article-asia pacific forest carbon training

4
Asia Pacific Forest Carbon Training Teks: Rini Sucahyo Conservation International mengadakan pelatihan tentang perubahan iklim dalam rangka mendukung proyek karbon di bidang kehutanan. Dalam rangka menghadapi isu perubahan iklim di negara-negara Asia dan Pasifik, Conservation International (CI) menggelar sebuah pelatihan tentang pemahaman teknis dari nilai serapan karbon hutan-hutan Asia-Pasifik. Pelatihan yang berlangsung tanggal 23 - 27 Juni 2008 lalu di Sanur Beach Hotel Bali ini dihadiri oleh 50 ahli konservasi alam, pengelolaan hutan dan klimatologi dari 10 negara di dunia. Pada pelatihan ini, CI membahas dan berbagi ilmu di bidang sains, kebijakan dan pasar dalam melaksanakan perdagangan karbon di bidang kehutanan. “Isu-isu tentang perubahan iklim memang sangat menarik, tetapi diperlukan keahlian khusus dalam menanggapinya” ujar Dr. Celia Harvey, Direktur Program Perubahan Iklim CI. “Dalam pelatihan ini, kami membahas tentang bagaimana merencanakan sebuah proyek karbon sekaligus implementasinya di bidang konservasi alam dalam menghadapi perubahan iklim, serta hubungannya dengan laju kepunahan keanekaragaman hayati.” Upaya Menjawab Tantangan Perubahan Iklim Sesuai penjelasan Celia, pelatihan ini difokuskan pada aktivitas mitigasi dalam perubahan iklim, pelestarian keanekaragaman hayati dan penghidupan masyarakat lokal secara berkelanjutan. Dalam konteks proyek karbon, Celia dan tim instruktur membicarakan program konservasi hutan yang berhubungan dengan pengurangan emisi gas rumah kaca yang menjadi dampak dari kerusakan atau degradasi hutan (dikenal dengan istilah REDD Reduced Emissions from Deforestation and Degradation), serta melalui program CDM (Clean Development Mechanism) seperti program-program reforestrasi dan restorasi yang merupakan bagian dari mitigasi perubahan iklim dengan cara penyimpanan karbon. Beberapa LSM konservasi alam, wakil-wakil dari universitas, pemerintah, organisasi internasional dan badan penelitian dari Indonesia, Papua Nugini, Kepulauan Salomon, Fiji, Samoa, Jepang, Cina, Filipina, Kamboja dan Australia, bergabung dalam ajang ini untuk saling belajar sekaligus saling berbagi pengalaman dan berbagai tantangannya. “Kami sangat bangga dapat menggelar pelatihan ini dan kami berharap pelatihan ini dapat meningkatkan kemampuan negara-negara yang mempunyai hutan yang dapat berfungsi sebagai penyerap karbon” ujar Dr. Jatna Supriatna, Regional Vice President CI Indonesia. CI memang telah berpengalaman dalam memberikan pelatihan serupa di beberapa tempat di dunia. Pelatihan ini kali inipun diharapkan dapat menjawab tantangan tertentu dalam menghadapi kerusakan hutan yang terjadi di negara-negara Asia-Pasifik. Perubahan Iklim & Keanekaragaman Hayati Pada hari pertama, Celia Harvey dan Jonathan Philipsborn secara resmi membuka acara, mewakili para instruktur lainnya dari kantor pusat CI di Arlington, Amerika Serikat, yaitu Mario Chacon, Pauline Gaden dan Marc Steininger. Setelah memaparkan agenda selama

Upload: rini-sucahyo

Post on 22-Jan-2018

110 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: article-asia pacific forest carbon training

Asia Pacific Forest Carbon TrainingTeks: Rini Sucahyo

Conservation International mengadakan pelatihan tentang perubahan iklim dalam rangka mendukung proyek karbon di bidang kehutanan.

Dalam rangka menghadapi isu perubahan iklim di negara-negara Asia dan Pasifik, Conservation International (CI) menggelar sebuah pelatihan tentang pemahaman teknis dari nilai serapan karbon hutan-hutan Asia-Pasifik. Pelatihan yang berlangsung tanggal 23 - 27 Juni 2008 lalu di Sanur Beach Hotel Bali ini dihadiri oleh 50 ahli konservasi alam, pengelolaan hutan dan klimatologi dari 10 negara di dunia. Pada pelatihan ini, CI membahas dan berbagi ilmu di bidang sains, kebijakan dan pasar dalam melaksanakan perdagangan karbon di bidang kehutanan.

“Isu-isu tentang perubahan iklim memang sangat menarik, tetapi diperlukan keahlian khusus dalam menanggapinya” ujar Dr. Celia Harvey, Direktur Program Perubahan Iklim CI. “Dalam pelatihan ini, kami membahas tentang bagaimana merencanakan sebuah proyek karbon sekaligus implementasinya di bidang konservasi alam dalam menghadapi perubahan iklim, serta hubungannya dengan laju kepunahan keanekaragaman hayati.”

Upaya Menjawab Tantangan Perubahan IklimSesuai penjelasan Celia, pelatihan ini difokuskan pada aktivitas mitigasi dalam perubahan iklim, pelestarian keanekaragaman hayati dan penghidupan masyarakat lokal secara berkelanjutan. Dalam konteks proyek karbon, Celia dan tim instruktur membicarakan program konservasi hutan yang berhubungan dengan pengurangan emisi gas rumah kaca yang menjadi dampak dari kerusakan atau degradasi hutan (dikenal dengan istilah REDD – Reduced Emissions from Deforestation and Degradation), serta melalui program CDM (Clean Development Mechanism) seperti program-program reforestrasi dan restorasi yang merupakan bagian dari mitigasi perubahan iklim dengan cara penyimpanan karbon.

Beberapa LSM konservasi alam, wakil-wakil dari universitas, pemerintah, organisasi internasional dan badan penelitian dari Indonesia, Papua Nugini, Kepulauan Salomon, Fiji, Samoa, Jepang, Cina, Filipina, Kamboja dan Australia, bergabung dalam ajang ini untuk saling belajar sekaligus saling berbagi pengalaman dan berbagai tantangannya.

“Kami sangat bangga dapat menggelar pelatihan ini dan kami berharap pelatihan ini dapat meningkatkan kemampuan negara-negara yang mempunyai hutan yang dapat berfungsi sebagai penyerap karbon” ujar Dr. Jatna Supriatna, Regional Vice President CI Indonesia. CI memang telah berpengalaman dalam memberikan pelatihan serupa di beberapa tempat di dunia. Pelatihan ini kali inipun diharapkan dapat menjawab tantangan tertentu dalam menghadapi kerusakan hutan yang terjadi di negara-negara Asia-Pasifik.

Perubahan Iklim & Keanekaragaman HayatiPada hari pertama, Celia Harvey dan Jonathan Philipsborn secara resmi membuka acara, mewakili para instruktur lainnya dari kantor pusat CI di Arlington, Amerika Serikat, yaitu Mario Chacon, Pauline Gaden dan Marc Steininger. Setelah memaparkan agenda selama

Page 2: article-asia pacific forest carbon training

seminggu ini, pelatihan pun dimulai dengan pembahasan umum mengenai perubahan iklim serta dampak-dampaknya pada ekosistem dan keanekaragaman hayati.

Semua fakta yang berhubungan dengan perubahan iklim dibeberkan di sini. Mulai dari peningkatan suhu global secara drastis selama satu dekade terakhir ini, perubahan pola hujan di dunia, berbagai bencana alam yang melanda belakangan ini, naiknya permukaan air laut, es yang meleleh di kutub maupun di berbagai belahan dunia lainnya, hingga pemutihan (bleaching) yang terjadi di daerah-daerah terumbu karang. Semua ini adalah tanda-tanda nyata terjadinya perubahan iklim yang tidak mungkin disangkal lagi dan berdampak terhadap beragam ekosistem dan segala kehidupan di dalamnya, termasuk kehidupan kita, umat manusia.

Penyebab utama perubahan iklim tentunya juga dibahas dengan rinci. Terbukti memang, revolusi industri selama dua abad terakhir menjadi pemicu utama bertambahnya gas-gas rumah kaca di atmosfir planet ini. Gas rumah kaca yang tadinya bersifat alami, alias berasal sepenuhnya dari alam, kini ditambah dalam jumlah besar oleh gas-gas yang diproduksi manusia. Belum lagi gas-gas rumah kaca akibat konversi berbagai lahan menjadi areal perkebunan, pertanian, peternakan, pemukiman dan pembangunan kawasan urban. Padahal seharusnya masing-masing lahan ini justru merupakan ekosistem unik yang bisa menjaga keseimbangan alam dan memberikan “jasa-jasanya” kepada manusia berupa air bersih, kemampuan mengontrol erosi, produksi oksigen, penyerap karbon dan juga pemandangan indah yang dapat dimanfaatkan sebagai aset pariwisata.

Simak tabel berikut yang berisi susunan gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfir akibat aktivitas manusia, serta lama “hidupnya” di atmosfir.

Gas Rumah Kaca

Dari IndustriDari Konversi

LahanUmur di Atmosfir

Perbandingan dengan CO2

Karbon dioksida (CO2)

Pembakaran minyak bumi dan pabrik semen

Penebangan dan pembakaran hutan

Bervariasi (5 – 2000

tahun)(1)

Metana (CH4)

Sampah, tambang batu bara dan produksi gas alam

Konversi lahan gambut, pertanian dan peternakan

12 tahun 23

Dinitro oksida (N2O)

Pembakaran minyak bumi dan produksi asam nitrogen

Penggunaan pupuk dan pembakaran biomasa

114 tahun 296

Hidrofluorokarbon (HFC)

Proses industri / pabrik

- 260 tahun 120 – 12,000

Perfluorokarbon (PFC)

Proses industri / pabrik

-10,000 tahun

5,700 – 11,900

Sulfur heksafluorida (SF6)

Transmisi dan sistem distribusi listrik

-3,200 tahun

22,200

Page 3: article-asia pacific forest carbon training

Mengacu pada tema pelatihan ini, maka strategi difokuskan pada mitigasi dan adaptasi kita terhadap emisi karbon kita yang notabene merupakan gas rumah kaca dengan jumlah terbesar di atmosfir saat ini. Tanpa langkah-langkah penanggulangan yang tepat, jumlah karbon dioksida (CO2) di atmosfir diprediksikan dapat mencapai 600 hingga 1500 ppm (parts per million) pada tahun 2100. Padahal, batas yang mampu ditoleransi hanya sekitar 450 ppm. Kenaikan jumlah CO2 pada gilirannya akan menyebabkan kenaikan suhu global dari 1,8 hingga 4 derajat Celsius, serta kenaikan permukaan air laut sebanyak 0,18 hingga 0,6 meter. Jika hal ini terjadi, berbagai katastropi tidak mungkin dihindari dan kehidupan manusia akan sulit dipertahankan. Inilah sebabnya penting sekali untuk memitigasi isu-isu perubahan iklim ini, terutama dalam penanggulangan emisi CO2.

Memanfaatkan Pasar Berbasis KarbonDari ke hari ke hari, materi pelatihan pun meningkat makin berat dan makin detil dari sisi teknis. Serangkaian kebijakan dan kesepakatan internasional mengenai perubahan iklim dibahas tuntas. Teman-teman dari berbagai negara ikut berbagi, bertanya maupun menjelaskan kebijakan-kebijakan regional dari negara masing-masing.

Pro dan kontra mengenai program-program aforestasi yang berbasis perkebunan seperti kelapa sawit, kopi dan sebagainya, turut diperdebatkan. Sebagai penyerap karbon, pohon-pohon perkebunan juga sama efektifnya dengan pepohonan hutan. Namun berbagai “efek sampingan” memang patut menjadi bahan pertimbangan yang tak kalah pentingnya, misalnya ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang mungkin tidak bisa bertahan di pepohonan sejenis seperti yang terdapat dalam sebuah perkebunan. Sistem insentif untuk masyarakat lokal pun tetap menjadi perbincangan hangat selama pelatihan berlangsung.

Dari sisi teknis, para peserta pelatihan dibekali beragam pengetahuan, metode dan juga perangkat untuk mengukur komponen karbon, menentukan kelayakan sebuah program untuk dijadikan proyek karbon, merencanakan proyek karbon tersebut sesuai kriteria-kriteria yang berlaku, menganalisa dan mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi dan budaya dalam proyek, melihat dan menembus pasar yang tepat, membuat rencana pendanaan, membuat struktur organisasi yang sah secara hukum dan membuat perjanjian. Intinya, semua seluk-beluk mengenai sebuah proyek karbon benar-benar dikupas secara mendetil agar para peserta dapat memanfaatkan mekanisme pasar yang berbasis karbon demi menyelematkan planet ini dari degradasi dan perubahan iklim yang makin parah.

Apakah Proyek Karbon = Konservasi?Tentunya tidak mungkin merangkum dan menjelaskan semua materi pelatihan dalam artikel singkat ini. Namun pesan apa kiranya yang dapat disampaikan dari acara yang sangat intensif dan sarat ilmu ini? Pesan yang dapat disampaikan di sini sesungguhnya berawal dari sebuah pertanyaan juga: Apakah proyek karbon = konservasi?

Jawaban singkatnya adalah TIDAK.

Tapi paling tidak mekanisme penjualan stok karbon bisa membantu mengurangi maupun mencegah emisi karbon. Beberapa spesies tanaman yang terancam punah, misalnya, bisa

Page 4: article-asia pacific forest carbon training

terbantu melalui program revegetasi CDM dengan mekanisme aforestasi-reforestasi (A/R). Itu jika kita bicara spesies. Kalau berbicara lokasi atau situs, proyek karbon dapat menyediakan dana untuk melakukan implementasi pengelolaan berbasis masyarakat, bekerja sama dengan pemerintah setempat, melalui program REDD. Lebih jauh lagi, kombinasi matrix antara program A/R dan REDD di sebuah lansekap tertentu dapat mendanai dan mendukung perencanaan pemerintah setempat, merancang kebijakan tertentu, serta menciptakan mata-pencaharian alternatif yang berkelanjutan bagi masyarakat.

Selain itu, pesan lain yang tak kalah pentingnya adalah: laporan ilmiah, sejumlah data yang super lengkap dan presentasi PowerPoint tidak akan pernah bisa menyelematkan dunia. Tindakan kita yang berdasarkan kesadaran lingkungan dan didukung oleh laporan-laporan dan data-data tersebut itulah yang dapat membawa perubahan yang nyata. Inilah yang harus bersama-sama kita bangun dan perjuangkan pasca pelatihan ini. Semoga.