artikel pendidikan
DESCRIPTION
dataTRANSCRIPT
ARTIKEL PENDIDIKAN
Perpustakaan, Oh Perpustakaan
MINAT baca selama ini menjadi salah satu masalah besar bagi bangsa Indonesia.
Betapa tidak, saat ini minat baca masyarakat Indonesia termasuk yang terendah di
Asia.
Indonesia hanya unggul di atas Kamboja dan Laos. Padahal semakin rendah
kebiasaan membaca, penyakit kebodohan dan kemiskinan akan berpotensi
mengancam kemajuan dan eksistensi bangsa ini. Parahnya lagi, rendahnya minat
baca bukan hanya terjadi pada masyarakat umum, di SD, SMP, SMA, bahkan di
perguruan tinggi pun minat baca mahasiswa sangat rendah. Hal tersebut sangat
bertolak belakang dengan kondisi di Jepang.
Saat ini tentu kita sudah melihat bagaimana kemajuan perkembangan iptek di
Jepang. Semua itu disebabkan karena pemerintah Jepang sangat memprioritaskan
kebutuhan bahan bacaan masyarakatnya, terutama anak-anak sekolah dan
mahasiswa, sehingga tak mengherankan jika perpustakaan, terutama di kampus-
kampus Jepang, selalu ramai dikunjungi mahasiswa.
Berbeda dari kondisi perpustakaan kampus di Indonesia, perpustakaan kampus
tak lebih hanya sebagai tempat penyimpanan dan pajangan berbagai koleksi buku
dan bahan referensi lainnya. Lebih ironis lagi, perpustakaan kampus sering
dijadikan sebagai tempat untuk pacaran, bukan tempat membaca dan berdiskusi.
Sebagai seorang mahasiswa dan calon ilmuwan, perpustakaan seharusnya menjadi
tempat yang paling dicari, terutama dalam mencari referensi untuk membuat atau
menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan.
Menumbuhkan Minat Baca
Faktor yang menjadi peyebab sepinya perpustakaan, selain minat baca mahasiswa
yang menurun, juga karena perpustakaan tidak bisa mengikuti perkembangan
zaman dengan tidak memenuhi kebutuhan mahasiswa. Untuk memenuhi
kebutuhan tugas-tugas kuliah, mahasiswa seringkali lebih memilih cara instan,
yaitu mencari di internet.
Mengapa minat baca mahasiswa rendah? Menurut (Arixs: 2006) ada enam faktor
penyebab:
(1) Sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat mahasiswa harus membaca
buku,
(2) banyaknya tempat hiburan, permainan, dan tayangan TV yang mengalihkan
perhatian mereka dari menbaca buku,
(3) budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita, sedangkan
budaya tutur masih dominan daripada budaya membaca,
(4) sarana untuk memperoleh bacaan seperti perpustakaan atau taman bacaan
masih merupakan barang langka,
(5) tidak meratanya penyebaran bahan bacaan di berbagai lapisan masyarakat
(6) serta dorongan membaca tidak ditumbuhkan sejak jenjang pendidikan
praperguruan tinggi.
Perpustakaan sesungguhnya memainkan peranan penting bagi terciptanya budaya
membaca bagi mahasiswa. Perpustakaan merupakan jembatan menuju
penguasaan ilmu pengetahuan, dapat memberikan kontribusi penting bagi
terbukanya akses informasi, serta menyediakan data yang akurat bagi proses
pengambilan sumber-sumber referensi bagi pengembangkan ilmu pengetahuan.
Dan semua itu hanya bisa di dapatkan dengan cara membaca.
Oleh sebab itulah, perpustakaan kampus hendaknya didesain sedemikian rupa
supaya mahasiswa dan civitas academica lebih betah berada di sana. Perpustakaan
harus mampu memenuhi dahaga para mahasiswa yang haus akan ilmu
pengetahuan dengan empat cara.
Pertama, menambah sarana dan prasarana perpustakaan, seperti adanya fasilitas
dan jaringan internet atau wi-fi, memperbanyak ruang diskusi, dan memperbaiki
ruang bacaan. Jika hal ini dapat diwujudkan, tentu akan menarik perhatian
mahasiswa berkunjung ke perpustakaan.
Kedua, memberikan pelayanan yang baik, ramah, dan bersahabat. Hal ini sangat
penting mengingat para pengunjung adalah mahasiswa yang berpendidikan. Jadi
jika ada pelayanan dari petugas yang kurang baik dan kurang memuaskan tentu
mereka akan protes dan kurang nyaman dalam menggunakan fasilitas
perpustakaan.
Ketiga, tersedianya koleksi buku yang memadai. Koleksi bahan bacaan (buku atau
literarur) merupakan komponen yang paling penting bagi perpustakaan. Koleksi
yang harus dimiliki oleh perpustakaan minimal adalah buku wajib bagi setiap mata
kuliah yang diajarkan dan jumlahnya harus memadai. Menurut SK Mendikbud
0686/U/1991, setiap mata kuliah dasar dan mata kuliah keahlian harus disediakan
dua judul buku wajib dengan jumlah eksemplar sekurang-kurangnya 10 % dari
jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut.
Keempat, menciptakan iklim membaca di kampus. Lingkungan akademik yang
kondusif akan mendorong mahasiswa untuk rajin ke perpustakaan. Hal itu bisa
dilakukan, misalnya dengan cara dosen memberikan tugas membaca bagi
mahasiswanya.
Jika perpustakaan dapat memberikan layanan yang baik dan menyediakan
berbagai kebutuhan literatur yang dibutuhkan, maka mahasiswa akan banyak
mendatangi perpustakaan. Lingkungan yang demikian memang tidak bisa
diciptakan sendirian oleh perpustakaan, melainkan harus bekerja sama dengan
seluruh warga kampus. (24)
Setop Kecurangan UN
KURANG lebih dua bulan lagi Kementerian Pendidikan Nasional akan
menyelenggarakan hajat besar. Yakni menyelenggarakan Ujian Nasional (UN)
untuk SMP-SMA. Meskipun kegiatan tersebut rutin dilaksanakan setiap tahun, akan
tetapi dalam proses selalu menimbulkan kontroversi.
Polemik yang sering muncul dalam setiap kali pelaksanaan UN adalah adanya jual
beli kunci jawaban. Banyak sekali spekulan yang menjual jawaban yang tidak
benar, korbannya tentu orang tua dan siswa yang berpikiran pendek. Selain itu,
praktik kerja sama dan menyontek juga masih sering dilakukan siswa supaya bisa
lulus ujian. Semua itu menjadi catatan buruk bagi Kemendiknas dalam
penyelenggarakan UN.
Hal itu juga sering diperparah dengan adanya intervensi dari pihak terkait,
terutama sekolah yang menginginkan siswanya lulus 100% dengan cara membuka
soal terlebih dahulu kemudian dikerjakan guru dan jawabannya disebarkan
kepada anak didik.
Kecurangan semacam itu masih sering mewarnai pelaksanaan UN tiap tahun.
Alasan yang digunakan karena malu jika ada anak didik sekolah yang bersangkutan
tidak lulus.
Maraknya praktik mafia dalam UN sangat memprihatinkan. Seharusnya UN
dilaksanakan dengan cara-cara yang fair dan elegan, bukan dengan cara-cara yang
curang.
Apalagi kecurangan sangat bertentangan dengan ruh pendidikan yang
mengajarkan pentingnya nilai kejujuran.
Modifikasi Soal
Langkah Kemendiknas dengan menambah jumlah paket soal yang semula dua
paket menjadi lima paket patut diapresiasi.
Dengan lima paket soal yang berbeda, tentu akan mengurangi praktik jual beli
jawaban UN serta meminimalikan peluang kerja sama dan aksi menyontek siswa
ketika ujian berlangsung. Bukan hanya itu. Dengan modifikasi soal ujian, akan
memperkecil intervensi dari berbagai pihak.
Yang terpenting saat ini harus ada sosialisasi kepada seluruh Dinas Pendidikan di
tingkat provinsi, kabupaten/kota, serta sekolah dengan adanya sistem baru yang
akan diterapkan, terutama dalam hal paket soal.
Tujuannya agar siswa yang ikut UN juga mempersiapkan diri sebaik mungkin
dalam menghadapi soal-soal yang berbeda antara siswa satu dengan yang lain.
Meskipun ada pro dan kontra dalam sistem baru UN, itu adalah wajar. Jika sistem
ini berhasil dan bisa menekan kecurangan dalam pelaksanaan UN, tentu akan lebih
baik, dengan harapan kualitas pendidikan semakin meningkat.
Menakar Profesionalisme Pendidik
SURAT Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Menteri Dalam Negeri tentang
Moratorium Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) telah terbit dan berlaku efektif
mulai 1 Sepetember 2011. Meskipun moratorium tidak diberlakukan bagi tenaga
pendidik (guru), hal itu justru memiliki konsekuensi bahwa penerimaan guru
harus dilakukan secara selektif.
Sisi positif adanya moratorium bagi guru adalah kesempatan untuk menjadi
pegawai negeri sipil (PNS) tetap terbuka. Selain itu, moratorium juga memiliki
dampak positif pada upaya peningkatkan kualitas guru Indonesia. Karena
moratorium sesungguhnya merupakan sinyal bahwa guru harus mampu
meningkatkan kualitas kerja.
Jika tidak, bukan tidak mungkin di masa mendatang guru juga akan terkena
moratorium karena tidak bekerja dengan baik. Pemerintah tentu tidak ingin
mengeluarkan anggaran secara percuma hanya untuk menggaji PNS Guru yang
tidak bisa bekerja secara profesional. Karena itu, adanya moratorium CPNS
hendaknya dijadikan sebagai momentum bagi guru dan calon guru untuk
meningkatkan kemampuan dalam mendidik.
Masih Rendah
Harus diakui jika saat ini tingkat profesionalisme guru di Indonesia masih rendah.
Meskipun berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
profesionalitas guru, seperti dengan mengadakan seminar, pelatihan, sertifikasi,
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), kualitas guru kita masih tetap sama.
Adanya program peningkatan kesejahteraan guru lewat jalur sertifikasi justru
bukan dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan profesionalisme, tapi hanya
digunakan untuk mencari tambahan materi. Jika hal itu dibiarkan berlarut-larut,
bukan tidak mungkin suatu saat guru juga bisa terkena moratorium. Alasannya
sangat jelas, anggaran untuk menggaji guru sangat besar sementara kualitas guru
tidak meningkat.
Karena itu, profesionalisme merupakan harga mati bagi guru jika tidak ingin
terkena moratorium PNS di masa mendatang. Karena hanya dengan guru yang
profesional maka pendidikan di Indonesia akan dapat maju dan melahirkan
generasi penerus yang berkualitas. Dan itu artinya, pemerintah tidak salah jika
mengeluarkan anggaran besar demi menggaji guru.
Selain itu profesionalisme guru memiliki korelasi yang sangat erat dengan produk
pendidikan. Guru yang profesional akan membantu proses pembelajaran menjadi
berkualitas, sehingga peserta didik senang mengikuti proses pembelajaran.
Fauzul Andim, guru di SLB Negeri Ungaran
rujukan : http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?
fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=158426
Diposkan oleh Fauzul_Abimanyu_Andim_Blora di 08.12 6 komentar:
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan
ke Pinterest
Waspadai Calo UN
SELURUH siswa, baik SD, SMP maupun SMA saat ini dituntut untuk
mempersiapkan diri dengan matang guna menghadapi UN yang sebentar lagi tiba.
Bagi sebagian siswa UN merupakan momok menakutkan. Karena di sinilah nasib
mereka ditentukan. Lulus dan tidaknya siswa sangat bergantung pada persiapan
yang dilakukan.
Begitu pentingnya UN bagi masa depan siswa, tak jarang cara apa pun akan
ditempuh mereka untuk bisa lulus. Salah satu cara ditempuh adalah membeli kunci
jawaban ujian dari calo UN.
Harus diakui bahwa dalam setiap pelaksanaan ujian sering muncul oknum tidak
bertanggung jawab yang mengaku bisa memberikan kunci jawaban soal ujian.
Kehadiran oknum calo UN tersebut tentu sangat merugikan para siswa. Bukan
hanya kerugian materi, keberadaan calo UN juga akan membuat siswa kurang
percaya diri dalam menghadapi ujian.
Karena itu, bagi siswa dan orang tua diharapkan selalu waspada jika bertemu
dengan oknum yang mengaku bisa memberikan kunci jawaban UN. Bisa dipastikan
informasi yang mereka bawa adalah bohong. Karena kunci keberhasilan lulus ujian
nasional bukan terletak pada calo, melainkan dari siswa.
Ditindak Tegas
Tidak bisa kita pungkiri bahwa keberadaan oknum calo sering membuat lengah
siswa dan orang tua. Apalagi bagi mereka yang berpikiran pendek dan memiliki
persiapan kurang maksimal dalam menghadapi ujian. Akhirnya jalan yang
ditempuh adalah membeli kunci jawaban kepada calo UN yang tingkat
kebenarannya sangat diragukan.
Untuk menghindari dampak negatif akan keberadaan calo UN, langkah terbaik
yang bisa diambil adalah memberikan pengertian kepada orang tua ataupun siswa
agar tidak mudah terpengaruh dan percaya kepada calo UN. Khusus kepada siswa
pihak sekolah dan guru diharapkan mampu memberikan motivasi agar mereka
percaya diri dalam menghadapi ujian.
Di samping itu, pemerintah harus bertindak tegas kepada para calo UN. Jika
ditemukan dan terbukti menjadi calo, oknum tersebut harus diberi sanksi setimpal.
Misalnya dihukum penjara. Hal itu dilakukan guna memberikan efek jera kepada
pelaku serta oknum yang lain agar tidak melakukan perbuatan serupa.
Fauzul Andim, guru SLB Negeri Ungaran.
RESOURCE :
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/03/17/140267/
Waspadai-Calo-UN-
Diposkan oleh Fauzul_Abimanyu_Andim_Blora di 08.00 7 komentar:
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan
ke Pinterest
Rabu, 14 Desember 2011
Diskriminasi Guru Honorer
Oleh: Fauzul Andim
GURU honorer yang teranulir menjadi pegawai negeri sipil di Jateng,
membutuhkan perlindungan. Sebab, hingga saat ini nasib mereka masih terkatung-
katung. Ketidakjelasan 1.125 guru honorer di Jateng yang gagal menjadi PNS sesuai
dengan janji pemerintah adalah bukti adanya diskriminasi.
Salah satu isi Surat Edaran Menpan No 5 Tahun 2010 merupakan ganjalan
diangkatnya guru honorer. Di mana di dalam SE tersebut disyaratkan guru honorer
yang bisa diangkat menjadi PNS adalah tenaga honorer yang penghasilannya
dibiayai oleh APBN atau APBD dengan kreteria diangkat pejabat berwenang,
bekerja di instansi pemerintah, dan masa kerja minimal setahun pada 31 Desember
2005.
Persyaratan tersebut membuat posisi guru honorer kian terpojok. Sebab, selama
ini SK pengangkatan guru honorer di Jawa Tengah kebanyakan berasal dari kepala
sekolah, bukan dari pejabat yang berwenang, misalnya Dinas Pendidikan. Dengan
kata lain, secara tidak langsung SE Menpan tersebut justru menjadi bukti
keberadaan para guru honorer terbaikan.
Diprioritaskan Untuk menyikapi masalah itu, ada baiknya tahun ini pemerintah
lewat Kemenpan harus memprioritaskan pengangkatan guru honorer yang
teranulir tersebut. Caranya dengan mengurangi jatah CPNS dari formasi umum
untuk kemudian dialokasikan kepada guru honorer yang teranulir.
Selain itu, pemerintah daerah juga ikut andil dalam meringankan beban hidup para
guru honorer yang teranulir tersebut. Caranya dengan mengalokasikan dana
tambahan dari APBD untuk menambah gaji guru honorer supaya lebih layak.
Tujuannya agar kehidupan mereka lebih sejahtera dan fokus dalam mendidik
anak-anak di sekolah.
Tak kalah penting, supaya tidak ada lagi berita tentang guru honorer sehabis
mengajar di sekolah menjadi tukang ojek ataupun kuli bangunan demi memenuhi
kebutuhan hidup.(75)
Fauzul Andim, guru SLB Negeri Ungaran
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/02/17/137167/
Diskriminasi-Guru-Honorer
Diposkan oleh Fauzul_Abimanyu_Andim_Blora di 06.22 7 komentar:
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan
ke Pinterest
Lokasi: Semarang, Indonesia
Resah Buku SBY
Oleh: FAUZUL ANDIM
DUNIA pendidikan kita sedang heboh karena beredarnya buku-buku seri Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pembagian buku yang menggunakan dana
alokasi khusus (DAK) 2010 itu ternyata tidak bersentuhan langsung dengan
Kurikulum Pendidikan Nasional. Hal ini merupakan ironi bagi dunia pendidikan.
Apalagi terjadi bersamaan dengan kondisi perpolitikan bangsa yang sedang karut-
marut. Bisa jadi masyarakat akan menilai pembagian buku tersebut merupakan
salah satu bentuk kampanye terselubung lewat jalur pendidikan. Jika itu benar,
sangat memprihatinkan. Karena dunia pendidikan sudah dipolitisir sedemikian
rupa.
Buku serial SBY berisikan biografi serta berbagai keberhasilnnya dalam memimpin
bangsa, di mana menjadi menu utama yang harus dikonsumsi oleh siswa SD-SMA.
Padahal, saat ini SBY masih dalam masa kepemimpinan untuk periode ke-2.
Artinya, buku-buku tersebut kurang etis jika diberikan kepada siswa.
Ditarik Lagi
Pro dan kontra akan peredaran buku seri SBY di sekolah-sekolah menunjukkan
diperlukan evaluasi menyeluruh akan peredaran buku tersebut. Terlepas dari
manfaatnya sebagai buku pengayaan bagi siswa, hal tersebut akan menambah
beban siswa. Apalagi isi satu dari 10 buku serial SBY kurang cocok, terutama bagi
siswa SD.
Untuk mengurangi kecurigaan dari berbagai pihak akan peredaran buku seri SBY,
alangkah baiknya jika Kementerian Pendidikan Nasional —sebagai pihak paling
bertanggung jawab karena memberikan izin terhadap peredaran buku tersebut ke
sekolah-sekolah— harus melakukan penarikan kembali. Langkah itu sangat
penting, guna meminimalisasi adanya dugaan peredaran buku tersebut karena
pesanan.
Cara lain adalah dengan menjadikan buku-buku serial SBY sebagai buku yang
bersifat bacaan umum, bukan buku khusus pengayaan siswa. Tujuannya supaya
bisa dimiliki oleh setiap orang. Di samping untuk mengurangi kontroversi dalam
dunia pendidikan. Hal itu akan lebih bermanfaat, karena memberikan pengetahuan
dan wawasan baru bagi rakyat Indonesia.
Fauzul Andim, guru SLB Negeri Ungaran.
source:
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/02/07/136312/
Resah-Buku-SBY
Diposkan oleh Fauzul_Abimanyu_Andim_Blora di 05.43 7 komentar:
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan
ke Pinterest
Lokasi: Semarang, Indonesia
Sisi Positif Demo
SETELAH pemerintah secara resmi menaikkan harga BBM 1 Oktober lalu, bersama
itu pula angka kemiskinan di negeri ini semakin meningkat. Akumulasi dari semua
itu adalah kesengsaraan dan penderitaan bagi rakyat miskin. Gelombang
penolakan dan protes atas kenaikan harga BBM terjadi di mana-mana, baik itu
dilakukan oleh mahasiswa, LSM, Ormas, dan masyarakat pada umumnya. Bahkan
di dalam tubuh DPR pun terjadi penolakan serupa oleh sebagian fraksi yang tidak
sependapat dengan kebijakan pemerintah tersebut, dan hal tersebut masih terjadi
hingga kini. Mereka menganggap apa yang dilakukan pemerintah itu kurang
memihak kepentingan rakyat.
Lalu, bagaimana peran mahasiswaa sebagai agent of social change dalam
menyikapi kenaikan harga BBM yang berdampak pada meningkatnya angka
kemiskinan di negeri ini, cukupkah mereka melakukan demo untuk menyelesaikan
masalah?
Kemiskinan memang tak bisa dihindari, karena hal itu memang sudah menjadi
sunnatullah, namun kemiskinan yang direncanakan dan dibuat, merupakan satu
tindakan yang tidak berprikemanusiaan. Hal itulah yang saat ini sedang terjadi di
Indonesia. Dengan menaikkan harga BBM, berarti pemerintah telah membuat
kemiskinan di negeri ini semakin bertambah, dan hal itulah yang membuat
sebagian kalangan, terutama mahasiswa tidak terima dan melakukan protes
dengan aksi turun ke jalan menolak kebijakan yang tidak populer dan terkesan
menindas rakyat.
Aksi demo yang dilakukan mahasiswa di berbagai penjuru Nusantara itu bagi
sebagian orang ditanggapi dengan positif, namun bagi sebagian yang lain justru
apatis dan cenderung pesimis, karena hal tersebut dirasa tidak cukup efektif untuk
mengubah kebijakan pemerintah, apalagi untuk mengurangi kemiskinan yang
terjadi di negara ini.
Berbicara soal demo yang dilakukan oleh mahasiswa, menurut penulis, merupakan
hal yang wajar, dan sejarah telah membuktikan bahwa demo mahasiswa pernah
membuat sejarah Indonesia menjadi berubah, mulai Indonesia merdeka, bahkan di
tahun 1998 dengan semangat kebersamaan mahasiswa dapat meruntuhkan dan
menumbangkan rezim otoriter Soeharto. Indonesia pun kemudian memasuki
gerbang reformasi hinggga saat ini.
Hal itu pun bisa saja terjadi saat ini. Bagi penulis, apa yang dilakukan oleh
mahasiswa, berupa demo, bisa diambil sisi positifnya. Dengan melakukan demo,
mahasiswa mungkin tidak serta merta akan dapat mengubah kebijakan
pemerintah dalam menaikkan harga BBM, namun di balik itu semua, paling tidak
mahasiswa telah berusaha sekuat tenaga dalam menekan pemerintah agar
meninjau ulang kebijakan itu, karena akibat yang ditimbulkan sangat
menyengsarakan rakyat, terutama rakyat miskin. Di samping itu, demo merupakan
kontrol atas segala kebijakan yang telah ditetapkan dan dijalankan oleh
pemerintah selarna ini. Tugas yang memang diemban mahasiswa adalah sebagai
kontrol pemerinta. Apabila pemerintah lalai dalam menentukan dan menjalankan
kebijakan, maka tugas mahasiswa untuk mengingatkan dan meluruskan.
Begitu juga dengan adanya kebijakan kenaikan harga BBM yang tidak proporsional,
maka sudah sepantasnya mahasiswa melakukan tugasnya, yaitu berdemo dengan
tujuan mengingkatkan pemerintah bahwa kebijakan yang diambil adalah kurang
tepat dan tidak memihak pada kepentingan rakyat.
Kemiskinan yang terjadi saat ini kemungkinan tidak akan dapat terselesaikan
dengan hanya berdemo. Namun, apa yang dilakukan mahasiswa tersebut
merupakan wujud kepedulian dan pembelaan terhadap kaum miskin di negeri ini.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya masyarakat mendukung apa yang dilakukan oleh
mahasiswa, karena tanpa ada dukungan masyarakat, apa yang dilakukan mahasiwa
tidak akan ada artinya, tanpa adanya dukungan masyarakat pula, perjuangan
mahasiswa dalam melakukan kontrol terhadap segala kebijakan pemerintah akan
sia-sia.
Peran mahasiswa dalam menyikapi kemiskinan di negeri ini, selain lewat demo,
dapat juga dilakukan dengan cara pendampingan-pendampingan sebagaimana
yang dilakukan oleh LSM. Hal ini diperlukan dalam rangka memberikan motivasi
dan dukungan kepada masyarakat miskin khususnya, agar tidak gampang
menyerah dan putus asa dalam menjalani hidup yang tidak menentu ini. Di sini
dibutuhkan mahasiswa-mahasiswa yang memang benar-benar mempunyai jiwa
kesabaran, kepedulian serta keikhlasan dalam menolong sesama. Karena
pendampingan yang dilakukan membutuhkan waktu relatif lama, sedangkan
mahasiswa sendiri masih harus belajar setiap harinya. Namun, semua itu bisa
disiasati. Apa pun tugas berat yang harus dipikil, kalau ada kemauan dan niat yang
ikhlas, maka akan mudah dilakukan.
Oleh: Fauzul Andim - Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang.
source : http://www.suaramerdeka.com/harian/0511/24/opi06.htm