asas

Upload: ucok

Post on 06-Mar-2016

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asas

TRANSCRIPT

  • 8

    GAMBARAN IKTERUS NEONATORUM PATOLOGIS PADA BAYI ATERM

    1)

    Siti Faridah 1)

    Program Studi DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan

    Universitas Muhammadiyah Ponorogo

    ABSTRAK

    Ikterus neonatorum merupakan suatu gejala yang sering timbul pada bayi baru lahir, yang

    bersifat patologis maupun fisiologis. Keadaan ikterus neonatorum yang patologis dapat

    disebabkan oleh faktor ibu dan faktor bayi, serta dapat menyebabkan kerusakan otak.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penyebab terjadinya ikterus

    neonatorum patologis pada bayi aterm yang dirawat di ruang Perinatologi RSUD dr

    Harjono Ponorogo.

    Metode penelitian yang digunakan adalah diskriptif. Populasinya sejumlah 116 dengan

    teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh dengan pengambilan sampel

    bulan Januari sampai dengan bulan Juli 2007. Analisis data dengan modus yang

    dilanjutkan dengan distribusi frekuensi. Hasil penelitian didapatkan bahwa tidak satupun

    ikterus neonatorum patologis disebabkan oleh faktor ibu, dan seluruhnya disebabkan

    oleh faktor bayi. Faktor bayi sebagian besar (54,31%) karena hipoksia. Sedangkan yang

    lainnya disebabkan karena 19,83 infeksi; 19,5 trauma lahir; 3,45 penurunan peristaltik

    usus; dan 2,58% asfiksia.

    Pencegahan hipoksia pada bayi dapat dilakukan dengan pemeriksaan ante natal care yang

    baik, agar diketahui adanya gawat janin dan penatalaksaan pada ibu dengan resiko tinggi

    secara tepat. Sedangkan dalam upaya pencegahan komplikasi lanjut dari ikterus

    neonatorum patologis, tenaga kesehatan hendaknya mempunyai pengetahuan dan

    ketrampilan yang memadai dalam penanganan kasus bayi dengan ikteus neonatorum

    patologis.

    Kata Kunci: ikterus neonatorum patologis pada bayi aterm

    PENDAHULUAN

    Ikterus neontorum pada bayi baru lahir/ hiperbilirubin pada neonatus, sering ditemukan

    pada minggu-minggu pertama setelah lahir. Angka kejadian ikterus neonatorium di

    Amerika ditemukan 60%, di Malaysia 75%, di Indonesia 13,5 85%, Rumah sakit pusat Jakarta (Ali U, 2006), di Surabaya tahun 2000 sebanyak 30% tahun 2002 sebanyak 13 %

    (Fatimah I, 2004). Ikterus neonatorum merupakan 10 penyakit terbesar pada bayi baru

    lahir yang dirawat di ruang Intermediated neonatologi RSU Dr Soetomo Surabaya. Pada

    tahun 2004 terdapat 412 bayi yang menderita ikterus neonatorum atau sekitar 30,88%,

    pada bulan Agustus sampai Oktober 2005 tercatat 23,1% (Nuzul Q, 2006).

    Berbagai faktor penyebab ikterus ikterus neonatorum patologis/hiperbilirubinemia pada

    bayi baru lahir di Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta antara lain: hemolisis,

    inkompatibilitas Rhesus, imkompatibilitas golongan darah A,B,O, defisiensi enzim

    glukose-6-fosfat dehidroginase, perdarahan tertutup, infeksi, sepsis/meningitis, lain-lain:

    hipoksi/respirasi distress syndrom, asidosis metabolic, hipoglikemi, polisitemia. Dinegara

    yang sedang berkembang maka penyebab utama ikterus neonatorum patologis ialah:

    infeksi dan hipoksi, kemudian menyusul proses hemolisis karena defisiensi enzim

    glukose-6-fosfat dehidroginase (Hanifa W, 2002). Tujuan penelitian ini adalah untuk

    mengetahui gambaran penyebab terjadinya ikterus neonatorum patologis pada bayi aterm

    yang dirawat di ruang Perinatologi RSUD dr Harjono Ponorogo.

  • 9

    METODE

    Metode penelitian yang digunakan adalah diskriptif. adalah bayi aterm dengan ikterus

    neonatorum patologis, sampelnya adalah bayi aterm dengan ikterus neonatorum patologis

    di ruang perinatologi RSUD dr Harjono Ponorogo mulai bulan Januari 2007 sampai

    dengan bulan Juli 2007 dengan populasi sebanyak 116 responden. Dengan teknik

    pengambilan sampel jenuh, sampel pada penelitian ini adalah bayi aterm dengan ikterus

    neonatorum patologis mulai bulan Januari 2007 samapi dengan bualan Juli 2007

    sebanyak 116 responden. Lokasi penelitian di ruang perinatologi RSUD dr Harjono

    Ponorogo. Waktu penelitian tanggal 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Juli 2007. Semua

    data yang terkumpul telah di Analisis dengan modus yang dilanjutkan dengan distribusi

    frekuensi.

    HASIL

    Tabel 1. Gambaran penyebab terjadinya ikterus neonatorum patologis dari

    faktor ibu

    Faktor ibu Frekuensi Prosentase

    DM

    Inkompatibilitas A,B,O,Rh

    0

    0

    0%

    0%

    Jumlah 0 0%

    Berdasarkan tabel di atas penyebab terjadinya ikterus neonatorium patologis bukan

    berasal dari faktor ibu bayi.

    Tabel 2. Gambaran penyebab terjadinya ikterus neonatorum patologis di ruang

    perinatologi RSUD dr Harjono Ponorogo mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juli

    2007

    Tabel 4.3. gambaran terjadiya ikterus neonatorum patologis dari faktor bayi

    Faktor bayi Frekuensi Persentase

    Asfiksia

    Hipoksia

    Hipiglikemi

    Infeksi

    Trauma lahir

    Obstruksi billiaris

    Penurunan peristaltik usus

    3

    63

    0

    23

    23

    0

    4

    2,58%

    54,31%

    0%

    19,83%

    19,83%

    0%

    3,45%

    Jumlah 116 100%

    Dari tabel diatas faktor dari bayi sebagai penyebab ikterus neonatorum patologis yang

    paling banyak adalah hipoksi menyususl infeksi dan trauma lahir, selanjutnya penurunan

    peristaltik usus dan yang paling sedikit dari faktor asfiksia

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil penelitian seperti tampak pada tabel 1. tidak didapatkan ikterus

    neonatorum patologis yang disebabkan oleh faktor ibu. Faktor ibu yang dikategorikan

    pada penelitian ini adalah ibu dengan diabetes mellitus dan inkompatibilitas A,B,O, Rh.

    Hal ini disebabkan karena RSUD dr Harjono Ponorogo adalah rumah sakit rujukan

    sehingga ibu bersalin dirumah sakit sebagian besar rujukan dari Puskesmas atau dari

  • 10

    Bidan Praktek Swasta. Disamping itu selama penelitian ini tidak didapatkan bayi dengan

    ikterus neonatorum patologis yang terjadi pada 24 jam pertama kelahiran, sehingga tidak

    dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan inkompatibilitas golongan darah

    bagi ibu dan bayi yang menderita ikterus neonatorum patologis. Apabila setiap ibu hamil

    yang akan bersalin di RSUD dr Harjono Ponorogo diadakan pemeriksaan laboratorium

    maka akan segera terdeteksi kelainan-kelainan yang berasal dari ibu, terutama untuk

    pencegahan ikterus neonatorum patologis. Tetapi hal ini tidak mudah dilaksanakan,

    karena biaya yang tidak sedikit, disamping itu ibu-ibu yang melahirkan di RSUD dr

    Harjono Ponorogo adalah rujukan sehingga keadaan antenatal care yang tidak terdeteksi.

    Berdasrkan hasil penelitian yang terdapat pada tabel 2. kasus ikterus neonatorum

    patologis yang berasal dari faktor bayi yaitu hipoksia yang menyebabkan gangguan dalam

    proses uptake dan konjugasi hepar sehingga bayi akan menderita ikterus neoantorum

    patologis (Hanifa W, 2002). Kasus hipokasia dari faktor bayi yaitu: pre eklamsi, dan

    eklamsi sebanyak 10 responden, ante partum blooding sebanyak 7 responden, post date

    sebanyak 16 responden sedangkan partus lama dan partus kasep sebanyak 30 responden.

    Kasus-kasus hipoksia pada bayi dapat terjadi karena ibu mengalami preeklamsi dan

    eklamsi, sehingga terjadi gangguan oxygenasi janin secara akut, karena peredaran darah

    ke uterus melalui plasenta kurang memadai, sehingga janin kekurangan oxygen/hipoksia.

    Penyebab kelainan pada janin terjadi akibat perubahan dalam perfusi darah utero plasenta

    (William, 2001).

    Sebetulnya penanganan untuk pre eklamsi dan eklamsi di RSUD dr Harjono Ponorogo

    sudah prosedural tetapi kembali lagi karena rumah sakit ini adalah rumah sakit rujukan,

    sehingga yang datang tidak semuanya dalam keadaan baik, meskipun detak jantung janin

    masih dalam keadaan normal tetapi dalam proses perjalanan penyakit bisa sewaktu-waktu

    terjadi foetal distress karena pengaruh tekanan darah ibu yang meningkat, juga karena

    pengaruh induksi yang gagal (meskipun pada waktu induksi ibunya sudah diberi oxygen

    belum bisa dijamin bahwa bayinya tidak akan hipoksia)

    Faktor penyebab lain dari terjadinya hipoksia yaitu inpartu dengan indikasi seksio sesaria

    karena ibu dengan ante partum bleeding, karena perdarahan yang banyak maka, otomatis

    Hemoglobin ibu akan menurun dan berakibat pada janin: aliran darah kejanin akan

    terganggu sehingga janin mengalami hipoksia atau penyulit pada ante partum bleeding

    dapat menimbulkan asfiksia pada janin (Manuaba, 1998). Kondisi ini dapat diperparah

    oleh pengaruh anestisi. Untuk antisipasi hal ini sudah dilaksanakan dengan transfusu

    darah dan rehidrasi pada ibu tetapi sewaktu penambilan darah ke bank darah tidak selalu

    darah yang sesuai dengan golongan darah ibu selalu tersedia, ataupun masih harus

    menubggu untuk cross cek yang memerlukan waktu.

    Faktor lain dari hipoksi yaitu inpartu dengan post date, selama ini anggapan dari

    masyarakat bahwa melahirkan lebih bulan dari perkiraan lahir itu hal biasa, padahal

    dalam kenyataan apabila kehamilan itu sudah post date otomatis fungsi plasenta sudah

    berkurang karena fungsinya yang mengakibatkan aliran darah dari ibu ke janin melalui

    plasenta akan menurun dan mengkibatkan hipoksi pada bayi. Post date terjadi penurunan

    frekuensi denyut jantung janin akibat dari berkurangnya volume cairan amnion yang

    merupakan predisposisi terjadi kompresi tali pusat (William, 2001).

    Faktor lain terjadinya hipoksia yaitu partus lama atuapun partus kasep, RSUD dr Harjono

    Ponorogo adalah rumah sakit rujukan dari berbagai daerah termasuk Pacitan, Trenggalek,

    Wonogiri yang jarak dari dari rumah sakit Ponorogo cukup jauh sehingga pasien sampai

    di rumah sakit sudah dalam keadaan pertus lama ataupu partus kasep, akibatnya janin

    akan mengalami kekurangan oxygen/ hipoksia karena pengruh dari kontraksi uterus yang

    terus menerus.

  • 11

    Data lain yang ditemukan dari penelitian ini adalah infeksi sebanyak (19,82%) atau

    sebanyak 23 responden, penyebabnya adalah infeksi post natal dimana bayi yang

    menderita infeksi ini adalah bayi rujukan dari luar rumah sakit, bayi ini datang sudah

    dalam keadaan infeksi dan ikterus. Disamping hipoksia dan infeksi teruma lahir juga

    menjadi penyebab ikterus neonatorum patologis seperti pada (tabel 4.2). yang termsuk

    trauma lahir pada penelitian ini adalah bayi yang dilahirkan dari ibu yang dilahirkan

    dengan tindakan vacum ekstraksi, induksi yang lahir spontan, dan kelainan letak yang

    lahir pervagina, misalnya letak sungsang dan lain-lainnya, yang kan mengakibatkan cepal

    hematom, peradrahan subaponeurotik, yang akan mengakibatkan produksi bilirubin yang

    berlebih melebihi kemampuan beyi untuk mengeluarkannya (Hnifa W, 2002).

    RSUD dr Harjono Ponorogo adalah rumah sakit rujukan jadi bayi yang dilahirkan dengan

    tindakan vacum ekstraksi sebanyak (16 bayi), karena ibu yang datang di rumah sakit

    sudah dalam kondisi partus kasep, sehingga keadaan kepala janin sudah cukup lama

    tertahan dirongga panggul ibu, hal ini akan mengakibatkan moulage kepala yang bisa

    mengakibatkan perdarahan intra cranial. Disamping itu pada kasus dengan letak

    sungsang akan berakibat timbul cephal hematom, juga bayi yang dilahirkan dengan

    induksi, bayi ini sebetulnya ikut hipoksi karena lahir secara induksi, tetapi sekali lagi

    karena rumah sakit rujukan dan pada saat datang keadaannya sudah partus lama, jadi kita

    ikutkan trauma lahir. Karena partus lama dan keadaan kepala janin yang sudah timbul

    caput sucsedanium, bila dilakukan induksi akan terjadi moulage kepala dan bisa

    mengakibatkan perdarahan intra cranial.

    Faktor berikutnya sebagai penyebab ikterus neonatorum patologis di RSUD dr Harjono

    Ponorogo adalah penurunan peristaltik usus sebanyak (3,44%) atau sebanyak 3

    responden. Hal ini terjadik pada bayi dengan kelianan kongenital antar lain bayi dengan

    illius mekonium, sindron sumbatan mekonium. Bayi yang tidak bisa menetek karena

    kelainan bawaan antara lain labio genato palato schisis sehingga memerlukan perawatan

    khusus, yaitu dengan pemberian minum lewat sonde, sekali lagi karena RSUD dr harjono

    adalah rumah sakit rujukan, sehingga bayi tadi terlambat diberi minum, akhirnya terjadi

    ikterus neonatoru patologis karena kelaparan. Penurunan peristaltik usus dapat

    menyebabkan ikterus neonatorum patologis oleh kerena mekonium bayi banyak

    mengandung bilirubin penghancur darah merah yang tidak segera dikeluarkan

    mengakibatkan sirkulasi hepatik berlebih (Masshall H K, 1998). Data penyebab iketrus

    neonatorum patologis yang berasal dari bayi yaitu asfiksia berat yang bisa berakibat

    kerusakan pada multi sistem antara lain kelainan pada pru-paru disebut Sindrom Distress

    Respiratori (SDR), keliana diotak berupa hipoksia, oedem dan nekrosis (Marshall H K,

    1998), didapatkan 3 responden (2,5%).

    Asfiksia berat yang didapat pada penelitian ini adalah bayi yang lahir diluar RSUD dr

    Harjono Ponorogo yaitu bayi rujukan dengan asfiksia berat, sehingga riwayat intra uterin

    tidak diketahui. Salah satu responden didapatkan dari seorang ibu dengan riwayat tifus

    abdominalis. Seperti dikatakan dalam etiologi dari asfiksia berat terjadi antara lain:

    karena gangguan pertukaran gas transpost oxygen dari ibu ke janin sehingga terdapat

    gangguan dalam persediaan oxygen dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini

    berlangsung secara mendadak karena penyakit tifus abdominal yang diderita oleh ibu. Hal

    ini bisa terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik yang dikonsumsi

    oleh ibu yang menderita tifus abdominal.

  • 12

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Gambaran penyebab ikterus neonatorum patologis pada bayi aterm di RSUD dr

    Harjono Ponorogo sebagian besar berasal dari faktor bayi yaitu 100%. Sebagian besar

    (54,31%) penyebab ikterus neonatorum patologis pada bayi aterm yang berasal dari

    faktor bayi disebabkan karena hipoksia.

    RSUD dr Harjono Ponorogo perlu melakukan pemeriksaan bagi ibu-ibu hamil, agar

    diketahui faktor resiko ikterus neonatorum patologis, yaitu dengan pemeriksaan

    laboratorium, antara lain: golongan darah, Rhesus darah lengkap, untuk mengetahui

    penyebab ikterus neonatorum patologis pada bayi sedini mungkin. Perlu dilakukan

    tambahan pembuatan prosedur tetap tentang perawatan bayi dengan ikterus neonatorum

    patologis, serta dilakukan peningkatan sumber daya manusia petugas kesehatan di ruang

    perinatologi dengan mengikuti seminar, work shop, penataran, pelatihan tentang

    perawatan bayi dengan ikterus neonatorum patologis, agar bayi-bayi yang dirawat

    dengan ikterus neonatorum patologis, tidak terjadi kernikterus.

  • 13

    KEPUSTAKAAN

    Helen F.2001. Perawatan Maternal, edisi kedua, Jakarta: kedoteran EGC

    Hidayat A A. 2005. Pengatar Ilmu Keperawatan 1, Edisi Pertama, Jakarta :

    Salemba Medika

    Indarso, F. 2004. Transfusi Tukar Pada Neonatus Dengan Hiperbilirubinemia. Kumpulan

    Makalah Pre Konggres Perawatan anak Indonesia dan Seminar Nasional

    Keperawatan Anak. Surabaya:10-12 September 2004

    Klaus, H M. 1998. Penatalaksaan Neonatus Resiko Tinggi (care of The High-risk

    Neonete). Edisi keempat, Jakarta: Kedokteran EGC

    Manuaba Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan dan Penyekit Kandungan & keluarga

    Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Kedokteran EGC

    Markum, A H. 1999. Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia

    Nursalam, Susiloningrum R, Utami S. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Edisi

    pertama, Jakarta: Salemba Medika

    Quraniati Nuzul, Fatimah Indarso, DKK. 2006. Efek Pemberian Terapi Sinar 24 jam terhadap Penurunan Kadar Total Serum Bilirubin Pada neonatus Aterm Dengan

    Ikterus Neonatorum

    Rudolph, A M. 2007. Buku Ajar Rudolph. Edisi 20, Jakarta: Kedokteran EGC

    Schwartz, M W. 2005. Pedoman Klinik Pediatri. Cetakan I, Jakarta: Kedokteran RGC

    Surjono Ahmad. 2005. Vade-Mecum Pediatri (A Paediatric vade- Medium). Cetakan

    Pertama, Jakarta: Kedokteran EGC

    Waldo E. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Texbook of Pediatrics). Edisi

    15/E,

    Jakarta: Kedokteran EGC

    Hanifa W. 2002. Ilmu Kebidanan, Cetakan keenam, Jakartaa; Yayasan Bina Pustaka

    Sarwono Prawiroharjo

    Surasmi,Asrining. 2003. http://www.smallcrab.com/anak-anak/535-mengenal-ikterus-

    neonatorum