arsitektur nusantara pada era global · 01/04/2018  · tris, terjadilah revolusi ilmu-pengetahuan...

1
MINGGU, 1 APRIL 2018 A rsitektur lokal atau etnik akan ditelan kekuatan arsitektur modern atau arsitektur global. Begitu juga arsitektur nusantara. Sementara ini sebagian orang meng- anggap arsitektur Nusantara kuno, usang, dan tidak berkembang. Mereka beranggapan kini zaman modern, era global, bukan zaman lagi berpikir lokal. Anggapan itu tak sepenuhnya benar. John Naisbitt (1988) dalam buku Global Paradox mendeskrip- sikan hal yang paradoksal dari feno- mena globalisasi. Naisbitt menge- mukakan pokok-pokok pikiran yang paradoks, yakni makin kita jadi univer- sal, tindakan kita kian kesukuan ( thinks globally, acts locally). Makin kita mengglobal, tindakan kita kian bersifat lokal. Makin kita ingin bergerak ke luar (mendunia), justru dituntut memperku- at di dalam. Demikian juga di dunia arsitektur, globalisasi justru membuat kita berpikir kembali tentang kelokalan, keetnikan, kenusantaraan dari arsitek- tur kita, tidak menghapus identitas atau jati diri keanekaragaman arsitek- tur kita. Sejalan dengan perkembangan pemahaman tentang arsitektur Nusan- tara, menginikan arsitektur Nusantara, globalisasi justru memperkuat pertum- buhan arsitektur Nusantara. Arsitektur Nusantara akan tumbuh subur pada era globalisasi. Itu sepaham dengan pemikiran Prof Eko Budiardjo ( Kompas , 12 Maret 2004) yang mengajak kita menangkal pengaruh globalisasi mela- lui gerakan glocalization, atau globalisa- si dengan cita rasa lokal. Pengaruh glo- balisasi sebaiknya kita tempatkan sebagai kesempatan mengglobalkan arsitektur Nusantara sebagai upaya pengembangan ilmu di bidang penge- tahuan arsitektur. Josef Prijotomo menyatakan arsitektur Nusantara merupakan peri- ode mula dari perkembangan arsitek- tur di Indonesia. Karena itu dapat dikatakan pula sebagai arsitektur klasik karena setara dengan arsitektur klasik Eropa. Arsitektur Nusantara adalah arsitektur di wilayah Nusantara. Arsitektur Nusantara ada- lah arsitektur berlanggam Nusantara; langgam yang ditampilkan setiap arsitektur geografik (setiap daerah etnik) di Nusantara. Kita wajib terbuka menghadapi kebudayaan luar, asal mampu mempertinggi derajat kebu- dayaan kita. Demikian pula di dunia arsitektur, kita harus bisa menerima modernisme arsitektur untuk mem- perkuat khazanah arsitektur Nusantara. Jadi pada prinsipnya memodernkan atau mengglobalkan arsitektur Nusantara lebih diharapkan untuk mengembangkan dan meneguhkan arsitektur Nusantara. Salah satu tujuan penerbitan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek Pasal 3 adalah meningkatkan peran arsitek mewujud- kan pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan serta menja- ga dan mengembangkan budaya dan peradaban Indonesia. Itu merupakan salah satu kewajiban para arsitek di Indonesia untuk menjunjung tinggi nilai budaya Indonesia. Itu mengan- dung pengertian arsitek memiliki tugas terus merawat dan mengembangkan arsitektur berbudaya Indonesia, arsitektur Nusantara. Desain Masa Kini Bagaimana mempertahankan arsitektur Nusantara dalam desain masa kini? Arsitektur Nusantara seharusnya bisa dikemas lebih modern dan kekinian. Semestinya pengetahuan arsitektur Nusantara menjadi bekal bagi arsitek zaman now untuk menggali aneka literatur yang menjadi dasar menginikan arsitektur Nusantara dalam konteks lebih modern untuk menghasilkan prototipe arsitektur Nusantara masa kini. Menginikan arsitektur Nusantara sangat penting dipikirkan karena sudah ada payung hukum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek yang menuntut arsitek membangun pemahaman arsitektur Nusantara yang mampu merespons pasar dunia. Arsitektur Nusantara harus diletakkan sebagai pemikiran responsif terhadap kondisi nyata dan unik di Indonesia. Menginikan arsitektur Nusantara meru- pakan langkah keberlanjutan dalam menghargai karya bangsa. Pendalaman pengetahuan arsitektur Nusantara merupakan langkah men- ciptakan kebaruan arsitektur Nusantara dalam desain mengini. Penginian arsitektur Nusantara harus diawali dengan membongkar diri dan meng- ubah pola pikir serta menyadari keu- nikan arsitektur Nusantara, antara lain berada dalam iklim dua musim yang tidak mematikan, memiliki struktur dan konstruksi antisipatif terhadap gempa bumi, dan lain-lain. Meletakkan arsitektur Nusantara sebagai identitas bangsa adalah kewajiban. Namun seharusnya tidak “mempersempit” pemahaman arsitek- tur Nusantara sebagai reimage arsitek- tur masa lalu atau mengulang roman- tisme belaka. Pangarsa (2012) menge- mukakan, arsitektur Nusantara sudah waktunya meninggalkan sisi romantik, tak lagi sekadar mengawetkan. Namun menggali kandungan keilmuan dari artefak (objek konservasi) untuk mengembangkan melalui kreativitas dan inovasi, sehingga bermanfat untuk kehidupan masa kini. Josef Prijotomo menyatakan para arsitek Indonesia telah mendesain dan membawa keberlanjutan arsitektur Nusantara mengini, bahkan beberapa telah mambawa arsitektur Nusantara mendunia, meski baru sampai skala Vietnam, Filipina, dan Thailand. Beberapa contoh karya arsitek Indonesia mewakili populasi karya arsitektur Nusantara mengini. (63) M Maria Sudarwani ST MT IAI | Dosen Arsitektur FT Universitas Pandanaran, pengurus IAI Daerah Jawa Tengah (Bidang Pendidikan) . A khir-akhir ini wacana Arsitektur Indonesia diramaikan dengan berba- gai diskusi, seminar, pembahasan ten- tang, tentang ”pengkinian”, mengkontekskan” , arsitektur Nusantara, yang intinya tentang Kebangkitan (lagi) arsitektur Nusantara dalam wacana masa kini. Kata ”lagi” menunjukkan bahwa kebangkitan arsitektur Nusantara memang menjadi wacana perbicangan yang terus muncul dalam wacana arsitektur (th 2002 pernah diseminarkan Kematian Arsitektur tra- disional di Yogya). Wujud Arsitektur Nusantara sarat dengan makna filosofis bukan sekedar pemenuhan fungsi. Arsitektur, dimanapun bukan merupakan tumpukan material bangun- an, demi kegunaannya saja, tetapi merupakan penge- jawantahan dari sistem pemikiran manusia pencipta dan penggunanya. Arsitektur Nusantara terben- tang dari Sabang sampai Merauke, lebih dikenal dengan sebutan arsitektur tradisional-vernakular (arti harafiah: dialek bahasa), yang diwarnai dengan sis- tem pemikiran manusia pada era Kosmos-sen- tris dan Teos-sentris. Sistem politik di era itu bersifat Feodalis, Kerajaan, Kesultanan, Kekaisaran dll sehingga Perwujudannya adalah tempat2 ibadah & pemujaan, istana2 yang sarat ornamen2 kemilau, sebagai wadah dari sistem politik yang berlaku saat itu. Sekitar abad XVI, peradaban umat manusia memasuki era Modern yang Anthropos-sen- tris, terjadilah revolusi ilmu-pengetahuan dan revolusi industri yang sangat mempengaruhi arsitektur. Lahirlah Arsitekturt Modern yang berdasar sains & teknologi, egaliter dan bersi- fat universal, International style, yang bertumpu pada norma2 modern : efektif, efisien, pragma- tis, memunculkan jargon2 ”Form follows func- tion” (Sullivan), ”Ornament is a crime” (Loos), ”Less is more” ( Mies) dll, yang menghasilkan ketunggal-ragaman dihampir seluruh belahan bumi ini. Fenomena International style ini kemudian mewabah, menggerus dan mengikis arsitektur apapun dan dimanapun wabah ini merasuk. Arsitektur kotak yang tung- gal rupa ini bercokol dan memenuhi wacana dan fasade ruang hidup manusia. Aspek Kehidupan Tahun 1970an, mulailah muncul pergerakan Postmodern dalam seluruh aspek kehidupan, bereaksi terhadap ke-modernan yang tunggal- norma dan tunggal-rupa itu. Gerakan Postmodern dalam arsitektur yang bernada penolakan terhadap ke-modern-an memuncul- kan langgam Dekonstruksi. Yang masih melan- jutkan kehebatan teknologi modern, memuncul- kan langgam Neo-modern, High-tech. Yang peduli lingkungan memunculkan Arsitektur Hijau (Green architecture). Yang membangkitkan kembali arsitektur tradisional-vernakular memunculkan langgam Neo-vernakular , kese- muanya menggambarkan ontologi sistem pemi- kiran Postmodern yang peduli lingkungan, menolak ketunggalan, pluralis, incommensu- rable (tak bisa dibanding2-kan, unik). Langgam Neo-vernakular yang bersifat petite-histoire (Narasi kecil, kedaerahan) merupakan sema- ngat zaman (zeitgeist) yang memang sedang bangkit dimana-mana, disadari ataupun dalam alam ”bawah-sadar” kalangan arsitektur. Apapun label yang diwacanakan, ”kekinian”, ”menginikan”, ”meng-konteks-kan”, bahkan ”jaman-now”, kesemuanya menggambarkan semangat zaman itu. Ya memang itulah hakekat Postmodern yang bersifat hibrida, perbauran antara yang kini, yang mutakhir (teknologi dll) dengan nilai-nilai dan narasi yang sudah men- tradisi (budaya, arsitektur dll). (63) Dr. Ir. Rudyanto Soesilo MSA, I.A.I | arsitek; dosen di Unika Soegijapranata Arsitektur Nusantara pada Era Global K AVELING hunian minimal 120 m2 ditetapkan untuk Mijen dan Gunungpati, Semarang, berluas bangunan 40% tidak boleh melebihi 48 m2. Di kaveling 8 x 16m bangunan tidak melebihi 51,20 m2. Dengan ruang tidur orang tua 9 m2, ruang tidur anak 9 m2, ruang tamu + keluarga 12 m2, dapur + kamar mandi WC 8 m2, teras depan 3 m2 seluas 41 m2 sangatlah ideal, 32% dari luas kaveling. Luasan parkir mobil 15 m2. Jadi kaveling yang tergu- nakan 57 m2. Apalagi jika ruang terbuka di belakang rumah direkayasa jadi bangunan tingkat. Rumah ideal yang disiapkan real estat berubah jadi bangunan padat tanpa ruang terbuka. Idealnya ruang terbuka yang meresapkan air ke tanah 20% dari kaveling 128 m2, sekitar 25,6 m2. Kondisi itu ditemui di banyak rumah ideal tipe kecil yang menjanjikan ke pemilik dapat mengekspansi lahan belakang. Hunian ideal sekitar 30% dari luas kaveling, lebih besar dari rumah tradisional yang 25% luas kaveling. Pada kaveling 8 x 16 m idealnya berdiri bangunan 38,4 m2. Jika bertambah perkerasan parkir mobil menjadi 53,4 m2 seharusnya luas kaveling 10/3 kali, atau 178 m2. Rumah tipe kecil ramah lingkungan idealnya berdiri di dua kaveling 8 x 16 m (gambar 12). Bangunan hunian wall to wall seharusnya perlu jarak dari tetangga untuk memudahkan penanggulangan bila terjadi kebakaran. Ruang terbuka hijau yang harus ada di setiap kaveling hunian tak berwujud deretan pot bunga, tetapi ruang ter- buka yang meresapkan air ke tanah. Taman publik biasanya hanya pemenuhan resl estat menyediakan 20% kawasan untuk ruang terbuka hijau. Ruang terbuka yang berfungsi komunal untuk publik dan ada di setiap hunian di perbukitan seperti Mijen dan Gunungpati ditetapkan 60% luas kawasan. Pohon yang cukup rin- dang perlu di lingkungan itu. Bukan berarti penghutanan lingkungan, tetapi agar hunian yang telah dirancang ideal tidak menimbulkan dampak lingkungan permuki- man yang memadat pada zaman now. Arsitektur now sering abai terhadap luas bangunan di kavelingnya. Kemampuan Konstuksi Penaung jendela dari pelat beton tipis selebar bidang jendela kaca masih digemari pada zaman now. Tak cukup menjorok ke luar karena keterbatasan kemampu- an konstruksi, dampaknya air hujan tempias dari depan dan samping. Untuk mengatasi tempias dari samping, pelat beton dibuat membingkai yang dikombinasikan dengan dinding pejal sebagai selimut almari built in. Meski kemudian diperoleh balkon yang jarang digu- nakan. Arsitektur dari kombinasi fasad Schroder House De Stijl -nya Gerrit Rietveld (1924) dan Limoges Concert Hall -nya Bernard Tschumi (2007). Beberapa bangunan, biasanya restoran, dilengkapi fasad bergaya ranting pohon, beride Bird’s Nest Deconstructivist -nya Herzoq & Meuron (2008) setelah Tod’s Omotesando-nya Toyo Ito (2004). Kesadaran ter- hadap hujan sebagai penyebab atap bocor disiasati dengan pemilihan bentuk atap yang sederhana, dire- spons dengan pengembangan bentukan jengki dari arsitektur modern versi Indonesia, dikombinasi permainan bentukan geometris dan penempatan bidang kaca yang ternaungi. Dengan atap bergaya pabrik ala Tschumi bidang vertikal dari tanaman di sisi barat difungsikan seba- gai penapis sinar matahari sore. Vegetasi dihadirkan dengan sangat tepat di Hotel Alila yang tersusun seperti gubahan balok dan kubus batu. (63) Totok Roesmanto, Dewan Penasihat IAI Daerah Jawa Tengah Kebangkitan (lagi) Arsitektur Nusantara Oleh Rudyanto Soesilo SEBAGIAN orang berpendapat, globalisasi akan membuat dunia arsitektur menjadi seragam, globalisasi menghapus identitas atau jati diri arsitektur, khususnya arsitektur lokal atau arsitektur etnik. Oleh M Maria Sudarwani Arsitektur Zaman Sekarang Oleh Totok Roesmanto

Upload: others

Post on 18-Jan-2020

40 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Arsitektur Nusantara pada Era Global · 01/04/2018  · tris, terjadilah revolusi ilmu-pengetahuan dan revolusi industri yang sangat mempengaruhi arsitektur. Lahirlah Arsitekturt

MINGGU, 1 APRIL 2018

Arsitektur lokal atau etnik akanditelan kekuatan arsitekturmodern atau arsitektur global.

Begitu juga arsitektur nusantara.Sementara ini sebagian orang meng-anggap arsitektur Nusantara kuno,usang, dan tidak berkembang.Mereka beranggapan kini zamanmodern, era global, bukan zaman lagiberpikir lokal.

Anggapan itu tak sepenuhnyabenar. John Naisbitt (1988) dalambuku Global Paradoxmendeskrip-sikan hal yang paradoksal dari feno-mena globalisasi. Naisbitt menge-mukakan pokok-pokok pikiran yangparadoks, yakni makin kita jadi univer-sal, tindakan kita kian kesukuan(thinks globally, acts locally). Makin kitamengglobal, tindakan kita kian bersifatlokal. Makin kita ingin bergerak ke luar(mendunia), justru dituntut memperku-at di dalam. Demikian juga di duniaarsitektur, globalisasi justru membuatkita berpikir kembali tentang kelokalan,keetnikan, kenusantaraan dari arsitek-

tur kita, tidak menghapus identitasatau jati diri keanekaragaman arsitek-tur kita.

Sejalan dengan perkembanganpemahaman tentang arsitektur Nusan-tara, menginikan arsitektur Nusantara,globalisasi justru memperkuat pertum-buhan arsitektur Nusantara. ArsitekturNusantara akan tumbuh subur padaera globalisasi. Itu sepaham denganpemikiran Prof Eko Budiardjo (Kompas,12 Maret 2004) yang mengajak kitamenangkal pengaruh globalisasi mela-lui gerakan glocalization, atau globalisa-si dengan cita rasa lokal. Pengaruh glo-balisasi sebaiknya kita tempatkansebagai kesempatan mengglobalkanarsitektur Nusantara sebagai upayapengembangan ilmu di bidang penge-tahuan arsitektur.

Josef Prijotomo menyatakanarsitektur Nusantara merupakan peri-ode mula dari perkembangan arsitek-tur di Indonesia. Karena itu dapatdikatakan pula sebagai arsitekturklasik karena setara dengan arsitekturklasik Eropa. Arsitektur Nusantaraadalah arsitektur di wilayah

Nusantara. Arsitektur Nusantara ada-lah arsitektur berlanggam Nusantara;langgam yang ditampilkan setiaparsitektur geografik (setiap daerahetnik) di Nusantara. Kita wajib terbukamenghadapi kebudayaan luar, asalmampu mempertinggi derajat kebu-dayaan kita. Demikian pula di duniaarsitektur, kita harus bisa menerimamodernisme arsitektur untuk mem-perkuat khazanah arsitekturNusantara. Jadi pada prinsipnya

memodernkan atau mengglobalkanarsitektur Nusantara lebih diharapkanuntuk mengembangkan danmeneguhkan arsitektur Nusantara.

Salah satu tujuan penerbitanUndang-Undang Nomor 6 Tahun2017 tentang Arsitek Pasal 3 adalahmeningkatkan peran arsitek mewujud-kan pelaksanaan pembangunan yangberwawasan lingkungan serta menja-ga dan mengembangkan budaya danperadaban Indonesia. Itu merupakan

salah satu kewajiban para arsitek diIndonesia untuk menjunjung tingginilai budaya Indonesia. Itu mengan-dung pengertian arsitek memiliki tugasterus merawat dan mengembangkanarsitektur berbudaya Indonesia,arsitektur Nusantara.Desain Masa Kini

Bagaimana mempertahankanarsitektur Nusantara dalam desainmasa kini? Arsitektur Nusantaraseharusnya bisa dikemas lebihmodern dan kekinian. Semestinyapengetahuan arsitektur Nusantaramenjadi bekal bagi arsitek zaman nowuntuk menggali aneka literatur yangmenjadi dasar menginikan arsitektur

Nusantara dalam konteks lebihmodern untuk menghasilkan prototipearsitektur Nusantara masa kini.

Menginikan arsitektur Nusantarasangat penting dipikirkan karena sudahada payung hukum Undang-UndangNomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitekyang menuntut arsitek membangunpemahaman arsitektur Nusantara yangmampu merespons pasar dunia.Arsitektur Nusantara harus diletakkansebagai pemikiran responsif terhadap

kondisi nyata dan unik di Indonesia.Menginikan arsitektur Nusantara meru-pakan langkah keberlanjutan dalammenghargai karya bangsa.Pendalaman pengetahuan arsitekturNusantara merupakan langkah men-ciptakan kebaruan arsitektur Nusantaradalam desain mengini. Penginianarsitektur Nusantara harus diawalidengan membongkar diri dan meng-ubah pola pikir serta menyadari keu-nikan arsitektur Nusantara, antara lainberada dalam iklim dua musim yangtidak mematikan, memiliki struktur dankonstruksi antisipatif terhadap gempabumi, dan lain-lain.

Meletakkan arsitektur Nusantara

sebagai identitas bangsa adalahkewajiban. Namun seharusnya tidak“mempersempit” pemahaman arsitek-tur Nusantara sebagai reimagearsitek-tur masa lalu atau mengulang roman-tisme belaka. Pangarsa (2012) menge-mukakan, arsitektur Nusantara sudahwaktunya meninggalkan sisi romantik,tak lagi sekadar mengawetkan. Namunmenggali kandungan keilmuan dariartefak (objek konservasi) untukmengembangkan melalui kreativitas

dan inovasi, sehingga bermanfat untukkehidupan masa kini.

Josef Prijotomo menyatakan paraarsitek Indonesia telah mendesain danmembawa keberlanjutan arsitekturNusantara mengini, bahkan beberapatelah mambawa arsitektur Nusantaramendunia, meski baru sampai skalaVietnam, Filipina, dan Thailand.Beberapa contoh karya arsitekIndonesia mewakili populasi karyaarsitektur Nusantara mengini. (63)

— M Maria Sudarwani ST MT IAI |Dosen Arsitektur FT UniversitasPandanaran, pengurus IAI DaerahJawa Tengah (Bidang Pendidikan).

Akhir-akhir ini wacana ArsitekturIndonesia diramaikan dengan berba-gai diskusi, seminar, pembahasan ten-

tang, tentang ”pengkinian”, mengkontekskan” ,arsitektur Nusantara, yang intinya tentang

Kebangkitan (lagi) arsitektur Nusantara dalamwacana masa kini. Kata ”lagi” menunjukkanbahwa kebangkitan arsitektur Nusantaramemang menjadi wacana perbicangan yangterus muncul dalam wacana arsitektur (th 2002pernah diseminarkan Kematian Arsitektur tra-disional di Yogya).

Wujud ArsitekturNusantara sarat denganmakna filosofis bukansekedar pemenuhan fungsi.Arsitektur, dimanapunbukan merupakantumpukan material bangun-an, demi kegunaannya saja,tetapi merupakan penge-jawantahan dari sistempemikiran manusia penciptadan penggunanya.Arsitektur Nusantara terben-tang dari Sabang sampaiMerauke, lebih dikenaldengan sebutan arsitekturtradisional-vernakular (artiharafiah: dialek bahasa),yang diwarnai dengan sis-

tem pemikiran manusia pada era Kosmos-sen-tris dan Teos-sentris. Sistem politik di era itubersifat Feodalis, Kerajaan, Kesultanan,Kekaisaran dll sehingga Perwujudannya adalahtempat2 ibadah & pemujaan, istana2 yang saratornamen2 kemilau, sebagai wadah dari sistempolitik yang berlaku saat itu.

Sekitar abad XVI, peradaban umat manusiamemasuki era Modern yang Anthropos-sen-tris, terjadilah revolusi ilmu-pengetahuan danrevolusi industri yang sangat mempengaruhiarsitektur. Lahirlah Arsitekturt Modern yangberdasar sains & teknologi, egaliter dan bersi-fat universal, International style, yang bertumpupada norma2 modern : efektif, efisien, pragma-tis, memunculkan jargon2 ”Form follows func-tion” (Sullivan), ”Ornament is a crime” (Loos),”Less is more” ( Mies) dll, yang menghasilkanketunggal-ragaman dihampir seluruh belahanbumi ini. Fenomena International style inikemudian mewabah, menggerus danmengikis arsitektur apapun dan dimanapunwabah ini merasuk. Arsitektur kotak yang tung-gal rupa ini bercokol dan memenuhi wacanadan fasade ruang hidup manusia.Aspek Kehidupan

Tahun 1970an, mulailah muncul pergerakanPostmodern dalam seluruh aspek kehidupan,bereaksi terhadap ke-modernan yang tunggal-norma dan tunggal-rupa itu. GerakanPostmodern dalam arsitektur yang bernadapenolakan terhadap ke-modern-an memuncul-kan langgam Dekonstruksi. Yang masih melan-

jutkan kehebatan teknologi modern, memuncul-kan langgam Neo-modern, High-tech. Yangpeduli lingkungan memunculkan Arsitektur Hijau(Green architecture). Yang membangkitkankembali arsitektur tradisional-vernakularmemunculkan langgam Neo-vernakular , kese-muanya menggambarkan ontologi sistem pemi-kiran Postmodern yang peduli lingkungan,menolak ketunggalan, pluralis, incommensu-rable (tak bisa dibanding2-kan, unik). LanggamNeo-vernakular yang bersifat petite-histoire(Narasi kecil, kedaerahan) merupakan sema-ngat zaman (zeitgeist) yang memang sedangbangkit dimana-mana, disadari ataupun dalamalam ”bawah-sadar” kalangan arsitektur.Apapun label yang diwacanakan, ”kekinian”,”menginikan”, ”meng-konteks-kan”, bahkan”jaman-now”, kesemuanya menggambarkansemangat zaman itu. Ya memang itulah hakekatPostmodern yang bersifat hibrida, perbauranantara yang kini, yang mutakhir (teknologi dll)dengan nilai-nilai dan narasi yang sudah men-tradisi (budaya, arsitektur dll). (63)

— Dr. Ir. Rudyanto Soesilo MSA, I.A.I |arsitek; dosen di Unika Soegijapranata

Arsitektur Nusantara pada Era Global

KAVELINGhunian minimal 120 m2 ditetapkanuntuk Mijen dan Gunungpati, Semarang, berluasbangunan 40% tidak boleh melebihi 48 m2. Di

kaveling 8 x 16m bangunan tidak melebihi 51,20 m2.Dengan ruang tidur orang tua 9 m2, ruang tidur anak 9m2, ruang tamu + keluarga 12 m2, dapur + kamar mandiWC 8 m2, teras depan 3 m2 seluas 41 m2 sangatlahideal, 32% dari luas kaveling.

Luasan parkir mobil 15 m2. Jadi kaveling yang tergu-nakan 57 m2. Apalagi jika ruang terbuka di belakangrumah direkayasa jadi bangunan tingkat. Rumah idealyang disiapkan real estat berubah jadi bangunan padattanpa ruang terbuka. Idealnya ruang terbuka yangmeresapkan air ke tanah 20% dari kaveling 128 m2,sekitar 25,6 m2. Kondisi itu ditemui di banyak rumahideal tipe kecil yang menjanjikan ke pemilik dapatmengekspansi lahan belakang.

Hunian ideal sekitar 30% dari luas kaveling, lebihbesar dari rumah tradisional yang 25% luas kaveling.Pada kaveling 8 x 16 m idealnya berdiri bangunan 38,4m2. Jika bertambah perkerasan parkir mobil menjadi53,4 m2 seharusnya luas kaveling 10/3 kali, atau 178m2. Rumah tipe kecil ramah lingkungan idealnya berdiridi dua kaveling 8 x 16 m (gambar 12). Bangunan hunianwall to wallseharusnya perlu jarak dari tetangga untukmemudahkan penanggulangan bila terjadi kebakaran.

Ruang terbuka hijau yang harus ada di setiap kavelinghunian tak berwujud deretan pot bunga, tetapi ruang ter-buka yang meresapkan air ke tanah. Taman publikbiasanya hanya pemenuhan resl estat menyediakan20% kawasan untuk ruang terbuka hijau. Ruang terbukayang berfungsi komunal untuk publik dan ada di setiaphunian di perbukitan seperti Mijen dan Gunungpati

ditetapkan 60% luas kawasan. Pohon yang cukup rin-dang perlu di lingkungan itu. Bukan berarti penghutananlingkungan, tetapi agar hunian yang telah dirancangideal tidak menimbulkan dampak lingkungan permuki-man yang memadat pada zaman now.Arsitektur nowsering abai terhadap luas bangunan di kavelingnya.Kemampuan Konstuksi

Penaung jendela dari pelat beton tipis selebar bidangjendela kaca masih digemari pada zaman now. Takcukup menjorok ke luar karena keterbatasan kemampu-an konstruksi, dampaknya air hujan tempias dari depandan samping. Untuk mengatasi tempias dari samping,pelat beton dibuat membingkai yang dikombinasikandengan dinding pejal sebagai selimut almari built in.Meski kemudian diperoleh balkon yang jarang digu-nakan. Arsitektur dari kombinasi fasad Schroder HouseDe Stijl-nya Gerrit Rietveld (1924) dan Limoges ConcertHall-nya Bernard Tschumi (2007).

Beberapa bangunan, biasanya restoran, dilengkapifasad bergaya ranting pohon, beride Bird’s NestDeconstructivist-nya Herzoq & Meuron (2008) setelahTod’s Omotesando-nya Toyo Ito (2004). Kesadaran ter-hadap hujan sebagai penyebab atap bocor disiasatidengan pemilihan bentuk atap yang sederhana, dire-spons dengan pengembangan bentukan jengki dariarsitektur modern versi Indonesia, dikombinasi permainanbentukan geometris dan penempatan bidang kaca yangternaungi. Dengan atap bergaya pabrik ala Tschumibidang vertikal dari tanaman di sisi barat difungsikan seba-gai penapis sinar matahari sore. Vegetasi dihadirkandengan sangat tepat di Hotel Alila yang tersusun sepertigubahan balok dan kubus batu. (63)

— Totok Roesmanto, Dewan Penasihat IAI DaerahJawa Tengah

Kebangkitan (lagi) Arsitektur Nusantara

Oleh Rudyanto Soesilo

SEBAGIAN orang berpendapat, globalisasi akan membuat dunia arsitektur menjadi seragam, globalisasimenghapus identitas atau jati diri arsitektur, khususnya

arsitektur lokal atau arsitektur etnik.

Oleh M Maria Sudarwani

Arsitektur Zaman SekarangOleh Totok Roesmanto