artike kehidupan

21
Letak Kekuatan Ada kekuatan di dalam cinta, Dan orang yang sanggup memberikan cinta adalah orang yang kuat Karena ia bisa mengalahkan keinginannya Untuk mementingkan diri sendiri. Ada kekuatan dalam tawa kegembiraan, Dan orang tertawa gembira adalah orang yang kuat Karena ia tidak pernah terlarut Dengan tantangan dan cobaan. Ada kekuatan di dalam kedamaian diri, Dan orang yang dirinya penuh damai bahagia adalah orang yang kuat Karena ia tidak pernah tergoyahkan Dan tidak mudah diombang-ambingkan. Ada kekuatan di dalam kesabaran, Dan orang yang sabar adalah orang yang kuat Karena ia sanggup menanggung segala sesuatu Dan ia tidak pernah merasa disakiti. Ada kekuatan di dalam kemurahan, Dan orang yang murah hati adalah orang yang kuat Karena ia tidak pernah menahan mulut dan tangannya Untuk melakukan yang baik bagi sesamanya. Ada kekuatan di dalam kebaikan, Dan orang yang baik adalah orang yang kuat Karena ia bisa selalu mampu melakukan yang baik Bagi semua orang. Ada kekuatan di dalam kesetiaan, Dan orang yang setia adalah orang yang kuat Karena ia bisa mengalahkan nafsu dan keinginan pribadi Dengan kesetiaannya kepada Allah dan sesama. Ada kekuatan di dalam kelemahlembutan, Dan orang yang lemah lembut adalah orang yang kuat Karena ia bisa menahan diri Untuk tidak membalas dendam. Ada kekuatan di dalam penguasaan diri, Dan orang yang bisa menguasai diri adalah orang yang kuat Karena ia bisa mengendalikan segala nafsu keduniawian. ........... Disitulah semua letak-letak dimana Kekuatan Sejati berada.... Dan sadarlah bahwa kalian juga memiliki cukup Kekuatan untuk mengatasi segala masalah kalian. Dimanapun juga, seberat dan serumit apapun juga. Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)

Upload: aprilian-ayusita

Post on 07-Nov-2015

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

quote tentang kehidupan

TRANSCRIPT

Letak KekuatanAda kekuatan di dalam cinta, Dan orang yang sanggup memberikan cinta adalah orang yang kuat Karena iabisa mengal

Letak Kekuatan

Ada kekuatan di dalam cinta, Dan orang yang sanggup memberikan cinta adalah orang yang kuat Karena iabisa mengalahkan keinginannya Untuk mementingkan diri sendiri.

Ada kekuatan dalam tawa kegembiraan, Dan orang tertawa gembira adalahorang yang kuat Karena ia tidak pernah terlarut Dengan tantangan dancobaan.

Ada kekuatan di dalam kedamaian diri, Dan orang yang dirinya penuh damaibahagia adalah orang yang kuat Karena ia tidak pernah tergoyahkan Dantidak mudah diombang-ambingkan.

Ada kekuatan di dalam kesabaran, Dan orang yang sabar adalah orang yangkuat Karena ia sanggup menanggung segala sesuatu Dan ia tidak pernahmerasa disakiti.

Ada kekuatan di dalam kemurahan, Dan orang yang murah hati adalah orangyang kuat Karena ia tidak pernah menahan mulut dan tangannya Untukmelakukan yang baik bagi sesamanya.

Ada kekuatan di dalam kebaikan, Dan orang yang baik adalah orang yangkuat Karena ia bisa selalu mampu melakukan yang baik Bagi semua orang.

Ada kekuatan di dalam kesetiaan, Dan orang yang setia adalah orang yangkuat Karena ia bisa mengalahkan nafsu dan keinginan pribadi Dengankesetiaannya kepada Allah dan sesama.

Ada kekuatan di dalam kelemahlembutan, Dan orang yang lemah lembut adalah orang yang kuatKarena ia bisa menahan diri Untuk tidak membalas dendam.

Ada kekuatan di dalam penguasaan diri, Dan orang yang bisa menguasai diri adalah orang yangkuat Karena ia bisa mengendalikan segala nafsu keduniawian.

...........

Disitulah semua letak-letak dimana Kekuatan Sejati berada....Dan sadarlah bahwa kalian juga memiliki cukup Kekuatan untuk mengatasisegala masalah kalian.Dimanapun juga, seberat dan serumit apapun juga.

Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)

Orang berwatak baik melakukan sesuatu yang benar hanya karena itu benar Orang besar menunjukkan kebesarannya dalam caranya memperlakukan orang kecil(Thomas Carlyle)

Kenali Ciri-ciri Pemimpin Berprinsip

Stephen R. Covey, penulis buku terkenal, 'Seven Habits of HighlyEffectivePeople', dalam bukunya yang lain 'Principle Centered Leadership',menggambarkan delapan ciri-ciri pemimpin yang berprinsip, sebagai berikut :

* Terus belajarPemimpin yang berprinsip menganggap hidupnya sebagai proses belajar yangtiada henti untuk mengembangkan lingkaran pengetahuan mereka. Di saat yangsama, mereka juga menyadari betapa lingkaran ketidaktahuan mereka jugamembesar. Mereka terus belajar dari pengalaman. Mereka tidak segan mengikutipelatihan, mendengarkan orang lain, bertanya, ingin tahu, meningkatkanketrampilan dan minat baru.

* Berorientasi pada pelayananPemimpin yang berprinsip melihat kehidupan ini sebagai misi, bukan karir.Ukuran keberhasilan mereka adalah bagaimana mereka bisa menolong danmelayani orang lain. Inti kepemimpinan yang berprinsip adalah kesediaanuntuk memikul beban orang lain. Pemimpin yang tak mau memikul beban Oranglain akan menemui kegagalan. Tak cukup hanya memiliki kemampuan intelektual,pemimpin harus mau menerima tanggung jawab moral, pelayanan, dan sumbangsih.

* Memancarkan energi positifSecara fisik, pemimpin yang berprinsip memiliki air muka yang menyenangkandan bahagia. Mereka optimis, positif, bergairah, antusias, penuh harap, danmempercayai. Mereka memancarkan energi positif yang akan mempengaruhiorang-orang di sekitarnya. Dengan energi itu mereka selalu tampil sebagaijuru damai, penengah, untuk menghadapi dan membalikkan energi destruktifmenjadi positif.

* Mempercayai orang lainPemimpin yang berprinsip mempercayai orang lain. Mereka yakin orang lainmempunyai potensi yang tak tampak. Namun tidak bereaksi secaraBerlebihan terhadap kelemahan-kelemahan manusiawi. Mereka tidak merasa hebatsaat menemukan kelemahan orang lain. Ini membuat mereka tidak menjadi naif.

* Hidup seimbangPemimpin yang berprinsip bukan ekstrimis. Mereka tidak menerima atau menolaksama sekali. Meraka sadar dan penuh pertimbangan dalam tindakan. Ini membuatdiri mereka seimbang, tidak berlebihan, mampu menguasaidiri, dan bijak. Sebagai gambaran, mereka tidak gila kerja, tidak fanatik,tidak menjadi budak rencana-rencana. Dengan demikian mereka jujur pada diri sendiri, mau mengakui kesalahan dan melihat keberhasilan sebagai halyang sejalan berdampingan dengan kegagalan.

* melihat hidup sebagai sebuah petualanganPemimpin yang berprinsip menikmati hidup. Mereka melihat hidup ini selalusebagai sesuatu yang baru. Mereka siap menghadapinya karena rasa aman merekadatang dari dalam diri, bukan luar. Mereka menjadi penuh kehendak,inisiatif, kreatif, berani, dinamis, dan cerdik. Karena berpegang padaprinsip, mereka tidak mudah dipengaruhi namun fleksibel dalam menghadapihampir semua hal. Mereka benar-benar menjalani kehidupan yang berkelimpahan.

* SinergistikPemimpin yang berprinsip itu sinergistik. Mereka adalah katalis perubahan.Setiap situasi yang dimasukinya selalu diupayakan menjadi lebih baik. Karena itu, mereka selalu produktif dalam cara-cara baru dan kreatif.Dalam bekerja mereka menawarkan pemecahan sinergistik, pemecahan yangmemperbaiki dan memperkaya hasil, bukan sekedar kompromi dimanamasing-masing pihak hanya memberi dan menerima sedikit.

* Berlatih untuk memperbarui diriPemimpin yang berprinsip secara teratur melatih empat dimensi kepribadianmanusia: fisik, mental, emosi, dan spiritual. Mereka selalu memperbarui dirisecara bertahap. Dan ini membuat diri dan karakter mereka kuat, sehat dengankeinginan untuk melayani yang sangat kuat pula.

Sekarang.. yakinkah anda sudah dapat menjadi pemimpin bagi diri sendirisebelum memimpin orang lain..? Semoga resep di atas dapat pula selalumengingatkan kita, memperbaharui pola pikir yang positif..

Sumber: Disadur dari Principle Centered Leadership by Stephen R. Covey

Rumah Muslim Kotor? No Way!

Publikasi 11/03/2002 17:04 WIB

eramuslim - Islam itu indah dan memerintahkan para pemeluknya membangun dan memelihara keindahan dengan segenap daya upaya. Baik itu keindahan lingkungan, keindahan tutur kata, maupun keindahan dalam bertindak dan bertingkah laku. Sejumlah ayat Al Qur'an maupun hadits-hadits Rasulullah SAW mengisyaratkan tentang hal itu.

Khusus soal memelihara keindahan lingkungan, Islam senantiasa menekankan aspek tersebut. Kata-kata "janganlah berbuat kerusakan di muka bumi" sebagaimana termaktub di beberapa ayat di dalam Al Qur'an, adalah isyarat agar manusia memelihara bumi Allah yang indah dan nyaman ini dari upaya-upaya yang akan merusaknya.

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat. Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi. Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." Hadits Rasulullah yang menyoroti masalah tersebut juga cukup banyak. Salah satunya misal, "Allah itu indah dan menyukai keindahan."

Membincang masalah keindahan, tentu saja tidak melulu dalam sekup makro. Dalam ruang lingkup mikro, diri dan lingkungan terdekat (yang dimaksud adalah suasana rumah -- pen) tentu menjadi hal yang sangat penting dan harus didahulukan. Logikanya, aneh jika ada orang mati-matian bicara soal memelihara lingkungan alam, tapi memelihara lingkungan rumahnya tidak becus. Sama anehnya, orang-orang ribut ketika terjadi pembunuhan massal terhadap satwa hutan dan laut. Tetapi mereka tidak pernah ribut ketika ribuan kaum Muslimin dibantai di berbagai belahan dunia.

Keindahan adalah identik dengan kebersihan. Kebersihan rumah dan para penghuninya adalah satu paket tentunya. Rumah yang bersih tapi para penghuninya tidak bersih, tentu saja hal yang hampir tak mungkin terwujud. Dan dapat dipastikan, bahwa kenyamanan rumah adalah lahir dari kebersihan.

Dalam hal rasa nyaman di rumah, Rasulullah SAW mengisyaratkan, bahwa hal itu merupakan salah satu wujud kebahagiaan dunia seseorang. "Ada empat hal yang menjadi sumber kebahagiaan: Isteri yang sholihah, rumah yang luas, tetangga yang shalih, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal lainnya yang menjadi sumber kesengsaraan: "Tetangga yang jahat, isteri yang berhati busuk, kendaraan yang jelek, dan rumah tinggal yang sempit." (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya)Rumah luas yang dimaksud Rasulullah SAW tentu saja berarti luas dan nyaman. Atau dengan kata lain, nyaman dan luas merupakan satu paket. Karena tidak mungkin rumah luas tapi kotor dan tidak terawat, akan memberikan kenyamanan pada para penghuninya. Maka ketika kita membincang soal kenyamanan pasti terkait erat dengan soal penjagaan kebersihan lingkungan.

Ada sebuah ungkapan hikmah yang cukup menarik "Kebersihan adalah sebagian daripada iman". Ungkapan itu cukup tepat. Sebab keinginan dan selera seseorang dalam memilih lingkungan, sangat ditentukan oleh kualitas keimanannya. Tak mungkin misalnya, orang-orang mukmin yang baik cinta pada lingkungan dan tempat tinggal yang kotor. Padahal orang yang imannya kotor sekalipun acapkali cinta kepada lingkungan dan tempat tinggal yang bersih.

Paralel dengan pernyataan di atas, hadits Rasulullah SAW menyebutkan, "Ketahuilah bahwa sesungguhnya di dalam diri manusia itu ada segumpal darah. Maka apabila benda itu baik, baiklah seluruh amal perbuatan orang itu. Apabila benda itu buruk, maka buruklah seluruh amal perbuatannya. Ketahuilah, benda itu adalah hati."

Karena itu wacana tentang memelihara kebersihan lingkungan, merupakan bab paling awal dibicarakan oleh Islam sejak dahulu. Ketika Rasul diperintahkan Allah 'Azza wa Jalla untuk mendakwahkan risalah Islam pada masa awal-awal dakwah kepada kaum Quraisy, beliau diperintahkan untuk membersihkan dulu pakaiannya. "Dan pakaianmu bersihkanlah," (QS 74 : 4). Ini tentu saja menjadi satu isyarat penting, betapa Islam memerintahkan para pemeluknya untuk senantiasa bersih: bersih hati, bersih diri, dan bersih lingkungan.

Menjaga kebersihan rumah adalah wajib, sebagaimana wajibnya kita diperintahkan Allah 'Azza wa Jalla memelihara lingkungan. Menjaga kebersihan rumah dalam arti luas, adalah meliputi upaya menjaga rumah dari sampah dan kotoran yang akan mengganggu dan merusak lingkungan. Ketika kita membuang sampah sembarangan, misalnya isi perut ikan atau sisa-sisa makanan, lama-kelamaan tentu akan meninggalkan bau yang tidak mengenakkan. Bau dari sampah tersebut pasti akan mengganggu rumah sekitarnya.

Kalau kita malas membersihkan sampah dan daun-daunan yang jatuh memenuhi parit (selokan), pasti lama-kelamaan parit itu akan macet. Efek kemacetan selokan itu, tentu bukan hanya meninggalkan air yang bau, sarang nyamuk, sumber penyakit, tapi kemungkinan menimbulkan banjir lokal.

Begitupun dalam aspek-aspek kebersihan rumah lainnya. Kebersihan pelataran rumah dari kaleng-kaleng maupun sampah juga penting, agar dia tidak menjadi sarang nyamuk dan sumber penyakit lainnya. Di samping tentu saja, agar anak-anak aman bermain di sekitarnya.

Masalah kebersihan internal rumah tentu saja tak kalah pentingnya. Ibu yang bijak tentu akan selalu membersihkan dapurnya dari lumut, dan kotoran-kotoran lainnya. Karena dapur yang berlumut dan kotor, membuat orang jijik memandangnya.

Begitupun masalah kebersihan lantai rumah dan kamar mandi. Orang beriman tentunya tak akan membiarkan lantai rumahnya kotor dan berserakan segala perabotan dan mainan anak, tanpa kemudian dibersihkan dan ditata lagi. Kamar mandi dan WC orang-orang Mukmin yang baik, pasti bersih dan harum. Bukan sebaliknya, kotor, penuh lumut dan bau, yang menyebabkan orang-orang melihatnya dengan jijik dan enggan untuk memasukinya.

Tentu saja di samping aspek kebersihan, aspek lain yang tak kalah pentingnya adalah masalah kerapihan. Bahwa rumah yang tertata dengan baik dan lingkungannya bersih, pasti akan menimbulkan keindahan dan kenyamanan bagi siapapun yang ada di dalamnya. Siapapun akan betah dan ingin berlama-lama di dalam rumah tersebut. Tamu akan senang bertandang, apalagi para bapak yang letih pulang bekerja. Insya Allah keletihan itu sirna setelah mereka tiba di rumah.

Terkait dengan itu, maka soal disiplin meletakkan barang pada tempatnya menjadi penting. Para ibu misalnya membiasakan disiplin meletakkan segala alat-alat dapur dan pembersih rumah lain pada tempatnya. Begitupun anak-anak diperintahkan untuk disiplin meletakkan tas atau sepatu pada tempat atau rak yang sudah disediakan.

Pendek kata rumah orang-orang Mukmin itu seyogyanya indah dipandang, sehat bagi lingkungannya, dan nyaman bagi siapapun untuk berteduh di dalamnya. Itulah yang diperintahkan Islam kepada kita, agar Islam sebagai rahmatan lil 'alamien dirasakan oleh semuanya, setidaknya oleh penghuni rumah dan tetangga kita. Wallahu a'lam bish showab. (sulthoni)

Yang Paling Mempesona Imannya

Publikasi 23/07/2003 10:04 WIB

Ya Allah, taburkanlah wangian Diatas kubur nabi yang mulia Dengan semerbak shalawat Dan salam sejahtera(Makrifat Daun, Kuntowijoyo)

eramuslim - Malam sudah sampai ditengah-tengah, suara jalanan pun telah lengang. Dan kantuk itu tidak datang seperti biasanya. Ada yang menderu dalam relung dada. Ada yang bergemuruh. Sebuah buku yang masih terbuka di pangkuan, penyebabnya. Buku yang saya maksudkan agar mendatangkan lelap lebih mudah, ternyata malah berkebalikan. Biasanya belum sampai 2 halaman, mata ini pasti sudah rapat-rapat menutup begitu pula dengan bukunya.

Lembar demi lembar saya telusuri samudera aksara bermakna, tak lelah mata membaca, fikiran mencerna dan seringnya hati senut-senut. Saya ingin membaginya dengan kalian. Mudah -mudahan saya mampu.

***

Madinah Al-munawarah, pada dini hari. Membran malam perlahan tersingkap, berganti dengan subuh syahdu. Lengang berpulun dengan udara dingin menggigit. Dan deru sahara hanya terdengar dari jauh. Cerlang fajar sebentar lagi nampak. Shalat subuh hampir tiba, Rasulullah Saw dan para sahabat menyemut pada satu tempat, masjid. Semua hendak bertemu dengan yang di cinta, Allah. Namun sayang, air untuk berwudhu tidak setetes pun tersedia. Tempat mengambil air seperti biasanya kini kerontang.

Dan para sahabat pun terdiam, bahkan ada beberapa yang menyesali kenapa tidak mencari air terlebih dahulu untuk keperluan kekasih Allah itu berwudhu. Rasululllah pun bertanya kepada para sahabat "Adakah diantara kalian membawa kantung untuk menyimpan air?". Berebut para sahabat mengangsurkan kantung air yang dimilikinya. Lalu, Nabi yang begitu mereka cintai itu meletakkan tangannya diatasnya. Tidak seberapa lama, jemari manusia pilihan itu memancarkan air yang bening. "Hai Bilal, panggil mereka untuk berwudhu" sabda nabi kepada Bilal.

Dan para sahabat pun tak sabar merengkuh aliran air dari jemari sang Nabi. Di basuhnya semua anggota wudhu, ada banyak gumpalan keharuan dan pesona yang menyeruak. Bahkan Ibnu mas'ud mereguk air tersebut sepenuh cinta.

Shalat subuh pun berlangsung sendu, suara nabi mengalun begitu merdu. Ada banyak telinga yang terbuai, hati yang mendesis menahan rindu. Selesai memimpin shalat, nabi duduk menghadap para sahabat. Semua mata memandang pada satu titik yang sama, Purnama Madinah. Dan di sana, duduk sesosok cinta bersiap memberikan hikmah, seperti biasanya.

"Wahai manusia, Aku ingin bertanya, siapakah yang paling mempesona imannya?" Al-Musthafa memulai majelisnya dengan pertanyaan.

"Malaikat ya Rasul Allah" hampir semua menjawab.

Dan nabi memandang lekat wajah para sahabat satu persatu. Janggut para sahabat masih terlihat basah. "Bagaimana mungkin, malaikat tidak beriman sedangkan mereka adalah pelaksana perintah Allah."

"Para Nabi, ya Rasul Allah" jawab sahabat serentak.

"Dan bagaimana para Nabi tidak beriman, jika wahyu dari langit langsung turun untuk mereka".

"Kalau begitu, sahabat-sahabat engkau, wahai Rasulullah" pada saat menjawab ini banyak dari sahabat yang mengucapkannya malu-malu.

"Tentu saja para sahabat beriman kepada Allah, karena mereka menyaksikan apa yang mereka saksikan".

Selanjutnya mesjid hening. Semua bersiap dengan lanjutan sabda nabi yang mulia. Semua menunggu, sama seperti sebelumnya pesona sosok yang duduk ditengah-tengah mereka mampu menarik semua pandangan laksana magnet berkekuatan maha. Dan suara kekasih Allah itu kembali terdengar. "Yang paling mempesona imannya adalah kaum yang datang jauh sesudah kalian. Mereka beriman kepadaku, meski tak pernah satu jeda mereka memandang aku. Mereka membenarkan ku sama seperti kalian, padahal tak sedetikpun mereka pernah melihat sosok ini. Mereka hanya menemukan tulisan, dan mereka tanpa ragu mengimaninya dengan mengamalkan perintah dalam tulisan itu. Mereka membelaku sama seperti kalian gigih berjuang demi aku. Alangkah inginnya aku berjumpa dengan para ikhwanku itu".

Semua terpekur mendengar sabda tersebut. Kepada mereka nabi memanggil sapaan sahabat, sedang kepada kaum yang akan datang, nabi merinduinya dengan sebutan "Saudaraku". Alangkah bahagia bisa dirindui nabi sedemikian indah, benak para sahabat terliputi hal ini.

Dan terakhir nabi, mengumandangkan QS Al Baqarah ayat 3: "Mereka yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat, dan menginfakkan sebagian dari apa yang kami berikan kepada mereka". ***

Memang, tiada yang lebih indah, dirindui nabi seperti demikian. Kang Jalaluddin Rakhmat menyebutkan, keistimewaan sebutan 'saudara' ini disebabkan beberapa hal.

Pertama: Para sahabat menyaksikan langsung sosok nabi Muhammad, menjumpainya dalam keseharian, menemaninya dalam setiap kesempatan. Para sahabat bertemu langsung dengan beliau, memperhatikan segala perilaku indahnya. Para sahabat beriman kepada Nabi secara lahir. Sedangkan para ikhwan (saudara) mempercayai Rasulullah setelah membaca dan mendengar perilaku beliau.

Kedua: Para sahabat mengenal nabi secara langsung, berada di depan mata. Para sahabat melihat mukjizat seperti tadi, bukan dari cerita atau kisah. Para sahabat mengalaminya sendiri. Sedangkan para ikhwan mengenal nabi secara tidak langsung, hanya berdasarkan bukti-bukti yang rasional. Dan hal ini memerlukan pembelajaran yang tidak mudah, karena lebih abstrak. Dan fitrah manusia selalu mengedepankan hal-hal yang dilihat secara nyata.

Selanjutnya kang Jalal menghimbau, Cintailah Rasululullah, maka ia akan menjadi pusat perhatian. Kapan saja ia diperbincangkan maka kita akan selalu semangat menyimak. Cintailah Rasulullah maka kita akan meniru perilakunya dengan hasil baik. Dan yang lebih dahsyat lagi, cintailah Rasulullah maka beliau akan menganggap kita sebagai saudara (ikhwan) dan janji Allah dalam QS. Annisa: 69, seorang pencinta Rasul akan digabungkan dengan orang-orang yang memperoleh nikmat Allah yaitu Para nabi, para shidiqin, para syahid dan orang-orang shaleh.

***

Tak ada salahnya, pabila saat ini saya mengenang sosok yang hanya saya tahu ciri-cirinya dari sebuah buku. Mengapakah terlalu sering saya mengabaikan teladan sempurna ini. Bahkan, terlalu jauh saya terlontar dari sunnahnya. Padahal, engkau ya Rasul Allah, begitu memperhatikan kami, hingga kami disebut pada saat-saat terakhir kehidupanmu. Ketika maut menjemput, nafas satu-satu dan detik-detik penghabisan di dunia sebelum dengan anggun engkau dipanggil Allah.

Maafkan saya, ya nabi pilihan Allah, shirahmu saya baca tetapi saya hanya mengemasnya dengan rapi dalam memori sebagai sebuah kisah yang nantinya akan saya sampaikan kepada yang lain. Engkau merindukan umat yang berjuang untuk membelamu, padahal saya sama sekali tidak berbuat apapun. Engkau rindui sosok-sosok yang mencintaimu dengan segenap jiwa, dan saya tidak tahu apa bukti kecintaan yang telah saya persembahkan meski hanya sekuntum saja. Betapa malunya saya wahai Rasulullah.

Meski demikian, perkenankan saya menyampaikan salam, salam cinta dan salam kerinduan. Salam bagimu ya Rasul Allah, salam bagimu duhai kekasih Allah yang mulia. Inilah si lemah dari sekian abad dari masamu yang terbentang, menyampaikan salam pekat kerinduan. Inilah si dungu, meski dengan tubuh penuh dengan karat dosa, dengan mata yang seringkali tak terarah, dengan mulut yang kerap menghina dan berdusta, dengan telinga yang sering tuli terhadap kepedihan sesama, memberanikan diri menyapamu dalam kesendirian.

Mengenang engkau ya Rasul Allah, menetaskan dahaga hebat bagi kerontangnya jiwa ini untuk berjumpa denganmu. Mengingatimu tentang betapa rekatnya engkau mencintai para pengikut yang datang jauh setelah engkau tiada, mengkristalkan haru yang tiada tara. Betapapun besar rasa malu ini, terimalah salam, wahai pembawa cahaya kepada dunia.

Betapapun buruk rupa jiwa ini, Betapapun kerdil pikiran ini, Betapapun kelu lidah ini berucap, Ingin saya sampaikan kepadamu wahai nabi al-musthafa: Shallaallaahu ala muhammad, shallalhu alaihi wasallam... Salam bagimu ya Rasul Allah.

Sahabat, telah sering kita mengucapkan shalawat terhadap junjungan nabi Mulia, bahkan mungkin disetiap jeda yang kita punya, salam untuk sang tercinta tak lupa kita ungkap. Namun apakah salam yang kita sampaikan benar-benar salam yang ikhlas, salam tanda cinta kita, ataukah salam yang refleks keluar dari mulut kita tanpa ada makna? Wallahu 'A'lam.

mudah-mudahan saat ini dalam dadamu ada yang bergemuruh juga.

Cobalah Mencintai-Nya

Publikasi 21/07/2003 09:42 WIB

eramuslim - Cinta mungkin sebuah kata agung yang paling sering membuat seseorang tergugu di hadapannya. Segala teori dan argumentasi yang dilontarkan akan lumpuh begitu saja saat kita sendiri yang mengalami bagaimana hebatnya cinta itu mempengaruhi diri kita. Mungkin sulit dipahami bagi orang yang sedang tak mencinta, bagaimana rasa cinta itu menjelma menjadi ratusan ribu pulsa telepon, berlimpahnya waktu untuk menunggu yang terkasih walau kita sedang dalam deadline ketat, terbuka lebarnya mata mengerjakan tugas-tugas demi membantu yang tersayang. Bongkahan pengorbanan yang tak rela dipecahkan

Merasakan cinta seperti merasakan hangatnya matahari. Kita selalu merasa kehangatan itu akan terus menyirami diri. Setiap pagi menanti mentari, tak pernah terpikirkan akan turun hujan atau badai karena kita percaya semua itu pasti akan berlalu dan mentari akan kembali, menghangati ujung kaki dan tangan yang sedikit membeku. Mentari ada di sana, dan dia pasti setia.

Terkadang kita lupa, matahari yang hidup dan mengisi hidup itu adalah hamba dari Penguasa kehidupan, kehidupan kita, kehidupan matahari. Satu waktu matahari harus pergi, walau ia tak pernah meminta, walau pinta tak pernah kita ucapkan. Jadi, ia akan pergi, apapun yang terjadi. Karena ini adalah kehendak-Nya. Segala yang ada di dunia ini tidak pernah abadi, karenanya ia bisa pergi. Selamanya, bukan sementara. Inilah dunia. Senang atau tidak, kita hanya bisa terima. Mungkin kita ingin protes, ingin teriak; betapa tak adilnya! Tapi kita cuma akan dijawab oleh tebing karang yang bisu, atau lolongan anjing dari kejauhan yang terdengar mengejek. Mungkin kita kecewa dan ingin mengakhiri hidup. Mungkin kita begitu ingin memukul, tapi cuma angin yang bisa dikenai. Sekarang coba dulu lihat, apakah itu mengubah apa pun? Tak ada yang berubah kecuali semakin dalamnya rasa sakit itu.

Maka ketika kuasa-Nya yang mutlak menjambak cinta sementara kita pada matahari, kita bisa apa? Karena kita cuma hamba, kita cuma budak! Kita hanya bisa menelan kepahitan yang kita ciptakan sendiri.

Mungkin yang perlu kita jawab; mengapa kita melabuhkan cinta begitu besarnya pada manusia? Padahal kita tahu tak ada yang abadi di dunia ini. Mengapa?

Allah menciptakan cinta di antara manusia. Dia yang paling hebat, paling tahu bagaimana cinta itu, bagaimana mencintai, bagaimana dicintai. Kenapa kita begitu sok, merasa paling mencintai, merasa paling dicintai, merasa memiliki segalanya dengan cinta. Padahal cinta itu cuma dari manusia, untuk manusia. Dan suatu hari cinta itu akan hilang. Mungkin tak cuma pupus, tapi tak berbekas, tak berjejak. Hanya cinta yang begitukah yang kita inginkan?

Kenapa kita tak mencoba raih matahari cintanya Allah, yang tak pernah tenggelam dan tak pernah sirna. Tak pernah usang, tak hancur, dan tak akan pernah sia-sia. Mencintai Allah? Terlalu abstrak, terlalu aneh. Masa? Itu karena kita tak pernah merasa dekat, tak pernah berusaha mendekati-Nya. Allah menjadi asing karena kita memposisikan Allah sebagai sesuatu yang berada di langit yang tinggi dan tak mungkinlah kita mencapainya. Jangankan mencintai, membayangkan untuk mendekatinya saja tak mungkin.

Tahukah kamu, Dia menawarkan cinta-Nya untuk kita. Hebat kan? Kita? Manusia yang hina dina yang berasal dari setetes sperma yang hina? Ditawarkan cinta dari pembuat cinta? Cck ckk Apa nggak salah, nih? Kemudian kita malah menolak dan menjauh? Wah wah betapa bodohnya ...Kalau cinta seperti itu tertolak, cinta apa lagi yang kita harapkan? Cinta yang membawa pada kekecewaan, rasa sakit, atau derita? Cinta yang hanya mekar semusim lalu luruh tak berbekas, bahkan wanginya. Percayalah cinta yang ditawarkan-Nya tak pernah menguncup, mekar, atau luruh. cinta-Nya abadi, mekar selamanya. Dan Dia akan memberi kita cinta dari manusia. Mentari itu terus di sana, kapan dan di manapun kita ingin merasakan hangatnya. Kita punya cinta dari Allah.

Apakah kita tak berniat membalas ketulusan cinta itu?

al BirruOase

Profil Pemimpin Islam

Publikasi 17/07/2003 10:03 WIB

eramuslim - Setiap insan dalam kehidupan ini mempunyai fungsi sebagai pemimpin. Minimal kepemimpinan di rumah tangga atau diri pribadi. Seorang suami adalah pemimpin bagi istri sekaligus anak-anaknya, seorang presiden adalah pemimpin bagi rakyatnya dan begitu seterusnya, dalam setiap individu manusia yang akhirnya menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.

Dewasa ini kepemimpinan cenderung dimanfaatkan untuk pemuasan hak pribadi yang ironisnya "Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan"- Mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan orang banyak, melupakan "amanat kepemimpinan" yang diamanahkan atas dirinya- melanggar hak-hak konstitusi yang sudah disepakati bersama, juga kolusi untuk kepentingan kekuatan kepemimpinannya.

Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam kitab Al siyaasah al syar'iyyah: bahwa karena kepemimpinan merupakan suatu amanat maka untuk meraihnya harus dengan cara yang benar, jujur dan baik. Dan tugas yang diamanatkan itu juga harus dilaksanakan dengan baik dan bijaksana. Karena itu pula dalam menunjuk seorang pemimpin bukanlah berdasarkan golongan dan kekerabatan semata tapi, lebih mengutamakan keahlian, profesionalisme dan keaktifan. Peka dalam menerima solusi-solusi yang membangun atau menerima kritik-kritik yang menuju kepada perbaikan.

Substansi kepemimpinan dalam kacamata Islam merupakan sebuah amanat yang harus diberikan kepada orang yang benar-benar "ahli", berkualitas dan memiliki tanggungjawab yang jelas dan benar serta adil, jujur dan bermoral baik. Inilah beberapa kriteria yang islam tawarkan dalam memilih seorang pemimpin yang sejatinya dapat membawa ummat kepada kehidupan yang lebih baik, harmonis, dinamis, makmur sejahtera dan tentram.

Disamping itu, pemimpin juga harus orang yang bertaqwa kepada Allah. Karena ketaqwaan ini sebagai acuan dalam melihat sosok pemimpin yang benar-benar akan menjalankan amanah. Bagaimana mungkin pemimpin yang tidak bertaqwa dapat melaksanakan kepemimpinannya? Karena dalam terminologinya, taqwa diartikan sebagai melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Taqwa berarti ta'at dan patuh -takut melanggar/mengingkari dari segala bentuk perintah Allah-. Memilih pemimpin bukan didasari oleh sikap pilih kasih, nepotisme atau kecendrungan primordial yang sempit. Atau memilih seorang pemimpin yang gila jabatan, ambisius dalam meraih kursi jabatan atau vested interested. Tapi hendaknya kepemimpinan diberikan kepada orang yang "ikhlas" dan dipercaya dalam mengemban amanah. Senantiasa memperioritaskan kemaslahatan ummat daripada kepentingan pribadi, kelompok atau keluarga.

Khalifah Abu bakar Assiddiq ra pernah berpidato saat dilantik menjadi pemimpin ummat sepeninggalan Rasulullah Saw yang mana inti dari isi pidato tersebut dapat dijadikan pandangan dalam memilih profil seorang pemimpin yang baik. Isi pidato tersebut diterjemahkan sebagai berikut:

"Saudara-saudara, Aku telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku yang terbaik diantara kalian semuanya, untuk itu jika aku berbuat baik bantulah aku, dan jika aku berbuat salah luruskanlah aku. Sifat jujur itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. 'Orang lemah' diantara kalian aku pandang kuat posisinya di sisiku dan aku akan melindungi hak-haknya. 'Orang kuat' diantara kalian aku pandang lemah posisinya di sisiku dan aku akan mengambil hak-hak mereka yang mereka peroleh dengan jalan yang jahat untuk aku kembalikan kepada yang berhak menerimanya. Janganlah diantara kalian meninggalkan jihad, sebab kaum yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah Swt. Patuhlah kalian kepadaku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika aku durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mematuhiku. Kini marilah kita menunaikan sholat semoga Allah Swt melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua".

Ada 7 poin yang dapat diambil dari inti pidato khalifah Abu Bakar ra ini, diantaranya:

1. Sifat rendah hati. Pada hakikatnya kedudukan pemimpin itu tidak berbeda dengan kedudukan rakyatnya. Ia bukan orang yang harus terus di istimewakan. Ia hanya sekedar orang yang harus didahulukan selangkah dari yang lainnya karena ia mendapatkan kepercayaan dalam memimpin dan mengemban amanat. Ia seolah pelayan rakyat yang diatas pundaknya terletak tanggungjawab besar yang mesti dipertanggungjawabkan. Dan seperti seorang "partner" dalam batas-batas yang tertentu bukan seperti "tuan dengan hambanya". Kerendahan hati biasanya mencerminkan persahabatan dan kekeluargaan, sebaliknya ke-egoan mencerminkan sifat takabur dan ingin menang sendiri.

2. Sifat terbuka untuk dikritik. Seorang pemimpin haruslah menanggapi aspirasi-aspirasi rakyat dan terbuka untuk menerima kritik-kritik sehat yang membangun dan konstruktif. Tidak seyogiayanya menganggap kritikan itu sebagai hujatan, orang yang mengkritik sebagai lawan yang akan menjatuhkannya lantas dengan kekuasaannya mendzalimi orang tersebut. Tetapi harus diperlakukan sebagai "mitra"dengan kebersamaan dalam rangka meluruskan dari kemungkinan buruk yang selama ini terjadi untuk membangun kepada perbaikan dan kemajuan. Dan ini merupakan suatu partisipasi sejati sebab sehebat manapun seorang pemimpin itu pastilah memerlukan partisipasi dari orang banyak dan mitranya. Disinilah perlunya social-support dan social-control. Prinsip-prinsip dukungan dan kontrol masyarakat ini bersumber dari norma-norma islam yang diterima secara utuh dari ajaran Nabi Muhammad Saw.

3. Sifat jujur dan memegang amanah. Kejujuran yang dimiliki seorang pemimpin merupakan simpati rakyat terhadapnya yang dapat membuahkan kepercayaan dari seluruh amanat yang telah diamanahkan. Pemimpin yang konsisten dengan amanat rakyat menjadi kunci dari sebuah kemajuan dan perbaikan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah didatangi putranya saat dia berada dikantornya kemudian bercerita tentang keluarga dan masalah yang terjadi dirumah. Seketika itu Umar mematikan lampu ruangan dan si anak bertanya dari sebab apa sang ayah mematikan lampu sehingga hanya berbicara dalam ruangan yang gelap, dengan sederhana sang ayah menjawab bahwa lampu yang kita gunakan ini adalah amanah dari rakyat yang hanya dipergunakan untuk kepentingan pemerintahan bukan urusan keluarga.

4. Sifat berlaku adil. Keadailan adalah konteks real yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dengan tujuan demi kemakmuran rakyatnya. Keadilan bagi manusia tidak ada yang relatif. Islam meletakkan soal penegakan keadilan itu sebagai sikap yang esensial. Seorang pemimpin harus mampu menimbang dan memperlakukan sesuatu dengan seadil-adilnya bukan sebaliknya berpihak pada seorang saja-berat sebelah. Dan orang yang "lemah" harus dibela hak-haknya dan dilindungi sementara orang yang "kuat" dan bertindak zhalim harus dicegah dari bertindak sewenang-wenangnya.

5. Komitmen dalam perjuangan. Sifat pantang menyerah dan konsisten pada konstitusi bersama bagi seorang pemimpin adalah penting. Teguh dan terus Istiqamah dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Pantang tergoda oleh rayuan dan semangat menjadi orang yang pertama di depan musuh-musuh yang hendak menghancurkan konstitusi yang telah di sepakati bersama.

6. Bersikap demokratis. Demokrasi merupakan "alat" untuk membentuk masyarakat yang madani, dengan prinsip-prinsip segala sesuatunya dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat. Dalam term ini pemimpin tidak sembarang memutuskan sebelum adanya musyawarah yang mufakat. Sebab dengan keterlibatan rakyat terhadap pemimpinnya dari sebuah kesepakatan bersama akan memberikan kepuasan, sehingga apapun yang akan terjadi baik buruknya bisa ditanggung bersama-sama. Ibaratnya seorang imam dalam sholat yang telah batal maka tidak diwajibkan baginya untuk meneruskan sholat tersebut, tetapi ia harus bergeser kesamping sehingga salah seorang makmum yang berada dibelakang imam yang harus menggantikannya.

7. Berbakti dan mengabdi kepada Allah Dalam hidup ini segala sesuatunya takkan terlepas dari pandangan Allah, manusia bisa berusaha semampunya dan sehebat-hebatnya namun yang menentukannya adalah Allah. Hubungan seorang pemimpin dengan Tuhannya tak kalah pentingnya yaitu dengan berbakti dan mengabdi kepada Allah. Semua ini dalam rangka memohon pertolongan dan ridho Allah semata. Dengan senantiasa berbakti kepada-Nya terutama dalam menegakkan sholat lima waktu contohnya, seorang pemimpin akan mendapat hidayah untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang keji dan tercela. Selanjutnya ia akan mampu mengawasi dirinya dari perbuatan-perbuatan hina tersebut, karena dengan sholat yang baik dan benar menurut tuntunan ajaran Islam dapat mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar (lihat Q.S.Al Ankabuut :45 ). Sifat yang harus terus ia aktualisasikan adalah ridho menerima apa yang dicapainya. Syukur bila meraih suatu keberhasilan dan memacunya kembali untuk lebih maju lagi dan sabar serta tawakkal dalam menghadapi setiap tantangan dan rintangan, sabar dan tawakkal saat menghadapi kegagalan.

Dari rangkaian syarat-syarat pemimpin diatas sedikit dapat kita jadikan pandangan dalam memilih sosok pemimpin, dan masih banyak lagi ketentuan-ketentuan pemimpin yang baik dalam kacamata Islam yang bisa kita gali baik yang tersurat maupun tersirat di dalam Al Qur'an dan Hadist-hadist Nabi Saw.

Pemimpin ibarat seorang "supir" bus yang membawa penumpang-penumpangnya pada suatu tujuan dengan selamat dan memuaskan. Sebagai seorang supir pastilah harus menguasai dan ahli dalam menyupir serta segala "tetek-bengek" nya, baik itu teknisi atau perbengkelannya dan mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh polisi pada rambu-rambu lalu-lintas. Kondektur bus tersebut adalah tim ahli yang juga dibutuhkan partisipasinya, yang membantu supir dalam mengontrol keadaan bus dan mendata jumlah penumpang serta menjaga barang-barang bawaan penumpang. Dalam hal ini kondektur diumpamakan dewan-dewan legislatif yang turut berpartisipasi selalu membantu program-program kerja pemimpin dalam membawa bangsa dan rakyatnya. Kaca spion, lampu, rem dan lainnya merupakan peralatan yang harus ada dan lengkap untuk menempuh perjalanan. Peralatan-peralatan seperti kaca spion, setir, klakson dan lainnya itu seperti perundang-undangan yang disepakati bersama dan layak untuk dipakai.

Mana mungkin penumpang akan naik sebuah bus yang tak ada kaca spion, rem, lampu dan peralatan-peralatan lainnya? Peralatan-peralatan itu juga bisa di- "utak-atik" dengan selera masing-masing menurut mode dan selera yang sama-sama disepakati. Kalau bus dengan peralatan-peralatan yang telah disepakati bersama dapat menghantarkan penumpang ke tujuannya, mengapa tidak perundang-undangan yang disetujui bersama dapat menjadikan rakyat kepada tatanan kehidupan yang makmur dan sejahtera.

Supir yang sudah ahli dengan peralatan-peralatan yang lengkap belum menjadi jaminan untuk sampai ketujuan kecuali dengan do'a mengharap lindungan Allah. Tak lebihnya juga, seorang pemimpin dengan dewan-dewan legislatifnya serta rakyat belum menjamin kemakmuran dan kesejahteraan kecuali dengan ridho dan hidayah Allah. Disinilah pentingnya ketaqwaan itu, dengan kepatuhan dan ketaatannya kepada yang Maha Kuasa. Pemimpin hanya bisa mengusahakan selamat sampai tujuan, namun yang menentukannya tetaplah Allah.

Selanjutnya, bentuk jalan yang berliku-liku berlubang dan tikungan atau mulus lurus dan tak putus-putus merupakan kodrat yang ada pada alam ini. Itulah ibaratnya sunnatullah yang telah Allah tentukan kepada makhluknya. Ada kanan pastilah ada kiri. Lurusnya jalan pastilah ada tikungan. Mulusnya jalan pastilah ada lubang-lubangnya. Inilah ketentuan-ketentuan Allah yang tidak mungkin kita lari dari-Nya.

Supir pun harus bisa bersikap equal menyikapi tuntutan para penumpang yang dianggap sehat dan baik. Tuntutan penumpang pastilah tidak jauh dari tuntutan keselamatan bersama. Begitu juga, seorang pemimpin haruslah seimbang dengan tuntutan-tuntutan rakyat yang tidak menyalahi konstitusi demi kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Tuntutan rakyat biasanya lahir karena melihat adanya kepincangan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pemimpin tersebut.

Begitulah sepatutnya yang diharapkan dari kehidupan ini pada diri seorang pemimpin dalam membawa ummat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan bagi hidup dirinya dan rakyat yang dipimpinnya. Begitu pula, hendaknya dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan kepemimpinan menurut tuntunan ajaran islam seperti yang diuraikan di atas.

Menjelang Pemilu 2004 nanti diharapkan pada pemimpin untuk komitmen pada konstitusi yang ada. Dan diharapkan juga ketelitian rakyat dalam memilih pemimpinnya sesuai tuntunan ajaran islam. Wallahu 'a'lam.

"Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami telah mewahyukan kepada mereka untuk mengerjakan kebajikan, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan selalu menyembah (mengabdi) kepada Kami." (QS. Al-anbiya':73)

Mukhlis ZamzamiMahasiswa Aligarh Muslim University, India.

Menikah Adalah Keajaiban

Publikasi 07/07/2003 08:30 WIB

eramuslim - Saya selalu mengatakan bahwa menikah adalah hal yang sangat kodrati. Dalam bahasa saya, menikah tidak dapat dimatematiskan. Jika suatu saat ada orang yang mengatakan, secara materi saya belum siap, saya akan selalu mengejar dengan pertanyaan yang lain, berapa standar kelayakan materi seseorang untuk menikah?Tak ada. Sebenarnya tak ada. Jika kesiapan menikah diukur dengan materi, maka betapa ruginya orang-orang yang papa. Begitu juga dengan kesiapan-kesiapan lain yang bisa diteorikan seperti kesiapan emosi, intelektual, wawasan dan sebagainya. Selalu tak bisa dimatematiskan. Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa menikah adalah sesuatu yang sangat kodrati.

Bukan dalam arti saya menyalahkan teori-teori kesiapan menikah yang telah dibahas dan dirumuskan oleh para ustadz. Tentu saja semua itu perlu sebagai wacana memasuki sebuah dunia ajaib bernama keluarga itu.

Sebagai contoh saja, banyak pemuda berpenghasilan tinggi, namun belum juga merasa siap untuk menikah. Belum cukup, lah... itu alasan yang paling mudah dijumpai. Dengan gaji sekarang saja saya hanya bisa hidup pas-pasan. Bagaimana kalau ada anak dan istri? Oya, saya juga belum punya rumah....

O-o... Saudaraku, kalau kau menunggu gajimu cukup, maka kau tak akan pernah menikah. Bisa jadi besok Allah menghendaki gajimu naik tiga kali lipat. Tapi percayalah, pada saat yang bersamaan, tingkat kebutuhanmu juga akan naik... bahkan lebih tiga kali lipat. Saat seseorang tak memiliki banyak uang, ia tak berpikir pakaian berharga tertentu, televisi, laptop... atau mungkin hp merk mutakhir. Saat tak memiliki banyak uang, makan mungkin cukup dengan menu sederhana yang mudah ditemui di warung-warung pinggir jalan. Tapi bisakah demikian saat Anda memiliki uang? Tidak akan. Selalu saja ada keinginan yang bertambah, lajunya lebih kencang dari pertambahan kemampuan materi. Artinya, manusia tidak akan ada yang tercukupi materinya.

Menikah adalah sebuah elemen kodrati sebagaimana rezeki dan juga ajal. Tak akan salah dan terlambat sampai kepada setiap orang. Tak akan bisa dimajukan ataupun ditahan. Selalu tepat sesuai dengan apa yang telah tersurat pada awal penciptaan anak Adam.

Menikah adalah salah satu cara membuka pintu rezeki, itu yang pernah saya baca di sebuah buku. Ada pula sabda Rasulullah, Menikahlah maka kau akan menjadi kaya. Mungkin secara logika akan sangat sulit dibuktikan statemen-statemen tersebut. Taruhlah, pertanyaan paling rewel dari makhluk bernama manusia, Bagaimana mungkin saya akan menjadi kaya sedangkan saya harus menanggung biaya hidup istri dan anak? Dalam beberapa hal yang berkaitan dengan interaksi sosial juga tidak bisa lagi saya sikapi dengan simpel. Contoh saja, kalau ada tetangga atau teman yang hajatan, menikah dan sebagainya, saya tentu saja tidak bisa lagi menutup mata dan menyikapinya dengan konsep-konsep idealis. Saya harus kompromi dengan tradisi; hadir, nyumbang... yang ini berarti menambah besar pos pengeluaran. Semua itu tak perlu menjadi beban saya pada saat saya belum berkeluarga.Saat saya dihadapkan pertanyaan menikah pertama kali dalam hidup saya, saya sempat maju mundur dan gamang dengan wacana-wacana semacam ini. Lama sekali saya menemukan keyakinan -belum jawaban, apalagi bukti- bahwa seorang saya hanyalah menjadi perantara Allah memberi rezeki kepada makhluk-Nya yang ditakdirkan menjadi istri atau anak-anak saya.

Harusnya memang demikian. Itulah keajaiban yang kesekian dari sebuah pernikahan. Saya sendiri menikah pada tahun 1999, saat umur saya dua puluh tahun. Saat itu saya bekerja sebagai buruh di sebuah perusahaan bakery tradisional. Tentu saja, saya sudah menulis saat itu kendati interval pemuatan di majalah sangat longgar. Kadang-kadang sebulan muncul satu tulisan, itu pun kadang dua bulan baru honornya dikirim.

Dengarkan...! Dengarkan baik-baik bagian cerita saya ini.

Sebulan setelah saya menikah, tiga cerpen saya sekaligus dimuat di tiga media yang berbeda. Beberapa bulan berikutnya hampir selalu demikian, cerpen-cerpen saya semakin sering menghiasi media massa. Interval pemuatan cerpen tersebut semakin merapat. Saat anak saya lahir, pada pekan yang sama, ada pemberitahuan dari sebuah majalah remaja bahwa mulai bulan tersebut, naskah fiksi saya dimuat secara berseri. Padahal, media tersebut terbit dua kali dalam sebulan. Ini berarti, dalam sebulan sudah jelas ada dua cerpen yang terbit dan itu berarti dua kali saya menerima honor. Ini baru serialnya. Belum dengan cerpen-cerpen yang juga secara rutin saya kirim di luar serial.

Tunggu... semua itu belum berhenti. Saat anak saya semakin besar dan semakin banyak pernak-pernik yang harus saya penuhi untuknya, lagi-lagi ada keajaiban itu. Satu per satu buku saya diterbitkan. Royalti pun mulai saya terima dalam jumlah yang... hoh-hah...! Subhanallah...!

Entah, keajaiban apa lagi yang akan saya temui kemudian. Yang jelas, saat ini saya harus tetap berusaha meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya hanyalah perantara rezeki bagi anak dan istri saya... juga mungkin orang lain. Dengan begitu, mudah-mudahan saya bisa melepaskan hak-hak tersebut yang melekat pada uang gaji ataupun royalti yang saya terima.

Ya Allah... mampukan saya.

Sakti WibowoCikutra, Bandung.Selasa, 28 Januari 2003, 8:48:44