artikel pelajaran prakarya.docx

64
AS jadi negara penghasil limbah elektronik terbesar di dunia Merdeka.com - Amerika Serikat dilaporkan menjadi negara dengan limbah elektronik terbesar di dunia saat ini.Seperti dilansir Ubergizmo (15/12), laporan penelitian dari U.N think tank pada tahun 2013 ini, Amerika Serikat masih menempati posisi teratas sebagai negara dengan e-waste paling banyak di dunia.Dalam laporan tersebut dinyatakan jika limbah elektronik ini mencakup ponsel, smartphone, televisi, laptop dan komputer yang pada akhirnya akan menimbulkan tingkat pencemaran yang membahayakan bagi manusia dan lingkungan.Bahaya pencemaran ini terutama berasal dari timbal, merkuri, dan zat kimia lainnya yang terkandung di dalam baterai dari setiap perangkat yang dibuang tersebut.Berdasarkan lansiran tersebut, dilaporkan jika AS membuang lebih dari 9,4 juta metrik ton limbah elektronik pada tahun 2012 saja.Jika dilihat dari hitungan per kapita, maka setiap orang yang tinggal di AS akan bertanggung jawab untuk 30 kilogram limbah elektronik ini. Jumlah ini lebih besar empat kali lipat dari rata-rata limbah global yaitu sebesar 7 kilogram per orang.Selain itu, dari laporan PBB ini juga diketahui jika China menjadi negara nomor dua pembuang limbah elektronik di dunia. Negara tirai bambu ini hanya memiliki selisih 2 juta ton jumlah limbah elektronik dibanding AS atau sebesar 7,4 juta ton.

Upload: indra

Post on 26-Dec-2015

447 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

AS jadi negara penghasil limbah elektronik terbesar di dunia

Merdeka.com - Amerika Serikat dilaporkan menjadi negara dengan limbah elektronik terbesar di dunia saat ini.Seperti dilansir Ubergizmo (15/12), laporan penelitian dari U.N think tank pada tahun 2013 ini, Amerika Serikat masih menempati posisi teratas sebagai negara dengan e-waste paling banyak di dunia.Dalam laporan tersebut dinyatakan jika limbah elektronik ini mencakup ponsel, smartphone, televisi, laptop dan komputer yang pada akhirnya akan menimbulkan tingkat pencemaran yang membahayakan bagi manusia dan lingkungan.Bahaya pencemaran ini terutama berasal dari timbal, merkuri, dan zat kimia lainnya yang terkandung di dalam baterai dari setiap perangkat yang dibuang tersebut.Berdasarkan lansiran tersebut, dilaporkan jika AS membuang lebih dari 9,4 juta metrik ton limbah elektronik pada tahun 2012 saja.Jika dilihat dari hitungan per kapita, maka setiap orang yang tinggal di AS akan bertanggung jawab untuk 30 kilogram limbah elektronik ini. Jumlah ini lebih besar empat kali lipat dari rata-rata limbah global yaitu sebesar 7 kilogram per orang.Selain itu, dari laporan PBB ini juga diketahui jika China menjadi negara nomor dua pembuang limbah elektronik di dunia. Negara tirai bambu ini hanya memiliki selisih 2 juta ton jumlah limbah elektronik dibanding AS atau sebesar 7,4 juta ton.

Page 2: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Kulit kelinci di Kota Batu disulap jadi kerajinan menguntungkan

Merdeka.com - Mahasiswa Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, mampu menyulap limbah kulit kelinci menjadi kerajinan bernilai jual tinggi, bahkan mampu meningkatkan pendapatan warga Kecamatan Bumiaji, Kota Batu hingga Rp 4,2 juta per bulan.

Menurut salah seorang mahasiswa yang mampu mengubah kulit kelinci menjadi kerajinan tersebut, Aprilia Fatmawati, Kamis, kulit kelinci yang menjadi limbah itu diolah dan diproses dengan teknologi penyamakan yang dilengkapi sistem otomatisasi.

"Dalam prosesnya, kelinci hanya diambil dagingnya dan kulitnya selama ini hanya menjadi limbah yang dibuang. Untuk memanfaatkan kulit kelinci tersebut, kami mencoba mengolahnya menjadi kerajinan kulit yang harganya cukup mahal," ujarnya.

Mahasiswa yang mengolah limbah kulit kelinci tersebut adalah Aprilia Fatmawati, Meliyana Rusanti dan Haditya Hendra Saputra dari Fakultas Peternakan. Mereka dibantu dosen pembimbing Dr Aris Sri Sidati dan menggandeng warga Kota Batu melalui program "SRINKAB Empowerment Business System." SKINRAB Empowerment Business system merupakan pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan gabungan antara "sociopreneurship" dan "technopreneurship" dengan warga Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Kecamatan Bumiaji dipilih karena merupakan sentra peternakan kelinci di Kota Batu yang hasilnya dipasok ke sejumlah restoran sate kelinci di wilayah itu.

Untuk memudahkan warga mengolah kulit bulu kelinci, mereka juga dibantu oleh Achmad Syafiqul Umam (FT 2011) dan Agus Wahyu Prasetyo (FT 2011) dalam membuat mesin teknologi penyamakan kulit bulu kelinci yang dilengkapi dengan sistem otomatisasi."Mesin teknologi penyamakan kulit bulu kelinci yang dilengkapi dengan sistem otomatisasi lebih mudah pengaturan penyamakannya," tutur Aprilia.

Dengan menggunakan mesin tersebut, lanjutnya, selain lebih meringankan pekerjaan warga, kulit bulu kelinci yang telah melalui proses menjadi lebih kuat, tidak berbau, dan antijamur.Dengan mesin otomatisasi, kulit bulu kelinci akan melalui berbagai proses mulai dari pencucian, perendaman, penguatan bulu, pengasaman, penyamakan, netralisasi, dan perminyakan, sehingga kualitas kulit bulu kelinci yang dihasilkan jadi lebih bagus.

Karena kualitasnya yang bagus, warga Desa Bumiaji mampu menjual kulit bulu kelinci seharga Rp 35 ribu per lembar per 30 cm kepada para perajin seperti di Yogyakarta. Dan, penghasilan tambahan yang mereka dapatkan dari penjualan produk kulit samak bulu kelinci mencapai Rp 4,2 juta per bulan.

"Pendapatan penduduk mengalami peningkatan dari Rp 14.077.500 menjadi Rp 18.292.500 per bulan atau mengalami kenaikan sebesar Rp 4,2 juta lebih per bulannya. Kami berharap masyarakat mampu secara kontinyu memproduksi kerajinan kulit fur ini, sehingga mampu menunjang pengembangan agribisnis ternak kelinci Kecamatan Bumiaji," ujarnya.

Page 3: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Kerajinan batok Kelapa

Merdeka.com - Siapa sangka sampah batok kelapa ternyata dapat diolah menjadi tas yang cantik. Situs Kerajinanbatok menawarkan produk kerajinan batok kelapa berupa dompet, tas dan kotak tisu.

Dengan membuka situs KerajinanBatok, pengunjung dapat langsung memilih produk yang tersedia melalui katalog. Setiap jenis foto produk dilengkapi dengan deskripsi serta dimensi produk, sehingga mempermudah calon konsumen untuk memilih produk yang diinginkan. Namun sayangnya harga produk tidak dicantumkan pada katalog produk tersebut.

Nilai tambah yang dimiliki situs ini adalah integrasi laman situs dengan blog yang membahas perkembangan kerajinan batok di daerah asalnya, yakni di Blitar. Dalam blog tersebut tercantum artikel yang membahas keberhasilan warga dalam menyulap sampah menjadi barang yang bernilai.

Usaha kerajinan batok ini dimulai pada tahun 2009 dan mulai berkembang pesat setelah dipasarkan secara online. Sejak tahun 2012 usaha kerajinan batok kelapa ini resmi menjadi sebuah perusahaan dengan nama UD. Batok Kambil yang bertempat di Jl Kali Glagah no 48 Kelurahan Tanjungsari, Kota Blitar.

Anda dapat mengikuti perkembangan produk-produk kerajinan asal Blitar ini dengan mem-follow Twitter KerajinanBatok di @KerajinanBatok dan menekan tombol like pada fanpage KerajinanBatok melalui Facebook Anda.

Page 4: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Di tangan warga Aceh, limbah Kerang Chu bisa jadi souvenir indah

Merdeka.com - Kerang Chu yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat kawasan pesisir Aceh, selain enak dikonsumsi, limbahnya ternyata bisa disulap jadi karya seni bernilai tinggi. Bukan Kerang Chu saja, limbah kerang dara dan beberapa jenis kerang lainnya juga berhasil disulap menjadi produk kerajinan tangan indah.

Kerajinan tangan tersebut lahir dari tangan-tangan cekatan masyarakat Desa Deah Baro, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh. Dari sanalah limbah kerang itu berhasil disulap menjadi karya seni. Di antaranya bisa diproduksi aneka produk hand made yang eksotis dan indah seperti bola lampu hias, piring, gantungan kunci, mebel, vas bunga dan souvenir lainnya.

Koordinator Balai Besar Penelitian Kelautan dan Perikanan RI Armen Julham, mengatakan kelompok tersebut sebelumnya dibina oleh Klinik Iptek Mina Bisnis (Kimbis) Kementerian Perikanan dan Kelautan RI pada tahun 2012.

"Ini bertujuan melakukan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang pengelolaan limbah," tegas Armen Julham, Kamis (26/6) di Banda Aceh.

Pada saat itu pihaknya melihat limbah kulit kerang sangat banyak di Banda Aceh dan dibuang begitu saja. Mereka pun akhirnya berinisiatif menggarap masyarakat pesisir Desa Deah Baro untuk memanfaatkan limbah kerang tersebut dengan teknologi.

"Waktu itu kami menawarkan ide yang bisa menggerakkan ekonomi masyarakat, maka muncullah ide limbah kerang tersebut," ujar Julham.

Pada pertemuan itu Kimbis mengusulkan agar Pemkot dapat mendukung para perajin yang telah dididik dengan membeli dan menyediakan alat-alat yang dibutuhkan untuk mengolah limbah kerang tersebut.

"Perajin kan berada di wilayah Kota Banda Aceh, kita ingin saling mengisi. Agar ilmu mereka tidak hilang hendaknya Pemkot dapat mensupport mereka dengan menyediakan alat-alat yang mereka butuhkan," ujar Julham.

Asisten Keistimewaan, Ekonomi dan Pembangunan Setda Kota Banda Aceh Ir Bahagia, Dipl, SE, menyambut baik atas produk-produk yang telah dihasilkan dan menganggapnya sebagai produk ekonomi kreatif dan menjanjikan.

Menurut dia, selain berupa inovasi sosial, produk olahan kerang jika dijual akan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat pesisir, khususnya Desa Deah Baro. Ia berpendapat produk tadi juga dapat dibentuk sesuai dengan ikon-ikon yang ada di Kota Banda Aceh seperti bentuk kapal PLTD apung, museum tsunami, kapal di atas rumah dan lainnya, disesuaikan dengan kearifan lokal Kota Banda Aceh.

"Sampel-sampel yang indah akan kita pamerkan di event penting, seperti pameran-pameran serta di toko-toko souvenir yang ada di Kota Banda Aceh," ujarnya menegaskan.

Page 5: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Palembang Giatkan Kerajinan Bahan Baku Kelapa

PALEMBANG - Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Daerah Sumatera Selatan (Sumsel), kembali melakukan terobosan baru.

Setelah berhasil menciptakan kampung suvenir berbahan baku karet, kini tengah menggiatkan penciptaan kawasan industri kerajinan bahan baku kelapa di Kelurahan Talang Jambe, Palembang. Bahan serabut kelapa dipilih menjadi awal pengembangan industri kerajinan.

"Selama ini, serabut kelapa hanya dijadikan limbah, sekarang kita akan olah serabut kelapa ini sehingga dapat menjadi  sendal, tempat tisu, pot bunga, dan lainnya," kata Kepala Balitbangnov Provinsi Sumsel, Ekowati Retnaningsih, di Palembang, akhir pekan ini.

Ekowati menjelaskan, pihaknya tengah menyiapkan teknologi dan melakukan pembinaan masyarakat di Kelurahan Talang Jambe untuk memproduksi barang-barang kerajinan yang terbuat dari serabut kelapa dicampur karet.

Untuk masalah modal, Ekowati menyebutkan akan berusaha mencarikan pihak ketiga seperti perusahaan-perusahaan besar agar corporate social responsibility (CSR)-nya dapat dialihkan untuk pengembangan industri sandal serabut kelapa ini.

"Kerajinan sandal serabut kelapa ini sudah diproduksi, bahkan sudah dipamerkan di Palembang hingga Jakarta dan sudah ada yang terjual. Jika sudah dapat modal dari pihak ketiga, kerajinan ini akan diproduksi secara massal atau besar-besaran," jelasnya. (ade)

Page 6: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Kreatif, Limbah Ikan pun Disulap Jadi Tas & Sepatu

SUKOHARJO - Lazimnya, kulit ikan nila atau kakap merapi biasanya hanya dibuang. Namun, di tangan orang yang kreatif bisa dimanfaatkan menjadi bahan membuat kerajinan tas dan sepatu yang sangat indah dan bernilai ekonomi tinggi.

Namun tahukah Anda, jika aneka kreasi kerajinan tersebut ternyata dibuat dengan bahan limbah yang selama ini dibuang. Yaitu kulit ikan nila atau kakap merapi. Selama ini, ikan nila hanya dimanfaatkan dagingnya untuk berbagai jenis makanan, namun kulitnya hanya dibuang sebagai sampah atau limbah.

Di tangan wanita nan kreatif, Rahmawati, yang hanya lulusan diploma, warga Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, limbah kulit ikan nila ini disamak dan digunakan berbagai bahan kerajinan seperti tas sandal dan sepatu. Awalnya memang tidak mudah, namun upaya kerasnya akhirnya membuahkan hasil.

"Setelah disamak, kulit ikan nila biasanya dikeringkan selama semalam. Setelah itu dipotong sesuai pola yang diperlukan. Kemudian dijahit dan dirangkai menjadi tas, sepatu sandal, atau dompet," ujar Rahmawati, saat ditemui di kediamannya.

Rahmawati mengaku sudah menekuni dunia kerajinan ini sejak 1990-an. Kerajinan yang sudah ditekuninya ini berbuah menjadi aneka tas indah, meski harganya mencapai ratusan ribu rupiah. Namun, siapa sangka, ternyata kerajinan miliknya sangat digemari berbagai kalangan di dalam dan luar negeri.

Apalagi tekstur kulit yang ditampilkan terlihat sangat indah dan unik berbeda dengan kebanyakan bahan kulit lainnya. Tak terkecuali aneka kreasi sandal dan sepatu indah ini tampil dengan perpaduan kulit ikan dan karet sintetis yang indah.

Dirinya pun menjual dengan harga puluhan hingga ratusan ribu rupiah per pasang, di mana aneka sandal dan sepatu ini pun tak kalah peminatnya. Untuk sandal, dipatok per pasangnya dari Rp150 ribu-Rp300 ribu. Sementara harga tas mulai dari Rp400 ribuan, semuanya tergantung kesulitan model.

Sebelumnya, Rahmawati dan suaminya Tono hanya menjual ikan nila dalam bentuk utuh kepada para pedagang di pasar-pasar. Namun akibat kesulitan pasokan, pendapatan pun terus menurun hingga akhirnya mereka berpikir untuk mengoptimalkan stok ikan yang dipunyai agar bisa mendapatkan keuntungan yang layak.

Keduanya pun akhirnya mencoba memanfaatkan berbagai potensi ikan nila seperti kulit, daging, kepala, sirip dan sebagainya agar bisa dijual dan menambah penghasilan. Untuk sementara, kerajinan ini hanya dijual di kota Solo dan sekitarnya. (Septyantoro Aji Nugroho/SUN TV/ade)

Page 7: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Wow, Lampu Lukis Hemat Energi dari Limbah Bohlam

JAKARTA - Pada zaman dahulu, alat penerangan bagi masyarakat Indonesia di malam hari sehari-harinya menggunakan sebuah kayu yang di atasnya diletakkan sebuah bahan kain dan dibakar dengan menggunakan minyak tanah atau disebut sebagai obor. Listrik pun belum ada. Berbeda dengan sekarang. listrik bebas diraih di mana-mana.

Memang, lampu menjadi kebutuhan primer sehari-hari yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada siang dan malam hari. Mulai dari rumah hingga tempat-tempat umum lainnya, banyak masyarakat bergantung pada listrik yang mengalir ke dalam lampu. Nah, semakin banyaknya yang menggunakan, semakin banyak pula limbah kaca lampu yang terdapat di lingkungan sekitar. Karena pada dasarnya barang-barang yang sudah tidak terpakai lagi dianggap sampah.

Lambat laun, limbah lampu tersebut akan mencemarkan lingkungan hidup. Jika tidak cepat ditangani serius, hal itu akan berdampak pada manusia dan makhluk hidup lainnya. Lalu, bagaimana ya agar limbah tersebut tidak berdampak pada lingkungan?

Di tangan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), limbah kaca lampu bisa disulap menjadi sebuah kerajinan yang bernilai ekonomi tinggi. Upaya untuk memanfaatan limbah yang lebih inovatif dan ramah lingkungan sangat diperlukan, yaitu lampu lukis (LAKIS). Oleh karena itu, diperlukan suatu pemecahan solusi untuk menangani dan mendaur ulang sampah supaya tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup sekitar.

Melansir laman UNY, Sabtu (18/1/2014), inovasi tersebut lahir dari sekelompok mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Jurusan Pendidikan Fisika. Mereka adalah Sugeng Riyadi, Ingge Septia Cahyadi, dan Eza Ria Friatana yang memanfaatkan limbah lampu, khususnya lampu bohlam yang sudah mati. Cara buatnya bagaimana ya?

Lampu yang sudah putus atau mati dijadikan lampu hias dengan memanfaatkan sinar LED dan dimodifikasi dengan teknik glass painting. Apa sih glass painting itu? Melukis di atas kaca lampu bohlam. Terdapat aneka ragam jenis lukisan bolkis atau bohlam limbah lukis yang dihasilkan dari pengolahan limbah lampu dengan teknik glass painting. Jenis-jenis tersebut tergolong dari kreativitas untuk menarik perhatian masyarakat terhadap produk bolkis.

Dengan begitu, limbah lampu dapat meningkatkan daya saing produk kecil dan menengah, serta dapat memecahkan solusi dari pencemaran lingkungan. Lalu, kenapa bahan limbah bohlam yang dipilih?

Karena bentuknya yang unik, murah, dan memiliki karakteristik kaca yang bening dan dapat menjadi media untuk melukis dengan teknik glass painting. Dengan bahan baku limbah yang murah ini, menjadikan LAKIS mempunyai nilai jual yang tinggi dan dapat dijadikan kerajinan yang bisa meningkatkan daya saing produk usaha kecil dan menengah. Wah, kreatif sekali ya!

LAKIS sendiri yang terbuat dari limbah bohlam mempunyai inovasi baru dari beragam kreasi lampu hias dan lampu tidur yang selama ini ada di pasaran, di mana biasanya berbahan baku, bukan dari limbah. Lantas, bagaimana untuk mengetahui kualitas LAKIS sebagai lampu hias dan lampu tidur?

Yang dilakukan adalah pembandingan antara produk lampu hias dan lampu tidur yang sudah ada

Page 8: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

sebelumnya, yaitu lampu hias yang terbuat dari limbah dan penggunaanya masih memerlukan listrik. Hasil perbandingan tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan masyarakat mengenai LAKIS sebagai lampu hias dengan lampu hias yang telah ada sebelumnya.

Dari uji perbandingan tersebut, bahwa produk kerajinan LAKIS sebagai lampu hias dan lampu tidur yang berbahankan baku limbah dari hasil penelitian ini tidak kalah bagusnya lho dengan produk kerajinan lampu yang sudah ada. Dari segi kualitas dan kegunaannya, produk kerajinan LAKIS juga dapat dikatakan mirip dengan produk lampu hias yang sudah ada.

Hal itu disebabkan bahan baku pembuatan produk kerajinan LAKIS merupakan limbah bohlam yang sudah tidak terpakai lagi alias sudah putus, dimana limbah bohlam tersebut sulit teruraikan. Selain itu, hebatnya lagi, LAKIS dapat dijadikan lampu hias dan lampu tidur hemat energi, karena tidak menggunakan listrik, melainkan baterai Handphone yang dapat dicharge dan tahan lama hingga semalaman.

Di samping itu, kerajinan lampu hias dan lampu tidur LAKIS ini harganya lebih murah, lebih tahan lama penggunaanya, dan juga dapat dijadikan lampu hemat energi lho. (ade)

Page 9: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

ZalacCraft, Kerajinan Kulit Salak dari UNY

Image: corbis.com SALAK selama ini hanya dimanfaatkan buahnya, terutama untuk produk olahan seperti selai, keripik, sirup, bakpia, dan produk lainnya. Kulitnya juga dibuang dan menjadi limbah sampah.

Padahal, kulit salak ini dapat dimanfaatkan untuk bahan kerajinan yang memiliki nilai ekonomis. Terutama tekstur kulit salak yang bergerigi menyerupai kulit ular yang memiliki nilai seni cukup tinggi. Selain akan meningkatkan nilai tambah, inovasi ini juga ramah lingkungan. Seperti yang dilakukan empat mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang sukses mengolah limbah kulit salak menjadi aneka kerajinan menjadi tas dan dompet.

Mereka adalah Muhammad Ridwan dan Widiyas Tantri, keduanya mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Asriningsih Suryandari (FMIPA), dan Zalzuli Fachrur Rohmanu mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS). Mereka berempat memberi nama usahanya dengan ZalacCraft.

Asriningsih menerangkan, ZalacCraft merupakan produk inovatif yang ramah lingkungan dengan bahan baku berupa kulit salak (salacca zalacca) yang sangat murah dan mudah didapat sehingga harga yang ditawarkan cukup terjangkau dan pangsa pasar mampu mencakup semua lapisan masyarakat.

Meskipun begitu, demi kepuasan para konsumen,kualitasnya akan selalu dijamin. Keunggulan dan keunikan yang dimiliki dari produk ZalacCraft dibandingkan produk kerajinan kulit yang lain adalah dari sisi desain, yakni dibuat dengan corak khas dan bernuansa lokal. Selain itu, dari sisi nilai artistik dan natural dengan memanfaatkan sisik dari kulit salak, juga memberikan nilai seni yang klasik.

"Ciri khas lain dari produk ZalacCraft ini, selain berupa lukisan yang teraplikasi di atas lembaran kulit salak, para konsumen dapat memesan desain sesuai keinginan mereka. Dan inilah yang menjadi salah satu keunikan dan menjadi daya tarik konsumen," papar mahasiswa Jurusan Pendidikan IPA UNY ini.

Muhammad Ridwan menambahkan, melihat potensi pasar kerajinan kulit salak cukup luas di dalam negeri maupun mancanegara, mereka akan memproduksi bermacam model tas dan dompet. Saat ini mereka juga terus mengembangkan berbagai jenis kerajinan kulit lain, seperti tempat tisu, tempat kosmetik, kap lampu, tempat jam, pigura foto, dan pembuatan lukisan serta kerajinan keramik.

"Pengembangan ini juga mendukung industri pariwisata Yogyakarta, khususnya perkembangan agrowisata salak," ujarnya.

Alur produksi diawali dengan mempersiapkan bahan dasar kulit salak, termasuk proses pengawetan kulit salak dengan formalin. Kemudian dilanjutkan dengan finishing kulit salak dengan pengampelasan, pengilapan, pengeringan, pemotongan tepi, penyeterikaan, dan pengembangan desain berupa lembaran-lembaran kulit salak yang ditempel pada kain sesuai pola dan dilukis dengan lukisan klasik.

"Setelah itu, bahan-bahan dipotong sesuai pola yang telah ditentukan. Kemudian

Page 10: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

dilanjutkan dengan pemasangan merek dan aksesori tambahan serta penjahitan dan perakitan," ucapnya. (priyo setyawan/koran si) (//rfa)

Page 11: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Kerajinan Sabut Kelapa Aceh Diekspor ke Belanda

BANDA ACEH - Provinsi Aceh mengekspor 3.206 kilogram atau senilai USD45.895 hasil kerajinan tangan warga (handycraft) selama periode April hingga Juni 2012. Kerajinan yang dibuat menggunakan sabut kelapa itu diekspor ke Belanda.

"Handycraft ini baru diekspor sejak triwulan II tahun ini. Kita berharap pasar ekspor kerajinan tangan ini semakin luas sehingga bisa otomatis meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Kabid Perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Aceh, Nurdin di Banda Aceh, Senin (23/7/2012).

Komoditas yang diekspor ini berasal dari industri kerajinan di Kabupaten Bireun. Perajin memanfaatkan sabut kelapa dan mengukirnya menjadi berbagai bentuk unik seperti burung, kupu-kupu yang bisa dipergunakan untuk hiasan, sehingga memiliki nilai ekonomis tinggi.

Nurdin menyebutkan hasil kerajinan ini diekspor PT Fajar Jeumpa melalui pelabuhan Belawan, Sumatera Utara. "Tujuannya baru ke Belanda. Kita harapkan pasarnya semakin luas sehingga bisa diekspor ke negara-negara lain," ujarnya.

Menurutnya dalam tiga bulan pertama, kerajinan ini cukup digandrungi di pasaran Belanda. Ini memberi dampak positif untuk meningkatkan realisasi ekspor.

Pihaknya mengaku akan terus menggenjot promosi berbagai hasil industri dan kerajinan warga di berbagai event berskala nasional maupun internasional, untuk membuka pasar perjualan yang lebih luas. (ade)

Page 12: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Mendulang Rupiah Lewat Pelepah PisangJAKARTA - Selain melestarikan lingkungan, lima mahasiswa Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Padjadjaran (Unpad) mendulang rupiah dari potensi alam yang ada di sekitar mereka.

Kelima mahasiswa berbasis Agribisnis dan Agroteknologi itu mengolah limbah pelepah pisang (Musa spp) menjadi berbagai macam jenis kerajinan seperti lampion, kap lampu tidur, kertas daur ulang, dan tas kertas bernilai jual tinggi. Produk mereka diberi label Gebog's Craft dan diperkenalkan di acara Pameran Produk dan Dokumentasi Kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2010 di Kampus Unpad, Bandung, beberapa waktu lalu.

Ketua Tim, Ana Agustina Sofiani, menjelaskan awalnya ide mereka muncul ketika melihat limbah pelepah pisang setelah panen. "Setelah ngobrol bareng teman-teman, ternyata limbah pelepah pisang itu bisa dimanfaatkan dalam membuat kertas daur ulang untuk selanjutnya diolah lagi jadi berbagai jenis kerajinan," jelas Ana seperti dikutip situs Unpad di Jakarta (14/5).

Proses pembuatan pelapah pisang menjadi berbagai kerajinan melalui enam tahap. Pertama pelepah pisang itu dipotong-potong, lalu dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari, setelah itu direbus dengan dicampur formalin dan zat pewarna, dihaluskan dengan cara diblender, dicetak, lalu dikeringkan. Setelah menjadi kertas daur ulang, maka pembuatan produk Gebog’s Craft pun dimulai.

Produk-prosuk Gebog's Craft ini dibandrol mulai 30 ribu sampai 60 ribu rupiah, tergantung besar kecil dan tingkat kerumitan produk. Selain diharapkan mampu terserap pasar sebagai produk yang unik dan kreatif, pemanfaatan limbah pelepah pisang ini juga dimaksudkan untuk memelihara dan menjaga lingkungan.

“Banyak limbah pelepah pisang ini dibuang ke sungai lalu mencemari lingkungan, kenapa tidak kita ambil dan manfaatkan untuk berkreasi dan juga untuk memelihara serta menjaga lingkungan kita,” tutur Ana.

Bersama keempat temannya yaitu Yayu Ulfah M., Lia Merliana, Andro TN., dan Sugiarso M., Ana berharap produk mereka nantinya juga bisa diekspor keluar negeri.

Page 13: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Lampu Belajar dari Tulang AyamJAKARTA - Hampir semua bagian tubuh ayam bisa dimanfaatkan oleh manusia. Mulai dari daging, bulu, hingga tulang. Tidak percaya? Di tangan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), tulang ayam yang biasa hanya merupakan limbah disulap menjadi sebuah kerajinan yang bernilai ekonomi tinggi.

Inovasi tersebut lahir dari sekelompok mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dan Fakultas Teknik (FT) UNY. Mereka adalah Endarwati Dewi, Emi Susanti, dan Nanda Septianingsih dari FIP, serta Wahyu Ikhsannudin dan Riki Joni dari FT UNY yang merintis kerajinan dari tulang ayam dengan brand Bones Craft.

Menurut Endarwati Dewi, produk Bones Craft merupakan aneka kerajinan tangan yang memanfaatkan tulang ayam sebagai bahan bakunya. Sebagai kerajinan yang masih terbilang langka, karya seni tersebut memiliki keunikan tersendiri.

"Keunggulan dan keunikan yang dimiliki dari produk ini adalah dari sisi desain yang menarik, bentuknya khas, dan bernuansa alami. Nilai artistik dan natural dengan memanfaatkan limbah dari tulang ayam mampu memberikan nilai seni yang klasik," papar Endarwati, seperti dinukil dari situs UNY, Jumat (11/10/2013).

Emi Susanti menambahkan, ciri khas lain dari produk Bones Craft berupa bentuk-bentuk tulang ayam yang menarik dan bercorak seni. Keunikan tersebut mampu menjadi daya tarik konsumen karena mereka konsumen dapat memesan desain sesuai keinginan.

"Bones Craft merupakan produk inovatif yang ramah lingkungan dengan bahan baku berupa tulang ayam sangat murah dan mudah didapat, sehingga harga yang ditawarkan cukup terjangkau dan pangsa pasar mampu mencakup semua lapisan masyarakat," urai Emi.

Sementara itu, Wahyu Ikhsannudin mengatakan, alur produksi wirausaha Bones Craft diawali dengan persiapan bahan-bahan, termasuk proses pengumpulan tulang ayam. Kemudian, dilanjutkan dengan pembersihan tulang ayam tersebut dari sisa-sisa daging yang menempel.

"Pengeringan produk (tulang ayam) memanfaatkan sinar matahari. Tulang ayam dipotong sesuai bentuk yang diinginkan lalu dicat," jelas Wahyu.

Pengembangan desain berupa bentuk tulang-tulang ayam yang unik seperti pada bagian tulang rusuk dan tulang paha yang kemudian dirangkai sesuai pola dengan bentuk yang menarik sesuai dengan desain. Setelah itu dilakukan perangkaian kabel-kabel yang akan digunakandan dilanjutkan dengan pemasangan lampu kecil yang berwarna putih di ujungnya.

"Produk-produk yang akan dihasilkan dalam wirausaha bones craft di antaranya berupa produk lampu belajar. Namun, dalam pengembangan usaha akan dilakukan produksi jenis-jenis kerajinan lain seperti kap lampu dan pigura foto," tutupnya. (rfa)(ade)

Page 14: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Limbah Uang Bisa Jadi KerajinanJAKARTA - Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Lambok Antonius Siahaan mengatakan, hasil pemusnahan uang kartal sering kali dimanfaatkan untuk bahan kesenian.

"Dari hasil pemusnahan itu mulai digunakan untuk bahan kesenian, yang didaur ulang untuk membuat tas, atau pernah juga sebagai bahan pembakaran," ujar Lambok, saat BI Bareng Media (BBM), di press room Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (7/6/2013).

Lebih lanjut ia menambahkan, proses pemusnahan uang kartal yang berlangsung di BI tersebut dilakukan setiap hari. Dia meyakini, limbah uang hasil pemusnahan uang kartal itu tidak akan disalahgunakan oleh pengrajin karena itu sudah berstatus sampah.

"Limbah uang yang biasa digunakan itu seperti pecahan Rp50 ribu. Nanti hasilnya itu warnanya biru, nah kalau Rp100 ribu merah bata. Kita itu kerjasama dengan yayasan tertentu untuk mendaur ulang limbah ini, kami senang ini bisa digunakan," tukasnya.

Mengingat pada April 2013, BI telah memusnahkan sebanyak Rp6,8 triliun uang kartal atau 382,9 juta lembar uang. Di mana pemusnahan ini dilakukan pada uang yang sudah tidak layak edar, dengan tingkat kelusuhan tertentu yang bisa dideteksi melalui mesin.

Lambok berharap, agar masyarakat bisa menjaga kondisi uang beredar dengan menaruhnya di tempat yang baik sehingga uang itu bisa bertahan lama.

"Kami berharap media bisa bersama-sama melakukan sosialisasi bagaimana menggunakan uang dan menjaga dengan semestinya. Jadi jangan di remas-remas uang itu, jangan ditempatkan di tempat yang bukan semestinya, apalagi 'dikepret-kepret' di ikan basah sebagai penglaris dan sebagainya," tutupnya. (wan) (wdi)

Page 15: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Tampil Manis dengan Kalung Limbah Asam JawaJAKARTA - Industri jamu menggunakan banyak asam jawa. Sementara itu, produksi salak yang melimpah dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk olahan seperti selai, kripik dan sirup salak.

Inilah yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai sentra produksi buah salak dan sentra jamu tradisional. Kedua bahan baku tersebut pun menyisakan limbah biji-bijian yang cukup banyak.

Tidak mau menyia-nyiakan potensi limbah biji-bijian itu, tiga mahasiswa prodi PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pun meraciknya menjadi produk bernilai jual tinggi. Ridwan Budiyanto, Tri Hardiyanti, dan Muhamad Ridwan menyulap limbah biji salak, asam jawa dan biji tumbuhan lainnya menjadi kalung. Mereka juga telah mendaftarkan kalung berlabel Sentace itu di Kementerian Hukum dan HAM melalui Kanwil DIY.

Ridwan menjelaskan, nilai jual limbah biji-bijian masih rendah di pasaran. Bahkan, banyak limbah organik yang tidak termanfaatkan secara optimal.

"Padahal nilai artistik dan natural dari rangkaian biji-bijian tumbuhan mampu memberikan nilai seni yang klasik dengan tekstur asli biji-bijian tumbuhan yang memiliki perpaduan warna yang unik," ujar Ridwan seperti dinukil dari laman UNY, Jumat (4/4/2014).

Menurut Tri, Sentace memiliki keunggulan dan keunikan tersendiri dibandingkan produk statement necklace lainnya. Mereka menyuguhkan desain yang menarik, bercorak khas, dan bernuansa etnik. Tidak hanya itu, harga jualnya pun terjangkau.

"Potensi pasar kerajinan statement necklace masih cukup luas, baik di dalam negeri maupun mancanegara. Harga statement necklace di pasar juga cukup menjanjikan yaitu berkisar Rp50 ribu hingga Rp250 ribu," imbuh Tri. 

Membuat kalung dari biji-bijian tidak rumit. Pertama-tama Ridwan dan kawan-kawan menyiapkan bahan dan alat. Biji-biji tumbuhan yang akan dirangkai dilubangi. Mereka juga mengawetkan biji-bijian tersebut dengan menurunkan kadar air serta melapisinya menggunakan cat, vernis, ataupun melamin.

Ridwan mengklaim, proses pengawetan dilakukan secara alami. Biji-bijian yang akan digunakan direndam dengan minyak cendana selama dua jam. Lalu, biji-bijian tersebut dipanaskan untuk menurunkan kadar air.

"Kami menggunakan prinsip green-product, yakni mengawetkan biji-biji tumbuhan tersebut sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan limbah baru berupa bahan-bahan kimia sisa hasil pengawetan," tutur Ridwan.

Agar lebih cantik, biji-bijian tersebut diukir. Setelah itu, mereka merangkai biji-bijian tadi dengan rancangan unik agar dapat diterima segmen dan tren pasar.

Page 16: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Tidak hanya iseng mengolah limbah menjadi perhiasan, kerja keras tim Ridwan ini berhasil memperoleh dana hibah kewirausahaan dari DIKTI dalam PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) di bidang kewirausahaan mahasiswa. Tim asuhan dosen PGSD FIP UNY, Dr. Ali Mustadi, pun memanfaatkan dana tersebut sebagai sarana mengasah kemampuan wirausaha.

"Kami juga memberdayakan masyarakat sekitar sebagai bagian dari proses produksi dan pemasaran produk Sentace," Ridwan mengimbuhkan. (rfa)

Page 17: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Tas Etnik dari Biji Salak Kreasi Mahasiswa UNY

JAKARTA - Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dengan memanfaatkan limbah semakin tinggi. Salah satunya seperti yang dilakukan para mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang mengolah limbah biji salak menjadi kerajinan tas etnik.

Adalah Irawan Syarifuddin Daher, Muhamad Ridwan, Ninda Arum Rizky R, dan Galih Dwi Jatmiko yang mencetuskan pemanfaatan limbah biji salak menjadi aneka kerajinan tas. Menurut Irawan Syarifuddin Daher, potensi pasar kerajinan tas masih cukup luas, baik di dalam negeri maupun mancanegara.

"Selain itu, Yogyakarta sebagai salah satu kota pariwisata di Indonesia sangat mendukung berkembangnya industri kerajinan tas tersebut terutama dalam mendukung perkembangan agrowisata salak di DIY," kata Irawan, seperti dikutip dari situs UNY, Jumat (12/7/2013).

Galih Dwi Jatmiko menjelaskan, tas biji salak yang diberi nama Ethlishthos yang merupakan singkatan dari ethnic and stylish kenthos. Keunikan tersebut, lanjutnya, menjadi daya jual tersendiri bagi tas produksi mereka.

"Keunggulan dan keunikan yang dimiliki dari produk Ethlishthos adalah menarik dari desain, bercorak khas, dan bernuansa etnik. Nilai artistik dan natural dari rangkaian biji salak mampu memberikan nilai seni yang klasik," urai Galih.

Selain itu, kata Galih, Ethlishthos merupakan produk inovatif yang ramah lingkungan dengan bahan baku berupa biji salak yang sangat murah dan mudah didapat. Sehingga, harga yang ditawarkankan kepada konsumen cukup terjangkau dan dapat merangkul semua lapisan masyarakat.

Pendapat senada turut disampaikan Divisi Pemasaran Ethlishthos, Muhamad Ridwan. Dia menyebut, inovasi tas biji salak ini benar-benar baru dan belum pernah ada sebelumnya sehingga akan menarik perhatian para konsumen. Hal tersebut terlihat dari respon konsumen terhadap tas Ethlishthos pada sejumlah pameran.

Sementara itu, Ninda Arum Rizky mengungkap, jalur produksi wirausaha Ethlishthos diawali dengan persiapan bahan-bahan termasuk proses pengawetan biji salak dengan secara fisika melalui pemanasan untuk menurunkan kadar air biji salak. Kemudian dilanjutkan dengan finishing biji salak berupa pengukiran dan pembuatan lubang rangkaian serta pengembangan desain berupa rangkaian biji salak yang dirangkai menggunakan benang plastik.

Setelah itu dilakukan pemotongan bahan-bahan sesuai pola yang telah ditentukan. Selanjutnya, kata Ninda, dilakukan dengan pemasangan merk dan aksesoris tambahan serta penjahitan dan perakitan. Wala, jadilah tas unik dari biji salak.

"Produk-produk yang akan dihasilkan dalam wirausaha Ethlishthos di antaranya yaitu tas cantik dengan berbagai variasi desain. Namun, dalam pengembangan usaha akan dilakukan produksi jenis-jenis kerajinan lain seperti dompet, tempat tisu, kap lampu, figura foto, tirai, dan lain-lain," tutur Ninda.

Ke depan, keempat mahasiswa ini berharap rintisan wirausaha tas biji salak Ethlishthos ini dapat

Page 18: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

terus berkembang pesat sehingga dapat membuka lapangan kerja yang optimal bagi masyarakat serta meningkatkan daya tarik kota Yogyakarta khususnya daerah Sleman dalam hal pariwisata belanja dan agrowisata salak. (ade)

Page 19: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Kalung Buaya, Suvenir Unik dari NabireKEDEKATAN masyarakat Nabire dengan alam menjadikan mereka mampu menghasilkan cinderamata yang memiliki nilai artistic yang cukup tinggi.

Salah satunya adalah kalung gigi buaya. Mungkin Anda tak pernah menyangka jika untuk membuat beberapa kalung unik khas Nabire seorang perajin harus menangkap buaya terlebih dahulu.

Binatang air paling menakutkan di sungai karena kebuasannya justru menjadi tantangan sendiri. Sehingga jika seseorang menggunakan kalung dari gigi buaya, akan menjadi kebanggaan tersendiri.

Kalung gigi buaya adalah salah satu souvenir yang bisa diperoleh dari Nabire. Selain itu masih banyak souvenir lain yang menarik dan unik sebagai kenang-kenangan khas daerah ini.

Meski jauh dari kesan mewah, dari segi keunikan dan kelangkaan, beberapa kerajinan ini dapat dikoleksi atau menjadi hiasan bercorak natural dan kultural yang dapat menghiasi rumah kita.

Beberapa kerajinan yang menonjol dan paling banyak terbuat dari batok kelapa. Dari limbah buah kelapa ini diolah menjadi berbagai jenis souvenir untuk berbagai keperluan. Misalnya dari batok kelapa yang kecil masyarakat setempat memakainya sebagai tempat menyimpan sirih atau berfungsi sebagai dompet.

Bagi kita dompet semacam ini menjadi sangat aneh tetapi sebagai souvenir atau cinderamata barang ini memberi kesan unik dan antik apalagi tidak bisa diperoleh di sembarang tempat.

Selain itu dari batok kelapa ini diolah jadi jepitan rambut, bros dan mata kalung. Hiasan lain yang tidak kalah unik dan menarik adalah gelang dan pajangan rumah berbentuk burung Cendrawasih. Dari berbagai hiasan itu harga berskisar dari Rp15.000 - Rp200.000. Tabura atau terompet dari kerang adalah salah satu yang paling mahal. (dari berbagai sumber) (uky)

Page 20: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Sampah di Kalbar Diekspor Hingga MalaysiaPONTIANAK - Sampah yang berserakan, ternyata memiliki manfaat bagi banyak orang. Seperti pengolahan sampah di Kota Pontianak yang mampu mengekspor sampah menjadi barang-barang kerajinan tangan hingga ke Malaysia.

Direktur Bank Sampah Bina Sejahtera Kelurahan Tanjung Hulu Pontianak Timur Retno mengatakan lembaga yang dikelolanya bersama rekannya sudah menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, terutama untuk menambah penghasilan keluarga. Sebab hasil kerajinan tangan dari Bank Sampah tersebut, bisnisnya sudah merambah luar negeri.

"Kita ekspor ke Malaysia melalu daerah perbatasan. Produknya dari kertas koran yang kita olah menjadi bahan jadi seperti untuk pas bunga, tempat tisu, tas dari bungkus mi instan dan lainnya," ungkapnya di sela-sela Expo Pemanfaatan Limbah Industri dan Rumah Tangga di Halaman Asrama Haji Pontianak, Kamis (27/3/2014).

Menurutnya dalam pengolahan, Bank Sampah merekrut ibu-ibu PKK selain merangkul mahasiswa dari Fakultas Ekonomi Untan. "Kita melatih mereka sampai mereka bisa bekerja mengolah sampah," ujar dia.

Sejauh ini Bank Sampah sudah memiliki sekitar 30 nasabah yang terdiri dari berbagai latar belakang, seperti ibu rumah tangga dan pemulung.

"Kalau mau jadi nasabah Bank Sampah cukup hanya membayar buku tabungan seharga Rp3.000. Semua kita terima jadi nasabah," jelas Retno.

Produksi sampah yang dimiliki Bank Sampah dijual seharga Rp35.000 per buah seperti pas bunga dan tempat tisu. Retno mengaku, pihaknya masih terkendala sarana untuk mempromosikan kerajinan tangan yang diproduksi Bank Sampah.

"Kita berharap ada perhatian pemerintah, bagaimana usaha kita ini bisa terkenal, sehingga masyarakat juga bisa melihat, ternyata sampah itu memiliki nilai jual juga," tandasnya.

Hal senada diungkapkan, Sulfiati Direktur Bank Sampah Wahana Persada Kecamatan Pontianak Selatan, ia berharap, masyarakat kota Pontianak bisa tertarik berkreasi memproduksi sampah menjadi bahan jadi yang bisa menambah nilai tambah.

"Selain itu manfaatnya, untuk melestarikan lingkungan agar tetap lestari. Padahal mengolahnya menjadi bahan jadi tidak sulit, tergantung ketekunan kita," kata Sulfiati.

Ditambahkannya, seperti memproduksi atau daur ulang kertas koran menjadi pas bunga, tempat sendok, tempat tisu dan aneka anyaman lainnya.

"Bahan baku koran, kita daur ulang. Potongan koran digulung-gulung, kita masukan dalam adonan tepung kanji. Buatnya sekitar lima menit per buah, hanya proses jadinya membutuhkan waktu lama, sekitar satu hingga dua jam," jelas Sulfiati. (rzy)

Page 21: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Briket Sabut Kelapa, Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan

JAKARTA - Umumnya, sabut kelapa hanya dibuang begitu saja dan dibiarkan menjadi limbah. Namun, para mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) justru memanfaatkanya menjadi bahan bakar alternatif atau briket.

Mereka ialah Dewi Purwanti dari program studi (prodi) Kebijakan Pendidikan, Putri Utha C dari prodi Pendidikan Kimia, serta Erba Firstananda dan Desi Analisa Nababan dari prodi Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Menurut Ketua Kelompok Dewi Purwanti, mereka memilih untuk mendaur ulang limbah sabut kelapa karena beberapa alasan. Salah satunya, mereka ingin mengurangi pencemaran lingkungan yang bisa berdampak pada kesehatan masyarakat di sekitar.

“Masyarakat setempat menjadi merasa tidak nyaman dengan adanya tumpukan sabut kelapa tersebut. Oleh karena itu, kami buat sabut kelapa menjadi briket, selain bermanfaat bagi masyarakat juga dapat mengurangi pemakaian gas elpiji untuk memasak,” tutur Dewi, seperti disitat dari situs UNY, Sabtu (1/2/2014).

Putri Utha mengungkap, mereka bekerjasama dengan masyarakat Dukuh Sorogaten II, Karangsewu, Galur, Kulon Progo untuk melakukan pelatihan pembuatan briket limbah sabut kelapa sebagai energi alternatif. Dengan pelatihan tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

“Kami memilih dukuh Sorogaten karena Sebagian besar masyarakat bermatapencaharian sebagai petani. Diharapkan juga masyarakat dapat memanfaatkan limbah sabut kelapa tersebut untuk kerajinan lain yang bisa menghasilkan manfaat lain,” kata Putri.

Sebagai dukuh yang merupakan penghasil kelapa, beberapa warga masyarakat di sana menjadi penjual kelapa dan lainnya menjadi pengusaha wingko babat yang menghasilkan limbah sabut dan tempurung kelapa. Selama ini limbah tempurung dan sabut kelapa digunakan sebagai pengganti kayu bakar, akan tetapi panas yang ditimbulkan terlalu tinggi sehingga menyebabkan rusaknya peralatan rumah tangga.

Erba Firstananda mengatakan, briket adalah arang yang diproses sedemikian rupa sehingga mempunyai daya serap yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau uap.

“Briket dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon baik organik maupun anorganik. Sabut kelapa dapat dijadikan bahan alternatif pembuatan briket karena mengandung unsur karbon yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi atau bahan bakar,” ungkap Erba.

Sementara itu, Desi Analisa Nababan berbagi cara pembuatan briket limbah sabut kelapa. Pertama, lanjutnya, siapkan sabut kelapa yang akan dijadikan briket. Kemudian sabut kelapa tresebut dibakar pada tempat pembakaran berupa drum yang diberi lubang sebagai tempat

Page 22: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

keluarnya asap pembakaran.

"Alat dilengkapi dengan pipa pendingin untuk proses kondensasi asap menjadi asap air. Setelah semua bahan terbakar lalu didinginkan selama satu malam, kemudian ditumbuk agar halus dan diayak," urai Desi.

Sementara itu, buat cairan perekat dari larutan tepung kanji yang telah dipanaskan, lalu campurkan arang sabut kelapa dengan lem kanji, dengan perbandingan 600 cc lem perekat dan satu kg arang sabut kelapa. Kemudian cetak adonan sesuai dengan alat cetak atau dengan pipa paralon dan dijemur selama kurang lebih satu hari. Briket pun siap digunakan. (mrg)

Page 23: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Bikin Sampah Jadi Barang Kreatif

JAKARTA - Sudah banyak contoh orang sukses hanya dengan memanfaatkan sampah yang ada di sekitar mereka. Namun tetap saja kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya masih minim.

Berangkat dari permasalahan tersebut, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menggelar Pelatihan Pembuatan Kompos Limbah Pertanian/Sampah Rumah Tangga. Berlokasi di Laboratorium Teknik Mesin Kampus Terpadu UMY, pelatihan tersebut ditujukan untuk seluruh cleaning service UMY agar bisa memanfaatkan sampah-sampah yang ada.  

Dosen Fakultas Pertanian UMY Agung Astuti menjelaskan, kegiatan tersebut adalah salah satu bentuk kepedulian kita terhadap lingkungan, khususnya di sekitar kampus UMY. “Sampah-sampah itu belum bisa dimanfaatkan karena belum di pilah-pilah sehingga kita kesulitan untuk membuatnya menjadi kompos maupun barang-barang bermanfaat lainnya,” kata Agung, seperti disitat dari situs UMY, Rabu (15/5/2013). 

Untuk itu, lanjutnya, perlu ada pemisahan antara sampah organik dan anorganik. “Dengan memisahkan sampah plastik, kertas, mapun dedaunan maka pengolahan sampah akan lebih mudah. Hal ini juga menjadi pelajaran berharga bagi civitas academica UMY untuk bisa membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan,” urainya. 

Dia menyebut, untuk mengolah berbagai sampah yang ada di sekitar UMY, segenap civitas academica UMY dapat menggunakan alat yang diciptakan oleh salah satu mahasiswa teknik mesin UMY. “Sayang sekali, jika mahasiswa kita sudah membuat alat-alat yang luar biasa jika tidak kita manfaatkan. Untuk itu, untuk pengolahan sampah menjadi kompos sendiri menggunakan mesin dari mahasiswa UMY sendiri,” ungkap Agung. 

Selain itu, sampah plastik yang ada juga bisa digunakan untuk berbagai macam kerajinan. “Kita bisa membuat tas ataupun pernak pernik lainnya dari sampah plastik yang ada. Selain itu adanya pengolahan sampah akan membuat UMY memiliki bank sampah sendiri yang bisa didaur ulang nantinya,” tandasnya. (mrg)

Page 24: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Saatnya Membangun Ekonomi Kreatif dengan Limbah Lokal*

TIDAK ada yang pernah menyangka jika rumput dapat disulap menjadi wayang, atau bambu bisa berubah menjadi sepeda. Ide-ide yang tidak pernah terpikirkan oleh orang kebanyakan ini, sekarang menjadi usaha yang mulai tumbuh subur di Indonesia. Hebatnya, ide tersebut bukan lahir dari para pengusaha besar, tetapi dari para pemuda kreatif yang berkutat dengan limbah.

Ide mengutak-atik limbah itu telah melahirkan berbagai produk kreatif di Indonesia, mulai dari alat musik, furnitur, fashion, dan berbagai seni kriya lainnya. Para pemuda kreatif ini bermodalkan ide segar yang dibentuk dengan sentuhan seni menghasilkan karya yang banyak terinspirasi oleh budaya daerah. Ide-ide segar ini pun mencuatkan aliran bisnis baru di Indonesia yaitu bisnis kreatif.

Ide menjadi bahan baku utama bisnis ini. Kita ditantang untuk berfikir berbeda dari orang lain. Kita ditantang untuk berinovasi, menemukan hal-hal baru yang belum pernah ada.

Sementara, banyak orang memiliki modal, tetapi tidak memiliki ide. Modal tidak akan berarti apa-apa. Sebaliknya, memiliki ide namun tidak memiliki modal tidak menjadi masalah pada bisnis kreatif. Sebab, bidang usaha ini tidak memerlukan banyak modal selama dapat memanfaatkan apa yang ada di sekitar kita.

Produk kreatif adalah buah dari perpaduan antara ide, seni, dan budaya. Ide sarat inovasi ini lahir menjadi sebuah produk yang bernilai seni. Produknya memiliki karakter tersendiri yaitu unik, berbeda dari produk pada umumnya, serta memiliki ciri khas daerah tertentu. Sebab, produk kreatif memang memanfaatkan beragam kearifan lokal yang berbeda di tiap daerah Nusantara. Kearifan lokal yang menjadi modal bisnis kreatif tersebut adalah limbah lokal. Produk dari limbah lokal pada akhirnya justru mampu mewakili karakter budaya daerah setempat.

Enceng gondok disulap menjadi tikar, karung menjadi tas, kertas menjadi alat musik, dan kaleng menjadi dekorasi rumah. Beberapa contoh kecil ini merupakan upaya menyulap sampah menjadi bernilai. Disadari atau tidak, limbah yang mulanya hanya sampah di Indonesia, kini menjadi harta karun. Tanpa sentuhan ide kreatif dan inovatif, harta karun pun hanya akan terpendam.

Jember Fashion Week dapat dikatakan sebagai ‘pesta limbah’. Anak muda Jember dengan cerdik menyulap kertas, kain perca, plastik, kertas tisu, bahkan kaleng minuman menjadi pakaian yang unik. Melalui ide brilian anak muda Jember ini, barang yang mulanya adalah sampah berubah menjadi barang bernilai seni dan guna. Jember Fashion Week pun banyak menarik perhatian wisatawan dan akhirnya mampu mengerakkan ekonomi Jember.

Seperti halnya Jember, tiap daerah di Indonesia memiliki potensi dari limbah yang berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan keunikan budaya masyarakat di tiap daerahnya. Budaya Jawa akan berbeda dengan Sumatra, Kalimantan, hingga Papua.

Banyumas misalnya, memiliki limbah khas yaitu ‘Bandhol’ atau limbah dari ban mobil dan truk. ‘Bandhol’ ini kemudian disulap menjadi tas, sandal, kursi santai hingga meja. Sandal ‘Bandhol’ umumnya digunakan oleh para pemain kesenian khas Banyumas yaitu kenthongan. Usaha ‘Bandhol’ pun kini menjadi salah satu produk kerajinan yang dipromosikan dalam pariwisata Banyumas.

Tak ayal lagi, produk kreatif telah berhasil mengangkat budaya daerah. Kini, Jember dikenal sebagai kiblat fashion kreatif di Indonesia, bahkan di dunia internasional. Daerah lain juga mulai tumbuh dengan berbagai produk andalannya. Dari Sabang sampai Merauke berlomba mengangkat daerahnya melalui produk kreatif. Tak hanya budaya, ekonomi masyarakat pun ikut terangkat.

Page 25: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Ide-ide inovatif ini telah melahirkan banyak usaha kecil yang mandiri. Perlahan tapi pasti, usaha tersebut mampu bertahan dan produknya pun bersaing di pasar. Dalam lima tahun terakhir, produk kreatif telah menciptakan pasar tersendiri di Indonesia. Dunia usaha mulai melirik hal-hal yang berbau unik. Preferensi konsumsi di Indonesia kini telah melirik produk kreatif. Konsumen semakin mencari produk-produk hasil inovasi yang lain dari biasanya. Produk kreatif pun mulai banyak dikirim ke berbagai negara dan diminati pasar luar negeri. Usaha-usaha kecil ini perlahan membangun sebuah iklim usaha kerakyatan yang kuat.

Kementerian Perekonomian bahkan membuat Sub Ekonomi Kreatif. Hal ini menjadi bukti pemerintah menaruh fokus lebih pada upaya penumbuhan bisnis kreatif. Sebab, bisnis kreatif yang tumbuh melalui usaha-usaha kecil ini lebih kuat dan padat karya.Dapat diibaratkan, seratus unit bisnis kreatif skala kecil dengan lima orang pegawai di setiap usahanya, akan lebih baik daripada satu unit perusahaan dengan 500 orang pegawainya. Bayangkan, jika satu perusahaan ini bangkrut, maka akan tercipta 500 orang pengangguran. Sedangkan jika satu bisnis kreatif skala kecil bangkrut, hanya lima orang yang menganggur.

Bagi anak muda kreatif, hal ini tidaklah sulit untuk dilakukan. Yang perlu diasah adalah mental entrepreneur atau wirausaha. Mahasiswa yang masih kuliah, baru lulus, hingga anak putus sekolah pun dapat menciptakan bisnis kreatif. Harus ditumbuhkan semangat untuk mandiri, kemampuan melihat potensi, dan tidak takut rugi. Modal yang selama ini menjadi persoalan banyak usaha kecil, kini semakin dipermudah aksesnya oleh pemerintah melalui berbagai kredit dan hibah.Ujung tombak tumbuhnya bisnis kreatif ada di pundak generasi muda. Kuncinya, daya cipta, inovasi, dan kreativitas lebih yang mereka miliki. Tak heran,  banyak bisnis kreatif dimotori oleh anak muda. Pada dasarnya, setiap orang dapat melahirkan produk kreatif asalkan dapat memutar otak mencari ide segar dari hal-hal kecil yang ada di sekitarnya. Selain menciptakan usaha juga dapat melestarikan budaya daerah.Siapa pun ternyata bisa melahirkan bisnis kreatif. Lihat lingkungan sekitar kita yang ternyata kaya akan potensi usaha kreatif. Limbah pun akhirnya menjadi anugerah. Selamat menyulap limbah !

Page 26: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Indonesia Tuan Rumah Konvensi Pengelola Limbah JAKARTA - Makin meningkatnya sampah dan limbah di dunia dianggap mengancam lingkungan hidup dunia. Tak kurang 300 ton sampah yang harus dibuang setiap harinya. Ditambah banyaknya kasus illegal traficking limbah sangat merugikan beberapa negara berkembang.

Sesuai dengan keputusan COP 8 di Nairobi tahun 2006, tahun ini Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi antar bangsa tentang pengelolaan limbah (COP 9 Basel Convension) pada 23-27 Juni mendatang di Bali.

Hal tersebut disampaikan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH) Rachmat Witoelar, dalam konferensi pers di Ruang Kalpataru, Kantor Kementerian LH, Jakarta, Rabu (121/5/2008).

Konvensi ini merupakan kesepakatan internasional untuk mengendalikan dampak dari perpindahan lintas batas dan pembuangan limbah berbahaya.

Perlu diketahui, Indonesia meratifikasi konvensi Basel sejak tahun 1993 melalui Keputusan Presiden No 61 Tahun 1993. "Indonesia sangat rentan terhadap illegal limbah berbahaya dari negara lain, karena Indonesia merupakan negara yang merupakan jalur pelayaran internasional," ujar adik Wilmar Witoelar ini.

Lebih lanjut Rachmat mengatakan bahwa Indonesia diminta menjadi tuan rumah karena Indonesia dianggap mampu menjadi penengah kebuntuan dalam perundingan negara anggota. "Saat ini anggota terbagi menjadi dua golongan, antara yang menolak pembuangan limbah dari negara maju dengan yang menerima pembuangan limbah," tambahnya.

Menurut Emma Rachmawaty, Asisten Deputi Menneg LH, untuk negara berkembang saja terjadi perpecahan antara yang menerima dan menolak.

"India dan Thailad misalnya menerima pembuangan limbah dari negara maju karena mereka memiliki recycling fasilities dan alasan membuka lapangan pekerjaan," ujar Emma. (ahm)

Page 27: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

SBY: Industri Kreatif Berkembang PesatJAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan pagelaran pameran industri kerajinan Indonesia, atau lebih dikenal dengan The Jakarta International Handicraft Trade Fair (Inacraft) 2014.

Dalam sambutannya, SBY mengatakan bahwa pameran Inacraft 2014, merupakan pameran yang dapat mensejahterakan para penrajin di Indonesia. Sebab, dari tahun ke tahun industri kerajinan mampu memberikan kontribusi yang cukup baik bagi perekonomian Indonesia.

"Dari tahun ke tahun produk kerajinan kita terus berkembang pesat. Industri kreatif memberi kontribusi besar dalam perekonomian kita," kata SBY dalam sambutannya saat membuka Inacraft 2014 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4/2014).

SBY melanjutkan, dengan terus berkembangnya industri kerajinan, kecintaan dirinya mengenai produk kerajinan pun semakin bertambah. Pasalnya, SBY menyebutkan bahwa dirinya sangat menggemari berbelanja produksi kerjaninan.

"Kami cinta produk Indonesia. Kami suka dan sering membeli produk kerajinan Indonesia. Semoga yang lain ikut membeli produk Indonesia," tambahnya.

Oleh karena itu, SBY menyebutkan bahwa industri kerajinan memiliki masa depan yang baik. Di mana, jika dilihat dari dari income per kapita dan daya beli sangat meningkat untuk industri tersebut.

"Konsumen juga terus meningkat. Dan semua itu membuat pasar domestik kita baik terhadap barang dan jasa termasuk kerajinan juga meningkat," pungkasnya. (wdi)

Page 28: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Inacraft 2013, Ajang 'Pamer' Produk Kerajinan Jawa TimurJAKARTA - Jawa Timur memiliki potensi produksi kerajinan yang besar, serta peluang bisnis yang baik untuk dikembangkan. Oleh karena itu, Inacraft 2013 membidik Jawa Timur sebagai ikon utama di acara tersebut.

"Produk unggulan yang nantinya mampu mengambil bagian dalam meningkatkan ekspor produk kerajinan Indonesia," kata Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Produsen Kerajinan Indonesia (Asephi), Rudi Lengkong saat konferensi pers di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Senin (22/4/2013).

Rudi menambahkan, Inacraft tidak hanya sekedar kegiatan pameran yang mengutamakan segi transaksi jual beli, acara ini juga memberikan apresiasi kepada produk unggulan khas Indonesia, yang bertujuan memacu dan mengasah kreativitas perajin untuk selalu melakukan inovasi terhadap produknya.

Selain itu, Inacraft bertujuan untuk memfasilitasi produk-produk kerajinan Indonesia untuk dapat naik ke jenjang yang lebih tinggi serta mengangkat derajat produk kerajinan Indonesia. "Produk kerajinan Indonesia memiliki nilai jual, dan semoga dapat bersaing dengan produk asing yang sejenis di pasar Internasional," kata dia.

Menurut Rudi, maksud dan tujuan pameran ini memberi prioritas produk-produk yang ramah lingkungan yang didasarkan pada pemanfaatan bahan baku produk yang tersedia di Indonesia maupun proses pembuatannya.

"Produk ramah lingkungan menjadi produk yang diperhitungkan dalam skala industri kerajinan di dunia dan semakin diminati oleh pasar nasional maupun internasional," tutupnya.

Sekadar informasi, barang-barang kerajinan yang akan dipamerkan, antara lain berbagai produk kerajinan tangan dan tekstil seperti batik, tenunan, bordir, songket, ikan dan beragam asesoris, kerajinan kayu seperti patung serta furnitur berukir.

Bingkai lukisan, mainan edukasi untuk anak-anak dan sebagainya, barang-barang perhiasan dari emas, perak dan batu permata, barang kerajinan keramik, pottery dan gerabah, home decoration dan ribuan jenis barang kerajinan lainnya.

Inacraft kembali diselenggarakan untuk ke 15 kalinya, selama lima hari mulai 24-28 April 2013 bertempat di JCC. Dimana pameran kerajinan Indonesia terbesar yang diselenggarakan setiap tahun sejak 1999 ini diselenggarakan oleh ASEPHI bekerja sama dengan PT Mediatama Binakreasi. (mrt)

Page 29: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Kerajinan Batok Kelapa, Mengubah Limbah Tak Berguna Jadi Pundi-pundi Rupiah

Blitar – Limbah tak selamanya hanya menjadi sampah. Dengan sedikit kreatifitas, barang yang tidak bernilai bisa diubah menjadi ‘mesin penghasil uang’. Salah satu contohnya adalah limbah cangkang atau batok kelapa..

Siapa sangka batok kelapa yang dianggap tidak bernilai, ternyata masih bisa disulap menjadi barang bernilai tinggi. Tidak hanya dibakar untuk menjadi arang, namun ternyata cangkang kelapa ini masih bisa diubah menjadi barang yang lebih bernilai dari sekedar arang saja.Adalah Ismarofi, perajin batok kelapa dari Desa Tanjungsari Kecamatan Kepanjen Kidul Kota Blitar yang awalnya memasarkan produk kerajinan batok lewat mulut ke mulut kini memiliki omzet yang besar. Tak hanya diminati pasar lokal, kini produk kerajinan batoknya sudah menembus berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari Mojokerto, Situbondo, Depok, Bekasi, Pekanbaru, bahkan sampai ke daerah Buntok, Kalimantan Tengah.

Saat memulai usahanya pada tahun 2009 silam, Ismarofi hanya bermodal Rp. 2 juta. Dibantu istrinya Ririn Rikawanti dan beberapa pengrajin di lingkungannya dia memulai usahanya. Pada mulanya melalui kegiatan pameran di Blitar beliau memasarkan produk kerajinannya. Lambat laun hasil kerajinan batok yang mayoritas berbentuk tas tangan tersebut banyak diminati.

Awal Door to Door, Kini Ditawarkan Lewat Website

Saat itu, ayah tiga anak ini memasarkan dengan cara door to door dan mulut ke mulut. “Kalau sekarang sistem marketingnya sudah dibantu rekan-rekan lewat Website KerajinanBatok.com. Saya sendiri ndak mudheng (tidak paham,Red) soal itu”, kata Rofi, panggilan akrab Ismarofi, sambil terkekeh.

Rofi menggunakan batok kelapa tua yang warnanya coklat gelap natural. Warna natural tersebut hanya dipoles dengan pernis, sehingga tampak mengkilat. Hal inilah yang membuat kerajinan batok produksinya mempunyai ciri khas tersendiri. Sangat berbeda dengan kerajinan batok Bali yang cenderung menggunakan batok kelapa muda.

Punya Lebih Dari 20 Model

Page 30: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

“Untuk desain kami sudah punya lebih dari 20 model dengan desain terbaru tas batok batik, tas ini dibuat dengan menggabungkan batok dengan batik”, kata Rofi menjelaskan. Untuk suplai bahan baku, selama ini Rofi menjalin kerjasama dengan para pengusaha kopra di Kabupaten Blitar. Dia membeli satu truk batok kelapa yang beratnya kira-kira mencapai 3 ton dengan harga Rp. 3 juta.

Proses produksi kerajinan batok kelapa dilakukan setiap hari dengan mempekerjakan sebanyak 25 karyawan. Per harinya bisa memproduksi 10 sampai 15 ribu kepingan kecil batok. Sedangkan untuk tas, tergantung pada ukuran tasnya. “Ya kepingan itu nantinya ditempelkan ke desain”, ujar Rofi.

Berkat Go Online, Omzet naik hingga 45%

Gebrakan marketing dilakoni Rofi pada 2011 lalu. Bermula dari ngobrol santai dengan keponakannya bernama Taufan Rezzafri, keponakannya itu lalu mengajak dua sahabat SMA-nya, Kurniawan Subiantoro yang ahli teknologi informatika & internet marketing untuk membuat website, serta Alfian Andri sebagai investor utama. Mereka bertiga kemudian membuat website dengan nama KerajinanBatok.com. “Awal Januari 2011 mulai bikin website, tapi baru mulai fokus melakukan pemasaran via internet pada Desember 2011”, kata Kurniawan.

Dampak dari munculnya kerajinanbatok.com di internet ternyata cukup bagus. Penghasilan dari pemasaran via internet saja mencapai Rp. 15 juta per bulan. Sehingga total ia bisa meraup omzet sekitar Rp 20-30 juta per bulan. Uang yang cukup besar tersebut awalnya hanya dari modal yang sangat kecil, bahkan tak sampai jutaan rupiah. “Tambah besar, tambah tenaga, dan makin banyak pengangguran yang terserap”, ujar Rofi.

Ke Depan, Rofi beserta tim KerajinanBatok.com ingin menyasar pasar luar negeri. Namun pastinya, untuk saat ini mereka terus menjaga pasokan produk KerajinanBatok.com bagi konsumennya. “Rasanya juga senang bisa memberdayakan pemuda dan ibu-ibu produktif, untuk mendukung kerajinan ini”, tandas Rofi.

Page 31: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Roni, Raup Jutaan Rupiah dari Potongan Bambu

KOMPAS.com - Inspirasi dalam berkarya dapat datang dari mana saja dan sering dalam kondisi yang tidak terduga. Seperti yang dialami Roni Dwi Wijayanto, perajin lampu hias berbahan bambu ini.

Warga Desa Pehkulon, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri ini memulai usahanya itu sejak dua tahun silam. Sebuah usaha yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Suami dari wanita bernama Sunarti ini, menuturkan, ide membuat kerajinan bambu itu datang begitu saja saat dia sedang makan di dapur rumah sederhananya di kampung. Saat makan itu ia sembari menunggui nyala api tungku berbahan bakar aneka kayu yang tidak terpakai.

Suatu kali dia memegang potongan bambu untuk dimasukkan tungku. Dia gelisah. Merasa sayang dengan potongan bambu yang akan menjadi abu itu. Dia kemudian berpikir bagaimana memanfaatkan potongan-potongan bambu yang melimpah itu.

"Akhirnya saya mencoba membuat lampu hias," kata Roni, Senin (18/8/2014).

Hasil karyanya itu mendapat perhatian dari lingkungan sekitarnya dan banyak yang memesannya. Dia kemudian membuat lampu hias itu secara massal.

Seiring berjalannya waktu, dia mengembangkan usahanya dengan menambah ragam bentuk dan model. Hasil kerajinannya menjadi cukup populer seiring dengan kerap mengikuti pameran UKM.

"Salah satu pemasarannya ya lewat pameran-pameran," imbuh pria lulusan STM ini.

Hasil kerajinan tangan itu ia lego ke pasaran antara Rp 25.000 hingga Rp 250.000. Saat ini sudah ada 10 macam model lampu hias duduk maupun lampu hias tempel.

"Sebulan, setidaknya saya mengumpulkan uang Rp 5 juta dari usaha ini," imbuh ayah Mita (5) dan Afika (2) ini.

Berkat kerajinan tangannya itu, dia kini dapat mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Sebelumnya dia mengaku tidak mempunyai pekerjaan tetap. Kuli angkut pasir pun pernah dia lakukan.

Saat ini mimpi besarnya adalah mengembangkan usahanya semakin besar. Selain bahan bambu yang cukup banyak, jumlah tenaga kerja di desanya juga melimpah. "Saya berharap nantinya bisa ekspor kerajinan dari bambu ini," ujarnya.

Selain berkutat pada lampu hias, dia juga tengah melebarkan usahanya di bidang pembuatan bangunan kafe maupun rumah makan. Dia tetap berkutat pada bahan bambu untuk bangunan-bangunan itu. Selain itu juga ada kursi bambu. "Sedangkan kendala saat ini adalah terbatasnya peralatan," pungkasnya.

Page 32: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Industri Daur Ulang Ban Bekas MenduniaJakarta, KompasOtomotif - Salah satu hal yang tidak terelakan dari hasil industri otomotif adalah limbah. Seiring waktu yang terus bergulir, tidak semua material pada kendaraan usang bisa di daur ulang. Namun pelaku bisnis dengan pemikiran peduli lingkungan punya celah memanfaatkan situasi ini.

Di Indonesia, karet ban mobil bekas digunakan sebagai bahan baku sandal. Di Kampung Kebanaran, Kecamatan Purwokerto Barat, Banyumas, ada lebih dari 40 perajin sandal bandol (ban bodhol). Setiap perajin bisa memperkerjakan 12 sampai 25 tenaga kerja. Mengikuti tren pasar, sandal bandol punya desain modern dan tersebar hingga pulau-pulau besar Nusantara.

Autoblog, Selasa (11/8/2014), mengungkapkan industri semacam ini sudah mendunia. Perusahaan mikro lokal di Kenya juga melakukan hal serupa, membuat kerajinan tangan berupa sandal dari ban bekas yang disebut Akala.

Sandal tersebut dijual dengan harga Rp 25.000 – 60.000, jauh lebih rendah dibanding sandal “bermerek” yang dijual di pasaran. Kelebihannya, umur pakai 10 kali lipat lebih awet dibanding sandal “biasa”. Bahkan, suku Massai di selatan Kenya sudah menggunakan Akala puluhan tahun karena ketangguhannya.

Di AS, perusahaan Detroit Threads dibantu mahasiswa University of Michigan, mengumpulkan 35.000 ban bekas selama setahun dari Detroit kemudian mengubahnya menjadi sandal seharga Rp 290.000.

Lain lagi seperti di Swedia. Perusahaan bernama , Apokalyps Labotek, mengolah ban bekas menjadi bubuk lalu mencampurnya dengan plastik daur ulang untuk menghasilkan lapisan lantai sekuat Akala. Sementara di India, perusahaan lokal Anu Tandon Vieira, mengerjakan ban bekas dengan campuran bahan daur ulang lain untuk membuat bahan baku furnitur outdoor yang tahan lama.

Di tengah kemajuan teknologi yang bisa menghasilkan ban tanpa angin dan regenerasi tapak, industri memanfaatkan ban bekas sebagai bahan baku utama yang harus dilestarikan. Tentu tujuannya besar, menjaga lingkungan tetap “hijau” dengan pikiran kreatif yang bisa menyelamatkan dunia suatu hari nanti.

Page 33: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Wahyudi, Mengubah Koran Bekas Jadi Kerajinan Bernilai TinggiBOGOR, KOMPAS.com — Di tangan Wahyudi (38), warga Kampung Kamurang, RT 02 RW 04, Kelurahan Puspanegara, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, kertas koran bekas mampu disulapnya menjadi barang yang bernilai tinggi. Tak tanggung-tanggung, peminatnya pun menyasar hingga turis mancanegara.

Tinggal di rumah sepetak di bilangan Citeureup, pria kelahiran Jakarta ini menghabiskan waktunya untuk membuat replika seperti motor, becak, perahu, bingkai foto, hingga lampu hias dengan menggunakan bahan dasar koran bekas. Hasil karya Yudi, sapaan akrabnya, dibanderol dengan harga bervariasi tergantung tingkat kesulitannya, mulai dari yang termurah Rp 50.000 hingga Rp 1 juta.

“Kebetulan waktu itu ada pameran di pabrik Indocement. Eh, ada turis asal Jerman yang berminat. Akhirnya, tiga replika perahu dan dua becak pun dibeli,” tuturnya kepada Kompas.com, baru-baru ini.

Sebelum menggunakan kertas koran, Yudi sempat mencoba membuat replika menggunakan bahan dasar lainnya, seperti bambu dan botol air mineral bekas. Namun, hasilnya kurang maksimal.

“Sebetulnya, saya mulai membuat kerajinan tangan ini sejak tahun 2005 lalu, hanya saja menggunakan bambu dan botol bekas. Baru delapan bulan lalu, saya mencoba menggunakan koran bekas dan ternyata hasilnya lebih bagus dan menarik perhatian masyarakat,” ungkapnya.

Dengan modal koran bekas dan lem kayu, Yudi mulai memamerkan hasil karyanya dalam berbagai pameran mulai di JCC (Jakarta Convention Center) dan berbagai pameran lainnya di wilayah Bogor.

"Terakhir saya ikut pameran di Gedung Kesenian Kabupaten Bogor. Alhamdulillah, Pak Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor membeli satu perahu layar buatan saya," imbuh Yudi.

Boleh dibilang, Yudi orang pertama kali di wilayah Citeureup yang memanfaatkan kertas koran menjadi karya yang bernilai ekonomi sehingga dia mampu menafkahi kebutuhan keluarganya.

Namun, pemasaran yang dilakukan Yudi masih terbilang klasik, belum memanfaatkan teknologi dan jejaring sosial. "Mungkin ke depannya saya akan mempromosikan hasil karya saya di jejaring sosial. Dan, hasil karya tangan saya tidak hanya replika motor, becak maupun perahu layar. Namun, beberapa khas yang berkaitan dengan Bogor," pungkasnya.

Page 34: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Sepatu Batang Pisang Suminah, Modal Rp 150.000 Kini Omzet Puluhan Juta RupiahBENGKULU, KOMPAS.com — Suminah, ibu rumah tangga warga Desa Harapan Makmur, Kecamatan Pondok Kubang, Bengkulu, tak menyangka kemampuannya memintal dan mendesain sepatu berbahan dasar kulit pisang membuat ia menjadi pengusaha kecil yang mulai membidik pasar ekspor Tiongkok dan Ukraina.

Sepatu buatan tangan berbahan dasar batang pisang tersebut ia geluti bermula dari kerisauannya melihat kebun pisang seluas setengah hektar yang ia miliki di belakang rumah.

"Awalnya saya tidak membuat sepatu, tetapi batang pisang tersebut saya olah untuk kerajinan tangan seperti gantungan kunci, tas, tempat tisu, dan sebagainya, yang dijual dalam pasar terbatas pesanan konsumen," kata Suminah saat ditemui di rumahnya, pekan lalu.

Namun, lanjut dia, awal tahun 2012 Pemprov Bengkulu menyarankan agar kerajinan batang pisang itu dimodifikasi dengan pembuatan sepatu fashion untuk perempuan dan ternyata berhasil.

kompas.com/Firmansyah sepatu berbahan dasar batang pisangAtas kerja sama dengan pemerintah, akhirnya ia sempat beberapa kali mengenyam sekolah khusus pembuatan sepatu di Balai Persepatuan Indonesia di Sidoarjo. Bahkan, pada tahun 2014 ia berencana mengambil pendidikan khusus pecah pola sepatu.

Sepatu fashion berbahan dasar batang pisang ini memang belum populer di kalangan masyarakat umum. Hanya kalangan tertentu yang memesan, itu pun kebanyakan pesanan dari luar Bengkulu, seperti Gorontalo, Jawa Tengah, Jakarta, dan beberapa istri kalangan pejabat, seperti gubernur dan bupati.

"Beberapa kali saya dikirim pemerintah untuk ikut pameran seperti di Tiongkok, bahkan September 2014 jika tak ada halangan saya dikirim juga ke Ukraina untuk promosi dan pameran sepatu karya saya ini," kata dia bangga.

Jika diamati, sepatu dan sandal buatan Suminah cukup mengikuti tren mode dengan bentuk dan desain yang sedang digandrungi para kaum remaja dan para ibu. "Sepatu ini memang fashion terbatas cukup modis untuk digunakan para remaja dan kaum ibu jika hendak jalan ke mal, dan sebagainya," kata dia.

Hingga kini dalam satu bulan ia menerima pesanan pembuatan sepatu tersebut antara 10 hingga 15 pasang dengan harga beragam. Ia menjual sepatu berbahan dasar batang pisang tersebut bervariasi antara Rp 150.000 hingga Rp 250.000.

Page 35: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

kompas.com/Firmansyah Sepatu berbahan dasar batang pisangSedangkan untuk model sandal dengan motif batik besurek khas Bengkulu antara Rp 60.000 hingga Rp 250.000. Sejauh ini, ia mengatakan, kendala terberat yang ia hadapi adalah persoalan permodalan. Soal pemasaran, ia tak mempersoalkannya karena ia telah cukup dikenal dan memiliki branding dengan merek Mega Souvenir.

Permodalan, kata dia, terbentur karena membeli bahan baku tergolong susah. Sebab, tidak saja membutuhkan batang pisang. "Bengkulu masih susah bahan baku. Kalau batang pisang cukup, namun untuk bahan baku seperti lem, insol, high heels, cat, dan pengkilap harus pesan di Pulau Jawa," ungkap dia.

Bisnis tersebut dimulainya dengan modal yang murah, yakni sebesar Rp 150.000. Saat ini omzet usaha Suminah bisa mencapai puluhan juta rupiah. Sejauh ini, ia mengatakan, peran pemerintah sudah maksimal, tinggal lagi permodalan yang ia butuhkan untuk dapat terus beroperasi bersama empat orang karyawannya.

Page 36: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Irma, Menyulap Barang Bekas Menjadi Dollar AS

KOMPAS.com - Sebagai negara yang kaya sumber daya alam dan manusia, Indonesia sebenarnya memiliki peluang sangat besar dalam mengekspor produk. Salah satunya adalah produk handicraft. Peluang inilah yang dibidik oleh Irma P Engelen.

Berbekal kegemarannya membuat kerajinan tangan, ia berhasil memasarkan produk handicraft ke mancanegara. Karyanya saat ini sudah melanglangbuana ke Thailand, Singapura, Korea, Jepang, Jerman, Australia, Belanda, dan Amerika Serikat. Di antara negara-negara tersebut, Jerman menjadi negara terbanyak menyerap produknya. Jepang menjadi negara yang sulit ditembus.

“Saya sangat suka dengan Jepang, karena orang Jepang sangat teliti terhadap produk sehingga terkesancerewet. Tapi bagi saya, lebih baik belajar dari cerewet sampai detail-detail itu, karena kalau sudah dapat menembus Jepang, untuk berkembang  secara internasional menjadi lebih gampang,” ujar Irma.

Sampai saat ini Irma telah membuat lebih dari 150 item handicraft. Ada dua kelompok bahan yang ia gunakan untuk kerajinan tangannya, yakni bahan alami dan barang bekas. Yang termasuk bahan alami di antaranya buah mahoni kering, rotan, dan bambu. Sedangkan barang bekas yang ia gunakan di antaranya ban bekas serta kertas koran atau majalah. Dari bahan-bahan itu ia membuat produk kerajinan berupa kap lampu, pigura, keranjang, wadah buah, pohon natal, patung, dan sebagainya.

Untuk pasar ekspor, setiap item produk Irma buat antara 50 – 100 unit. Harga produknya di tangan konsumen berkisar Rp 300.000 – Rp 500.000 per unit. Setiap kali mengekspor ia bisa mengapalkan 1.000 – 2.000 unit. Dari setiap unit produknya, ia mengambil untung sekitar 40 persen dari harga importir.

Tak hanya pasar ekspor,  ia pun memasok toko handicraft di pusat perbelanjaan kelas atas di Jakarta, seperti Grand Indonesia, Pacific Place, dan Pendopo. “Untuk produk semacam ini tempatnya mesti eksklusif,” tuturnya. Berkat pameranIrma mulai menekuni bisnis kerajinan tangan sejak 2008, setahun setelah ia pensiun dari sebuah bank asing. Produk awalnya berupa taplak meja. Waktu itu tingkat penjualannya terbatas karena hanya dipasarkan di dalam negeri. Ia ingin sekali bisa mengekspor karyanya.

Ia yakin dengan mengekspor handicraft nilai tambah yang ia dapatkan sangat tinggi. Menurut dia, dengan target pasar ekspor ia bisa cepat berkembang. “Kalau pasarnya lokal, kita begini-begini saja,” tegas wanita berdarah Ambon-Manado ini.

Pintu ekspor sedikit terbuka ketika ia mendatangi pameran usaha kecil menengah di Jakarta Convention Center, Jakarta. Di dalam pameran itu ada booth Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) Kementerian Perdagangan RI. Institusi pemerintah itu memberi pelatihan berbagai hal yang berkaitan dengan ekspor kepada pengusaha yang ingin mengekspor produknya. Ia pun mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan.

Pada 2010 ia mulai memproduksi handicraft dengan orientasi pasar luar negeri. Di tahun yang sama ia mendapatkan pinjaman lunak PKBL dari Pertamina. Dari sana ia mulai mendapat kesempatan untuk ikut pameran Inacraft. Setelah itu, pameran demi pameran di luar negeri ia ikuti, di antaranya di Korea (September 2010) dan di Perancis (Januari 2011).

Page 37: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Dari pameran-pameran inilah karyanya mulai dikenal di luar negeri dan permintaan mulai berdatangan.  “Karena ikut pameran, saya menjadi pede dan bersemangat untuk menghasilkan handicraft,” aku ibu dua orang anak ini.

Karya-karya pertamanya yang terjual untuk pasar mancanegara didominasi kap lampu berbahan utama buah mahoni.  Menurut Irma, peluang ekspor produk-produk handicraft sangat terbuka lebar. Ia melihat sendiri potensi itu ketika ikut pameran di Paris. “Di sana hampir semua yang dipamerkan orang Perancis, dimiliki Indonesia. Cuma bikinan mereka model lama,” ungkapnya.

Berbicara tentang model teranyar, sejak akhir 2011 Irma mulai mengembangkan kerajinan menggunakan bahan kertas koran atau majalah. Wujudnya bisa berupa kap lampu, bingkai foto,  dan patung binatang.

Lalu, sejak 2013 ia membuat  bingkai cermin, keranjang, wadah buah, dan bingkai foto. Semuanya berbahan ban bekas. Karya terbarunya ini bahkan ikut dipamerkan ketika KTT APEC berlangsung di Bali.

Dari sisi penjualan, semua karyanya termasuk “nendang”. “Karena pasar luar negeri lebih melihat konsep. Mereka lebih menghargai konsep daripada produk. Karenanya harga berapa pun mereka beli,” ungkapnya.

Salah satu bukti yang ia dapati adalah ketika ada seorang Inggis yang sedang berkunjung ke Jakarta. Dalam keterbatasan waktu sebelum menuju Bandara Soekarno-Hatta, orang tersebut berusaha untuk menghubungi Irma dan datang ke rumah Irma menggunakan taksi untuk bisa membeli karya Irma. Kepada Irma, ia mengaku tahu tentang Irma setelah membaca sebuah koran di negaranya. “Saya surprise banget. Ini seperti malaikat. Datang terus pergi.”

Di mata anak perwira tinggi TNI ini, kondisi ini berbeda dengan orang Indonesia.  Pada umumnya orang Indonesia lebih melihat barang (brand), bukan konsep. Wajar kalau karyanya belum terlalu diapresiasi oleh orang Indonesia.

“Kalau pameran, orang (Indonesia) cuma lalu-lalang. Sebaliknya, kalau hadir di trade expo internasional, saya lebih capek karena harus ngomong menjelaskan karya saya kepada pengunjung yang singgah,” kisahnya. (I Gede Agung)

Page 38: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Kerajinan Batubara, Buah Tangan dari SawahluntoKOMPAS.com - Batubara dan batubara. Kota Sawahlunto di Sumatera Barat memang identik dengan batubara. "Emas hitam" dari perut bumi itu menjadi penyokong kehidupan masyarakat.

Kalau dahulu batubara dieksplorasi Pemerintah Hindia Belanda untuk diekspor, kini di tangan salah satu warga lokal, batubara menjadi ukiran yang dijadikan sebagai buah tangan.

Perajinnya adalah Esmanto, warga asal Tangsi Baru, Kelurahan Tanah Lapang, Sawahlunto. Sejak 10 tahun, Esmanto mengkreasikan bongkahan batubara. Mulai dari ukiran sederhana seperti asbak dan papan nama, hingga yang detil seperti bentuk naga, replika kendaraan sampai hingga replika Lubang Mbah Soero. Ukiran batubara buatannya, disulap menjadi warna hitam berkilat. Sangat cantik sebagai hiasan.

Kerajinan batubara Esmanto diberi label "Cendra Lestari". Tokonya tak terlalu besar, tak jauh dari Hotel Ombilin yang menjadi pusat kota Sawahlunto. Hasil kerajinannya terpajang pada etalase di tokonya.

Namun jangan salah sangka, walaupun terdapat beberapa ukiran telah jadi terpampang di toko, seringkali ukiran tersebut telah ada pemiliknya. Makanya jika tertarik membeli karya Esmanto, ada baiknya memesan terlebih dahulu. Minimal satu hari sebelumnya.

Pelanggan karya Esmanto mulai dari orang lokal hingga turis asing. Ia mengatakan, kebanyakan turis asing menyukai ukiran yang bersifat detil, misalnya bentuk naga. Sedangkan orang lokal banyak yang memesan papan nama.

Harga yang ia tawarkan untuk satu jenis karya buatannya bervariasi. Mulai dari Rp 50.000 sampai jutaan rupiah. Begitupun lamanya membuat. Untuk satu buah asbak sederhana, cukup menghabiskan waktu satu hari. Sedangkan bentuk ukiran detil, bisa memakan waktu hingga belasan hari.

Page 39: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Modal Rp 100.000, Sekarang Raup Ratusan Juta Rupiah dari Sabut Kelapa

KOMPAS.com - Memberi nilai tambah pada limbah tak hanya punya dampak positif bagi kelestarian alam. Aktivitas mengolah sampah juga bisa meraup laba. Mahasim, pengusaha di Kebumen, Jateng menghasilkan puluhan juta rupiah dari kreasi sabut kelapa.

Harga sabut kelapa murah. Di Kebumen, Jateng saat musim kemarau harganya hanya Rp 180/butir dan pada musim hujan Rp 100/butir. Butiran sabut itu selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin penggiling hingga menghasilkan serat atau fiber sabut. Sepuluh butir sabut bisa menjadi 1 kg serat sabut. Harga serat sabut Rp 2.600/kg. Dari proses awal itu saja selisih harganya cukup besar. Apalagi jika serat itu diolah lebih lanjut menjadi aneka kerajinan. Tentu rupiah yang diperoleh ikut melonjak.

Potensi itu terbaca Mahasim sejak tahun 1997. Bersama rekannya, Darda, ia memulai usaha membuat kerajinan dari sabut kelapa dengan modal awal Rp 100.000. Produk awal berupa keset berbagai ukuran. Selanjutnya ia berkreasi membuat tas, topi, sandal, pot, coconet, hingga bantal, guling, dan kasur dari sabut kelapa. Selain itu, ia juga mengombinasikan bahan dasar sabut dengan batok kelapa, kayu kelapa atau glugu dikreasi menjadi tas dan kursi. Kerangka kursi dari kayu kelapa sementara bagian dalam jok kursi dari sabut kelapa.

Selain itu, Mahasim juga membuat pot dari sabut kelapa, baik pot biasa maupun pot gantung. Salah satu keunggulan cocopot yaitu bisa menahan air sehingga menghemat penyiraman. Selain itu, kalau digunakan untuk menanam bibit cocopot punya keunggulan. Saat memindahkan bibit ke lahan cocopot bisa sekaligus ditanam. Dibandingkan polybag plastik, cocopot lebih ramah lingkungan.

Selain produk kerajinan, proses penggilingan butiran sabut menjadi serat sabut atau fiber juga mengeluarkan hasil sampingan berupa cocopeat. Cocopeat ini selanjutnya diolah menjadi pupuk organik. Setiap hari Hasim menggiling 3.000-4.000 butir sabut. Sepuluh butir sabut bisa menghasilkan 1 kg cocopeat. Sesudah diolah menjadi pupuk, Hasim menjualnya seharga Rp 450 per kg, di luar ongkos kirim.

“Pupuk organik itu dijual ke Kalimatan Timur, 10-20 ton sebulan. Waktu mau lebaran mereka pesan 60 ton per bulan. Jumlah sebanyak itu masih bisa kami layani. Mereka pernah minta sampai 400 ton per bulan, kami nggak sanggup,” ungkap Mahasim, warga desa Rantewringin, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen, Jateng.

Hasil produksi lain dari pengolahan sabut kelapa ini adalah sabutret atau serat sabut berkaret yang bisa menjadi isi dari kasur, bantal, guling, maupun jok kursi. Pengolahannya berbeda dengan keset atau coconet yang merupakan anyaman sabut fiber.

Sabutret merupakan sabut fiber yang diolah lebih lanjut. Sabut yang sudah digiling lalu dianyam jadi tali. Kemudian tali tersebut dioven. Selanjutnya tali itu diurai lagi supaya tidak keriting, lalu ditata di cetakan.

Sabut dalam cetakan itu kemudian disemprot lateks, dan dioven lagi. Jadilah lembaran sabutret yang kemudian dimasukkan ke dalam sarung guling, bantal, kasur, atau jok. Untuk kasur setebal 5 cm ia menjual seharga Rp 600.000. Sementara kasur setebal 15 cm harganya Rp 1,5 juta. Bantal dan guling harganya Rp 50.000.

Ia bercerita bahwa pernah ada permintaan kasur berisi sabut dari Amerika. Tidak tanggung-tanggung, buyerAmerika itu minta dikirim 3 kontainer per bulan. Tapi Hasim mengatakan tak

Page 40: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

sanggup karena skala usahanya belum bisa mencukupi. Meski saat ini bisnisnya terbilang cukup besar.

Selain mempekerjakan 15 orang yang menjadi karyawan tetap, ia juga punya mitra yang tersebar di lima kecamatan di Kebumen. Mitra paling banyak dari Kecamatan Buluspesantren dan Kliron. Mereka membuat barang jadi atau setengah jadi lalu dibawa ke AKAS (Aneka Kerajinan Anyaman Sabut Kelapa) untuk dipasarkan. Padahal, awalnya Mahasim hanya punya dua karyawan. Lalu, ia membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang diberi nama AKAS.

Omzet ratusan juta

Salah satu produk yang memberi pemasukan besar adalah coconet. Setiap bulan Mahasim harus mengirim produk berupa jaring dari sabut kelapa itu ke Timika, Balikpapan, dan Medan. Untuk coconet tali kecil harganya Rp 8.000/m, sementara coconet tali besar dijual seharga Rp 13.000/m. “Masing-masing tempat itu dikirimi satu tronton. Satu tronton isinya 200 rol. Satu rol panjangnya 50 m,” papar Mahasim.

Jadi, kalau dihitung untuk produk coconet saja omzet yang diperoleh Rp 240 juta (Rp 8.000 x 50 m x 200 rol x 3). Itu baru pemasukan dari satu produk. Selain itu masih ada pemasukan dari keset kecil sebanyak 5.000 lembar dan keset besar 2.000 lembar. Masing-masing harganya Rp 5.000 dan Rp 35.000. Selain melayani pasar lokal Kebumen, Mahasim juga mengirim produk ke Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Pontianak, dan Medan.

Ada pula pengiriman pot gantung untuk eksportir yang selanjutnya akan mengirim ke Australia. Tiap bulan Mahasim mengirim pot gantung sebanyak 200-300 pot, harganya Rp 30.000/pot. Selain Australia, Mahasim juga melayani permintaan tali sabut ke Jepang sebanyak 2500 ikat. Satu ikat panjangnya 10 m dan tiap meter dijual seharga Rp 5.000.

Untuk mencukupi permintaan sebanyak itu, Mahasim mengaku cukup mengandalkan bahan baku dari Kebumen. Ia punya 4 pemasok tetap yang tiap minggu mengirim 1-2 truk. Tiap truk berisi 4.000 butir sabut kelapa. Selain itu, ia juga punya banyak jaringan pedagang kelapa yang bisa mengirim ratusan butir sabut tiap hari. Jadi, bahan baku tak pernah jadi masalah.

Satu kendala yang kerap dihadapi adalah tenaga kerja. Jika tiba waktu panen atau tanam, ia sulit mencari pekerja. Pasalnya, pekerjanya sebagian besar adalah warga desa yang juga petani. Bila tiba waktu bagi petani harus mengurusi sawahnya, Mahasim hanya bisa mengandalkan sedikit pekerja.

Selain itu, kendala lain adalah musim hujan. Misalnya untuk pembuatan coconet, biasa dilakukan di lahan yang cukup luas seperti lapangan. Kalau hujan turun pekerjaan harus terhenti. Jika hambatan itu muncul, ia kerap minta kelonggaran waktu pengiriman produk. “Yang tadinya 10 hari, saya minta kelonggaran jadi 20 hari,” kata Mahasim.

Berkat jalinan relasi yang baik dengan pelanggan dan pemasok, kendala bisnis itu tak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan.

Keliling Indonesia

Pohon kelapa merupakan tanaman yang mudah didapati di hampir seluruh wilayah Indonesia. Itu sebabnya, bisnis ini bisa diterapkan oleh masyarakat di daerah manapun. Banyak lembaga atau pemerintah daerah yang mengadakan pelatihan tentang bisnis kerajinan dari sabut kelapa ini.

Keterampilan Mahasim baik dalam pembuatan produk maupun penguasaan tentang manajemen

Page 41: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

bisnis ini membuatnya laris jadi pembicara di beberapa pelatihan. Karena bisnisnya pernah meraih juara III Green Productivity tahun 2010, ia diminta berbagai instansi dari wilayah Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara.  (Teguh Jiwabrata)

Page 42: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Kulit Lantung Khas Bengkulu Menuju Warisan Dunia

BENGKULU, KOMPAS.com - Tak lengkap rasanya bila kita berkunjung atau wisata ke sebuah tempat jika pulang tanpa membawa cenderamata sebagai bukti atau juga kenang-kenangan bahwa kita pernah mengunjungi tempat yang dimaksud.

Begitu pula jika berkunjung ke Kota Bengkulu, cenderamata di kota ini sebenarnya sama dengan cenderamata daerah wisata pada umumnya, bisa itu berupa kalung, tas, jam, topi dan lain sebagainya.

Namun ada yang unik dari bahan dasar pembuatannya. Apakah itu? Namanya kulit lantung. Ternyata, kulit lantung yang biasa dijadikan para perajin Bengkulu untuk membuat cenderamata memiliki cerita kelam yang panjang dalam mengiringi kemerdekaan Republik Indonesia.

Tak salah bila peneliti dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Undri, SS, M.Si dan Nurmatias dalam sebuah penelitiannya menyatakan bahwa "Kain Lantung: Kain Terjajah".

Dalam sebuah penelitian yang disampaikan Undri dan Nurmatias dalam bentuk makalah pada Desiminasi Pencatatan Warisan Budaya Tak Benda di Kota Bengkulu, Rabu (23/10/2013), secara gamblang mengatakan bahwa kulit lantung dikenal masyarakat Bengkulu sejak masa penjajahan Jepang tepatnya pada 1943 atau satu tahun Jepang menanamkan kekuasaannya di Indonesia.

"Faktor kerasnya hidup, kerasnya tekanan penjajah menjadikan keadaan perekonomian menjadi berat sehingga menyulitkan masyarakat dalam mencari atau membeli pakaian atau katun dari drill. Oleh karena itu timbul pemikiran bagaimana mendapatkan pengganti kain untuk pelindung tubuh, maka muncul ide pembuatan kain lantung sebagai alternatif dengan hutan yang memiliki bermacam jenis pohon pada waktu itu menjadi bahan pokoknya," kata Undri.

Artinya, kulit lantung yang dijadikan pakaian pada masa penjajahan itu merupakan bagian dari perjalanan kelam sejarah bangsa karena benda ini keberadaannya lahir dari hasil budaya masyarakat Bengkulu pada situasi dan kondisi ketika perjuangan mengusir penjajah Jepang.

Masyarakat Bengkulu dalam membuat kain lantung menggunakan jenis pohon dengan kulit bergetah karena kulit kayu yang bergetah dinilai tidak mudah rusak. Umumnya kulit kayu yang digunakan untuk menghasilkan lantung itu adalah pohon karet hutan, pohon ibuh dan terap.

Pembuatan lantung dimulai dari memotong pohon karet hutan, ibuh dan terap untuk diambil kulitnya sesuai dengan ukuran yang diinginkan selanjutnya kulit kayu tersebut dipukul-pukul dengan alat pemukul kayu yang dibuat sedemikian rupa.

Pada saat dipukul-pukul kulit kayu yang telah terpisah dari kayu sambil dilipat hingga menjadi lembaran tipis. Lembaran tipis inilah yang dinamakan lantung. Semakin tua usia pohon kayu yang diambil lantungnya maka akan semakin bagus kualitas lantung. Lantung yang berkualitas baik biasanya berwarna cokelat, ini biasanya didapat dari pohon kayu karet hutan.

Penggunaan kain lantung biasanya disesuaikan dengan keinginan sipemakai artinya kain lantung tersebut dapat dibentuk menjadi celana atau hanya kain saja. Sebagai penyatu atau penyambung kain biasanya digunakan benang atau getah karet itu sendiri.

Seiring dengan waktu, Indonesia merdeka, bertahap perekonomian rakyat membaik, penggunaan kain lantung perlahan mulai ditinggalkan. Sebagai ganti kulit lantung tersebut beralih fungsi menjadi kerajinan tangan masyarakat Bengkulu yang dapat mendatangkan omzet jutaan rupiah.

Page 43: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Dalam penelitian itu disebutkan adalah Bustami seorang perajin asal Muaralabuh, Sumatera Barat, yang merantau ke Kota Bengkulu pada 1997. Ia mendirikan usaha kerajinan kulit lantung. Dari ide kreatif digabung dengan jiwa usaha maka jadilah kulit lantung sebagai bahan dasar bagi pernak-pernik cenderamata andalan masyarakat Kota Bengkulu.

Dari ide Bustami, hingga kini kerajinan kulit lantung semakin banyak tumbuh menjamur di Kota Bengkulu, apalagi dengan ditetapkannya sentra cenderamata di Jalan Soekarno-Hatta oleh Pemerintah Kota Bengkulu beberapa tahun lalu.

Harga yang dijual beragam tergantung jenis, ukuran cenderamata yang dibuat dari harga terendah Rp 1.000 untuk gantungan kunci hingga ratusan ribu rupiah untuk barang jadi seperti tas wanita, dompet, jam dinding dan lain sebagainya.

Deklarasi pemerintah daerah, mengusulkan kulit lantung, festival tabut, serta naskah kuno ka ga nga menjadi warisan dunia yang diajukan ke UNESCO pada Rabu (23/10/2013) merupakan langkah cerdas dan membanggakan Provinsi Bengkulu.

"Bengkulu memiliki warisan budaya yang cukup banyak dan membanggakan maka sudah wajar jika pemerintah mengajukan untuk dijadikan warisan dunia dan itu tidak berlebihan," ungkap Soni Budiman, salah seorang warga Bengkulu.

Page 44: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

JAKARTA, KOMPAS.com - Potensi sektor kerajinan di Indonesia masih sangat besar. Dari catatan Kementerian Perdagangan (Kemendag) rata-rata per tahun ekspor kerajinan baru mencapai 600 juta dollar AS. Kecilnya kontribusi terhadap porsi ekspor nasional secara seluruh tersebut, karena perajin terkendala oleh masalah pemasaran.

Sebetulnya baik dari Kemendag pun Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) selaku payung para perajin, kerap menggelar kegiatan pemasaran bagi pelaku sektor kerajinan, seperti pameran. Permasalahannya, pameran pun tak mampu menyingkap banyaknya potensi yang masih tersembunyi. Salah satu alasannya adalah, perajin yang ikut serta dalam kegiatan pameran hanya perajin yang itu-itu saja.

Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Manajemen, Hesti Indah Kresnarini menuturkan pembinaan yang seperti itu kurang tepat.

"Itulah keluhannya, makanya ini harus menjadi perhatian Dekranasda (Dekranas daerah), jangan itu-itu saja yang diajak pameran," kata Hesti kepada Kompas.com, di kediaman Wapres RI, Boediono, di Jakarta, Senin (16/9/2013).

"3-4 pameran bisa dilepas. Itu yang hampir matang silakan jalan sendiri. Ambil lagi yang baru," tambahnya.

Ia menjelaskan, pembinaan yang sebenarnya adalah dengan melepas perajin yang sudah hampir matang. Dengan begitu pelaku usaha kerajinan tersebut bisa berhitung dengan baik biaya promosi secara mandiri, peluang pasar, serta keuntungan yang bakal didapat.

"Harus bisa mendapat potensi baru di tengah kondisi ekonomi yang seperti ini. Target ekspor tahun ini, minimal sama, sudah bagus," lanjut Hesti.

Dalam sambutannya, Ketua Harian Dekranas, Okke Hatta Rajasa, mengungkapkan Indonesia memiliki hampir 480 etnis budaya yang menjadi peluang sektor kerajinan. Sebagian besar berupa produk budaya untuk pemenuhan sandang dan pangan.

Di ulang tahunnya yang ke-33, Dekranas memberikan penghargaan seperti Dekranas Award 2013 serta Pembina Terbaik. Adapun tema kegiatan HUT Dekranas adalah membangun kreativitas pengrajin melalui penguatan kerjasama Dekranas dan Dekranasda.

Sementara Ketua Umum Dekranas Herawati Boediono menyebutkan, dekranasda merupakan ujung tombak dalam merencanakan dan melaksanakan program kerja.

"Maka yang di daerah ini harus ditingkatkan untuk memenuhi tuntutan jaman, pasar, sekaligus menguatkan jatidiri bangsa. Daerah perbatasan hasil kerajinan harus terus dijaga," katanya.

Page 45: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Banyak Pesanan, Perisai Dayak Didesain Pakai Komputer

SINGKAWANG, KOMPAS.com — Tingginya permintaan produk kerajinan ukiran kayu membuat para perajin ukiran perisai khas suku Dayak di Singkawang harus berani mengikuti perkembangan teknologi. Pasalnya, produk kerajinan yang selama ini dihasilkan oleh perajin masih mengikuti pola lama yang berorientasi pada desain motif yang sudah ada atau mengunduh dari internet.

Kondisi tersebut berawal dari pengalaman para perajin ini saat membawa produk ukiran perisai yang mereka hasilkan ke pagelaran Inacraft tahun 2012 yang lalu. Perisai merupakan salah satu alat pertahanan tradisional Dayak yang zaman dulu digunakan sebagai tameng dalam menghadapi musuh. Saat ini perisai lebih difungsikan sebagai pernak-penik hiasan dengan corak khas motif Dayak yang tergambar dalam perisai.

Beragam ukuran perisai yang dijadikan hiasan, mulai dari yang kecil berukuran setengah meter, hingga yang besar berukuran satu setengah meter. Sejak Jumat pagi kemarin, para perajin ukiran perisai yang jumlahnya 20 orang ini mengikuti kegiatan bimbingan teknis diversifikasi produk kerajinan ukiran perisai, yang dimediasi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Barat.

Bimbingan teknis ini mendatangkan instruktur khusus dari Bandung, yaitu Andry Masri, seorang dosen desain produk yang mengajar di Itenas Bandung. Kegiatan bimbingan yang difokuskan pada desain produk ini, salah satunya adalah pelatihan penggunaan aplikasi komputer, yaitu belajar menggambar menggunakan aplikasi Corel Draw. Kegiatan ini diselenggarakan di Parauaman Dayak Salako, sebuah rumah yang menjadi tempat berkumpulnya warga Dayak Salako yang bermukim di Kelurahan Nyarumkop, Singkawang, Kalimantan Barat.

Ketua Kelompok Perajin Ukir Kayu, Andreas Aan, menjelaskan bawa kegiatan ini merupakan sebauh langkah awal dalam mengembangkan produk ukiran yang pernah mereka buat. Dalam kegiatan bimbingan tersebut, peserta diajarkan cara memadukan teknologi modern menggunakan aplikasi komputer yang diterapkan dengan cara tradisional dalam menghasilkan produk ukiran.

“Selama ini kita selalu menggunakan desain motif yang sudah ada atau mengunduh dari internet. Nah, melalui bimbingan ini, kita coba belajar menggunakan aplikasi Corel Draw, belajar membuat gambar kreasi sendiri, jadi mereka bisa mengembangkan motif kreasi yang mereka ciptakan”, kata Aan, Sabtu (14/9/2013).

Permintaan tinggi

Menurut Aan, kegiatan ini diselenggarakan karena kebutuhan pasar akan perisai, yang berdasarkan pameran Inacraf tahun 2012 di Jakarta lalu, permintaan kerajinan perisai motif Dayak sangat tinggi.

“Awalnya, kelompok perajin ini membawa Tangkin, salah satu senjata tradisional Dayak, tapi peminatnya kurang, sedangkan perisai yang kami bawa dalam Inacraf kemarin habis terjual, bahkan kami sempat dapat orderan, tapi karena barang belum mencukupi, sampai sekarang orderan tersebut belum bisa kami penuhi," kata Aan.

Koordinator kegiatan, Yohanes Rudi, yang juga merupakan Kepala Seksi Sarana Industri di Disperindag Propinsi Kalimantan Barat menjelaskan, dengan terselenggaranya kegiatan bimbingan ini, diharapkan ada perubahan pola pikir perajin ukiran kayu yang selama ini masih berfokus pada motif yang ada.

“Selama ini mereka hanya bikin motif yang itu-itu saja, kita coba ubah pola pikirnya. Mereka rata-rata bisa menggambar sendiri motif kreasi. Nah, dari situ mereka diajarkan gambar dengan aplikasi Corel Draw yang diajarkan oleh instruktur," papar Rudi.

Page 46: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Para peserta awalnya sempat bingung dengan penerapan teknologi tersebut. Agustinus, salah satu peserta mengaku perlu penyesuaian dengan ilmu baru yang mereka dapatkan tersebut.

“Ini masih penyesuaian, karena belum terbiasa, kami biasanya hanya pakai pisau cutter atau pakai atat penoreh getah. Sekarang diajarkan pakai alat-alat pahat, jadi harus penyesuaian dulu, sambil belajar gambar pakai komputer," kata Agustinus.

Agustinus dan peserta lainnya mengaku senang dengan adanya kegiatan bimbingan tersebut, selain mereka mendapatkan ilmu baru dalam menggunakan alat ukir, mereka juga semangat bisa membuat motif sendiri dari aplikasi Corel Draw yang diajarkan instruktur, serta bisa melestarikan motif khas Suku Dayak dengan tidak meninggalkan ciri khas ornamen motifnya.

Kegiatan bimbingan ini rencananya akan diselenggarakan selama 5 hari, yang dimulai dari tanggal 13 hingga tanggal 17 September 2013

Page 47: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Industri Kreatif Berperan Penting Tingkatkan Perekonomian Nasional

Pengrajin menyelesaikan pembuatan gantungan kunci berbahan limbah kayu di sentra kerajinan Desa Pucang, Secang, Magelang, Jawa Tengah. (sumber: Antara/Anis Efizudin)

Jakarta - Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemperin), Euis Saedah mengatakan, industri kreatif merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam meningkatkan perekonomian nasional.

"Kemperin terus berupaya meningkatkan kualitas produk industri kecil dan menengah (IKM) sesuai standar dan mutu serta mendorong kemampuan IKM agar dapat memenuhi permintaan jumlah yang besar dalam waktu singkat," kata dia pada pembukaan Pameran "Jogja Extravaganza" di gedung Kemperin, Jakarta, Senin (21/7).

Pameran yang diselenggarakan selama empat hari, tanggal 21 – 24 Juli 2014 dan dibuka untuk umum mulai pukul 09.00 – 17.00 WIB, diikuti sebanyak 44 perajin IKM dengan menampilkan berbagai produk unggulannya, antara lain: batik, tenun, kulit, kayu, rajut, perak, tembaga, kerajinan wayang, herbal, aneka makanan dan lain-lain.

Kegiatan yang terselenggara atas kerjasama Ditjen IKM dengan Dekranasda Provinsi D.I. Yogyakarta, bertujuan untuk mempromosikan produk terbaik dari para perajin unggulan Yogyakarta yang dikuatkan oleh IKM unggulan Kabupaten Sleman.

Pada kesempatan ini, pemerintah daerah Kabupaten Sleman meluncurkan Direktori Potensi Unggulan Sleman, dengan tujuan untuk memperkenalkan dan mempromosikan potensi-potensi daerah setempat kepada masyarakat luas, yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian wilayah tersebut.

Pada tahun 2012, IKM di Yogyakarta mencapai hasil produksi sebesar Rp 241 milyar, dimana kontribusi terbesar dari Kabupaten Sleman yang mencapai Rp 79 milyar dengan 215 unit usaha dan 1.918 tenaga kerja.

Sementara itu, jenis IKM yang tersebar di Kabupaten Sleman, meliputi industri hasil pertanian, hasil perkebunan serta industri batik yang menjadi produk unggulan kabupaten Sleman dan menjadi salah satu penyokong ekspor untuk Yogyakarta.

"Batik Sleman bisa dijadikan komoditas yang menguntungkan, mengingat kualitas dan motifnya sangat unik karena memang hanya ada satu motif yang khas dari batik Sleman, yaitu motif batik Parijotho yang merupakan tumbuhan ciri khas lereng merapi, dan hanya ada di lereng merapi dengan warna dasar alam dan motif salak yang keduanya menjadi ikon batik Sleman," kata Euis.

Page 48: ARTIKEL PELAJARAN PRAKARYA.docx

Selanjutnya, Euis mengatakan, Yogyakarta memiliki banyak potensi industri kreatif diantaranya industri fesyen, kerajinan, seni pertunjukan dan makanan (kuliner). Yogyakarta mempunyai lebih 400 macam corak batik, dan batik adalah komoditas ekspor utama Yogyakarta.

Pada produk kerajinan, terdapat berbagai kerajinan yang terkenal khas seperti kerajinan kayu dari Desa Kerebet, kerajinan kulit dari Desa Manding dan kerajinan perak dari Kota Gede. Sedangkan, produk ekspor andalan Yogyakarta meliputi produk olahan kulit, tekstil dan kayu, dimana tekstil mempunyai nilai ekspor tertinggi.

Dengan berbagai potensi yang ada tersebut, pemerintah daerah maupun pusat akan terus mendukung dan memberikan fasilitasi untuk para pelaku industri kreatif. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja muda terdidik dengan spesialisasi, lembaga-lembaga pendidikan terkait dengan industri kreatif, dan komunitas di berbagai bidang kreatif yang telah mengisi berbagai warna positif untuk Indonesia, baik ajang event dalam negeri maupun luar negeri.

Euis menegaskan, IKM merupakan salah satu sektor yang cukup kuat untuk mendukung pertumbuhan perekonomian di suatu wilayah. "Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan juga memberikan dampak ekonomi secara langsung pada kehidupan masyarakat sekitarnya," kata dia.

Terkait dengan hal tersebut, lanjut Euis, harus terus dilakukan upaya meningkatkan kecintaan pada produk dalam negeri, terutama produk IKM agar menjadi komoditas perdagangan yang memiliki daya saing tinggi.

"Bukan hanya pada persaingan usaha dalam negeri tapi terlebih lagi pada persaingan antar negara, dalam mengisi pasar domestik maupun ekspor,terlebih dalam waktu yang tidak terlalu lama akan segera masuk Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) yang tidak bisa dihindarkan," tegasnya.

Euis berharap, melalui pameran "Jogja Extravaganza", produk-produk IKM hasil perajin Yogyakarta akan semakin dicintai di kalangan masyarakat luas, dengan tampilan yang semakin baik dari segi kualitas, desain, kemasan, serta harganya yang kompetitif dan berdaya saing.