artikel ilmiah - arsitekturarsitektur.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/prayuda-akbar... · akhir...

12
GREENHOUSE BERTINGKAT PADA PUSAT PENELITIAN HORTIKULTURA DI MALANG Multilevel Greenhouse Horticulture Research Center in Malang ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun Oleh : PRAYUDA AKBAR NIM. 0810650074-65 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR 2013

Upload: duonghuong

Post on 28-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

GREENHOUSE BERTINGKAT PADA PUSAT PENELITIAN

HORTIKULTURA DI MALANG

Multilevel Greenhouse Horticulture Research Center

in Malang

ARTIKEL ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun Oleh :

PRAYUDA AKBAR

NIM. 0810650074-65

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN ARSITEKTUR

2013

GREENHOUSE BERTINGKAT PADA PUSAT PENELITIAN HORTIKULTURA DI

MALANG

Prayuda Akbar_Tito Haripradianto_Damayanti Asikin

Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya,

Jalan MT. Haryono 167, Malang 65141, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Wacana krisis pangan global makin menghangat akhir-akhir ini, berbagai media

lokal dan internasional mulai ramai memberitakan berbagai hal yang berkaitan dengan

masalah ini. Melambungnya harga pangan dan beberapa peristiwa kelaparan yang saat ini

terjadi di belahan dunia memang bukanlah kejadian yang baru, namun intensitasnya akhir-

akhir ini memang membuat miris.

Krisis pangan global juga dipicu dengan keterbatasan lahan, alih fungsi lahan sawah

dominan terjadi di pulau Jawa. Masalah lahan pertanian akibat konversi yang tidak bisa

dibendung menjadi tambah serius akibat distribusi lahan yang timpang. Ini ditambah lagi

dengan pertumbuhan penduduk di perdesaan akan hanya menambah jumlah petani gurem

atau petani yang tidak memiliki lahan sendiri atau dengan lahan yang sangat kecil yang

tidak mungkin menghasilkan produksi yang optimal, akan semakin banyak. Lahan pertanian

yang semakin terbatas juga akan menaikan harga jual atau sewa lahan, sehingga hanya

sedikit petani yang mampu membeli atau menyewanya, dan akibatnya, kepincangan dalam

distribusi lahan tambah besar.

Menghadirkan sebuah konsep pertanian vertical. Sistem penanaman tanaman yang

dipakai dalam sistem vertical dengan menggunakan media penumbuh tanaman berupa

greenhouse dengan teknologi aeroponik dan hydroponik. Sistem vertikal ini dikombinasikan

dari system vertical farm yang dikenal sekarang ini sebagai suatu solusi yang diharapkan

dapat menyelesaikan masalah-masalah pertanian yang telah dikemukakan diatas. Vertical

farm sendiri menggunakan sistem pertanian dengan teknologi inovatif untuk menghasilkan

produk pangan yang lebih baik dan sehat.

Sistem vertical farm ini digabungkan dan dikombinasikan menjadi bangunan pusat

riset, karena Indonesia terutama kota Malang dinilai masih dapat memenuhi kebutuhan

masyarakatnya dengan menggunakan sistem pertanian horizontal. Namun cepat atau lambat,

lahan yang ada akan menjadi lebih sedikit untuk digunakan sebagai lahan pertanian,

sehingga Pusat Penelitian Hortikultura muncul sebagai gebrakan untuk mengantisipasi

masalah tersebut, hingga ketika masalah keterbatasan lahan muncul di Indonesia.

Kata kunci : pusat penelitian, pertanian vertikal, material, pencahayaan alami.

Pendahuluan

Sejak dahulu kala Bangsa

Indonesia dikenal sebagai bangsa agraris.

Alam Indonesia memiliki potensi yang

besar pada sektor pertanian. Dukungan

iklim, kesuburan tanah dan hutan sebagai

sumber air menyebabkan mayoritas

penduduk Indonesia menggantungkan

mata pencahariannya sebagai petani.

Demikian pula kondisi geografis

Indonesia, sebagai negara kepulauan yang

menyimpan potensi kekayaan lautnya,

menyebabkan Bangsa Indonesia dikenal

juga sebagai bangsa bahari.

Tidak terlepas Kabupaten Malang,

mayoritas penduduknya, juga, bekerja di

sektor pertanian. Sektor pertanian

merupakan sektor andalan dalam

perekonomian Kabupaten Malang.

Menurut Dinas Pertanian dan Perkebunan

sebagian besar wilayah Kabupaten Malang

merupakan lahan pertanian, yaitu sekitar

15,44 persen (49.519 hektar) merupakan

lahan sawah, 30,77 persen (98.685 hektar)

adalah tegal/ladang/kebun, 6,11 persen

(19.578 hektar) adalah areal perkebunan

dan 2,91 persen (9.325 hektar) adalah

hutan.

Pertanian vertikal adalah sebuah

konsep dimana aktivitas bertani yang

selama ini cenderung di lahan yang

horizontal akan dipindah ke dalam gedung

bertingkat secara vertikal. Konsep

pertanian vertical ini dapat meminimalisir

penggunaan lahan yang digunakan untuk

areal sektor pertanian. Selain itu pertanian

vertikal juga dapat menciptakan citra

budaya tani yang dipadukan dengan

teknologi. Hasil panen yang akan didapat

nantinya sedikit dapat meminimalisir akan

bergantungnya iklim, karena pertanian

vertikal ini menggunakan teknologi yang

mampu menyesuaikan iklim di tiap musim

daerah. Produksi tanaman 24 jam setiap

hari, dan hampir tidak ada gagal panen dari

kekeringan, banjir atau hama. Oleh sebab

itu umumnya konsep pertanian vertikal

yang diterapkan pada gedung lebih banyak

menggunakan sistem pencahayaan dan

penghawaan dengan memakai teknologi

buatan.

Di Indonesia terutama di Kota

Malang saat ini dinilai masih dapat

memenuhi kebutuhan masyarakatnya

dengan menggunakan sistem pertanian

horizontal. Namun cepat atau lambat,

lahan yang ada akan menjadi lebih sedikit

untuk digunakan sebagai lahan pertanian.

Dengan adanya kondisi pertanian di kota

Malang seperti ini, sistem pertanian yang

dilengkapi lahan permodelan untuk

pertanian vertikal ini digabungkan dengan

sebuah greenhouse yang dirancang

bertingkat sehingga dapat digunakan

sebagai prototype untuk mengantisipasi

ketika masalah keterbatasan lahan muncul

di Kota Malang.

Metode Perancangan

Tahap pertama dalam metode

perancangan yang digunakan dalam

mendesain Greenhouse bertingkat di

kawasan karangploso kabupaten malang

ini adalah membaca fenomena/isu dan

fakta yang terjadi pada saat ini baik

fenomena di lapangan ataupun fenomena

yang terkait oleh objek desain. Pada objek

kajian Greenhouse fenomena yang terjadi

adalah pada areal kawasan kabupaten

malang mengalami krisis lahan untuk

bertani sehingga muncul sebuah ide untuk

mendesain rancangan lahan bertani secara

vertikal.

Pedekatan dengan metode

struktural di tinjau dari segi kondisi tapak

perancangan yang berada di area

karangploso. Penentuan sitem konstruksi

juga ditentukan dari segi beban yang akan

diterima oleh tanah, Tahap kedua adalah

pengumpulan data dengan observasi dan

wawancara. Pengumpulan data dengan

observasi dan wawancara dilakukan

melalui survei lapangan baik survei

kondisi tapak dan juga survei objek

Gambar 1. Tabel Produksi sayur-sayuran

2010

komparasi yaitu pada gedung Pasona O2

di jepang. Selain dengan melakukan

obeservasi dan wawancara, juga

menggunakan studi pustaka dari literatur

dan juga data-data yang diberikan oleh

dinas terkait.

Data-data yang telah dikumpulkan

dari hasil observasi dan wawancara di

lapangan serta data dari instansi terkait

ditunjang oleh tinjauan literatur dan

tinjauan komparasi kemudian dilakukan

analisis data. Analisis yang dilakukan

yaitu dengan menggunakan metode

matematis dengan rumus-rumus yang telah

ada.

Tinjauan objek desain Greenhouse

bertingkat akan menghasilkan sebuah

prinsip perancangan Greenhouse dengan

pendekatan pencahayaan alami terhadap

tanaman didalamnya dengan parameter

desain arsitektur yang sesuai konteks

kawasan, bangunan dan ruang.

Langkah berikutnya setelah

melakukan analisa adalah sintesa data.

Sintesa data akan didapatkan dengan

menggabungkan parameter yang telah

dibuat sebelumnya disesuaikan dengan

tinjauan dari objek komparasi sehingga

mendapatkan strategi perancangan

Greenhouse Bertingkat pada kawasan

karangploso kabupaten Malang. Kemudian

tahap proses perancangan yaitu

pengembangan ide/konsep, skematik

desain hingga transformasi desain. Desain

yang telah selesai selanjutnya dilakukan

evaluasi/pembahasan desain.

Hasil dan Pembahasan

Kecamatan Karangploso

merupakan area bagi sentral pertanian di

Kabupaten Malang. Hal ini dapat dilihat

gedung BALITTAS (Balai Penelitian

Tanaman Serat) dan BPTP (Badan

Pengkajian Teknologi Pertanian). Di

kecamatan karangploso ini pusn terkenal

dengan hasil panen yang terjaga

kualitasnya, sehingga balai penelitian ini

dapat menunjang hasil panen agar kualitas

dan kuantitasnya dapat maksimal. Tidak

sedikit hasil panen yang telah diproduksi,

antara lain tomat, jagung, kangkung,

bayam, dan lain-lain. Sehingga perlu di

perlukan sebuah fasilitas penelitian yang

dapat menampung tanaman-tanaman hasil

hortikultura tersebut.

1. Utara : Sawah dan lahan kosong

2. Timur : Perumahan penduduk dan

jalan lingkungan

3. Selatan : BPTP (balai pengkajian

teknologi pertanian)

4. Barat : Balittas

Tapak berada di kawasan pusat

penelitian bisa dilihat pada batas sebelah

kanan yaitu BALITTAS (balai penelitian

tanaman serat) dan di depan tapak yaitu

BPTP (balai pengkajian teknologi

pertanian). Dengan beberapa bangunan

Gambar 2. Batas-Batas Tapak

Gambar 3. Garis kontur pada tapak

penelitian lainnya maka diharapkan

kawasan ini nantinya akan menjadi sebuah

image di kota malang sebagai kawasan

riset bagi pertanian. Pada tapak sendiri

merupakan kawasan bekas lahan

persawahan yang sudah tidak aktif, karena

terdapat banyak kontur tanah yang

berundak-undak layaknya sengkedan.

Radiasi matahari

Tapak menghadap ke selatan

dengan keadaan lingkungan sekitar berupa

ruko 1-2 lantai sehingga seluruh bagian

tapak terkena matahari langsung (90%)

tanpa ada pembayangan bangunan sekitar

yang intensitasnya tinggi. Hal ini menjadi

potensi bangunan, terlebih lagi bangunan

dengan fungsi green house yang

membutuhkan banyak sinar matahari,

begitu juga untuk kebun percobaan. Untuk

memanfaatkan potensi sinar matahari,

jarak antar bangunan dibuat cukup lebar

agar semua bangunan mendapat sinar

matahari, mengurangi kelembaban.

Penyinaran matahari rata-rata pada

Kota Malang yaitu 48,8 %. Waktu

penyinaran matahari mencapai zona

terjauh di sebelah Selatan khatulistiwa

pada tanggal 21 Desember dan berada

pada zona terjauh di sebelah utara pada

tanggal 21 Juni. Waktu matahari mulai

memancarkan radiasinya yang dianggap

mulai panas yaitu pada pukul 08.30-09.00

pagi. Matahari juga mengumpulkan radiasi

matahari terbanyak hingga pukul 15.00.

Adapun sudut datang matahari yang

berlangsung antar jam 09.00 (waktu

pancaran radiasi yang mulai membawa

panas) kurang lebih 50°, dan pada pukul

12.00 yaitu 85-90°.

Penerapan pencahayaan dan

penghawaan alami terhadap bentuk

bangunan nantinya akan memiliki

karakteristik tersendiri, tekait dengan

kedinamisan dari bentuk bangunan

tersebut nantinya. Bentuk dasar bermula

dari bentukan kotak agar efektifitas ruang

dapat maksimal. Namun dengan bentukan

greenhouse yang didasari dengan

pencahayaan dan penghawaan alami, maka

bentuk dasar yang digunakan akan bersifat

aerodinamic. Bentuk bangunan yang

memiliki kedinamisan yang cukup adalah

bentuk lengkung/ setengah lingkaran.

Sehingga bentukan yang semula kotak

akan menjadi bentuk lingkaran sesuai

dengan analisa matahari dan analisa angin.

Bentukan setengah lingkaran akan

mempermudah dan lebih dapat

memaksimalkan pencahayaan dan

pengahawaan alami pada tapak. Bentukan

melengkung juga bersifat estetis atau ber

estetika tinggi.

Gambar 4. Analisis kondisi iklim karangploso

Gambar 5. Garis Edar Matahari

Bentukan dasar kotak akan

mengalami transformasi bentuk dengan

analisa cahaya matahari. Bangunan

nantinya akan berbentuk merongga

kedalam bangunan dengan maksud agar

cahaya matahari yang masuk dapat

maksimal. Rongga didalam bangunan akan

berbentuk seperti kerucut kedalam yang

dimana ditiap sisinya mempunyai tingkat

kemiringan sesuai dengan arah sinar

matahari yang akan diterima dari luar ke

dalam bangunan.

Akibat rotasi, arah dan kemiringan

sumbu bumi, sudut datang sinar matahari

yang mencapai permukaan bumi bervariasi

tiap harinya dan selalu berubah sepanjang

tahun dan kemiringan ini juga

menyebabkan perbedaan musim dan

perbedaan energi radiasi matahari yang

diterima di setiap belahan bumi. Karena

kemiringan poros bumi tetap, belahan

bumi utara akan menghadap matahari pada

bulan Juni dan belahan bumi selatan akan

menghadap matahari pada bulan

Desember. Matahari berada tepat di garis

khatulistiwa pada tanggal 21 Maret dan 21

September.

Sudut datang matahari berubah tiap

tiga bulan sekali dengan perbedaan 23,50

pada waktu puncaknya pada bulan Juni

dan Desember. Bila dihadapkan pada letak

geografis atau lokasi tapak di kabupaten

malang yang berada pada koordinat

112,06 Bujur Timur dan 7,06 – 8,02

Lintang Selatan.

Media Tanam

Media tanam merupakan suatu

teknologi yang dikembangkan oleh

beberapa peneliti guna mempercepat hasil

produksinya. Teknologi yang berkembang

untuk media tanam saat ini adalah

hydroponic. Sistem bercocok tanam

hidroponik kini makin banyak dipilih

karena merupakan budi daya tanaman Gambar 6. Ilustrasi Pembayangan

Gambar 6. Sketsa konsep bentuk

a b c

Gambar 7. Lintasan Sinar Datang Terhadap Garis

Khatulistiwa pada Koordinat

112,06 Bujur Timur dan 7,06 – 8,02 Lintang Selatan

Sumber: Hasil analisis menggunakan software

Ecotect v.5.20

tanpa media tanah. Sistem bercocok tanam

yang lebih banyak menggunakan air

sebagai sumber nutrisi utama ini biasanya

dilakukan di dalam greenhouse. Pasalnya,

faktor-faktor ekosistem bisa lebih mudah

dikendalikan sehingga risiko terhadap

pengaruh cuaca pun bisa diperkecil. Ide

awal kebun hidroponik muncul dalam

menyiasati keterbatasan lahan, waktu, dan

cara pemeliharaan.

Banyak manfaat yang bisa

diperoleh dengan sistem berkebun

hidroponik. Di antaranya, produksi

tanaman lebih tinggi, lebih terjamin dari

hama dan penyakit, tanaman tumbuh lebih

cepat dan pemakaian pupuk lebih hemat,

bila ada tanaman yang mati, bisa dengan

mudah diganti dengan tanaman baru, dan

tanaman memberikan hasil yang kontinu.

Kualitas daun, bunga, atau buah pun lebih

sempurna dan tidak kotor. Di samping itu,

pengerjaannya juga lebih mudah, tidak

memerlukan banyak biaya dan waktu.

Karena manfaat dan perawatannya yang

mudah, sistem ini telah diterapkan di

gedung-gedung bertingkat, tempat-tempat

perbelanjaan modern, dan di apartemen.

Selain itu, penempatan tanaman di gedung

yang tidak ada sirkulasi udaranya juga

bertujuan mencegah sick building

syndrome. Ada beberapa macam teknik

hidroponik, tetapi yang akan digunakan

dalam greenhouse bertingkat ini adalah

teknik Drip Irigation.

Drip irigation merupakan salah satu

teknik hidroponik yang dimana teknik

penyiramannya adalah tetes demi tetes

dengan timer tertentu, sehingga tanaman

tidak akan kekurangan nutrisi dan petani

tidak perlu untuk menyiram lagi. Tetesan

air nutrisi tersebut akan menyerap kedalam

tanah dan sebagian akan terserap oleh

tanaman, sisa nutrisi yang tidak terserap

oleh tanaman akan kembali lagi ke dalam

bak penampung air nutrisi dan begitu

seterusnya.

Untuk konsep bak penampung

nutrisi akan didesain dengan menampung

aliran air di bawah lantai. Ide konsep ini

berawal karena dibawah lantai greenhouse

difungsikan sebagai bangunan

laboratorium yang bersifat steril tanpa ada

kontak dengan iklim diluar. Sehingga

ketika dilatai atas didesain dengan kolam

bak yang membawa nutrisi tersebut maka

suhu di bawah kolam tadi akan bersifat

stabil, karena cahaya matahari yang

membawa panas akan tersaring dengan air

kolam nutrisi sehingga suhu udara

dibawahnya akan dingin.

Pada area datangnya matahari pagi,

di bagian timur tapak diletakan kebun

percobaan, pepohonan eksisting

dipertahankan serta kontur tapak yang

Gambar 8. Media Tanam Hidroponik

Gambar 9. Konsep Rak tanaman

diolah dengan tetap mempertahankan

eksisting yang ada. Sehingga gedung yang

memiliki membutuhkan pencahayaan

matahari buatan dapat memperoleh

matahari pagi secara maksimal tanpa

terhalang bangunan. Berikut merupakan

gambaran areal pembayangan matahari

pagi sekitar pukul 06.30-09.00.

Dengan adanya areal kebun

percobaan matahari pagi akan lebih

maksimal dalam pencahayaan pada gedung

yang memerlukan banyak cahaya

matahari. Kontur tapak yang mengikuti

arah jatuhnya matahari pun mempunyai

potensi sehingga hampir tidak ada

pembayangan pada areal tersebut hingga

sinar matahari senja.

Denah dibagi menjadi 4 area, yaitu

area dimana cahaya matahari di pagi hari

akan masuk lebih besar daripada cahaya

matahari sore. Perbedaan 4 area ini akan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman dari

mulai fase tunas hingga ke dalam fase

panen. Berikut merupakan gambaran area

yang terkena cahaya matahari pagi yang

dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman

Bangunan greenhouse ini

mempunyai utilitas yang khusus dalam hal

penyiraman tanaman. Sistem utilitas yang

digunakan adalah hidroponik. Sistem ini

tergolong hemat karena air yang tercampur

oleh nutrisi akan disiram dan diproses ke

dalam pot, sisa air nutrisi didalam pot

tersebut akan mengalir lagi ke dalam pipa

pembuangan kemudian ditampung untuk

dialirkan lagi pot secara berulang-ulang.

Berikut merupakan gambaran dari sistem

utilitas hidroponik :

Ditinjau dari segi bagaimana

pengkondisian suhu bangunan, maka

utilitas hidroponik akan didesain agar

dapat mempertahankan kondisi suhu agar

stabil. Bak penampung air nutrisi yang

akan dialirkan ke tanaman, akan diletakan

Gambar10. Pembayangan pada Areal Tapak

Gambar11. Pembayangan pada bangunan

Gambar12. Alur Utilitas pada Bangunan

pada lantai bangunan. Air tersebut akan

dapat mempengaruhi kondisi suhu di

bagian bawah bangunan.

Namun agar sistem aliran air yang

akan menyirami tanaman tersebut dapat

terkontrol, maka lantai tersebut akan

menggunakan kaca injak sebagai pijakan

lantai. Material transparan menggunakan

kaca tempered dengan ketebalan 10mm.

selain dapat mendinginkan suhu ruangan

dibawahnya, air tersebut juga dapat

mempengaruhi estetika ruang diatasnya

ketika sinar matahari jatuh dan membias

mengenai air nutrisi tersebut.

Struktur yang digunakan dalam

greenhouse pembibitan untuk menyangga

debit air pada lantai 2, dimana pada lantai

2 ini akan menyimpan air nutrisi yang

dibutuhkan dalam sistem utilitas

hidroponik tersebut nantinya akan

memakai struktur waffle. Struktur ini

memiliki daya untuk menahan beban

secara merata. Beban air yang selalu

bergerak dinamis akan mempengaruhi

daya beban lantai sehingga membutuhkan

penyangga yang mampu menyangga beban

secara merata. Berikut merupakan

gambaran struktur waffle yang dipakai :

Pada atap bangunan yang memakai

kaca tempered untuk mengoptimalkan

cahaya masuk tersebut akan memakai

struktur dome. Dimana struktur ini

mempunyai grid tersendiri agar dapat

menahan beban hingga bentang panjang.

Baja yang digunakan adalah baja H beam,

selain tergolong kuat, pemasangan baja H

beam akan terlihat lebih mudah ketika

zona pertemuan baja akan tersambung dari

sisi vertikal dan horizontalnya. Berikut

merupakan gambaran struktur dome yang

dipakai :

Gambar12. Potongan Bangunan

Gambar13. Penggunaan struktur waffle

Kesimpulan

Pusat penelitian holtikultura

merupakan sarana research sekaligus

sebagai edukasi di bidang pertanian yang

berada di kota malang, sarana ini

merupakan suatu bentuk dalam hal

mengembangkan sektor pertanian yang

saat ini di kota malang kualitas dan

kuantitas di bidang pertaniannya semakin

menurun. Hal ini disebabkan oleh

tingginya nilai properti yang berkembang

yang menyebabkan alih konversi lahan

pertanian untuk dijadikan lahan komersial.

Sehingga di saat menurunnya lahan

pertanian yang dari tahun ke tahun

semakin menurun maka pada pusat

penelitian holtikultura ini akan merancang

sebuah lahan bertani bertingkat untuk

memberikan suatu alternatif yang dimana

dapat menunjang kuantitas dan kualitas

hasil panen.

Lahan bertani bertingkat pada

pusat penelitian holtikultura ini adalah

berupa greenhouse yang disusun

bertingkat, greenhouse ini akan disusun

menjadi 3 tingkat dengan zooning di tiap

lantai adalah laboratorium penelitian di

lantai 1 dan greenhouse di lantai 2 dan

lantai 3. Pada greenhouse tersebut nantinya

akan memakai massa berbentuk kubah

sehingga azimuth atau garis edar matahari

dapat dengan mudah memasukan sinar

matahari untuk masuk ke dalam bangunan

greenhouse yang dimana bangunan ini

memiliki tingkat pencahayaan alami yang

tinggi. Material yang dipakai pada atap

greenhouse ini berupa acrylic, alasan

memakai acrylic adalah dari fungsi

ketahanan dan penyaringan sinar UV yang

berlebih agar tanaman ketika melakukan

fotosintesis yang dimana tanaman tersebut

ketika melakukan fotosintesis akan

membutuhkan cahaya matahari yang

normal agar fotosintesis tersebut berjalan

baik.

Greenhouse bertingkat ini memakai

media tanam hidroponik. Media tanam

demikian akan lebih berpengaruh kepada

sistem utilitas pada bangunan. Media

hidroponik ini akan menyalurkan air

nutrisi yang disimpan didalam bak

penampung kemudian akan disalurkan ke

dalam pot-pot tanaman, dari pot tanaman

tersebut air sisa penyerapan tanaman akan

dialirkan lagi menuju ke bak penampung

dan begitu seterusnya hingga bak

penampung berkurang. Pada bak

penampung akan disediakan timer yang

didesain agar penyiraman dapat dilakukan

secara bertahap dan tidak terlalu overload

ketika melakukan penyiraman.

Media bak penampung air nutrisi pada

hidroponik ini akan ditanam pada lantai.

Bak penampung air ini sengaja ditanam

agar suhu udara dibawah lantai tersebut

akan selalu dingin, karena pada atap

bangunan akan lebih banyak menerima

masukan cahaya matahari yang dapat

meningkatkan suhu sehingga suhu

dibawah lantai akan semakin meningkat

sehingga alternatif yang dapat

dimanfaatkan saat ini adalah mendesain

bak penampung yang ditanam didalm

lantai dan menggunakan kaca tempered

untuk bahan injakan sirkulasi manusia.

Struktur penahan debit air di lantai 2 ini

menggunakan struktur waffle. Struktur ini

memerlukan grid yang dimana setiap grid

tersebut akan mempunyai dimensi yang

sama di tiap-tiap sisi pembalokannya.

Alasan memakai sistem struktur waffle

tersebut adalah karena berat beban yang

diterima bersifat dinamis (berubah-ubah)

sehingga dibutuhkan penahan beban yang

ditiap ketahanannya merata, sehingga

alternatif yang digunakan adalah struktur

Gambar14. Dome sebagai Atap Bangunan

waffle karena dimensi di tiap sisi

pembalokannya akan sama rata untuk

menahan beban bergerak yang selalu

berubah-ubah.

Saran

Pada pusat penelitian holtikultura

di kota malang ini memiliki titik kordinat

matahari yang cocok digunakan pada lahan

pertanian, sehingga greenhouse bertingkat

akan lebih dapat memaksimalkan

pencahayaan alami. Sedangkan ketika

greenhouse tersebut didesain di wilayah

yang berbeda, maka akan berbeda pula

perlakuan desainnya. Hal ini dikarenakan

orientasi atau arah hadap, azimuth di tiap

derajat sudut datangnya matahari ini

berbeda ti tiap-tiap wilayah. Kondisi

geografis pun akan mempengaruhi ketika

sudut sinar datangnya matahari masuk ke

dalam bangunan. Sehingga ketika dalam

merancang greenhouse bertingkat baik di

wilayah yang berbeda ataupun mungkin

memiliki ketinggian lantai yang berbeda

pula maka akan berbeda pula perlakuan

desainnya baik dari segi analisa tapak

perancangan sampai ke dalam tahap

konsep bangunannya.

Daftar Pustaka

Akmal, I. (2007). Sustainable Construction. Rumah Ide, Edisi Spesial Hasil kerjasanma dengan Holcim Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anonim. (2007). Mendesain Roof Garden, Jakarta, http://www.seputar-indonesia.com (15 Maret 2008)

Anonim.. Revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Malang 2000-2010. Malang: Bappeda

Brenda & Vale, R. (1991). Green Architecture Design for a

Sustainable Future, London: Thames and Hudson.

Ching, D. K. (2000). Arsitektur Bentuk Ruang dan Tatanan, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Efendy, et al. (2008). Thermal Comfort in Tropical Design, Tugas Mata kuliah Arsitektur Hijau Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya. (Tidak dipublikasikan).

Frick, H. (1996). Arsitektur dan Lingkungan, Yogyakarta: Kanisius.

Frick, H. (1998). Dasar-Dasar Eko-Arsitektur, Yogyakarta: Kanisius.

Hindarto, P. (2007). Sustainable Architecture - Arsitektur Berkelanjutan 1, Jakarta: astudio, www://http.astudio.or.id (24 Februari 2007)

Kabupaten Malang dalam Angka 2006, (2007). Depok: BPS

Lim, Candice. (2007). Menghijaukan Atap, Futurac Vol. 7, 4

th

Quarter 2007, hlm 16-19.

Mattulada, H. A. (1994). Lingkungan Hidup Manusia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Neufert, Ernst (2002). Data Arsitek Jilid 1 Edisi 33, Jakarta: Penerbit Erlangga

US Green Building Council. (2005). Green Building Rating System for New Constructions & Major Renovations Version 2.2. United State.

Wiseso, R. B. (2000). ’Menuju Desain yang Sadar Lingkungan

dengan Konsep Sustainable Architecture: Sebuah Pendekatan Ekologi’, Kilas Vol. 2, No. 1, Januari, hlm 3-20.

Yeang, K. (1996). Designing with Nature: The Ecology Basis for Architectural Design, New York: McGraw Hill.