asbabun nuzul - ulumul qur'an
TRANSCRIPT
ASBABUN NUZUL
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : H. Fakhrudin Aziz, Lc., PgD., MSI
Disusun Oleh :
Kholida Zia Rahmanika (113411083)
TADRIS BAHASA INGGRIS
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN WALISONGO SEMARANG
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam studi Al-Qur’an ada beberapa kajian yang berkaitan erat dengan
ilmu sejarah. Sebagaimana pengetahuan tentang sejarah itu sendiri sangatlah
penting, maka materi-materi Ulumul Qur’an yang berkaitan dengan sejarah
emnajdi sangat urgen untuk diperdalam. Bagaimanapun, pengetahuan tentang sisi
kesejarahan Al-Qur’an akan sangat menentukan penafsirannya.
Sebagai wujud sebuah teks, untuk memahami Al-Qur’an akan kurang
tepat jika alat yang digunakan hanya terbatas pengetahan tentang makna-makna
luar dari teks tersebut. Pemahaman yang komprehensif dan objektif tentunya
harus didukung dengan sebah pengetahuan yang cukup tentang sisi-sisi historis
dibalik teks tersebut. Sisi inilah yang menjadi garapan utuh dalam disiplin kajian
yang bernama asbâb an-nuzûl.
Oleh karena itu, dalam makalah kali ini akan dibahas tentang ilmu
asbabun nuzul dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian dari Asbabun Nuzul?
2. Apa Funsi Asbabun Nuzul Dalam Memahami Al-Qur’an?
3. Sebutkan Klasifikasi Asbabun Nuzul Ayat dan Contoh!
4. Sebutkan Aneka Riwayat Tentang Sebab Turunnya Satu Ayat!
2
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Asbabun Nuzul
Ungkapan asbâb an-nuzûl terdiri dari dua kata, yaitu asbâb dan an-
nuzûl. Kata asbâb merupakan jama’ dari sabab dan an nuzûl adalah masdar
dari nazala. Secara harfiah, sabab berarati sebab atau beberapa latar
belakang. Sedangkan an nuzûl berarti turun. Maka dengan demikian, kata
asbâb an nuzûl secara harfiah berarti sebab-sebab turun atau beberapa latar
belakang yang membuat turun. Jika dikaitkan dengan Al-Qur’an, maka
asbâb an nuzûl itu bermakna beberapa latar belakang atau sebab yang
membuat turunnya Al-Qur’an.
Secara istilah asbâb an-nuzûl dapat didefinisikan kepada “suatu ilmu
yang mengkaji tentang sebab-sebab atau hal-hal yang melatarbelakangi
turunnya Al-Qur’an”. Menurut Az-Zarqani, asbâb an-nuzûl adalah peristiwa
yang menjadi sebab turunnya suatu ayat atau beberapa ayat dimana ayat
tersebut pada waktu terjadinya. Atau suatu pertanyaan yang ditujukan
kepada Nabi, dimana pertanyaan itu menjadi sebab turunnya suatu ayat
sebagai jawaban atas pertanyaan itu.1
Terkadang ada satu kasus (kejadian). Dari kasus tersebut turun satu
atau beberapa ayat yang berhubungan dengan kasus tersebut, itulah yang
disebut Asbabun Nuzul. Dari segi lain, kadang-kadang ada suatu pertanyaan
yang dilontarkan kepada Nabi SAW dengan maksud minta ketegasan tentang
hukum syara‘ atau mohon penjelasan secara terperinci tentang urusan
agama, oleh karena itu turun beberapa ayat, yang demikian juga disebut
Asbabun Nuzul.2
1 Az-Zarqani ,Manâhil Al-‘Irfân fi ‘Ulumûl Qur’ân, Beirut: Dar Al-Fikr, 1988, hlm. 99.2 Ash-Shabuny, Muhammad Aly, Pengantar Study Al-Qur’an,Bandung:Al Ma’arif, 1987, hlm. 45.
3
B. Fungsi Asbabun Nuzul Dalam Memahami Al-Qur’an
Asbâb an-nuzûl suatu ilmu yang sangat penting dikuasai oleh
seseorang dalam menafsirkan Al-Qur’an. Tanpa bantuan ilmu ini seseorang
bisa salah dalam menafsirkannya, karena ayat AL-Qur’an kadang-kadang
menjelaskan hukum secara umum sedangkan yang dimaksud adalah khusus
yang menyangkut dengan peristiwa itu saja. Al-Wahadi mengatakan : tidak
mungkin menafsirkan Al-Qur’an tanpa mengetahui kisah dan penjelasan
turunnya.3
Adapun faedah dari ilmu Asbabun Nuzul dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Mengetahui bentuk hikmah rahasia yang terkandung dalam hukum.4 Hal
ini seperti yang terlihat dalam asbabun nuzul, artinya:
“Maka siapa saja di antara kamu yang sakit atau gangguan di
kepalanya (kemudaian dia mencukur rambutnya), maka hendaklah dia
membayar fidyah dengan perpuasa, atau bersedekah atau berkurban.”
(QS. Al-Baqarah : 196).
Asbabun Nuzul ayat ini berkaitan dengan apa yang dialami oleh
Ka’ab ketika ihran, yaitu terdapat banyak kutu di kepalanya sehingga
dia merasa susah dengan keadaan itu. Dia ingin mencukur rambunya,
tetapi hal itu terlarang karena dalam ihram. Maka ayat ini turun
membolehkan Ka’ab menukur rambutnya dengan syarat bahwa dia
mesti membayar fidyah slah satu di antara tiga hal; berpuasa, memberi
makan fakir miskin, atau berkurban. Keringanan seperti ini juga berlaku
pada siapa saja, jika mengalami peristiwa atau keadaan yang sama.5
3 Yusuf, Kadar M, Studi Al-Qur’an, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, hlm. 95.4 Ash-Shabuny, Muhammad Aly, Pengantar Study Al-Qur’an,Bandung:Al Ma’arif, 1987, hlm.395 Yusuf, Kadar M, Studi Al-Qur’an, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, hlm. 97.
4
b. Menentukan hukum (takhshish) dengan sebab menurut orang yang
berpendapat bahwa suatu ibarat itu dinyatakan berdasarkan khusunya
sebab. Sebagai contoh dapat dikemukakan pada ayat yang artinya:
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang
gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka
dipuji dengan perbuatan yang belum mereka kerjakan; janganlah kamu
menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa; padahal bagi mereka
siksaan yang pedih.” (QS. Ali Imran : 188).
Diriwayatkan bahwa Marwan berkata kepada penjaga pintunya,
“Pergilah, hai Rafi‘, kepada Ibnu Abbas dan katakan kepadanya, Yang
sekiranya setiap orang di antara kita bergembira dengan apa yang telah
dikerjakan dan ingin dipuji dengan perbuatan yang belum dikerjakan itu
akan disiksa, niscaya kita semua akan disiksa.” Ibnu Abbas berkata,
“Mengapa kamu berpendapat demikian mengenai ayat ini? Ayat ini
turun berkenaan dengan Ahli Kitab. Kemudian membaca ayat, “Dan
ingatlah ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang etlah
diberi Kitab...” (Ali Imran : 187) Lalu Ibnu Abbas melanjutkan,
“Rasulullah menanyakan kepada mereka tentang sesuatu, tetapi mereka
menyembunyikannya dengan mengalihkan kepada persoalan lain. Itulah
yang mereka tunjukkan
Kepada beliau. Kemudian mereka pergi, menganggap bahwa mereka
telah memberitahukan kepada Rasulullah yapa yang ditanyakan kepada
mereka. Dengan perbuatan itu mereka ingin dipuji oleh Rasulullah dan
mereka gembira dengan apa yang mereka kerjakan, yaitu
menyembunyikan apa yang ditanyakan kepeda mereka itu.”6
c. Menghindarkan prasangka yang mengatakan arti hashr dalam suatu ayat
yang zhahirnya hashr.
6 Al-qaththan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006. Hlm. 96.
5
Sebagian Imam mengalami kesulitan dalam memahami makana syarat
“inir tabtum” dalam firman Allah swt:
“Dan perempuan-perempuanyang terhenti dari haid diantara perempu-
an-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang) masa iddahnya maka
iddah mereka 3 bulan.” (QS. Ath-Thalaq: 4).
Golongan zhahiriah berpendapat bahwa Ayisah (wanita yang tidak
lagi haid karena sudah lanjut usia) mereka tidak perlu masa iddah jika
keayisahannya tidak diragukan lagi. Kesalahpemahaman mereka akan
nampak dengan berdasarkan Asbabun Nuzul, dimana ayat tersebut adlah
merupakan khitab (ketentuan) bai orang yang tidak mengetahui
bagaimana seharusnya dalam masa iddah, serta mereka ragu apakah
mereka perlu iddah atau tidak. Ayat turun setelah ada sebagian sahabat
yang mengatakan bahwa diantara iddah kaum wanita yang ayisah.
Setelah itu turunlah ayat yang menjelaskan ketentuan tentang mereka.7
d. Mengetahui siapa orangnya yang menjadi kasus turunnya ayat serta
memberikan ketegasan bila terdapat keragu-raguan. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Syafi’i tentanh firman Allah swt:
“Katakanlah! Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakan-
nya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau
daging babi, akrena sesungguhnya semua itu kotor, atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-Anam : 145).
Dalam hal ini beliau mengungkapkan yang maksudnya: bahwa
orang kafir ketika mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah dan
menghalalkan apa yang diharamkan Allah serta mereka terlalu
berlebihan, maka turunlah ayat sebagai bantahan terhadap mereka.
Dengan demikian seolah-oleh Allah berfirman “Yang halal hanya yang
7 Ash-Shabuny, Muhammad Aly, Pengantar Study Al-Qur’an,Bandung:Al Ma’arif, 1987, hlm. 42.
6
kamu anggap haram dan yang haram itu yang kamu anggap halal.”
Dalam hal ini Allah tidak bermaksud menetapkan kebalikan ketentuan
di atas melainkan sekedar menjelaskan ketentuan yang haram
samasekali tidak menyinggung-nyinggung yang halal.
Iama Al-Haramain berkata “uslub ayat tersebut sangat indah.
Kalau saja Imam Syafi’i tidak mengatakan pendapat yang demikian
niscaya kami tidak dapat menarik kesimpulan perbedaan Imam Malik
dalam hal hashr/batasan hal yang diharamkan sebagaimana disebutkan
dalam ayat diatas.”8
C. Klasifikasi Asbabun Nuzul Ayat dan Contoh
Ababun nuzul diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu bentuk peristiwa atau kejadian dan kedua, dalam bentuk pertanyaan. Sedangkan asbabun nuzul dalam bentuk peristiwa ini dibagi menjadi tiga oleh para mufassir. Yaitu:
1) Perdebatan (jadal), yaitu perdebatan antara seseama umat isalam atau antara umat isalam dengan orang-orang kafir, seperti perdebatan antara sahabt Nabi dengan orang Yahudi yang menyebabkan turunnya Surah Ali ‘imran(3) ayat 96. Mujahid berkata : suatu ketika orang Islam dan Yahudi saling membanggakan kiblart mereka. Orang yahudi berkata : Baitul Maqdis lebih utama dari Ka’bah karena kesanalah tempat berhijrahnya para nabi dan ia terletak pada tanah suci. Umat islam berkata pula, Ka’bahlah yang paling mulia dan utama. Maka kemudian turun surah Ali ‘imran (3) ayat 96 tersebut. Yaitu :
Artinya:
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat (beribadah) manusia ialah baitullah yang ada di Bakkah (mekah).
2). Kesalahan, yaitu peristiwa yang merupakan perbuatan salah yang dilakukan oleh sahabat kemudian turun ayat guna meluruskan kesalahan
8 Ash-Shabuny, Muhammad Aly, Pengantar Study Al-Qur’an,Bandung:Al Ma’arif, 1987, hlm. 43.
7
tersebut agat tidak terulang lagi. Seperti kejadian yang menyebabkan turunnya surat an-nisa (4) ayat 43, yaitu:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabukPada suatu ketika Abdurrahman bin Auf melakukan kenduri,dia mengundang para sahabat Nabi dan menjamu mereka dengan makanan dan minuman Khamr. Mereka pun berpeseta dangen makanan dan minuman tersebut kemudian mabuk. Selanjutnya, waktu maghrib pun tiba. Mereka lalu sholat dengan diimami oleh salah seorang diantara mereka. Sang imam dalam sholatnya membaca surah dengan bacaan yang salah; dia membaca surah Al-Kafirun (109) dengan tidak
membaca huruf nafi pada kata sehingga
ayat itu dibacanya dengan (aku sembah apa
yang kamu sembah). Peristiwa ini disampaikan kepada Nabi, maka
turunlah ayat diatas.3). Harapan dan kepentingan seperti turunnya ayat :
Artinya :Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit. Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada palingkanlah mukamu kearahnya. (QS. Al-baqarah(2) : 144)Al-barra’ mengatakan setelah sampai di kota Madinah, Rasul shalat menghadap baitul maqdis selama 16 bulan, padahal dia lebih suka berkiblat ke arah Ka’bah. Maka setiap kali sholat, Nabi selalu menengadah ka langit mengharap turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke kiblat. Karena itu turunlah ayat diatas.
Asbabun nuzul dalam bentuk pertanyaan juga dikategorikan
menjadi tigan macam. 1) pertanyaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
8
masa lalu 2) tenatang masa yang sedang berlangsung dan 3) masa yang akan
datang.
Contoh Asbabun Nuzul ayat.
ن� م�� ن� ه� ن م� م� م ه ن� م� ض�ى م� ن� م� ن� ه� ن م� م� مه ه ن� م� م� مه ال� ن�ا �ه �م م�ا م�ا ن�ا ه� �م م ل! م#ا م$ م� ن� م م� ن% ه� نل ا م� م�
) م& ن' �م ن م) ن�ا هل �� م م( م�ا م� ه* ر م, م- ن ن.) ۲۳م' م/ا م� ن� م0 م1 ض ه� نل ا م2 ذ3 م5 ه' م� ن� م� م� �ن م6 م( م� ن� م� م7 م�6ا ال هه ال� م8 م9 ن: م� ذل
ها ( م� ن� م> م�$ م$ا ن� ه1 م= م. م<ا مه ال� م�. م/ا ن� م� ن� م� م� م2 ن� ه- م' ن� م?ا م@ آاا )۲۶ش
“Di antara orang mukmin itu ada yang menepati janji mereka kepada Allah.
Di antara mereka ada yang gugur. Dan ada di antara mereka ada (pula)
yang meunggu-nunggu, dan mereka tidak mengubah (janjinya). Allah
memberikan balasan kepada orang yang benar itu karena kebenarannya,
dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya,atau menerima tobat
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Q.S Al-Ahzab : 23-24)
Ketika Rasulullah dan Abu Bakar hijrah dari Makkah ke Yastrib,
Anas ibn al-Nadhr termasuk rombongan yang sangat gembira menyambut
kedatangan Rasulullah saw. Anas merasa bahagia luar biasa ketika ia bisa
membawa keluarga dan sebagian besar anggota sukunya untuk menghadap
Rasulullah dan menyatakan sumpah setia mereka kepada Rasulullah. Mereka
menegaskan keislaman mereka, keimanan mereka kepada Allah swt dan
Muhammad ibn Abdullah sebagai Rasulnya. Anas ibn al-Nadhr bersumpah
kepada Tuhannya untuk senantiasa menyertai Rasulullah saw sebagai
penolong dan pelindungnya.
Kekalahan kaum muslim pada perang Uhud yang hampir
membinasakan kaum muslim dan Rasulullah swt. Hal itu menunjukkan
kesalahan kaum muslim karena mengabaikan perintah atasan. Pasukan
9
muslim banyak kehilangan pasukan, termasuk Anas ibn al-Nadhr, lelaki
pemberani yang berseru lantang untuk membangkitkan semangat kaum
muslim di perang Uhud ketika Rasulullah terluka.
Pahlawan itu gugur setelah menumbangkan banyak musuh. Kaum
muslim mendapati lebih dari delapan puluh luka di tubuh Anas, yang
disebabkan oleh tebasan pedang, lemparan tombak maupun anak panah.
Allah berkehendak untuk menenangkan hati Rasulullah dan kaum
muslim dengan menurunkan ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa Anas
ibn al-Nadhr telah memenuhi janjinya kepada Allah.9
D. Aneka Riwayat Tentang Sebab Turunnya Satu Ayat
Menurut hasby Ash Shiddieqy sebab nuzul adalah kejadian yang
karenanya diturunkan Al-Qur’an untuk menerangkan hukumnya pada hari
timbulnya kejadian itu dan suasana yang di dalam suasana itu Al-Qur’an
diturunkan serta membicarakan sebab tersebut, baik diturunkan langsung
sesudah terjadi sebab itu, atau kemudian lantaran suatu hikmah.10
Sebab nuzul ada dua macam :
a. Adanya peristiwa yang terjadi, maka turunlah ayat yang mengandung
hal itu. Contohnya riwayat yang dikemukakan oleh Al Tsa’laby dari
Ibnu Abbas mengatakan bahwa kaum Nasrani Najran dan kaum Yahudi
Madinah mengharap agar Nabi shalat menghadap qiblat mereka. Ketika
Allah membelokkan qiblat itu ke Ka’bah, mereka merasa keberatan,
kemudian mereka berusaha agar Nabi menyetujui qiblat sesuai dengan
agama mereka, maka turunlah ayat :
9 Fathi Fawzi Abd al-Mu’thi, Asbabun Nuzul untuk Zaman Kita, Jakarta: Zaman, 2011, hlm. 87-96.10 Dra. H. St. Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, Semarang: Adhi Grafika, 1993, hlm.81.
10
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada agama
mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk
(yang sebenarnya). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan
mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Alah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Q.S Al-Baqarah : 120).
Ayat tersebut menegaskan bahwa orang-orang Yahudi dan
orang-orang Nasrani tidak akan senang kepada Nabi Muhammad
walaupun keinginannya dikabulkan.
b. Adanya pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad saw.
Sebagai contoh, diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Mas’ud bahwa
Nabi saw pada suatu hari berjalan dengan bertongkat disertai Ibnu
Mas;ud, lewat didepan segolongan kaum Yahudi. Salah seorang mereka
bertanya: “Terangkan kepada kami tentang ruh?” Nabi berdiri sesaat,
dengan mengangkat kepalanya ke langit, beliau terlihat sedang
menerima wahyu. Lalu Nabi saw membaca :
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: Ruh itu
termasuk urusan Tuhan-ku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
kecuali sedikit.” (Q.S Al-Isra‘ : 85).
Kebanyakan ayat-ayat hukum turun dengan didahului sebab,
baik berupa peristiwa maupun pertanyaan dan sedikit sekali ayat-ayat
hukum yang tidak disebut sebab-sebab turunnya oleh para Mufassirin.
Tentang ayat-ayat yang tidak aada sebab nuzulnya adalah kebanyakan
kisah-kisah ummat dahulu, keadaan ni’mat surga, azab neraka dan berita
yang akan terjadi seperti surat Al-Qari’ah namun demikian ada juga
kisah yang ada sebab nuzulnya.11
11 Dra. H. St. Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, Semarang: Adhi Grafika, 1993, hlm. 82.
11
Kadang-kadang satu ayat memiliki beberapa riwayat yang
berhubungan dengan Asbab An-Nuzul. Dalam masalah ini, sikap seorang
Mufassir kepadanya sebagai berikut :
A. Apabila salah satu dari kedua riwayat itu shahih dan yang lain tidak,
maka kita harus mengambil yang shahih dan meninggalkan yang tidak
shahih.
B. Hendaklah ditarjihkan salah satunya selama masih ada alasan untuk
ditarjihkan. Meskipun keduanya sama-sama shahih, misalnya yang satu
diriwayatkan oleh perawi yang mendengar dari orang lain, atau yang
satu shahih Bukhari dan yang lain shahih Turmudzi.
C. Kedua riwayat tersebut sama-sama shahih dan tidak bisa ditarjihkan
salah satunya serta memungkinkan untuk dikumpulkan, maka ditetapkan
bahwa kedua riwayat tersebut menjadi sebab diturunkannya ayat
tersebut, karena kedua peristiwa tersebut berselang waktu yang pendek.
D. Kedua riwayat tersebut sama-sama shahih, keduanya tidak bisa
ditarjihkan salah satunya. Karena sebab-sebab itu berselang waktu yang
lama.12
12 Dra. H. St. Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, Semarang: Adhi Grafika, 1993, hlm. 87-90.
12
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Jika dikaitkan dengan Al-Qur’an, maka asbâb an nuzûl itu bermakna
beberapa latar belakang atau sebab yang membuat turunnya Al-Qur’an.
Adapun faedah dari ilmu Asbabun Nuzul dapat disimpulkan sebagai
berikut:
13
1. Mengetahui bentuk hikmah rahasia yang terkandung dalam hukum.
2. Menentukan hukum (takhshish) dengan sebab menurut orang yang
berpendapat bahwa suatu ibarat itu dinyatakan berdasarkan khusunya
sebab.
3. Menghindarkan prasangka yang mengatakan arti hashr dalam suatu ayat
yang zhahirnya hashr.
4. Mengetahui siapa orangnya yang menjadi kasus turunnya ayat serta
memberikan ketegasan bila terdapat keragu-raguan.
Ada tiga ungkapan yang menunjukkan asbabun nuzul suatu ayat. Dua
diantaranya dapat dipastikan sebagai asbabun nuzul. Dan satu lainnya tidak
secara pasti menunjukkan kepada asbabun nuzul ; mungkin asbabun nuzul
dan mungkin juga tidak.
Kadang-kadang satu ayat memiliki beberapa riwayat yang
berhubungan dengan Asbab An-Nuzul. Dalam masalah ini, sikap seorang
Mufassir kepadanya sebagai berikut :
1. Apabila salah satu dari kedua riwayat itu shahih dan yang lain tidak,
maka kita harus mengambil yang shahih dan meninggalkan yang tidak
shahih.
2. Hendaklah ditarjihkan salah satunya selama masih ada alasan untuk
ditarjihkan.
3. Kedua riwayat tersebut sama-sama shahih dan tidak bisa ditarjihkan
salah satunya serta memungkinkan untuk dikumpulkan, maka ditetapkan
bahwa kedua riwayat tersebut menjadi sebab diturunkannya ayat
tersebut, karena kedua peristiwa tersebut berselang waktu yang pendek.
4. Kedua riwayat tersebut sama-sama shahih, keduanya tidak bisa
ditarjihkan salah satunya. Karena sebab-sebab itu berselang waktu yang
lama.
B. Kritik dan Saran
14
Demikian makalah ini dibuat. Semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua serta dapat menambah pengetahuan kita tentang Asbabun Nuzul.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Amien.
15
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mu’thi, Fathi Fawzi Abd, Asbabun Nuzul untuk Zaman Kita, Jakarta: Zaman,
2011.
Al-qaththan, Syaikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006.
Ash-Shabuny, Muhammad Aly, Pengantar Study Al-Qur’an,Bandung:Al Ma’arif,
1987.
Az-Zarqani ,Manâhil Al-‘Irfân fi ‘Ulumûl Qur’ân, Beirut: Dar Al-Fikr,1988.
Dra. H. St. Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, Semarang: Adhi Grafika,
1993.
Yusuf, Kadar M, Studi Al-Qur’an, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
16