AFML. AFML merupakan forum terbuka
antara pemerintah, organisasi pekerja dan pengusaha, dan pemangku
kepentingan masyarakat sipil tentang isu-isu utama yang dihadapi pekerja
migrant di Asia Tenggara. Forum ini bertujuan untuk mengembangkan
rekomendasi untuk memajukan pelaksanaan prinsip Deklarasi ASEAN
tentang Perlindungan dan Promosi Hak-Hak Pekerja Migran (ASEAN
Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant
Workers). Forum ini memberikan kesempatan untuk berbagi kegiatan para
pemangku kepentingan untuk mengimplementasikan berbagai
rekomendasi dari pertemuan AFML.22
Permasalahan tenaga kerja asing illegal tidak hanya dihadapi oleh
Malaysia sebagai negara penerima. Dalam konteks ASEAN, hampir
seluruh negara di Asia Tenggara menghadapi permasalahan tenaga kerja
asing illegal. Salah satu contoh adalah Indonesia. Sebagai negara
pengekspor tenaga kerja terbesar ke Malaysia, Inodonesia dianggap tidak
memiliki data valid mengenai warga negaranya yang menjadi tenaga kerja
asing di luar negeri. Pada tahun 2017, diestimasikan ada sekitar 305,774
orang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berada di Malaysia. Akan tetapi,
Indonesia tidak memiliki data valid mengenai jumlah TKI (tenaga kerja
22
The ASEAN Forum on Migrant Labour dalam http://www.ilo.org/asia/WCMS_416365/lang--en/index.htm diakses pada tanggal 9 Agustus 2018.
11
Indonesia) illegal. Diperkirakan, ada sekitar satu juta TKI illegal di
Malaysia.23
Sampai hari ini, ada sekitar hampir satu setengah juta TKI illegal di
Malaysia. Keberadaan TKI illegal ini, tidak jarang memunculkan
permasalahan terhadap hubungan diplomatik Indonesia dengan Malaysia.
Dalam program razia TKA illegal pada tahun 2017, hubungan kedua
negara sempat memanas akibat isu-isu mengenai perlakuan tidak pantas
terhadap para TKI illegal. Pemerintah Indonesia, melalui BNP2TKI,
menjelaskan bahwa razia seperti yang dilakukan pemerintah Malaysia saat
itu tidak akan menghentikan munculnya TKA illegal, khususnya TKI.
Perlu solusi yang lebih tepat yang harus didiskusikan antara kedua
negara.24
Kehadiran pekerja asing illegal juga menimbulkan permasalahan
lainnya, salah satunya adalah permasalahan keamanan. Dalam hal
keamanan, pekerja asing illegal terasosiasi dengan hal-hal kriminal, seperti
penyelundupan dan perdagangan manusia yang melibatkan sindikat
kejahatan lintas negara, serta terjadinya eksploitasi tenaga kerja.
Dominannya, korban penyelundupan dan perdagangan manusia adalah
wanita. Wanita-wanita korban penyelundupan dan perdagangan manusia
23
Mohd Nae’im Ajis, dkk., Managing Foreign Workers in Southeast Asian Countries, “Journal of Asia Pacific Studies”, no. 3, vol. 1, 2010. Hlm. 489-490. 24
Ratusan TKI Illegal Ditangkap Malaysia, Indonesia Kirim Nota Diplomatik dalam https://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/22353841/ratusan.tki.ilegal.ditangkap.malaysia.indonesia.kirim.nota.diplomatik diakses pada tanggal 15 Agustus 2018.
12
ini banyak dipekerjakan sebagai budak sex.25
Malaysia memiliki masalah
besar dengan perdagangan dan penyelundupan di sepanjang perbatasannya
dengan Indonesia. Relatif mudah melintasi perbatasan dengan visa turis
atau pengunjung dan mengubahnya menjadi visa kerja. Pada periode 1999-
2005, sebanyak 729 kasus perdagangan yang dicurigai diselidiki oleh
polisi Indonesia dan dari mereka, 550 orang dirujuk ke pengadilan.26
Hal ini kemudian menjadi masalah bersama bagi negara-negara di
Asia Tenggara. Penyelesaian secara bilateral sudah seringkali dilakukan.
Paitoonpong mengidentifikasi beberapa permasalahan yang dihadapi
negara-negara anggota ASEAN dalam penanganan kasus tenaga kerja
asing illegal, di antaranya tuntutan administratif yang kompleks, biaya
pekerja yang relative tinggi (sesuai dengan MoU), stabilitas politik yang
tidak menentu di negara mitra masing-masing, masalah verifikasi
kebangsaan, dan efektivitas kebijakan yang dipertanyakan karena biaya
yang terlalu tinggi dan rumitnya birokrasi.27
Pada tahun 2006, Malaysia menandatangani MoU dengan
Indonesia terkait penempatan dan proses rekruitment tenaga kerja antar-
negara. MoU ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari munculnya
TKA illegal di Malaysia. MoU tersebut membahas mengenai sektor-sektor
legal tanpa membahas secara spesifik sektor-sektor illegal yang
25
Jacqueline Joudo Larsen, Migration and People Trafficking in Southeast Asia, “Trends & Issues in Crime and Criminal Justice”, No. 401, Australian Institute of Criminology, November 2010. Hlm. 4. 26
Ibid., Hlm. 5 27
Aniceto Orbita Jr. & Kathrina Gonzales, Managing International Labour Migration in ASEAN: Themes from a Six-Country Study, Philippine Institute for Development Studies, 2013. Hlm. 8.
13
menyebabkan masalah di Malaysia.28
Malaysia juga mengadakan sebuah
forum dengan Filipina sekitar tahun 2006. Forum ini disebut sebagai RP-
Malaysia Working Group on Migrant Workers. Forum ini membahas
mengenai perlindungan tenaga kerja dari Filipina di Malaysia. Forum ini
tidak secara spesifik membahas mengenai TKA illegal. Pada tahun 2006,
terjaring sekitar 100,000 warga negara Filipina yang berstatus
undocumented migrant workers.29
Pada tahun 2016, Association of Cambodia Recruitment Agencies
(ACRA) menandatangani MoU dengan Malaysia National Association of
Employment Agencies (PIKAP) dalam hal perlindungan tenaga kerja
Kamboja di Malaysia. Forum ini juga tidak membahas mengenai
kemungkinan adanya masalah TKA illegal dari Kamboja di Malaysia.30
Dominannya, negara-negara pengekspor tenaga kerja asing ke Malaysia,
khususnya negara anggota ASEAN, membuat perjanjian terkait
perlindungan warga negara mereka di Malaysia. Ketika terdapat warga
negara mereka yang terjaring oleh otoritas Malaysia sebagai TKA illegal,
negara-negara ini hanya meminta kepada Malaysia agar otoritas Malaysia
menjaga hak asasi manusia warga negara mereka. Tidak ada forum
bilateral khusus yang membahas penanganan munculnya TKA illegal di
Malaysia.
28
Syamsul Ardiansyah, Memorandum of Misunderstanding: Policy Brief on Bilateral Labour Agreement of Indonesian, Institute for National and Democratic Studies, 2008. Hlm. 5. 29
RP Asks Malaysia to Ensure Orderly Repartriation of OFWs dalam https://www.philstar.com/headlines/2006/06/25/343785/rp-asks-malaysia-ensure-orderly-repatriation-ofws diakses pada tanggal 16 Agustus 2018. 30
Workers Fear Arrest in Malaysia dalam https://www.phnompenhpost.com/national/workers-fear-arrest-malaysia diakses pada tanggal 16 Agustus 2018.
14
Selain itu, para TKA illegal, umumnya termasuk dalam kategori
low-skilled workers yang tingkat pendidikannya masih rendah. Banyak
dari mereka yang tidak paham mengenai birokrasi yang diterapkan
pemerintah setempat. Mereka juga takut terhadap ancaman deportasi dan
blacklist. Oleh karena itu, mereka lebih memilih tetap bekerja tanpa harus
memenuhi administrasi. Jika terjadi razia, para TKA illegal memilih untuk
lari dan bersembunyi. Hal ini disampaikan oleh Figo Kurniawan, seorang
TKI dan penggiat Komunitas Serantau.31
Pemerintah masing-masing
negara juga tidak memiliki data valid mengenai jumlah warga negara
mereka yang menjadi TKA illegal di Malaysia.
Berdasarkan setiap permasalahan di atas, ASEAN berinisiatif
untuk membentuk suatu forum khusus mengenai migrant labour, yaitu
ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML). Di awal, AFML difokuskan
pada perlindungan TKA di tiap negara anggota ASEAN. Akan tetapi,
melihat permasalahan ketenagakerjaan yang begitu rumit di kawasan Asia
Tenggara, AFML kemudian menjadi forum yang lebih general. Sejauh ini,
ASEAN sudah menyelenggarakan sebelas AFML dengan setiap negara
anggota ASEAN menjadi tuan rumah. Sebelas forum yang telah
dilaksanakan memunculkan berbagai rekomendasi terkait pemecahan
masalah pekerja asing di Asia Tenggara. Salah satunya adalah mengenai
permasalahan terus munculnya TKA illegal. Sebagai salah satu negara
yang sering menghadapi permasalahan TKA illegal, apakah Malaysia 31
Malaysia Begins Crackdown on Illegal Foreign Workers dalam https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/malaysia-begins-crackdown-on-illegal-foreign-workers diakses pada tanggal 27 Agustus 2018.
15
mendapat solusi dari hadirnya AFML?. Berdasarkan pertanyaan tersebut,
peneliti berinisiatif untuk menyusun sebuah penelitian dengan judul Asean
Forum On Migrant Labour (AFML) Dalam Penanganan Kasus
Tenaga Kerja Asing Ilegal Di Malaysia 2012-2017.
B. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana upaya AFML dalam membantu Malaysia menangani
permasalahan TKA illegal?
C. Manfaat dan Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai kerjasama ASEAN melalui AFML dalam
membantu Malaysia menangani permasalahan tenaga kerja asing illegal
disusun dengan beberapa tujuan berikut:
1. Memberikan penjelasan mengenai peran ASEAN melalui AFML
dalam penanganan masalah TKA illegal di Malaysia.
Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Dapat melengkapi penelitian-penelitian terkait sebelumnya dan
menjadi rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Pembaca memperoleh informasi mengenai permasalahan TKA
illegal di Malaysia, faktor-faktor penyebabnya, dan upaya
penanganan serta peran apa saja yang diberikan ASEAN
melalui AFML bagi permasalahan yang dihadapi Malaysia.
D. Tinjauan Pustaka
16
Dalam menganalisa pembahasan mengenai peran ASEAN melalui
AFML dalam penanganan kasus illegal migrant workers di Malaysia,
peneliti merujuk beberapa penelitian yang disusun sebelumnya. Penelitian
pertama berjudul Upaya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di
Singapura dalam Pelayanan Warga Negara Indonesia (WNI) dan
Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B) di
Singapura Antara Tahun 2011-2015 yang disusun oleh Dendy Perwira D.
Satria, Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional, FISIP, UIN
Jakarta.
Penelitian Dendy Perwira D. Satria secara umum membahas
mengenai bagaimana KBRI, selaku wakil masyarakat Indonesia di luar
negeri, melaksanakan tugasnya dalam lingkup perlindungan WNI dan
TKI-B di Singapura. Dalam permasalahan TKI-B, penelitian Dendy
Perwira D. Satria menjelaskan bahwa, secara umum, permasalahan TKI di
luar negeri adalah permasalahan dokumen, kurangnya kapabilitas calon
pekerja, hadirnya calo, dan hadirnya oknum-oknum koruptor yang
memanfaatkan dana TKI untuk mendapatkan keuntungan.32
Di Singapura sendiri, beberapa permasalahan yang dihadapi TKI
adalah permasalahan gaji, kerja terlalu berat dan tidak sesuai Standar
Operasional, kurangnya penguasaan bahasa, direct hiring oleh perusahaan
penerima tenaga kerja, biaya penempatan yang terlalu tinggi, masalah
32
Dendy Perwira D. Satria, Skripsi: Upaya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura dalam Pelayanan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B) di Singapura Antara Tahun 2011-2015, Ciputat: UIN Jakarta, 2017. Hlm. 43-44.
17
perizinan, dan semacamnya. Untuk menghadapi hal ini, KBRI
menyediakan lembaga khusus, yaitu Fungsi Protokol dan Konsuler
Kedutaan Besar Republik Indonesia, termasuk Direktorat Perlindungan
WNI dan Bantuan Hukum Indonesia, serta dibantu oleh Fungsi
Keimmigrasian.33
Persamaan penelitian Dendy Perwira D. Satria dengan penelitian
ini adalah adanya pembahasan mengenai peran lembaga dalam
penanganan permasalahan tenaga kerja asing di luar negeri.Akan tetapi,
Dendy Perwira D. Satria lebih fokus pada peran KBRI, yang dalam hal ini
merupakan lembaga kerjasama bilateral dan wakil masyarakat Indonesia di
luar negeri, dalam penanganan kasus TKI bermasalah. Penelitian ini akan
fokus pada peran ASEAN, yang merupakan lembaga kerjasama regional,
dalam membantu Malaysia menyelesaikan permasalahan tenaga kerja
asing ilegal. Penelitian Dendy fokus pada permasalahan bilateral,
penelitian ini akan membahas mengenai hubungan negara dengan
organisasi regional.
Rujukan selanjutnya adalah sebuah master thesisyang disusun oleh
Sirus Rustamov dari Linkopings Universitet berjudul “Global
Governance of Migration”. Secara umum, thesis ini membahas mengenai
organisasi-organisasi internasional maupun regional yang menangani
masalah migrasi dan migrant.Sirus Rutamov mengklasifikasikan
organisasi-organisasi tersebut menjadi dua bagian, yaitu Formal-
33
Dendy Perwira, Skripsi: Upaya Keduataan Besar, hlm. 46-52.
18
Institutional dan Informal.Organisasi yang termasuk ke dalam kelompok
Formal-Institutional terbagi lagi ke dalam dua kelompok, yaitu “Through
UN System” dan “Outside of UN System”.Organisasi yang termasuk
dalam kategori “Through UN System” adalah organisasi-organisasi
internasional yang menangani masalah migrasi dan migrant di bawah
naungan United Nations(UN).Salah satu organisasi terbesarnya adalah
International Labour Organization (ILO).34
ILO menurut konstitusinya, merupakan wadah di mana perwakilan
negara, asosiasi pengusaha dan pekerja (konfederasi serikat pekerja) sama-
sama berpartisipasi dalam melindungi kepentingan pekerja migran yang
dipekerjakan di negara-negara selain negara mereka sendiri. Program
Migrasi Internasional (MIGRANT), yang bertanggung jawab untuk
migrasi tenaga kerja di ILO, bertujuan untuk melindungi hak-hak pekerja
migran, serta untuk mengembangkan pemahaman dan basis pengetahuan
migrasi. Dalam hal melindungi kepentingan dan hak pekerja migran, ILO
beroperasi di bawah dua konvensi utama: 1949 Konvensi ILO tentang
Migrasi Ketenagakerjaan, 6 (no. 97) dan 1975 Konvensi Pekerja Migran
ILO7 (no. 143). Namun, hanya 42 dan 18 negara anggota yang telah
meratifikasi konvensi ini. Dengan mempertimbangkan bahwa konvensi
ILO mengikat secara hukum hanya jika mereka diratifikasi, jumlah negara
34
Sirus Rustamov, Thesis: Global Governance of Migration, Sweden: Linkopings Universitet, 2011. Hlm. 16.
19
yang meratifikasi menunjukkan bahwa sebagian besar negara anggotanya
tidak mau mengikat diri dengan ketentuan-ketentuannya.35
Dalam kategori “Outside UN System” terdapat satu organisasi
internasional yang menangani masalah migrasi dan migrant, yaitu
International Organization for Migration(IOM). IOM merupakan
organisasi antar pemerintah yang terkemuka dan satu-satunya yang
berhubungan dengan migrasi internasional di luar sistem UN.Organisasi
ini didirikan pada tahun 1951 sebagai the Provisional Intergovernmental
Committee untuk para Migran dari Eropa. IOM berubah dari badan
operasional dan logistik ke lembaga internasional terkemuka pada tahun
1989. Saat ini, IOM memiliki 132 negara anggota dan 97 pengamat, 80 di
antaranya merupakan IGO global dan regional serta LSM.36
Dalam kategori informal, terdapat tiga model organisasi, yaitu
Independent Initiatives,Inter-Agency and Arrangement, dan Inter-Regional
Cooperation. Contoh model pertama, seperti Bern Intiatives (didirikan di
Swiss oleh pemerintah Swiss pada tahun 2001), Global Commission on
International Migration (didirikan pada Desember 2003 oleh Sekretaris
Jenderal PBB), The High Level Dialogue on Migration and Development
(diinisiasi dalam Majelis Umum PBB pertama kali pada tahun 2006), dan
Global Forum on International Migration and Development
(melaksanakan first assembly di Belgia pada tahun 2007). Contoh model
kedua adalah Global Migration Group dan International Migration Policy
35
Ibid. hlm. 20. 36
Ibid., hlm. 21.
20
Programme.Contoh dari model ketiga adalah EU-Africa Dialogue on
Migration, the Ibero-American Dialogue on Migration, dll.37
Persamaan antara penelitian Sirus Rustamov dengan penelitian ini
adalah pembahasan mengenai peran penting hadirnya organisasi, baik
internasional maupun regional, yang mampu menjadi wadah bagi setiap
negara dalam membahas kebijakannya terkait migrant asing. Dialogue-
dialogue antar-negara melalui suatu forum khusus dapat menjadi jembatan
bagi pemecahan masalah-masalah kependudukan masing-masing negara.
Perbedaan kedua penelitian ini terletak pada fokus utama
penelitian.Penelitian Sirus Rustamov fokus pada penjabaran mengenai
organisasi-organisasi dan dialogue-dialogue, baik internasional maupun
regional, yang menangani migrasi dan migrant secara umum. Sedangkan
penelitian ini akan membahas mengenai peran salah satu organisasi
regional, yaitu ASEAN dengan dialogue AFML-nya, dalam membantu
salah satu negara anggotanya, Malaysia, dalam menyelesaikan
permasalahan spesifik, yaitu tenaga kerja asing illegal.
E. Landasan Teori
Dalam menganalisa peran apa saja yang diberikan ASEAN melalui
AFML kepada Malaysia dalam upaya penanganan permasalahan TKA
ilegal, peneliti menggunakan teori dan konsep berikut.
E.1. Kerjasama Regional
37
Ibid., hlm. 21-29.
21
Kerjasama regional bisa muncul dalam beberapa bentuk,
seperti kerja sama fungsional, kerja sama ekonomi, kerja sama
politik, dan kerja sama dalam masalah luar negeri dan kebijakan
keamanan.Tingkat kerja sama regional dapat dilihat dalam empat
jenis, yaitu asosiasi, koordinasi, harmonisasi, dan integrasi.
Asosiasi merupakan pertemuan antar-negara utnuk membahas isu-
isu tertentu.Tingkat asosiasi belum mencapai tingkat merumuskan
aturan bersama.Contoh asosiasi, seperti summit meeting, annual
meeting, dan semacamnya.38
Koordinasi merupakan pertemuan antar-negara yang sudah
memiliki kesepakatan dalam penanganan isu-isu tertentu. Menurut
Paul Taylor, koordinasi adalah sebuah cara untuk membuat
kebijakan bersama yang memiliki kompetensi secara legal
mengenai aspek-aspek kebijakan tertentu. Koordinasi harus
memenuhi tiga unsur, yaitu setiap aktor harus mempunyai
kebebasan menentukan pilihan, kebijakan yang dikoordinasikan
mengarah pada kesepakatan bersama, dan kebijakan tersebut
dilaksanakan dalam program yang dianggap menguntungkan pihak
terkait.39
Tingkat selanjutnya adalah harmonisasi.Harmonisasi
merupakan tingkatan dimana masing-masing negara saling
melakukan adaptasi terhadap kebijakan luar negeri lainnya. Akan 38
Nuraeini S, Deasy Silvya, Arfin Sudirman, Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Hlm. 79-82. 39
Ibid., hlm. 83.
22
tetapi, harmonisasi belum sampai pada tingkat terbentuknya
struktur kerja sama. Tingkat terakhir adalah integrasi. Integrasi
merupakan kerja sama yang sudah mengarah pada pembentukan
norma bersama serta terdapat sebuah organisasi regional yang
memiliki otoritas wewenang. 40
Dalam hal ini, ASEAN sudah termasuk ke dalam bentuk
kerja sama integrasi. Kesepakatan terbentuknya ASEAN sudah
mencapai tingkat dimana negara-negara anggota ASEAN telah
memiliki norma bersama dalam penyelesaian beberapa kasus.
Meskipun tidak terintegrasi secara keseluruhan, ASEAN sudah
cukup berperan dalam memberikan pengaruh cukup besar bagi
pembentukan kebijakan bersama negara-negara anggota ASEAN.
AFML merupakan salah satu bentuk kerja sama negara-
negara anggota ASEAN dalam mengintegrasi setiap penyelesaian
permasalahan mengenai tenaga kerja asing. AFML mengharapkan
adanya solusi yang baik bagi setiap negara anggota dalam
menghadapi permasalahan ketenagakerjaan.Salah satu yang banyak
dihadapi negara anggota ASEAN, dalam hal ini, adalah
permasalahan tenaga kerja asing illegal. Melalui AFML, dengan
asas kerja sama yang sudah dimiliki ASEAN, negara-negara
anggota ASEAN mencoba mencari solusi yang efektif untuk
menyelesaikan permasalahan ini.
40
Ibid.,, hlm. 83-85.
23
E.2. Organisasi Regional
Organisasi regional terbentuk dari kerja sama regional yang
integratif. Pembentukan organisasi regional didasarkan pada ikatan
geografis, sosial, budaya, ekonomi, atau politik. A. Leroy Bannet
mengklasifikasikan organisasi regional ke dalam empat bentuk,
yaitu Multipurpose Regional Organizations, Alliance Type
Regional Organizations, Functional Regional Organizations, dan
United Nation Regional Commissions.41
Multipurpose Regional Organizations merupakan bentuk
organisasi regional yang memiliki tujuan dan kegiatan yang sangat
luas dan menangani isu-isu yang sangat beragam. Contoh
organisasi regional yang termasuk dalam Multipurpose Regional
Organizations adalah Organization of American States (OAS),
Organization of African Unity (OAU), Association of Southeast
Asia Nations (ASEAN), dan semacamnya. Alliance Type Regional
Organizationsadalah tipe organisasi yang berorientasi pada politik
dan militer. Organisasi yang termasuk dalam tipe ini merupakan
organisasi hasil respon dari kondisi Perang Dingin. Contoh dari
tipe organisasi ini adalah North Atlantic Treaty Organization
(NATO), Warsaw Treaty Organization (WTO), Australia, New
41
Ibid., hlm. 93.
24
Zealand, United States Security Treaty Organization (ANZUS),
dan semacamnya.42
Functional Regional Organizations merupakan oganisasi
regionall yang mendukung kolaborasi ekonomi, sosial, atau
politik.Dominannya organisasi regional fungsional memiliki tujuan
ekonomi. Beberapa contoh organisasi regional fungsional adalah
European Investment Bank (EIB), Asian Development Bank
(ADB), Inter-American Development Bank (IDB), dan
semacamnya. Tipe terakhir dari organisasi regional adalah United
Nations Regional Commissions. United Nations Regional
Commissions merupakan badan regional milik Persatuan Bangsa-
Bangsa (PBB).Badan regional ini dibentuk untuk mengarahkan
program-program PBB agar lebih efisien dan efektif.43
Seperti yang telah disebutkan di atas, ASEAN termasuk ke
dalam tipe Multipurpose Regional Organizations.ASEAN
memiliki tujuan utama, yaitu integrasi antar-negara kawasan Asia
Tenggara.Untuk mencapai tujuan ini, tidak hanya satu dua aspek
yang harus diperhatikan oleh ASEAN, melainkan banyak aspek,
seperti ekonomi, politik, kemanan, sosial, budaya, dll. Dalam
kaitannya dengan ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML),
khususnya dalam masalah penanganan kasus TKA illegal, ASEAN
42
Ibid., hlm. 94-96. 43
Ibid., hlm. 97-99.
25
menonjolkan beberapa tujuan yang harus diselesaikan bersama, di
antaranya, tujuan keamanan dan ekonomi.
Tujuan keamanan tentu mengedepankan kedaulatan tiap
negara anggota. Masing-masing negara anggota ASEAN memiliki
regulasi dalam menerima tenaga kerja dari negara lain, termasuk
Malaysia. Malaysia memiliki aturannya mengenai pekerja asing
dan pendatang asing yang memasuki negaranya. Melanggar aturan
tersebut sama dengan melanggar kedaulatan Malaysia. TKA illegal
yang masuk tanpa dokumen lengkap atau TKA yang dokumennya
sudah melewati batas waktu perijinan telah melanggar prosedur
keamanan Malaysia. Sudah begitu banyak kebijakan yang
dibentuk Malaysia untuk menangani hal ini, namun hasilnya masih
minim. Oleh karena itu, Malaysia mencoba memanfaatkan forum
regionalnya, dalam hal ini AFML.Karena, dominannya,
permasalahan TKA illegal datang dari negara-negara anggota
ASEAN lainnya.
Permasalahan TKA illegal juga terindikasi pada munculnya
tindakan kriminal, seperti penyelundupan dan perdagangan
manusia.Pekerja asing illegal terasosiasi dengan hal-hal kriminal,
seperti penyelundupan dan perdagangan manusia yang melibatkan
sindikat kejahatan lintas negara, serta terjadinya eksploitasi tenaga
kerja.Dominannya, korban penyelundupan dan perdagangan
26
manusia adalah wanita. Wanita-wanita korban penyelundupan dan
perdagangan manusia ini banyak dipekerjakan sebagai budak sex.44
F. Metode Penelitian
Penelitian mengenai peran ASEAN melalui AFML dalam
penanggulangan kasus TKA illegal menggunakan metode penelitian
kualitatif. Mohammad Nadzir menjelaskan bahwa tujuan dari penelitian
deskriptif adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta
hubungan antar-fenomena yang tengah diteliti.45
Data-data dalam
penelitian ini menggunakan data pustaka. Data-data pustaka diperoleh dari
beberapa situs internet dan studi kepustakaan yang bersumber dari buku,
majalah, jurnal, surat kabar, dan semacamnya.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan, maka dalam penyusunan
penelitian ini dibagi ke dalam lima bab berikut.
BAB I, pendahuluan. Bab ini terdiri dari pernyataan penelitian (garis besar
penelitian), pertanyaan penelitian, manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II, Tenaga Kerja Asing Ilegal di Malaysia. Bab ini akan membahas
mengenai permasalahan ketenagakerjaan di Malaysia, secara umum, dan
permasalahan tenaga kerja asing illegal, secara khusus.
44
Jacqueline Joudo Larsen, Migration and People Trafficking in Southeast Asia, “Trends & Issues in Crime and Criminal Justice”, No. 401, Australian Institute of Criminology, November 2010, Hlm. 4. 45
Mohammad Nadzir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985. Hlm 63.
27
BAB III, ASEAN Forum on Migrant Labor. Bab ini akan membahas
sejarah pembentukan AFML. Selain itu, bab ini akan memaparkan
mengenai forum-forum yang sudah dilaksanakan AFML dan hasil-
hasilnya.
BAB IV, AFML dan Upaya Penanganan Kasus TKA Ilegal di Malaysia.
Pada bab ini akan dijelaskan hubungan Malaysia dengan AFML dan peran
apa saja yang dimiliki Malaysia di dalam AFML, serta bagaimana AFML
memberikan solusi atau jalan keluar bagi Malaysia dalam penanganan
kasus TKA illegal.
BAB V, Kesimpulan.
28
BAB II
TENAGA KERJA ASING ILEGAL DI MALAYSIA
Migrasi tenaga kerja merupakan salah satu pendorong pertumbuhan sosial
ekonomi di Asia Tenggara. Migrasi tenaga kerja diakui berkontribusi terhadap
peningkatan mata pencaharian di negara-negara asal dan mengisi kekurangan
tenaga kerja di negara penerima. Di antara negara anggota ASEAN, Brunei
Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Thailand menjadi negara tujuan utama dari
tenaga kerja asing. Indonesia, Laos, Myanmar, Filipina, dan Vietnam menjadi
negara asal dominan tenaga kerja asing. Dari keempat negara tujuan utama tenaga
kerja asing, Malaysia dan Thailand menjadi negara yang paling diminati.46
Bab ini
akan fokus pada pembahasan mengenai Malaysia sebagai negara penerima tenaga
kerja asing dan permasalahan yang dihadapi, khususnya permasalahan tenaga
kerja asing illegal.
A. Malaysia Sebagai Negara Penerima Tenaga Kerja Asing
Malaysia merupakan salah satu negara yang berkebutuhan terhadap
migrant workers (tenaga kerja asing).Salah satu faktor utama mengapa
Malaysia membutuhkan tenaga kerja asing adalah tingkat pertumbuhan
populasi penduduk yang rendah. Pada tahun 2008, tingkat pertumbuhan
populasi penduduk Malaysia hanya sekitar 1,7%. Di tahun 2000,
diperkirakan jumlah populasi penduduk Malaysia sekitar 25,27 juta jiwa
46
Thailand and Malaysia Top Countries for ASEAN Labour Migration dalam https://theaseanpost.com/article/thailand-and-malaysia-top-countries-asean-labour-migration diakses pada tanggal 10 September 2018.
29
dengan sekitar 13,2% merupakan penduduk usia 50 tahun ke atas. Jumlah
populasi usia 50 tahun ke atas diperkirakan akan meningkat hingga 22,9%
di tahun 2030 dan sekitar 29,7% di tahun 2050.47
Tahun 2017, tingkat
pertumbuhan penduduk Malaysia hanya sekitar 1,3% dengan pertumbuhan
citizens sekitar 1,1% dan non-citizens 2,9%. Pertumbuhan ini menurun
dari pertumbuhan tahun 2016. Di tahun 2016, Malaysia mengalami
pertumbuhan populasi sekitar 1,4% secara keseluruhan.48
Sejak
kemerdekaannya hingga tahun 2018, Malaysia hanya mampu mencapai
rangking 45 dalam tingkat pertumbuhan penduduk. Malaysia mengalami
pertumbuhan jumlah populasi penduduk tertinggi pada tahun 1965, yaitu
sekitar 3,15%.49
Di tengah tingkat pertumbuhan populasi yang rendah, Malaysia
mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.Sejak
kemerdekaannya di tahun 1957, Malaysia mulai melakukan diversifikasi
ekonomi.Malaysia mulai berkembang dari negara agrikultural menjadi
negara yang bergerak dalam bidang manufaktur dan jasa, yang telah
mendorongnya menjadi salah satu negara pengekspor peralatan listrik dan
komponen elektronik.Malaysia menjadi salah satu negara dengan ekonomi
paling terbuka di dunia dengan rasio perdagangan terhadap GDP rata-rata
sekitar 140% sejak tahun 2010. Keterbukaan terhadap perdagangan dan
47
Philip S. Robertson Jr., Migrant Workers in Malaysia – Issues, Concerns, and Points for Action, Fair Labour Association, 2008. Hlm. 1 48
Department of Statistic Malaysia, Press Release Current Populations Estimates, Malaysia, 2016-2017, Department of Statistic Malaysia: Malaysia, 2017. 49
Malaysia Population dalam http://www.worldometers.info/world-population/malaysia-population/ diakses pada tanggal 12 September 2018.
30
investasi telah berperan dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan
pertumbuhan pendapatan.Sekitar 40% pekerjaan di Malaysia terkait
dengan kegiatan ekspor. Sejak tahun 2010 juga, rata-rata pertumbuhan
ekonomi Malaysia berada pada angka 5,4%.50
Menurut data World Bank, Malaysia mengalami peningkatan yang
sangat signifikan dalam industrinya. Tahun 1960 hingga 2017, Malaysia
mengalami peningkatan dari USD1,45 miliar hingga USD525,136
miliar.51
Peningkatan ini membuka kesempatan kerja yang begitu besar.
Akan tetapi, menyambut hal ini, Malaysia mengalami kelangkaan tenaga
kerja domestik untuk bidang industri. Hal ini membuat Malaysia harus
mencari tenaga kerja asing.52
Layaknya negara penerima tenaga kerja asing lainnya, Malaysia
memiliki penduduk yang menghindari pekerjaan yang mengandung unsur
3D (dirty, difficult, and dangerous). Salah satu yang melatarbelakangi hal
ini adalah tingkat pendidikan dari masyarakat Malaysia. Pendidikan
penduduk Malaysia, dalam dua dekade terkahir, menunjukkan peningkatan
yang signifikan. Pada tahun 2010, penduduk Malaysia yang hanya
berpendidikan sekolah dasar jumlahnya menurun dari 61% di tahun 1990
menjadi hanya 26% di tahun 2010. Dari angkatan sekolah menengah
50
The World Bank in Malaysia: Overview dalam http://www.worldbank.org/en/country/malaysia/overview#1 diakses pada tanggal 12 September 2018. 51
The World Bank National Accounts Data: Selected Country Malaysia dalam https://data.worldbank.org/indicator/NV.IND.TOTL.CN?end=2017&locations=MY&start=1960&type=shaded&view=chart diakses pada tanggal 10 September 2018. 52
Siti Awanis Othman & Rohani Abdul Rahim, Migrant Workers in Malaysia: Protection of Employers, “Pertanika Journals: Social Sciences & Humanities”, 22 (S): 271-282 (2014). Hlm. 272.
31
meningkat dari 34% menjadi 56%. Tingkat penduduk angkatan kerja
berpendidikan perguruan tinggi mencapai peningkatan dari 5% ke 18% di
tahun yang sama.53
Tingginya pendidikan penduduk Malaysia kemudian meningkatkan
permintaan kerja bagi pekerja asing di sektor-sektor low-skilled, seperti
manufaktur, pertanian, konstruksi, dll.Sekitar sepertiga daritenaga kerja
pertanian, manufaktur, dan konstruksi adalah migran, industri yang secara
kolektif menyumbang MYR297 miliar (USD68 miliar) atau 35,7% dari
GDP Malaysia pada tahun 2014.54
Sebagian besar perkiraan menunjukkan
bahwa ada 3-4 juta imigran yang saat ini bekerja di Malaysia, yang akan
membentuk sekitar 20-30 persen dari angkatan kerja negara.55
Malaysia merupakan salah satu negara penerima TKA di Asia
Tenggara dengan jumlah terbesar. Salah satu alasan TKA memilih
Malaysia sebagai negara tujuan adalah terbukanya kesempatan kerja yang
lebih besar daripada di negara asal mereka.56
Selain itu, hubungan sosial
budaya juga menjadi faktor lainnya.Jumlah TKA terbanyak, umumnya,
dari Indonesia. Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah sosial
53
The World Bank, Foreign Workers in Malaysia: Assessment of Their Economic Effects and Review of the Policy, ‘The World Bank, EASHS, KNOMAD Seminar Series’, Human Development Department Social Protection and Labor Unit, June 13
th, 2013. Hlm. 8-9.
54Benjamin Harkins, Review of Labour Migration Policy in Malaysia, Bangkok: ILO Regional Office
for Asia and the Pacific, 2016. Hlm. 2. 55
Ibid., hlm. 1 56
Malaysia Continues Crackdown on Illegal Migrant Workers Even as Businesses Cry Foul dalam https://www.channelnewsasia.com/news/asia/malaysia-continues-crackdown-on-illegal-migrant-workers-even-as-9033668 diakses pada tanggal 26 September 2018.
32
budaya yang panjang dengan Malaysia.57
Tingkat upah dan standar hidup
yang lebih tinggi di negara tujuan juga menjadi alasan bagi TKA untuk
mencari pekerjaan di luar negaranya, salah satunya Malaysia. TKA datang
untuk mencari upah yang lebih tinggi. Upah minimum rata-rata tahunan
Malaysia sekitar USD4,735.00.58
Foreign Workers di Malaysia mulai muncul pada periode 1970an
hingga 1980an. Pada tahun 1971, Malaysia mulai mengimplementasikan
salah satu dari New Economic Policy, yaitu the Second Malaysia Plans
(1971-1975). Program ini merencanakan restrukturasi ekonomi dan
penghapusan kemiskinan. Program ini juga fokus pada pengembangan
pendidikan pribumi Malaysia, khususnya pribumi yang tinggal di desa-
desa. Pendidikan bekas jajahan Inggris kurang menguntungkan pribumi
(Bumiputera) yang tinggal di desa, karena seluruh sekolah berada di kota-
kota dan menggunakan pengantar Bahasa Inggris.59
Implementasi
kebijakan ini menyebabkan urbanisasi besar-besaran dari pedesaan ke
kota-kota. Hal ini membuat sektor-sektor pekerjaan di desa mengalami
kekosongan pekerja, khususnya di bidang perkebunan dan sektor terkait
sumber daya alam lainnya. Dalam kebijakan awal, TKA didatangkan
dalam jumlah sedikit hanya untuk mengisi kekurangan pekerja dalam
57
Vijayakumari Kanaphaty, Migrant Workers in Malaysia: An Overview, Presented Paper at the Workshop on an East Asian Cooperation Framework for Migrant Labour, Kuala Lumpur, 6-7 December 2006. Hlm. 3. 58
Hamzah Abdul Rahman, dkk., Negative Impact Induced by Foreign Workers: Evidence in MalaysianConstruction Sector, “Habitat International”, 36(4) dalam http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S019739751200015X. hlm. 5. 59
R. Thillainathan & Kee-Cheok Cheong, Malaysia’s New Economic Policy, Growth and Distribution: Revisiting the Debate, “Malaysian Journal of Economic Studies” 53(1), University of Malaya, 2016. Hlm. 56.
33
sektor perkebunan dan sumber daya alam. Akan tetapi, dengan
pertumbuhan industri yang cukup pesat, Malaysia diharuskan membawa
pekerja asing lebih banyak lagi.60
Ada 3 fase kedatangan TKA ke Malaysia. Fase pertama pada
periode 1970-1985. Pada fase ini, Malaysia baru saja mulai
mengimplementasikan New Economic Policy. Implementasi kebijakan ini
membawa TKA ke Malaysia dalam jumlah sedikit untuk mengisi
kekosongan pekerja di sektor pedesaan. Fase kedua pada periode 1985-
1998. Di fase ini, Malaysia menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang
cukup signifikan. Malaysia mengalami pertumbuhan hingga 8,0% per
1988-1997. Tercatat pada periode ini, jumlah TKA dengan izin kerja yang
sah mencapai sekitar setengah juta pada tahun 1993 dan meningkat hingga
1,5 juta pada tahun 1997. Akan tetapi, krisis tahun 1997-1998 juga
mempengaruhi ekonomi Malaysia. Krisis ini memaksa Malaysia
memberlakukan pelarangan terhadap TKA dan kebijakan untuk menahan
dan memulangkan sebanyak mungkin TKA. Hal ini mengakibatkan
penurunan signifikan jumlah TKA di Malaysia. Jumlah TKA turun dari
1,2 juta pada tahun 1997 menjadi hanya 0,78 juta di tahun 1998.61
Fase ketiga pada periode 1998-sekarang. Pada fase ini, Malaysia
telah mulai melakukan perbaikan ekonomi. Tercatat pada tahun 2000,
jumlah TKA di Malaysia mencapai titik terendah, yaitu hanya sekitar
60
Vijayakumari Kanaphaty, Migrant Workers in Malaysia: An Overview, Presented Paper at the Workshop on an East Asian Cooperation Framework for Migrant Labour, Kuala Lumpur, 6-7 December 2006. Hlm. 2. 61
Ibid. Hlm. 2-3.
34
800,000. Pada tahun 2002, seiring berjalannya recovery ekonomi yang
dilakukan Malaysia, jumlah TKA kembali meningkat menjadi sekitar
847,000 dan mencapai 1,1 juta pada tahun 2003. Tahun 2005, jumlah TKA
kembali meningkat hingga 1,9 juta.62
Berikut adalah tabel perkembangan jumlah tenaga kerja asing dari
tahun 1999 hingga 2008 berdasarkan negara asal.63
Tabel 2.1 Jumlah Tenaga Kerja Asing Berdasarkan Negara
Asal 1999-2008
Country Of
Origin
Year
1999 2002 2005 2008
Indonesia 269,194 788,221 1,211,584 1,085,658
Bangladesh 110,788 82,642 55,364 316,401
Thailand 2,130 20,599 5,751 21,065
Philippines 7,299 21,234 21,735 26,713
Pakistan 2,605 2,000 13,297 21,278
Others 17,644 152,833 507,507 591,481
Total 409,660 1,067,529 1,815,238 2,062,596
Tabel 2.2 Jumlah Tenaga Kerja Asing Bedasarkan Negara
Asal 2011-201564
62
Ibid. hlm. 4. 63
Rahmah Ismail & Ferayuliani Yuliyusman, Foreign Labour on Malaysian Growth, “Journal of Economic Integration”, Vol. 29 No. 4, Center for Economic Integration: Sejong University, Desember 2014. Hlm. 660.
35
Country 2011 2012 2013 2014 2015
Indonesia 785,236 746,063 1,021,655 817,300 835,965
Bangladesh 116,663 132,350 322,750 296,930 282,437
Thailand 5,838 7,251 17,044 12,467 13,547
Philippines 44,359 44,919 69,126 63,711 65,096
Pakistan 26,229 31,249 50,662 51,563 72,931
Myanmar 146,126 129,506 161,447 143,334 145,652
Nepal 258,49 304,717 385,466 490,297 502,596
India 87,339 93,761 124,017 105,188 139,751
Others 102,714 81,773 98,155 92,624 77,060
Total 1,573,061 1,571,589 2,250,322 2,073,414 2,135,035
Per tahun 2017, tenaga kerja asing di Malaysia datang dari negara-
negara ASEAN dan negara-negara terdekat Malaysia, seperti Bangladesh
(221,089 orang), China (15,399), Filipina (56,153), India (114, 455),
Indonesia (728,870 orang), Kamboja (5,103), Myanmar (127, 705), Nepal
(405,898 orang), Pakistan (59,281), Sri Lanka (5,964), Thailand (12,603),
dan Vietnam (29,039).65
Umumnya, TKA di Malaysia ditempatkan di
sektor manufaktur, konstruksi, agrikultur, perkebunan, pelayanan, dan
64
Muhammad Badri Bin Othman, Illegal Immigrant Issue in Malaysia: A Review From An Islamic Perspective, “Southeast Asia Journal on Contemporary Business, Economics, and Law”, Vol. 10, Issue 4 (Augusts), University Sains Islam Malaysia: Malaysia, 2016. Hlm. 33. 65
More Than 1.7 Million Foreign Workers in Malaysia; Majority from Indonesia dalam https://www.nst.com.my/news/nation/2017/07/261418/more-17-million-foreign-workers-malaysia-majority-indonesia diakses pada tanggal 10 September 2018.
36
pekerjaan domestik.Di bawah ini adalah tabel jumlah TKA berdasarkan
sektor pekerjaan dari tahun 1999-2011.66
Tabel 2.3 Jumlah Tenaga Kerja Asing Berdasarkan Sektor
Pekerjaan
Sector
Year
1999 2002 2005 2008 2011
Maid 94,192 232,282 320,171 293,359 184,092
Manufacturin
g
155,277 323,299 581,379 728,867 580,820
Plantation 74,501 298,325 472,246 333,900 299,217
Construction 49,080 149,342 281,780 306,873 223,688
Services 36,610 64,281 159,662 211,630 132,919
Agriculture
Not
availabl
e
Not
available
Not
available
186,967 152,325
Total 409,660
1,067,52
9
1,815,23
8
2,062,59
6
1,573,06
1
Menurut data National Employment Returns (NER), terdapat
sekitar 3,851,000 TKA di Malaysia, pada tahun 2016, yang menempati
beberapa sektor pekerjaan, seperti agrikultur (1,985,900), manufaktur
66
Rahmah Ismail & Ferayuliani Yuliyusman, Foreign Labour on Malaysian Growth, “Journal of Economic Integration”, Vol. 29 No. 4, Center for Economic Integration: Sejong University, Desember 2014. Hlm. 661.
37
(977,300), konstruksi (214,700), pertambangan (8,500), dan pelayanan
(664,600).67
Saat ini, Malaysia mulai bergerak untuk mewujudkan cita-citanya
menjadi negara high-income economy di tahun 2020. Pada tahun 2010,
Malaysia mengenalkan the New Economic Model (NEM). NEM
membutuhkan pertumbuhan ekonomi hingga 5-8%. NEM menguraikan 12
bidang prioritas yang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dan
meningkatkan pendapatan per kapita dari MYR23,000.00 menjadi
MYR49,000.00 pada tahun 2020. Pencapaian ini bergantung pada banyak
strategi, di anataranya adalah peningkatan sumber daya manusia dan
pengadopsian lebih banyak teknologi yang lebih canggih.68
Dalam hal ini,
kehadiran TKA juga sangat berdampak.
B. Tenaga Kerja Asing Ilegal di Malaysia
Dalam ekonomi negara penerima TKA seperti Malaysia, kehadiran
TKA sangatlah penting. Karena, TKA membantu mengisi sektor-sektor
yang tidak diminati pekerja lokal, seperti sektor konstruksi, pertambangan,
dan pertanian, serta sektor jasa kelas bawah.69
Para pelaku industri
Malaysia cenderung lebih memilih pekerja migrant daripada pekerja lokal.
Menurut para pelaku industri, para pekerja migrant memiliki sikap dan
67
Lee Hwok-Aun & Khor Yu Leng, Counting Migrant Workers in Malaysia: A Needlessly Persisting Conundrum, ISEAS: Singapura, 2018. Hlm. 8. 68
Rahmah Ismail, Impact of Foreign Workers in Labour Productivity: Analysis of Firm Level Data, “International Journal of Productivity & Quality Management”, Vol. 16, No. 1, University Kebangsaan Malaysia: Selangor, 2015. Hlm. 38. 69
Ibid.
38
etika kerja yang lebih kuat daripada orang pribumi. Selain itu, pekerja
migrant juga memiliki upah yang lebih rendah daripada pekerja lokal.70
Rendahnya upah TKA membuat biaya produksi menjadi lebih
rendah. Hal ini kemudian banyak mengundang investor asing untuk datang
ke Malaysia. Investasi asing, pada gilirannya, akan menguntungkan
masyarakat Malaysia, karena semakin banyak peluang kerja yang
diciptakan. Dalam konteks ini, TKA telah memainkan peran penting dalam
memberikan energi bagi angkatan kerja lokal dan mempertahankan
pertumbuhan ekonomi Malaysia yang pesat. Selain meningkatkan
keunggulan kompetitif Malaysia di pasar ekonomi global, kehadiran para
pekerja asing yang terus berlanjut juga telah membantu meningkatkan
kesejahteraan sosial dan standar kehidupan masyarakat setempat.71
Akan tetapi, sebagai negara penerima, Malaysia tentu menghadapi
permasalahan-permasalahan terkait ketenagakerjaan. Dalam hal ekonomi,
salah satu permasalahan yang dihadapi Malaysia adalah terhambatnya
perkembangan teknologi. Beberapa peneliti isu TKA menyebutkan bahwa,
secara keseluruhan, TKA di Malaysia didominasi oleh pekerja semi-skilled
dan unskilled. Dengan kualifikasi pendidikan yang rendah dan
keterampilan bekerja yang kurang, TKA model ini cenderung tidak melek
teknologi. TKA semi-skilled dan unskilled cenderung hanya mengetahui
metode bekerja model lama. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan sektor-
70
Ibid. 71
The Impact of Foreign Labour on Malaysian Society dalam https://www.ukessays.com/essays/economics/the-impact-of-foreign-labor-on-malaysian-society-economics-essay.php diakses pada tanggal 27 September 2018.
39
sektor pekerjaan yang diisi oleh TKA semi-skilled dan unskilled, seperti
sektor pertanian, pertambangan, dan konstruksi, cenderung lebih rendah.72
Selain itu, terlepas dari kenyataan bahwa upah yang lebih rendah
dari pekerja asing langsung diterjemahkan ke dalam keuntungan bisnis
yang lebih tinggi, beberapa berpendapat bahwa hal ini menurunkantingkat
upahyang ditawarkan di pasar tenaga kerja.Menurut statistik yang
diberikan oleh Dewan Pengembangan Industri Konstruksi, pekerja
konstruksi lokal umumnya menerima pembayaran 40% lebih tinggi dari
mitra asingnya. Selain itu, mempekerjakan pekerja migran mengurangi
sejumlah persyaratan hukum dan tunjangan karyawan lainnya pada
perusahaan seperti dana pensiun, tunjangan medis dan sosial. Oleh karena
itu, ini mengancam pasar tenaga kerja lokal dan pada akhirnya mengurangi
daya tawar penduduk setempat karena pemilik bisnis mungkin cenderung
mempekerjakan tenaga kerja asing yang murah untuk menjaga biaya
produksi mereka tetap rendah.Selain itu, banyak pengusaha lebih memilih
merekrut pekerja asing dengan mempertimbangkan efisiensi dan
kemampuan kerja mereka. Oleh karena itu, kehadiran pekerja asing sering
dipandang sebagai ancaman bagi tenaga kerja lokal dan belum diterima
dengan baik oleh banyak penduduk lokal Malaysia.73
72
Rahmah Ismail & Ferayuliani Yuliyusman, Foreign Labour on Malaysian Growth, “Journal of Economic Integration”, Vol. 29 No. 4, Center for Economic Integration: Sejong University, Desember 2014. Hlm. 659. 73
The Impact of Foreign Labour on Malaysian Society dalam https://www.ukessays.com/essays/economics/the-impact-of-foreign-labor-on-malaysian-society-economics-essay.php diakses pada tanggal 27 September 2018.
40
Terlepas dari meningkatnya persaingan dengan penduduk
setempat, masuknya pekerja asing ke negara itu juga mengakibatkan arus
keluar uang dari ekonomi Malaysia. Sebuah penelitian telah menemukan
bahwa pekerja asing rata-rata mengirim sebanyak 80% dari pembayaran
mereka kembali ke negara asal masing-masing secara stabil. Kebocoran ini
dipandang sebagai kerugian ekonomi Malaysia karena mereka mengurangi
jumlah uang beredar dalam aliran pendapatan ekonomi lokal. Ini akan
memperlambat ekonomi negara pada akhirnya karena belanja konsumen
berkurang untuk merangsang industri lokal.74
Selain hal-hal di atas, Malaysia juga menghadapi hal yang lebih
serius, yaitu munculnya TKA ilegal. Tahun 2016, diberitakan oleh
bbc.com bahwa jumlah tenaga kerja asing ilegal di Malaysia mencapai
sekitar 1,5 juta orang. Dominannya, tenaga kerja asing ilegal berasal dari
Indonesia, Myanmar, Bangladesh, dan Nepal.75
Pada tahun 2017,
channelnewsasia.com juga memberitakan bahwa terdapat sekitar 3 juta
tenaga kerja asing di Malaysia dan setengah dari jumlah ini adalah TKA
illegal. Menurut channelnewsasia.com, beberapa faktor yang mendukung
membludaknya TKA illegal di antaranya, terbukanya kesempatan kerja
yang lebih besar dibanding di negara asal, employers dari Malaysia lebih
memilih TKA yang tingkat upahnya lebih rendah dibanding penduduk asli,
dan kesempatan kerja yang besar disalahgunakan oleh tenaga kerja asing
74
Ibid. 75
“Malaysia Rekrut Kembali Tenaga Asing Gelap Temasuk TKI” dalam http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/02/160218_dunia_malaysia_tkidiakses pada tanggal 7 Desember 2017.
41
dengan bekerja pada sektor-sektor di luar yang telah ditentukan
pemerintah Malaysia.76
Pemerintah, baik dari negara pengirim maupun penerima, tidak
memiliki jumlah pasti TKA ilegal. Pemerintah hanya dapat memastikan
jumlah yang tertangkap ketika terjadi razia terkait TKA ilegal. Salah satu
contoh, di hari ketiga diadakannya razia TKA illegal pada Juli 2017,
sekitar 1,509 TKA illegal tertangkap. Jumlah terbesar adalah dari
Bangladesh sekitar 752 orang, diikuti Indonesia (195), Myanmar (117),
Filipina (50), dan Thailand (45).77
Dalam 3+1 Amnesty Programme,
sebuah program razia immigrant illegal, pada tahun 2018, terjaring sekitar
29,040 immigrant illegal. Jumlah immigrant terbanyak yang tertangkap
adalah dari Indonesia sekitar 9,759 orang, diikuti Bangladesh (5,959
orang), Filipina (2,820 orang), dan Myanmar (2,715 orang).78
Dalam range 1992-2010, jumlah TKA illegal yang teridentifikasi
diestimasikan mencapai sekitar 4,1 juta orang. Angka tersebut sudah
mencakup TKA illegal yang berhasil terlegalisasi, melarikan diri, dan
terdeportasi. Akan tetapi, data 4,1 juta juga belum memenuhi target
program penghapusan TKA illegal di Malaysia. Data ini disajikan dalam
bentuk estimated data, bukan data riil. Hal ini dibuktikan dengan
76
Malaysia Continues Crackdown on Illegal Migrant Workers Even as Businesses Cry Foul dalam https://www.channelnewsasia.com/news/asia/malaysia-continues-crackdown-on-illegal-migrant-workers-even-as-9033668 diakses pada tanggal 30 Mei 2018. 77
Immigration Detains 28 Employers, 1,500 Illegal Workers dalam https://www.freemalaysiatoday.com/category/nation/2017/07/03/immigration-detains-28-employers-1500-illegal-workers/ diakses pada tanggal 26 September 2018. 78
Immigration set to crackdown hard on illegals, human traffickers dalam https://www.thestar.com.my/news/nation/2018/08/30/immigration-set-to-crack-down-hard-on-illegals-human-traffickers/ diakses pada tanggal 10 September 2018.
42
munculnya 1,3 juta TKA illegal, di tahun 2011-2012, yang melakukan
registrasi ulang di Departemen Imigrasi Malaysia.79
Di tahun 2013, the
Federal Special Task Force (FSTF) telah mendeportasi sekitar 400,000
orang TKA illegal.80
Dalam program 3+1 Amnesty Programme, sejak
implementasinya pertama kali di tahun 2014, program ini terus
menemukan keberadaan TKA illegal. Total jumlah TKA illegal yang
tertangkap dari 2014 hingga 2018 adalah sekitar 840,000 orang. Di tahun
2018 sendiri, terjaring sekitar 148,774 orang TKA illegal.81
Data-data ini
menunjukkan kehadiran TKA illegal secara terus menerus ke Malaysia.
Selain itu, para TKA illegal, umumnya termasuk dalam kategori
low-skilled workers yang tingkat pendidikannya masih rendah. Banyak
dari mereka yang tidak paham mengenai birokrasi yang diterapkan
pemerintah setempat. Mereka juga takut terhadap ancaman deportasi dan
blacklist. Oleh karena itu, mereka lebih memilih tetap bekerja tanpa harus
memenuhi administrasi. Jika terjadi razia, para TKA illegal memilih untuk
lari dan bersembunyi. Hal ini disampaikan oleh Figo Kurniawan, seorang
TKI dan penggiat Komunitas Serantau.82
79
Azizah Kassim & Raqayah Haji Mat Zin, Policy on Irregular Migrants in Malaysia: An Analysis of Its Implementation and Effectiveness, “Discussion Paper Series no. 2011-34”, Phillippine Institute for Development Studies: Philippine, 2011. Hlm. 18. 80
400,000 Illegal Immigrants Repatriated – Task Force dalam http://www.theborneopost.com/2013/01/16/400000-illegal-immigrants-repatriated-task-force/ diakses pada tanggal 16 Oktober 2018. 81
3+1 Programme: 840,000 illegal immigrants surrender to Immigration Dept dalam http://www.thesundaily.my/news/2018/08/04/31-programme-840000-illegal-immigrants-surrender-immigration-dept diakses pada tanggal 16 Oktober 2018. 82
Malaysia Begins Crackdown on Illegal Foreign Workers dalam https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/malaysia-begins-crackdown-on-illegal-foreign-workers diakses pada tanggal 27 Agustus 2018.
43
Secara garis besar, kelompok pekerja asing di Malaysia dibedakan
menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang telah
bekerja dan tinggal lama di Malaysia dan sudah memiliki Red IC.
Kelompok ini tidak diizinkan bekerja, berdasarkan Employment
Restriction Act 1968, tanpa permit letter dari pemerintah Malaysia.
Kelompok kedua terdiri dari pekerja high-skilled dan professional di
bidang teknik dan administrasi. Kelompok ketiga adalah pekerja semi-
skilled atau low-skilled yang datang ke Malaysia secara illegal atau melalui
non-registered agencies. Kelompok ini disebut sebagai illegal immigrants,
termasuk di dalamnya TKA ilegal.83
Dampak signifikan yang ditimbulkan TKA ilegal adalah dampak
keamanan. Dalam hal keamanan, pekerja asing illegal terasosiasi dengan
hal-hal kriminal, seperti penyelundupan dan perdagangan manusia yang
melibatkan sindikat kejahatan lintas negara, serta terjadinya eksploitasi
tenaga kerja. Dominannya, korban penyelundupan dan perdagangan
manusia adalah wanita. Wanita-wanita korban penyelundupan dan
perdagangan manusia ini banyak dipekerjakan sebagai budak
sex.84
Malaysia memiliki masalah besar dengan perdagangan dan
penyelundupan di sepanjang perbatasannya dengan Indonesia. Relatif
mudah melintasi perbatasan dengan visa turis atau pengunjung dan
mengubahnya menjadi visa kerja. Pada periode 1999-2005, sebanyak 729
83
Mohd Na’eim Ajis, dkk., “The Dilemma of Managing Foreign Workers in Malaysia: Opportunities and Chalenges”, Global Journal of Human-Social Science: F Political Science, Volume 14, Issue 4, Version 1.0, USA: Global Journals Inc., 2014. Hlm. 46. 84
Jacqueline Joudo Larsen, Migration and People Trafficking in Southeast Asia, “Trends & Issues in Crime and Criminal Justice”, No. 401, Australian Institute of Criminology, November 2010. Hlm. 4.
44
kasusperdagangan yang dicurigai diselidiki oleh polisi Indonesia dan dari
mereka, 550 orang dirujuk ke pengadilan.85
C. Kebijakan Pemerintah Malaysia Terkait Tenaga Kerja Asing Ilegal
Dalam mengatur hadirnya TKA, Malaysia memiliki aturan legal,
yaitu The Immigration Act 1959. The Immigration Act 1959 mengatur
mengenai administrasi dan penempatan tenaga kerja asing. Pada tahun
2002, undang-undang ini diamandemen dikarenakan meningkatnya jumlah
tenaga kerja asing illegal (undocumented migrants). Undang-undang hasil
amandemen ini menekankan bahwa pekerja asing yang tidak memenuhi
syarat sebagai pekerja, sesuai undang-undang ketenagakerjaan Malaysia,
merupakan pekerja illegal.86
Pekerja asing maupun employers, yang termasuk dalam kategori
illegal, berdasarkan The Immigration Act 1959, akan dikenai beberapa
hukuman, seperti denda sebesar MYR10.000 (USD2.280), hukuman
penjara minimal 5 tahun, dan deportasi. Untuk melaksanakan aturan
tersebut, pada tahun 2006, Malaysia mendirikan Immigration Courts
(Pengadilan Imigrasi).87
Selain The Immigration Act 1959, terdapat
beberapa kebijakan Malaysia yang mengatur mengenai pekerja asing,
khususnya pekerja asing illegal. Malaysia mencoba mengatur quota
pekerja asing dengan menerapkan sistem twin-track policy on labour
migration (mengadapatsi sistem pengelolaan tenaga kerja asing
85
Ibid., Hlm. 5 86
Benjamin Harkins, Review of Labour Migration Policy in Malaysia, Bangkok: ILO Regional Office for Asia and the Pacific, 2016. Hlm. 4 87
Ibid., hlm. 1.
45
Singapura). Sistem ini membagi tenaga kerja asing menjadi dua kategori,
yaitu contract workers (low-skilled workers) dan expatriates (high-skilled
workers). Perbedaan ini didasarkan pada perolehan gaji setiap bulannya.
Pekerja asing dengan perolehan gaji MYR3000 (USD689) merupakan
kelas pekerja expatriates.88
Selain perolehan gaji, pemerintah Malaysia juga menetapkan
beberapa aturan khusus bagi contract workers. Beberapa aturan tersebut
adalah sebagai berikut: 1) Malaysian Employers harus menunjukkan bukti
bahwa mereka telah membuka lowongan kerja terlebih dahulu bagi
penduduk lokal baru kemudian bagi pekerja asing atau pekerja migran, 2)
sektor-sektor yang diperizinkan bagi pekerja asing adalah sektor
manufaktur, konstruksi, agrikultur, perkebunan, pelayanan, danpekerjaan
domestik, 3) penerimaan pekerja asing hanya berlakubagi 14
kewarganegaraan dan masing-masing kewarganegaraan akan ditempatkan
di sektor-sektor spesifik, dan 4) pembatasan gender telah diterapkan,
khususnya dalam hal migrasi perempuan, yang telah dipromosikan sebagai
sarana untuk memfasilitasi transfer pekerjaan rumah tangga dan tugas
pengasuhan di rumah-rumah pribadi dari warga negara ke migran.89
Usaha lainnya dari pemerintah Malaysia adalah menerapkan
kebijakan kenaikan tarif pungutan bagi tenaga kerja asing (levy) pada
tahun 2016. Kenaikan levy diumumkan oleh Perdana Menteri Datuk Seri
Dr. Ahmad Zahid Hamidi. Dalam pernyataannya, beliau menyampaikan
88
Ibid., hlm. 9. 89
Ibid., hlm. 9.
46
bahwa kenaikan tarif ini didasari oleh perhitungan mengenai penggunaan
fasilitas negara oleh pekerja asing. Hal ini juga, menurut Datuk Seri Dr.
Ahmad Zahid Hamidi, sebagai langkah baru bagi Malaysia untuk menjadi
negara yang tidak ketergantungan pekerja asing atau pekerja migrant.
Kenaikan tarif levy ini diberlakukan pada dua sektor, yaitu sektor
manufaktur, konstruksi, dan jasa, serta sektor perkebunan dan pertanian.
Untuk sektor manufaktur, konstruksi dan jasa dikenakan MYR2,500.
Sedangkan untuk sektor perkebunan dan pertanian dikenakan tarif
MYR1,500. Jumlah tarif disesuaikan dengan pendapatan dari pekerja
asing di setiap sektor. Kebijakan ini tidak berlaku bagi pekerja lokal.90
Kebijakan ini kemudian menuai protes dari kalangan industri dan
negara pengekspor tenaga kerja, salah satunya Indonesia. Dari kalangan
industri Malaysia menyampaikan keberatan dengan naiknya tarif, karena
industri merupakan sektor yang berkebutuhan tinggi terhadap pekerja.
Merespon hal ini, Kementerian Dalam Negeri Malaysia menyatakan
penundaan pelaksanaan kenaikan tarif dari tanggal 1 Februari 2016
menjadi tanggal 18 Maret 2016. Menurut Kementerian Dalam Negeri
Malaysia, penundaan ini dilakukan untuk mencoba mendiskusikan ulang
kebijakan ini dengan asosiasi-asosiai dari berbagai sektor. Selain
penundaan tanggal berlakunya levy baru, pemerintah juga menerapkan
90
Kadar Levy Baharu Pekerja Asing Beri Pendapatan dalam http://www.sinarharian.com.my/mobile/nasional/kadar-levi-baharu-pekerja-asing-beri-pendapatan-1.479908 diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
47
penundaan penerimaan tenaga kerja asing baru sampai dengan waktu yang
telah ditentukan.91
Selain dari pihak industri, Malaysia juga mendapat protes dari
salah satu negara pengekspor tenaga kerja asing, yaitu Indonesia. Sebagai
negara pengekspor tenaga kerja terbesar ke Malaysia, Indonesia
menyatakan keberatannya atas kebijakan ini. Didasarkan pada protes para
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menyatakan bahwa tarif tersebut
terlalu tinggi. Seorang TKI asal Jambi, Sugianto, menyatakan bahwa levy
merupakan tanggungan tenaga kerja sendiri bukan majikan. Karenanya,
TKI meminta pemerintah untuk mencoba bernegosiasi dengan pihak
Malaysia. Salah satu aktivis Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM)
Indonesia, Ridwan Wahyudi, menyatakan bahwa kebijakan ini hanya akan
menambah jumlah buruh migrant tak berdokumen (undocumented
workers).92
Namun, kebijakan ini tetap berlaku.
Kenaikan tarif levy juga tidak menghasilkan hal yang positif. Pada
tahun 2017, Malaysia kemudian menerapkan kebijakan razia tenaga kerja
asing illegal. Kebijakan razia ini didasarkan pada protes Federasi
Manufaktur Malaysia (FMM) mengenai kebijakan pemerintah terkait
memorandum of understanding (MoU) impor tenaga kerja dari
Bangladesh. Pemerintah Malaysia diberitakan akan membawa sekitar 1,5
91
Kenaikan Biaya Levy Hanya di Semenanjung Malaysia dalam https://buruhmigran.or.id/2016/03/22/kenaikan-biaya-levy-hanya-di-semenanjung-malaysia/ diakses pada tanggal 30 Mei 2018. 92
Pungutan di Malaysia Naik, Buruh Migran Makin Tercekik dalam https://buruhmigran.or.id/2016/02/01/pungutan-di-malaysia-naik-buruh-migran-makin-tercekik/ diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
48
juta pekerja dari Bangladesh. Menurut FMM, lebih baik pemerintah
menyelesaikan permasalahan TKA illegal terlebih dahulu daripada harus
mendatangkan begitu banyak TKA baru. Hal ini kemudian diklarifikasi
oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia, Nur Jazlan Mohamed, bahwa
pemerintah tidak membawa 1,5 juta pekerja dari Bangladesh, melainkan
akan membawa sekadar kebutuhan saja. Bangladesh bukan ingin
membawa pekerja sejumlah 1,5 juta orang ke Malaysia, tetapi
menawarkan sekitar 1,5 juta pekerja tidak hanya kepada Malaysia,
melainkan ke negara-negara lain yang juga membutuhkan.93
Kebijakan razia tenaga kerja asing illegal ini merupakan kelanjutan
dari program re-hiring (mempekerjakan kembali) dan pembuatan
employment card (E-Kad). Program re-hiring dan pembuatan E-Kad mulai
dijalankan dari bulan Februari hinggga Juni 2017. Menurut beberapa
laporan, dari 600.000 tenaga kerja asing illegal yang diharapkan
mendaftar, hingga Juni 2017 hanya sekitar 155.680 tenaga kerja asing
yang sudah mendaftar. Menurut Figo Kurniawan, seorang TKI dan
penggiat Komunitas Serantau, salah satu penyebab enggannya para tenaga
kerja asing ini mendaftarkan diri adalah adanya kemungkinan dideportasi.
Ada beberapa syarat yang diajukan pihak Malaysia yang jika tidak
terpenuhi akan menyebabkan para tenaga kerja dideportasi.94
E-Kad
berfungsi sebagai permit letter bagi tenaga kerja asing illegal untuk
93
Malaysia Rekrut Kembali Tenaga Kerja Asing Gelap Termasuk TKI dalam http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/02/160218_dunia_malaysia_tki diakses pada tanggal 30 Mei 2018. 94
Terancam Razia, Ratusan TKI ‘Bertahan dan Bersembunyi’ di Malaysia dalam http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40482368 diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
49
mendapat izin kerja legal dari pemerintah Malaysia. E-Kad hanya
berfungsi bagi 15 negara (kewarganegaraan), termasuk di dalamnya
Indonesia, Bangladesh, dan Myanmar.95
Tidak tercapainya target re-hiring, pemerintah Malaysia kemudian
mulai melakukan razia terhadap tenaga kerja asing illegal pada Juli 2017.
Pada 10 hari pertama razia dilaksanakan sudah terjaring sekitar 3.300
tenaga kerja asing illegal. Tenaga kerja asing tersebut akan dipulangkan ke
negara masing-masing dan akan blacklist dari ketenagakerjaan Malaysia.
Direktur Jenderal Departemen Imigrasi Malaysia, Mustafar Ali,
menyatakan bahwa pemerintah Malaysia akan terus menjalankan razia
hingga tenaga kerja asing illegal terakhir ditangkap.96
Program razia tenaga kerja ini juga mendapat protes dari beberapa
pihak. Salah satunya adalah dari pelaku industri. Adanya anggapan dari
pemerintah terkait kesengajaan pelaku industri manufaktur Malaysia
dalam merekrut TKA ilegal, membuat Presiden Federation of Malaysian
Manufaktur (FMM), Datuk Soh Thian Lai, angkat bicara. Menurutnya,
pelaku industri manufaktur di Malaysia tidak dengan sengaja merekrut
TKA ilegal. Pemerintah sebelumnya sudah banyak menunjuk agen pihak
ketiga dalam urusan rekrutmen TKA. Menurut Datuk Soh juga, program
razia TKA ilegal yang dijalankan pemerintah terlalu rumit, dalam hal
95
Malaysia Begins Crackdown on Illegal Foreign Workers dalam https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/malaysia-begins-crackdown-on-illegal-foreign-workers diakses pada tanggal 30 Mei 2018. 96
Malaysia Continues Crackdown on Illegal Migrant Workers Even as Businesses Cry Foul dalam https://www.channelnewsasia.com/news/asia/malaysia-continues-crackdown-on-illegal-migrant-workers-even-as-9033668 diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
50
birokrasi, dan harga administrasi yang terlalu tinggi. Selain itu, Datuk Soh
juga menyampaikan bahwa jika pemerintah terlalu cepat melakukan razia
TKA ilegal, maka pihak industri manufaktur akan mengalami kehilangan
tenaga kerja. Hal ini, karena industri manufaktur adalah industri yang
menggunakan jasa TKA terbanyak.97
Tidak hanya pihak industri Malaysia, Malaysia juga mendapat
protes dari negara pengirim TKA, yaitu Indonesia dan Filipina. Kedua
negara menyampaikan protesnya terkait isu perlakuan kasar dari pihak
Malaysia terhadap warga negara mereka saat dilakukannya razia. Pihak
Indonesia, melalui BNP2TKI, juga menjelaskan bahwa razia seperti yang
dilakukan pemerintah Malaysia saat itu tidak akan menghentikan
munculnya TKA illegal, khususnya TKI. Perlu solusi yang lebih tepat
yang harus didiskusikan antara kedua negara.98
Yang terbaru, pada tahun 2018, Malaysia kembali menjalankan
3+1 Amnesty Programme. Program ini didirikan sejak tahun 2014 dan
berhasil menangkap sekitar 840,000 imigrant gelap. Di tahun 2018 sendiri,
terjaring sekitar 29,040 immigrant illegal. Jumlah immigrant terbanyak
yang tertangkap adalah dari Indonesia sekitar 9,759 orang, diikuti
97
Agents to Blame for Huge Number of Illegal Foreign Workers dalam https://www.nst.com.my/news/exclusive/2018/07/395563/agents-blame-huge-number-illegal-foreign-workers diakses pada tanggal 27 September 2018. 98
Ratusan TKI Illegal Ditangkap Malaysia, Indonesia Kirim Nota Diplomatik dalam https://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/22353841/ratusan.tki.ilegal.ditangkap.malaysia.indonesia.kirim.nota.diplomatik diakses pada tanggal 15 Agustus 2018.
51
Bangladesh (5,959 orang), Filipina (2,820 orang), dan Myanmar (2,715
orang).99
99
Immigration set to crackdown hard on illegals, human traffickersdalam https://www.thestar.com.my/news/nation/2018/08/30/immigration-set-to-crack-down-hard-on-illegals-human-traffickers/ diakses pada tanggal 10 September 2018.
52
BAB III
ASEAN FORUM ON MIGRANT LABOUR
Ada dua jalur masuk TKA menuju Malaysia, yaitu jalur formal (legal) dan
jalur informal (illegal). Jalur legal merupakan jalur yang sudah ditentukan
pemerintah sesuai dengan MoU yang ditandatangani. Agen-agen rekruitment
swasta, dalam jalur ini, hanya sebagai perantara dalam proses rekruitment.
Seringkali, jalur ini dianggap sangat rumit, terlalu panjang, dan mahal. Oleh
karena itu, jalur ini jarang diminati oleh pekerja migrant kebanyakan. Jalur kedua,
yaitu jalur illegal, dapat dikatakan jalur alternatif bagi pekerja migrant yang tidak
ingin berhadapan dengan rumitnya birokrasi pemerintah. Jalur ini biasanya
difasilitasi oleh calo atau agen-agen rekruitment tidak resmi. Jalur illegal biasanya
mudah dan murah. Dalam hal ini, jalur illegal tidak menuntut adanya dokumen
hukum. Kelompok yang masuk melalui jalur illegal disebut sebagai illegal
immigrant workers (Tenaga Kerja Asing/TKA illegal).100
Migrasi tenaga kerja dari dan di dalam ASEAN telah meningkat menjadi
sekitar 5,3 juta pekerja. Aliran tenaga kerja ini didorong oleh kesenjangan
demografi dan ekonomi yang signifikan, serta pasar tenaga kerja yang saling
menguntungkan satu sama lain antar-negara anggota ASEAN. Malaysia, Thailand,
dan Singapura adalah negara tuan rumah utama. Filipina, Indonesia, Kamboja,
Laos, Myanmar, dan Vietnam merupakan negara distributor terbesar. Biasanya,
pola migrasi yang terjadi adalah pekerja dari negara CLMV (Cambodia, Laos,
100
The Philippine Institute for Development Studies, Enhancing the Protection and Promotion of Migrant Workers’ Rights in ASEAN, “Policy Brief No. 05”, The PIDS: Philippines, 2012. Hlm. 2.
53
Myanmar, dan Vietnam) datang ke Thailand dan pekerja dari Indonesia dan
Filipina datang ke Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Umumnya,
pergerakan migrasi tenaga kerja di ASEAN didominasi oleh tenaga kerja semi-
skilled dan unskilled.101
Kemunculan TKA ilegal terutama didorong oleh tidak adanya pemahaman
para pekerja terkait birokrasi yang ditetapkan pemerintah, baik negara penerima
maupun negara pengirim. Semi-skilled dan unskilled labours, umumnya kurang
edukasi dan memiliki tingkat pendidikan yang rata-rata rendah. Hal ini
memunculkan banyak permasalahan. Salah satu permasalahan yang ditimbulkan
adalah permasalahan keamanan. Seringkali, TKA ilegal terindikasi memiliki
hubungan dengan sindikat perdagangan manusia dan semacamnya. Selain
keamanan, permasalahan TKA ilegal juga memunculkan permasalahan sosial dan
ekonomi, seperti kurang berkembangnya teknologi dalam beberapa sektor
pekerjaan, kurang diminatinya tenaga kerja lokal, dan kurangnya uang beredar di
dalam negeri negara penerima.102
Selain itu, permasalahan TKA ilegal juga menimbulkan kebingungan
antar-pemangku kebijakan dan para aktivist pemerhati tenaga kerja asing terkait
permasalahan pelanggaran hak asasi manusia. Karena status yang ilegal,
pemerintah pun bingung akan merespon seperti apa ketika ada warga negaranya
tertangkap dalam razia TKA ilegal. Seringkali pemerintah negara pengirim hanya
101
Ibid. Hlm. 1-2. 102
The Impact of Foreign Labour on Malaysian Society dalam https://www.ukessays.com/essays/economics/the-impact-of-foreign-labor-on-malaysian-society-economics-essay.php diakses pada tanggal 17 Oktober 2018.
54
meminta pemerintah negara penerima untuk memperlakukan warga negara
mereka yang tertangkap dengan adil dan tanpa melakukan kekerasan atau hal-hal
lainnya yang melanggar hak asasi manusia.103
Menanggapi hal ini, ASEAN
membentuk suatu deklarasi yang disebut ASEAN Declaration on the Protection
and Promotion of the Rights of Migrant Workers.
A. ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of
Migrant Workers
ASEAN, sebelum 2007, hanya merespon permasalahan
perdagangan manusia. Hal ini juga tidak spesifik dalam kerangka
permasalahan ketenagakerjaan. Di tahun 2007, ASEAN mulai berinisiatif
untuk menyelesaikan permasalahan terkait tenaga kerja. Langkah awal
adalah membentuk suatu deklarasi yang disebut Declaration on the
Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Deklarasi ini
ditandatangani dan disahkan di 12th ASEAN Summit, 13 Januari 2007 di
Cebu, Filipina. Deklarasi ini juga merupakan respon terhadap Vientiane
Action Program yang menyerukan “elaboration of an ASEAN instrument
for the protection and promotion of the rights of migrant workers
(elaborasi instrumen ASEAN untuk perlindungan dan promosi hak-hak
pekerja migran)”.104
103
Ratusan TKI Illegal Ditangkap Malaysia, Indonesia Kirim Nota Diplomatik dalam https://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/22353841/ratusan.tki.ilegal.ditangkap.malaysia.indonesia.kirim.nota.diplomatik diakses pada tanggal 17 Oktober 2018. 104
The Philippine Institute for Development Studies, Enhancing the Protection and Promotion of Migrant Workers’ Rights in ASEAN, “Policy Brief No. 05”, The PIDS: Philippines, 2012. Hlm. 2.
55
Sebagai langkah awal implementasi deklarasi ini, ASEAN
membentuk the ASEAN Committee on the Implementation of the ASEAN
Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant
Workers (ACMW). Pada pertemuan pertama ACMW yang
diselenggarakan di Singapura dari 15 hingga 16 September 2008, ACMW
mengadopsi kerangka acuan dan program kerjanya, mengidentifikasi
empat bidang kerja sama, yaitu: 1) Step up protection and promotion of
the rights of migrant workers against exploitationand mistreatment, 2)
Strengthen protection and promotion of the rights of migrant workers by
enhancing labour migration governance in ASEAN countries, 3) Regional
cooperation to fight human trafficking in ASEAN, dan 4) Development of
an ASEAN Instrument on the Protection and Promotion of the Rights of
Migrant Workers.105
Dari keempat bidang kerja di atas, ACMW
memutuskan membentuk suatu kegiatan yang berkaitan dengan
perlindungan dan promosi hak pekerja migrant yang didasari usaha
peningkatan tata kelola migrasi tenaga kerja di ASEAN, yaitu
penyelenggaraan ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML).106
B. ASEAN Forum on Migrant Labour
ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML) merupakan forum
terbuka antara pemerintah, organisasi pekerja dan pengusaha, dan
pemangku kepentingan masyarakat sipil tentang isu-isu utama yang
105
ILO, The ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML) : Background information booklet / Tripartite Action for the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers in the ASEAN Region (ASEAN TRIANGLE project) , ILO Regional Office for Asia and the Pacific: Bangkok, 2014. Hlm. 1-2. 106
The ASEAN Forum on Migrant Labour dalam https://www.ilo.org/asia/WCMS_214213/lang--en/index.htm diakses pada tanggal 18 Oktober 2018.
56
dihadapi pekerja migran di Asia Tenggara. Forum ini bertujuan untuk
mengembangkan rekomendasi untuk memajukan pelaksanaan prinsip
Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan dan Promosi Hak-Hak Pekerja
Migran (ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the
Rights of Migrant Workers). Forum ini memberikan kesempatan untuk
berbagi kegiatan para pemangku kepentingan untuk mengimplementasikan
berbagai rekomendasi dari pertemuan AFML.107
Tujuan utama AFML terangkum dalam 3 poin, yaitu: 1) To share
stakeholder experiences, challenges and good practices in implementation
of the Recommendations at past AFML meetings, 2) To examine in detail
Articles of the Cebu Declaration that pertain to the obligations of both
countries of origin and destination. This is completed through the
adoption of two Thematic Sessions in every AFML meeting, dan 3) To
draft and agree on Recommendations arising from discussions of the
thematic sessions.108
Peserta AFML merupakan key stakeholders dalam diskusi tentang
migrasi tenaga kerja di Asia Tenggara. Peserta terdiri dari perwakilan
pemerintah, employers (majikan/pengusaha), pekerja, Civil Society
Organizations (Organisasi Masyarakat Sipil/CSOs), dan peserta tambahan.
Perwakilan pemerintah terdiri dari dua puluh orang perwakilan (dua orang
dari masing-masing negara anggota ASEAN) yang datang dari
107
The ASEAN Forum on Migrant Labour dalam http://www.ilo.org/asia/WCMS_416365/lang--en/index.htm diakses pada tanggal 17 Oktober 2018. 108
ILO, The ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML) : Background information booklet / Tripartite Action for the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers in the ASEAN Region (ASEAN TRIANGLE project) , ILO Regional Office for Asia and the Pacific: Bangkok, 2014. Hlm. 3.
57
kementerian dan lembaga yang bertanggung jawab atas buruh migran.
Perwakilan employers terdiri dari sepuluh perwakilan organisasi
pengusaha nasional (satu orang perwakilan dari setiap negara anggota
ASEAN). Kemudian sepuluh orang perwakilan dari organisasi pekerja
atau serikat pekerja nasional (satu perwakilan dari setiap negara anggota
ASEAN) dan organisasi pekerja atau serikat pekerja perwakilan regional
yang bekerja pada buruh migran di ASEAN. Perwakilan dari CSO terdiri
dari sepuluh perwakilan CSO nasional (satu dari tiap negara anggota
ASEAN) dan tiga perwakilan dari CSO regional yang bekerja pada
permasalahan tenaga kerja atau perwakilan dari kelompok pekerja migran
yang berbasis di negara-negara ASEAN. Peserta tambahan biasanya terdiri
dari perwakilan tambahan dari negara tuan rumah penyelenggara AFML,
serta perwakilan dari the Socio-Cultural Community Department of
ASEAN Secretariat (Departemen Komunitas Sosial Budaya dari
Sekretariat ASEAN), International Labour Organizations (ILO),
International Organization of Migration (IOM), Task Force for ASEAN
Migrant Workers (TFAMW), dan UNWomen. AFML juga menghadirkan
narasumber dan ahli terkait.109
Sejauh ini, sudah terselenggara sebelas AFML. AFML pertama
merupakan langkah pertama untuk mengesahkan (menginstitusionalisasi)
AFML sendiri. AFML pertama diadakan di Manila, Filipina pada tanggal
109
Ibid. hlm. 3-4.
58
24-25 April 2008.110
AFML kedua diadakan di Bangkok, Thailand pada
tanggal 30-31 Juli 2009, dengan tema “ASEAN Declaration on Migrant
Workers: Achieving its commitment”. Pertemuan ini diadakan bersama
dengan TFAMW untuk mendiskusikan the ASEAN Framework on the
Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers.111
AFML kedua dimulai dengan penjelasan mengenai migrasi di Asia
Tenggara yang disampaikan oleh Ms. Thetis Mangahas, Senior Migration
Specialist, ILO.Ms. Mangahas menjelaskan bahwa migrasi yang
melibatkan negara-negara ASEAN mewakili 9% dari migrasi global. Dia
menggarisbawahi bahwa di kawasan ASEAN semua negara adalah semua
negara pengirim, penerima, dan transit. Telah terjadi peningkatan drastis
dalam migrasi antar negara di kawasan ASEAN sejak 15 tahun terakhir di
mana kesenjangan pendapatan antara negara-negara dan
ketidakseimbangan populasi di ASEAN merupakan faktor utama untuk
migrasi. Ms. Mangahas juga menggarisbawahi bahwa tingginya tingkat
migrasi tidak teratur tetap menjadi masalah utama di ASEAN.112
Ms. Mangahas lebih lanjut menyoroti bahwa krisis keuangan telah
berdampak sangat buruk pada banyak lapangan kerja di banyak industri
seperti manufaktur, konstruksi, dan industri pariwisata. Banyak pekerja
migran telah terpengaruh dengan memburuknya kondisi kerja dan hidup.
110
Ibid. Hlm. 5. 111
The ASEAN Forum on Migrant Labour dalam http://www.ilo.org/asia/WCMS_416365/lang--en/index.htm diakses pada tanggal 18 Oktober 2018. 112
Summary Record of the 2nd
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/documents/meetingdocument/wcms_213740.pdf diakses pada 18 Oktober 2018, hlm. 2. Link pdf dapat diakses melalui https://www.ilo.org/asia/WCMS_213740/lang--en/index.htm .
59
Dia menggarisbawahi perlunya memiliki visi bersama tentang masa depan
migrasi ASEAN dan menyatakan harapan untuk forum untuk
memungkinkan dialog konstruktif mengenai tantangan untuk buruh
migran.113
Setelah sambutan dari beberapa tokoh, AFML kedua dilanjutkan
dengan Working Group Discussion yang terdiri dari dua diskusi panel.
Diskusi Panel 1 difokuskan pada peran berbagai pemangku kepentingan
ASEAN dalam promosi dan perlindungan pekerja migran.kelompok
diskusi panel pertama sangat menekankan untuk mengajak seluruh
pemangku kepentingan untuk dapat terlibat. Pemangku-pemangku
kepentingan yang dimaksud antara lain, pemerintah, pengusaha, serikat
pekerja, pekerja migran, agen rekruitment, Non-Governmental
Organizations (NGOs), organisasi internasional, para pemimpin agama,
lembaga keuangan, dan lembaga akademis.Selain itu, diskusi panel
pertama juga menyoroti hak pekerja migran, khususnya pekerja migran
perempuan. Ada konsensus di antara kelompok diskusi tentang pentingnya
aspek gender dari migrasi dan khususnya kebutuhan untuk pengakuan
pekerjaan perempuan sebagai pekerjaan bukan sebagai tugas perempuan.
Jika terus dipandang sebagai tugas, hal ini dapat mengakibatkan tidak
adanya undang-undang ketenagakerjaan yang akan melindungi.114
Diskusi panel 2 difokuskan pada dua tema penting yang terakit
dengan penyusunan draft Regional Instrument on the Protection of Rights
113
Ibid. 114
Ibid.
60
of Migrant Workers, yaitu isi dan status hukum instrument regional dan
proses konsultatif dengan CSO dalam perumusan instrument regional.
Presentasi disusun oleh Mr. Sinapan Samydorai dari TFAMW mengenai
proposal yang disampaikan masyarakat sipil terkait ASEAN Framework
Instrument on the Promotion and Protection of the Rights of Migrant
Workers. Ia meminta setiap pihak terkait penanganan isu tenaga kerja
mengingat kembali standar hak asasi manusia dan menghormati standar
kerja PBB dan ILO, baik dalam urusan pekerja legal maupun illegal. Mr.
Samydorai juga mendesak adanya harmonisasi antara hukum nasional
yang diperlukan dengan standar PBB dan ILO. Ia juga mendesak ACMW
untuk memperluas keterlibatan masyarakat sipil dalam pembuatan
keputusan dan penentuan instrument.115
Diskusi Panel 2 membahas lebih lanjut dua topik yang berkaitan
dengan instrumen ASEAN yang sedang disusun oleh Tim Penyusun
ACMW, yaitu: (i) ruang lingkup dan cakupan instrumen regional ASEAN;
dan (ii) Proses dan jadwal yang diperlukan untuk mengembangkan
instrumen regional. Selanjutnya forum ditutup dengan ucapan terima kasih
dari ketua penyelenggara.116
AFML ketiga diselenggarakan di Ha Noi,
Vietnam pada tanggal 19-20 Juli 2010 dengan tema Enhancing awareness
and information services to protect the rights of migrant workers.117
115
Ibid. hlm. 4-5. 116
Ibid. hlm. 5. 117
ILO, The ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML) : Background information booklet / Tripartite Action for the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers in the ASEAN Region (ASEAN TRIANGLE project) , ILO Regional Office for Asia and the Pacific: Bangkok, 2014. Hlm. 5.
61
AFML ketiga memunculkan beberapa rekomendasi yang
terklasifikasi dalam 5 bidang, yaitu promotion and protection of the rights
of migrant workers (promosi dan perlindungan hak-hak pekerja migran),
information and services (informasi dan pelayanan), the role of sending
countries representatives in receiving countries (tugas perwakilan negara
pengirim di negara penerima), broad stakeholder cooperation (kerjasama
pemangku kepentingan yang lebih luas), dan partnership of ASEAN,
stakeholders and international organizations (kemitraan ASEAN, para
pemangku kepentingan dan organisasi internasional).
Selanjutnya AFML keempat diadakan di Bali, Indonesia pada
tanggal 24-25 Oktober 2011 dengan tema Development of a public
campaign to promote understanding, rights and dignity of migrant
workers in countries of destination: return and reintegration and
development of sustainable alternatives in countries of origin.118
AFML
keempat membentuk rekomendasi yang terklasifikasi dalam dua bidang,
yaitu promotion of positive image, rights and dignity of migrant workers
(promosi citra positif, hak dan martabat pekerja migran) dan promotion of
strategies for effective return and reintegration, as well as sustainable
alternatives for migrant workers (promosi strategi untuk pengembalian
dan reintegrasi yang efektif, serta alternatif berkelanjutan bagi pekerja
migran).
118
ILO, The ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML) : Background information booklet / Tripartite Action for the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers in the ASEAN Region (ASEAN TRIANGLE project) , ILO Regional Office for Asia and the Pacific: Bangkok, 2014. Hlm. 5.
62
AFML kelima diadakan di Siem Reap, Kamboja pada tanggal 9-10
Oktober 2012 dengan tema the Protection and Promotion of the Rights of
Migrant Workers: Towards Effective Recruitments Practices and
Regulations. Dalam AFML kelima, dijelaskan mengenai implementasi
dari Rekomendasi Hanoi (3rd
AFML) dan Rekomendasi Bali (4th
AFML).119
Secara umum, AFML ketiga menjelaskan mengenai perlunya
penyebaran informasi serta pendidikan pra-keberangkatan bagi pekerja
migrant, dan penguatan hubungan antar-negara terkait pencapaian
rekomendasi tersebut. Beberapa negara telah memiliki programnya
masing-masing untuk hal ini. Untuk AFML keempat, fokus pada
penyebaran positive image of migrant workers dan bagaimana
membentuk program pengembalian (return) yang positif dengan menjamin
masa depan pekerja migrant sekembalinya ke negara asal. Bebrapa
rekomendasi belum mampu dijalankan terkait munculnya beberapa
masalah, salah satunya tenaga kerja asing illegal.120
Selain implementasi dari rekomendasi AFML ketiga dan keempat,
AFML kelima juga memunculkan beberapa rekomendasi yang terrangkum
dalam 5 pokok, yaitu 1) mempromosikan hak asasi manusia universal dan
prinsip-prinsip serta hak-hak mendasar dalam bekerja, 2) mempromosikan
transparansi, akuntabilitas, dan keterjangkauan, 3) mempromosikan
119
ILO, Background Paper: Progress on the Implementation of the Recommendations adopted at the 3rd and 4th ASEAN Forum on Migrant Labour, ILO Regional Office for Asia and the Pacific: Bangkok, 2012. Hlm. 28-40. 120
Ibid., hlm. 28-40.
63
berbagi informasi dan kesadaran publik, 4) mempromosikan mekanisme
pengawasan dan pengaduan yang efektif, dan 5) mempromosikan
keterlibatan multi-stakeholder terkait.121
AFML keenam dilaksanakan di Bandar Seri Begawan, Brunei
Darussalam, 26-27 November 2013, dengan tema “Enhancing Policy and
Protection of Migrant Workers through Data Sharing, and Adequate
Access to the Legal and Judicial System During Employment Including
Effective Complaints Mechanisms”. AFML keenam memberikan beberapa
rekomendasi yang terrangkum dalam dua pokok, yaitu memfasilitasi
pengumpulan data, analisis dan berbagi tentang pekerja migran di kedua
negara asal dan tujuan dan mempromosikan mekanisme pengaduan yang
efektif dan mekanisme penanganan pengaduan.122
AFML ketujuh dilaksanakan pada 20-21 November 2014 di Nay
Pyi Taw, Myanmar dengan tema “Towards the ASEAN Community by
2015 with enhanced measures to protect and promote the rights of migrant
workers”. AFML ketujuh memunculkan beberapa rekomendasi yang
merujuk pada pasal 8 dan 13 dari ASEAN Declaration on the Protection
and Promotion of the Rights of Migrant Workers, yaitu promotion of fair
and appropriate employment protection, payment of wages, and adequate
121
ILO, The ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML) : Background information booklet / Tripartite Action for the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers in the ASEAN Region (ASEAN TRIANGLE project) , ILO Regional Office for Asia and the Pacific: Bangkok, 2014. Hlm. 18-21. 122
The 6th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/documents/meetingdocument/wcms_234228.pdf diakses pada tanggal 29 November 2018, hlm. 1-4. Pdf dapat diakses melalui https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_209146/lang--en/index.htm .
64
access to decent working and living conditions for migrant workers dan
set up policies and procedures to facilitate aspects of migration of
workers, including recruitment, preparation for deployment overseas,
protection of the migrant workers when abroad, and repatriation and
reintegration to the countries of origin.123
AFML kedelapan dilaksanakan pada 26-27 Oktober 2015 di Kuala
Lumpur Malaysia dengan tema Empowering the ASEAN Community
through Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers.
Terdapat dua pembahasan khusus di dalam AFML kedelepan, yaitu
occupational safety and health to foster a safe and healthy working
environment (keselamatan dan kesehatan kerja untuk menumbuhkan
lingkungan kerja yang aman dan sehat) dan labour inspection to ensure
workplaces provide minimum employment rights (pengawasan
ketenagakerjaan untuk memastikan tempat kerja menyediakan hak kerja
minimum).124
AFML kesembilan dilaksanakan di Vientiane, Laos, pada
tanggal 9-10 November 2016. AFML kesembilan mengangkat tema Better
Quality of Life for ASEAN Migrant Workers through Strengthened Social
123
Reccomendations: The 7th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/documents/meetingdocument/wcms_322400.pdf diakses pada tanggal 29 November 2018, hlm. 1-4. Pdf dapat diakses melalui https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_322619/lang--en/index.htm . 124
8th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_439655/lang--en/index.htm diakses pada tanggal 29 November 2018.
65
Protection (Kualitas Kehidupan yang Lebih Baik bagi Pekerja Migran
ASEAN melalui Penguatan Perlindungan Sosial).125
AFML kesembilan membahas mengenai follow-up dari
rekomendasi di AFML ketiga sampai kedelapan. Rekomendasi-
rekomendasi tersebut diklasifikasi dalam 8 klaster. Klaster pertama,
penyebaran informasi yang menargetkan pekerja migran dan pengusaha
tentang peraturan dan persyaratan, biaya migrasi, hak dan standar, kondisi
kerja dan hidup, keselamatan dan kesehatan kerja, pemeriksaan tenaga
kerja, dan realita-realita mengenai migrasi. Dalam klaster ini, terdapat dua
implementasi, yaitu 1) negara-negara asal telah membentuk lembaga
penyebar informasi, mengadakan seminar dan sosialisasi terkait, serta
menyediakan lembaga konseling bagi pekerja migrant, dan 2) negara-
negara tujuan menyiapkan lembaga tertentu terkait informasi pasca
kedatangan.126
Klaster kedua, secara efektif mengelola rekruitment tenaga kerja
migrant. Dalam hal ini, beberapa negara telah meninjau kembali aturan-
aturan terkait pekerja migrant, jalur-jalur resmi migrasi, serta memperkuat
fungsi lembaga-lembaga terkait. Klaster ketiga, penyediaan kondisi kerja
yang layak. Dalam hal ini, beberapa negara meratifikasi beberapa konvensi
terkait kesejahteraan pekerja migrant, dan meninjau kembali kebijakan
125
The 9th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_535052/lang--en/index.htm diakses pada tanggal 7 Desember 2018. 126
ILO, Progress of the implementation of recommendations adopted at the 3rd
-8th
ASEAN Forum on Migrant Labour: Background Paper to the 9
th AFML, ILO Regional Office for Asia and the
Pacific: Bangkok, 2017. Hlm. 6-41.
66
awal terkait pekerja migrant di negara masing-masing, khususnya negara
penerima. Klaster keempat, memfasilitasi akses ke sistem hukum dan
peradilan, dan memperbaiki mekanisme. Implementasi dari klaster ini
adalah pengadaan aturan terkait pengaduan masalah hukum bagi migrant
dan penyediaan lembaga terkait.127
Klaster kelima, strategi pengembalian dan reintegrasi yang efektif.
Sejauh ini, hanya Filipina yang sudah menerbitkan kebijakan adminsitratif
terkait. Klaster keenam, kampanye pendidikan publik untuk meningkatkan
persepsi pekerja migrant. Beberapa negara telah menyelenggarakan
seminar dan acara-acara terkait pengembangan persepsi. Klaster ketujuh,
pengumpulan, sharing, dan analisa data pekerja migrant. ASEAN telah
berhasil membentuk International Labour Migration Statistics (ILMS)
database. ASEAN juga dalam proses operasionalisasi the ATUC
Information System on Migrant Workers. Terakhir, klaster kedelapan,
kerjasama, kolaborasi, dan pertukaran informasi di tingkat multilateral dan
multi-stakeholder; regional, sub-regional, dan keterlibatan lintas nasional.
Beberapa inisiatif di tingkat ini adalah peninjauan kembali terkait
kerjasama ketengakerjaan, penguatan kerjasama dengan diadakannya
forum di tingkat nasional, dan maksimalisasi fungsi pejabat
ketenagakerjaan negara.128
Selain membahas progress implementasi rekomendasi dari AFML
ketiga sampai kedelapan, AFML kesembilan juga memunculkan
127
Ibid. 128
Ibid.
67
rekomendasi-rekomendasi yang terrangkum dalam dua kategosri utama,
yaitu perluasan perlindungan sosial bagi tenaga kerja migrant di ASEAN
dan bekerja menuju portabilitas jaminan sosial bagi tenaga kerja migrant
di ASEAN. AFML kesepuluh dilaksanakan di Manila, Filipina, pada
tanggal 26-27 Oktober 2017 dengan tema “Towards Achieving Decent
Work for Domestic Workers in ASEAN”. AFML kesepuluh memunculkan
rekomendasi-rekomendasi yang terrangkum dalam 2 pembahasan utama,
yaitu penguatan standar-standar perlindungan bagi pekerja rumah tangga
migrant di ASEAN dan peningkatan implementasi kebijakan dan layanan
pendukung bagi pekerja rumah tangga migrant di ASEAN.129
Terakhir,
AFML kesebelas dilaksanakan di Singapura, 29-30 Oktober 2018 dengan
tema “Resilience and Innovation”.130
129
Recommendations the 10th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_584087/lang--en/index.htm diakses pada tanggal 9 Desember 2018. 130
11th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_644224/lang--en/index.htm diakses pada tanggal 9 Desember 2018.
68
BAB IV
AFML DAN UPAYA PENANGANAN KASUS TENAGA KERJA ILEGAL
DI MALAYSIA
ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML) mulai dilaksanakan dari
tahun 2008. Hingga tahun 2018, ASEAN telah melaksanakan sebelas AFML.
Fokus terbesar AFML dalam hal ini adalah penanganan kasus tenaga kerja asing
illegal, mempromosikan hak-hak dan kontribusi tenaga kerja asing, dan
pembangunan berkelanjutan baik di negara pengirim maupun negara penerima.
Fokus pertama, penanganan kasus tenaga kerja asing illegal, akan menjadi fokus
utama dalam penelitian ini.
A. Upaya ASEAN Dalam Penanganan Kasus Tenaga Kerja Asing Ilegal
Melalui AFML
Ada dua upaya utama yang dihasilkan ASEAN melalui AFML, dalam
penanganan kasus tenaga kerja asing illegal. Pertama, mempertemukan setiap
pemangku kepentingan terkait kasus tenaga kerja asing illegal di seluruh Asia
Tenggara. Kedua, memetakan permasalahan dasar yang mengakibatkan
munculnya tenaga kerja asing. Selain itu, ASEAN juga memberikan rekomendasi
sebagai solusi terkait permasalahan dasar yang muncul.
A.1. Mempertemukan Setiap Pemangku Kepentingan ASEAN Terkait
TKA Ilegal
Dalam forum bilateral, pemangku kepentingan yang hadir adalah wakil-
wakil dari pemerintah (negara/state actor). Keputusan yang dihadirkan pun
69
berdasarkan data umum yang dimiliki negara. Sebagai organisasi regional,
ASEAN tidak hanya menampung pendapat satu atau dua pihak saja, melainkan
banyak pihak yang terlibat di dalam suatu isu atau permasalahan.
AFML tidak hanya dihadiri oleh perwakilan pemerintah saja, melainkan
juga dihadiri oleh pemangku-pemangku kepentingan lain, seperti perwakilan
komunitas tenaga kerja, perwakilan pihak pengusaha atau majikan, perwakilan
organisasi masyarakat sipil (CSOs). Dalam AFML kedua, Ms. Jacqualine Pollock
dari Migrant Assistance Programme (MAP), menyebutkan bahwa kehadiran
perwakilan dari pekerja migrant, seperti CSOs dan agen perekrutan, sangat
penting dalam pertemuan semacam AFML. CSOs akan menjadi perwakilan yang
memberikan pengawasan terkait implementasi kebijakan yang telah disepakati
bersama di masyarakat. Kehadiran perwakilan komunitas pekerja migrant juga
sangat penting, mengingat komunitas adalah unsur yang terdekat dengan
keseharian para pekerja migrant.131
Selain Ms. Jacqualine Pollock, Christopher Ng dari UNI-APRO juga
menyampaikan hal terkait pentingnya kehadiran beragam pemangku kepentingan
dalam menyikapi isu ketenagakerjaan. Pemangku kepentingan yang disoroti
Christopher Ng adalah serikat pekerja global. Kehadiran serikat pekerja global
sangat dibutuhkan tenaga kerja migrant. Hal ini dapat dilihat dari peran yang
dapat diberikan serikat pekerja global untuk tenaga kerja migrant. Serikat pekerja
131
Summary Record of the 2nd
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/documents/meetingdocument/wcms_213740.pdf diakses pada 18 Oktober 2018, hlm. 3-4. Link pdf dapat diakses melalui https://www.ilo.org/asia/WCMS_213740/lang--en/index.htm
70
global dapat berperan sebagai pusat sumber daya dengan tujuan akses data dan
analisis penting terkait masalah dan trend migrasi serta menjadi pusat bantuan
bagi tenaga kerja migrant terutama untuk kebutuhan hukum dan konseling.
Kehadiran beragam pemangku kepentingan tentu akan memberikan dampak
tersendiri terhadap rekomendasi yang dihasilkan dalam AFML.132
A.2. Memetakan Permasalahan Dasar Terkait TKA Ilegal
Salah satu fungsi organisasi regional adalah membantu anggotanya dalam
memetakan permasalahan dan mengambil keputusan bersama. Dalam hal ini,
ASEAN sebagai organisasi regional, mampu menjalankan salah satu fungsinya.
Selain mempertemukan para pemangku kepentingan dalam forum bersama,
ASEAN juga mengambil langkah dengan memetakan masalah dasar terkait
munculnya tenaga kerja asing ilegal di negara-negara anggota ASEAN.
Berdasarkan rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan AFML, peneliti
menyimpulkan ada dua permasalahan dasar dalam isu munculnya tenaga kerja
asing ilegal di negara-negara anggota ASEAN, yaitu rumitnya administrasi yang
diterapkan pemerintah dan terbatasnya akses informasi yang diterima para
pekerja.
Terdapat dua jalur masuk tenaga kerja, yaitu jalur legal dan jalur ilegal.
Jalur legal merupakan jalur yang disediakan pemerintah yang disesuaikan dengan
MoU antar-pemerintah. Dalam jalur ini, agen-agen rekruitment swasta hanya
berperan sebagai perantara dalam proses rekruitment. Seringkali, jalur ini
132
Ibid. Hlm. 4
71
dianggap rumit, terlalu panjang, dan mahal (banyak memakan biaya).Oleh karena
itu, jalur ini jarang diminati oleh pekerja migrant kebanyakan. Jalur kedua adalah
jalur ilegal. Jalur ini umumnya ditempuh oleh tenaga kerja yang tidak ingin
berhadapan dengan rumitnya briokrasi pemerintah. Jalur ini biasanya difasilitasi
oleh calo atau agen rekruitment tidak resmi. Jalur ilegal biasanya mudah dan
murah, karena tidak menuntut adanya dokumen hukum.133
Permasalahan di atas diakibatkan oleh kurangnya akses informasi dan
pemahaman tenaga kerja terkait jalur legal yang ditetapkan pemerintah.
Umumnya, tenaga kerja asing ilegal terdiri dari tenaga kerja semi-skilled dan
unskilled, yang rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Seperti yang
disampaikan Figo Kurniawan, umumnya tenaga kerja asing ilegal terdiri dari
mereka yang tingkat pendidikannya rendah sehingga terkadang tidak mampu
memahami regulasi yang diatur pemerintah.134
Berdasarkan dua masalah dasar di
atas, AFML kemudian memunculkan rekomendasi-rekomendasi terkait
kemudahan akses informasi untuk tenaga kerja asing.
B. Implementasi Rekomendasi AFML Oleh Negara Anggota ASEAN
Implementasi rekomendasi AFML terkait tenaga kerja asing illegal
dibahas dalam AFML kelima dan kesembilan. AFML kelima membahas
mengenai implementasi dari rekomendasi AFML ketiga dan keempat. AFML
kesembilan membahas mengenai implementasi rekomendasi dalam AFML ketiga
133
The Philippine Institute for Development Studies, Enhancing the Protection and Promotion of Migrant Workers’ Rights in ASEAN, “Policy Brief No. 05”, The PIDS: Philippines, 2012. Hlm. 2. 134
Terancam Razia, Ratusan TKI ‘Bertahan dan Bersembunyi’ di Malaysia dalam http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40482368 diakses pada tanggal 23 April 2019.
72
sampai kedelapan. Pembahasan impelementasi rekomendasi, dalam AFML
kelima, dapat diklasifikasikan menjadi dua langkah, yaitu ratifikasi beberapa
konvensi ILO dan penyesuaian aturan nasional dengan kebutuhan bersama dan
peningkatan layanan informasi pra-pekerjaan dan orientasi sebelum
keberangkatan.
Langkah pertama yang ditempuh ASEAN dalam implementasi AFML
adalah meratifikasi beberapa konvensi ILO dan penyesuaian aturan nasional
dengan kebutuhan global. Beberapa konvensi yang diratifikasi oleh negara
anggota ASEAN sebagai berikut: 1) Forced Labour Convention, 1930 (no. 29),
(nine states), 2) Right to Organize Collective Bargaining Convention, 1949 (no.
68) (eight states), 3) Minimum Age Convention, 1973 (no. 138), 4) Worst Forms
of Child Labour Convention, 1999 (no. 182), 5) Equality of Treatment (Accident
Compensation) Convention, 192 (no. 19) (diratifikasi oleh Indonesia, Myanmar,
Filipina, Singapura, dan Thailand), 6) Palermo Protocol on Combating
Trafficking (diratifikasi oleh Kamboja, Indonesia, dan Filipina), 7) International
Convention on the Promotion of the Rights of All Migrant Workers and Members
of Their Families 1990 (diratifikasi oleh Filipina dan Indonesia), 8) Domestic
Workers Convention, 2011 (no. 189), 9) Convention on the Elimination of All
Forms of Discriminations Against Women (CEDAW), dan 10) Convention on the
Rights of the Child (CRC).135
135
ILO, Background Paper: Progress on the Implementation of the Recommendations adopted at the 3rd and 4th ASEAN Forum on Migrant Labour, ILO Regional Office for Asia and the Pacific: Bangkok, 2012. hlm. 4-5.
73
Selain meratifikasi beberapa konvensi penting ILO, beberapa negara
anggota ASEAN melakukan penyesuaian kembali aturan-aturan nasionalnya
dengan kebutuhan bersama. Kamboja membentuk Sub-Decree 190 tentang
pengelolaan pengiriman tenaga kerja Kamboja ke luar negeri melalui agen swasta.
Sub-Decree 190 mengamanatkan penerbitan langkah-langkah tambahan untuk
mengatur proses perekrutan dengan lebih baik dan melindungi para migrant dan
calon pekerja migrant. Pemerintah Laos membentuk Operations Manual on
Emigration Procedures. Manual ini bertujuan untuk memastikan keselarasan
informasi yang diberikan oleh Lao Ministry of Labour and Social Welfare
(MoLSW), Ministry of Information (MOI), dan Ministry of Foreign Affairs
(MoFA), kepada migrant yang masuk dan keluar.136
Myanmar dalam proses pembentukan draft National Action Plans (NAP)
on the Management of International Labour Migration for 2013-2017. Tujuan
dari NAP ini adalah memaksimalisasi perkembangan potensi migrasi, melalui
sistem management migrasi tenaga kerja yang terintegrasi dan menjamin
perlindungan terhadap tenaga kerja Myanmar sepanjang proses migrasi. Untuk
memperkuat perlindungan terhadap pekerja migrantnya, Filipina
mengamandemen Republic Act 8042 (Migrant Workers and Overseas Filipinos).
Aturan ini mensyaratkan negara penerima memiliki aturan yang pasti terkait
perlindungan sosial bagi tenaga kerja migrant, yang dibuktikan dengan adanya
perjanjian bilateral atau internasional terkait hal ini.137
136
Ibid., hlm. 5. 137
Ibid., hlm. 5-6.
74
Singapura telah mengamandemen1959 Employment of Foreign Manpower
Act di tahun 2011. Tujuannya tidak hanya untuk menciptakan pertumbuhan yang
berkelanjutan dan inklusif, melainkan juga memastikan bahwa Singapura dapat
membendung pelanggaran terburuk terhadap tenaga kerja asing. Thailand telah
membuat draft terkait additional protection dalam dua sektor pekerjaan dominan,
yaitu pekerja rumah tangga dan work in fishing. Vietnam akan mereview ulang
kebijakannya terkait penguatan perlindungan dan pelayanan terhadap tenaga kerja
migrant Vietnam dengan bantuan dari ILO.138
Langkah pertama ini diambil berdasarkan rekomendasi Hanoi pertama
terkait jaminan bagi TKA untuk menyadari hak mereka yang sejalan dengan
undang-undang negara anggota ASEAN, the ILO Fundamental Principles and
Rights at Works, serta mengetahui perlindungan bagi hak asasi manusia mereka
yang dilindungi oleh PBB dan konvensi-konvensi internasional. Hal ini untuk
memastikan negara-negara terkait akan menjamin hak setiap TKA. Dengan
adanya konvensi tertulis dan bukti ratifikasi, TKA dapat dengan mudah menyadari
apa yang seharusnya negara berikan kepada mereka dan apa saja kewajiban
mereka sebagai TKA. ASEAN mendorong negara-negara anggotanya untuk
meratifikasi konvensi-konvensi tersebut dalam rangka mempermudah komunikasi
antara ASEAN dengan anggotanya dalam melaksanakan perlindungan terhadap
hak TKA. Selain itu, ratifikasi konvensi juga dilakukan untuk membantu negara-
negara anggota ASEAN dalam penyesuaian aturan nasional dengan aturan
internasional.
138
Ibid., hlm. 6
75
Langkah kedua adalah peningkatan layanan informasi pra-pekerjaan dan
orientasi sebelum keberangkatan. Di Vietnam dan Filipina, layanan ini diberikan
berkelanjutan secara finansial melalui anggaran negara atau dana kesejahteraan
migrant. Vietnam telah mengintegrasikan layanan informasi pasar tenaga kerja
domestik dan internasional di bawah the Job Centres. Di Kamboja dan Thailand,
CSOs telah aktif dalam penyediaan informasi melalui cara-cara inovatif, seperti
melalui komunitas radio. Di Malaysia dan Thailand, Migrant Workers Resource
Centres (MRCs) telah didirikan oleh serikat pekerja dan CSOs. Di Singapura,
organisasi pekerja dan pengusaha nasional bersama-sama mengelola Migrant
Workers’ Centre.139
Kamboja, Laos, dan Vietnam sedang dalam proses pembentukan standar
materi pre-departure training, dengan berkolaborasi dengan pemerintah, agen-
agen rekruitment, NGOs, dan organisasi internasional lainnya dengan bantuan dari
ILO. Standar materi ini juga didiskusikan dengan Malaysia dan Thailand selaku
negara penerima utama. Beberapa negara, seperti Kamboja, Indonesia, Laos, dan
Filipina, mengadakan seminar terkait kampanye legal recruitment. Selain seminar,
negara-negara ini juga menggunakan media, seperti brosur dan pamphlet, serta
radio untuk mengkampanyekan hal tersebut. Di Brunei Darussalam, kegiatan
rekruitment illegal akan diselesaikan oleh Employment Agency Unit.140
Selanjutnya dalam AFML kesembilan dibahas implementasi dari AFML
ketiga sampai dengan kedelapan. Rekomendasi-rekomendasi ini diklasifikasi ke
139
Ibid., hlm. 7. 140
Ibid.
76
dalam delapan kategori, yaitu 1) penyebaran informasi yang menargetkan migrant
dan pengusaha terkait peraturan dan persyaratan, biaya migrasi, hak dan
kewajiban, kondisi kerja dan kehidupan, keselamatan dan kesehatan kerja,
inspeksi ketenagakerjaan, dan realitas migrasi, 2) secara efektif mengatur
rekruitment pekerja migrant, 3) menyediakan kondisi kerja yang layak, 4)
memfasilitasi ke akses hukum dan peradilan, serta mekanisme pemulihan, 5)
strategi pengembalian dan reintegrasi yang efektif, 6) kampanye public education
untuk meningkatkan persepsi pekerja migrant, 7) mengumpulkan, sharing, dan
menganalisa data migrasi, dan 8) kerjasama, kolaborasi, dan pertukaran informasi
secara multi-lateral antar-pemangku kepentingan: intervensi lintas sektor, baik
regional, sub-regional, dan nasional.141
Dalam hal perluasan infromasi, negara-negara pengirim memiliki
mekanisme masing-masing untuk orientasi pra-keberangkatan. Dalam hal ini,
disarankan negara pengirim memiliki kurikulum standar yang disesuaikan dengan
jenis pekerjaan dan negara tujuan. Hal ini sudah dimiliki beberapa negara, seperti
Filipina, Laos, dan Vietnam. Di Kamboja, Indonesia, dan Vietnam, penyampaian
orientasi diserahkan ke agen rekruitment. Sedangkan di Filipina, CSOs, asosiasi
perekrut, dan lembaga pelatihan, diorganisir oleh pemerintah untuk memberikan
orientasi dan pelatihan pra-keberangkatan. Biaya orientasi dan pelatihan
ditanggung oleh pekerja sendiri. Dalam hal biaya, Filipina memberikan
pengecualian kepada pekerja rumah tangga. Metode ini tidak akan berjalan
141
ILO, Progress of the implementation of recommendations adopted at the 3rd
-8th
ASEAN Forum on Migrant Labour: Background Paper to the 9
th AFML, ILO Regional Office for Asia and the
Pacific: Bangkok, 2017. Hlm. 5.
77
dengan baik tanpa kontrol kualitas yang rutin.142
Hal penting yang perlu
disampaikan dalam orientasi pra-keberangkatan adalah resiko, manfaat, dan
prosedur untuk pekerjaan asing sehingga pekerja mendapat informasi dengan baik
sebelum memutuskan untuk bermigrasi. Selain orientasi bagi calon pekerja
migrant, orientasi pasca-kedatangan juga sangat diperlukan. Hal ini harus
disampaikan kepada pekerja migrant maupun pengusaha atau majikan.143
Dalam hal rekruitment, pengusaha dan pencari kerja harus diberikan opsi
yang lebih banyak dan efisien. Dalam hal ini, cara-cara yang dapat ditempuh,
misal; penggunaan agen penempatan publik dan penempatan langsung oleh
pengusaha yang terakreditasi. Hal ini masih sangat jarang dilakukan. Di Vietnam,
Viet Nam Association of Manpower and Supply (VAMAS) melakukan pengaturan
secara mandiri. Agen rekruitment Myanmar juga melakukan pengaturan kode etik
yang komprehensif. Dalam hal penegakan hukum, Filipina adalah negara yang
paling aktif mengajukan kasus-kasus pelanggaran hukum. Terdapat kurang lebih
12000 yang telah diajukan dari tahun 2010-2014. Pada 2014, Filipina
membatalkan sebanyak 96 lisensi agen rekruitment dan memberhentikan sekitar
52 lainnya. Dengan bantuan ahli dari tripartit, ILO telah menyusun prinsip-prinsip
dan pedoman terkait Fair Recruitment. IOM sedang menguji coba kerangka kerja
akreditasi untuk Fair Recruitment (International Recruitment Integrity System) di
Filipina dan negara lainnya.144
142
ILO, The ASEAN Forum On Migrant Labour: Background Information Booklet (3rd Edition), Thailand, 2018. Hlm. 43. 143
Ibid. 144
Ibid. hlm. 44
78
Dalam hal pekerjaan yang layak, sudah ada beberapa perubahan peraturan
terkait mekanisme penegakan hukum untuk melindungi tenaga kerja migrant
mereka. Pekerja migrant banyak bekerja di sektor-sektor yang kurang mendapat
perhatian, seperti pekerja rumah tangga, pekerja di fishing industry, agrikultur,
dan konstruksi. Oleh karena itu, beberapa negara menegaskan kembali aturannya
di bidang pekerjaan-pekerjaan tersebut. Thailand mengeluarkan revisi Ministrial
Regulation on Sea Fisheries Work yang mulai diberlakukan pada Desember 2014.
Beberapa negara seperti, Malaysia dan Singapura, melakukan kampanye terkait
peningkatan kesadaran akan K3. Thailand dan Malaysia juga berusaha
memperbaiki aturannya terkait upah minimum pekerja migrant.145
Selain membuat pembaharuan aturan, negara-negara anggota ASEAN juga
meratifikasi beberapa konvensi ILO terkait penyediaan pekerjaan yang layak.
Beberapa konvensi tersebut, seperti ILO Promotional Framework for
Occupational Safety and Health Convention, 2006 (no. 187), ILO Maritime
Labour Convention, 2006, ILO Worst Form of Child Labour Convention, 1999
(no. 182). Konvensi no. 187 telah diratifikasi oleh Indonesia, Thailand, dan
Vietnam. MLC diratifikasi oleh Malaysia, Thailand, Myanmar, dan Vietnam.
Filipina menjadi satu-satunya negara yang telah meratifikasi ILO Domestic
Workers Convention, 2011 (no. 189). Indonesia dan Filipina juga meratifikasi UN
Convention on the Rights of All Migrants and Members of Their Family, 1990.146
145
Ibid. hlm. 44-45 146
Ibid. hlm. 45.
79
Dalam bidang akses ke sistem hukum dan peradilan, mekanisme ganti
rugi, dan proses pengaduan, beberapa negara mencoba mengimplementasikan
rekomendasi-rekomendasi AFML. Kamboja, pada tahun 2013 dan dengan
bantuan ILO, mulai membentuk dan memperkenalkan undang-undang dan
mekanisme pengaduan. Di sejumlah negara, seperti di Malaysia, Filipina, dan
Singapura, juga telah dibentuk asosiasi-asosiasi terkait. Serikat pekerja dan CSOs
pun sangat aktif memberikan bantuan terkait hal ini.Dalam bidang return and
reintegration, banyak negara ASEAN tidak mengerahkan sumber daya. Oleh
karenanya, banyak rekomendasi AFML terkait hal ini yang harus didiskusikan
lebih lanjut.147
Dalam bidang pendidikan dan promosi positive image pekerja migrant,
sudah banyak cara yang dilakukan. Beberapa negara mempersiapkan dana khusus
untuk penyelenggaraan edukasi pra-keberangkatan. Kamboja, Laos, dan Vietnam
mempersiapkan standar materi edukasi pra-keberangkatan yang didiskusikan
bersama Malaysia dan Thailand selaku negara penerima tenaga kerja asing utama.
Edukasi tidak hanya diberikan kepada pekerja migrant, melainkan juga untuk
pengusaha. Dalam promosi positive image, beberapa negara memanfaatkan
media-media, salah satunya radio, untuk menceritakan kontribusi pekerja migrant
kepada khalayak.148
Dalam hal pengumpulan dan berbagi data, kemajuan yang baik telah
dicapai dengan pembentukan International Labour Migration Statistics Databases
147
Ibid. hlm. 45-46. 148
Ibid. hlm. 46.
80
in ASEAN (ILMS). Kesenjangan masih tetap ada, terutama untuk data migrasi
balik dan pemisahan OSH (kecelakaan, cedera, penyakit, dan kematian). Masih
diperlukan revisi lebih lanjut terkait definisi data nasional untuk memastikan
kesesuaian dengan data internasional. Terakhir, dalam bidang kolaborasi multi-
sektoral, perjanjian bilateral penting dan pengembangan rencana nasional
mengenai migrasi tenaga kerja di wilayah tersebut dilakukan pada periode
tersebut. Sejumlah pertemuan lintas sektor di tingkat ASEAN berlangsung dengan
dukungan ILO. Masih ada ruang untuk kolaborasi lebih lanjut dalam hal ini.
Organisasi pengusaha dan organisasi pekerja terus meningkatkan kapasitas
mereka sehubungan dengan perlindungan pekerja migran. Asosiasi-asosiasi
ASEAN telah bekerjasama untuk membentuk koalisi dalam meningkatkan
bantuan hukum dan akses terhadap keadilan.149
C. Dampak Bagi Malaysia
Malaysia menjadi tuan rumah dalam AFML kedelapan, yang
dilaksanakan pada 26-27 Oktober 2015. Tema yang diusung saat itu adalah
”empowering the ASEAN community through protection and promotion of the
rights of migrant workers”. AFML kedelapan memunculkan 15 rekomendasi yang
tergabung dalam 3 bagian, yaitu 1) promotion of occupational safety and health
awareness among employers and migrant workers in the sending and receiving
countries (promosi keselamatan dan kesehatan kerja di kalangan pengusaha dan
pekerja migran di negara pengirim dan penerima), 2) role of stakeholders to
improve compliance with OSH and employment conditions legislations and
149
Ibid.
81
ensure effective labour inspections(peran pemangku kepentingan untuk
meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan K3 dan ketentuan ketenagakerjaan
dan memastikan inspeksi ketenagakerjaan yang efektif), dan 3) cooperation
between sending and receiving states to improve compliance with OSH and
employment conditions legislations and ensure effective labour inspections
(kerjasama antara negara pengirim dan penerima untuk meningkatkan kepatuhan
terhadap K3 dan peraturan ketenagakerjaan dan memastikan inspeksi
ketenagakerjaan yang efektif).150
Dalam penerapan hasil AFML, Malaysia melakukan peningkatan
kesadaran terkait K3. Malaysia dan Singapura menjadi negara yang banyak
memprakarsai pendidikan terkait K3. Dalam hal penyebarluasan informasi,
Malaysia memiliki orientasi pengusahatentang hak-hak pekerja migrant. Orientasi
ini disampaikan oleh Malaysian Employers Federation (Federasi Pengusaha
Malaysia).Federasi Pengusaha Malaysia membentuk suatu guideline, yang disebut
Practical Guidelines for Employers. Guideline ini memberikan informasi terkait
undang-undang, prosedur, dan praktik terbaik untuk memungkinkan pengusaha
mematuhi hukum dan peraturan nasional.Malaysia juga telah ikut meratifikasi
ILO Worst Form of Child Labour Convention, 1999 (no. 182) dan ILO Maritime
Labour Comvention, 2006.151
Dalam AFML kesembilan, Malaysia memberikan beberapa
rekomendasinya terkait tema penguatan perlindungan sosial. Rekomendasi ini
150
ILO, ASEAN Forum On Migrant Labour: Background Information Booklet (3rd
Edition), Thailand, 2018. hlm. 32-34. 151
ILO, The 8th
ASEAN Forum On Migrant Labour (AFML): Labour Inspection for the Protection of the Rights of Migrant Workers, ILO: Thailand, 2015. Hlm. 16.
82
dihasilkan dari sebuah pertemuan persiapan di North South Initiative (NSI)
dengan kerjasama bersama Migration Working Group (MWG) pada hari Minggu,
16 Oktober 2016. Rekomendasi ini dibentuk dengan memperhatikan posisi
Malaysia sebagai salah satu negara tujuan. Beberapa rekomendasi tersebut adalah;
1) mekanisme perlindungan negara asal harus terintegrasi dengan negara tujuan
melalui sistem jaminan sosial, 2) mempermudah pelayanan dan perawatan
kesehatan di Malaysia, salah satunya dengan cara pengurangan jumlah deposit
ketika pekerja migrant meminta pelayanan kepada rumah sakit setempat, 3) akses
keadilan pekerja migrant dan pekerja lokal harus setara, 4) meminimalkan peran
agensi dan memaksimalkan peran pemerintah dalam usaha perlindungan pekerja
migrant, 5) memaksimalkan kerja Labour Inspection, dan 6) negara asal dan
negara tujuan berintegrasi dalam membangun kemudahan migrasi tenaga kerja,
salah satu contoh adalah dengan cara pengembangan teknologi dalam rekruitment
yang dapat memberikan implikasi pada pengurangan biaya dan menghindari
overcharging.152
Terkait penguatan atase tenaga kerja dan pelayanan konsuler di Malaysia,
Kedutaan Besar Filipina sudah memiliki unit khusus yang menangani masalah
yang berkaitan dengan kepolisian. Untuk hal-hal lain, kedutaan besar Filipina
banyak berkomunikasi dengan Malaysian Bar Association. Selain Filipina,
Myanmar juga memiliki atase tenaga kerjanya di Malaysia. MRCs di Malaysia
juga aktif mengorganisir workshop-workshop atau pertemuan-pertemuan untuk
meningkatkan kesadaran pekerja migrant terkait hak-hak mereka dan mendorong 152
6 Rekomendasi Serantau untuk Perlindungan Sosial BMI Malaysia dalam https://buruhmigran.or.id/2016/10/24/6-rekomendasi-serantau-untuk-perlindungan-sosial-bmi-malaysia/ diakses pada tanggal 15 April 2019.
83
mereka untuk bergabung dalam serikat pekerja. “Peer leaders” terpilih dari
pekerja migrant sudah dilatih dan diharapkan dapat menjangkau rekan kerja
mereka. Menghandel kasus rujukan langsung dari Vitenam dan Kamboja yang
terkait dengan perselisihan perburuhan yang melibatkan unlawful deductions dan
underpayment of wages.153
Pada tahun 2014, the Immigration Department of Malaysia mulai
mengimplementasikan Foreign Workers Centralized Management System
(FWCMS), sebuah sistem online yang menghubungkan agensi pemerintah
Malaysia, kedutaan besar negara-negara pengirim, employers, agensi rekruitmen,
dan pekerja migrant. Kementerian Dalam Negeri Malaysia juga memperkenalkan
Malaysian E-Governance System (www.MyEG.com.my), sebuah layanan online
untuk informasi pembaharuan Foreign Workers Permit dan izin kunjungan
sementara. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan, transparansi, dan
efisiensi proses hal-hal terkait.154
Pada dasarnya, seluruh rekomendasi AFML merupakan upaya dalam
penanganan permasalahan ketenagakerjaan di seluruh negara anggota ASEAN.
Salah satunya adalah terkait permasalahan tenaga kerja asing ilegal. Seperti yang
telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, permasalahan utama yang
menyebabkan munculnya adalah rumitnya birokrasi pemerintah dan sulitnya akses
informasi oleh tenaga kerja. Dalam hal ini, ASEAN berusaha memberikan solusi
153
International Organization for Migration (IOM), The 8th
ASEAN Forum On Migrant Labour (AFML): Labour Inspection for the Protection of the Rights of Migrant Workers, Bangkok: IOM, 2015. Hlm. 34. 154
ILO, Progress of the Implementation of Recommendations Adopted at the 3rd
-8th
ASEAN Forum on Migrant Labour: Background Paper to the 9
th AFML, Thailand, 2017. Hlm. 14.
84
terbaik dengan memunculkan rekomendasi-rekomendasi yang sekiranya dapat
membantu menangani permasalahan ini.
Jika dilihat kembali, rekomendasi-rekomendasi yang dimunculkan dalam
AFML memberikan solusi berupa penyediaan fasilitas-fasilitas baru yang lebih
memadai. Tujuan dari solusi ini adalah meyakinkan para tenaga kerja bahwa jalur-
jalur resmi dari pemerintah adalah jalur terbaik dalam hal migrasi. Dalam banyak
rekomendasi, ASEAN menekankan adanya fasilitas yang memberikan
kemudahan-kemudahan dalam banyak hal bagi pekerja migrant.Dalam jalur
ilegal, pekerja tidak akan menemukan fasilitas-fasilitas yang diberikan
pemerintah. Misal, surat ijin bekerja resmi yang dapat menjamin kejelasan
pekerjaan yang akan ditempati para pekerja migrant. Di malaysia, surat ijin resmi
ini berbentuk kartu dan disebut sebagai Red Identification Card (Red IC). Dengan
memasuki jalur migrasi ilegal, pekerja tidak akan mendapatkan Red IC dan tentu
saja tidak akan dapat mengakses hal-hal penting lainnya. Misal, pekerja tidak akan
mendapat bantuan hukum apabila terjadi pelanggaran hak terhadap mereka.
Berbicara mengenai bantuan hukum, jalur migrasi ilegal tidak menuntut
adanya dokumen-dokumen hukum.155
Dalam hal ini, dikarenakan banyaknya
pekerja migrant yang tidak memahami birokrasi pembuatan dokumen hukum
pendukung yang dapat membantu mereka saat sedang bekerja di negara lain. Hal
ini diperhatikan oleh ASEAN, sehingga dalam beberapa AFML, rekomendasi
yang diberikan menekankan pada pembentukan birokrasi yang lebih mudah dan
155
The Philippine Institute for Development Studies, Enhancing the Protection and Promotion of Migrant Workers’ Rights in ASEAN, “Policy Brief No. 05”, The PIDS: Philippines, 2012. Hlm. 2.
85
dapat dipahami para pekerja migrant. Salah satunya dalam rekomendasi AFML
ketujuh, "kebijakan dan prosedur rekrutmen harus disederhanakan dan
diinformasikan dengan baik kepada pekerja migran dan pemangku kepentingan,
termasuk melalui layanan satu pintu dan pusat sumber daya migran di tingkat
nasional dan lokal".156
Fasilitas lainnya seperti, asuransi kecelakaan kerja, perawatan medis, sakit
dan tunjangan kehamilan, uang pensiun, dan cacat serta kematian, juga tidak akan
dapat diakses oleh pekerja migrant yang menggunakan jalur ilegal. Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) merupakan program yang sangat diunggulkan oleh
Malaysia. AFML kedelapan, dimana Malaysia menjadi tuan rumah membahas dua
hal penting, yaitu K3 dan pengawasan ketenagakerjaan (labour inspection).Dalam
rekomendasinya di AFML kesembilan, point penting yang banyak disampaikan
oleh wakil Malaysia adalah terkait K3, termasuk di dalamnya menghindari adanya
diskriminasi dalam akses kesehatan baik bagi pekerja lokal ataupun pekerja
migrant.
Salah satu rekomendasi dalam AFML kedelapan menyatakan,
“menguatkan implementasi K3 oleh departemen ketenagakerjaan dengan
kolaborasi bersama agensi-agensi terkait (kesehatan dan asuransi) dan pemangku
kepentingan (kedutaan besar/atase tenaga kerja, serikat buruh, organisasi
pengusaha/majikan, agensi penempatan luar negeri, organisasi masyarakat sipil)
156
Recommendations the 7th ASEAN Forum on Migrant Labour dalam https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/documents/meetingdocument/wcms_322400.pdf diakses pada tanggal 30 April 2019. Pdf diakses melalui https://www.ilo.org/asia/WCMS_322400/lang--en/index.htm
86
di dalam dan seluruh negara anggota ASEAN”.157
Hal ini direalisasikan oleh
Malaysia dengan menjadi negara yang mempelopori pendidikan K3 bersama
Singapura.
Department of Occupational Safety and Healthy (DOSH)
menyelenggarakan program penjangkauan dengan asosiasi pengusaha untuk
menyebarluaskan informasi K3 dan mendidik karyawan mereka (baik pekerja
lokal dan migran) tentang masalah K3 melalui bahan komunikasi seperti poster
dan selebaran. Selain itu, National Institute of Occupational Safety and Healthy
(NIOSH) melatih pemberi kerja tentang peraturan dan standar terkait pencegahan
serta identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko untuk
keselamatan pekerja. Salah satu insiatif yang dikembangkan dan
diimplementasikan oleh NIOSH adalah Safety Passport System, serangkaian
pelatihan dan penilaian untuk kelompok sasaran pekerjaan tertentu, seperti
Contractor Safety Passport (CSPS), Oil and Gas Safety Passport (OGSP), dan
NIOSH TNB Safety Passport (NTSP). Pada tahun 2014, sekitar 5266 pekerja
migrant menerima Safety Passport.158
Kementerian Kesehatan Malaysia juga mengimplementasikan the Foreign
Workers Health Insurance Protection Scheme. Skema ini termasuk jaminan
kesehatan untuk rawat inap dan operasi yang ditanggung oleh pemerintah
157
ILO, ASEAN Forum On Migrant Labour: Background Information Booklet (3rd
Edition), Thailand, 2018. hlm. 32-34. 158
ILO, Progress of the Implementation of Recommendations Adopted at the 3rd
-8th
ASEAN Forum On Migrant Labour: Backgorund Paper to the 9
th AFML, Thailand, 2017. Hlm. 10.
87
Malaysia dengan dana mencapai sekitar MYR10,000 per tahun.159
Malaysian
Trade Unions Congress (MTUC) bekerjasama dengan Tenaganita (CSO) dan ILO
telah membentuk Migrants Resource Centres (MRCs) di Johor, Kuala Lumpur-
Selangor, dan Penang. Staf MRCs menyelenggarakan workshop untuk
meningkatkan kesadaran di kalangan pekerja migran tentang hak-hak buruh
mereka dan hak-hak terkait penangkapan dan penahanan, demikian juga cara
mengatur diri mereka sendiri dan/atau bergabung dengan serikat pekerja. Pekerja
migran yang terpilih telah dilatih untuk menjadi konselor sebaya dan diharapkan
untuk menjangkau rekan kerja yang berada dalam kesulitan.160
Pengadaan setiap fasilitas yang dilakukan di Malaysia merupakan upaya
dalam meyakinkan pekerja migrant bahwa jalur yang disiapkan pemerintah
merupakan jalur terbaik dalam migrasi, khususnya dalam hal pekerjaan. Akan
tetapi, hingga tahun 2017-2018, Malaysia masih menemukan tenaga kerja ilegal di
negaranya. Dilakukannya razia tenaga kerja pada tahun 2017 menunjukan masih
adanya tenaga kerja asing ilegal. Meski sudah menyiapkan segala model fasilitas
yang memungkinkan kemudahan penyebaran informasi, tenaga kerja asing ilegal
masih menjadi masalah di Malaysia. Pertanyaannya, apakah rekomendasi yang
diberikan AFML kurang efektif dalam membantu Malaysia menangani tenaga
kerja asing ilegal?.
Ada banyak faktor yang dapat menjadi jawaban dari pertanyaan tersebut.
Faktor pertama adalah kurangnya edukasi dari pekerja migrant sendiri. Tenaga
159
Ibid. hlm. 18. 160
Ibid. Hlm. 9-10.
88
kerja asing ilegal didominasi oleh tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan
yang terbilang rendah. Banyak dari TKA tidak memahami birokrasi yang
diterapkan pemerintah, meski sudah dibentuk sesederhana mungkin. Faktor ini
didukung oleh banyaknya pihak yang mencari keuntungan dari ketidaktahuan
TKA terkait jalur resmi pemerintah. Mudahnya tawaran para calo membuat para
TKA lebih memilih jalur ilegal. Hal ini membudaya di kalangan para TKA.
Mereka akan menawarkan kepada teman atau sanak saudara yang juga
membutuhkan pekerjaan jalur mendapatkan pekerjaan yang mereka tempuh.
Tidak pastinya jumlah TKA ilegal dan bidang-bidang pekerjaan apa saja yang
menjadi sasaran mereka, membuat pemerintah kesulitan menentukan kebijakan
yang tepat untuk menangani hal ini. Jumlah TKA ilegal tidak pernah diketahui
secara pasti. Pemerintah hanya memiliki data TKA ilegal yang terjaring razia saja.
Jalur yang digunakan juga tidak jelas diketahui. TKA hanya ditangkap lalu
kemudian dideportasi.
Tujuan dari dimunculkannya rekomendasi-rekomendasi AFML adalah
meyakinkan para calon TKA maupun TKA bahwa jalur yang disediakan
pemerintah adalah jalur yang terbaik dan sudah sangat lengkap. Akan tetapi, hal
ini tidak menjamin penyebaran informasi mengenai jalur ilegal dari para TKA
sendiri juga tidak masive dilakukan. Tidak hanya mengenai jalur masuk saja,
TKA ilegal juga datang dari TKA yang sebelumnya menggunakan jalur legal atau
yang disediakan pemerintah. Akan tetapi, dengan begitu terbukanya kesempatan
kerja, TKA pun banyak yang menyalahi aturan. Misal, dengan bekerja di luar
89
sektor yang sudah ditentukan.161
Ketidakpastian nasib setelah kembali ke negara
asal juga menjadi salah satu faktor munculnya TKA ilegal. Para TKA sudah
mendapatkan pekerjaan yang layak di negara tujuan. Belum tentu mereka akan
mendapatkannya kembali di negara asal mereka setelah masa bekerja habis. Oleh
karena itu, banyak TKA yang melanggar aturan masa bekerja dengan tetap tinggal
meski izin tinggal dan bekerjanya sudah habis.
AFML membicarakan hal ini dalam pertemuan keempat yang bertemakan,
Development of a public campaign to promote understanding, rights and dignity
of migrant workers in countries of destination: return and reintegration and
development of sustainable alternatives in countries of origin. Akan tetapi, belum
ada negara yang merealisasikan rekomendasi terkait hal ini. Bahkan di Malaysia
sendiri, sering terjadi deportasi masal akibat banyaknya TKA ilegal. Pada
kesimpulannya, ASEAN telah berusaha memberikan cara terbaik untuk para
pemangku kepentingan terkait penanganan kasus TKA ilegal. Akan tetapi, budaya
penyebaran informasi terkait jalur ilegal oleh para TKA sendiri, dan belum
terealisasikannya beberapa rekomendasi yang menjadi kebutuhan dasar para TKA,
juga menghambat upaya penanganan tersebut.
161
Malaysia Continues Crackdown on Illegal Migrant Workers Even as Businesses Cry Foul dalam https://www.channelnewsasia.com/news/asia/malaysia-continues-crackdown-on-illegal-migrant-workers-even-as-9033668 diakses pada tanggal 8 Mei 2019.
90
BAB V
KESIMPULAN
Hingga tahun 2018, sudah sebelas AFML yang dijalankan dan
sudah begitu banyak rekomendasi dalam beberapa bidang kebutuhan
tenaga kerja yang dimunculkan. Akan tetapi, rekomendasi-rekomendasi
tersebut belum mampu menangani kemunculan tenaga kerja asing ilegal,
khususnya di Malaysia. AFML sebagai sebuah forum regional telah
menyediakan platform terbaik bagi para pemangku kepentingan dalam
menyelesaikan hal ini. Akan tetapi, hingga tahun 2018 sendiri, TKA
illegal masih muncul, khususnya di Malaysia.
Malaysia, hingga hari ini, masih menghadapi permasalahan TKA
ilegal. Dengan menjadi bagian dari AFML dan merealisasikan beberapa
rekomendasi AFML, tidak dapat dengan mudah membantu Malaysia
menyelesaikan permasalahan tersebut. Malaysia mengimplementasikan
banyak dari rekomendasi AFML. Malaysia ikut meratifikasi ILO Worst
Form of Child Labour Convention, 1999 dalam rangka menghindari
human trafficking dan masuknya TKA illegal dari kalangan anak-anak.
Malaysia banyak mengimplementasikan rekomendasi terkait K3, seperti
membentuk Safety Passport System, bekerjasama dengan organisasi
pengusaha untuk penyebaran informasi terkait peningkatan kesadaran K3,
dan mengimplementasikan Foreign Workers Health Insurance Protection
Scheme. Hal ini dilakukan untuk menjamin tercapainya K3 di kalangan
91
pekerja dan meyakinkan TKA bahwa sistem migrasi yang dimiliki
pemerintah menjamin kebutuhan dasar TKA dalam hal kesehatan.
MTUC bekerjsama dengan Tenaganita juga telah membentuk
MRCs di Johor, Kuala Lumpur-Selangor, dan Penang, yang banyak
menyelenggarakan workshop terkait peningkatan kesadaran hak-hak TKA.
Upaya ini dilakukan Malaysia untuk mempermudah akses informasi bagi
TKA. Selain itu, Malaysia juga mencoba mempermudah komunikasi
dengan negara-negara pengirim, para pekerja migrant, serta perwakilan
perusahaan, dengan memperkenalkan Foreign Workers Centralized
Management System (FWCMS). Untuk mempermudah birokrasi terkait
izin kerja atau izin tinggal, Malaysia telah menyiapkan Malaysian E-
Governance System (www.MyEG.com.my).
Hal ini tidak membuat kemunculan TKA illegal di Malaysia
terhenti. Razia TKA illegal yang dilakukan Malaysia di tahun 2017
membuktikan hal ini. Malaysia melakukan dua razia pada akhir tahun
2017 hingga awal 2018, yaitu razia TKA illegal terkait pembuatan E-Kad
dan pelaksanaan 3+1 Amnesty Programme. Masing-masing program ini
menemukan banyak TKA illegal. Program razia terkait E-Kad sendiri
menemukan sekitar 3,300 TKA illegal di sepuluh hari pertama.162
3+1
Amnesty Programme menjaring sekitar 29,040 immigrant illegal. Jumlah
immigrant terbanyak yang tertangkap adalah dari Indonesia sekitar 9,759
162
Malaysia Continues Crackdown on Illegal Migrant Workers Even as Businesses Cry Foul dalam https://www.channelnewsasia.com/news/asia/malaysia-continues-crackdown-on-illegal-migrant-workers-even-as-9033668 diakses pada tanggal 24 Mei 2019.
92
orang, diikuti Bangladesh (5,959 orang), Filipina (2,820 orang), dan
Myanmar (2,715 orang).163
Hal ini dapat dijelaskan dengan beberapa alasan, seperti 1) tidak
pahamnya TKA dengan birokrasi pemerintah, 2) tidak diketahuinya
jumlah pasti TKA illegal dan sektor yang ditempati, 3) penyebaran
informasi terkait jalur illegal oleh TKA sendiri, dan 4) tidak pastinya nasib
TKA setelah kembali ke negara asal.Selain itu, rekomendasi-rekomendasi
yang dimunculkan AFML juga banyak yang membutuhkan penyesuaian
terhadap angggaran, aturan, dan kebutuhan negara. Faktor-faktor ini
menjadi hambatan utama tidak tercapainya tujuan AFML dalam
menangani kemunculan TKA illegal.
ASEAN sebagai penanggung jawab sekaligus penyelenggara
AFML sudah menyiapkan platform terbaik bagi pemangku kepentingan
terkait TKA. Akan tetapi, beberapa faktor di atas masih menjadi hambatan
tercapainya penanganan kasus tenaga kerja illegal.
163
Immigration set to crackdown hard on illegals, human traffickers dalam https://www.thestar.com.my/news/nation/2018/08/30/immigration-set-to-crack-down-hard-on-illegals-human-traffickers/ diakses pada tanggal 24 Mei 2019.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal
Ajis, Mohd Na‟eim, dkk., “The Dilemma of Managing Foreign Workers in Malaysia:
Opportunities and Chalenges”, Global Journal of Human-Social Science: F Political
Science, Volume 14, Issue 4, Version 1.0, USA: Global Journals Inc., 2014.
Ajis, Mohd Nae‟im, dkk., Managing Foreign Workers in Southeast Asian Countries,
“Journal of Asia Pacific Studies”, no. 3, vol. 1, 2010.
Ardiansyah, Syamsul, Memorandum of Misunderstanding: Policy Brief on Bilateral
Labour Agreement of Indonesian, Institute for National and Democratic Studies,
2008.
Harkins, Benjamin, Review of Labour Migration Policy in Malaysia, Bangkok: ILO
Regional Office for Asia and the Pacific, 2016.
Hwok-Aun, Lee, & Khor Yu Leng, Counting Migrant Workers in Malaysia: A
Needlessly Persisting Conundrum, ISEAS: Singapura, 2018.
Ismail, Rahmah & Ferayuliani Yuliyusman, Foreign Labour on Malaysian Growth,
“Journal of Economic Integration”, Vol. 29 No. 4, Center for Economic Integration:
Sejong University, Desember 2014.
Ismail, Rahmah, Impact of Foreign Workers in Labour Productivity: Analysis of Firm
Level Data, “International Journal of Productivity & Quality Management”, Vol. 16,
No. 1, University Kebangsaan Malaysia: Selangor, 2015.
Jr., Aniceto Orbita & Kathrina Gonzales, Managing International Labour Migration
in ASEAN: Themes from a Six-Country Study, Philippine Institute for Development
Studies, 2013.
Jr., Philip S. Robertson, Migrant Workers in Malaysia – Issues, Concerns, and Points
for Action, Fair Labour Association, 2008.
Kanaphaty, Vijayakumari, Migrant Workers in Malaysia: An Overview, Presented
Paper at the Workshop on an East Asian Cooperation Framework for Migrant
Labour, Kuala Lumpur, 6-7 December 2006.
Kassim, Azizah, & Raqayah Haji Mat Zin, Policy on Irregular Migrants in Malaysia:
An Analysis of Its Implementation and Effectiveness, “Discussion Paper Series no.
2011-34”, Phillippine Institute for Development Studies: Philippine, 2011.
Larsen, Jacqueline Joudo, Migration and People Trafficking in Southeast Asia,
“Trends & Issues in Crime and Criminal Justice”, No. 401, Australian Institute of
Criminology, November 2010.
Nadzir, Mohammad, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.
Othman, Muhammad Badri Bin, Illegal Immigrant Issue in Malaysia: A Review From
An Islamic Perspective, “Southeast Asia Journal on Contemporary Business,
Economics, and Law”, Vol. 10, Issue 4 (Augusts), University Sains Islam Malaysia:
Malaysia, 2016.
Othman, Siti Awanis & Rohani Abdul Rahim, Migrant Workers in Malaysia:
Protection of Employers, “Pertanika Journals: Social Sciences & Humanities”, 22 (S):
271-282 (2014).
Rahman, Hamzah Abdul, dkk., Negative Impact Induced by Foreign Workers:
Evidence in Malaysian Construction Sector, “Habitat International”, 36(4) dalam
Rustamov, Sirus, Thesis: Global Governance of Migration, Sweden: Linkopings
Universitet, 2011.
S, Nuraeini, Deasy Silvya, Arfin Sudirman, Regionalisme Dalam Studi Hubungan
Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Satria, Dendy Perwira D., Skripsi: Upaya Kedutaan Besar Republik Indonesia
(KBRI) di Singapura dalam Pelayanan Warga Negara Indonesia (WNI) dan
Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B) di Singapura
Antara Tahun 2011-2015, Ciputat: UIN Jakarta, 2017.
The Philippine Institute for Development Studies, Enhancing the Protection and
Promotion of Migrant Workers’ Rights in ASEAN, “Policy Brief No. 05”, The PIDS:
Philippines, 2012.
Thillainathan, R. & Kee-Cheok Cheong, Malaysia’s New Economic Policy, Growth
and Distribution: Revisiting the Debate, “Malaysian Journal of Economic Studies”
53(1), University of Malaya, 2016.
Internet
“Malaysia Rekrut Kembali Tenaga Asing Gelap Temasuk TKI” dalam
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/02/160218_dunia_malaysia_tki diakses
pada tanggal 7 Desember 2017.
11th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam
https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_644224/lang--en/index.htm diakses pada
tanggal 9 Desember 2018.
3+1 Programme: 840,000 illegal immigrants surrender to Immigration Dept dalam
http://www.thesundaily.my/news/2018/08/04/31-programme-840000-illegal-
immigrants-surrender-immigration-dept diakses pada tanggal 16 Oktober 2018.
400,000 Illegal Immigrants Repatriated – Task Force dalam
http://www.theborneopost.com/2013/01/16/400000-illegal-immigrants-repatriated-
task-force/ diakses pada tanggal 16 Oktober 2018.
6 Rekomendasi Serantau untuk Perlindungan Sosial BMI Malaysia dalam
https://buruhmigran.or.id/2016/10/24/6-rekomendasi-serantau-untuk-perlindungan-
sosial-bmi-malaysia/ diakses pada tanggal 15 April 2019.
8th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam
https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_439655/lang--en/index.htm diakses pada
tanggal 29 November 2018.
Agents to Blame for Huge Number of Illegal Foreign Workers dalam
https://www.nst.com.my/news/exclusive/2018/07/395563/agents-blame-huge-
number-illegal-foreign-workers diakses pada tanggal 27 September 2018.
Immigration Detains 28 Employers, 1,500 Illegal Workers dalam
https://www.freemalaysiatoday.com/category/nation/2017/07/03/immigration-
detains-28-employers-1500-illegal-workers/ diakses pada tanggal 26 September 2018.
Immigration set to crackdown hard on illegals, human traffickers dalam
https://www.thestar.com.my/news/nation/2018/08/30/immigration-set-to-crack-
down-hard-on-illegals-human-traffickers/ diakses pada tanggal 10 September 2018.
Kadar Levy Baharu Pekerja Asing Beri Pendapatan dalam
http://www.sinarharian.com.my/mobile/nasional/kadar-levi-baharu-pekerja-asing-
beri-pendapatan-1.479908 diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
Kenaikan Biaya Levy Hanya di Semenanjung Malaysia dalam
https://buruhmigran.or.id/2016/03/22/kenaikan-biaya-levy-hanya-di-semenanjung-
malaysia/ diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
Malaysia Begins Crackdown on Illegal Foreign Workers dalam
https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/malaysia-begins-crackdown-on-illegal-
foreign-workers diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
Malaysia Continues Crackdown on Illegal Migrant Workers Even as Businesses Cry
Foul dalam https://www.channelnewsasia.com/news/asia/malaysia-continues-
crackdown-on-illegal-migrant-workers-even-as-9033668 diakses pada tanggal 30 Mei
2018.
Malaysia Population dalam http://www.worldometers.info/world-
population/malaysia-population/ diakses pada tanggal 12 September 2018.
More Than 1.7 Million Foreign Workers in Malaysia; Majority from Indonesia dalam
https://www.nst.com.my/news/nation/2017/07/261418/more-17-million-foreign-
workers-malaysia-majority-indonesia diakses pada tanggal 10 September 2018.
More Than 1.7 Million Foreign Workers in Malaysia; Majority from Indonesia dalam
https://www.nst.com.my/news/nation/2017/07/261418/more-17-million-foreign-
workers-malaysia-majority-indonesia diakses pada tanggal 10 September 2018.
Pungutan di Malaysia Naik, Buruh Migran Makin Tercekik dalam
https://buruhmigran.or.id/2016/02/01/pungutan-di-malaysia-naik-buruh-migran-
makin-tercekik/ diakses pada tanggal 30 Mei 2018.
Ratusan TKI Illegal Ditangkap Malaysia, Indonesia Kirim Nota Diplomatik dalam
https://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/22353841/ratusan.tki.ilegal.ditangkap.
malaysia.indonesia.kirim.nota.diplomatik diakses pada tanggal 15 Agustus 2018.
Reccomendations: The 7th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-
bangkok/documents/meetingdocument/wcms_322400.pdf diakses pada tanggal 29
November 2018, hlm. 1-4. Pdf dapat diakses melalui
https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_322619/lang--en/index.htm
Recommendations from the 3rd
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-
bangkok/documents/meetingdocument/wcms_213739.pdf diakses pada tanggal 22
Oktober 2018, hlm. 2. Pdf dapat diakses melalui
https://www.ilo.org/asia/WCMS_213739/lang--en/index.htm
Recommendations the 10th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam
https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_584087/lang--en/index.htm diakses pada
tanggal 9 Desember 2018.
RP Asks Malaysia to Ensure Orderly Repartriation of OFWs dalam
https://www.philstar.com/headlines/2006/06/25/343785/rp-asks-malaysia-ensure-
orderly-repatriation-ofws diakses pada tanggal 16 Agustus 2018.
Summary Record of the 2nd
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-
bangkok/documents/meetingdocument/wcms_213740.pdf diakses pada 18 Oktober
2018, hlm. 2. Link pdf dapat diakses melalui
https://www.ilo.org/asia/WCMS_213740/lang--en/index.htm .
Terancam Razia, Ratusan TKI ‘Bertahan dan Bersembunyi’ di Malaysia dalam
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40482368 diakses pada tanggal 30 Mei
2018.
Thailand and Malaysia Top Countries for ASEAN Labour Migration dalam
https://theaseanpost.com/article/thailand-and-malaysia-top-countries-asean-labour-
migration diakses pada tanggal 10 September 2018.
The 4th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-
bangkok/documents/meetingdocument/wcms_213738.pdf diakses pada tanggal 24
Oktober 2018, hlm. 1-2. Pdf dapat diakses melalui
https://www.ilo.org/asia/projects/WCMS_213738/lang--en/index.htm .
The 6th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-
bangkok/documents/meetingdocument/wcms_234228.pdf diakses pada tanggal 29
November 2018, hlm. 1-4. Pdf dapat diakses melalui
https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_209146/lang--en/index.htm
The 9th
ASEAN Forum on Migrant Labour dalam
https://www.ilo.org/asia/events/WCMS_535052/lang--en/index.htm diakses pada
tanggal 7 Desember 2018.
The ASEAN Forum on Migrant Labour dalam
http://www.ilo.org/asia/WCMS_416365/lang--en/index.htm diakses pada tanggal 9
Agustus 2018.
The Impact of Foreign Labour on Malaysian Society dalam
https://www.ukessays.com/essays/economics/the-impact-of-foreign-labor-on-
malaysian-society-economics-essay.php diakses pada tanggal 27 September 2018.
The World Bank in Malaysia: Overview dalam
http://www.worldbank.org/en/country/malaysia/overview#1 diakses pada tanggal 12
September 2018.
The World Bank National Accounts Data: Selected Country Malaysia dalam
https://data.worldbank.org/indicator/NV.IND.TOTL.CN?end=2017&locations=MY&
start=1960&type=shaded&view=chart diakses pada tanggal 10 September 2018.
Workers Fear Arrest in Malaysia dalam
https://www.phnompenhpost.com/national/workers-fear-arrest-malaysia diakses pada
tanggal 16 Agustus 2018.
Laporan
Department of Statistic Malaysia, Press Release Current Populations Estimates,
Malaysia, 2016-2017, Department of Statistic Malaysia: Malaysia, 2017.
ILO, Background Paper: Progress on the Implementation of the Recommendations
adopted at the 3rd and 4th ASEAN Forum on Migrant Labour, ILO Regional Office
for Asia and the Pacific: Bangkok, 2012.
ILO, Progress of the implementation of recommendations adopted at the 3rd
-8th
ASEAN Forum on Migrant Labour: Background Paper to the 9th
AFML, ILO
Regional Office for Asia and the Pacific: Bangkok, 2017.
ILO, The 8th
ASEAN Forum On Migrant Labour (AFML): Labour Inspection for the
Protection of the Rights of Migrant Workers, ILO: Thailand, 2015.
ILO, The ASEAN Forum on Migrant Labour (AFML) : Background information
booklet / Tripartite Action for the Protection and Promotion of the Rights of Migrant
Workers in the ASEAN Region (ASEAN TRIANGLE project) , ILO Regional Office
for Asia and the Pacific: Bangkok, 2014.
ILO, The ASEAN Forum On Migrant Labour: Background Information Booklet (3rd
Edition), Thailand, 2018.
The World Bank, Foreign Workers in Malaysia: Assessment of Their Economic
Effects and Review of the Policy, „The World Bank, EASHS, KNOMAD Seminar
Series‟, Human Development Department Social Protection and Labor Unit, June
13th
, 2013.