aplikasi rekayasa asam nukleat

9
APLIKASI REKAYASA ASAM NUKLEAT Oleh Chandra Dwi Prakoso/1206212445 ABSTRAK Sampai saat ini asam nukleat dianggap sebagai agen penentu sifat mahluk biologis. Hal ini didasari oleh penemuan yang menyatakan bahwa DNA (salah satu jenis asam nukleat) berperan sebagai penyimpan sifat suatu individu. Asam nukleat memiliki sifat dan fungsi yang sangat unik dibandingkan molekul – molekul biologis lainnya. Asam nukleat memiliki sifat yang mudah untuk direkayasa, diperbanyak dan berfungsi sebagai pengkode protein. Dengan menerapkan sifat dan fungsi asam nukleat dalam sel pada piranti teknologi, manusia dapat menghasilkan alat dan produk rekayasa yang bermanfaat bagi berbagai ranah kehidupan. 1. Jenis Asam Nukleat Asam nukleat adalah makromolekul biologis yang berfungsi sebagai pusat pengendalian suatu sel. Asam nukleat terdiri dari dua jenis, yakni DNA ( Deoxyribonucleic acid) dan RNA (R ibonucleic acid). Secara struktural perbedaan antara DNA dan RNA adalah keberadaan atom oksigen pada pentosa, jenis basa nitrogen, dan bentuk rantai polimer. Perbedaan struktur ini menghantarkan kepada perbedaan fungsi yang cukup signifikan. Bentuk double helix pada rantai DNA menciptakan stabilitas yang sangat kuat pada berbagai lingkungan. Bentuk ini menciptakan pasangan antar-basa nitrogen yang kuat dan mempunyai kemampuan untuk mememperbaiki diri sendiri ketika salah satu basa mengalami kerusakan. Sifat kestabilan yang tinggi ini menjadi alasan mengapa DNA merupakan molekul yang berperan sebagai gudang penyimpan data suatu sel atau yang biasa disebut sebagai genom sel. RNA memiliki variasi fungsi yang mengacu pada strukturnya. Jenis RNA dalam suatu sel umumnya terdiri dari mRNA (messenger RNA) berfungsi sebagai perantara kode protein antara DNA template dengan ribosom, rRNA (ribosomal RNA) berfungsi sebagai penyusun utama ribosom, tRNA (transfer RNA) berfungsi sebagai pengenal mRNA dan pengikat asam amino yang terkait, snRNA (small nucleic RNA) berfungsi dalam proses paska transkripsi DNA dan lainnya. Variasi fungsi yang dimiliki RNA menyebabkan kebutuhan sintesis yang berbeda pada setiap kondisi. Sel akan memproduksi rRNA dalam jumlah besar ketika sel hendak bereplikasi, mendegradasi mRNA ketika produksi protein yang dikode ingin dihentikan dan berbagai mekanisme lainnya. Sifat RNA ini menyebabkan RNA cenderung kurang stabil dibandingkan DNA dan tidak dapat digunakan sebagai penyimpan data genetik suatu sel. Hal ini juga mengindikasikan bahwa DNA berperan sebagai asam nukleat utama dalam kehidupan suatu sel. 2. Rekayasa DNA

Upload: nindya-sulistyani

Post on 19-Oct-2015

35 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

APLIKASI REKAYASA ASAM NUKLEATOleh Chandra Dwi Prakoso/1206212445

ABSTRAKSampai saat ini asam nukleat dianggap sebagai agen penentu sifat mahluk biologis. Hal ini didasari oleh penemuan yang menyatakan bahwa DNA (salah satu jenis asam nukleat) berperan sebagai penyimpan sifat suatu individu. Asam nukleat memiliki sifat dan fungsi yang sangat unik dibandingkan molekul molekul biologis lainnya. Asam nukleat memiliki sifat yang mudah untuk direkayasa, diperbanyak dan berfungsi sebagai pengkode protein. Dengan menerapkan sifat dan fungsi asam nukleat dalam sel pada piranti teknologi, manusia dapat menghasilkan alat dan produk rekayasa yang bermanfaat bagi berbagai ranah kehidupan.

1. Jenis Asam NukleatAsam nukleat adalah makromolekul biologis yang berfungsi sebagai pusat pengendalian suatu sel. Asam nukleat terdiri dari dua jenis, yakni DNA (Deoxyribonucleic acid) dan RNA (Ribonucleic acid). Secara struktural perbedaan antara DNA dan RNA adalah keberadaan atom oksigen pada pentosa, jenis basa nitrogen, dan bentuk rantai polimer. Perbedaan struktur ini menghantarkan kepada perbedaan fungsi yang cukup signifikan. Bentuk double helix pada rantai DNA menciptakan stabilitas yang sangat kuat pada berbagai lingkungan. Bentuk ini menciptakan pasangan antar-basa nitrogen yang kuat dan mempunyai kemampuan untuk mememperbaiki diri sendiri ketika salah satu basa mengalami kerusakan. Sifat kestabilan yang tinggi ini menjadi alasan mengapa DNA merupakan molekul yang berperan sebagai gudang penyimpan data suatu sel atau yang biasa disebut sebagai genom sel.RNA memiliki variasi fungsi yang mengacu pada strukturnya. Jenis RNA dalam suatu sel umumnya terdiri dari mRNA (messenger RNA) berfungsi sebagai perantara kode protein antara DNA template dengan ribosom, rRNA (ribosomal RNA) berfungsi sebagai penyusun utama ribosom, tRNA (transfer RNA) berfungsi sebagai pengenal mRNA dan pengikat asam amino yang terkait, snRNA (small nucleic RNA) berfungsi dalam proses paska transkripsi DNA dan lainnya. Variasi fungsi yang dimiliki RNA menyebabkan kebutuhan sintesis yang berbeda pada setiap kondisi. Sel akan memproduksi rRNA dalam jumlah besar ketika sel hendak bereplikasi, mendegradasi mRNA ketika produksi protein yang dikode ingin dihentikan dan berbagai mekanisme lainnya. Sifat RNA ini menyebabkan RNA cenderung kurang stabil dibandingkan DNA dan tidak dapat digunakan sebagai penyimpan data genetik suatu sel. Hal ini juga mengindikasikan bahwa DNA berperan sebagai asam nukleat utama dalam kehidupan suatu sel.

2. Rekayasa DNASeperti yang telah diketahui, DNA berfungsi sebagai penyiman informasi genetik suatu sel. Dengan fungsi tersebut DNA dapat menentukan sifat suatu sel dan memastikan hasil duplikasi sel memiliki sifat yang sama dengan sel induk. Informasi genetik sel disimpan dalam suatu monomer yang disebut nukleotida. Nukleotida tersusun dari gula jenis pentosa, posfat dan basa nitrogen. Tiap nukleotida memiliki perbedaan basa nitrogen, terdiri dari adenosin, guanin, sitosin, dan timin. Pasangan nukleotida yang dapat terbentuk adalah adenosine dengan timin dan guanin dengan sitosin. Kombinasi keempat jenis nukleotida ini yang mewakili informasi genetic suatu organisme.

Gambar 1. Ikatan nukleotida DNA. Basa nitrogen berikatan dengan ikatan hydrogen yang menyebabkan sturktur ganda bersifat stabil.(sumber: http://education.mrsec.wisc.edu/background/DNA/DNAintro.htm)

Dalam proses yang dinamakan transkripsi, salah satu untai DNA dikatalis untuk menghasilkan untai mRNA. Bagian yang ditranskrip adalah daerah kode spesifik dalam proses sintesis protein. Hasil dari transkripsi (dan paska transkripsi) adalah mRNA yang memiliki urutan nukleotida unik yang disebut urutan kodon. Ribosom akan mengenal tiap tiga kodon dari nukleotida ini sebagai sinyal asam amino spesifik. Ketika seluruh kodon dalam mRNA telah ditranslasi (salah satu proses sintesis protein), polipetida (kumpulan asam amino) yang dipesan oleh DNA siap dimodifikasi dan digunakan.Secara prinsip, rekayasa DNA adalah tentang bagaimana suatu susunan genetik (nukleotida) dapat dimodifikasi (dikurangi, disisipi, diduplikasi) untuk mendapat suatu sifat yang diinginkan. Sejauh ini telah terdapat banyak jenis teknologi dalam merekayasa DNA, baik in vitro maupun in vivo..2.1 Metode In VitroRekayasa in vitro suatu untai DNA biasa dilakukan untuk memperbanyak salinan DNA yang diinginkan secara cepat dan sederhana. Metode terkenal dari rekayasa ini adalah PCR (Polymerase Chain Reaction). PCR dimulai dengan menyiapkan primer, yaitu nukleotida pendek yang disiapkan dalam laboratorium dan dapat dimodifikasi. Kemudian primer, nukleotida, DNA polymerase dan segmen DNA yang diinginkan diletakan dalam satu tabung dan dimasukan kedalam pemanas. Tahapan pertama dalam reaksi adalah pemanasan larutan hingga mendekati titik didih air (~98C) yang menyebabkan segmen DNA terdegradasi menjadi untai tunggal. Primer yang telah disiapkan akan melekat pada masing-masing untai setelah suhu diturunkan hingga 48-72C. Selanjutnya temperature sedikit dinaikan hingga mencapai suhu optimal enzimatik DNA polymerase, kemudian untai primer dipanjangkan dengan enzim DNA polymerase. Pengubahan suhu ini terus dilakukan dan menyebabkan DNA terus bereplikasi hingga jumlah yang diinginkan.

Gambar 2. Proses PCR (Polymerase Chain Reaction)(sumber: http://www.animalgenome.org/edu/doe/pcr.html)

2.2 Metode In VivoPada eukariotik multiseluler gen hanya menempati proporsi kecil dari DNA kromosom, selebihnya merupakan urutan nukleotida repetitive bukan pengkode. Gen manusia tertentu misalnya, mungkin hanya merupakan 1/100000 dari molekul DNA kromosom yang ditempatinya. Sebagai kerumitan lebih lanjut, molekul DNA secara strukural dan kimiawi sangat homogensehingga perbedaan antara gen dan DNA sekelilingnya menjadi kabur. Untuk merekayasa langsung suatu gen spesifik, perlu dikembangkan metode untuk mempersiapkan potongan DNA yang terdefinisi dengan baik dan identik dalam jumlah banyak (duplikasi gen).Dalam metode in vivo, teknik duplikasi yang sering dilakukan adalah penyisipan material genetik suatu sel kedalam plasmid; DNA sirkular yang bereplikasi dalam bakteri. Pada kondisi tertentu bakteri tersebut akan memproduksi protein yang dikode oleh gen tersebut. Penggunaan yang potensial dari gen-gen ini terbagi dalam dua kategori umum. Tujuan pertama untuk menghasilkan produk protein, baik untuk dipelajari ataupun untuk penggunaan praktis. Tujuan kedua adalah mempersiapkan banyak salinan gen, yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian selanjutnya.Gambar 3. Pengklonan gen A.tumefaciens pada plasmid E.Coli (sumber: http://dspace.jorum.ac.uk/xmlui/bitstream/handle/10949/937/Items/S250_1_005i.jpg

3. Aplikasi Praktis Dari Teknologi DNA3.1 Sidikjari DNATiap individu secara umum adalah unik (kecuali kembar identik). Kebanyakan DNA bervariasi sangat sedikit diantara individu tetapi beberapa variasi yang ada dapat menyebabkan penyakit genetik. Bagaimanapun, bagian diam kromosom mengandung daerah dengan variasi ekstrem yang tidak mempunyai efek terhadap individu, daerah ini biasa disebut dengan minisatelit (Jeffreys, 1987). Prosedur untuk mendeteksi minisatelit tersebut membuat identifikasi tiap individu dapat dilakukan dengan menggunakan Sidikjari DNA.DNA dingerprint dapat dilakukan dengan banyak metode. Beberapa metode berguna untuk menggenerasi Sidikjari DNA pada hibridisasi DNA, bisa dengan berkas mikrosatelit atau dengan berkas lokus tunggal. Metode ini melibatkan isolasi DNA dari sampel dan memotong DNA dengan enzim restriksi untuk menghasilkan jutaan potongan yang berbeda yang akan dipisahkan dengan elektroforesis gel, diikuti pengkondisian pada dua untai double helix tiap potongan DNA dengan mentransfer untai tunggal DNA dari gel ke suatu membran tanpa gangguan (Southern, 1975). Membran diinkubasi dengan berkas DNA radioaktif- bagian untai tunggal DNA yang mendeteksi dan membentuk double helik dengan potongan DNA sembarang pada membran yang mengandung minisatelit. Minisatelit akan divisualisasi dengan memaparkan membrane kepada lapisan sinar X. Prosedur tersebut mempunyai beberapa kerugian termasuk kebutuhan jumlah besar DNA yang murni dan belum terdegradasi; penggunaan nukleotida radioaktid; dan kebutuhan dalam jumlah tertentu informasi sekuen DNA untuk mengetahui berkas DNA yang tepat. Kebanyakan dari permasalahan tersebut dapat dihindari dengan menggunakan bantuan metode PCR (Upcroft et al, 1990; Welsh dan McClelland, 1990; Williams et al,1990).3.1.1 PCR dan Sidikjari DNAPCR telah diterima secara luas dalam pembelajaran analisis DNA. PCR mengakomodasi prosedur siklus yang cepat dan efisien dalam amplifikasi sekuen DNA spesifik, seperti yang telah diketahui sebelumnya. Bagaimanapun, PCR mempunyai fakta bahwa informasi sekuen DNA yang dibutuhkan dalam mendesain primer mungkin tidak tersedia. Maslah ini kemudia mungkin dapat dieliminasi dengan menggunakan satu dari beberapa modifikasi prosedur PCR, yakni hanya menggunakan satu untai pendek primer acak (umumnya 10 nukleotida) dibandingkan dua untai yang lebih panjang (Upcroft et al, 1990; Welsh dan McClelland, 1990; Williams et al,1990). Sebagai tambahan, jumlah produk PCR mungkin dapat bertambah jika kondisi reaksi sedikit lebih ketat; hal ini dapat dilakukan dengan contoh, mengurangi temperature pendinginan sedikitnya dalam sedikit siklus awal PCR. Prosedur tersebut sering disebut arbitararily primed PCR (AP-PCR) atau random amplified polymorphic DNAs (RAPDs). Hasiln dari perubahan dalam kondisi reaksi tersebut, jumlah produk PCR yang bervariasi (panjang) didapatkan dan bisa diseparasi dengan elektroforessi gel untuk menggenerasi Sidikjari DNA. Prosedur tersebut digunakan untuk mengungkapkan Sidikjari DNA yang kabur antara organisme beda spesies, antar spesies dan antar individu.3.1.2 Dapatkah Sidikjari DNA Mengungkapkan Kerusakan pada DNA Organisme yang Disebabkan oleh Genotoksik?Polutan kimia genotoksik dapat menghasilkan kerusakan pada DNA; bagaimanapun tidak semua kerusakan dapat diungkapkan dengan metode saat ini. Alhasil, kemungkinan penggunaaan Sidikjari DNA dengan metode AP-PCR sebagai biomarker alternative sedang diselidiki (Castellani et al, 1993; Savva et al., 1994; Savva, 1996; Walker et al., 1995). Telah dihipotesiskan bahwa jika adduct hadir dalam lokasi pemprimeran DNA, primer akan dicegah untuk berikatan pada sisi tersebut. Hal ini mengubah Sidikjari DNA dan akan merusak dengan kehilangan atau kedapatan lokasi pemprimeran karena mutasi dan untai DNA yang hancur. Saat ini, hewan-hewan yang terkena polutan kimia genotoksik dikoleksi dan DNAnya diisolasi dari jaringan tertentu dengan prosedur terkondisi ( Sambrook et al., 1989). Kemudian DNA disub-jeksikan ke Ap-PCR dan produk dianalisis dengan elektroforesis gel. Sidikjari DNA control dan yan terpapar dibandingkan dana dianalisis secara statistik.Untuk mengevaluasi potensi AP-PCR sebagai penguji biomarker, tahapan sebelum percobaan dilakukan dengan menggunakan tikus yang diinjeksikan benzo[a]pyrene (Castellani et al., 1993; Savva et al., 1994; Savva, 1996). Tiap tikus dicuplik dengan mengambil darah sebelum injeksi benzo[a]pyrene; setelah 2-4 minggu tikus-tikus dikorbankan dan diambil organ hatinya. DNA diisolasi menggunakan standar prosedur dan diamplifikasi dengan AP-PCR dengan primer yang berbeda-beda. Pertama, Sidikjari DNA yang dihasilkan tidak mampu bereproduksi, tetapi ketika DNA dipotong dengan enzim restriksi, Sidikjari DNA mampu bereproduksi. Hasil ini mengindikasikan bahwa primer yang digunakan dapat dikategorikan kedalam empat grup. Grup pertama tidak digunakan dalam semua produk PCR; hal ini dapat disebabkan oleh penngkondisian yang salah atau primer memiliki sekuen yang tidak sesuai dengan DNA target. Grup kedua menghasilkan Sidikjari DNA dengan hanya sedikit jumlah berkas dan dalam beberapa kasus berbentuk corengan potongan DNA tanpa pola noda yang jelas. Grup ketiga memproduksi Sidikjari DNA yang mengandung lebih dari 10 noda jelas tetapi tidak menjelaskan spesies yang spesifik karena terdapat perbedaan antara sidikjari dari tikus control yang berbeda, walaupun dalam beberapa kasus terdapat perbedaan sidikjari pada tikus sebelum dan sesudah paparan polutan. Grup terakhir memproduksi Sidikjari DNA identic untuk semua tikus sebelum pemaparan dengan benzo[a]pyrene, menyiratkan bahwa primer tersebut mungkin digunakan untuk memproduksi sidikjari pada koloni dan spesies tertentu; walaupun beberapa primer tidak mengungkapkan perubahan apapun dalam Sidikjari DNA sebelum dan sesudah pemaparan.Pembelajaran terkini pada kepiting mengkonfirmasi hasil tersebut. Sidikjari DNA didapatkan dengan menggunakan DNA yang diisolasi dari kelenjar midgut spesies yang terapar dan tidak terpapar mengungkapkan perbedaan jelas antar kedua grup tersebut (Castellani et al., manuscript in preparation). Dalam pembelajaran parallel pada DNA dari kepiting yang terpapar dalam laboratorium, kehadiran DNA adducts didemonstrasikan dengan teknik ELISA dan perubahan dalam Sidikjari DNA ditemukan.3.1.3 Bagaimanakah Kehandalan Sidikjari DNA?Sidikijari DNA seseorang akan benar-benar unik jika memang layak untuk melakukan analisis fragmen restriksi pada seluruh genom orang tersebut. Pada prakteknya, seperti yang telah dijelaskan, pengujian sidikjari DNA berfokus hanya pada kira-kira lima daerah yang sangat kecil dari suatu genom. Akan tetapi, daerah yang dipilih merupakan daerah yang diketahui sangat bervariasi dari satu orang ke orang lainnya. Pada sebagian kasus forensic, probabilitas dua orang memiliki sidikjari DNA yang sama adalah satu dalam 100.000 hingga satu milyar. Angka yang tepat tergantung pada jumlah penanda yang dibandingkan dan pada frekuensi penanda ini dalam populasinya. Informasi tentang bagaimana berbagai penanda yang sama berada dalam kelompok etnik yang berbeda adalah merupakan kuncinya karena frekuensi penanda ini dapat sangat berbeda dari frekuensi pada populasi itu secara keseluruhan. Data seperti itu sekarang telah membuat para saintis forensik dapat membuat perhitungan statistik yang sangat akurat. Dengan demikian meskipun ada masalah-masalah yang timbul dari data statistic yang tidak mencukupi, kesalahan manusia atau bukti cacat; sidikjari DNA sekarang diterima sebagai bukti penguat oleh pakar hukum dan saintis sejenis.3.2 BiosensorBiosensor adalah alat kecil yang memanfaatkan reaksi biologis untuk mendeteksi target analit. Alat yang secara mendalam mengenali suatu elemen dengan transduser fisik yang mentranslasi pengenalan biologis hingga sinyal elektrik. Elemen transduser umum, termasukoptik, elektrokimia, penghasil cahaya, arus atau sinyal frekuensi . Terdapat dua tipe biosensor, tergantung kejadian pengenalan di alam. Alat bioafinitas bergantung pada ikatan selektif target analit ke batas permukaan ligan (contoh: antibody dan oligonukleotida). Disisi lain, dalam alat biokatalik, enzim yang didiamkan digunakan untuk mengenali substart target. Sebagai contoh, potongan sensor dengan glukosa yang diimobilisasi telah digunakan secara luas dalam terapi diabetes.DNA biosensor berdasarkan pada proses pengenalan asam nukleat dikembangkan secar besar besaran untuk mendapatkan pengenalan genetik dan penyakit serta deteksi kerusakan DNA dan interaksinya secara cepat, sederhana dan murah.Tidak seperti enzim atau antibody, lapisan pengenalan asam nukleat dapat disintesis dan regenerisasi untuk penggunaan banyak.

Gambar 3. Biosensor: Pengenalan pasangan biorekognisi dan trandusksi sinyal

3.2.1 DNA Microarrays dan GeneChipAnalisis kompleks cuplikan DNA dan perolehan sekuen dan ekspresi informasi dibutuhkan dalam integrasi biosensor-biosensor dalam koneksi dengan DNA microarrays. DNA arrays, chip gen atau biochip sering digabungkan untuk menjelaskan alat tersebut. Fitur teraktraktif dari alat tersebut adalah miniaturasi, kecepatan dan akurasi. DNA microchip menawarkan potensi hebat untuk analisis cuplikan asam nukleat secara cepat dan skala besar., termasuk diagnosis penyakit genetic, deteksi agen penginfeksi dan pengukuran perbedaan ekspresi gen. DNA microarray adalah aspek analisis genetic revolusioner.Sistem chip gen Affimetrix (Santa Clara, CA) memberikan informasi sekuen dengan hibridisasi dengan satu set target potongan DNA yang disiapkan dari satu atau lebih gen menarik. Sistem ini mengandung empat bagian terintegras: DNA probe yang dapat diuraikan, stasiun fluida untuk mengenakan tes cuplikan, pemindai untuk membaca data dan piranti lunak untuk mengontrol instrument dan proses data. Susunan probe mengandung gabungan oligonukleotida yang dikenal sebagai sekuen dalam lokasi spesifik pada permukaan silikon. Strategi fotolitografi digunakan untuk menyintesis jumlah besar probe DNA dalam lokasi spesifik dalam chip.

Gambar 4. Cahaya mengarahkan susunan probe digunakan dalam persiapan Affymetrixs GeneChip

RINGKASAN Asam nukleat adalah molekul biologis yang tersusun dari nukleotida-nukleotida serta menjadi pondasi dasar dalam pembentukan sifat suatu individu. Hal menarik dari molekul ini adalah bahwa dengan merekayasa susunan nukleotida tersebut, seseorang dapat mengubah sifat individu yang bersangkutan. Perubahan sifat ini meliputi penghasilan protein fungsional (enzim dan hormone) dan structural. Lebih jauh lagi, rekayasa asam nukleat tidak berhenti pada pengarahan produksi protein tertentu, melainkan pengklonan gen dan modifikasi gen yang dapat dimanfaatkan sebagai biosensor, sidik jari DNA, Elektroda, chip gen dan lainnya. Dalam rangka penyedian kebutuhan sekuen asam nukleat tersebut, manusia juga telah mampu menciptakan metode produksi dan analisis asam nukleat seperti PCR, Elektroforesis, Southern Blotting, Sanger dan lainnya. Dengan memperhatikan perkembangan produk rekayasa dan metode analisis asam nukleat, maka dapat dipastikan bahwa aplikasi rekayasa asam nukleat dapat melebur dalam sektor kesehatan, teknik bahkan ilmu sosial.

REFERENSICampbell, N.A., Reece, J.B. & Meyers, N. 2006, Biology, Erlangga, Jakarta.Learn.Genetics, diakses pada 17 Februari 2014 dari http://learn.genetics.utah.edu/content/labs/pcr/

Savva, D. 1996, Use of DNA Fingerprinting to Detect Genotoxic Effects, dari Sciencedirect

Wang, J. 2010, Survey And Summary: From DNA biosensors to gene chips, dari Sciencedirect