artikel arsitektu

101
Teori Elemen Kota Teori Elemen Kota menurut Roger Trancik Figure Ground Theory Teori-teori figure ground dipahami dari tata kota sebagai hubungan tekstual antara bentuk yang dibangun (Building Mass) dan ruang tebuka (Open Space). Analisis Figure/Ground adalah alat yang sangat baik untuk mengidentifikasikan sebuah tekstur dan pola-pola sebuah tata ruang perkotaan (Urban Fabric), serta mengidentifikasikan masalah keteraturan massa/ruang perkotaan. a. pola sebuah tempat Kemampuan untuk menentukan pola-pola dapat membantu menangani masalah mengenai ketepatan (Constancy) dan perubahan (Change) dalam perancangan kota serta membantu menentukan pedoman-pedoman dasar untuk menentukan sebuah perancangan lingkungan kota yang konkret sesuai tekstur konteksnya Markus Zahnd, Perancangan Kota Secara Terpadu (1999 ; 79). b. Fungsi pengaturan Untuk memahami lingkungan binaan, seseorang harus pula memahami bagaimanakah pikiran manusia bekerja karena pikiran manusia menentukan suatu tatanan dunia. Dalam pikiran tradisional, dunia alam adalah kacau dan tidak tertib (contoh:daerah hutan). Artinya, manusia selalu cenderung untuk menggolongkan, mengatur, dan menghasilkan bagan-bagan kognitif (berdasarkan pengalaman, pengetahuan, termasuk kesadaran mengenai hal-hal dan hubungannya). Pemukiman-pemukiman, bangunann- bangunan, dan pertamanan yang luas adalah hasil dari aktivitas semacam itu. c. Sistem pengaturan Suatu lingkungan binaan tidak dapat dirasakan tanpa adanya satu bagan kognitif yang mendasarinya. Beberapa pola pengarah (pola lama dan/atau pola baru) harus ada sehingga suatu bentuk dapat dimunculkan. Bentuk-bentuk tersebut selalu menggambarkan suatu kesesuaian antara organisasi ruang fisik dan organisasi ruang sosial. Pemakaian analisis Figure/Ground sangat berguna dalam pembahasan pola-pola tekstural itu. Pola tekstur sebuah tempat sangat penting didalam perancangan kota, dan secara teknis sering disebut sebagai landasan pengumpulan informasi untuk analisis selanjutnya. Pola-pola tekstur perkotaan dapat sangat berbeda, karena perbedaan tekstur pola-pola tersebut mengungkapkan perbedaan rupa kehidupan dan kegiatan masyarakat perkotaan secara arsitektural. Artinya, dengan menganalisis pola-pola

Upload: amin-safar-kamal

Post on 21-Jul-2016

253 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

saling berbagi

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel arsitektu

Teori Elemen Kota

Teori Elemen Kota menurut Roger Trancik

Figure Ground Theory

Teori-teori figure ground dipahami dari tata kota sebagai hubungan tekstual antara bentuk yang dibangun

(Building Mass) dan ruang tebuka (Open Space). Analisis Figure/Ground adalah alat yang sangat baik untuk

mengidentifikasikan sebuah tekstur dan pola-pola sebuah tata ruang perkotaan (Urban Fabric), serta

mengidentifikasikan masalah keteraturan massa/ruang perkotaan.

a. pola sebuah tempat

Kemampuan untuk menentukan pola-pola dapat membantu menangani masalah mengenai ketepatan

(Constancy) dan perubahan (Change) dalam perancangan kota serta membantu menentukan pedoman-

pedoman dasar untuk menentukan sebuah perancangan lingkungan kota yang konkret sesuai tekstur

konteksnya Markus Zahnd, Perancangan Kota Secara Terpadu (1999 ; 79).

b. Fungsi pengaturan

Untuk memahami lingkungan binaan, seseorang harus pula memahami bagaimanakah pikiran manusia bekerja

karena pikiran manusia menentukan suatu tatanan dunia. Dalam pikiran tradisional, dunia alam adalah kacau

dan tidak tertib (contoh:daerah hutan). Artinya, manusia selalu cenderung untuk menggolongkan, mengatur, dan

menghasilkan bagan-bagan kognitif (berdasarkan pengalaman, pengetahuan, termasuk kesadaran mengenai

hal-hal dan hubungannya). Pemukiman-pemukiman, bangunann-bangunan, dan pertamanan yang luas adalah

hasil dari aktivitas semacam itu.

c. Sistem pengaturan

Suatu lingkungan binaan tidak dapat dirasakan tanpa adanya satu bagan kognitif yang mendasarinya. Beberapa

pola pengarah (pola lama dan/atau pola baru) harus ada sehingga suatu bentuk dapat dimunculkan. Bentuk-

bentuk tersebut selalu menggambarkan suatu kesesuaian antara organisasi ruang fisik dan organisasi ruang

sosial. Pemakaian analisis Figure/Ground sangat berguna dalam pembahasan pola-pola tekstural itu.

Pola tekstur sebuah tempat sangat penting didalam perancangan kota, dan secara teknis sering disebut sebagai

landasan pengumpulan informasi untuk analisis selanjutnya. Pola-pola tekstur perkotaan dapat sangat berbeda,

karena perbedaan tekstur pola-pola tersebut mengungkapkan perbedaan rupa kehidupan dan kegiatan

masyarakat perkotaan secara arsitektural. Artinya, dengan menganalisis pola-pola tekstur perkotaan dan

menemukan perbedaan data pada pola tersebut, akan didapatkan informasi yang menunjukan ciri khas tatanan

kawasan itu dan lingkungannya. Namun dalam kenyataannya, yang sering terjadi

ketika menganalisis suatu kawasan perkotaan adaah kurang jelasnya pola di tempat tersebut. Oleh karena itu, di

dalam kota pola-pola kawasan secara tekstural yang mengekspresikan rupa kehidupan dan kegiatan perkotaan

secara arsitektural dapat diklasifikaskan dalam tiga kelompok sebagai berikut :

Page 2: Artikel arsitektu

Susunan kawasan bersifat homogen yang jelas, di mana ada hanya satu pola penataan

Susunan kawasan yang bersifat heterogen, di mana dua (atau lebih) pola berbenturan

Susunan kawasan yang bersifat menyebar dengan kecenderungan kacau

Di dalam tingkat kota Figure/Ground dapat dilihat dengan dua skala, yaitu skala makro besar dan skala makro

kecil.

d. Skala makro besar

Dalam skala makro besar, Figure/Ground memperhatikan kota keseluruhannya. Artinya, sebuah kawasan kota

yang kecil dalam skala ini menjadi tidak terlalu penting, karena gambar Figure/Ground secara makro besar

berfokus pada ciri khas tekstur dan masalah tekstur sebuah kota secara keseluruhannya

Sumber : Perncangan Kota Secara Terpadu, Markus Zahnd 

Gambar Figure/Ground di dalam skala makro besar ( Figure/Ground kota secara keseluruhan )

e. Skala makro kecil

Dalam skala makro kecil, biasanya yang diperhatikan adalah sebuah figure/ground kota dengan fokus pada satu

kawasan saja. Artinya, pada skala ini kota secara keseluruhan tidak terlalu penting, karena gambar figure/ground

secara makro kecil berfokus pada ciri khas tekstur dan masalah tekstur sebuah kawasan secara mendalam

Sumber : Perncangan Kota Secara Terpadu, Markus Zahnd 

Gambar Figure/Ground di dalam skala makro kecil ( Figure/Ground kawasan secara mendalam)

 

Page 3: Artikel arsitektu

f. Dua pandangan pokok terhadap pola Kota

Disebuah wilayah yang besar seperti kota, muncul aktivitas-aktivitas sangat luas dan berbeda. Semua aktivitas

itu secara umum menggambarkan pilihan yang dibuat berdasarkan seluruh kemungkinan alternatif yang ada.

Pilihan yang dibuat cenderung menjadi sah menurut budaya orang-orang yang bersangkutan. Dengan demikian,

kawasan perkotaan tidak hanya mengesankan suatu tatanan sebagai bagian dari daerah yang lebih luas, tetapi

pemukiman itu sendiri terorganisasikan menurut prioritas-prioritas tertentu. Kedua pandangan pokok tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut Markus Zahnd, Perancangan Kota Secara Terpadu (1999 ; 83) :

Figure yang figuratif Pandangan pertama ini memperhatikan konfigurasi figure atau dengan kata lain, konfigurasi massa atau blok

yang dilihat secara figuratif, artinya perhatian deberikan pada figure massanya.

Ground yang figuratif Pandangan kedua ini mengutamakan konfigurasi ground (konfigurasi ruang atau void). Artinya ruang

atau void dilihat sebagai suatu bentuk tersendiri. Konfigurasi ruang itu dianggap sebagai akibat kepadatan

massa bangunan yang meninggalkan beberapa daerah publik sebagai ground. Ruang publik ini biasanya

secara organis sering berkualitas sebagai bentuk yang mampu meninggalkan identitas kawasannya.

g. Solid dan Void sebagai elemen perkotaan

Seperti telah dikatakan, sistem hubungan di dalam tekstur Figure/Ground mengenal dua keompok elemen

yaitu,solid dan void. Selanjutnya akan dikemukakan elemen-elemen kedua kelompok tersebut. Ada tiga elemen

dasar yang bersifat solid serta empat elemen dasar yang bersifat void Markus Zahnd, Perancangan Kota Secara

Terpadu (1999 ; 98).

Sumber : Perncangan

Kota Secara Terpadu, Markus Zahnd 

Gambar tiga elemen dasar yang bersifat Solid

Sumber : Perncangan Kota Secara Terpadu, Markus Zahnd 

Gambar empat elemen dasar yang bersifat Void

Tiga elemen solid (atau blok) adalah blok tunggal, blok yang mendefenisi sisi, dan blok medan. Ketiga elemen itu

merupakan elemen konkret karena dibangun secara fisik (dengan bahan massa). Paling mudah untuk

Page 4: Artikel arsitektu

diperhatikan adalah elemen blok tunggal karena bersifat agak individual. Akan tetapi, elemen ini juga dapat

dilihat sebagai bagian dari satu unit yang lebih besar, di mana elemen tersebut sering memiliki sifat yang penting

(misalnya sebagai penentu sudut, hirarki, atau penyambung). Lain halnya dengan sifat elemen blok yang

mendefenisis sisi yang dapat berfungsi sebagai pembatas secara linear. Pembatas tersebut dapat dibentuk oleh

elemen ini dari satu, dua , atau tiga sisi. Lain lagi dengan sifat elemen blok medan yang memiliki bermacam-

macam massa dan bentuk, namun masing- masing tidak dilihat sebagai individu-individu, melainkan hanya

dilihat keseluruhan massanya secara bersama.

Dalam tekstur Figure/Ground, kecenderungannya adalah memperhatikan elemen konkret yang massif (bersifat

blok) saja. Akan tetapi, empat elemen void (ruang) sama pentingnya, walaupun keempat elemen berikut ini lebih

sulit untuk dilihat karena semua bersifat abstrak atau kosong (spasial). Tetapi karena keempat eemen ini

mempunyai kecenderungan untuk berfungsi sebagai sistem yang memiliki hubungan erat dengan massa, maka

elemen-elemen void ini perlu diperhatikan dengan baik pula, yakni sistem tertutup yang linear, sistem tertutup

yang memusat, sistem terbuka yang sentral dan sstem terbuka yang linear.

Elemen sistem tertutup linear memperhatikan ruang yang ersifat linear, tetapi kesannya tertutup. Elemen ini

paling sering dijumpai di kota. Elemen sistem tertutup yang memusat sudah lebih sedikit jumlahnya karena

memiliki pola ruang yang berkesan terfokus dan tertutup. Ruang tersebut dapat diamati pada skala besar

(misalnya di pusat kota) maupun di berbagai kawasan (didalam kampung dan lain-lain). Elemen sistem terbuka

sentral ada di kota, di mana kesan ruang bersifat terbuka namun masih tampak terfokus (misalnya kawasan

sungai dan lain-lain) dalam literatur arsitektur, elemen terbuka kadang-kadang juga diberikan istilah Soft-Space,

sedangkan ruang tertutup dinamakanHard-Space.

 

Tidaklah cukup jika hanya memperhatikan tujuh elemen solid dan void saja karenaelemen-elemen di dalam

tekstur perkotaan jarang berdiri sendiri, melainkan dikumpulkandalam satu kelompok. Oleh karena itu sering

dipakai istilah ‘unit perkotaan’. Di dalam kota keberadaan unit adalah penting, karena unit-unit berfungsi sebagai

kelompok bangunan bersama ruang terbuka yang menegaskan kesatuan massa di kota secara tekstural. Melalui

kebersamaan tersebut, penataan kawasan akan tercapai lebih baik kalau massa dan ruang dihubungkan dan

disatukan sebagai suatu kelompok yang mampu menghasilkan beberapa pola dan dimensi unit perkotaan

sebagai berikut :

Grid

Angular

Kurvilinear

Radial konsentris

Aksial

organis

Page 5: Artikel arsitektu

Sumber : Perancangan Kota Secara Terpadu, Markus Zahnd 

Gambar pola massa bangunan (solid) dan ruang terbuka (void)

 

Linkage Theory

Pada teori ini perhatian lebih banyak diberikan pada pola kawasan perkotaan serta bagaimanakah keteraturan

massa dan ruangnya secara tekstural (tata ruang perkotaan). Namun demikian, perlu dilihat keterbatasan

kelompok teori Figure/Ground karena, di samping memiliki kelebihan, pendekatannya sering mengarah ke

gagasan-gagasan ruang perkotaan yang bersifat dua dimensi saja dan perhatiannya terhadap ruang perkotaan

terlalu statis. Artinya, dinamika hubungan secara arsitektural antara berbagai kawasan kota belum diperhatikan

dengan baik.

Oleh sebab itulah, perlu diperhatikan suatu kelompok teori perkotaan lain yang membahas hubungan sebuah

tempat dengan yang lain dari berbagai aspek sebagai suatu generator perkotaan Markus Zahnd, Perancangan

Kota Secara Terpadu (1999 ; 107). Kelompok teori itu disebut dengan istilah linkage (perubungan), yang

memperhatikan dan menegaskan hubungan-hubungan dan gerakan-gerakan (dinamika) sebuah tata ruang

perkotaan (Urban Fabric). Sebuah linkage perkotaan dapat diamati dengan cara dan pendekatan yang berbeda.

Di dalam bab ini linkage perkotaan akan dikemukakan dalam tiga pendekatan, yaitu:

Linkage yang visual

Linkage yang struktural

Linkage yang kolektif

Kota adalah sesuatu yang kompleks dan rumit, maka perkembangan kota sering mempunyai kecenderungan

membuat orang merasa tersesat dalam gerakan di daerah kota yang belum mereka kenal. Hal itu sering terjadi

di daerah yang tidak mempunyai linkage. Setiap kota memiliki bayak fragmen kota, yaitu kawasan-kawasan kota

yang berfungsi sebagai beberapa bagian tersendiri dalam kota.

Walaupun identitas serta bentuk massa dan ruang fragmen-fragmen itu bisa tampak sangat jelas, orang masih

sering bingung saat bergerak di dalam satu daerah yang belum cukup meraka kenal. Kota-kota seperti New York

atau Mexico City dan juga kota-kota di Asia telah menggambarkan masalah tersebut. Hal ini menunjukan bahwa

jumlah kuantitas dan kualitas masing-masing bagian (fragmen) di kota tersebut belum memenuhi kemampuan

Page 6: Artikel arsitektu

untuk menjelaskan sebagai bagian dalam keseluruhan kota. Oleh karena itu, diperlukan elemen-elemen

penghubung, yaitu elemen-elemen linkage dari satu kawasan ke kawasan lain yang membantu orang untuk

mengerti fragmen-fragmen kota sebagai bagian dari suatu keseluruhan yang lebih besar.

Linkage yang visual

Dalam Linkage yang visual dua / lebih fragmen kota dihubungkan menjadi satu kesatuan yang secara visual,

mampu menyatukan daerah kota dalam berbagai skala Markus Zahnd, Perancangan Kota Secara Terpadu

(1999 ; 108). Pada dasarnya ada 2 pokok perbedaan antrara Linkage Visual, yaitu:

Yang menghubungkan dua daerah secara netral

Yang menghubungkan dua daerah, dengan mengutamakan satu daerah

Linkage visual memiliki 5 elemen yang mana ke 5 elemen tersebut memiliki ciri khas suasana tertentu yang

mampu menghasilkan hubungan secara visual, terdiri dari :

Garis : menghubungkan secara langsung dua tempat dengan massa (bangunan atau pohon)

Koridor : dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) yang membentuk ruang

Sisi : menghubungkan dua kawasan dengan satu massa. Mirip dengan elemen garis namun sisi bersifat tidak

langsung

Sumbu : mirip dengan elemen koridor, namun dalam menghubungkan dua daerah lebih mengutamakan

salah satu daerah saja.

Irama : menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang

Sumber

:http://arsadvent.wordpress.com/teori‐roger‐tranci 

Gambar Ilustrasi Lima Elemen Linkage Visual

Linkage yang struktural

Menggabungkan dua atau lebih bentuk struktur kota menjadi satu kesatuan tatanan. Menyatukan kawasan-

kawasan kota melalui bentuk jaringan struktural yang lebih dikenal dengan sistem kolase (collage). Tidak setiap

kawasan memiliki arti struktural yang sama dalam kota, sehingga cara menghubungkannya secara hirarkis juga

dapat berbeda Markus Zahnd, Perancangan Kota Secara Terpadu (1999 ; 116).

Page 7: Artikel arsitektu

Fungsi Linkage struktural di dalam kota adalah sebagai stabilisator dan koordinator di dalam lingkungannya,

karena setiap kolase perlu diberikan stabilitas tertentu serta distabilkan lingkungannya dengan suatu struktur,

bentuk, wujud, atau fungsi yang memberikan susunan tertentu didalam prioritas penataan kawasan.

Ada tiga elemen Linkage struktural yang mencapai hubungan secara arsitektural, yaitu :

Tambahan : melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya

Sambungan : memperkenalkan pola baru pada lingkungan kawasan

Tembusan : terdapat dua atau lebih pola yang sudah ada di sekitarnya dan akan disatukan sebagai pola-pola

yang sekaligus menembus didalam suatu kawasan.

Sumber : http://arsadvent.wordpress.com/teori‐roger‐trancik 

Gambar Tiga Elemen Linkage yang Struktural dalam Pencapaian Secara Arsitektural

 

Linkage bentuk yang kolektif

Teori Linkage memperhatikan susunan dari hubungan bagian-bagian kota satu dengan lainnya. Dalam

teoriLinkage, sirkulasi merupakan penekanan pada hubungan pergerakan yang merupakan kontribusi yang

sangat penting. Linkage memperhatikan dan mempertegaskan hubungan-hubungan dan pergerakan-pergerakan

(dinamika) sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric). Menurut Fumuhiko Maki, Linkage adalah semacam

perekat kota yang sederhana, suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan kegiatan yang

menghasilkan bentuk fisik suatu kota Markus Zahnd, Perancangan Kota Secara Terpadu (1999 ; 126). Teori ini

menjadi 3 tipelinkage urban space yaitu :

Compositional form : bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri secara 2 dimensi. Dalam tipe ini

hubungan ruang jelas walaupun tidak secara langsung.

Mega form : susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis lurus dan hirarkis.

Group form : bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada sepanjang ruang terbuka. Kota-kota tua

dan bersejarah serta daerah pedesaan menerapkan pola ini.

Page 8: Artikel arsitektu

Sumber :

http://arsadvent.wordpress.com/teori‐roger‐trancik 

Gambar Tiga Tipe Linkage Urban Space menurut Fumuhiko Maki

 

place Theory

Dalam teori ini, dipahami dari segi seberapa besar tempat-tempat perkotaan yang terbuka terhadap sejarah,

budaya, dan sosialisasinya serta lebih kepada arti dan makna sebuah tempat. Analisa place adalah alat yang

baik untuk :

Memberi pengertian mengenai ruang kota melalui tanda kehidupan perkotaannya.

Memberi pengertian mengenai ruang kota secara kontekstual

Kelemahan analisa place muncul dari segi perhatiannya yang hanya difokuskan pada suatu tempat perkotaan

saja. Trancik menjelaskan bahwa sebuah ruang (space) akan ada jika dibatasi dengan sebuah void dan

sebuah spacemenjadi sebuah tempat (place) kalau mempunyai arti dari lingkungan yang berasal dari budaya

daerahnya. Schulz (1979) menambahkan bahwa sebuah place adalah sebuah space yang memiliki suatu ciri

khas tersendiri. Menurut Zahnd (1999) sebuah place dibentuk sebagai sebuah space jika memiliki ciri khas dan

suasana tertentu yang berarti bagi lingkungannya. Selanjutnya Zahnd menambahkan suasana itu tampak dari

benda konkret (bahan, rupa, tekstur, warna) maupun benda yang abstrak, yaitu asosiasi kultural dan regional

yang dilakukan oleh manusia di tempatnya.

Madanipuour (1996) memberikan penjelasan bahwa dalam memahami tempat (place)

dan ruang (space) menyebut 2 aspek yang berkaitan :

Kumpulan dari bangunan dan artefak ( A Collection of Building and Artifacts).

Tempat untuk berhubungan sosial ( A Site Social Relationship)

Selanjutnya menurut Spreiregen (1965), urban space merupakan pusat kegiatan formal suatu kota, dibentuk

olehfacade bangunan (sebagai enclosure) dan lantai kota. Jadi sudah sangat jelas bahwa sebuah jalan yang

bermula sebagai space dapat menjadi place bila dilingkupi dengan adanya bangunan yang ada di sepanjang

jalan, dan atau keberadaan landscape yang melingkupi jalan tersebut, sebuah place akan menjadi kuat

keberadaannya jika didalamnya memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang berarti bagi lingkungannya.

Page 9: Artikel arsitektu

HOME

ARSITEKTURReferensi desain dan materi pembelajaran ilmu arsitektur

TERJEMAHKAN

BERITA PERANCANGAN » MATERI » BUKU TUTORIAL DOWNLOADS » TOKOH ARSITEK

DEFINISI IKLIM, Pembagian Iklim, dan Pengaruh Iklim Terhadap Manusia03.06  riez espada  No comments

DEFINISI IKLIM   Menurut buku “Arsitektur Tropis Lembab”, iklim adalah kondisi fisik lingkungan atmosferik yang merupakan karakteristik lokasi, geografi yang dipengaruhi oleh unsur-unsur suhu udara, kelembaban, angin, curah hujan, dan radiasi matahari yang saling ketergantungan satu sama lainnya.   Dalam buku “Climate and Architecture” disebutkan bahwa iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu daerah dipermukaan bumi yang berlangsung dalam waktu yang relatif panjang.

PEMBAGIAN IKLIM

Page 10: Artikel arsitektu

Pembagian iklim dalam arsitektur sangat berkaitan dengan faktor kenyamanan (comfort) dalam aitan interaksi pemakai dan bangunan. Dalam hal ini iklim dapat dibagi menjadi 4 katagori utama, yaitu:

Iklim Dingin (sejuk) Iklim ini ditandai oleh rendahnya panas dari radiasi matahari akibat sudut matahari yang rendah.Suhu udara rata-rata 15 derajat C dibawah nol (-60 0 s/d -70 derajat F) dan sering dibarengi dengan sejumlah besar hujan. Kelembaban relatif tinggi selama musim dingin.

Iklim Moderat (sedang) Iklim ini ditandai dengan variasi panas yang berlebihan dan dingin yang berlebihan pula, namun tak begitu kontras. Suhu rata-rata pada musim dingin 15 derajat C dibawah nol dan suhu terpanas sekitar 25 derajat C. 

Iklim Panas Lembab Iklim ini ditandai dengan variasi panas yang berlebihan serta banyak uap air. Serta Suhu rata-rata diatas 20 derajat C dengan kelembaban relatif sekitar 80% - 90%. 

Iklim Panas Kering Iklim ini ditandai dengan panas yang berlebihan, kurangnya uap air dan udara kering. Suhu udara rata-rata 25 derajat C, suhu terpanas dapat mencapai 45 derajat C, sedangkan suhu terdingin dapat mencapai 10 derajat C disertai dengan kelembaban relatif yang sangat rendah. 

PENGARUH IKLIM TERHADAP MANUSIARancangan untuk pengendalian iklim dan penghematan energi dapat memberikan suatu lingkungan yang menarik bagi manusia. Manusia sebagai pemakai bangunan membutuhkan lingkungan yang serasi, sesuai baginya guna untuk aktifitasnya. Dalam hal ini interaksi bangunan dan iklim sekelilingnya merupakan hal yang penting hingga terciptanya lingkungan yang dimaksud. Pengaruh iklim terhadap manusia dapat ditinjau dalam kaitan sebagai berikut: 

Iklim dan Ekologi Tampilan secara sadar dihasilkan oleh acuan yang timbul. Keadaan ini dapat dilihat pada sosial budaya, seperti dalam cara berpakaian dan perancangan bangunan-bangunan tradisional masing-masing daerah.Dalam hal ini bangunan merupakan unsur utama yang menjadi perubahan iklim lingkungan di luar menjadi iklim lingkungan di dalam. Ini berarti bahwa bangunan ikut membentuk sistem keseimbangan ekosistem. 

Iklim dan Budaya Budaya manusia sangat tergantung pada kemampuan manusia untuk berkomunikasi satu sama lain dan mengkoordinir aktifitasnya. Iklim mempengaruhi pola aktifitas baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu iklim mempunyai hubungan langsung dengan perkembangan budaya. Pengaruh ini terlihat dengan kenyataan bahwa iklim mampu memberikan kontak diantara manusia dan lingkungan sosial dan budaya. 

Iklim dan Bangunan Berdirinya bangunan di permukaan bumi terus bertambah secara bertahap. Manusia beradaptasi dengan alam melalui bangunan dengan cara: 

Page 11: Artikel arsitektu

1. Mencari lokasi yang benar dan sesuai bagi huniannya.2. Mencari orientasi yang benar 3. Membuat bangunan yang benar 4. Membuat penghuninya nyaman 

Sejak dahulu hingga sekarang manusia terus belajar mengatur interaksi bangunannya dengan kondisi iklim sekelilingnya yang sesuai untuk kehidupannya. Oleh kerena itu bangunan yang berdasarkan penghematan energi memerlukan pengetahuan yang baik mengenai iklim setempat. 

Iklim dan Kenyamanan Iklim lingkungan diubah (modified) oleh bangunan menjadi lingkungan dalam yang mempengaruhi langsung kenyamanan manusia sebagai pemakai bangunan. Iklim didalam ruangan yang baik dapat membuat manusia beraktifitas dengan baik sesuai dengan kehendaknya. Oleh karena itu ada 2 persyaratan utama dari iklim dalam ruangan, yaitu :

1. Tidak menyebabkan tekanan (stress) yang mungkin dapat merusak sistem ekologi manusia.2. Memberikan rasa aman pada manusia dan lingkungan yang berhubungan dengan aktifitasnya.

Page 12: Artikel arsitektu

ARSITEKTURReferensi desain dan materi pembelajaran ilmu arsitektur

ILMU LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL SCIENCE) DALAM ARSITEKTUR17.47  riez espada  No commentsA. Pengertian Ilmu Lingkungan atau Environmental ScienceIlmu lingkungan atau Environmental Science (ES) merupakan suatu ilmu yang mempelajari interaksi antara komponen – komponen fisik, kimia dan biologi yang ada di lingkungan serta merupakan suatu disiplin ilmu yang saling melengkapi dengan ilmu alam, ilmu teknik dan ilmu sosial. Dalam keterkaitannya dengan Ilmu lingkungan, ESberfokus pada polusi dan penurunan kualitas lingkungan yang berhubungan dengan aktivitas manusia yang berpengaruh pada perubahan biologis dan lingkungan berkelanjutan, serta melibatkan aspek ilmu ekonomi, ilmu hukum dan ilmu – ilmu sosial. Keseluruhan aspek ilmu tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan berpengaruh pada lingkungan.

Ilmu lingkungan dalam konteks arstitektur erat kaitannya dengan istilah Ecological Designatau Arsitektur Ekologis, dimana dalam setiap perencanaan arsitektur selalu mempertimbangkan kaidah atau aspek lingkungan yang ada untuk dapat memberikan kontribusi di dalam pembangunan sehingga mampu meminimalkan dampak negatif dalam pembangunan demi kelestarian lingkungan dan alam tetap terjaga. Dalam hal ini konteks ilmu lingkungan tidak lepas dari prilaku manusia itu sendiri sebagai suatu komponen lingkungan yang paling dominan karena manusia senantiasa mengolah, mengambil dan mengembangkan sesuatu yang ada di alam itu sendiri. Untuk mencapai keseimbangan lingkungan tentu diperlukan kesadaran dari manusia agar merasa memiliki dan mencintai segenap makhluk hidup dan alam lingkungannya sebagai tempat hidupnya.

Konsep arsitektur ekologis mengandung bagian – bagian, antara lain : arsitektur biologis yaitu arstektur kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan, arsitektur alternatif yaitu pemikiran akan penggunaan energi alternatif lainnya namun tetap memperhatikan kaidah lingkungan, arsitektur matahari yaitu arsitektur yang memanfaatkan energi surya, arsitektur bionik dikaitkan dalam bidang teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan kesehatan manusia, serta biologi pembangunan.

B. Isu – Isu Tentang Perusakan Lingkungan Dewasa Ini

Page 13: Artikel arsitektu

Beberapa isu – isu tentang perusakan lingkungan yang sedang gencar – gencarnya dibahas oleh berbagai pihak yang peduli dan prihatin akan kondisi lingkungan saat ini sedang menjadi topik dunia. Berbagai jenis revolusi dan gerakan cinta lingkungan telah digerakkan untuk menjadi sesuatu yang benar – benar dipikirkan untuk masa depan. Seperti contoh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Green Peace, Green Light, Green Movie Community, dan sebagainya. Berbagai inti permasalahan lingkungan digali dari segi sosial, politik, hukum dan ekonomi. Karena keseluruhan aspek ilmu menimbulkan sebab dan akibat yang saling berhubungan dengan lingkungan. Dalam Majalah Sustainable Constuction dijelaskan apa saja yang menjadi penyumbang perusakan lingkungan, dantaranya :1. Pertambahan jumlah populasi manusia dimuka bumiJumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan semakin sesaknya populasi penduduk dunia, hal ini menyebabkan bumi tidak sanggup lagi menampung ledakan populasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kepadatan penduduk menyebabkan kebutuhan konsumsi semakin tinggi. Berbagai rentetan sosial seperti pengangguran, kelaparan, serta penyakit – penyakit lain yang timbul akibat lingkungan pemukiman yang tidak layak huni. 

2. Eksploitasi dan konsumsi sumber daya yang berlebihanKeinginan manusia untuk meningkatkan kenyamanan hidup menyebabkan mereka selalu ingin mengambil sumber daya alam secara terus – menerus, selain itu dituntut pula dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi. Adanya teknologi menyebabkan perubahan gaya hidup, dan sekarang manusia tidak puas memiliki hunian secukupnya. Hal ini berdampak pada pemikiran mereka untuk menggunakan tanah semaksimal mungkin untuk bangunan karena harga tanah yang semakin menjulang tinggi. Lama kelamaan ruang terbuka hijau akan semakin berkurang. 

3.Sumber daya yang tak terbaharukanGas bumi dan biji besi merupakan dua contoh sumber daya yang tak terbaharukan. Kayu merupakan salah satu sumber daya yang sangat lama terbaharukan dan kini kayu menjadi material yang tidak sustainable karena tidak mudah terbaharukan. Eksploitasi besar-besaran menyebabkan kita kehabisan sumber daya dengan sangat cepat. Kasus kebakaran, pencurian dan penebangan pohon mengakibatkan hutan tidak sanggup lagi menyerap CO2 dan mengolahnya menjadi H2O. 

4. Proses pengolahan dan transportasiProses pengolahan dan pengangkutan bahan mentah yang bersumber dari alam menyebabkan perlunya energi dan bahan bakar yang sangat banyak. Yang pada akhirnya berakibat timbulnya emisi atau gas buangan hasil proses pembakaran energi. 

5. Pemanasan GlobalKonsumsi manusia dalam pengambilan sumber daya, penggunaan transportasi, kapadatan penduduk, pembabatan hutan dan lain sebagainya menyebabkan meningkatnya konsentrasi CO2. Atmosfer di lapisan bumi menjadi menipis dan semakin tebalnya kadar CO2 di udara, sehingga panas matahari terperangkap yang kemudian menyebabkan terganggunya pelepasan panas dari bumi ke luar atmosfer. Hal inilah disebut dengan pemanasan global atau Global Warming, dengan efek yang menyebabkan perubahan iklim yang cukup drastis. 

Page 14: Artikel arsitektu

6. Konstruksi, menyumbang kerusakan lingkungan terbesar.Kontribusi bidang konstruksi terhadap kerusakan alam antara lain : dimulai dari pengambilan material dari berbagai sumber terkait dengan proses pengangkutannya, pengolahan material – material yang akan dipergunakan, pendistribusian material jadi dari sumbernya ke pemakai, proses konstruksi itu sendiri, pengambilan lahan untuk bangunan, dan konsumsi energi yang dimulai saat bangunan dipakai. Secara global sector konstruksi mengonsumsi 50% sumber daya alam, 40% energi, dan 16% air. Konsruksi juga menyumbangkan emisi CO2 terbanyak, yaitu 45%. Hal ini menandakan bahwa dalam pembangunan kita tidak lagi meningkatkn kualitas hidup kita, sebab kerusakan alam yang terjadi sebagai akibatnya sama dengan penurunan kualitas manusia. Dalam hal ini untuk pemecahan bidang konstuksi sangat diperlukan langkah yang bijaksana untuk menerapkan konstruksi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dimana konstruksi tersebut berusaha meminimalisasi kerusakan yang ada di alam.Dalam pengambilan material untuk pembangunnan diperlukan pemikiran transportasi untuk meminimalisasi perusakan lingkungan.

Dampak daripada konstruksi menurut data-data dari Alex Bueci dalam workshop PT. Holcim Indonesia ditampilkan bahwa konstruksi mengonsumsi 50% hasil alam, 40% energi, dan 16% air. Limbah akibat konstruksi baik untuk pembangunan dan peruntuhan jauh lebih banyak dibandingkan gabungan volume seluruh limbah rumah tangga. Dan secara keseluruhan kegiatan konstruksi menyumbangkan 45% emisi CO2, melebihi gabungan antara transportasi dan industry lain. 

C. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menuju Arsitektur Berwawasan Lingkungan 

Page 15: Artikel arsitektu

Dalam buku Dasar–dasar Eko-arsitektur dijelaskan bagaimana konsep arsitektur berwawasan lingkungan serta kualitas konstruksi dan bahan bangunan untuk rumah sehat dan dampaknya terhadap kesehatan manusia. Dalam penerapannya, alam merupakan suatu pola perencanaan eko-arsitektur. Lingkungan alam sebagai makrokosmos dan lingkungan buatan (rumah) sebagai mikrokosmos. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pola perencanaan eko arsitetur antara lain : 1. Penyesuaian terhadap lingkungan alam setempat. Perencanaan pembangunan hendaknya mmperhatikan orientasi terhadap sinar matahari, arah angin, perubahan suhu siang dan malam serta penggunaan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Hal ini dilakukan sebagai suatu usaha untuk menghemat energi. 

2 Menghemat sumber energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit penggunaan energi. Beberapa hal yang bisa dilakuan antara lain dengan meminimalisasi penggunaan energi untuk alat pendingin, optimalisasi pada penggunaan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, menggunakan energi alternatif dan energi surya. 

3. Memelihara sumber lingkungan udara, tanah, dan air yaitu dengan memperhatikan berbagai aspek bahan pencemar yang bisa mengganggu peredaran air, kebersihan udara dan tanah. 

4. Memelihara dan memperbaiki peredaran alam. Setiap aktivitas manusia harus memperhatikan semua ekosistem yang harus dimengerti sebagai suatu peredaran di alam dan manusia tidak boleh merusaknya. Contoh : dalam kegiatan penggunaan bahan bangunan harus memperhatikan rantai bahannya sehingga tetap berfungsi juga sebagai peredaran. 

5. Mengurangi ketergantungan pada sistem pusat energi (listrik, air) dan limbah (air limbah, sampah). 

6. Penghuni ikut serta secara aktif pada perencanaan pembangunan, dan pemeliharaan perumahan. 

7. Tempat kerja dan pemukiman dekat. Hal ini dimaksudkan agar akses atau pencapaian dari rumah ke tempat kerja bisa dilakukan dengan berjalan kaki atau bersepeda sehingga mampu mengurangi emisi atau gas buangan yang terlalu banyak dari kendaraan bermotor.8. Kemungkinan penghuni menghasilkan sendiri kebutuhannya sehari – hari. 

9. Menggunakan teknologi sederhana yaitu dapat dilakukan dengan cara menggunakan teknologi mudah dirawat dan dipelihara serta sesuai dengan teknologi pertukangan.

Konsep arsitektur ekologis adalah memperhatikan prinsip-prinsip ekologis pada perencanaan lingkungan buatan. Seperti pada gambar di dibawah, peredaran yang ada di lingkungan baik berupa pemanfaatan sinar matahari, udara, air hujan dan tanaman dimanfaatkan sebaik mungkin untuk perencanaan suatu bangunan.

Referensi Frick H, FX Bambang Suskiyanto, (1998), Dasar-dasar Eko-arsitektur, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Akmal Imelda Studio Architecture, (2007), Sustainable Constuction, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Armansyah A & Munggoro W, (2008), Menjadi Environmentalis Itu Gampang!, Penerbit WALHI, Jakarta. Wanda Widigdo C, Pendekatan Ekologi pada Rancangan Arsitektur, sebagai upaya mengurangi Pemanasan Global, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UK Petra. 

Page 16: Artikel arsitektu

ARSITEKTURReferensi desain dan materi pembelajaran ilmu arsitektur

TERJEMAHKAN

BERITA PERANCANGAN » MATERI » BUKU TUTORIAL DOWNLOADS » TOKOH ARSITEK

Mengenal Roof Garden: Sejarah, Manfaat, dan Aplikasi16.26  riez espada  No commentsPengembangan taman atap modern (roof garden atau atap hijau) adalah sebuah fenomena yang relatif baru. Roof garden teknologi pertama kali dikembangkan di Jerman pada tahun 1980-an yang kemudian menyebar ke negara-negara Eropa lainnya seperti Swiss, Belanda, Austria Inggris, Italia, Perancis, dan Swedia. Bahkan saat ini, diperkirakan 10% dari semua bangunan di Jerman memiliki taman atap. Selain Jerman, Austria (Linz kota) telah mengembangkan sebuah proyek taman atap sejak tahun 1983, serta Swiss mulai intensif mengembangkan taman atap sejak tahun 1990. 

Di Inggris, London dan Sheffield pemerintah kota bahkan telah membuat kebijakan khusus mengenai pengembangan taman atap. Pengembangan taman atap juga populer di Amerika Serikat meskipun tidak seintensif di Eropa. Di Amerika konsep taman atap pertama kali dikembangkan di Chicago, kemudian menjadi populer di Atlanta, Portland, Washington, dan New York (Wikipedia, 2008). Beberapa negara di Asia seperti Jepang, Korea, Hong Kong, Cina dan Singapura adalah aktivis dalam proyek taman atap.

Page 17: Artikel arsitektu

Keberadaan taman atap, terutama di kota-kota besar (metropolitan) memiliki peran penting serta ruang hijau lainnya. Ancaman terhadap keberadaan ruang hijau akibat pembangunan infrastruktur kota dapat diimbangi atau dikompensasi dengan mengembangkan taman atap.Secara umum, manfaat dari taman atap (roof garden) adalah sebagai berikut (Rooftops Hijau, 2008, Holladay, 2006):

Mengurangi tingkat polusi udara, vegetasi pada taman atap dapat mengubah polutan (toksin) di udara menjadi senyawa berbahaya melalui reoksigenation, taman atap juga berperan dalam menstabilkan jumlah gas rumah kaca (karbon dioksida) di atmosfer kota sehingga untuk menekan efek rumah kaca,    Menurunkan suhu, kehadiran taman atap dapat mengurangi efek radiasi panas dari matahari dan dari dinding tanah (panas efek pulau), konservasi air, taman atap dapat menyimpan sebagian besar air berasal dari air hujan sehingga menyediakan mekanisme evaporasi-transpirasi yang lebih efisien, Mengurangi polusi suara / kebisingan, komposisi vegetasi pada taman atap memiliki potensi yang baik dalam mengurangi kebisingan yang berasal dari luar bangunan (kebisingan dari kendaraan bermotor atau kegiatan industri) Menampilkan keindahan aspek bangunan (estetika), serta fungsi dari taman pada umumnya, taman atap (atap hijau) memberikan aspek pembangunan keindahan yang terlihat lebih hidup, indah, dan nyaman, meningkatkan keanekaragaman hayati keragaman kota, taman atap dapat berfungsi sebagai penghubung bagi gerakan serta organisme habitat (satwa) antara ruang hijau di daerah perkotaan.

Berdasarkan jumlah biaya (maintenance) yang dibutuhkan, kedalaman tanah (media tanam), dan jenis tanaman yang digunakan, roof garden ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu (The Site.org Lingkungan, 2006):

Page 18: Artikel arsitektu

Roof garden ekstensif (Green Roof luas), jenis biaya roof garden pemeliharaan cukup rendah, media tanam (tanah) dangkal, dan tanaman yang digunakan adalah tanaman hias ringan.Roof garden memiliki skala yang bangunan ringan dan sempit yang banyak digunakan di rumah yang tidak terlalu luas seperti garasi, atap, teras, atau dinding. 

Roof garden ekstensif Semi (Semi-Extensive Green Roof), taman atap memiliki kedalaman media tanam (tanah) lebih dari sebuah taman atap yang luas, dapat menampung sejumlah besar tanaman dan lebih dekoratif. Taman atap membutuhkan struktur yang lebih kuat dan berat. 

Roof Garden Intensif (Intensive Green Roof), taman atap memiliki ukuran luas dari struktur yang besar dan kuat, mampu menampung berbagai jenis tanaman kecil dan besar (pohon).Taman atap jenis ini banyak digunakan pada bangunan besar (pencakar langit) dan dapat digunakan sebagai sarana rekreasi.

Taman atap juga memiliki banyak keuntungan banyak. Manfaat Manfaat atap taman meliputi: 1. Keuntungan EKologi

Dapat menciptakan iklim mikro yang sejuk . Mengundang hewan - hewan seperti burung dan unggas lainnya . Melestarikan tanaman lain . Mengurangi polusi udara.

2. Keuntungan Teknis Sebagai penghambat laju air hujan . sebagai pelindung atas atap, sehingga beton menjadi lebih tahan lama . dapat mengurangi kebisingan perkotaan.

3. Keuntungan bagi pemilik bangunan Atap bangunan lebih tahan lama sehingga biaya perawatan lebih hemat.  Menambah ruang baru yang akan digunakan.  dan tentu saja dapat meningkatkan daya jual bangunan tersebut.

Di daerah perkotaan sebagian besar ruang penuh dengan bangunan besar (pencakar langit), memiliki potensi besar untuk dikembangkan taman atap (roof garden). Aplikasi taman atap sekarang tersebar luas, tidak terbatas pada gedung-gedung pencakar langit, tetapi dapat dikembangkan dalam pembangunan rumah sekalipun. Aplikasi taman atap dapat dilakukan di daerah perkotaan (daerah perkotaan), yaitu di gedung perkantoran, mal, hotel, apartemen, atau flat, daerah atau kompleks perumahan (perumahan), di daerah industri seperti pabrik, dan di tempat-tempat lain seperti taman hiburan (rekreasi), museum, sekolah, universitas, rumah sakit, bandara, stasiun, perpustakaan, dan sebagainya (Rooftops Hijau, 2008).

Beberapa contoh bangunan yang dilengkapi dengan taman atap termasuk ACROS membangun (Crossroads Asia Selama Laut) di kota Fukuoka, Jepang, Namba Park di Osaka, Jepang, Balai Kota Chicago, Amerika Serikat, Ballard Perpustakaan di Seattle, Amerika Serikat; Mount Elizabeth Rumah Sakit, Singapura, Horniman Museum dan

Page 19: Artikel arsitektu

Canary Wharf di Londond, Inggris, museum L'Historial de la Vendée, Perancis, dan Golden Gate Park di San Francisco, USA. Via G raniterock

ARSITEKTURReferensi desain dan materi pembelajaran ilmu arsitektur

TERJEMAHKAN

BERITA PERANCANGAN » MATERI » BUKU TUTORIAL DOWNLOADS » TOKOH ARSITEK

ARSITEKTUR EKOLOGI05.34  riez espada  No comments

   Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Emst Haeckel, ahli dari ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai

ilmu interaksi dari segala jenis makhluk hidup dan lingkungan. Arti kata ekologi dalam bahasa yunani yaitu

“oikos” adalah rumah tangga atau cara bertempat tinggal dan “logos” bersifat ilmu atau ilmiah. Ekologi dapat

didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan

lingkungannya (Frick Heinz, Dasar-dasar Ekoarsitektur, 1998).

   Arsitektur yang ekologis akan tercipta apabila dalam proses berarsitektur menggunakan pendekatan desain

yang ekologis (alam sebagai basis desain). Proses pendekatan desain arsitektur yang menggabungkan alam

dengan teknologi, menggunakan alam sebagai basis design, strategi konservasi, perbaikan lingkungan, dan bisa

diterapkan pada semua tingkatan dan skala untuk menghasilkan suatu bentuk bangunan, lansekap, permukiman

dan kota yang revolusioner dengan menerapkan teknologi dalam perancangannya. Perwujudan dari desain

ekologi arsitektur adalah bangunan yang berwawasan lingkungan yang sering disebut dengan green building.

A. Prinsip-prinsip ekologi sering berpengaruh terhadap arsitektur (Batel Dinur, Interweaving Architecture and

Ecology – A theoritical Perspective). Adapun prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain:

Page 20: Artikel arsitektu

a. FlutuationPrinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan

hubungan proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan proses alami yang terjadi di lokasi dan

lebih dari pada itu membiarkan suatu proses dianggap sebagai proses dan bukan sebagai penyajian dari proses,

lebihnya lagi akan berhasil dalam menghubungkan orang-orang dengan kenyataan pada lokasi tersebut.

b. StratificationPrinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharusnya muncul keluar dari interaksi perbedaan

bagian-bagian dan tingkat-tingkat. Semacam organisasi yang membiarkan kompleksitas untuk diatur secara

terpadu.

c. Interdependence (saling ketergantungan)Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah hubungan timbal balik. Peninjau

(perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling

ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur bangunan.

Pola Perencanaan Eko-Arsitektur selalu memnfaatkan alam sebagai berikut :

Dinding, atap sebuah gedung sesuai dengan tugasnya, harus melidungi sinar panas, angin dan hujan.

Intensitas energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan yang digunakan saat pembangunan harus

seminal mungkin.

Bangunan sedapat mungkin diarahkan menurut orientasi Timur-Barat dengan bagian Utara-Selatan menerima

cahaya alam tanpa kesilauan.

Dinding suatu bangunan harus dapat memberi perlindungan terhadap panas. Daya serap panas dan tebalnya

dinding sesuai dengan kebutuhan iklim/ suhu ruang di dalamnya. Bangunan yang memperhatikan penyegaran

udara secara alami bisa menghemat banyak energi.

B. Dasar – Dasar Ekologi Arsitektur

Dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar pemikiran yang perlu diketahui, antara lain.

1. HolistikDasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai satu kesatuan yang lebih penting

dari pada sekedar kumpulan bagian.

2. Memanfaatkan pengalaman manusiaHal ini merupakan tradisi dalam membangun dan merupakan pengalaman lingkungan alam terhadap manusia.

3. Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis.

4. Kerja sama antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak.

Page 21: Artikel arsitektu

ARSITEKTURReferensi desain dan materi pembelajaran ilmu arsitektur

TERJEMAHKAN

BERITA PERANCANGAN » MATERI » BUKU TUTORIAL DOWNLOADS » TOKOH ARSITEK

Ruang Jalan sebagai Ruang Publik08.45  riez espada  No comments

Ruang Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan

perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan

tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori

dan jalan kabel. Jaringan jalan merupakan salah satu pembentuk struktur kota, menjadi aspek penting dalam

pembangunan wilayah, ekonomi, sosial dan politik. Melalui fungsinya sebagai sarana transportasi, jaringan jalan

memiliki keterkaitan yang erat dengan pola penggunaan lahan perkotaan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan menyatakan manfaat jalan

meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Ruang manfaat jalan merupakan ruang

sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara

jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

Ruang manfaat jalan hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi

jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan

bangunan pelengkap lainnya. Trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.

Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan. Saluran tepi jalan hanya

diperuntukkan bagi penampungan dan penyaluran air agar badan jalan bebas dari pengaruh air. Setiap orang

dilarang memanfaatkan ruang publik kota yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.

Tiap ruas jalan memiliki bagian-bagian jalan, dimana masing-masing memiliki fungsi khusus. Bagian-bagian jalan

terdiri dari:

1. Ruang manfaat jalan

Adalah ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi jalan, serta

ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas (dengan atau tanpa jalur pemisah), bahu jalan dan

Page 22: Artikel arsitektu

jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak dibagian paling luar dari ruang manfaat jalan yang digunakan

untuk mengamankan bangunan jalan.

2. Ruang milik jalan

Adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang

dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keleluasan

keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan

datang.

Menurut Moughtin (1992), jalan adalah garis komunikasi yang digunakan untuk melakukan perjalanan di antara

dua tempat yang berbeda, baik menggunakan kendaraan maupun berjalan kaki. Jika disebut jalur, jalan adalah

cara untuk menuju akhir tujuan atau perjalanan. Jalan merupakan permukaan linier dimana pergerakan terjadi di

antara dua tempat, sehingga dapat dikatakan fungsi jalan adalah menjadi penghubung antara dua bangunan,

penghubung antara dua jalan dan penghubung antara dua kota. Pendapat ini diperkuat oleh Carr (1992), yang

mengatakan bahwa jalan adalah komponen dari sistem komunikasi kota sebagai sarana pergerakan benda,

masyarakat dan informasi dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Ruang Publik (Public Space)

Pengertian ruang publik adalah suatu tempat umum dimana masyarakat melakukan aktivitas rutin dan fungsional

yang mengikat sebuah komunitas, baik dalam rutinitas normal dari kehidupan sehari-hari, maupun dalam

perayaan yang periodik (Carr, 1992). Seiring dengan perkembangan zaman, ruang publik baik pada zaman

dahulu maupun pada saat sekarang tetap berfungsi sebagai tempat bagi masyarakat untuk bertemu, berkumpul

dan berinteraksi, baik untuk kepentingan keagamaan, perdagangan maupun membangun pemerintahan.

Dalam tata guna lahan atau pemanfaatan ruang wilayah/area perkotaan, yang dimaksud dengan ruang publik

adalah ruang terbuka (open space) yang dapat diakses atau dimanfaatkan oleh warga kota secara cuma-cuma

sebagai bentuk pelayanan publik dari pemerintah kota yang bersangkutan demi keberlangsungan beberapa

aktivitas sosial warganya.

Menurut bentuk dan aktifitas yang terjadi pada ruang terbuka, Lynch (1987) mengkategorikannya menjadi 2

(dua), yaitu lapangan (square) dan jalur/jalan (the street). Ruang terbuka, baik berupa lapangan maupun

koridor/jaringan, merupakan salah satu elemen rancang kota yang sangat penting dalam pengendalian kualitas

lingkungan ekologis dan sosial (Shirvani, 1985).

Ruang publik yang berbentuk ruang terbuka dapat digunakan sebagai wahana rekreasi, paru-paru kota,

memberikan unsur keindahan, penyeimbang kehidupan kota, memberikan arti suatu kota dan kesehatan bagi

masyarakat kota. Ruang publik juga bermanfaat untuk melayani kebutuhan masyarakat sebagai sarana rekreatif

maupun sebagai tempat untuk melakukan interaksi dan kontak sosial dalam kehidupan masyarakat. Demi untuk

menjamin kepentingan sosial bagi semua golongan masyarakat maka semestinya semua ruang publik tersebut

adalah milik pemerintah kota.

Keberadaan ruang publik pada suatu kawasan di pusat kota sangat penting artinya karena dapat meningkatkan

kualitas kehidupan perkotaan baik itu dari segi lingkungan, masyarakat maupun kota melalui fungsi pemanfaatan

ruang di dalamnya yang memberikan banyak manfaat. Dalam pengembangan ruang publik dalam konteks

Page 23: Artikel arsitektu

perkotaan perlu memperhatikan berbagai faktor yang berpengaruh didalamnya. Sebagai suatu ruang publik,

perlu diketahui karakteristik pemanfaatan ruangnya agar tercipta ruang luar yang responsif terhadap kebutuhan

masyarakat.

Faktor yang berpengaruh terhadap kebutuhan tersebut selain berupa aktivitas juga mempertimbangkan

karakteristik ruang dan ketersediaan sarana pendukungnya. Bagaimana ketiga faktor tersebut (aktivitas,

karakteristik ruang

dan sarana pendukung) dapat saling mendukung agar terjadi kesesuaian pada tiap fungsi pemanfaatannya

sehingga dapat dijadikan sebagai arahan pengembangan ruang publik pada umumnya.

Ruang publik sebagai ruang yang dapat diakses oleh setiap orang dan dengan sendirinya harus memberikan

kebebasan bagi penggunanya. Sedang menurut Lynch dan Carr (1981), penggunaan ruang publik sebagai ruang

bersama merupakan bagian integral dari tata tertib sosial, sehingga perlu adanya pengendalian terhadap

kebebasan tersebut. Pengendalian dalam penggunaan ruang publik berkaitan dengan toleransi akan

kepentingan orang lain yang juga menggunakan ruang publik tersebut.

Ruang Jalan sebagai Ruang Publik

Menurut Spurrier dalam Bishop (1989), jalan tidak dapat dipertimbangkan hanya sebagai jalur kendaraan, tetapi

secara keseluruhan menjadi bagian integral kehidupan manusia. Dan Budiharjo (2005), mengatakan bila jalan

direncanakan hanya berdasarkan anggapan akan fungsinya, maka akan menutup peluang untuk memanfaatkan

jalan sebagai ruang untuk beraktivitas. Lewelyn–Davies (2000), menguraikan bahwa pada setiap perencanaan

sebuah jalan timbul pertanyaan ”apa yang dapat terjadi di jalan ini?”. Selanjutnya Lewelyn–Davies

mengungkapkan dari fungsi awal jalan sebagai jalur penghubung, muncul kegiatan lain di sepanjang jalan

tersebut, namun harus dilihat pula dari beberapa aspek lainnya, seperti peranan jalan itu sendiri dari sudut

pandang masyarakat, tipe dari bangunan disekitarnya serta penataan landscape yang mendukung.

Appleyard (1981), mengungkapkan bahwa jalan adalah pusat sosial kota dimana masyarakat berkumpul, tapi

juga sekaligus merupakan saluran pencapaian dan sirkulasi. Ditambahkan oleh Jacobs (1993) bahwa jalan yang

baik mendorong partisipasi, masyarakat berhenti untuk berbicara atau mungkin mereka duduk dan melihat,

sebagai peserta pasif, menerima apa yang ditawarkan jalan.

Maka dapat disimpulkan bahwa jalan merupakan sarana untuk melakukan perpindahan dari suatu tempat

menuju pada suatu tempat, dari satu titik menuju ke titik lainnya. Namun jalan merupakan suatu arena kegiatan

sosial pula, sebagai pintu gerbang ruang privat manusia menuju ke ruang dengan dimensi yang lebih luas yaitu

masyarakat/publik.

Lebih lanjut Rapoport (1977) menjelaskan bahwa terjadinya aktifitas di suatu lingkungan termasuk ruang publik

kota dapat dianalisa dalam empat komponen yaitu:

1. Aktifitas.sesungguhnya (makan, berbelanja, minum, berjalan);

2. Aktifitas spesifik untuk melakukannya (berbelanja di bazaar, minum di bar, berjalan di jalan, duduk di lantai,

makan bersama orang lain);

3. Aktifitas tambahan, berdampingan atau terasosiasi yang mana menjadi bagian dari sistem aktivitas

(berbelanja sambil bergosip, pacaran sambil jalan-jalan);

Page 24: Artikel arsitektu

4. Aktifitas simbolik (berbelanja sebagai konsumsi yang menyolok, memasak sebagai ritual, cara menegakkan

identitas sosial).

Rapoport kemudian juga menyatakan bahwa aktifitas sesungguhnya (activity proper) dan aktifitas spesifik

(specific activity) merupakan perwujudan “fungsi manifestasi” sedangkan aktifitas tambahan, berdampingan atau

terasosiasi (activity additional, adjacent and associationed) dan aktifitas simbolik (symbolic activity) merupakan

perwujudan “fungsi laten”. Aktifitas tambahan, berdampingan atau terassosiasi dan aktifitas simbolik inilah yang

membentuk “citra” suatu tempat.

Kegiatan di ruang terbuka publik di pusat kota merupakan perwujudan “fungsi manifestasi” (ruang terbuka

sebagai pusat interaksi sosial budaya masyarakat dan fungsi ekologis kota, pedestrian dan jalan sebagai linkage

system) dan juga fungsi laten (ruang terbuka sebagai aktifitas ekonomi dan jalan/pedestrian sebagai tempat

aktifitas ekonomi, sosial dan budaya masyarakat). Terjadinya aktifitas tersebut sebagai perwujudan fungsi

manifestasi dan laten dalam ruang publik sehari-hari yang saling bercampur baur antara satu aktifitas dengan

aktifitas lainnya dan saling mempengaruhi, yang dilakukan oleh sekelompok orang atau kelompok yang

mempunyai persepsi atau nilai-nilai sama atau mirip dan melakukan suatu rangkaian kegiatan atau perilaku

tertentu untuk makna dan tujuan yang telah disepakati (Rapoport, 1977).

Jika dikaitkan dengan ruang jalan, maka jalan dengan fungsi manifestasinya sebagai sarana transportasi untuk

menghubungkan antara dua tempat yang berbeda, dan jalan memiliki fungsi laten sebagai tempat beraktifitas

sosial, tempat berhubungan antar masyarakat, masyarakat sebagai peserta aktif maupun pasif yang mungkin

hanya duduk atau melihat apa yang ditawarkan oleh jalan tersebut.

Ruang publik ditinjau dari aspek fisik

Menurut Shirvani dalam urban design dikenal enam elemen fisik yang digunakan untuk membuat kebijakan,

rencana, panduan design dan program. Namun dalam penelitian ini akan ditekankan pada empat elemen fisik

yang paling berkaitan dengan subyek penelitian. Elemen fisik tersebut antara lain sistem keterkaitan ruang

(sirkulasi, aksesibilitas dan parkir) Jalur pejalan kaki (pedestrian ways), aktifitas penunjang (activity support),

street furniture.

Salah satu fungsi urban space adalah sebagai sebagai simpul kegiatan. Fungsi ini memiliki keterkaitan yang erat

dengan pola sirkulasi transportasi kota. Oleh karenanya urban space yang memiliki fungsi ini harus

memperhatikan aspek aksesibilitas sarana transportasi serta pemberhentiannya (perparkiran), sekaligus

memenuhi tuntutan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki pengguna jalan maupun urban space tersebut.

Ketersediaan jalur sirkulasi dan area parkir merupakan elemen penting bagi suatu kota dan merupakan suatu

alat ampuh untuk menata lingkungan perkotaan. Sirkulasi dapat menjadi alat kontrol bagi pola aktivitas penduduk

kota dan mengembangkan aktivitas tersebut. Selain mampu menampung kuantitas perjalanan, sirkulasi di

harapkan juga memberikan kualitas perjalanan melalui experiencenya (Davit dan Kulash dalam Naupan, 2007).

Dan sirkulasi yang baik (dalam konteks transportasi/lalu-lintas) memiliki beberapa indikator, antara lain

kelancaran, keamanan dan kenyamanan.

Sirkulasi dapat dikelompokkan sesuai dengan pelaku, sesuai dengan pembagian tempat/areanya maupun sesuai

pola yang dibentuk sirkulasi itu sendiri. Sirkulasi menurut tempat/area dapat dibagi menjadi dua:

Page 25: Artikel arsitektu

1. Sirkulasi outdoor yaitu sirkulasi yang terjadi pada ruang luar suatu bangunan atau sirkulasi di luar suatu

bangunan.

2. Sirkulasi indoor yaitu sirkulasi yang terjadi di dalam bangunan itu sendiri.

Sirkulasi menurut pelakunya dibagi menjadi dua (Ashihara,1986) yaitu:

1. Sirkulasi manusia yaitu sirkulasi yang dilakukan oleh manusia. Sirkulasi yang dilakukan manusia dapat terjadi

pada outdoor atau indoor.

2. Sirkulasi kendaraan yaitu sirkulasi dari kendaraan sebagai sarana transportasi. Umumnya sirkulasi

kendaraan banyak melibatkan mengenai penataan ruang untuk parkir. Sirkulasi untuk parkir juga dapat

terjadi di outdoor atau indoor.

Sirkulasi menurut polanya (Ching, 1990) dibagi menjadi:

1. Sirkulasi dengan pola terpusat, yaitu sirkulasi dengan pola menuju ke pusat sebagai tujuan utama.

2. Sirkulasi dengan pola linier, ysitu sirkulasi yang membentuk suatu garis yang menghubungkan tempat yang

satu ke tempat lain.

3. Sirkulasi dengan pola radial, yang merupakan perkembangan dari sirkulasi linier.

4. Sirkulasi dengan pola cluster, yaitu sirkulasi dengan pola yang membentuk persamaan kriteria seperti

sirkulasi dengan satu pintu masuk utama

5. Sirkulasi dengan pola grid, yaitu sirkulasi yang membentuk modul- modul tertentu.

Sedangkan perparkiran merupakan unsur pendukung sistem sirkulasi kota, yang menentukan hidup tidaknya

suatu kawasan. Perencanaan tempat parkir harus memperhatikan hal-hal berikut:

Keberadaan strukturnya tidak mengganggu aktifitas di sekitarnya, mendukung kegiatan street level dan

menambah kualitas visual lingkungan.

Pendekataan program penggunaan berganda dengan cara time sharing. Satu lokasi parkir dapat digunakan

secara bergantian untuk beberapa lembaga. Misalnya, pagi untuk parkir karyawan perkantoran, pada malam

hari atau pada waktu hari libur area parkir tersebut dapat digunakan oleh pengguna urban space.

Lokasi kantong parkir seyogyanya ditempatkan pada jarak jangkau yang layak bagi para pejalan kaki. Sistem

perletakan parkir diharapkan dapat secara maksimal mempersingkat jarak jalan kaki menuju jalur pedestrian.

Dan menurut PP No 41 tahun 1993 tentang Standar Angkutan Jalan, parkir yang disyaratkan adalah:

1. Ruang parkir mobil diasumsikan 4,8 x 2,3 m.

2. Dilarang parkir dijarak 50 m dari penyeberangan.

3. Parkir tidak diperbolehkan di badan jalan kolektor dan lokal.

Area parkir seyogyanya membutuhkan ruang yang cukup sehingga kendaraan bermotor mempunyai ruang yang

cukup untuk parkir dan keluar dari area parkir tanpa harus berdesakkan/terganggu dengan kendaraan lain yang

juga akan parkir. Selain itu juga perlu diperhatikan ruang tambahan dari pintu bukaan mobil apabila pengguna

kendaraan roda empat keluar dari mobilnya.

Tipe tata letak parkir, baik di tepi jalan, pada lahan parkir atau garasi dapat dibagi menjadi parkir sejajar,

membentuk sudut serta parkir tegak lurus dengan tepi jalan atau dinding. Pilihan tergantung pada bentuk dan

ukuran daerah yang tersedia, rencana sirkulasi serta jalan masuk keluar kendaraan.

Page 26: Artikel arsitektu

Parkir sejajar dengan jalan umumnya diperuntukkan di tepi jalan raya. Ruang parkir sejajar paling sedikit 20 kaki,

bila memungkinkan 22 kaki. Apabila waktu parkir cukup singkat, misalnya 15 menit, maka ruang parkir harus

lebih panjang sehingga kegiatan datang dan pergi dapat dilakukan dalam satu gerakan.

Tata letak yang normal dan biasanya paling efisien untuk tempat parkir yang lebih besar adalah parkir secara

tegak lurus dengan jalan. Hal ini memungkinkan masuk atau ke luar pada dua arah dan penggunaan ruang yang

paling ekonomis, dengan tempat parkir selebar 8 kaki 6 inci dan jalan selebar 25 kaki maka tempat parkir dapat

dimasuki oleh seorang pengendara dengan mudah tanpa memerlukan gerakan khusus.

Parkir yang membentuk sudut memberikan tempat parkir yang lebih sedikit dibandingkan dengan parkir tegak

lurus dalam suatu satuan panjang tertentu, dan memerlukan jalan satu arah, akan tetapi tempat masuknya lebih

memudahkan pengendara dan jalan antara biasa lebih sempit, sehingga memungkinkan penggunaan lahan yang

terlalu sempit bagi parkir tegak lurus.

Dalam melakukan aktivitasnya, pejalan kaki membutuhkan suatu sarana berjalan kaki yang dikenal dengan

sebutan jalur pejalan kaki atau jalur pedestrian. Jalur pedestrian ini menurut Shirvani (1985) adalah elemen yang

esensial dalam urban design, dan bukan hanya menjadi bagian dari program beutifikasi. Lebih dari itu, jalur

pedestrian menjadi suatu sistem kenyamanan dan elemen pendukung bagi efektivitas retail dan vitalitas ruang–

ruang kota. Selanjutnya, dikatakan bahwa jalur pedestrian adalah bagian dari kota dimana orang bergerak

dengan kaki, biasanya berada di sepanjang sisi jalan, baik yang direncanakan atau terbentuk dengan sendirinya,

yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya.

Berjalan kaki masih merupakan cara bergerak yang paling sering bagi kebanyakan orang. Dengan demikian

sistem jalur pedestrian merupakan penghubung penting yang menghubungkan aktivitas–aktivitas yang ada di

kawasan suatu kota, elemen ini menjadi sebuah elemen penyusun (structuring element), pergerakan pejalan kaki

akan mengikuti jalur yang paling mudah, menghindari halangan-halangan, jalan terdorong oleh daya tarik visual,

perubahan ketinggian, tekstur pergerakan. Namun demikian, tetap menuntut pencapaian yang aman. Menurut

Spreiregen (1965) menyebutkan bahwa pejalan kaki tetap merupakan sistem transportasi yang paling baik

meskipun memiliki keterbatasan kecepatan rata-rata 3–4 km/jam serta daya jangkau yang sangat dipengaruhi

oleh kondisi fisik. Jarak 0,5 km merupakan jarak yang berjalan kaki yang paling nyaman (Uterman, 1984).

Utermann (1984) mendefinisikan berbagai macam jalur pejalan kaki (pedestrian) di ruang luar bangunan menurut

fungsi dan bentuk. Menurut fungsinya, dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Jalur pejalan kaki yang terpisah dari jalur kendaraan umum (sidewalk atau trotoar) biasanya terletak

bersebelahan atau berdekatan dengan jalur kendaraan umum sehingga diperlukan fasilitas yang aman

terhadap bahaya kendaraan bermotor dan mempunyai permukaan rata, berupa trotoar dan terletak di tepi

jalan raya. Pejalan kaki melakukan kegiatan berjalan kaki sebagai sarana angkutan yang akan

menghubungkan tempat tujuan. Jalur pejalan kaki yang digunakan sebagai jalur menyeberang untuk

mengatasi/menghindari konflik dengan moda angkutan lain, yaitu jalur penyeberangan jalan, jembatan

penyeberangan atau jalur penyeberangan bawah tanah. Untuk aktivitas ini diperlukan fasilitas berupazebra

cross, skyway, dan subway.

2. Jalur pejalan kaki yang bersifat rekreatif dan mengisi waktu luang yang terpisah sama sekali dari jalur

kendaraan bermotor dan biasanya dapat dinikmati secara santai tanpa terganggu kendaraan bermotor.

Pejalan kaki dapat berhenti dan beristirahat pada bangku yang disediakan, fasilitas ini berupa plaza pada

taman kota.

Page 27: Artikel arsitektu

3. Jalur pejalan kaki yang digunakan untuk berbagai aktivitas, untuk berjualan, duduk santai, dan sekaligus

berjalan sambil melihat etalase pertokoan yang biasa disebut mall.

4. Footpath atau jalan setapak, jalan khusus pejalan kaki yang cukup sempit dan hanya cukup untuk satu

pejalan kaki.

5. Alleyways atau pathways (gang) adalah jalur yang relatif sempit dibelakang jalan utama, yang terbentuk oleh

kepadatn bangunan, khusus pejalan kaki karena tidak dapat dimasuki kendaraan.

Sedangkan menurut bentuknya, jalur pejalan kaki dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Arcade atau selasar, suatu jalur pejalan kaki yang beratap tanpa dinding pembatas di salah satu sisinya.

2. Gallery, berupa selasar yang lebar digunakan untuk kegiatan tertentu.

3. Jalan pejalan kaki tidak terlindungi/tidak beratap.

Sucher dalam Ekawati (2006) mengemukakan bahwa jalur pedestrian dapat berfungsi dengan baik bagi pejalan

kaki dalam melakukan kegiatannya bila memenuhi beberapa persyaratan berikut ini:

1. Kontinuitas, umumnya pejalan kaki di segala usia lebih suka berjalan memutar dimana mereka dapat

diketahui saat datang dan pergi. Namun yang terpenting adalah rutenya menerus dan dapat dilakukan

sewaktu–waktu.

2. Jarak, jalur pedestrian tidak boleh terlalu panjang sehingga pejalan kaki dapat melaluinya bersama beberapa

pejalan kaki lainnya. Pejalan kaki harus dapat membuat kontak mata dengan pejalan kaki lain agar terjadi

kontak sosial.

3. Lebar, beberapa pejalan kaki menyukai berjalan–jalan bersama, jadi sangatlah ideal bila jalur pedestrian

memiliki lebar yang cukup untuk dua orang berpapasan satu sama lainnya tanpa canggung untuk menyela

suatu percakapan. Jalur pedestrian akan baik dan humanis bila terdapat elemen pendukung atau street

furniture.

Dan menurut Utermann (1984), seyogyanya jalur pejalan kaki haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Keamanan (safety), pejalan kaki harus mudah bergerak atau berpindah dan berlindung dari kendaraan

bermotor.

2. Menyenangkan (convenience), pejalan kaki harus memiliki rute sesingkat mungkin (jarak terpendek) yang

bebas hambatan dari suatu lokasi ke lokasi tujuan lain.

3. Kenyamanan (comfort), pejalan kaki harus memiliki jalur yang mudah dilalui, seperti halnya kendaraan

bermotor berjalan di jalan bebas hambatan.

4. Menarik (attractiveness), pada tempat tertentu diberikan elemen yang dapat menimbulkan daya tarik seperti

elemen estetika, lampu penerang jalan, lansekap, dll.

Dimensi lebar ruang yang dibutuhkan jalur pedestrian di kawasan perdagangan untuk jalur berkapasitas dua

orang minimal 150 cm, sedangkan jalur berkapasitas tiga orang minimal membutuhkan ruang 200 cm. Aktivitas

pejalan kaki memiliki lingkup dan pergerakan yang lebih kompleks dari pada jenis transportasi lainnya terutama

dikawasan perdagangan. Sehubungan hal tersebut, suatu jalur pedestrian harus berkualitas tinggi dan

memberikan keleluasaan ruang gerak atau tempat luas, serta lingkungan yang bebas dari konflik dengan lalu

lintas bagi aktivitas pejalan kaki. Keadaan tersebut akan menciptakan pergerakan yang lancar, kegiatan

sosialisasi, dan kenyamanan bagi pejalan kaki (Ekawati, 2006).

Page 28: Artikel arsitektu

Selanjutnya adalah pertimbangan akan faktor penarik di sepanjang jalur pedestrian, dan yang terakhir adalah

pertimbangan fasilitas publik (perabot jalan) dalam jalur pedestrian seperti bangku, pot tanaman, penerangan,

dan lain – lain. Apek jalur pedestrian dapat dibagi dalam tiga kelompok fungsi dan kebutuhan, kenyamanan

psikologis, dan kenyamanan fisik.

Dalam aspek teknis, perancangan jalur khusus untuk pejalan kaki harus memperhatikan:

1. Penghindaran kemungkinan pejalan kaki berbenturan fisik dengan kendaraan bermotor (jalur tersendiri).

2. Pedestrian harus didukung oleh tempat orientasi (point of interest).

3. Kapasitas dan dimensi ruang mencukupi sehingga tidak terjadi kontak fisik dengan pejalan kaki lain.

4. Peniadaan detail bangunan yang berbahaya, seperti lubang sanitasi, besi penanda, polisi tidur dan

sebagainya.

5. Mempunyai lintasan langsung dengan jarak tempuh terpendek. f. Didukung dengan pepohonan yang

rindang.

Adapun fungsi utama activity support adalah menghubungkan dua atau lebih pusat–pusat kegiatan umum dan

menggerakkan fungsi kegiatan utama kota menjadi lebih hidup, menerus dan ramai. Tujuannya adalah untuk

menciptakan kehidupan kota yang sempurna/lebih baik yang dengan mudah mengakomodasikan kebutuhan

atau barang keperluan sehari–hari kepada masyarakat kota, disamping memberikan pengalaman yang

memperkaya pemakaidan memberikan peluang bagi tumbuh berkembangnya budaya urban melalui lingkungan

binaan yang baik dan bersifat mendidik (Danisworo dalam Carolina, 2007).

Aktifitas penunjang mencakup segala penggunaan dan aktifitas yang dapat memperkuat urban public space,

sebab antara aktifitas dan ruang fisik selalu saling melengkapi. Aktifitas cenderung untuk berada di tempat yang

sesuai (cocok) dengan yang dibutuhkan oleh aktifitas tersebut. Saling bergantungan antara ruang dan fungsi

adalah elemen penting dalam urban design.

Menurut Whyte (1980), aktifitas penunjang juga dapat meningkatkan elemen desain fisik, terutama ruang

terbuka. Ia juga menyatakan pentingnya berjualan makanan (food services), hiburan, dan kegiatan pendorong

yang lain sebagai obyek fisik dan obyek amatan.

Menurut Gehl-Gemzoe (1996), keberadaan aktifitas penunjang dalam ruang publik kota dapat dibagi dalam dua

kategori, pertama meliputi kelompok informal dan event–event dalam skala kecil seperti musisi jalanan,

pertunjukan jalanan, dll. Di lain sisi adalah event–event yang diselenggarakan dalam skala yang lebih besar,

pertunjukan yang memerlukan persiapan seperti festival dan aktifitas–aktifitas kebudayaan yang menggunakan

ruang publik sebagai wadah aktifitasnya.

Pertunjukan dan aktifitas kebudayaan tersebut adalah atraksi yang menarik untuk ruang publik kota dan akan

menjadi magnet tersendiri sehingga mengundang pengunjung dalam jumlah yang sangat besar untuk

menikmatinya. Aktifitas–aktifitas ini menjadikan ruang publik kota menarik, amusing dan tak terduga (Gehl-

Gemzoe, 1996).

Street furniture menjadi istilah yang digunakan oleh para kalangan praktisi untuk memberikan sebutan bagi

perabot jalan atau aksesoris jalan, dimana perletakannya selalu berada di sepanjang jalan raya atau jalan

lingkungan yang fungsinya sebagai fasilitas pendukung aktivitas masyarakat di jalan raya. Perabot jalan

atau street furniture ini cara perletakannya mempunyai kaidah – kaidah fungsi utama maupun seni.

Page 29: Artikel arsitektu

Fungsi utama street furniture adalah sebagai petunjuk dan berfungsi sebagai pelayanan terhadap

masyarakat pengguna, sehingga diharapkan dengan adanya street furniture, masyarakat dapat nyaman

didalam melaksanakan aktivitasnya.

Fungsi seni, yaitu perletakan street furniture di sepanjang jalan raya mengikuti kaidah–kaidah seni, baik cara

perletakan elemen– elemen itu sendiri maupun desain yang diharapkan mempunyai nilai seni tinggi,

sekaligus mempunyai kualitas bahan yang baik.

Menurut Rubenstein (1969) dalam suatu ruang kota dibutuhkan elemen– elemen pendukung (street furniture)

sebagai berikut:

Ground Cover

Merupakan penutup tanah dan elemen utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan jalur pedestrian,

menyangkut skala, pola, warna, tekstur, ketinggian dan material, dimana material ini dibedakan menjadi:

Hard material: paving, beton, batu bata, batu dan aspal.

Soft material: tanah liat (gravel) dan rumput.

Pemilihan ukuran, pola, warna dan tekstur yang tepat akan mendukung suksesnya desain jalur pedestrian.

Lampu

dimana standar penerangan untuk skala jalur pedestrian secara umum adalah ketinggian maksimum 12 kaki dan

penerangan maksimum 75 watt dengan jarak masing–masing penerangan 50 meter.

Signage

berupa tanda–tanda yang diperlukan untuk menunjukkan identitas jalur pedestrian, arah, rambu lalu lintas serta

memberi informasi lokasi atau aktivitas (gambar 2.1). Dalam sudut pandang urban design, ukuran dan kualitas

desain dari papan iklan pribadi haruslah diatur agar tercipta keserasian, mengurangi dampak visual yang negatif,

dan mengurangi rasa kebingunan dan kompetisi antara penandaan lalu lintas dengan penandaan publik. Desain

penandaan yang baik dapat menghidupkan streetscape dan difungsikan untuk menginformasikan tentang barang

dan layanan individu. Ukuran, bentuk dan warnanya diatur sedemikian rupa sehingga dapat dilihat

oleh sasaran penerima informasi. Sasaran ini bisa pejalan kaki atau pengendara kendaraan bermotor. Oleh

karenanya desain harus memperhatikan skala pergerakannya, cepat atau lambat.

Page 30: Artikel arsitektu

Gambar Contoh Signage Berupa

Rambu-rambu Lalu Lintas 

Sculpture

berfungsi sebagai eye catching, dibuat untuk mempercantik jalur pedestrian atau menarik perhatian mata (vocal

point) pada sebuah ruang terbuka, juga dapat berfungsi sebagai sign/tanda. Sculpture bisa berbentuk patung, air

mancur dan abstrak

Gambar Contoh sculpture sekaligus menjadi node dari kawasan

 

Bollards

Semacam balok–balok batu yang berfungsi sebagai barier atau pembatas antara jalur pedestrian dengan jalur

kendaraan yang biasanya terdapat pada pedestrian tipe semi mall.

Bangku

Digunakan untuk mengantisipasi keinginan pejalan kaki untuk beristirahat atau menikmati suasana sekitarnya.

Bangku dapat dibuat dari kayu, besi, beton atau batu. Bangku yang nyaman adalah yang memiliki tinggi sekitar

Page 31: Artikel arsitektu

15-18 inch dari lantai dan memiliki sandaran. Bangku dapat dilengkapi dengan kisi–kisi sehingga angin dapat

masuk melalui kisi–kisi tersebut. Bangku merupakan tempat duduk primer, sedangkan tempat duduk sekunder

dapat berupa rerumputan, tangga, dan tembok pembatas tanaman/tanah. Ketersediaan tembok pembatas ini

disarankan 50% dari bangku–bangku yang ada di ruang terbuka tersebut, dan agar dapat dipergunakan sebagai

tempat duduk sekunder haruslah memiliki tinggi 40-75 cm dan lebar 40-45 cm. Pengunjung akan lebih memilih

bangku kayu, baru kemudian tangga dan pembatas tanaman/tanah. Bangku dengan ukuran 3x6 kaki akan

sangat sesuai untuk ruang terbuka, baik digunakan saling berhadapan maupun saling membelakangi.

Sedangkan pengunjung yang memilih untuk duduk di tangga dan tembok pembatas karena lebih sederhana.

Tangga dan tembok pembatas yang ada haruslah memiliki banyak lekukan atau sudut.

Bentuk, ukuran dan pengaturan tempat duduk sangat berpengaruh terhadap pengunjung ruang terbuka.

Orientasi duduk haruslah memungkinkan orang untuk memandang sekitarnya dengan leluasa. Dan perlu juga

diperhatikan perlindungannya terhadap sinar matahari. Sedangkan pengelompokan tempat duduk akan

memberikan lebih banyak variasi orientasi dan pengguna.

Kios

Peneduh (shelter) dan kanopi, keberadaan kios dapat memberi petunjuk jalan dan menarik perhatian pejalan

kaki sehingga mereka mau menggunakan jalur pedestrian dan menjadikan jalur tersebut hidup, tidak

monoton. Shelterdapat dibangun berbentuk linier sebagai koridor atau sitting group yang fungsinya dapat berupa

tempat untuk istirahat, berteduh dari panas terik atau hujan, maupun untuk halte pemberhentian jalur kendaraan

umum. Sedangkan kanopi digunakan untuk mempercantik wajah bangunan dan dapat memberi perlindungan

terhadap cuaca.

Gambar Contoh shelter berupa halte pemberhentian kendaaraan umum

 

Tanaman

Peneduh, disamping untuk mempercantik kawasan dan menjadi pengarah, juga sebagai pembatas jalur

pedestrian dengan jalur lalu lintas kendaraan atau parkir. Barier yang dapat mengurangi deru bising serta asap

Page 32: Artikel arsitektu

kendaraan bermotor serta peneduh disaat hujan dan mengurangi radiasi panas matahari. Adapun kriteria

tanaman yang diperlukan untuk jalur pedestrian menurut Hakim (1993) adalah memiliki ketahanan terhadap

pengaruh udara; bermassa daun padat; jenis dan bentuk pohon berupa ngsana, akasia besar, bougenville, dan

teh-tehan pangkas; tanaman tidak menghalangi pandangan pejalan kaki maupun pengguna kendaraan.

Jam dan tempat sampah

Dimana penempatan jam dapat menjadi fokus atau landmark, sedangkan tempat sampah perlu untuk menjaga

kebersihan jalur pedestrian sehingga pejalan kaki merasa nyaman dan tidak terganggu.

Gambar Contoh design tempat sampah

Elemen pendukung lain

adalah elemen yang memberikan kemudahan jalur pejalan kaki dalam mendukung aktivitas manusia yang

melewatinya. Misalnya telepon umum, tempat sampah, kotak pos, bahkan di dekat sitting group sering

ditempatkan mesin penjual minuman ringan dan koran.

Street furniture atau perabot jalan/taman merupakan perabot yang penting bagi kelangsungan aktifitas di jalan

atau taman. Desain dan penataan street furniture akan membentuk kesan place dan mendukung identitas

kawasan.

Ruang publik ditinjau dari aspek sosial

Ruang publik dapat mengakomodasi kebutuhan warganya akan kontak sosial, berteman dan berkomunikasi.

Menurut Roy dalam Budiharjo (1997), ruang publik merupakan third place yang melengkapi first place yaitu

rumah tinggal dan second place yaitu tempat kerja.

Ruang publik dalam fungsinya sebagai area sosial dapat dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul oleh berbagai

macam golongan, dimana kegiatan yang terjadi dapat beragam seperti olah raga dan bermain dengan suasana

yang nyaman dan teduh dari vegetasi yang cukup rindang (Nazaruddin, 1996). Selain itu, ruang publik yang

dilengkapi dengan street furniture, vegetasi dan unsur pelengkap lainnya juga berfungsi sebagai area sosial

karena dapat dimanfaatkan oleh setiap orang dan dapat memberikan keuntungan bagi pengembang kota karena

akan mengurangi beban yang harus dikeluarkan untuk mengolah area baru yang berfungsi sebagai area

berkumpul masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan.

Page 33: Artikel arsitektu

Menurut Gehl-Gemzoe (1996), aktifitas yang dapat terekam dalam suatu ruang terbuka publik dapat

dikategorikan menjadi:

1. Aktifitas wajib adalah aktifitas yang wajib dilakukan, dan umumnya berjalan masuk dalam kategori ini.

2. Aktifitas pilihan adalah aktifitas yang dilakukan karena memang ingin dilakukan, seperti berdiri, duduk–duduk

di bangku taman dan cafe, dan aktifitas rekreatif lain yang biasa ditemui dalam ruang terbuka publik

termasuk dalam kategori ini. Pengunjung hanya terlibat dalam aktifitas pilihan ini jika tempat dan kondisinya

memungkinkan, pada saat menghabiskan waktu dalam ruang terbuka publik menjadi sangat menyenangkan.

Aktifitas ini merupakan aktifitas rekreatif yang wajib diapresiasi dan ruang terbuka publik yang baik akan

mampu menyuguhkan kesempatan bagi para pengunjung untuk terlibat dalam aktifitas santai dan menikmati

waktu yang mereka habiskan di ruang publik tersebut.

Gehl-Gemzoe (1996) juga berpendapat bahwa salah satu cara untuk menilai kualitas suatu ruang kota bukan

dari jumlah orang yang hadir didalamnya melainkan bagaimana mereka menghabiskan waktu di dalam ruang

kota.

“One way to judge quality in a city is not to look at how many people are walking, but to observe whether they are

spending time in the city, standing about, looking at something, or sitting just enjoying the city, the scenery and

the other people.”

Berdasarkan Delianur (2000) jenis aktifitas rekreasi yang biasa terjadi pada ruang terbuka publik yang dilakukan

seseorang atau kelompok antara lain aktifitas aktif dan aktifitas pasif. Aktifitas-aktifitas ini dapat mempengaruhi

terbentuknya ruang terbuka publik yang dapat dipergunakan seluruh kalangan baik untuk aktifitas bergerak (aktif)

maupun aktifiktas tidak bergerak seperti istirahat (pasif).

Aktifitas aktif

Suatu aktifitas yang dilakukan seseorang atau kelompok orang dengan bergerak aktif di dalam ruang terbuka.

Kegiatan yang tergolong dalam aktifitas ini adalah rekreasi (jalan-jalan), olah raga dan bermain (Simond, JO,

1976).

1. Olah raga

Kegiatan ini biasa dilakukan di ruang terbuka di pusat kota karena merupakan kebutuhan masyarakat untuk

menjaga kesehatannya. Kegiatan ini hanya bersifat rekreatif saja sehingga sarana olah raga di ruang terbuka

tidak perlu mengikuti standart. Ada pun jenis olah raga yang biasa dilakukan di ruang terbuka, antara lain:

1. Jogging, yaitu kegiatan lari santai yang umumnya dilakukan di atas perkerasan yang nyaman dengan ukuran

sesuai kebutuhan manusia. Umumnya lebar area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan ini berkisar

antara 1,5–2 meter sehingga masih tersisa ruang untuk berpapasan dengan pengguna lainnya.

2. Senam, jenis olah raga yang satu ini memerlukan area yang lebih luas karena memerlukan kebebasan untuk

bergerak.

3. Sepeda, umumnya dilakukan oleh anak–anak hingga orang dewasa dan sangat umum dilakukan di ruang

terbuka.

2. Bermain

Page 34: Artikel arsitektu

Aktifitas ini dilakukan oleh anak–anak dan umumnya salah satu tujuan anak–anak untuk datang ke ruang terbuka

adalah untuk bermain karena memiliki kebebasan yang lebih dibanding di rumah. Fasilitas bermain merupakan

salah satu daya tarik yang umum digunakan bagi pengelola ruang terbuka untuk menarik minat anak– anak.

Sedangkan alas dari area bermain pada ruang terbuka adalah pasir, tanah atau rumput.

 

Bentuk dari ruang terbuka yang dapat menampung aktifitas aktif ini dapat berupa plaza, lapangan olah raga,

tempat bermain, penghijauan tepi sungai sebagai area rekreasi, dll.

Aktifitas pasif

Adalah aktifitas di yang dilakukan seseorang atau kelompok orang tanpa banyak berpindah tempat atau tanpa

banyak bergerak aktif, seperti berhenti untuk beristirahat, atau duduk-duduk santai. Umumnya aktifitas seperti ini

dilakukan di ruang terbuka berupa penghijauan/taman sebagai sumber pengudaraan lingkungan.

Berikut adalah lima kategori orang yang duduk di ruang terbuka:

1. Orang yang sedang menunggu.

2. Pengunjung yang duduk di tepi ruag terbuka publik hanya sekedar untuk melihat kendaraan dan orang yang

melintas.

3. Orang yang duduk dan melihat ke dalam ruang terbuka publik, dan ketiga kategori ini umumnya dilakukan

oleh perorangan.

4. Umumnya orang akan memilih untuk duduk tidak begitu dekat dengan jalur kendaraan dan jalur pejalan kaki

sehingga dapat terbentuk ruang untuk duduk berkelompok.

5. Sekelompok kecil pasangan yang mencari tempat yang cukup tertutup dan intim.

 

Page 35: Artikel arsitektu

Rumah Arsitektur dan Rancang Kota

Sabtu, 13 Agustus 2011

ELEMEN RANCANG KOTAPENDAHULUAN 

Pada permulaan abad 20, sepuluh persen dari jumlah penduduk dunia tinggal di perkotaan. Hingga tahun 2000 jumlah itu bertambah mencapai 50% dari jumlah seluruh penduduk dunia yang tinggal di perkotaan. Dari data tersebut terlihat bahwa beban permasalahan yang besar terhadap ruang hidup manusia adalah berada di daerah perkotaan atau urban area. Perkembangan perkotaan tidak terlepas dari konsep-konsep rancang kota (urban design) yang telah banyak dihasilkan untuk mendapatkan ruang hidup pada lingkungan perkotaan yang lebih baik. Konsep-kosep kota yang berkembang dari yang bersifat rasionalis, empiris hingga utopis mewarnai penelaahan akademis atau teoritis maupun praktis atau terapan. Akan tetapi walaupun konsep-konsep rancang kota berkembang, satu hal yang tak bisa lepas dari rancang kota adalah permasalahan manusia itu sendiri dengan aspek-aspek sosial, politik, ekonomi, budaya maupun karakteristik lokalitas kota itu sendiri. Ide dari konsep rancang kota tidak selalu merupakan suatu ide baru dengan visi futuristik seperti Le Corbusier dengan kota kontemporer berorientasi vertikal dengan ruang terbuka lebar pada orientasi horisontal. Akan tetapi ide lama camillo site yang mempengaruhi konsep baru para tokoh empiris sampai pada konsep dari New Urbanism. Para ahli atau teoritis dalam rancang kota berusaha mengelompokan dan menjabarkan teori atau tulisan-tulisannya secara sistematis menjadi suatu bagian–bagian yang bersifat fisik atau non fisik, terukur atau tak terukur dari elemen makro hingga elemen mikro atau pada suatu panduan perancangan (guidelines) berdasarkan kajian-kajian baik yang bersifat umum atau bersifat khusus. Seperti Kevin Lynch dalam Good City Form dan Image of The City-nya, Christopher Alexander dalam Pattern Language-nya atau Hamid Shirvani dalam Urban Design Proccess dan lain sebagainya. Pengelompokan dan penjabaran konsep-konsep tersebut menjadi elemen-elemen rancang kota diharapkan dapat dimengerti kepada pembacanya dalam mengidentifikasi, menilai kualitas lingkungan fisik kota maupun kepada praktisi dalam penerapannya. Tujuan dari penulisan ini adalah memberikan gambaran tentang pengertian bentuk elemen-elemen konsep perancangan kota yang membentuk lingkungan fisik dan hubungannya dengan aspek kualitas kota baik fisik atau non fisik itu sendiri secara umum dan penerapan atau kasus yang berhubungan dengan elemen-elemen konsep perancangan tersebut. Pembahasan penulisan dimulai dari pengertian akan perancangan kota dan elemen-elemennya, teori-teori yang melandasinya, fungsi dari elemen-elemen perancangan kota, dan hubungannya dengan faktor-faktor non fisik yang mempengaruhi bentuk fisik kota . Kemudian ditarik kesimpulan terhadap pentingnya elemen-elemen perancangan dan hubungan diantaranya, dan aspek non fisik apa yang berpengaruh pada elemen-elemen tersebut. 

RANCANG KOTA 

Rancang kota atau urban design merupakan bidang disiplin ilmu yang kompleks yang mencangkup banyak hal seperti disiplin ilmu arsitektur, lanskap, perencanaan perkotaan, teknik sipil dan transportasi, psikologi atau banyak hal lainnya. Rancang kota menyangkut manajemen suatu pembangunan fisik dari kota. Pembatasan dari pengertiannya ditekankan pada suatu bentuk fisik berupa tempat (place) yang merupakan suatu ruang olah manusia yang dianggap mempunyai makna. rancang kota menitik beratkan pada hubungan elemen fisik kota sebagai suatu bentuk jaringan yang tidak dapat berdiri sendiri, seperti pada disiplin ilmu arsitektur. Sifat rancang kota mengarahkan, membatasi masyarakat sebagai pemakai ruang kota dengan memberikan ruang hidup yang lebih baik. 

ELEMEN RANCANG KOTA 

Page 36: Artikel arsitektu

Dalam penulisan ini, elemen-elemen rancang kota didasarkan atas tulisan Hamid Shirvani dalam Urban Design Proccess yang membagi elemen perancangan fisik perkotaan menjadi delapan kategori yaitu : 

1. Peruntukan Lahan (Land Use) 

Land use atau peruntukan lahan merupakan suatu bentuk penerapan rencana-rencana dasar dua dimensi ke dalam pembuatan ruang tiga demensi dan penyelenggaraan fungsi ruang tersebut. Peruntukan lahan mempertimbangkan tujuan dan prinsip yang akan dicapai pada guna tertentu seperti guna hunian, komersil, rekrasional, industri dan sebagainya. Mempertimbangkan kondisi daya dukung alam terhadap kapasitas kegiatan yang ditampung, kondisi ini juga berkaitan dengan pemakaian lantai dasar bangunan dan kofisien lantai bangunan . Keberadaan komunitas sekitar juga mempengaruhi pertimbangan tata guna lahan, dampak yang terjadi baik secara fisik maupun secara sosial. Pertimbangan penentuan peruntukan lahan tersebut sangatlah penting dan sensitif , karena menyangkut keberlangsungan daya dukung kehidupan pada suatu kota yang berhubungan baik dari segi ekonomi, sosial maupun lingkungan alam atau ekologi. Menurut Shirvani (1985) permasalahan utama dari kebijakan land use adalah pertama, kurangnya keragaman guna di suatu area dengan kata lain pemisahan peruntukan lahan di wilayah perkotaan. Kedua , Salah dalam menyadari keberadaan faktor fisik dari lingkungan hidup dan alam dan terakhir infrastruktur. Kebijakan peruntukan lahan suatu kota tak terlepas dengan keberadaan dan perencanaan infrastruktur dan hubungannya dengan kota lain. Permasalahan yang timbul dalam kebijakan tersebut saat ini adalah dengan adanya penyebaran yang tidak tertata dari fungsi lahan yang disebut juga sprawl. Dengan adanya akses jalan raya seperti tol atau arteri, yang menghubungkan pusat kota dengan daerah sekitar dan adanya kecenderungan pemilikan kendaraan bermotor yang tinggi mempercepat proses sprawl tersebut. Urban sprawl mengakibatkan timbulnya masalah sosial seperti perbedaan kontras terhadap pengelompokan tempat tinggal berdasarkan pendapatan, kurangnya interaksi sosial, permasalahan pencemaran lingkungan, hilangnya ruang terbuka atau lahan pertanian dan penghijauan, maupun timbulnya ruang-ruang kosong perkotaan. Dalam Charter of the New Urbanism (2000) memandang permasalahan urban sprawl harus melihat dalam konteks dari skala metropolitan, dengan adanya hubungan pusat kota dan daerah pinggir kota, sampai pada lingkungan terkecil yaitu lingkungan neighborhood dan blok. Dengan konteks tersebut, kebijakan peruntukan lahan memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya permasalahan urban sprawl disamping hubungannya dengan elemen sirkulasi dan faktor sosial ekonomi masyarakat kota itu sendiri. Menurut Roger Trancik (1986) kebijakan peruntukan yang tidak hati-hati seperti pemisahan peruntukan lahan kepada fungsi tersendiri, menggantikan kepadatan horzontal ke vertikal, dan pemisahan fungsi ruang tempat tinggal dengan tempat bekerja mempengaruhi terbentuknya’ruang yang hilang’ atau lost space. Lost space menciptakan jurang pemisah sosial, pengelompokan pemukiman menjadi suatu kantong pemukiman atau enclave, menghilangkan keberlangsungan pejalan kaki, dan juga berkaitan dengan permasalahan sprawl. Dari kebijakan peruntukan lahan juga dapat menimbulkan permasalahan ‘pod development’ atau semacam pembangunan yang berdiri sendiri. Sebagaimana ditulis oleh Ford (2000) bahwa di dalam pod development, setiap peruntukan seperti shopping mall, outlet siap saji, taman perkantoran, apartemen, hotel, kelompok-kelompok perumahan, dsb. Disusun sebagai elemen terpisah, dikelilingi oleh ruang parkir dan biasanya memiliki akses masuk sendiri dari jalan kolektor atau jalan distribusi utama. Idenya adalah memisahkan atau mendindingi peruntukan lahan pada lingkungan sosial dan fungsional yang tersendiri. Bentuk pod development juga menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan urban sprawl maupun terbentuknya ruang-ruang yang hilang atau lost space. Kebijakan peruntukan lahan yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai permasalah seperti yang tersebut diatas, terutama kebijakan pemisahan peruntukan lahan yang berdiri sendiri. Pendekatan penyelesaian permasalahan tersebut dari elemen peruntukan lahan adalah perdekatan terhadap peruntukan lahan campuran atau yang disebut sebagai mixed use. Pada saat ini peruntukan lahan dua dimensi dijabarkan ke dalam ruang yang tidak terbatas pada peruntukan lantai dasar tetapi juga kepada peruntukan vertikalnya sehingga memunculkan suatu bentuk peruntukan campuran (mixed use). Peruntukan campuran merupakan penerapan yang menentukan hubungan antara fungsi-fungsi kegiatan yang saling mendukung pada suatu lokasi

Page 37: Artikel arsitektu

peruntukan. Peruntukan campuran di area perkotaan mempunyai arti lebih karena sangat besar hubungan dengan pemanfaatan intensitas lahan yang semakin terbatas, kebutuhan keragaman kegiatan pada satu lokasi, efisiensi energi dengan mempersingkat perjalanan, faktor ekonomi maupun faktor sosial yang mampu memberikan suasana yang lebih hidup, menarik, bergairah dan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat untuk berinteraksi. Menurut Shirvani (1985) percampuran kegunaan adalah kunci permasalahan dalam pengambilan kebijakan peruntukan lahan. Kegiatan 24 jam dengan perbaikan sirkulasi melalui fasilitas-fasilitas pejalan kaki, penggunaan yang lebih baik dari sistem infrastruktur, analisis yang berdasarkan lingkungan hidup alami dan perbaikan-perbaikan infrastruktur mendukung fungsi peruntukan campuran. Kegiatan pada tingkat jalur pejalan kaki dalam peruntukan campuran memegang peranan penting, ia dapat menciptakan ruang yang lebih manusiawi, menyenagkan dan ramah lingkungan. Akan tetapi peruntukan campuran tidak akan berhasil pada tingkat konsentrasi kegiatan jalur pejalan kaki apabila tidak didukung oleh tata massa dan bangunan yang mendukung hal tersebut. Pola massa urban perimeter block atau pola bangunan yang menempatkan muka lantai dasar menempel dengan garis jalan lebih mendukung kegiatan jalur pejalan kaki dibanding pola free standing building atau bangunan tinggi yang berdiri di ruang terbuka. Permasalahan kebijakan peruntukan lahan dapat dilihat pada kasus seperti di Manggarai misalnya. Keberadaan stasiun kereta api sebagai sarana komuter tidak dapat membangkitkan kegiatan secara maksimal, dilihat hubungannya dengan peruntukan lahan yang tidak memperkuat posisi stasiun sebagai transit point utama. Peruntukan industri yang mengurangi potensi kawasan, peruntukan perumahan yang tidak didukung akses yang memadai ke ruang umum dan transit maupun peruntukan ruang terbuka yang sangat minim yang dapat menimbulkan kerawanan interaksi sosial masyarakatnya. Rencana 2010 pemerintah DKI telah mempertimbangakan peruntukan campuran (retail, kantor dan hunian) pada kawasan Manggarai dan memindahkan peruntukan industri ke luar kota sebagai bentuk penyelesaian permasalahan lewat kebijakan peruntukan lahan. Peruntukan lahan secara makro pada tingkat hubungan kota Jakarta sebagai pusat kegiatan dan pergerakan terhadap daerah sekelilingya yaitu Tangerang, Depok, Bogor dan Bekasi, juga menimbulkan permasalah-permasalah urban sprawl, seperti keberadaan pemukiman-pemukiman menengah keatas atau real estate pada daerah sekeliling Jakarta tersebut yang membentuk enclave atau pod development seperti yang telah diuraikan diatas. Dari fungsi hingga pentingnya pengaturan terhadap peruntukan lahan sebagai elemen dari rancang kota, tidak terlepas hubungannya dengan akses maupun karakteristik kegiatan suatu ruang kota. Fungsi peruntukan campuran pada saat ini menjadi vital dalam menyelesaikan permasalahan ruang kota yang ada lewat pengaturan peruntukan lahan. 

2. Tata Massa dan Bentuk Bangunan (Building Form and Massing) 

Bentuk dan tata massa bangunan pada awalnya menyangkut aspek-aspek bentuk fisik oleh rona spesifik atas ketinggian, pengaturan muka bangunan (setback) dan penutupan (coverage). Kemudian lebih luas menyangkut masalah penampilan dan konfigurasi bangunan. Disamping ketinggian dan kepejalan, penampilan (appearence) dipengaruhi oleh warna, material, tekstur dan fasade, style, skala, dsb. Spreiregen (1965) menyatakan isu-isu kritis yang berhubungan dengan bentuk bangunan dan massa. Pertama adalah ‘skala’, yang berhubungan aspek visual manusia (human vision), sirkulasi, bangunan pada lingkungan tempat tinggal dan ukuran lingkungan tempat tinggal. Selanjutnya adalah ruang perkotaan sebagai sebuah elemen utama dari rancang kota dan pentingnya penekanan pada bentuk, skala dan rasa keterlingkupan (sense of enclosure) dan jenis-jenis dari ruang perkotaan. Dan yang terakhir adalah urban mass atau massa perkotaan yang termasuk bangunan-bangunan, permukaan tanah, dan segala objek yang disusun untuk membentuk ruang perkotaan dan membentuk pola-pola kegiatan. Peruntukan lahan juga berperan dalam pengaturan tata massa dan bentuk bangunan seperti penerapan pada peruntukan campuran pusat kota yang diarahkan pada ketinggian yang lebih dari peruntukan lainnya. Peruntukan lahan komersil atau retail pada lantai dasar menjadi pertimbangan pengaturan pemunduran bangunan yang diletakan pada garis kavling atau zero setback untuk mendekatkan dengan kegiatan alur pejalan kaki. Peletakan tersebut dapat memberikan keuntungan pada kedua sisi, memudahkan pengenalan produk retail dan memudahkan pencapaian transaksi dari fungsi retail pada bangunan kepada pejalan kaki dan memberikan keberlangsungan pejalan kaki dalam pergerakan dan mampu menarik perhatian pejalan kaki untuk berbelanja pada fungsi tersebut. Aspek visual disamping pengaturan pemunduran lantai bawah juga dicapai dengan pengaturan pemunduran lantai atasnya dimana arah pencahayaan alami menjadi aspek yang sangat penting

Page 38: Artikel arsitektu

dalam aspek visual tersebut. Kesan harmonis dan tidak monoton (diverse) dicapai dengan pengaturan muka bangunan (façade) dengan pewarnaan, tekstur, keseimbangan lebar muka bangunan terhadap lebar jalan, gaya (style), dan ketinggian. Ketegasan tepi bangunan dan vista koridor jalan juga dapat dibentuk dengan pengaturan massa bangunan, setback, ketinggian sehingga ruang jalan memberikan arahan dan kenyaman pengguna jalan. Konfigurasi bangunan sangat mempengaruhi kualitas visual dan berhubungan erat dengan elemen sirkulasi yaitu jalan dan elemen ruang terbuka. Keterlingkupan (enclosure) dapat dibentuk dari konfigurasi bangunan tersebut. Roger Trancik (1986) menekankan keterlingkupan berdasarkan bangunan arsitektural sebagai ‘ruang keras’ atau hard space. Carmona, et al. (2000) memaparkan keterlingkupan merupakan ruang positif , ruang luar memiliki bentuk yang pasti, tersendiri. Bentuknya yang paling penting adalah keberadaan bangunan yang memilikinya. Keterlingkupan yang di bentuk oleh tata bangunan memiliki skala yang dapat dirasakan secara visual oleh manusia. Gari Robinette (1972) menyatakan, keterlingkupan penuh didapat ketika dinding bangunan yang mengelilingi menciptakan perbandingan 1:1 atau mengisi 45 derajat sudut pandang kerucut. Ambang keterlingkupan terjadi pada perbandingan 2:1 antara jarak ruang terbuka horizontal dengan ketinggian dinding bangunan. Keterlingkupan minim didapat dari perbandingan 3:1 dan hilangnya keterlingkupan terjadi pada perbandingan 4:1 atau lebih besar. Yosinobu Ashihara (1981) menghubungkan keterlingkupan dengan pengaruhnya terhadap keguanaan dan efek perasaan manusia. Kesan intim dapat dirasakan pada jarak ke perbandingan ketinggian bangunan antara 1 sampai 3. Dan perbandingan 6:1 atau lebih menciptakan ruang umum atau public. Untuk perbandingan yang dianggap ideal dari keterlingkupan ini adalah perbandingan antara jarak ke ketinggian bangunan 2:1. pada perbandingan ini sisi atas dinding bangunan masih terlihat pada sudut 27 derajat diatas bidang horizontal mata manusia. Tapi dari skala nilai perbandingan keterlingkupan ini yang harus diperhatikan adalah jarak maksimal yang masih dapat dirasakan. Karena walau nilai perbandingan dianggap ideal tetapi jarak horizontal antar bangunan sangat jauh, kesan humanis tetap akan hilang. Kemudahan pengenalan dengan penekanan pada landmark ruang kota tidak hanya dicapai dengan bentuk simbolis pada ruang terbuka umum seperti tugu, monumen, dsb. Tapi dapat diolah melalui konfigurasi penataan ini. Penekanan pengaturan pada simpul jalan (node) merupakan salah satu bentuk kemudahan pengenalan (legibility) tersebut. Keseluruhan konfigurasi dan penampilan tata massa dan bentuk bangunan juga dapat diarahkan pada tema daerah yang akan dicapai tercapai kualitas citra (image) district seperti pada tulisan Kevin Lynch dalam Image of the City. Pengaturan ini juga berhubungan dengan aspek cuaca (climate) yang berbeda-beda pada suatu tempat tertentu. Seperti pada kondisi iklim tropis, pengaturan massa bangunan dan bentuk jalan diarahkan pada bentuk grid yang menerus dan tidak memecah sirkulasi penghawaan, menghidari ruang coutyard yang tidak memiliki bukaan ventilasi menyilang (cross ventilation) dan peragaman ketinggian bangunan pada blok untuk dapat memberikan aliran udara yang menyeluruh. Penyinaran yang besar yang berpengaruh pada kenyamanan pejalan kaki membutuhkan bentuk perlindungan yang salah satunya dapat dicapai dengan pengaturan setback lantai dasar fungsi komersil pada ruang umum dengan membentuk arcade atau collonade sepanjang fungsi ruang tersebut. Contoh dari kasus pengaturan massa dan bentuk bangunan adalah seperti yang terjadi pada koridor jalan Margonda Depok. Pengaturan pemunduran muka bangunan yang tidak konsisten, dan tampilan fasade yang tidak diatur menyebabkan kualitas visual dan keterlingkupan dari bangunan tidak maksimal. Skala perbandingan keterlingkupan tidak konsisten sehingga keberlangsungan tidak tercapai, dinding kosong terlihat dari perbedaan ketinggian dan pemunduran muka bangunan, harmonisasi fasade hilang dengan ketiadaan hubungan pengaturan tekstur, bukaan, skala dan warna.Aspek visual memegang peranan penting pada pembentukan ruang kota yang dapat dicapai dari tata massa dan bentuk bangunannya disamping faktor kegiatan dan faktor iklim setempat. Bentuk bangunan dan tata massa tidak terlepas dengan hubungannya terhadap elemen lain dari rancang kota tersebut. Sehingga keterpaduan hubungan antar elemen dan faktor non fisik menjadi pertimbangan yang penting dalam mencapai kualitas perancangan fisik kota melalui elemen tata massa dan bentuk bangunannya. 

3. Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking) 

Sirkulasi merupakan bagian terpenting dari elemen rancang kota. Ia dapat membentuk mengarahkan dan mengontrol pola-pola kegiatan dan pola-pola pembangunan di dalam kota, sebagaimana sistem transportasi dari jalan-jalan umum, jalur-jalur pejalan kaki dan sistem transit menghubungkan dan mengutamakan pada pergerakan. Sirkulasi juga dapat menjadi suatu prinsip yang menstrukturkan,

Page 39: Artikel arsitektu

menegaskan dan memberikan karakteristik pada bentuk-bentuk fisik perkotaan seperti pembedaan suatu daerah, kegiatan suatu tempat, dsb. Dalam rancang kota jenis alur sirkulasi menekankan pada bentuk street yang membedakan dengan bentuk road. Pengertian road adalah alur sirkulasi kendaraan bermotor. Sedangkan pengertian street dalam Public Place-Urban Space (Carmona, 2003) dan menurut Roger Trancik (1986) adalah suatu bentu alur sirkulasi yang memfasilitasi pemisahan pergerakan kendaraan dan pejalan kaki . Dari fungsi yang ada tidak sekedar sebagai alur pergerakan tetapi sebagai tempat kegiatan sosial maupun pemegang peranan penting dalam aspek visual suatu kota. Dengan demikian, alur sirkulasi yang memegang peranan penting dalam rancang kota adalah yang memiliki pengertian tersebut. Jalan sebagai bentuk sirkulasi memegang peranan penting dalam suatu kota, pertama orang mengenali suatu kota melalui jalannya, ketika orang ingin mencari suatu tempat di suatu kota, jalan merupakan hal pertama yang di pelajarinya, seperti ditulis oleh Jane Jacob (1961): ‘Pikirkan suatu kota, dan apa yang terlintas di dalam pikiran? Itu adalah jalan-jalannya. Apabila jalan suatu kota terlihat penting, maka kota tersebut menjadi penting dan apabila ia terlihat gersang maka kota terasebut menjadi gersang.’ rancang kota tak terlepas dengan aspek visual sehingga pengolahan jalan sebagai alur sirkulasi haruslah menjadi elemen ruang terbuka visual yang positif dimana elemen-elemen fisik di ruang jalan tersebut haruslah terintegrasi dengan baik, membentuk ruang visual yang dapat dinikmati pengguna jalan. Seperti pengaturan tata bangunan dan massa, treatment pola hijau, pengaturan tempat atau lahan parkir, tata informasi (signage), elemen street furniture, dsb. Dari aspek visual tersebut banyak hal yang dapat dicapai melalui pengolahan jalan seperti pemberian sifat legibility atau pengenalan suatu tempat atau daerah, adanya ruang yang memberikan kesan humanis dengan skala manusia, sifat menerus (continuity), meningkatkan aspek estetika, menghilangkan sifat monoton yang menimbulkan kejenuhan dalam pergerakan seperti pengaturan tata letak lahan parkir yang dapat menimbulkan kekosongan ruang visual jalan, dsb. 

Hiraki jalan juga menentukan dalam rancang kota. Ia menentukan zoning ruang umum (public) dan ruang pribadi (privat), menentukan tingkat kecepatan pergerakan, penghubung ruang-ruang umum utama dan penempatan transit point dan moda Selain jalan, parkir merupakan tempat yang sangat berhubungan dengan elemen sirkulasi. Shirvani (1985) menyatakan pada saat ini tujuan yang ingin dicapai pada perancangan alur sirkulasi meliputi perbaikan mobilitas pada CBD, menghindari penggunaan kendaraan pribadi, menganjurkan penggunana transportasi umum dan perbaikan akses ke pusat bisnis terpadu (CBD). Permasalahan sirkulasi pada ruang kota pada saat ini tak terlepas dengan meningkatnya kebutuhan kendaraan bermotor dan kebijakan peruntukan seperti yang telah disebutkan pada penjelasan mengenai peruntukan lahan diatas. Permasalahan yang terjadi dari perancangan sirkulasi antara lain timbulnya pemisahan ruang kota dan kegiatannya akibat adanya jalan bebas hambatan atau jalan dengan kapasitas pergerakan yang tinggi. Ketiadaan penyediaan alur sirkulasi pada jenis pergerakan tertentu juga menimbulkan konflik pada pergerakan lain. Minimnya kontrol terhadap penyalahgunaan fungsi alur pergerakan pejalan kaki menjadi fungsi lain sehingga menimbulkan ketidak nyamanan dan ketidak amanan pada pejalan kaki itu sendiri maupun pada pengguna alur sirkulasi yang lain. Kasus permasalahan sirkulasi sangat dominan di kota besar di Indonesia, seperti pada kota Jakarta misalnya. Kepadatan mobil di Jakarta adalah 170 mobil perseribu penduduk dan masih rendah dibanding Singapura yang mencapai 300 unit perseribu penduduk. Akan tetapi kondisi yang terlihat adalah kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas. Permasalahan ini tak terlepas dari prilaku pengguna kendaraan, kebijakan pemerintah terhadap pengaturan mobil pribadi dan sarana transportasi umum dan kebijakan terhadap peruntukan lahan maupun kontrol terhadap fungsi lahan kota. Kebutuhan luas tempat parkir tak terlepas dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan kondisi fasilitas angkutan umum kota. Keberadaan parkir itu sendiri saat ini juga tak terlepas dari kegiatan komersial pusat kota dimana mobil sebagai simbol gaya hidup kota terutama golongan menegah ke atas tak terlepas dari hubungannya dengan gaya hidup konsumtif yang mengarah pada akses ke lokasi perbelanjaan yang memfasilitasinya. Keberadaan parkir dapat bersifat positif yaitu memfasilitasi pengguna mobil dan mengaktifkan tempat perbelanjaan pusat kota dan dapat bersifat negatif secara visual dengan memberikan ruang pada bahu jalan dapat mengurangi kecepatan kendaraan bermotor dan menambah keamanan bagi pedestrian. Pengolahan ruang parkir tak terlepas dengan elemen-elemen lain dalam rancang kota. Seperti pengaturan peruntukan campuran pada bangunan parkir dimana lantai bawah sepanjang jalur pedestrian (sidewalks) bangunan parkir digunakan sebagai fungsi retail yang dapat memberikan keberlangsungan pengguna jalur pedestrian atau penggabungan ruang parkir antara fungsi suatu

Page 40: Artikel arsitektu

tempat kegiatan dan waktu kegiatan yang berbeda. Juga penempatan lahan parkir dapat diatur pada ruang–ruang di belakang bangunan komersial yang menempel pada jalan sehingga koridor jalan tidak terputus dengan lahan parkir. Kencenderungan perancangan lahan parkir saat ini pada pusat perbelanjaan di kota Jakarta salah satunya adalah penempatanya pada lantai atas bangunan komersial tersebut sehingga mengarahkan penggunjung untuk melewati fungsi kegiatan perbelanjaan pada setiap lantai di bawahnya. Akan tetapi sebagian besar penempatan lahan parkir pada fungsi retail maupun perkantoran di kota Jakarta selain pada basement juga menggunakan ruang terbuka hasil dari peraturan pemda terhadap ketentuan KDB dan GSB (setback). Dengan kondisi ini ruang kota yang dibentuk masih didominasi oleh ruang parkir, sehingga kualitas kota yang dibentuk tidak maksimal. 

4. Ruang Terbuka (Open Space) 

Menurut Shirvani (1985) ruang terbuka ditegaskan dalam arti semua landscape, hardscape (jalan, jalur pejalan kaki, dan sebebagainya), taman maupun ruang-ruang rekreasi di dalam ruang perkotaan. Kantong-kantong kosong sebagai lubang yang besar dalam ruang perkotaan tidak dikategorikan dalam ruang terbuka. Disini ruang terbuka yang dimaksud tidak hanya sebagai sekedar area kosong tetapi lebih ditekankan pada nilai yang dimilikinya. Ruang terbuka umum/publik menurut Rustam Hakim (1987) adalah bentuk dasar dari ruang terbuka di luar bangunan, dapat digunakan oleh publik (setiap orang) dan memberikan bermacam-macam kegiatan. Sebagai civic space, ruang terbuka publik memiliki arti suatu ruang luar yang terjadi dengan membatasi alam dan komponen-komponennya (bangunan) mengunakan elemen keras seperti pedestrian, jalan, plasa, pagar beton dan sebagainya; maupun elemen lunak seperti tanaman dan air sebagai unsur pelembut dalam lansekap dan merupakan wadah aktifitas masyarakat yang berbudaya dalam kehidupan kota. 

Fungsi ruang terbuka dapat dijabarkan sebagai berikut: Fungsi umum: • Tempat bersantai. • Tempat komunikasi sosial. • Tempat peralihan, tempat menunggu. • Sebagai ruang terbuka untuk mendapatkan udara segar dengan lingkungan. • Sebagai pembatas atau jarak diantara massa bangunan Fungsi ekologis: • Penyegaran udara. • Penyerapan air hujan. • Pengendalian banjir. • Memelihara ekosistem tertentu. • Pelembut arsitektur bangunan. 

Harvey S. Perloff (1969) open space pada pembentukannya mempunyai fungsi: • Menyediakan cahaya dan sirkulasi udara ke dalam bangunan terutama bangunan tinggi di pusat kota. • Menghadirkan kesan perspektif dan vista pada pemandangan kota (urban scene), terutama pada kawasan padat di pusat kota. • Menyediakan area rekreasi dengan bentuk aktifitas yang spesifik. • Melindungi fungsi ekologis kawasan. • Memberikan bentuk sold-void kawasan kota. • Sebagai area cadangan bagi pengguna dimasa mendatang(cadangan area pengembangan). 

Dilihat dari fungsi ruang terbuka tersebut manfaat ruang terbuka baik secara fisik perkotaan yang berkaitan dengan fungsi ekologi maupun secara sosial mempunyai arti penting terhadap keberlangsungan kota itu sendiri. Dalam aspek visual, ruang terbuka dapat diolah dengan membentuk kesan keterlingkupan dan unsur bangunan disekelilingnya maupun dengan unsur natural seperti tata hijau membantu pembentukan keterlingkupan pada ruang terbuka. Keterlingkupan dicapai pada skala perbandingan tertentu yang telah disebut pada pembahasan elemen tata massa dan bentuk bangunan di atas. Akan tetapi kualitas visual dari ruang terbuka menurut Alexander et al. (1977) tidak harus dicapai dengan keterlingkupan ruang. Misalnya ketika orang merasa nyaman pada pantai yang terbuka.

Page 41: Artikel arsitektu

Keterlingkupan menciptakan rasa aman dan lebih pribadi, pada ruang terbuka penataan tata hijau dan street furniture maupun lanskap sangat berperan dalam menciptakan rasa tersebut. Permasalahan yang ada di kota Jakarta adalah minimnya keberadaan ruang terbuka yang digunakan sebagai ruang umum kota terutama yang bersifat rekreatif dengan tata hijau yang memadai. Seperti kasus pada kelurahan Manggarai, peruntukan ruang terbuka sepanjang sungai Ciliwung beralih fungsi menjadi rumah tinggal dan tempat usaha, pada daerah pemukiman padat ruang terbuka sangat minim sehingga kegiatan rekretif dan sosial memanfaatkan alur sirkulasi seperti jalan dan daerah inspeksi rel kereta api. Bentuk ruang terbuka bermacam-macam seperti telah disebutkan diatas. Pada ruang terbuka di Indonesia, kecenderungan yang ada adalah pemanfaatan ruang terbuka khususnya sebagai tempat berinteraksi sosial terjadi pada pola ruang terbuka linear, dan alur sirkulasi terutama sirkulasi perkampungan memegang peranan penting dari konsep ruang terbuka tersebut. 

5. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways) 

Untuk waktu yang lama perencanaan untuk pejalan kaki di dalam rancang kota terabaikan, ketika keberadaan shopping mall pada pusat kota tumbuh subur pejalan kaki menjadi faktor utama dari elemen perancangan kota. Mereka adalah suatu sistem yang nyaman sebagaimana elemen pendukung perbelanjaan dan juga tenaga hidup pada ruang perkotaan. Sistem jalur pejalan kaki yang baik dapat mengurangi ketergantungan dengan kendaraan bermotor, meningkatkan perjalan dalam pusat kota , mempertinggi aspek lingkungan hidup dengan memperkenalkan sistem skala manusia, menciptakan kegiatan perbelanjaan dan pada akhirnya membantu perbaikan kualitas udara. Pentingnya kegiatan pejalan kaki sebagai elemen dari perancangan kota pada saat ini muncul setelah adanya konsep New Urbanism yang menempatakan hubungan jarak tempuh pejalan kaki dengan transit point sebagai bentuk dasar konsep rancang kota. Walaupun konsep tersebut sudah ada pada awal abad 20, akan tetapi permasalahan yang ada dari faktor sosial ekonomi dan pelestarian lingkungan membuat konsep tersebut menjadi penting untuk diangkat dan dikembangkan lagi secara lebih luas. Dasar dai konsep rancang kota tersebut adalah jarak tempuh pejalan kaki orang dewasa normal selama 5 menit atau + 400m terhadap transit point yang dapat mempengaruhi elemen-elemen perkotaan contohnya adalah; peruntukan lahan tempat tinggal, ruang umum, akses baik akses pejalan kaki itu sendiri maupun kendaraan bermotor, besaran blok, aspek visual kota maupun aspek lingkungan alam yang berhubungan dengan ruang fisik kota. Kegiatan perbelanjaan atau retail berperan sangat besat terhadap keberlangsungan pejalan kaki. Menurut Amos Rapoport (1977) : dilihat dari kecepatan rendah pejalan kaki, terdapat keuntungan karena dapat mengamati lingkungan sekitar dan mengamati obyek secara detail serta mudah menyadari lingkungan sekitar. Dari kondisi pejalan kaki tersebut keberadan fungsi retail sangat mendukung keberlangsungan pejalan kaki pada jalur pergerakannya. Secara psikologis pengalihan arah visual dalam mengamati lingkungan sekitar yang tidak monoton dan atraktif dapat menurunkan tingkat kebosanan dalam melakukan pergerakan dengan jalan kaki Keberadaan pejalan kaki di kota Jakarta tidak mendapat prioritas dalam rancang kota. Jalur pejalan kaki yang tersedia berupa trotoar pada sisi jalan yang tidak semua jalan memilikinya. Keberadaan trotoar itu pun tidak sepenuhnya berfungsi sebagai alur pejalan kaki. Konflik terjadi oleh bermacam-macam kepentingan seperti; kegiatan pedagang kaki lima, perluasan kegiatan pada bangunan didekatnya, perletakan tata hijau, tata informasi maupun infrastruktur kota yang tidak memperhatikan dimensi kebutuhan pergerakan pejalan kaki, hingga pergerakan kendaraan roda dua yang memakai fasilitas trotoar tersebut. Permasalahan trersebut akibat dari tidak adanya kebijakan yang memprioritaskan pejalan kaki pada ruang perkotaan dan rancang kota yang tidak tepat juga kesadaran mayarakat yang rendah terhadap pentingnya jalur pejalan kaki terhadap kegiatan ruang kota. Alur pejalan kaki saat ini adalah elemen rancang kota yang essensial untuk dirpioritaskan dalam pembentukan kota. Ia perkotaan lainnya. Kegiatan yang membangkitkan keberlangsungan dan keberadaan pejalan kaki menjadi aspek fisik yang penting seperti kegiatan retail atau belanja yang dapat diperoleh dari sektor formal maupun informal. Dan yang lebih penting lagi adalah kualitas visual suatu kota lebih terasa dicapai lewat pengalaman estetika pejalan kaki yang memiliki kesempatan yang lebih besar dibanding dengan pengguna kendaraan bermotor. Oleh karena itu kebijakan rancang kota terutama di Indonesia lebih dapat memprioritaskan keberadaan pejalan kaki sebagai unsur utama penggunan ruang kota. 

6. Pendukung Kegiatan (Activity Support) 

Page 42: Artikel arsitektu

Pendukung kegiatan merupakan suatu elemen kota yang mendukung dua atau lebih pusat kegiatan umum yang berada di kawasan pusat kota yang mempunyai konsentrasi pelayanan yang cukup besar. Keberadaannya tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan utama pada suatu lokasi yang dapat menghubungkan kegiatan utama tersebut. Pendukung kegiatan tidak hanya bersifat horizontal pada ruang luar akan tetapi juga berada pada kegiatan vertikal pada suatu ruang dalam atau bangunan seperti peruntukan lahan campuran (mixed use). Keberadaan pendukung kegiatan tidak terlepas pada kegiatan yang diarahkan pada bentuk keberlangsungan (continuity), bersifat hidup (livability) dan kegembiraan atau kesenangan (excitement). Bentuk-bentuk pendukung kegiatan dapat berupa elemen fisik kota seperti tata ruang luar, street furniture dan peruntukan lahan yang menunjang hubungan pada kegiatan utama kota. Dapat juga diarahkan pada kegiatan yang berhubungan dengan bagaimana kenyamanan maupun keberlangsungan secara psikologis dapat dicapai untuk mendukung pergerakan pada jalur pencapaian pada dua atau lebih pusat-pusat kegiatan umum pada suatu kota. Pada jalur pedestrian, kualitas penataan street furniture, penghijauan, pavement, signage dan tampilan dan penataan bangunan yang membingkai ruang visual pejalan kaki dan sebagainya, mempengarruhi keberlangsungan suatu kegitan pergerakan tersebut. Elemen-elemen fisik ini merupakan salah satu bentuk dari pendukung kegiatan tersebut. Bentuk lain yang penting dari pendukung kegiatan adalah suatu kegiatan yang dapat memberikan keberlangsungan secara psikologis dan dapat menghubungkan kegiatan-kegiatan utama yang ada, kegiatan tersebut sekarang ini yang menjadi penting adalah kegiatan retail baik yang diarahkan pada fungsi kegiatan di dalam bangunan sepanjang alur pergerakan maupun pada ruang terbuka yang dapat berupa pedagang kaki lima. Pendukung kegiatan sebagai salah satu elemen perancangan kota sangat berkaitan dengan pertumbuhan fungsi-fungsi kegiatan umum ruang kota dimana menurut Aldo Rossi (1982) kota itu sendiri terbentuk dengan adanya konsentrasi elemen-elemen fisik spasial yang selalu tumbuh dan berkembang dan karena adanya interaksi kegiatan manusia yang terakumulasi pada satuan waktu yang tidak terbatas. Dengan adanya pendukung kegiatan ini diharapakan mampu menciptakan ruang kota yang hidup, berkelanjutan, dan mampu menintregrasikan dan menjadi penghubung kegiatan utama kota. Contoh kasus keberadaan pendukung kegiatan seperti di Jalan Malioboro Jogjakarta. Magnet kegiatan utama adalah pada Stasiun kereta api Tugu di ujung utara jalan dan Kompleks keraton maupun bangunan penting sekitarnya di ujung selatan jalan tersebut. Keberadaan fungsi retail pada bangunan sepanjang jalan dan keberadaan kaki lima dan juga perancangan street furniture yang kontekstual merupakan suatu bentuk pendukung kegiatan yang membuat suasana jalan Malioboro menjadi hidup terutama faktor keberlangsungan pergerakan pajalan kaki lima pada jalan tersebut. Dari contoh kasus tersebut, perancangan pendukung kegiatan harus memperhatikan kontekstual lingkungan, karakteristik fisik maupun non fisik dan hubungannya terhadap elemen-elemen leinnya terutama pejalan kaki sebagai pengguna ruang utama dan pemberi kehidupan sosial kota. 

7. Tata Informasi (Signage) 

Tata informasi menjadi elemen visual yang penting dalam ruang kota. Keberadaanya mempengaruhi pengguna jalan baik pejalan kaki maupun pengendara kendaraan dengan memberikan bentuk untuk dikenali menjadi tujuan utama dari tata informasi tersebut. Bentuk-bentuk tata informasi dapat berupa papan reklame komersial, penunjuk jalan, tanda-tanda lalulintas atau informasi umum bagi pengguna jalan setempat. Kevin Lynch dalam Managing the Sense of Region (1976 hal. 30-31) menyatakan bahwa penataan informasi harus dapat dikenali (legible), teratur, mudah dibaca (readible), adanya kesinambungan antara bentuk dan pesan (congruent) dan pemasangan pada daerah yang tepata sesuai dengan isi pesan yang akan ditujukan (rooted). Keberadaan tata informasi sangat penting terutama dengan perkembangan kondisi ekonomi suatu kota, tata informasi dapat menjadi alat untuk mempromosikan suatu produk atau menjadi tanda suatu tempat usaha untuk dapat dikenali kepada masyarakat pamakai ruang publik kota. Dengan keberadaanya tentunya secara fisik mempengaruhi ruang kota dan hubungannya dengan elemen ruang kota lainnya seperti muka bangunan, ruang pedestrian, street furniture, dsb. Halprin (1980:68) : Ada area papan-papan tanda reklame yang luas yang mengalihkan jalan-jalan kota kita menjadi sebuah kesemrawutan, tidak berakhir, kejelekan yang linear. Contoh yang tipikal terlihat dimana-mana, semacam mimpi buruk perkotaan tidak cukup baik dalam pengaturan material yang

Page 43: Artikel arsitektu

memberikan kesan fantastis dan menggairahkan. Sebuah campur aduk, gigantisme yang membingungkan, pengelompokan yang terputus-putus. Kebalikan dari ini, tentunya adalah keseragaman yang sangat sopan dari papan tanda di dalam beberapa pusat-pusat perbelanjaan yang baru dan elegan, dimana segala sesuatusecara hati-hati dikontrol di dalam rasa yang baik dan secara lengkap tidak penting. Ada sebuah titik dimana suatu bentuk yang baik dapat diras menjadihambar. Pengaturan papan tanda reklame maupun tanda-tanda informasi umum sudah banyak diatur sesuai dengan fungsi dan kegiatan ruang dalam berbagai panduan perancangan kota (guidelines). Pengaturan berupa ukuran dimensi, kesesuaian dengan konteks lingkungan baik bentuk, warna, pencahayaan, material atau juga dengan tema suatu daerah atau lingkungannya. Keberadaannya juga tidak menggangu fungsi lain seperti pengguna jalan atau fungsi infrastruktur kota. Pengaruh yang ditimbulkan secara positif dari pengaturan tata informasi adalah kontinuitas visual, harmoni dengan elemen perkotaan yang lain atau juga dapat memberikan kesan skala manusia pada pengguna jalur pedestrian. Ia dapat menaungi dan memberikan ruang kanopi pada jalur pejalan kaki. Pada pengguna kendaraan bermotor penempatan tata informasi dapat memperlambat laju kecepatan dengan mengalihkan sejenak perhatian pengendara. Menurut Yoshinobu Ashihara (1983) penampilan ruang luar dipengaruhi dua hal yaitu ruang luar depan bangunan sebagai raut muka utama/primer (primary profiles) dan sesuatu yang melekat dan menonjol pada bangunan yang bersifat sementara disebut sebagai raut muka sekunder (secondary profiles). Disini signage/signboard merupakan secondary profiles. Kualitas ruang yang dilihat oleh pejalan kaki pada kondisi dekat secara paralel dengan garis bangunan akan didominasi oleh secondary profiles dan muka bangunan tidak terlihat tetapi semakin ia bergerak jauh dari tepi jalan muka bangunan mulai memasuki jangkauan pandangan pengamat. Disini kondisi perletakan signboard tegak lurus dengan muka bangunan. Dengan adanya arah pengamatan dan keberadaan signboard, dimensi jalan juga berpengaruh. Semakin sempit jalan keberadaan signboard sebagai bagian yang menonjol keluar pada bangunan semakin mengaburkan tampak muka bangunan tersebut (façade). Contoh keberadaan signboard secara visual berpengaruh seperti pada lokasi perbelanjaan di Pasar Baru. Bentuk perbelanjaan di tempat tersebut diarahkan sebagai pedestrian shopping mall dimana tempat parkir, akses kendaraan dipisahkan dengan pergerakan pejalan kaki. Tidak seperti pada lokasi perbelanjaan Blok M antara stasiun bis dengan bangunan Melawai Plaza yang juga tertutup bagi pergerakan kendaraan dan parkir, keberadaan signboard sepajang akses tersebut tidak dapat dicapai secara visual. Keberadaan kaki lima yang padat dengan bentuk tenda membatasi sudut pandangan pejalan kaki sehingga pandangan mata tertuju pada display barang yang dijual disepanjang koridor tersebut. 

8. Pelestarian (Preservation) 

Preservasi tidak selalu berhubungan dengan struktur dan tempat-tempat yang memiliki arti sejarah. Di dalam pandangan yang lebih luas ia juga dapat berhubungan dengan segala struktur dan tempat-tempat eksisting baik sememtara atau permanen dalam segi ekonomi mempunyai sifat yang vital dan signifikan secara budaya. Bentuk pelestarian selain ditujukan kepada bangunan atau tempat-perkampungan atau ruang umum perkotaan (seperti plaza, alun-alun tempat perbelanjaan, dsb. ). Pelestarian terhadap bentuk kegiatan-kegitan ruang umum yang signifikan juga perlu diadakan. Pelestaraian tidak anti kepada perubahan, ia tidak menganjurkan untuk membangun kembali bangunan sejarah yang telah hancur, menampilkan tema historis ke dalam bangunan baru atau menyimpan semua bangunan tua hanya untuk pelestarian tersebut. Pelestarian sejarah mengenalkan desain yang baik dari masa lampau dan menempatkan peristiwa yang luar biasa dari masa lampau yang terjadi. Ia juga memelihara lingkungan dengan karakteristik yang khusus dan menganjurkan desain baru yang bagus, apakah hal tersebut di dalam konstruksi bangunan baru atau modifikasi dari bangunan yang telah ada berkesesuaian dengan dengan yang lama. Kasus pelestarian kawasan lama di Jakarta adalah seperti pada kawasan Jakarta Kota di koridor Kali Besar. Perancangan pelestarian kawasan tersebut bermaksud menghubungkan alur bersejarah asal mula kota Jakarta dari pelabuhan Sunda Kelapa sampai taman stasiun Jakarta Kota. Desain disesuaikan dengan konteks arsitektur kolonial dan pecinan yang menjadi ciri khas kawasan tersebut. Seperti pada kasus Daerah Tanah Abang di Jakarta. Tanah Abang merupakan daerah yang terkenal sebagai daerah perbelanjaan dengan lingkup internasional memiliki permasalahan penataaan ruang dengan kondisi fisik lingkungan dan bangunananya. Walau secara fisik bangunan pusat kegiatan yang ada tidak memiliki signifikasi dengan sejarah akan tetapi bentuk kegiatannyalah yang patut di

Page 44: Artikel arsitektu

lestarikan walau dengan pembangunan yang baru. Selain kegiatan perdagangan pada tempat tersebut sudah lamasekali berlangsung di era penjajahan akan tetapi perhatiannya justru dilihat dari konteks perekonomian dimana kegiatan tersebut memiliki nilai skala ekonomi yang tinggi baik pada lingkungan sekitar juga pada tingkat kota. 

KESIMPULAN 

Penjabaran elemen-elemen fisik rancang kota oleh Hamid Shirvani dalam Urban Design Proccess secara keseluruhan merupakan elemen fisik perancangan kota yang juga menjadi pembahasan pada penulisan lainnya. Akan tetapi elemen fisik berupa tata hijau tidak dimunculkan sebagai elemen yang juga berpengaruh pada kualitas ruang kota. Menurut Roger Trancik (1986), tata hijau merupakan bagian penting dan dimasukan dalam unsur soft spaces yang juga berperan dalam kualitas visual ruang kota. Elemen tata hijau menurut saya sangat penting artinya bagi rancang kota terutama dalam kaitannya dengan daerah tropis, dan manfaat dari tata hijau sampai saat ini belum dapat disubtitusikan dengan elemen lain. Aspek visual memegang peranan utama dalam perancangan kota, ia berhubungan dengan seluruh elemen-elemen rancang kota dan membentuk ruang fisik elemen-elemen perkotaan tersebut. Aspek visual juga didasarkan atas presepsi pengamat dalam melihat bentuk fisik suatu tempat. Karakterisitik suatu tempat mengarahkan presepsi dari aspek visual terhadap pembentukan elemen-elemen perancangan kota tersebut. Selain aspek visual, aspek kegiatan khususnya kegiatan perbelanjaan atau retail (shopping) merupakan aspek non fisik yang memegang peranan penting dalam pembentukan ruang kota dan mempengaruhi seluruh elemen perancangan kota seperti yang ditulis oleh Rem Koolhaas dalam bukunya Mutation bahwa kota berarti belanja (City mean Shopping). Ini memperlihatkan kekuatan kegiatan retail yang berdampak besar pada rancang kota. Elemen-elemen rancang kota (urban design elements) pada dasarnya berkaitan dan berhubungan satu sama lain dalam membentuk kualitas suatu ruang kota yang baik. Elemen itu berhubungan erat dan tentunya pula dengan ruang umum (public space) sebagai ruang yang dapat digunakan masyarakat kota dan dapat memperlihatkan citra dan kualitas suatu kota. 

DAFTAR PUSTAKA 

Page 45: Artikel arsitektu

A Webster’s New World College Dictionary, NY: Macmillan, 1996 Clare Cooper Marcus and Carolyn Francis, People Places, NY: John Wiley & Sons, Inc., 1998 Congress for the New Urbanism, Charter of the New Urbanism, Mc Graw-Hill, 2000 Eko Budiharjo dan Djoko Sujarto, Kota Berkelanjutan, Bandung: Alumni, 1999 Hamid Shirvani, The Urban Design Process, NY: Van Nostrand Reinhold Company, 1985 Kevin Lynch, Image of the City, Massachusetts: MIT press, 1964 Kevin Lynch, Managing the Sense of Region, 1976 Matthew Carmona, Tim Heath, Toner Oc and Steven Tiesdell, Public Places-Urban Spaces: The Dimensions of Urban Design, Oxford: Architectural Press, 2003 Norman K. Booth, Basic Elements of Landscape Architectural Design, Illinois: Waveland Press, Inc., 1983. Rem Koolhaas, Mutation, Actar Roger Trancik, Finding Lost Space, NY: Van Nostrand Reinhold Company, 1986 Teori Perancangan Urban, Prog. Studi Per. Ars. Fak. Pascasarjana ITB, 1991 ULI, Downtown Development Handbook, Washington, D.C.: ULI, 1992 Yoshinobu Ashihara, The Aesthetic Townscape, Cambridge: MIT press, 1983 

Ahlul ZikriArsitektur Unimal Lhokseumawe

HOME ADG-STUDIO PROPERTY CONTACT

DEFINISI KOTA DAN DESA09.44  Arsitektur  1 comment

DEFINISI KOTA DAN DESA

1.      Definisi Kota1.1  Pengertian Kota

Secara umum kota adalah tempat bermukimnya warga kota, tempat bekerja, tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintah dan lain-lain. Dengan kata lain, Kota adalah suatu ciptaan peradaban budaya umat manusia. Kota sebagai hasil dari peradaban yang lahir dari pedesaan, tetapi kota berbeda dengan pedesaan, karena masyarakat kota merupakan suatu kelompok teritorial di mana penduduknya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya, dan juga merupakan suatu kelompok terorganisasi yang tinggal secara kompak di wilayah tertentu dan memiliki derajat interkomuniti yang tinggi.

Dari segi perancangan, Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri.

1.2  Pengertian Kota Berdasarkan istilahKota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan.

Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial, ekonomi, budaya. Perkotaan mengacu pada areal yang memiliki suasana penghidupan dan kehidupan modern dan menjadi wewenang pemerintah kota.

Page 46: Artikel arsitektu

1.3  Pengertian Kota Menurut UU No 22/ 1999 Tentang Otonomi DaerahKawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian

dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

1.4  Pengertian Kota Menurut Peraturan Mendagri RI No. 4/ 1980Kota adalah suatu wadah yang memiliki batasan administrasi wilayah seperti kotamadya

dan kota administratif. Kota juga berarati suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris , misalnya ibukota kabupaten, ibukota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan.

1.5  Pengertian Kota Menurut Para Ahli1.5.1        Pengertian Kota Menurut Amos Rappoport

Pengertian kota menurut Amos Rappoport dibagi menjadi dua definisi, yaitu definisi klasik dan definisi moderen.

a.       Definisi klasikKota adalah Suatu  permukiman yang relatif besar, padat dan permanen , terdiri dari kelompok individu-indivudu yang

heterogen dari segi sosial.b.      Definisi Moderen

Kota adalah Suatu Permukiman dirumuskan bukan dari ciri morfolgi kota tetapi dari suatu fungsi yang   menciptakan ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian ruang dan hirarki tertentu.

1.5.2        Pengertian Kota Menurut BintartoMenurut Bintarto dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan

kehidupan yangditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerahdibelakangnya.

1.5.3        Pengertian Kota Menurut Arnold TonybeeSebuah kota tidak hanya merupakan pemukiman khusus tetapi merupakan suatu

kekomplekan yang khusus dan setiap kota menunjukkan perwujudan pribadinya masing-masing.

1.5.4        Pengertian Kota Menurut Max WeberKota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar

kebutuhan ekonominya di pasar lokal.

1.5.5        Pengertian Kota Menurut Louis WirthKota adalah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-

orang yang heterogen kedudukan sosialnya.

Dari beberapa pengertian kota menurut para ahli tersebut, terdapat adanya kesamaan pernyataan tentang bagaimana suatu daerah tersebut dikatakan sebuah kota. Kesamaan tersebut dapat dilihat bahwa dari pembahasan pengertian kota mencakup adanya suatu bentuk kehidupan manusia yang beragam dan berada pada suatu wilayah tertentu. Penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan oleh beberapa ahli tersebut secara garis besarnya semuanya hampir sama, tetapi ada yang lebih dibahas secara umum atau khusus.

Page 47: Artikel arsitektu

Dapat disimpulkan menurut pengertian para ahli dan ditambah dengan kenyataan yang tampak pada saat ini dalam sudut pandang geografi, kota merupakan suatu daerah yang memiliki wilayah batas administrasi dan bentang lahan luas, penduduk relatif banyak, adanya heterogenitas penduduk, sektor agraris sedikit atau bahkan tidak ada, dan adanya suatu sistem pemerintahan.

1.6  Peranan KotaKota yang telah berkemang maju mempunyai peranan yang lebih luas antara lain sebagai

berikut :1.      Sebagai pusat pemukiman penduduk2.      Sebagai pusat kegiatan ekonomi3.      Sebagai pusat kegiatan social budaya4.      Pusat kegiatan politk dan administrasi pemerintah serta tempat kedudukan pemimpin

pemerintahan.

1.7   Ciri-Ciri Kota1.7.1        Ciri-Ciri Fisik Kota

1.      Tersedianya tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan2.      Tersedianya tempat-tempat untuk parkir3.      Terdapatnya sarana rekreasi dan sarana olahraga4.      Penataan perumahan dan ruang luar melalui hasil perencanaan5.      Penentuan wilayah teratur6.      Pembangunan secara vertikal keatas7.      Bangunan padat8.      Penduduk padat9.      Penentuan wilayah teratur

1.7.2        Ciri Kehidupan Kota1.      Adanya pelapisanosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan

dan jenis pekerjaan.2.      Adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial diantara warganya.3.      Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan pertimbangan

perbedaan kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan.4.      Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.5.      Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip ekonomi.6.      Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial disebabkan

adanya keterbukaan terhadap pengaruh luar.7.      Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat solidaritas dan

gotong royong sudah mulai tidak terasa lagi.

2.      Definisi Urban2.1  Pengertian Urban

Urban adalah suatu perkembangan kota yang melibatkan seluruh elemen-elemen di dalamnya yang menyangkut kota itu sendiri. Sedangkan planning adalah bagaimana cara kita untuk merencanakan kota tersebut agar dapat menjadi kota yang baik dan kota yang ideal dengan membuat peraturan-peraturan dan cara-cara bagaimana agar mewujudkan seluruh rencana yang telah dibuat.

Kawasan perkotaan (urban) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasansebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatanekonomi.

Page 48: Artikel arsitektu

Kawasan perkotaan yang besar dengan jumlah penduduk diatas satu juta orang dan berdekatan dengan kota satelit disebut sebagaimetropolitan.

2.2  Pengelompokan UrbanKawasan Perkotaan dibedakan atas:

1.      Kawasan Perkotaan yang berstatus administratif Daerah Kota;2.      Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari Daerah Kabupaten;3.      Kawasan Perkotaan Baru yang merupakan hasilpembangunan yang mengubah Kawasan

Perdesaan menjadi Kawasan Perkotaan;4.      Kawasan Perkotaan yang mempunyai bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan

sebagai satu kesatuan sosial,ekonomi dan fisik perkotaan.

2.3  Pengertian Urban PlanningBeberapa pengertian urban planning sebagai berikut:

a.       Urban Planning adalah mempelajari Proses perencanaan dalam pembentukan, penataan dan pembangunan suatu kota

b.      Urban Planning Merupakan kegiatan meng-alokasi-kan penggunaan tanah dan pendirian bangunan serta jaringan jalan dengan tujuan untuk mencapai keseimbangan antara kenyamanan, keindahan dan biaya. (Hobbs and Doling, 1991)

c.       Urban Planning Merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan muka bumi wilayah kota termasuk ruang di atas dan di bawahnya serta pedoman pengarahan dan pengendalian bagi pelaksanaan pembangunan kota untuk mencapai tujuan tertentu.

d.      Perkotaan, kota, dan perencanaan kota mengintegrasikan land use planning dan transportation planning untuk memperbaiki lingkungan yang dibangun, ekonomi dan sosial masyarakat. Regional planning berhubungan dengan lingkungan yang lebih besar, pada tingkat kurang rinci. Perencanaan kota dapat mencakup pembaruan perkotaan, dengan mengadaptasi metode perencanaan kota ke kota yang ada menderita kerusakan dan kurangnya investasi

e.       Adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari perkembangan dan fungsi suatu kota, termasuk lingkungan, zoning, dan infrastruktur 

3.      Definisi Desa3.1  Pengertian Desa

Berdasarkan istilah di Indonesia desa memiliki definisi yang berbeda-beda menurut daerahnya masing-masing yaitu Aceh (Gampong), Minangkabau (nagari), Batak (Huta) Minahasa (Wanua), Bali (Banjar), Lampung (Dusun/Wanua), Jawa (Desa) Sunda (Kampung). Sedangkan pengertian secara administrative, desa adalah kesatuan administrative yang disebut kelurahan.

3.2  Pengertian Menurut Beberapa Ahlia.      Bintarto

Desa adalah perwujudan atau kesatuan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.

b.       Sutardjo KartohadikusumoDesa adalah kesatuan hukum yang didalamnya bertempat tinggal suatu masyarakat yang

berhak menyelenggarakan pemerintahan sendiri.c.       Paul Landis

Desa merupakan wilayah yang berpenduduk kurang dari 2500 jiwa dengan cirri-ciri pergaulan hidup yang saling mengenal, mempunyai pertalian perasaan, cara penghidupannya agraris terpengaruh alam dan iklim dan memiliki pekerjaan sambilan non agraris.

Page 49: Artikel arsitektu

d.      UU No 22 Pasal 1 Tahun 1948Desa adalah daerah yang terdiri atas satu atau lebih dusun yang digabungkan sehingga

merupakan suatu daerah otonomi yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri.e.        UU No 5 Pasal 1 Tahun 1979

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai saatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

f.       UU No 22 Tahun 1999Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan

menguruskepentingan msyarakat setempat berdasarkan asal usuk dan adapt istiadat setempat yang diakui dalam sistim pemerintahan naiional dan berada didalan daerah kabupaten.

3.3  Ciri-Ciri DesaCiri-ciri desa adalah sebagai berikut :

1.      Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.2.      Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.3.      Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam

seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana is hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama¬sama sebagai anggota masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagian bersama di dalam masyarakat.

3.4  Ciri-Ciri Masyarakat DesaAdapun yang menjadi ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :

1.      Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya;

2.      Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (Gemeinschaft atau paguyuban).

3.      Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time) yang biasanya sebagai pengisi waktu luang.

4.      Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat-istiadat dan sebagainya.

Oleh karena anggota masyarakat mempunyai kepentingan pokok yang hampir sama, maka mereka selalu bekerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Seperti pada waktu mendirikan rumah, upacara pesta perkawinan, memperbaiki jalan desa, membuat saluran air dan sebagainya, dalam hal-hal tersebut mereka akan selalu bekerjasama.

Bentuk-bentuk kerjasama dalam masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong.Pekerjaan gotong-royong pada waktu sekarang lebih populer dengan istilah kerja bakti misalnya memperbaiki jalan, saluran air, menjaga keamanan desa (ronda malam) dan sebagainya.

Sedang mengenai macamnya pekerjaan gotong-royong (kerja bakti) itu ada dua macam, yaitu :

Page 50: Artikel arsitektu

a)      Kerja bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri (biasanya diistilahkan dari bawah).

b)      Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari masyarakat itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).Kerjasama jenis pertama biasanya, sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka, sedang jenis kedua biasanya sering kurang dipahami kegunaannya.

4.      Perbedaan Desa Dan KotaKota dan desa merupakan tempat suatu kesatuan penduduk. Kota dan desa

memiliki perbedaan yang sangat significant.Ada beberapa ciri untuk membedakan antara desa dan kota, yaitu sebagai berikut :

1)      Jumlah dan kepadatan penduduk;2)      Lingkungan hidup;3)      Mata pencaharian;4)      Corak kehidupan sosial;5)      Stratifikasi sosial;6)      Mobilitas sosial;7)      pola interaksi sosial;8)      solidaritas sosial; dan9)      kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional.

Ada beberapa perbedaan antara kota dan desa diantaranya:1)    Nilai sosial pada penduduk

nilai sosial antar penduduk kota dan desa merupakan salah satu hal yang paling terlihat  perbedaanya. Bisa kita lihat jika didesa para penduduk berlomba-lomba untuk bergotong royong dalam membantu tetangga sekitar dan juga biasanya penduduk desa menghabiskan waktu senggang mereka untuk melakukan kegiatan bersama tetangga lainnya sedangkan di kota, mereka berlomba-lomba memasang pagar yang tinggi agar terlihat hebat.

2)    Tingkat pendapatanjelas saja terlihat jika penduduk kota dan desa memiliki perbedaan dalam hal tingkat pendapatan. Biasanya penduduk didesa mendapatkan penghasilan dari bertani ataupun berternak sedangkan di kota biasanya penduduk menjadi karyawan ataupun berdagang. Hasi dari bertani biasanya digunakan penduduk desa untuk konsumsi sehari-hari dan sebagiannya lagi untuk dijual. Berbeda halnya dengan di kota yang kebutuhan sehari- harinya biasanya di dapat di warung ataupun pasar swalayan.

3)    Kemajuan teknologiKota biasanya lebih cepat dalam hal kemajuan teknologi. Jika dulu hanya orang-orang kota saja yang biasanya menggunakan telephone genggam sekarang seluruh lapisan masyarakat dapat menggunakan telephone genggam. Tetapi, penduduk di kota lebih maju dalam bidang teknologi dikarenakan penduduk kota lebih berpikiran terbuka dalam bidang teknologi. Biasanya penduduk desa akan berfikir dua kali untuk menggunakan barang teknologi karena jika barang tersebut tidak memiliki manfaat biasanya penduduk desa lebih memilih tidak menggunakan teknologi tersebut.

4)    Nilai budayaNilai budaya penduduk desa lebih kental dibandingkan nilai budaya pada penduduk  kota. Hal ini dikarenakan penduduk desa yang belum tergeser budayanya dengan budaya asing berbeda dengan nilai budaya penduduk kota yang sudah bercampurdengan budaya asing karena budaya asing dengan mudahnya dapat masuk

Page 51: Artikel arsitektu

ke dalam kehidupan penduduk kota yang memiliki pemikiran terbuka dan modern. Jika di desa masih ada tradisi untuk berkumpul bersama sanak saudara lainnya ketika panen dan mengadakan kegiatan dalam bentuk seni berbeda dengan penduduk kota yang lebih memilih untuk berkumpul di warung kopi dan menghabiskan waktu disana.

5)     Jumlah pendudukAngka urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota) biasanya setiap tahun meningkat. Hal ini dikarenakan setiap tahun biasanya orang yang mudik pasti membawa saudaranya yang lain ikut kerja di kota untuk merubah nasib dengan harapan dapat membiayai saudara-saudara di desa. Sedangkan didesa yang tinggal hanya petani-petani yang memiliki ladang untuk di olah. Hal ini pulalah yang menyebabkan perbedaan jumlah penduduk yang sangat significant.

6)      Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap AlamMasyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi geografisnya di daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.

7)      Homogenitas dan HeterogenitasHomogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat dan perilaku nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang degan macam-macam perilaku dan juga bahasa.

Meskipun tidak ada ukuran pasti, kota memiliki penduduk yanag jumlahnya lebih banyak dibandingkan desa. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan kepadatan penduduk, yaitu jumlah penduduk yang tinggal pada suatu luas wilayah tertentu, misalnya saja jumlah per KM " (kilometer persegi) atau jumlah per hektar. Kepadatan penduduk ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola pembangunan perumahan. Di desa jumlah penduduk sedikit, tanah untuk keperluan perumahan cenderung ke arah horisontal, jarang ada bangunan rumah bertingkat. Jadi karena pelebaran samping tidak memungkinkan maka untuk memenuhi bertambahnya kebutuhan perumahan, pengembangannya mengarah ke atas.

Lingkungan hidup di pedesaan sangat jauh berbeda dengan di perkotaan. Lingkungan pedesaan terasa lebih dekat dengan alam bebas. Udaranya bersih, sinar matahari cukup, tanahnya segar diselimuti berbagai jenis tumbuh¬tumbuhan dan berbagai satwa yang terdapat di sela-sela pepohonan, di permukaan tanah, di rongga-rongga bawah tanah ataupun berterbangan di udara bebas. Air yang menetes, merembes atau memancar dari sumber¬sumbernya dan kemudian mengalir melalui anak-anak sungai mengairi petak¬petak persawahan. Semua ini sangat berlainan dengan lingkungan perkotaan yang sebagian besar dilapisi beton dan aspal. Bangunan-bangunan menjulang tinggi saling berdesak-desakan dan kadang-kadang berdampingan dan berhimpitan dengan gubug-gubug liar dan pemukiman yang padat.

Udara yang seringkali terasa pengap, karena tercemar asap buangan cerobong pabrik dan kendaraan bermotor. Hiruk-pikuk, lalu lalang kendaraan ataupun manusia di sela-sela kebisingan yang berasal dariberbagai sumber bunyi yang seolah-olah saling berebut keras satu sama lain. Kota sudah terlalu banyak mengalami sentuhan teknologi, sehingga penduduk kota yang merindukan alam kadang-kadang memasukkan sebagian alam ke dalam rumahnya, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan, bahkan mungkin hanya gambarnya saja.

Perbedaan paling menonjol adalah pada mata pencaharian. Kegiatan utama penduduk desa berada di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakan dan termasuk juga perikanan darat. Sedangkan kota merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi

Page 52: Artikel arsitektu

sekunder yang meliputi bidang industri, di samping sektor ekonomi tertier yaitu bidang pelayanan jasa. Jadi kegiatan di desa adalah mengolahalam untuk memperoleh bahan-bahan mentah, baik bahan kebutuhan pangan, sandang maupun lain-lain bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia.

Sedangkan kota mengolah bahan-bahan mentah yang berasal dari desa menjadi bahan-bahan asetengah jadi atau mengolahnya sehingga berwujud bahan jadi yang dapat segera dikonsumsikan. Dalam hal distribusi hasil produksi ini pun terdapat perbedaan antara desa dan kota. Di desa jumlah ataupun jenis barang yang tersedia di pasaran sangat terbatas. Di kota tersedia berbagai macam barang yang jumlahnya pun melimpah. Bahkan tempat penjualannya pun beraneka ragam. Ada barang-barang yang dijajakan di kaki-lima, dijual di pasar biasa di mana pembeli dapat tawar-menawar dengan penjual atau dijual di supermarket dalam suasana yang nyaman dan harga yang pasti. Bidang produksi dan jalur distribusi di perkotaan lebih kompleks bila dibandingkan dengan yang terdapat di pedesaan, hal ini memerlukan tingkat teknologi yang lebih canggih. Dengan demikian memerlukan tenaga-tenaga yang memilki keahlian khusus untuk melayani kegiatana produksi ataupun memperlancar arus distribusinya.

Corak kehidupan sosial di desa dapat dikatakan masih homogen. Sebaliknya di kota sangat heterogen, karena di sana saling bertemu berbagai suku bangsa, agama, kelompok dan masing-masing memiliki kepentingan yang berlainan.

Beranekaragamnya corak kegiatan di bidang ekonomi berakibat bahwa sistem pelapisan sosial (stratifikasi sosial) kota jauh lebih kompleks daripada di desa. Misalnya saja mereka yang memiliki keahlian khusus dan bidang kerjanya lebih banyak memerlukan pemikiran memiliki kedudukan lebih tinggi dan upah lebih besar daripada mereka yang dalam sistem kerja hanya mampu menggunakan tenaga kasarnya saja. Hal ini akan membawa akibat bahwa perbedaan antara pihak kaya dan miskin semakin menyolok.Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar daripada di desa. Di kota, seseorang memiliki kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertikal yaitu perpindahan kedudukan yang lebih tinggi atau lebih rendah, maupun horisontal yaitu perpindahan ke pekerjaan lain yang setingkat.

Pola-pola interaksi sosial pada suatu masyarakat ditentukan oleh struktur sosial masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan struktur sosial sangat dipengaruhi oleh lembaga-lembaga sosial (social institutions) yang ada pada masyarakat tersebut. Karena struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ada di pedesaan sangat berbeda dengan di perkotaan, maka pola interaksi sosial pada kedua masyarakat tersebut juga tidak sama. Pada masyarakat pedesaan, yang sangat berperan dalam interaksi dan hubungan sosial adalah motif-motif sosial.

Dalam interaksi sosial selalu diusahakan agar supaya kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Bahkan kalau terjadi konflik, diusahakan supaya konflik tersebut tidak terbuka di hadapan umum. Bila terjadi pertentangan, diusahakan untuk dirukunkan, karena memang prinsip kerukunan inilah yang menjiwai hubungan sosial pada masyarakat pedesaan, karena masyarakat ini sangat mendambakan tercapainya keserasian (harmoni) dalam kehidupan berinteraksi lebih dipengaruhi oleh motif ekonomi daripada motif-motif sosial. Di samping motif ekonomi, maka motif-motif nasional lainnya misalnya saja politik, pendidikan, kadang-kadang juga dalam hierarki sistem administrasi nasional, maka kota memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada desa.

Di negara kita misalnya, urut-urutan kedudukan tersebut adalah : ibukota negara, kota propinsi, kota kabupaten, kota kecamatan, dan seterusnya. Semakin tinggi kedudukan suatu kota dalam hierarki tersebut, kompleksitasnya semakin meningkat, dalam arti semakin banyak kegiatan yang berpusat di sana. Kompleksitas di bidang administrasi nasional atau

Page 53: Artikel arsitektu

kenegaraan ini biasanya sejajar dengan kompleksitas di bidang kemasyarakatan lainnya, misalnya saja bidang ekonomi atau politik. Jadi ibukota Negara di samping menjadi pusat kegatan pemerintahan, biasanya sekaligus menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya. Belum ada angka yang pasti mengenai jumlah pengangguran penuh di Indonesia, tetapi jumlah setengah pengangguran semakin tahun semakin merisaukan.

Perbandingan Kota Dengan Desa

KOTAKOTA DESA

       Pekerjaan Spesialisa        Pekerjaan tidak Spesialis

       Tidak dapat memenuhi kebutuhan

hidup sendiri

       Dapat memenuhi kebutuhan hidup sendiri

       Masalah Limbah                                    Tidak ada masalah Limbah

       Pekerjaan sekitar Urban        Pekerjaan dari Sektor pertanian

       Harus Ada Prasarana        Mengandalkan Lingkungan

Arsitektur Islam : Antara Simbolisme dan Manifestasi Nilai

 Belajar dari Ritual Haji

Sebelum masuk pada permasalahan yang ada dalam arsitektur Islam berkaitan dengan tajuk diatas, terlebih dahulu saya ingin memberikan ilustrasi sebagai penyadaran kondisi yang terjadi di dunia Islam saat ini, berkaitan dengan ironi, paradoks dan ketidak seimbangan yang seharusnya disadari dan mulai untuk membuat perbaikan. Pada dasarnya makalah ini merupakan kajian kritis terhadap arsitektur Islam melalui pendekatan normatif dalam konteks Islam yang sebenarnya, merujuk pada sumber hukum Islam Al Qur’an dan Hadits. Ilustrasi berikut diharapkan mampu menjadi bahan renungan yang kemudian dengan dasar pemikiran yang sama membawanya ke dalam konteks arsitektur Islam.

 Ketika umat Islam dari berbagai penjuru dunia berkumpul di tanah haram untuk melaksanakan rukun Islam ke lima, mereka membawa bekal yang sama dari latar belakang yang berbeda. Dari budaya, ras, bahasa, dan status sosial yang berbeda dengan kesamaan keyakinan, aturan pelaksanaan ibadah, tujuan serta interpretasi terhadap setiap prosesi yang semestinya juga sama. Yang pertama  terlintas dibenak adalah tampilnya universalitas Islam yang merangkul seluruh perbedaan dan keragaman yang ada, haji menjadi simbol bersatunya seluruh umat Islam. Lebih jauh lagi dalam ibadah haji akan kita dapati dimensi simbolis di setiap prosesi ibadah yang patut direnungkan dan dihayati untuk meraih kesadaran religius dengan harapan ada perubahan menuju nilai diri yang lebih baik dalam berhubungan dengan masyarakatnya maupun hubungan vertikal dengan Tuhannya. MelemparJumrah, salah satu prosesi dalam ritual ibadah haji mengandung makna-makna simbolis yang sangat kental. Patung-patung yang dilempari dengan batu atau kerikil ini merupakan representasi  (simbol) dari setan sebagai musuh utama manusia yang harus dibenci dan

Page 54: Artikel arsitektu

dimusuhi. Prosesi ini adalah tiruan atau rekonstruksi kisah Ibrahim seperti diceritakan di dalam kitab suci Al Qur’an. Simbolisme yang ada di dalam ibadah haji atau ibadah lainnya tentu tidak hanya untuk dimengerti, tetapi ada tugas yang harus dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari pemahaman tersebut disamping peningkatan nilai spiritualitas seorang muslim. Namun ketika diajukan pertanyaan, mana yang lebih penting atau harus didahulukan antara pemahaman terhadap simbol/penciptaan simbol atau secara umum dikatakan simbolisme dengan manifestasi dari nilai-nilai yang diantaranya juga terkandung dalam simbolisme itu sendiri, maka seharusnya setiap pemeluk Islam setuju mengatakan bahwa manifestasi nilai lebih penting atau didahulukan daripada simbolisme. Mana yang lebih utama antara melempar jumrah serta memahami maknanya dengan implementasi menjauhi perbuatan yang disukai setan, maka tentu pernyataan yang kedualah yang dipilih. Pertanyaan ini bukan dimaksudkan untuk mempertentangkan atau usaha untuk mengabaikan yang satu untuh meraih yang lainnya, karena memang keduanya (simbolisme dan manifestasi nilai) saling komplemen dan tidak seluruh simbol berkaitan dengan manifestasi nilai. Tetapi di dalam keseluruhan sikap berkehidupan seorang muslim, satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan karena pada hakekatnya Islam merupakan keterpaduan yang holistik dari bagian-bagian detil aturan atau syariah Islam. Sementara itu kita sering menjumpai ironi dimana hanya untuk mengejar nilai-nilai simbolis atau dengan kata lain meraih derajat simbolisme yang tinggi, banyak hal-hal yang berkaitan dengan manifestasi dari nilai yang diajarkan dalam syariah Islam atau bahkan manifestasi yang dituntut dari simbol tadi terabaikan. Bagaimana pendapat anda jika seorang muslim melaksanakan haji dua atau tiga kali sementara tetangganya dibiarkan dalam keadaan kekurangan. Di satu sisi ibadah haji memang wajib bagi muslim yang mampu, tetapi apabila hanya menjadi bentuk seimbolisme di dalam masyarakat (dengan dua atau tiga kali haji) dan mengabaikan manifestasi nilai Islami untuk menyantuni fakir miskin maka gelar haji yang dimilikinya adalah sebuah kesia-siaan dan apa yang diajarkan melalui simbolisme dalam ritual haji juga tanpa implementasi.

 Ritual yang berkaitan dengan peribadatan memang sangat kental dengan simbolisme, tidak hanya dalam haji saja tetapi juga dalam ibadah yang lain seperti sholat, puasa bahkan di dalam berdoa. Simbol juga ada dalam hubungan kita bermasyarakat, menjalani hidup dan berkarya termasuk di dalam ber-arsitektur juga mengandung muatan-muatan simbolis. Apa yang tertulis di dalam kitab suci Al Qur’an pun tidak lepas dari simbolisme melalui bahasa dan gaya bahasa yang ada dalam ayat-ayatnya, sangat wajar apabila kemudian terdapat beberapa perbedaan interpretasi diantara ahli tafsir. Ini membuktikan bahwa simbolisme memang di ajarkan dalam Islam melalui Rasulnya, disamping manusia sendiri juga belajar tentang simbol dari alam dan memiliki kebebasan menciptakan simbolnya sendiri. Demikian juga di dalam karya-karya arsitektur, seorang arsitek memiliki kebebasan mencipta dan mengolah simbol melalui bentuk, warna dan komposisi. Apa yang bisa kita petik dari ilustrasi di atas adalah tuntutan terhadap usaha untuk meraih nilai simbolisme tanpa mengabaikan manifestasi dari nilai-nilai Islam yang lebih penting sehingga tidak ada ketimpangan atau memunculkan ironi apalagi kontradiksi antara simbol dan manifestasinya. Demikian pula dalam penciptaan karya arsitektur Islam.

 Simbolisme dan Religiusitas

   Simbolisme telah ada sejak lama, bahkan pada masa pra sejarah manusia telah menggunakan simbol. Orang berbicara atau menulis untuk mengekspresikan makna dari apa yang ingin diungkapkannya, bahasa yang digunakannya penuh dengan simbol. Simbol memiliki sejarahnya tersendiri, material yang digunakan juga berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya, makna dari simbolpun tak selalu sama. Sejarah simbolisme menunjukkan bahwa segala sesuatu dapat digunakan untuk merepresentasikan makna simbolis, dari obyek-obyek alam (batu, pohon, binatang, gunung dan lain-lain), atau obyek buatan manusia (seperti rumah, kendaraan), atau bahkan bentuk abstrak (seperti angka, segitiga, lingkaran dan lain-lain), pendeknya seluruh yang ada di alalm raya ini memiliki potensi simbolis. Kajian tentang simbol ini berkaitan erat dengan psikologi tentang kesadaran dan alam bawah sadar, juga bidang antropologi yang mengungkapkan bagaimana masyarakat bersepakat tentang simbol, tentang makna, komunikasi, ekspresi dan bagaimana berinteraksi dengan alam lingkungannya melalui simbol. Simbol, secara umum dapat diartikan sebagai sesuatu yang hadir untuk mewakili sesuatu yang lain, obyek dari simbolisasi meningkatkan nilai pentingnya dari apa yang disimbolkan. Di dalam masyarakat banyak hal yang mungkin penting, dan kita dapat mengharapkan bahwa  dalam dukungan sosial hal ini akan ditandai oleh simbol yang memusatkan perhatiannya atas hal tersebut dan mungkin juga mengindikasikan jenis kepentingan yang berproses. Simbolisme ini dapat diperdebatkan untuk menjadi penting bagi pengarahan

Page 55: Artikel arsitektu

kehidupan sosial bahkan di dalam praktik budaya yang deterministik. Rodney menjelaskan pentingnya simbolisme : “............ Simbolisme mengandung dua hal yang penting yakni : untuk menandai apa yang secara sosial penting dan untuk mempengaruhi orang agar menyesuaikan di dalam pengenalan nilai-nilai dengan apa seharusnya ia hidup. “1 Simbolisme menjadi sangat penting berkaitan dengan kehidupan sosial dan perannya menyampaikan pesan-pesan nilai kehidupan. Dan didalam kaitannya dengan ritual kehidupan, Hocart menjelaskan bahwa : partisipan dalam ritual menelusuri untuk menetapkan sebuah identitas antara manusia dan obyek ritual, antara obyek ritual dan dunia, dan juga antara manusia dan dunia, suatu bentuk kreativitas silogisme2. Penjelasan Hocart ini menunjukkan bahwa simbolisme melibatkan partisipan, obyek ritual dan penetapan sebuah identitas yang menghubungkan antara manusia, obyek ritual dan dunia (alam). Dalam konteks arsitektur sebagai sebuah obyek ritual, ia merepresentasikan identitas-identitas simbolis yang menghubungkannya dengan pengamat (manusia) dan alamnya. Makna simbol dikonstruksikan oleh masyarakat pendukungnya, melalui transformasi material, teknologi, metode, skill dan sumber daya kreator. Simbol dengan karakternya yang berbeda-beda sangat spesifik dipengaruhi oleh budaya, religi, etika dan estetika yang ada dalam masyarakatnya. Berkaitan dengan  kesadaran religius yang mempengaruhi simbolisme, M.-L.von Franz membagi manusia ke dalam tiga tipe :

Mereka yang masih percaya dengan doktrin agama mereka. Bagi masyarakat seperti ini, simbol dan doktrin bertemu tepat dengan apa yang mereka rasakan dalam diri mereka sehingga sebuah keraguan tentang simbol itu tidak memiliki kesempatan untuk menyusup.

Tipe yang ke dua terdiri dari orang-orang yang telah benar-benar kehilangan keyakinan mereka dan telah menggantikannya dengan kesadaran murni dan pendapat-pendapat rasional

Tipe ketiga adalah orang-orang yang di satu bagian dalam diri mereka (mungkin pikiran mereka ) tidak lagi percaya dengan tradisi agama mereka, sementara disisi lain mereka masih mempercayainya. 3

Dengan penjelasan Franz di atas, dan seperti kita tahu bahwa masyarakat bersifat dinamis, maka simbolisme juga mengalami dinamisasi. Perubahan masyarakat sangat mungkin terjadi ke dalam tiga tipe diatas sehingga apresiasi, persepsi dan interpretasi terhadap simbol juga sangat mungkin berubah dari waktu ke waktu dan sangat mungkin sebuah simbol tidak lagi memiliki arti dan tidak penting lagi bagi masyarakatnya. Religi yang harus mempertahankan kondisi masyarakat pada tipe satu menuntut simbolisme yang mampu beradaptasi sehingga doktrin agama yang dibawanya dapat tetap sesuai dengan apa yang dirasakan masyarakat pendukungnya. Jika demikian maka pemilik otoritas pencipta simbol harus mempertimbangkan apakah sebuah simbol perlu dipertahankan, diubah atau dihilangkan karena ada hal yang lain yang lebih penting untuk mempertahankan religiusitas sebuah agama. Hal ini menjadi tugas seorang arsitek bagaimana seharusnya simbolisme berbicara dalam arsitektur Islam. Bagaimana simbol bekerja sangat tergantung bagaimana arsitek mampu mentransformasikan materi simbol menjadi bentuk-bentuk simbolis melalui pengolahan bentuk, warna dan komposisi, juga kemampuan arsitek membaca perubahan masyarakat dalam mengapresiasi simbol yang sangat dipengaruhi budaya yang berkembang, etika yang berlaku dan bagaimana sikap masyarakat terhadap religi yang dianutnya (dalam hal ini Islam). Simbol yang sengaja dibuat dalam bentuk atau dari materi apapun akan percuma apabila tidak mampu menggugah rasa spiritualitas atau menyampaikan pesan yang dimaksudkan (pesan religi), ia hanya akan menjadi sebuah kesia-siaan, sementara hal lain yang lebih penting berkaitan dengan manifestasi nilai religius atau fungsi-fungsi aktivitas untuk mendukung syiar religius terabaikan. Maka dari itu konsep perancangan arsitektur Islam seharusnya mempertimbangkan kembali nilai holistik ajaran Islam dengan melakukan kajian mendalam yang mengaitkan seluruh aspek kehidupan masyarakat muslim setempat karena nilai religius tidak dapat dicapai dengan mengandalkan simbolisme untuk meraih derajat spritualitas tetapi harus melibatkan seluruh aspek kehidupan seperti yang diajarkan Nabi Muhammad. Dengan pertimbangan nilai holistik Islam dan tuntutan kaafah4 dalam memeluk agama Islam, maka dikotomi arsitektur Islam ke dalam arsitektur religius dan non religius sangat tidak tepat karena perilaku religius tidak hanya dituntut di dalam ruang arsitektur religius dan simbolisme religiuspun tidak hanya ada di arsitektur religius. Seperti disebutkan dalam Al Qur’an tentang totalitas tersebut :

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya (kaafah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS : 2 : 208)

Page 56: Artikel arsitektu

Dikotomi arsitektur Islam justru melemahkan nilai holistik ajaran Islam. Islam tidak memisahkan antara kehidupan beragama dan aktivitas lain seperti sekulerisme yang saat ini melanda dunia Islam. Dalam ajaran Islam seluruh aktivitas seorang muslim adalah ibadah dan karenanya simbolisme yang berusaha diwujudkan dalam arsitektur Islam tidak boleh mengabaikan dan menghalangi apalagi mengorbankan jalan manifestasi ajaran Islam yang lebih nyata daripada sekadar simbolisme.

 Beban Simbolisme Arsitektur Islam

             Arsitektur Islam selama ini dipahami sebagai arsitektur yang dibangun oleh masyarakat muslim dan/atau untuk kepentingan kaum muslimin yang secara spesifik ternyata melahirkan bentuk-bentuk yang memiliki karakternya sendiri sebagai cerminan komunitas muslim. Konsentrasi arsitektur pada masa awal perkembangan Islam memang cenderung bernuansa teosentrisme sehingga melahirkan arsitektur yang sangat megah berupa masjid, istana, makam atau benteng seperti halnya arsitektur Gothik yang memunculkan gereja-gereja tinggi menjulang. Pesan-pesan melalui simbol sangat dominan terdapat hampir pada setiap elemen bangunan ataupun bangunan itu sendiri juga merupakan simbol atas sesuatu. Vertikalisme dalam arsitektur menghasilkan bangunan-bangunan masjid yang megah dan tinggi menjadi cermin bagaimana kondisi religius pada masa itu.

         Arsitektur dapat dipandang sebagai sebuah aksi sosial dan tak dapat dipisahkan dari pandangan budaya sebagai skema besar dimana ia ada di dalamnya. Gulzar Haider berpendapat tentang arsitektur dan struktur kepercayaan atau religi sebagai berikut : “Sebuah bangunan dapat menggambarkan visi masa depannya atau mencerminkan sebuah tradisi asing, atau ia bahkan dapat mendeklarasikan sebuah pemberontakan terhadap milieu, tapi kota secara keseluruhan, arsitektural kolektif akan menjadi bagian dari masyarakat, tak dapat berbohong tentang struktur kepercayaan yang mempertahankannya.”5 Dalam sejarahnya terlihat bahwa arsitektur Islam tidak dapat lepas dari gagasan struktur kosmologi, etika, estetika, politik, sosiologi dan ekonomi dari masyarakat muslim. Simbolisme juga berkembang tidak jauh dari perkembangan konstruksi yang membentuknya. Jika sebuah tempat tinggal mencerminkan pribadi pemiliknya, dan sebuah kota adalah landscape dari kekuatan kolektif tak terlihat dari masyarakat penghuninya yang membentuk karakter sebuah kota, maka simbolisme adalah memori kolektif yang ada dalam masyarakat yang berubah seiring perubahan masyarakat itu sendiri. Perjalanan sejarah simbolisme dalam arsitektur Islam tidak lepas dari sejarah penyebaran Islam (da’wah Islam), konstruksi budaya dalam masyarakat serta perubahan kekuatan politik selama penyebaran Islam. Jika kita kaji secara sinkronis, maka simbol bukan hanya ada dalam arsitektur sebagai elemen bermakna yang ditambahkan, tetapi arsitektur itu sendiri dapat menyimbolkan sesuatu dilatarbelakangi sebuah agenda dan motivasi tertentu. Arsitektur istana dan benteng jelas sekali menjadi simbol bagaimana kekuatan politik dan militer di sebuah negara, demikian pula dengan masjid sebagai salah satu bangunan Islam sangat erat hubungannya dengan kekuasaan dalam budaya Islam, dimana ketika sebuah dinasti Islam berdiri dan menguasai sebuah wilayah, maka didirikanlah masjid sebagai tanda dimulainya sejarah Islam di wilayah tersebut. Pemerintahan Islam memiliki perhatian besar dalam pembangunan masjid sebagai bukti loyalitas penguasanya terhadap perkembangan ajaran Islam. Berbeda dengan suku-suku bangsa non muslim yang pada masa imperialisme kolonialisme menandai kekuasaannya dengan mendirikan benteng pertahanan atau Istana sebagai pusat pemerintahan.“ Kekuasaan dan kekayaan suatu negara Islam terpantul dari wujud bangunan masjid, faktor selera penguasa tampak pula pada wujud bangunan masjid tersebut yang dibangun atas prakarsanya. Hal ini mungkin terjadi dalam kejadian sejarah Asitektur Islam, mengingat pada saat-saat Islam telah sedemikian maju berkembang faktor pendukung untuk memungkinkan pembuatan masjid secara besar-besaran telah tersedia”.6 Hal inilah mengapa bisa dikatakan mempelajari arsitektur masjid berarti mempelajari kekuasaan Islam. Namun perlu diingatkan hal ini bukan berarti bahwa Islam disebarkan melalui kekuasaan senjata atau kolonialisasi dan imperialisasi ala barat seperti pandangan kaum orientalis. Megahnya masjid pada masa kekuasaan Islam membuktikan besarnya perhatian penguasa terhadap penyebaran agama Islam. Simbolisme kekuasaan melalui arsitektur Islam tercermin dalam sejarah masjid di Iran, dimana setiap pergantian kekuasaan, arsitektur masjid mengalami perubahan dengan masuknya pengaruh dari pusat kekuasaan diawali masuknya dinasti Abasiyah dari Arab, Umayah hingga Qajar dari Turki, masing-masing berusaha meninggalkan jejak kekuasaannya melalui peninggalan masjid yang megah. Apabila kita mengkaji arsitektur Taj Mahal di India, ia dapat dipandang sebagai sebuah ekspresi kekuasaan dari seorang raja, arsitektur yang mirip dengan masjid ini adalah kuburan monumental yang tidak mungkin hadir pada masa hidup nabi dan para sahabat karena kemegahannya sangat tidak merepresentasikan nilai Islam yang sesungguhnya.

Page 57: Artikel arsitektu

 

 

 

    

Taj Mahal, Agra India, Makam permaisuri Sultan Shah Jahan. Ekspresi kekuasaan atau manifestasi nilai Islam?

(Foto : http://www.greadbuildings.com)

 Penyebaran Islam di Indonesia memiliki karakteristik yang sangat khas dengan nuansa simbolisme yang sangat kental melalui media budaya diawali dengan perdagangan di wilayah-wilayah pesisir. Akulturasi terjadi di dalam kebudayaan tradisional di Indonesia, antara kebudayaan Hindu, Budha yang telah lebih dahulu masuk ke Indonesia dengan budaya Islam. Media dakwah seperti wayang, drama tradisional dan tembang menjadi media yang ampuh dalam penyebaran Islam, termasuk melalui arsitektur yang pada awalnya kental dengan nuansa Hindu berubah menjadi simbol-simbol dengan filosofi Islam tanpa meninggalkan bentuk-bentuk dasarnya. Misalnya di pulau Jawa, terutama pada masa-masa awal masukya Islam, bentuk-bentuk masjid masih menggunakan gaya arsitektur tradisional yang cenderung bernuansa Hinduisme seperti penggunaan atap tajuk, pemakain mustaka pada puncak atapnya. Bahkan menara masjid Kudus sangat mirip dengan bentuk candi Hindu. Elemen-elemen pada masjid terutama pada masjid tradisional memiliki makna-makna tertentu yang menjadi sebuah simbol dengan filosofi berdimensi spiritual.

 

 

  

  

Gerbang dan pagar masjid Cirebon, batas dunia sacred dan duniaprofane.

Beberapa masjid tradisional memiliki pagar yang mengelilingi lingkungan masjid, seperti masjid Demak, Kudus dan Jepara, pagar ini merupakan simbolisasi batas pemisah antara dunia maya dan dunia nyata, atau alam sakral yang ada di dalam dan profan yang ada di luar pagar.7 Elemen masjid lainnya adalah menara, atap, mustaka pada puncak atap, mimbar dan mihrab biasanya memiliki maknanya masing-masing. Pada beberapa masjid kadang juga memiliki pendopo yang berada di depan masjid (serambi masjid) sebagai simbol transisi antara wilayah sakral di dalam ruangan utama masjid dan wilayah profan di luar ruang utama masjid. Dari segi bentuk bangunannya juga demikian memberi makna antara vertikalisme dalam ruang utama masjid dan horisontalisme di bagian pendopo. Pada perkembangan selanjutnya setelah masuknya bentuk dome, simbol baru untuk alam semesta masuk bersamaan kosmologi Islam. Elemen-elemen arsitektural lain dengan makna simbolisnya juga masuk ke dalam arsitektur Islam nusantara menambah berat simbolisme dalam arsitektur yang satu ini. Simbolisme pada arsitektur bernuansa Hindu terlihat pada rumah-rumah trasdisional Jawa dari bentuk arsitekturalnya hingga dalam pembagian ruang-ruangnya. Simbolisme Islam masuk ke dalam arsitektur dengan mengubah pemaknaanya yang terutama digunakan dalam masjid tanpa banyak perubahan bentuk simbolnya. Hal ini dapat di lihat pada arsitektur masjid Agung KratonYogyakarta. Beban simbolisme ini terkadang justru cenderung mengekang kebebasan berkarya pada masa itu dan membuat masjid menjadi terlalu sakral untuk digunakan menampung aktivitas lain diluar sholat.

Page 58: Artikel arsitektu

            Masuknya Islam ke Indonesia juga berkaitan dengan kekuasaan raja-raja sehingga menghasilkan bangunan masjid yang cukup megah pada jamannya, terlihat juga pada umumnya sebuah kerajaan Islam memiliki keraton yang berdampingan dengan masjid. Keberadaan masjid besar (masjid Jami’) di dukung oleh keberadaan alun-alun di depannya menjadi ciri khas sebuah pusat kota terutama di Jawa, dan biasanya terdapat sebuah kawasan muslim yang diberi nama Kauman yang memiliki karakter lingkungan bernuansa Islam. Sehingga lengkap sudah simbolisasi kekuasaan muslim pada sebuah kota. Namun sangat disayangkan arsitektur Islam masih sangat terbatas hanya dipakai pada bangunan-bangunan peribadatan berupa masjid, mushola (yang sampai saat ini pun masih demikian), tidak diaplikasikan pada rumah tinggal atau bangunan fungsional lainnya, apalagi dari sisi syariahnya. Rumah, paling jelas dapat diidentifikasi sebagai tempat tinggal milik muslim ketika di jumpai ada kaligrafi sebagai dekorasi rumahnya dan sangat sedikit sekali yang menerapkan konsep-konsep Islam yang sebenarnya tentang rumah tinggal. Apa yang terlihat saat ini terutama di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam adalah kecenderungan untuk lebih mengutamakan simbolisme (oleh arsiteknya) daripada manifestasi nilai-nilai Islam ke dalam kehidupannya. Memang salah satu keberhasilan dakwah Islam di Indonesia adalah peran simbolisme yang mampu merasuk ke dalam kesadaran spiritualitas masyarakat Indonesia, terutama di Jawa yang memiliki falsafah kehidupan yang sangat kental dengan simbolisme. Mempertimbangkan perubahan yang sangat cepat dalam masyarakat, merujuk pada penjelasan Franz diatas, kekuatan simbolisme saat ini perlu dipertanyakan kembali untuk mencari solusi simbol yang sesuai, ataukah mungkin masyarakat muslim sendiri sebenarnya telah tidak peduli dengan simbolisme religius. Sementara masyarakat sangat membutuhkan solusi-solusi atas permasalahan yang lebih mendesak, krisis sosial, ekonomi dan krisis lunturnya nilai-nilai religius itu sendiri, jika demikian masih begitu pentingkah simbolisme jika dibandingkan dengan usaha untuk mengimplementasikan ajaran Islam ? Sementara sumber daya, energi masyarakat dan perhatian pemerintah lebih ditekankan pada nilai-nilai simbolisme atau pada hal-hal fisik semata. Arsitektur Masjid, sampai saat ini belum dikembangkan pada fungsinya untuk mendukung pemberdayaan umat Islam atau masyarakat pada umumnya terutama strata sosial bawah, kalaupun ada masih bersifat temporal dan hanya mampu menyentuh segolongan masyarakat tertentu.

 

 

 

  

 

Sekitar masjid Agung, Bandung (dalam pembangunan)

Potret masyarakat muslim dengan latar belakang simbolisme.

 Lemahnya Manifestasi Nilai : Kebutuhan Paradigma Baru Arsitektur Islam

         Apa yang disebut sebagai arsitektur Islam (Architecture of Islam) dalam buku-buku sejarah dan arsitektur, seperti juga yang saya deskripsikan diatas adalah gambaran arsitektur yang hanya berbasis pada komunitas, yakni masyarakat muslim. Harus dibedakan dengan tegas dari arsitektur Islami (Islamic Architecture) yang berbasis ajaran pada holistik Islam. Apapun obyek arsitekturnya, oleh siapapun dibangun dan untuk siapapun ia dibangun, apabila melandaskan pada konsep-konsep Islam, maka ia dapat dikatakan arsitektur yang Islami (Islamic Architecture). Arsitekture Islami tidak terikat oleh ruang dan waktu, tidak mengenal kesukuan dan tidak terikat pada periode tertentu, bahkan pada fungsi tertentu saja. Dengan demikian arsitektur Islami tidak hanya berupa masjid, makam atau yang disebut sebagai arsitektur religius saja, ia bisa saja berupa rumah tinggal, sekolah, taman, perkantoran atau apapun yang dibangun atas dasar manifestasi nilai Islam. Seperti yang dijelaskan Sardar (1987) yang melihat bahwa: apa yang dianggap Islami dalam arsitektur dan lingkungan Islami adalah suasana yang mereka ciptakan: suatu suasana yang mendorong ingatan kepada Allah, memotivasi perilaku yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah dan menganjurkan nilai-nilai yang melekat dalam acuan-acuan kunci Al Quran……..”8 Konsep holistik

Page 59: Artikel arsitektu

Islam menuntut kajian mendalam menyeluruh dari berbagai konteks, ekonomi, sosial, budaya, politik maupun lingkungan untuk kemudian dijadikan dasar pertimbangan merancang. Dengan demikian arsitektur bukan lagi sebuah karya yang hanya bisa dinikmati karena kemegahan atau keindahannya saja, tetapi yang lebih penting adalah mampu menjadi solusi bagi masalah-masalah lingkungan binaan secara utuh. Arsitektur Islam yang tidak peka terhadap konteks diluar agama (hubungan vertical) merupakan bentuk sekulerisme yang melemahkan ajaran Islam dan justru akan menghambat perkembangan masyarakat muslim.

 Aktivitas Aga Khan dalam bidang arsitektur melalui Aga Khan Award for Architecture (AKAA) merupakan angin segar bagi tumbuhnya paradigma baru arsitektur Islam. Hal ini dapat dilihat dari kriteria penilaian yang sangat plural dan kaya dengan gagasan baru dalam menilai karya arsitektur. Kajian berupa diskusi diantara para juri membangun paradigma baru bagi arsitektur Islam yang melibatkan berbagai pertimbangan menyeluruh dari aspek sosial, budaya, lingkungan, ekonomi dan politik. Penghargaan terhadap proyek-proyek baru ataupun berkonteks sejarah yang bukan saja diberikan pada arsitektur megah mencerminkan pandangan pascakolonial untuk mengangkat permasalahan masyarakat bawah.

Beberapa penghargaan dari AKAA diterima Indonesia pada beberapa proyek revitalisasi kawasan, seperti kampung Kali Co-de Yogyakarta karya Romo Mangun, kampung Kebalen di Surabaya disamping juga penghargaan terhadap arsitektur masjid yang berwawasan lingkungan seperti proyek masjid Said Naum Jakarta. Namun beberapa kelemahan dalam penghargaan ini adalah belum adanya usaha serius untuk merujuk sumber ajaran Islam sebagai bahan penilain untuk menghasilkan apa yang disebut sebagai arsitektur yang Islami (Islamic Architecture). Namun beberapa pemikir Islam yang terlibat di dalam AKAA pun tampak mulai menawarkan gagasan kembalinya arsitektur kepada manifestasi nilai-nilai Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan Hadits, seperti Ismail Serageldin yang mendeskripsikan usulannya dalam pemecahan masalah lingkungan binaan dengan merujuk pada Qur’an, dan sunnah Rasul serta kajian terhadap sejarah masyarakat muslim pada masa kejayaannya sebagai sebuah model. Ia juga menjelaskan beberapa prinsip-prinsip umum yang sangat mendasar tentang bagaimana seharusnya membangun menurut kaidah Islam.9

             Perkembangan dunia yang menuju pada universalitas dan nilai-nilai global sangat berpengaruh pada arsitektur Islam di Indonesia, hal ini terlihat dari berkembangnya arsitektur masjid yang banyak menggunakan idiom-idiom arsitektur Timur Tengah dengan pemakaian kubah dan bentuk-bentuk lengkung, tapi di sisi lain ada usaha untuk mencoba menggali nilai-nilai lokal tradisional yang lebih peka pada karakter budaya setempat.

 

 

 

 Masjid Said Naum Jakarta, Indonesia penerima AKAA Honourable Mention. Putaran ke 3 , (1984-1986)

(Foto, http://www.akdn.org)

Kampung Kali Co-de, Yogyakarta Indonesia, penerima AKAA putaran ke 5 (1990-1992)

(Foto, http://www.akdn.org)

Keduanya mengandung potensi bagi beban simbolisme yang berat dalam arsitektur Islam. Yang lebih penting dari sekadar bentuk, muatan local/asing, simbolisme atau apapun konsep yang ingin diterapkan dalam arsitektur Islam adalah universalitas dan semangat global untuk kembali

Page 60: Artikel arsitektu

merujuk kaidah-kaidah Islam yang bersumber dari Al Qur,an dan Sunnah Rasul sebagai solusi menyeluruh permasalahan lingkungan binaan.

 

Daftar Pustaka :

1.      Needham, Rodney (1979), Symbolic Clasification. Goodyear Publishing Co.Inc.

2.      Jung, Carl G (1964), Man and His Symbols. London : Aduls Book Ltd.

3.      Haider, Gulzar (1988) dalam Theories and Principles of Design in the Architecture of Islamic Societies,  Cambridge, Massachusetts : The Aga Khan Program for Islamic Architecture.

4.      Rochym, Abdul (1983), Sejarah Arsitektur Islam, Sebuah Tinjauan. Penerbit Angkasa Bandung.

5.      Masjid 2000 CD Interaktif, Masjid di Jawa.

6.      Serageldin, Ismail (1944), Space for Freedom. Aga Khan Award for Architecture

7.      http://www.akdn.org/

8.      http://www.greadbuildings.com/

arsitekturIstilah “arsitektur” dalam Bahasa Indonesia adalah seni dan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan desain bangunan dan struktur.

Page 61: Artikel arsitektu

Sabtu, 21 Juni 2008

BENTUK KOTA"Penilaian baik buruknya bentuk suatu kota atau kawasan adalah tergantung pada penilaian dan sudut pandang masing-masing warga. Kota yang baik menurut seseorang ataupun sekelompok orang yang satu belum tentu baik bagi orang atau kelompok lainnya. Kota yang berada dibelahan bumi utara berbeda dengan kota di daerah tropis khatulistiwa.Sense dan fit merupakan dimensi yang digunakan individu untuk menilai kota yang baik seperti apa yang diinginkan. Penilaian secara berkelompok atau penilaian umum tentang baik atau tidaknya kota dinilai dengan menggunakan dimensi-dimensi vitality, access dancontrol. Kriteria yang menaungi dimensi-dimensi tersebut adalahefficiency yang mengukur dari segi ekonomis dan fungsional, dan kriteria justice yang melingkupi pengukuran melalui hak dan kepantasan dan kebutuhan yang tidak timpang dalam hubungan antar warganya."Pemahaman teori Kevin Lynch “Good City Form”: 5 Dimensions + 2 Meta-Criteria

I. PendahuluanManusia secara alamiah akan terus berusaha mencapai tujuan hidup ke arah yang baik, yang maju, yang berharga, yang nyaman, yang tercukupi, atau bahkan yang lebih baik lagi. Ukuran terhadap apa yang disebut baik (good) tergantung pada pemahaman di dalam otak masing-masing manusia, yang sangat didasari pada beberapa hal seperti apa yang pernah dilihat, apa yang dibaca, ingatan masa kecil dahulu, mimpinya, tingkat pendidikannya, norma-norma di lingkungan tempat tinggalnya, kebiasaan dalam keluarga, iklimnya, sejarah habitatnya, dan lain-lain. Lalu bagaimana mengukur apa yang disebut baik dan bagaimana pula sebaliknya apa yang disebut buruk, apakah ada jawaban yang mutlak. Saya akan menjawabnya ‘tidak mutlak’. Ya, memang tergantung dari pemahaman masing-masing seperti yang saya baru sebutkan itu dan tergantung penilaian orang lain yang juga punya pemahaman sendiri-sendiri.Kevin Lynch menyatakan ada lima dimensi untuk mencapai bentuk kota yang baik ditambah dua meta-kriteria yang melingkupi kelima dimensi itu. Lima dimensi tersebut adalah Vitality, Sense, Fit,Access, Control, dan dua meta-kriteria adalah Effeciency danJustice.Sebelum menyatakan teori ini, Kevin Lynch memberikan gambaran dan menelaah warga sebagai penghuni kota dan fisik kota sebagai tempat hidup warganya, melalui tata nilai masyarakat dan sejarah terbentuknya kota. Yang dinilai baik atau tidaknya suatu kota adalah fisik kota, dan yang menilai baik atau tidaknya suatu kota adalah warganya.Pada waktu itu, kota terbentuk oleh berbagai macam peristiwa dan berbagai tampilan bentuk fisik. Dahulu kota ada yang terbentuk akibat dari kegiatan bercocok tanam, kemudian akibat dari pertahanan stok pangan, akibat pemujaan terhadap yang dianggap keramat dan pusat keagamaan, akibat klasifkasi militer, dan lain-lain. Bentuk fisik kota jaman dahulu berbentuk benteng, tertata secara kosmik, dan lain-lain dan membentuk kekhasan dan meninggalkan jejak histori kotanya. Saat ini bentuk kota-kota dan wajah kota di negara maju dan bahkan di negara yang sedang berkembang menurut saya ada kecenderungan berbentuk hampir sama satu sama lain atau ada kesamaan yang dimodifikaasi dengan budaya/ kekhasan area setempat, yang secara umum sering disebut modern atau sedang trend, dilihat secara fasade bangunan dan wajah kota seperti tidak memberikan karakter setempat. Cantik dan menarik, namun sekaligus agak terasa bosan dan jenuh melihatnya untuk saat ini. Ada pula yang tidak selalu sama dengan lainnya, namun seolah seperti mengulang pola atau bentuk fisik kota lama yang disesuaikan dengan keadaan saat ini, terutama untuk kepentingan rekreatif nostalgia. Memang tidak bisa dihindari, kemajuan teknologi material bangunan dan kemudahan akses informasi tanpa batas serta pendidikan antar bangsa maupun hubungan kerjasama antar negara berpengaruh terhadap ‘pemahaman’ bentuk kota yang baik untuk segala hal mulai dari pola jalan, bentuk bangunan, bentuk taman, cara hidup, cara makan sampai dengan pandangan hidup. Keragaman individu dan keragaman pemahaman warga di kota memberikan keragaman tolok ukur bentuk kota yang baik.

II. Lima Dimensi dan Dua Meta-KriteriaKevin Lynch mengeluarkan teori ini sudah hampir tiga puluh tahun yang lalu. Per satu dimensi tidak rumit untuk dipahami. Akan tetapi yang tidak mudah adalah mencari dimana kota yang baik itu saat ini jika dikaitkan dengan segala fenomena yang terjadi di zaman sekarang ini, mulai dari fenomena ekonomi, globalisasi antar Negara-negara di dunia maupun issue global warming.Berikut ini saya mencoba untuk memahami tentang Lima Dimensi dan Dua Meta-Kriteria.Vitality adalah dimensi yang pertama dinyatakan oleh Kevin Lynch.Vitality jika diterjemahkan dalam

Page 62: Artikel arsitektu

bahasa Indonesia berarti Ketahanan. Maksud pemahaman vitality dalam hal ini adalah tolok ukur yang menunjang fungsi vital kehidupan, kebutuhan biologis manusia dan menjaga kelangsungan hidup manusia dan lingkungannya. Dalam bukunya Kevin Lynch juga menyatakan bahwa kota yang baik itu harus mampu menyediakan ketercukupan suplai makanan, energi, air, udara dan pembuangan sampah, dan segala sesuatunya harus selalu tersedia sepanjang waktu untuk kelangsungan hidup warganya.Harus tersedia tanah yang subur, tanaman yang sehat dan produktif, keseimbangan lingkungan hidup, perkebunan untuk ketersediaan suplai makanan, sistem pengairan yang baik untuk perkebunan ataupun jalur pembuangan air kota, dan lain-lain tersebut yang tidak lain guna mencapai kategori kota yang baik dalam mencapai ketahanan kelangsungan hidup manusia dan lingkungannya serta tercapai hidup yang sehat (sustenance), ketahanan yang terwujud dari keamanan (safety), ketahanan yang terwujud dari ketergantungan/ keterikatan antar manusia dengan lingkungan dan makhluk hidup di lingkungannya serta elemen fisik lingkungannya (consonant). Lalu perancang kota maupun arsitek urban atau para planolog maupun pemerintah kota sebagai individu ataupun kelompok yang memiliki kemampuan merancang kota, menjadikan dimensivitality sebagai salah satu kriteria membuat kota untuk dinilai baik oleh warganya maupun masyarkat luas.Kreatifitas perancang kota/ arsitek/ planolog terus terpacu dan berkembang mendapatkan ide-ide yang menuntut karyanya dapat berguna untuk penggunanya. Karya yang vitality-nya baik adalah, menurut beberapa referensi dan dari media yang kemudian saya perhatikan, kota yang seperti di Portland (di Amerika Serikat) yang menerapkan konsep eco-friendly taman hijau pada kota itu. Kota ini mendapat sertifikat Green Building Rating System dalam programLeadership in Energy and Environment Design (LEED) yaitu penghargaan diselenggarakan oleh U.S Green Building Council. Tujuannya adalah untuk mencapai kelangsungan hidup yang ber kelanjutan (sustainable) untuk generasi berikutnya dan memberikan nilai ekonomis dan kesehatan bagi penghuninya sekarang ini. Konsep ini juga untuk menghadapi isu global warming, dan kota Portland dinyatakan sebagai kota yang tidak merusak lingkungan hidup dan berpartisipasi mengurangi satu persen emisi gas rumah kaca dari total 7% skala internasional prosentase pengurangan emisi gas di atmosfer bumi ini. Perubahan yang signifikan di kota Portland ini adalah untuk menjaga kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan melalui penghematan energi. Konsep eco-friendly diwujudkan melalui seluruh tempat dan kegiatan seperti penghijauan di halaman rumah dan sekolah maupun bangunan komersil, taman kota, pedestrian diperlebar dan diperbanyak, taman di atap bangunan (roofgarden), memelihara hewan dan burung, mendatangkan hewan-hewan unggas dan ikan di kolam taman kota, membiasakan berjalan kaki dan naik sepeda, berbelanja di toko terdekat agar tidak menggunakan kendaraan, menggunakan material ramah lingkungan dan mudah pemeliharaan pada bangunan, mengurangi penggunaan lampu, mengurangi lapangan perkerasan untuk parkir, dan lain-lain. Warga maupun pemerintah kotanya mendukung dan disiplin menerapkan konsep ini, semua bahagia dan memiliki satu misi untuk menjaga kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan.Tercapaikah vitality di kota Portland untuk menjadi tolak ukur kota yang baik, ya menurut saya pada konteks saat ini. Namun apakah contoh kota ini dianggap baik oleh orang yang ahli maupun orang umum? Apakah kepentingan dan pandangan masing-masing orang itu dapat disamaratakan?Pemahaman kota yang baik dilihat pada dimensi vitality dilingkupi oleh dua meta-kriteria menurut Kevin Lynch yaitu efisensi dan keadilan. Efisiensi terhadap dimensi vitality dalam hal ini berarti mendukung fungsi vital kehidupan, kebutuhan biologis manusia dan menjaga kelangsungan hidup manusia dan lingkungannya. Efisiensi dapat diukur secara kuantitatif melalui ekonomi dan jumlah keuntungan/ hal yang diuntungkan. Ukuran ekonomis dapat memberikan gambaran jelas bagi sebagian besar orang. Konsep eco-friendly yang diterapkan di hampir keseluruhan tempat dan kegiatan di kota Portland menurut referensi dari USA Today bahwa ada peningkatan nilai dan profit dari okupansi sewa apartemen yang menerapkan ecoroof dan penghijauan di bangunan apartemennya, investasi property meningkat hingga $146ribu untuk pembelian unit ruang dalam dua tahun terakhir. Efisiensi pada pemakaian energi, seperti penggunaan air panas alami melalui material bangunan yang ramah lingkungan di atap bangunan yang menangkap panas sinar matahari dan meninggalkan pemakaian pompa pemanas yang menggunakan listrik atau bahan kimia karena relative mahal, efisien dalam bergerak yang lebih mengutamakan berjalan kaki dan bersepeda dari pada mengeluarkan uang untuk bahan bakar kendaraan mobil dan motor. Dimensi vitality di kota Portland ini menjadi contoh yang pas yang dapat melingkupi ktriteria ‘efisien’ baik bagi warga kotanya maupun sebagian besar masyarakat Amerika Serikat khususnya.Kriteria keadilan (justice) pada dimensi vitality suatu kota merupakan hal yang sangat penting untuk mengukur baik atau buruknya bentuk dan penataan kota. Keadilan di kota hanya dapat dirasakan oleh warganya. Menurut saya keadilan di kota Jakarta belum tercapai, kesenjangan sosial sangat terasa, demonstrasi warga ke pemerintahan maupun karyawan ke perusahaan merupakan wujud

Page 63: Artikel arsitektu

kekecewaan terhadap keadilan. Kriteria keadilan yang dimasukkan Kevin Lynch dalam teori Good City Form sangat relative sulit dinilai selain oleh warganya sendiri dan nilai keadilan tiap individu dan kelompok dapat berbeda dan sangat sulit diterapkan di masyarakat yang sangat majemuk. Namun kriteria keadilan merupakan kriteria yang penting untuk mendukung apakah kota itu baik diukur dari dimensi vitalityDimensi sense dalam terjemahan bahasa Indonesia berarti rasa. Rasa dalam tolak ukur menentukan kota yang baik berarti mengolah segala yang ada dalam otak manusia yang merekam, mengenali, mampu menggambarkan, menceritakan baik peristiwa, benda, fisik lingkungan, sampai kebudayaan. Setiap orang memiliki kemampuan merasakan yang berbeda-beda. Kemampuan merinci (identify), mengenali (recognize), mengingat (recall), menggambarkan (describe) direkam dan diolah pada memori otak manusia melalui pengalaman, kebiasaan, masa kecil, dan pengetahuan.Warga kota yang relatif memiliki latar belakang dan kegiatan yang homogen mampu menilai dan menciptakan lingkungan atau kotanya dengan pemahaman yang relatif sama. Warga kota Portland memiliki keinginan dan tujuan yang sama untuk kelangsungan hidup lingkungan kotanya. Mereka sepaham dan mau untuk berdisiplin untuk mencapai standar sehat, kualitas hidup bersosial, tanggap pada apa yang sedang dikhawatirkan alamnya dan memikirkan kelanjutan hidup generasinya. Baik warga dan perencana kota serta pemerintahan kotanya memiliki pemahaman terhadap dimensi sense yang baik untuk mewujudkan kota yang baik.Menurut penjelasan Kevin Lynch tentang dimensi sense ini, bahwa tempat yang baik adalah tempat yang nyaman bagi orang itu dan budayanya yang membuat orang itu sadar akan komunitasnya, masa lalunya, khayalan hidupnya dan dunia dalam waktu dan ruang orang itu berada.Masa anak-anak, menurut Kevin Lynch dan banyak pakar lainnya, adalah masa yang mampu merekam sense yang cepat, dan tercapai pemahaman dan keyakinan akan mana yang baik mana yang buruk, mana yang benar mana yang salah, mana yang nyaman mana yang sulit. Kemampuan merasa pun berbeda bagi orang-orang yang memiliki kemampuan yang berbeda different ability= difable. Kota yang baik harus mampu melayani warganya baik orang dewasa, anak kecil, difable person, ibu hamil, orang yang sedang sakit, dan lain-lain. Hal-hal yang tidak baik sangat terasa sulit/merepotkan bagi anak kecil, difable person, ibu hamil, orang yang sedang sakit karena kemampuan adaptasi bagi kelompok ini terbatas dari pada orang dewasa yang dalam keadaan sehat. Pada akhirnya akan memerintahkan otak pada kelompok ini untuk merekam hal-hal buruk yang tidak diharapkan mereka rasakan kembali. Jika kotanya tidak menyediakan kemudahan berjalan bagi pengguna tongkat atau pengguna kursi roda, maka kota itu dapat diklaim ‘buruk’ oleh mereka. Jika ukuran ‘buruk’/ negative sudah terekam di memori otak maka dimensi sense akan sangat dapat digunakan untuk menentukan mana yang disebut baik, penerapannya juga terjadi pada pengukuran baik buruknya bentuk suatu kota. Dimensi sense ini sepertinya hampir sama dan terkait dengan penjelasan dimensiaccess yang nanti akan saya jelaskan di lembar-lembar berikutnya.Pemahaman kota yang baik dilihat pada dimensi sense dilingkupi oleh dua meta-kriteria efisensi dan keadilan. Efisiensi yang mendukung sense sebagai dimensi menentukan baik tidaknya bentuk kota, penerapannya dipahami seperti dalam terpakai atau tidak terpakainya sarana prasarana kota akibat pemahaman rasa tiap individu yang berbeda-beda maupun kelompok orang yang memiliki kemampuan adaptasi yang terbatas. Sarana pedestrian di kota yang baik adalah yang dapat digunakan secara aman dan nyaman bagi anak-anak kecil, difable person, ibu hamil, orang yang sedang sakit, seperti ramp bagi pengguna kursi roda, permukaan yang rata dan ada elemen bangku pada tiap jarak tertentu bagi pejalan kaki anak kecil dan ibu hamil, ada marka khusus bagi orang yang tidak dapat melihat yang mnggunakan tongkat, dan lain-lain. Pedestrian yang secara visual menarik belum tentu dinilai baik oleh mereka.Meta-kriteria keadilan yang menaungi dimensi menurut kesimpulan Kevin Lynch tidak terlalu dipergunakan karena dimensi itu tergantung pada masing-masing individu sedangkan kriteria keadilan itu terkait dengan penilaian lebih dari satu orang.Dimensi yang berarti pas ini merupakan tolak ukur berdasarkan kondisi nyaman dan puas bagi ukuran fisik individu untuk bergerak, bertindak, bertingkah laku pada ruang individu itu berada. Hampir sama dengan dimensi sense, ukuran baik tidaknya suatu tempat pun berbeda bagi orang-orang yang memiliki kemampuan yang berbedadifferent ability=difable. Tempat yang baik adalah nyaman dan enak digunakan bagi warganya baik orang dewasa, anak kecil, difable person, ibu hamil, orang yang sedang sakit, dan lain-lain.Dukungan meta-kriteria efisien pada tolak ukur dimensi fit ini, sangat berguna. Keadaan yang pas berarti cukup tidak berkekurangan dan nyaman. Namun keadaan yang berlebih apa disebut pas dan enak. Keadaan yang pas itu sangat efisien yang berarti dipakainya nyaman, secara ekonomi dinilai hemat, berguna terus-menerus. Sedangkan meta-kriteria keadilan tidak terlalu dipergunakan karena dimensi fit itu tergantung pada masing-masing individu sedangkan kriteria keadilan itu terkait dengan

Page 64: Artikel arsitektu

penilaian lebih dari satu orang.Dimensi access artinya pencapaian, Dalam hal ini dimensi accessberarti kemudahan pencapaian ke suatu tempat, pencapaian informasi, kemudahan mendapatkan pekerjaan, kemudahan memasuki jenjang pendidikan. Kota terbentuk karena hubungan antar individu atau kelompok untuk mempertahankan hidup. Hubungan ini membentuk network sebagai wujud elemen fisik akibat interaksi antara yang membutuhkan dan dibutuhkan. Network dilalui dengan alat transportasi, informasi dicapai melalui media cetak media audio media visual dan internet, informasi penunjuk arah dicapai melalui tulisan signboard maupun sistem audio. Pencapaian berkaitan dengan keterbukaan dan berarti menerima untuk saling bertukar informasi, bertukar perdagangan, saling berkomunikasi, mau menerima perbedaan, mampu beradaptasi, siap menerima hal-hal baru dan bertoleransi terhadap perbedaan, siap berjauhan dan bepergian.Kemudahan pencapaian haruslah dapat digunakan pula oleh orang yang memiliki kemampuan yang berbeda seperti anak kecil, difable person, ibu hamil, orang yang sedang sakit, dan lain-lain. Keterbukaan dan kemudahan pencapaian memberikan tambahan pengalaman hidup seseorang dan akan menambah memori otak akan sense, sehingga pemahaman akan sense terhadap penilaian bentuk kota atau tempat atau budaya akan berubah dan bertambah. Kemudahan akses informasi melalui internet maupun media cetak mampu memberikan tambahan pengetahuan dari berbagai belahan dunia dan seolah tidak ada pembatasan teritori maupun budaya, seperti dunia menjadi bercampur dan membaur seolah tak ada perbedaan Negara tidak ada perbedaan warna kulit. Agar tidak terjadi keterbukaan yang bercampur aduk dan kacau, fungsi dimensi control wajib digunakan untuk mencapai bentuk kota yang baik yang akan saya bahas di lembar berikutnya.Meta-kriteria efficiency terhadap dimensi access memberikan dukungan berarti untuk menilai secara ekonomis dan fungsional suatu wujud pencapaian. Efisiensi digunakan terhadap penerapan pencapaian dilihat dari kepadatan warga yang menghuni, sumber daya alam serta kemampuan warga berpartisipasi dalam peningkatan taraf hidup. Sedangkan kriteria keadilan dalam dimensi access ini adalah sangat penting karena terjadi interaksi dan pertukaran berbagai hal yang menyangkut banyak orang, sehingga ukuran keadilan diterapkan untuk menentukan baik tidaknya penilaian bentuk suatu kota.Dimensi control digunakan untk menentukan penilaian baik tidaknya bentuk kota karena dengan mengontrol berarti menata dan menjaga serta mengawasi warga dan kegiatan dan lingkungannya. Fungsicontrol berfungsi terkait dengan dimensi vitality untuk menjaga kelangsungan hidup yang baik dan berkelanjutan. Kontrol dilakukan oleh warga dan pemerintahan kotanya. Kota Portland memiliki warga yang saling menghargai dan menjaga lingkungan hidupnya dan saling peduli dalam bersosial, dan pemerintahannya memiliki kebijakan strategi untuk mengatur warga dan lingkungannya dalam rangka mewujudkan konsep kotanya yang ramah lingkungan dan berkelanjutan melalui konsepPenerapan kontrol terhadap warga dan teritorinya, pemerintah kota akan mencapai efisiensi terhadap energi dan produkstifitas. Meta-kriteria efficiency digunakan untuk menelaah apakah hasil dari tindakan mengontrol itu ekonomis dan fungsional. Sedangkan meta-kriteria keadilan dalam dimensi control sangat penting karena untuk menjaga kenyamanan dan perolehan hak warga serta perolehan kebutuhan yang tidak timpang antar warganya.

III. KesimpulanPenilaian baik buruknya bentuk kota adalah tergantung pada penilaian masing-masing warga. Kota yang baik di belahan bumi utara berbeda dengan kota di daerah tropis katulistiwa. Sense dan fit merupakan dimensi yang digunakan induvidu untuk menilai kota yang baik seperti apa yang diinginkan. Penilaian secara berkelompok atau penilaian umum tentang baik atau tidaknya kota dinilai dengan menggunakan dimensi-dimensi vitality, access dan control. Kriteria yang menaungi dimensi-dimensi tersebut adalah yang mengukur dari segi ekonomis dan fungsional, dan kriteria yang melingkupi pengukuran melalui hak dan kepantasan dan kebutuhan yang tidak timpang dalam antar warganya.Diposkan oleh ARSITEKTUR di 09.47 

Tionghua Indonesia

Page 65: Artikel arsitektu

jangan tanya Tuhan kenapa kami dilahirkan disini , Jangan lagi bicara sipitnya mata kami , jangan lagi bicara kuningnya kulit kami, jangan lagi masalahkan kesukuan kami , karena Tumpah Darah kami tetaplah Indonesia karena Minum kami adalah air Indonesia , makan kamipun juga nasi Indonesia Maka Darah kami pastilah juga Darah Indonesia.

Klik Disini Untuk Kembali Ke Halaman Utama Kota Terlarang:Teori Lima Elemen Jaman Dinasti Ming dan QingKota Terlarang

Dilihat dari permukaan segala hal yang terjadi di dunia mungkin kelihatannya begitu rumit dan tidak beraturan, secara keseluruhan terlihat tidak memiliki hubungan sama sekali antara satu dengan yang lain. Akan tetapi bagi orang Tiongkok kuno, mereka sangat mempercayai bahwa segala sesuatunya adalah saling berhubungan, dan semua hal yang terjadi juga ditentukan  oleh hukum sebab akibat.

Orang Tiongkok kuno menemukan sebuah hukum yang menentukan hubungan timbal-balik dan pengaturan tak terlihat atas segala sesuatu hal di dunia, hukum ini lebih dikenal sebagai teori Lima Elemen. Kelima elemen tersebut adalahlogam, kayu, air, api serta tanah, dan seluruhnya melingkupi segala sesuatu benda yang ada di bumi.

Akan tetapi sebenarnya teori Lima Elemen jauh melampaui hal tersebut. Dengan teori Lima Elemen, orang Tiongkok kuno dapat menjelaskan hubungan keterkaitan antara Langit, bumi dan manusia. Sebagai contoh, kelima elemen tersebut memiliki keterkaitan dalam penentuan arah, musim (yang mewakili aspek Langit), organ dalam manusia dan organ sensor. Mereka bahkan memiliki keterkaitan dengan perasaan emosi, warna, maupun indera perasa.

Intisari dari teori Lima Elemen  adalah penjelasan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini terdapat hubungan saling menghidupi dan saling membatasi. Dari titik pemikiran ini, seseorang dapat memahami alasan di balik pengaturan berbagai hal, seperti tumbuh, mati atau bagaimana keempat musim dapat terjadi. Teori tersebut juga menempatkan manusia sebagai bagian integral dari alam.

Oleh sebab itu, sangatlah tidak masuk akal apabila meneliti manusia tanpa melakukan penelitian terhadap lingkungan alam sekitarnya dan karma buruk bawaannya.  Segala sesuatu yang tercipta di langit dan bumi mengikuti hukum pengaturan. Orang Tiongkok kuno mengatakan, manusia tidak bisa melampaui suatu kesatuan langit, bumi dan manusia, ataupun juga hukum alam yang saling menghidupi dan saling membatasi.

Kebanyakan orang Tiongkok kuno sangat menghormati hukum langit dan bumi. Oleh karena itu, ketika mereka merancang sebuah gedung, terutama bangunan arsitektur besar yang kompleks seperti istana kekaisaran, umumnya mereka selalu berdasarkan pada teori Lima Elemen. Kota Terlarang, tempat istana kekaisaran Dinasti Ming dan Qing, adalah sebuah contoh nyata penggu-naan teori Lima Elemen pada sebuah bangunan arsitektur.

Kelima elemen dasar - logam, kayu, air, api, dan tanah, mempunyai hubungan keterkaitan di dalam penentuan warna, musim, maupun arah. Elemen kayu memiliki keterkaitan dengan arah timur, musim semi, dan warna hijau. Elemen ini sering dihubungkan dengan

Page 66: Artikel arsitektu

pertumbuhan dan kebangkitan; oleh karena itu, elemen ini berkaitan erat dengan pertumbuhan atau peningkatan di dalam segala hal, ibarat matahari terbit di sebelah timur.

Elemen api dikaitkan dengan arah selatan, musim panas, dan warna merah. Elemen ini juga berkaitan dengan nyala api dan kemakmuran, ibarat matahari bersinar pada waktu siang  hari.Elemen logam dihubungkan dengan arah barat, musim gugur, dan warna putih. Elemen ini berkaitan dengan keadaan sejuk dan waktu yang telah berakhir, ibarat matahari yang terbenam di sebelah barat.Air hubungannya dengan arah utara, musim dingin, dan warna hitam. Elemen ini berkaitkan dengan penurunan suhu, cuaca dingin, tanah beku, serta malam panjang di  utara.

Elemen tanah berkaitan erat dengan pusat segala arah, pertengahan musim panas, serta warna kuning. Elemen ini berkaitan dengan kesuburan dan tingkat kedewasaan seseorang. Orang Tiongkok kuno hanya menggunakan warna hijau, kuning, dan merah di dalam istana kekaisaran, yang masing-masing melambang pertumbuhan, kemakmuran dan kesuburan.

Warna hijau berkaitan dengan vitalitas hidup dan pertumbuhan. Oleh karena itu,  batu giok berwarna hijau digunakan untuk melapisi atap istana timur di Kota Terlarang pada saat dinasti Ming  kali pertama berdiri. Tidak sampai dengan periode kaisar Jiajing (1522-1566 M) pada dinasti Ming, ubin batu berwarna kuning menggantikan ubin batu giok yang berwarna hijau. Mereka ingin  memperlihatkan status kehormatan pemerintah kekaisaran diperpanjang sampai ke segala penjuru dengan warna kuning, karena berkonotasi status dan kekuasaan tertinggi.

Hijau juga sangat sesuai bagi vitalitas pertumbuhan anak remaja, dikarenakan warna hijau berhubungan dengan elemen kayu dan musim semi. Dengan begitu, istana bagi putra mahkota ditempatkan sebagai “Istana Timur” serta mempunyai batu giok berwarna hijau yang melapisi atapnya.Warna merah dihubungkan dengan kemakmuran, dan berarti pula  “keadilan dan kebenaran”.  Oleh karena itu, tembok Kota Terlarang dan tiang kolom dalam  istana dicat dengan warna merah, yang melambangkan api.

Di bagian yang lain, Perpustakaan Kekaisaran Wen-yuan Ge, dengan koleksi-koleksi bukunya yang berharga, memiliki atap keramik berwarna hitam, dan memilih tembok berwarna hitam lebih baik dibandingkan dengan tembok berwarna merah. Hitam berkaitan dengan elemen air, juga dengan musim dingin, musim pelestarian dan penyimpanan. Di samping itu, Gerbang Tianyimen Taman Kekaisaran, terletak di ujung utara pusat Kota Terlarang,  identik dengan elemen air karena lokasinya. Oleh karenanya, dinding dicat dengan warna hitam, agar selaras dengan arah dan warna. Alasan lain yang mendasari pengecatan Gerbang Tianyimen dengan warna hitam adalah  air dapat memadamkan api.

Warna kuning berkaitan dengan bumi dan pusat bumi. Pusat tersebut melambangkan suatu kekuasaan tertinggi yang dapat melihat kesegala arah. Oleh karena itu, kuning ditujukan khusus bagi kaisar. Atap istana kekaisaran  semuanya dilapisi dengan atap keramik berwarna kuning, dan kebanyakan istananya juga dicat dengan warna kuning, atau dihiasi dengan lapisan emas murni. (The Epoch Times/mer)

Arsitektur Lanskap Masa Kini1,695views

Page 67: Artikel arsitektu

Charisma Amanda 

(4 SlideShares) , Architect at Architect

 Follow 0  0  0  0

Published on Mar 21, 2014

Perkembangan Arsitektur Lanskap Masa Kini

Published in: Education

 0 Comments 2 Likes Statistics Notes

Post

Be the first to comment

 Transcript

1. ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) Herwinda Rizkasari Ika Yulistia wardani Charisma Amanda Mu’arif Darojatun KELOMPOK 6 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN ARSITEKTUR

2.  Pada periode ini telah berkembang penggunaan tanaman dalam taman bahkan mutlak ada tanaman hias sebagai ornamen. Taman telah berkembang sedemikian rupa, misalnya taman kota, taman rumah, dan taman bermain dengan penggunaan berbagai jenis tanaman. Karya taman yang dihasilkan lebih beragam. Arsitek lanskap pada periode ini merencanakan taman tidak hanya sekedar tempat untuk koleksi bunga, tetapi juga sebagai outdoor livingroom. Selain itu, tanaman yang digunakan tidak hanya tanaman yang bersifat dekoratif, tetapi juga tanaman yang disesuaikan dengan kondisi tapak di sekitarnya dan sedikit memerlukan tenaga kerja dalam penanaman dan pemeliharaan. Taman pada periode ini dapat dianggap sebagai tempat untuk melakukan aktivitas sehari-hari (living space), sebagai tempat untuk bermain anak-anak ( Playground ), dan juga sebagai tempat melakukan kegiatan seni atau hobby ( work of art). Dan juga respon terhadap kerusakan lingkungan, global warming, bencana FUNGSI: • Ameliorasi lingkungan Peningkatan nilai/makna menjadi lebih baik • Ekologis Fungsi proteksi/perlindungan terhadap lingkungan • Rekreasi Karena dipengaruhi oleh industri, ekonomi dan kolonisasi, taman berkembang menjadi tempat publik dan sarana rekreasi • Edukatif Sebagai sarana dan tempat belajar tentang alam/lingkungan secara langsung maupun tidak lansung ARSITEKTUR

Page 68: Artikel arsitektu

LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 1

3.  ELEMEN TAMAN PADA PERIODE MASA KINI Tanaman pada taman periode masa kini lebih beragam jika dibandingkan dengan tanaman pada taman periode sebelumnya. Pada periode sebelumnya, jenis tanaman pada taman lebih ditentukan. • Air Elemen berikutnya yang biasanya ada pada taman periode Masa Kini adalah elemen air. Elemen ini dianggap dapat membawa kesejukan dan ketenangan pada taman. • Struktur/hard Elemen Elemen yang ketiga, pada taman periode Masa Kini seringkali menonjolkan sisi ‘futuristic’ nya. Hal ini bisa dilihat pada seni strukturnya yang seringkali ditonjolkan maupun adanya sculpture sebagai identitas/icon taman. • Ramah lingkungan Taman periode ini didesain dengan lebih memperhatikan kondisi lingkungannya. Misal, jenis pohon yang dapat meneduhi, atau hanya pohon yang berfungsi sebagai dekoratif, lebih disesuaikan dengan iklim pada taman tersebut • imajinatif Pola Desain pada taman periode ini lebih menunjukan sisi imajinatif. Desainnya tidak kaku dan tidak tegas. Serta tidak berasal dari bentuk dasar yang tidak diolah. • Minimalis Desain pada taman periode ini lebih menunjukan kesederhanaan detail. Tidak seperti taman taman pada periode sebelumnya yang kaya akan ornamen. Estetika yang didapat berasal dari paduan material dan warna yang bersih. • Futuristic Pola-pola taman periode ini sangat menekankan segi futuristicnya. Bentuknya yang mengolah bentuk dasar sedemikian rupa sehingga seperti menciptakan bentuk dasar baru. Kebanyakan pola taman periode ini adalah pola-pola yang melengkung. Konsep Desain Pada Periode Masa Kini Sustainable landscape/environment, eco city/green city, ecopark, xeriscaping, save energy/renewable energy Teknologi modern • Tanaman beragam POLA / DESAIN PADA PERIODE MASA KINI ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 2

4.  KARAKTERISTIK PERIODE MASA KINI • Dipengaruhi oleh industri dan ekonomi Taman taman periode masa kini telah banyak dipengaruhi oleh industri dan ekonomi sehingga banyak menghasilkan taman publik. Taman publik ini biasanya dapat mewadahi berbagai aktifitas seperti nongkrong, wifi, jogging, sepeda ria, konser, dan lain-lain • Penggunaan bentuk bebas Penggunaan bentuk-bentuk elemen taman didesain dengan bentuk bebas atau bukan terpaku bentuk dasar. Misal pada gambar disamping, bentuk kolam dibuat melengkung mengikuti bentuk lengkungan jalan setapak di sampingnya. • Futuristik • Nyaman, organik Taman taman periode masa kini telah banyak dipengaruhi oleh industri dan ekonomi sehingga banyak menghasilkan taman publik. Taman publik ini biasanya dapat mewadahi berbagai aktifitas seperti nongkrong, wifi, jogging, sepeda ria, konser, dan lain-lain Karena pola desain pada taman ini banyak mencerminkan segi futusristik, maka karakteristik taman tersebut juga mencerminkan ‘futuristic’ juga. • Penggunaan bentuk baru Penggunaan bentuk-bentuk elemen pada taman tergolong imajinatif dan masih baru atau tidak ada bentuk tersebut sebelumnya. transfarmers.blogspot.com transfarmers.blogspot.com transfarmers.blogspot.com ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 3 • Cahaya Efek penerangan dan cahaya buatan juga sebagai karakter taman periode masa kini. • Elemen dekoratif dan Material Penambahan elemen dekoratif dan penggunaan material yang mencolok

5.  Elemen Hardscape yaitu Outdoor Sculpture. Dan elemen air berupa danau disuguhkan. View of meadow with Richard Serra's Contour 290 (2004) view of main gate with gatehouse Glenstone Berikut adalah ciri khas taman Glenstone. terdiri dari beberapa elemen Softscape dan Hardscape, memanfaatkan alam dan tidak merusak lingkungan yang ada LOCATION: Potomac, Maryland Completion Date: Phase 1, 2006 Architect: Gwathmey Siegel & Associates Pada September 2006 kawasan museum ini dibuka untuk umum. Beberapa ciri khas lanskape area ini disuguhkan, yaitu terdiri dari

Page 69: Artikel arsitektu

beberapa elemen Softscape dan Hardscape. Terletak di seberang perbukitan sebuah museum seni dan kediaman pribadi. Terinspirasi dari lanskape Inggris. Dirancang ditengah padang rumput asli dan sebuah hutan. Merupakan area lansekap khusus untuk menampilkan scuplture monumental outdoor. Taman ini tidak merubah eksisting dan tetap mempertahankan alam lingkungan sekitarnya. www.buchananfieldworks.com FUNGSI Edukatif meruapakan kawasan museum seni modern, tempat ini adalah sebagai sarana untuk belajar dan menambah pengetahuan Mengintegrasikan seni, arsitektur dan landscape ke lingkungan yang tenang dan kontemplatif untuk membentuk hubungan yang unik antara seni dan pengunjung www.glenstone.org www.glenstone.org www.asla.org ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 4 CONTOH LANSEKAP PERIODE MASA KINI

6.  POLA TAMAN Alami dengan tidak merubah alam lingkungan yang ada dan tidak banyak merubah kontur secara keseluruhan. Hanya mengolah area publik space saja, penggunaan desain Outdoor Sculpture yang menyesuaikan keadaan asli alam. penggunaan bahan material yang dinamis menambah kesan alami tempat ini. view of pond with Ellsworth Kelly's Untitled (EK949), 2005 Tanaman beragam Dilihat dari perencanaan dan desainnya, terdapat berbgaai macam pohon dan tanaman yang ditata diseluruh area Elemen air berupa danau www.glenstone.org www.glenstone.org www.glenstone.org www.asla.org www.glenstone.org www.glenstone.org ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 5

7.  http://www.pwpla.com/projects/barangaroo/# Barangaroo Pada awalnya tempat ini adalah sebuah dermaga/pelabuhan yang sudah tidak digunakan. Atas kerjasama berbagai pihak dibangunlah sebuah landmark yang menghubungkan kota dengan pantai. Lokasinya di Sydney, Australia. Untuk saat ini masih dalam pembangunan tapi direncanakan selesai tahun 2014. Taman ini di bangun diatas lahan curam di pinggir pantai. Terdapat 3 area utama yang didesain di bibir pantai ini yaitu, Headland Park, Barangaroo Central dan Barangaroo South. Pebangunan ini adalah terbosan baru dari owner. Menjadikan 3 buah tanjung menjadi bagian dari sebuah resort yang sekaligus taman publik penghubung antara kota dan pantai/laut. Ini juga merupakan usaha untuk menghidupkan kembali area yang telah lama terlantar tersebut. Client: Barangaroo Delivery Authority Architect: Johnson Pilton Walker Categories: >Parks >Urban Design + Planning >Featured Seperti sebuah tebing muncul dari utara dan memuncak ke utara dan membentuk permukaan seperti jurang yang curam di selatan. Utara Selatan ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 6 CONTOH LANSEKAP PERIODE MASA KINI

8.  jj Terdapat 1200 rumah di seluruh area residen, dihuni 23000 pekerja kantoran dan lebih dari 2,9 hektar ruang publik. Lansekap ini didsain dengan mempertimbangkan aspek berkelanjutan, dari dampak penggunaan bahan bangunan terhadap lingkungan hingga bagaimana meminimalkan penggunan energi, pemanfaatan air daur ulang dan pengelolaan limbah. Seperti yang telah dijelaskan melalui studi kasus, desain lanskap masa kini memang cenderung tanggap lingkungan dan menyesuaikan bentuk lahan dan kontur. Sifatnya konserfasi, menjaga linkungan dan ameliorasi, memperbaiki fungsi lingkungan. Letaknya yang sebenarnya menguntungkan akhirnya dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Barangaroo akan menjadi gerbang baru untuk CBD Sydney dengan koneksi tanpa batas ke semua kota yang ditawarkan. Site seluas 7,5 hektar ini dibangun menjadi tempat termaju dan terhijau penetral karbon di skala besar Sydney. Tempat ini memiliki berbagai fungsi diantaranya fungsi komersil, residen, retail dan landmark hotel. http://www.apartmentsbarangaroo.com.au/location/ -- http://www.pwpla.com/projects/barangaroo/# Gb. Pedestrian, tempat

Page 70: Artikel arsitektu

memancing, ruang terbuka hijau, café, tempat memancing, jogging track, jalur sepeda ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 7

9.  BARANGAROO Berikut penjelasan tentang desain Barangaroo yang termasuk dalam Lanskap Masa Kini KONSEP: 1. Sustainable Landscape/Environment. Lansekap ini didesain dengan mempertimbangkan aspek berkelanjutan, dari dampak penggunaan bahan bangunan terhadap lingkungan hingga bagaimana meminimalkan penggunan energi, pemanfaatan air daur ulang dan pengelolaan limbah. 2. Ecopark. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, publik space yang terdapat pada area site dibangun sebagai penetral karbon di kota Sydney. Pembangunannya pun sangat ramah lingkungan dan disesain sesuai keadaan eksistingnya tanpa merubah kontur yang ada. 3. Save Energy. Misi yang diusung pengembang daerah ini adalah penggunaan energi yang diminimalisir. Diharapkan dengan adanya pembangunan area yang hijau ini fungsinya menyerupai daerah konservasi terutama untuk air dan limbahnya. POLA/DESAIN: 1. Alami. Karena pembangunan daerah ini hanya sedikit mempercantik tampak area publik space saja tidak banyak merubah kontur secara keseluruhan, yang dapat disimpulkan adalah penggunaan desain alami yang menyesuaikan keadaan asli alam. Pola sirkulasi dan penggunaan bahan material yang dinamis menambah kesan alami tempat ini. 2. Imaginative. Konsep pembangunan Barangaroo merupakan terobosan baru yang inovatif. Barangaroo akan menjadi dimensi baru untuk kehidupan kreatif Sydney dan selamanya akan mengubah cara pandang kita tentang kota dan pelabuhan. http://www.apartmentsbarangaroo.com.au/location/ -- http://www.pwpla.com/projects/barangaroo/# ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 8

10.  ELEMEN: 1. Tanaman beragam. Dilihat dari perencanaan dan desainnya, terdapat berbgaai macam pohon dan tanaman yang ditata diseluruh area. Mulai dari semak sampai dengan pohon-pohon yang rindang untuk menampung air hujan. 2. Air Element air di sini menjadi vokal point area rekreasi ini. Seperti yang telah terlihat dalam konsep, bahwa area ini dibangun di tanjung sehingga elemen airlah yang lumayan dominan perannya di samping kawasan hijau yang sangat luas. 3. Struktur/hard elemen yang ramah lingkungan. Terdapat elemen struktur yang dibangun untuk memudahkan aksesibilitas pada lahan yang cenderung berkontur ini. Misalnya tembok pembatas yang digunakan untuk penguat tanah pada bibir pantai dan tanjung. Lalu penambahan batu-batu di pinggir pantai untuk estetika dan objek bermain bagi pengunjung. FUNGSI: 1. Ameliorasi lingkungan. Daerah yang awalnya sebuah dermaga yang terlantar ini difungsikan kembali menjadi publik space yang sangat menguntungkan. Sebuah ide kreatif yang akan mendatangkan banyak manfaat baik secara ekonomis maupun secara ekologis. 2. Ekologis. Fungsi proteksi/perlindungan terhadap lingkungan sangat terlihat dari misi dan desain. Pengembang berharap dengan adanya ruang terbuka hijau ini Sydney akan memiliki sumbangsih terhadap bumi. Dengan begini mereka akan memiliki lingkungan yang baik dan bermanfaat untuk diwariskan kepada anak cucu mereka. 3. Rekreasi. Karena dipengaruhi oleh kemajuan industri dan ekonomi, taman yang dahulunya bersifat privat dan menjadi konsumsi pribadi berkembang menjadi tempat publik dan sarana rekreasi yang bisa dinikmati secara luas. Begitu pula denga Barangaroo ini, ruang terbuka hijau yang luas ini akan dijadikan sebuah destinasi liburan yang patut untuk dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara. http://www.apartmentsbarangaroo.com.au/location/ http://www.pwpla.com/projects/barangaroo/# ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 9

11.  http://www.bcj.com/public/news/article/51.html -- http://www.bcj.com/public/projects/project/109.html --

Page 71: Artikel arsitektu

http://www.pwpla.com/projects/newport-beach- city-hall-and-park/&details NEWPORT BEACH CIVIC CENTER AND PARK Berikut penjelasan tentang desain Newport Beach Civic Center and Park yang termasuk dalam Lanskap Masa Kini KONSEP: 1. Sustainable landscape/environment. Di dalam proses pembangunan taman ini terdapat praktek- praktek terkait desain berkelanjutan termasuk pengadaan tempat pengolahan air hujan dengan sengkedan yang luas dan waduk yang diintegrasikan untuk penanaman flora. Pendekatan desain dan penanaman didasarkan pada komunitas tumbuhan asli. 2. Ecopark. Taman ini berisi rangkaian tanaman yang merespon baik terhadap program desain dan kondisi alam yang ada. Tiap petaknya dihubungkan oleh serangkaian jalan berkelok-kelok . Kebun atau taman yang berdekatan dengan City Hall di bagian selatan merupakan transisi untuk menuju beberapa padang rumput , habitat bagi flora dan fauna asli , jalan , jembatan di atas sebuah lahan basah, dan kebun tanaman asli California asli. Semuanya diatur untuk merespon keadaan alam yang ada. 3. Save energy/renewable energy. Taman ini ditanami spesies tanaman asli California yang toleran terhadap kekeringan. Juga terdapat saluran irigasi untuk menyimpan sejumlah cadangan air. ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 10 CONTOH LANSEKAP PERIODE MASA KINI

12.  POLA/DESAIN: 1. Alami. Desain yang digunakan merespon eksisting alam yang ada tidak ingin banyak merubah kondisi kontur lahan. 2. Minimalis. Pola garis cenderung dinamis mengikuti kontur lahan sehingga garis- garis yang dihasilkan sederhana dan sangat bebas. 3. Imajinatif dan Futuristik. Jika diperhatikan desain ini tidak dirancang untuk sekali jadi dan bisa langsung dinikmati. Desain ini muncul dari imajinasi jangka panjang dengan memperhitungkan bagaimana tampak taman di masa yang akan datang FUNGSI: 1. Ekologis. Karena taman ini merupakan suaka bagi tanaman-tanaman langka asli California, maka taman ini memiliki fungsi proteksi/perlindungan terhadap lingkungan. 2. Rekreasi. Bisa digunakan sebagai tempat untuk liburan yang cukup menyenangkan. Dengan pemandangan padang bunga yang ditawarkan. 3. Edukatif. Tempat ini adalah sebagai sarana untuk belajar dan menambah pengetahuan tentang flora dan alam/lingkungan secara langsung maupun tidak langsung. http://www.bcj.com/public/news/article/51.html -- http://www.bcj.com/public/projects/project/109.html http://www.pwpla.com/projects/newport-beach-city-hall-and-park/&details ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 11

13.  THE FLOWERING MEADOW Dibagian entry pengunjung dimanjakan dengan padang bunga. Terdiri dari bunga dari berbagai musim yang akan mekar bergantian. http://www.bcj.com/public/news/article/51.html -- http://www.bcj.com/public/projects/project/109.html http://www.pwpla.com/projects/newport-beach-city-hall-and-park/&details Lokasinya adalah di Newport Beach, California. Pembangunannya selesai pada tahun 2013 kemarin. Kliennya adalah City of Newport Beach Architect: Peter Bohlin, Bohlin Cynwinski, Jackson Categories: >Parks ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 12

14.  llllllllllllll Terdiri dari : • Single species drift Terdiri dari satu spesies bunga membentuk petak luas dengan 1 warna dan tekstur • Field Terdiri dari 6 spesies bunga dengan pertumbuhan yang lambat • Combination drifts Terdiri dari salah satu spsies bunga di area field dan semak belukar pesisir dengan ukuran yang lebih tinggi 1. Tanaman beragam. Perpaduan berbagai macam bunga dengan pertimbangan dan perhitungan penataan yang matang sehingga mendapat tampilan taman sesuai desain saat ditanam. 2. Air. Elemen ini tidak terlalu menonjol dikarenakan daerah California cenderung kering , walaupun terdapat lahan-lahan basah di site. 3. Struktur/hard elemen ramah lingkungan. Terdapat beberapa elemen struktur pada desain yaitu,

Page 72: Artikel arsitektu

jembatan (akses pejalan kaki di lahan-lahan basah), sculpture, jalan setapak dan pagar yang tentu saja memiliki peranan dan fungsi masing-masing. ELEMEN http://www.bcj.com/public/news/article/51.html -- http://www.bcj.com/public/projects/project/109.html http://www.pwpla.com/projects/newport-beach-city-hall-and-park/&details ARSITEKTUR LANSEKAP Periode Masa Kini (Abad 20-sekarang) 13

15.  Berikut ini idea-idea taman mengikuti trend masa kini yang menjadi kegemaran masyarakat untuk memperindahkan penampilan taman yang akan dibina : Membuat jembatan kecil Jembatan kecil ini mampu membuat suasana taman lebih hidup dan kelihatan asli. Membuat siar kaki / jalan setapak Siar kaki dapat mengelakkan pengguna taman daripada memijak tanaman landskap. Selain itu, ia juga dapat menunjukkan arah untuk kita berjalan-jalan di kawasan taman. Menanam tanaman bertopiari Tanaman bertopiari yang dibuat dengan berbagai bentuk menjadikan taman lebih cantik. Tak perlu buat banyak, hanya sekadar 3 atau 4 topiari, sudah cukup memberi kenyamanan / kesan indah kepada taman. Beri pencahayaan yang tepat Beri dan tambahkan pencahayaan di beberapa sudut taman. Melalui pemilihan dan penempatan lampu pencahayaan yang tepat boleh meningkatkan kesan keindahan taman terutamanya apabila alam sekeliling mula menggelap. Penvahayaan ini boleh diletakkan di bawah pokok, di bawah air yang diletakkan di kolam atau di air terjun buatan agar permukaan air tampak lebih berkilau. jembatan kecil Jalan setapak Menanam tanaman bertopiari Beri pencahayaan yang tepat Sumber : WWW.LANDSKAP DAN NURSERI TAMAN MASA KINI.COM / JOHOR MALAYSIA

16.  Membuat gazebo Gazebo dapat mencetuskan dan mewujudkan suasana santai dan keselesaan. Gazebo boleh dijadikan tempat bersosial bersama keluarga sambil minum teh. Ia juga boleh menyerlahkan persekitaran taman atau tempat kediaman lebih-lebih jika binaannya unik dan menarik. Membuat pergola Pergola sebagai tempat berteduh sementara daripada cahaya matahari. Selain daripada itu ia digunakan sebagai laluan kepada pengguna di samping memberi sokongan kepada tumbuh- tumbuhan memanjat di atasnya. Membuat kolam air atau pancuran air Kolam air bukan sekadar menghias taman tetapi mewujudkan ekosistem untuk kediaman supaya ia lebih hidup dan memberi manfaat kepada pemilik kediaman, selain memberikan kehidupan kepada hidupan lain seperti tumbuhan air dan ikan hiasan. Membuat pergolajembatan kecil Membuat kolam pancur Sumber : WWW.LANDSKAP DAN NURSERI TAMAN MASA KINI.COM / JOHOR MALAYSIA

Taman KotaStandar dan Fungsi Taman Kota tara yuniika | Rabu, 23 Mei 2012 | 3 komentarStandar dan Fungsi Taman Kota

Page 73: Artikel arsitektu

Taman (Garden) diterjemahkan dari bahasa Ibrani, Gan berarti melindungi ataumempertahankan lahan yang ada dalam suatu lingkungan berpagar, Oden berartikesenangan, kegembiraan, dan kenyamanan Secara lengkap dapat diartikan tamanadalah sebidang lahan berpagar yang digunakan untuk mendapatkan kesenangan,kegembiraan, dan kenyamanan (Laurie, 1986 : 9). Dari batasan dapat diambilpengertian sebagai berikut :a.Taman merupakan wajah dan karakter bahan atau tapak, berarti bahwa menikmatitaman mencakup dua hal, yaitu penampakan visual, dalam arti yang bisa dilihatdan penampakan karakter dalam arti apa yang tersirat dari taman tersebut.Mungkin dari ceritanya, gambar yang teraplikasi, nilai-nilai yang terkandungdari taman tersebut.b.Taman mencakup semua elemen yang ada, baik elemen alami (natural), elemenbuatan manusia (artificial), bahkan makhluk hidup yang ada didalamnya,terutama manusia.

Page 74: Artikel arsitektu

Secara umum akhirnya diambil pengertian pembeda antara taman sebagailandscape dan taman sebagai garden, yaitu bahwa taman (landscape) elementamannya lebih banyak didominasi oleh elemen alami, sedangkan (garden)elemennya lebih didominasi oleh elemen buatan manusia (artificial) dandalam luas yang lebih terbatas (Suharto, 1994 : 5).Taman Kota Berdasarkan Rancangannya, taman kota terbagi atas :1. Taman Alami (Natural).Taman alami atau natural adalah suatu taman yang dirancang untuk memberikankesan alami atau menyatu dengan alam. Taman alami sudah terbentuk sebelumnya,namun dalam penataannya disesuaikan dengan kondisi lahan kota, misalnya hutankota, taman pengarah jalan, taman alami yang tumbuh dalam kota, dansebagainya.2. Taman Buatan (Artificial)Taman buatan atau artificial merupakan sebuah taman yang elemene-lemennyalebih banyak didominasi dengan elemen buatan manusia (Suharto, 1994 : 9).Taman artificial dirancang untuk menyeimbangkan kondisi kota dan taman kota,antara lain bermanfaat untuk mengendalikan suhu, panas sinar matahari,pengendali angin, memperbaiki kualitas udara, untuk sarana bermain, rekreasi,memberikan kesenangan, kegembiraan, kenyamanan, sebagai pembatas fisik,pengontrol pandangan, dan lain sebagainya.Elemen Taman KotaElemen-elemen taman kota terdiri dari :a. Material Landscape atau VegetasiYang termasuk dalam elemen landscape antara lain :1) Pohon : Tanaman kayu keras dan tumbuh tegak, berukuran besar denganpercabangan yang kokoh. Yang termasuk dalam jenis pohon ini adalah asamkranji, lamtorogung, akasia, dan lainnya.

Page 75: Artikel arsitektu

2) Perdu : Jenis tanaman seperti pohon terapi berukuran kecil, batang cukupberkayu tetapi kurang tegak dan kurang kokoh. Yang termasuk dalam jenisperdu adalah bougenvillle, kol banda, kembang sepatu, dan lainnya.3) Semak : Tanaman yang agak kecil dan rendah, tumbuhnya melebar atau merambat.Yang termasuk dalam jenis semak adalah teh-tehan, dan lainnya.4) Tanaman penutup tanah : Tanaman yang lebih tinggi rumputnya, berdaun danberbunga indah. Yang termasuk dalam jenis ini adalah krokot, nanas hiasdan lainnya.5) Rumput : Jenis tanaman pengalas, merupakan tanaman yang persisi beradadiatas tanah. Yang termasuk dalam jenis ini adalah rumput jepang, rumputgajah, dan lainnya.b. Material Pendukung atau Elemen Keras.Yang termasuk dalam material pendukung adalah :1) KolamKolam dibuat dalam rangka menunjang fungsi gedung atau merupakan bagiantaman yang memiliki estetika sendiri. Kolam sering dipadukan dengan batuantebing dengan permainan air yang menambah kesan dinamis. Kolam akan tampilhidup bila ada permainan air didalamnya. Taman dengan kolam akan mampumeningkatan kelembaban lingkungan sehingga dapat berfungsi sebagaipenyejuk lingkungan.2) Tebing BuatanTebing buatan atau artificial banyak diminati oleh penggemar taman. Tebingini dibuat untuk memberikan kesan alami, menyatu dengan alam, tebing dibuatdengan maksud untuk menyembunyikan tembok pembatas dinding yang licinmassif, agar tidak menyilaukan pada saat matahari bersinar sepanjang siang.Penambah air kolam terjun pada tebing buatan akan menambah suasana sejukdan nyaman.3) Batuan

Page 76: Artikel arsitektu

Batuan tidak baik bila diletakkan di tengah taman, sebaiknya diletakkanagak menepi atau pada salah satu sudut taman.Sebagian batu yang terpendamdi dalam tanah akan memberi kesan alami dan terlihat menyatu dengan tamanakan terlihat lebih indah bila ada penambahan koloni taman pada sela-selabatuan.4) GazeboGazebo adalah bangunan peneduh atau rumah kecil di taman yang berfungsisebagai tempat beristirahat menikmati taman. Sedangkan bangku taman adalahbangku panjang yang disatukan dengan tempat duduknya dan ditempatkandigazebo atau tempat- tempat teduh untuk beristirahat sambil menikmatitaman. Bahan pembuatan gazebo atau bangku taman tidak perlu berkesan mewahtetapi lebih ditekankan pada nilai keindahan, kenyamanan dalam suasanasantai, akrab, dan tidak resmi. Gazebo atau bangku taman bisa terbuat darikayu, bambu, besi atau bahan lain yang lebih kuat dan tahan terhadap kondisitaman.5) Jalan Setapak (Stepping Stone)Jalan setapak atau steppig stone dibuat agar dalam pemeliharaan tamantidak merusak rumput dan tanaman, selain itu jalan setapak berfungsisebagai unsur variasi elemen penunjang taman.6) PerkerasanPerkerasan pada taman dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macambahan, seperti tegel, paving, aspal, batu bata, dan bahan lainnya. Tujuanperkerasan adalah untuk para pejalan kaki (pedestrian) atau sebagaipembatas.7) Lampu TamanLampu taman merupakan elemen utama sebuah taman dan dipergunakan untukmenunjang suasana di malam hari. Lampu berfungsi sebagai penerang taman

Page 77: Artikel arsitektu

dan sebagai nilai eksentrik pada taman.Di taman kota Singapura disediakan sarana bermain anak, berolahraga,ruang interaksi sosial,jalan setapak, dan toilet umum, dengan desainmenarik,inovatif,dan kreatif. Taman dilengkapi pompa hidran, baikuntuk kebutuhan air bersih maupun cadangan untuk pemadaman kebakaran.Pada musim hujan,taman menyerap dan menampung air hujan, serta sebagairuang evakuasi saat gempa bumi atau kebakaran.Taman Kota Berdasarkan AktifitasnyaAda tiga macam taman kota berdasarkan aktifitasnya :1. Taman untuk rekreasi aktif.Taman untuk rekreasi aktif adalah taman yang didalamnya dibangun suatukegiatan pemakai taman, sehingga pemakai taman secara aktif menggunakanfasilitas didalamnya, sekaligus memperoleh kesenangan, kesegaran, dankebugaran, misalnya taman olah raga, aerobic, fitness, camping ground,taman bermain anak, taman pramuka, taman jalur jalan, kebun binatang,danau, pemancingan taman-taman kota dan sebagainya.2. Taman untuk rekreasi pasifTaman untuk rekreasi pasif adalah taman yanmg dibentuk agar dapat dinikmatikeindahan dan kerindangannya, tanpa mengadakan aktivitas dan kegiatan apapun,misalnya waduk, hutan buatan, penghijauan tepi kali, jalur hijau, lapanganterbang, dan lainnya.3. Taman untuk rekreasi aktif dan pasif.Taman untuk rekreasi aktif dan pasif merupakan taman yang bisa dinikmatikeindahan sekaligus ada fungsi lain dan dapat digunakan untuk mengadakanaktivitas, misalnya taman lingkungan. Taman lingkungan atau community parkadalah suatu taman yang dibuat dan merupakan bagian dari suatu pemukiman,selain rumah ibadah, pasar, sekolah, dan lain-lainnya (Suharto, 1999 : 12-13)Fungsi Taman kota

Page 78: Artikel arsitektu

Berbagai fungsi taman yang dapat dirasakan manfaatnya adalah sebagai berikut:* Fungsi untuk kesehatanUntuk fungsi ini taman dianalogikan dengan paru-paru manusia bagi sebuahlingkungan. Tanaman pada taman tersebut pada siang hari melangsungkan prosessimbiose mutualistis dengan manusia. Proses pernafasan menusia diperlukan bagiproses asimilasi pada tanaman, begitu pula sebaliknya.* Fungsi untuk keindahanTaman yang ditata dengan baik dan dirancang dengan tepat dapat memberikankesan asri, tenang, nyaman dan menyejukkan. Hal ini diperlukan manusia(terutama di kota-kota besar) sebagai kompensasi dari kesibukan kerja sehari-hari, untuk menggairahkan semangat baru bagi kegiatan selanjutnya.* Taman sebagai daya tarikTaman yang ditata di lingkungan sebuah bangunan dengan penataan yang menarikakan merupakan daya tarik dan ciri khas dari bangunan tersebut.* Taman sebagai penunjuk arahPenempatan tanaman tertentu pada taman sedemikian rupa dapat menjadipenunjuk arah dan dapat mengarahkan gerak kegiatan di sebuah lingkungansemisal deretan pohon palem raja di kiri kanan jalan di lingkungan pabrik,deretan cemara lilin di kiri kanan jalan masuk (entrance) bangunan.* Taman sebagai penyaring debuBagi pabrik, kilang minyak atau sektor industri lain yang mempunyaikontribusi pada pencemaran  udara dari cerobong asapnya, pohon-pohon tinggidapat membantu memperkecil polusi di luar lingkungan.* Taman sebagai peredam suaraTaman juga  berfungsi sebagai peredam suara, baik dalam lingkungan ke luaratau sebaliknya dapat dibantu dengan menggunakan bukitan kecil yang ditanamidengan tanaman semak atau perdu sehingga getaran suara dapat diredam secaraalamiah. 

Page 79: Artikel arsitektu

* Taman sebagai peneduhPenataan taman dengan menggunakan pohon-pohon rindang akan bermanfaatsebagai peneduh untuk areal terbuka seperti tempat parkir, koridor tempatrekreasi, tempat istirahat dan sebagainya.* Taman sebagai pelestari ekosistemDengan hadirnya taman di sekitar bangunan yang terdiri dari berbagai tanamandan pepohonan akan mengundang serangga atau burung sebagai penyebar bibit,penyilang jenis tanaman, penyerbuk dan sebagainya yang akan berperan sebagaipelestari lingkungan.* Taman sebagai pencegah erosiMateri taman berupa tanaman, terutama tanaman penutup tanah sepertirerumputan dapat mencegah pengikisan tanah atau erosi.Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookTaman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau ( Taman Pramuka, Bandung) tara yuniika | | 0 komentar

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookTaman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau tara yuniika | | 0 komentar

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookPENGARUH TAMAN KOTA SEBAGAI UPAYA UNTUK MENURUNKAN POLUTAN DEBU tara yuniika | Selasa, 22 Mei 2012 | 0 komentar

PENGARUH TAMAN KOTA SEBAGAI UPAYA UNTUK MENURUNKAN POLUTAN DEBU

Keadaan lingkungan perkotaan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Padahal keseimbangan lingkungan perkotaan secara ekologi sama pentingnya dengan perkembangan nilai ekonomi kawasan perkotaan. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem perkotaan, yang berupa meningkatnya suhu udara, pencemaran udara (seperti meningkatnya kadar debu, belerang, ozon, karbonmonoksida, karbondioksida, dan nitrogenoksida), menurunnya air tanah, banjir, dan meningkatnya kandungan logam berat dalam air tanah. Secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan dan manusia. Partikel-partikel tersebut sangat merugikan kesehatan

Page 80: Artikel arsitektu

manusia. Keadaan tersebut menyebabkan hubungan masyarakat perkotaan dengan lingkungannya tidak harmonis. Menyadari ketidakharmonisan tersebut dan mempertimbangkan dampak negative yang akan terjadi, maka harus ada usaha-usaha untuk menata dan memperbaiki lingkungan melalui taman kota. Taman kota selain mempunyai nilai keindahan juga mampu menyerap partikel debu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dengan membandingkan ruang terbuka hijau (RTH) khususnya taman kota dengan ruang terbuka kosong (RTK) serta pengaruh ruang terbuka hijau (RTH) khususnya taman kota terhadap kadar debu dan kelembaban di udara. Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik tanaman dalam taman kota, untuk mengetahui tingkat pencemaran debu di udara di bandingkan dengan BML, mengetahui efektifitas dengan membandingkan ruang terbuka hijau (RTH) khususnya taman kota dengan ruang terbuka kosong (RTK), mengetahui pengaruh (RTH) khususnya taman kota terhadap kadar debu dan kelembaban di udara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti melalui tingkat pencemaran debu taman kota yaitu data konsentrasi kadar debu di lingkungan udara taman kota. Data-data tersebut dianalisis dengan membandingkan dengan baku mutu lingkungan (BML). Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh karakteristik tanaman di Taman Prestasi, Taman Dr. Sutomo, Taman Diponegoro bersifat heterogen. Kadar debu ruang terbuka hijau pada lokasi pengamatan hanya Taman Diponegoro yang memiliki kadar debu di atas nilai baku mutu. Pada ruang terbuka hijau (RTH) taman kota mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kelembaban di lokasi Taman Dr. Sutomo Surabaya. Sedangkan Taman Diponegoro dan Taman Prestasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kelembaban.

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook