aplikasi geofisika dalam kestabilan lereng dan kelongsoran (1).doc

18
APLIKASI GEOFISIKA DALAM KESTABILAN LERENG DAN KELONGSORAN Oleh: Dwa Desa Warnana*, Ria Asih A. Soemitro, Mohammad Muntaha, Trihanyndio R Ringkasan Dalam dua dekade terakhir ini, geofisika dangkal (Geotechnical- Geophysics) telah jauh berkembang dengan munculnya pencitraan spasial 2D, kemudian pencitraan spasial 3D dan sekarang dan pencitraan ruang- waktu 4D. Teknik ini memungkinkan studi tentang variasi spasial dan temporal struktur geologi. Makalah ini bertujuan untuk menyajikan state- of-the-art pada penerapan metode geofisika permukaan untuk karakterisasi kestabilan lereng dan kelongsoran. Sampai saat ini, teknik geofisika relatif sedikit digunakan untuk penilaian kestabilan lereng dan tanah longsor - sedikitnya ada dua alasan utama. Yang pertama adalah bahwa metode geofisika menyediakan citra dalam hal parameter fisik yang tidak langsung berhubungan dengan sifat geologi dan mekanik yang diperlukan oleh para ahli geologi dan ahli geoteknik. Alasan kedua adalah kemungkinan berasal dari kecenderungan di antara ahli geofisika untuk melebih-lebihkan (over estimated) tentang kualitas dan keandalan dari hasil pengolahan data. Makalah ini memberikan kesempatan untuk meninjau aplikasi terbaru dari metode utama geofisika yakni resistivitas dan seismic passive permukaan untuk karakterisasi longsor, menunjukkan kelebihan dan batasan-batasannya. Kami berharap bahwa makalah ini akan memberikan kontribusi untuk mengisi kesenjangan antara komunitas geoteknik dan kekuatan penggunaan metode geofisika yang tepat untuk penyelidikan longsor. Kata kunci: Geofisika dangkal, resistivity, passive seismic permukaan, kestabilan lereng *Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

Upload: mey-trisoni-silalahi

Post on 29-Nov-2015

96 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ftf

TRANSCRIPT

APLIKASI GEOFISIKA DALAM KESTABILAN LERENG DAN

KELONGSORAN

Oleh:

Dwa Desa Warnana*, Ria Asih A. Soemitro, Mohammad Muntaha, Trihanyndio R

RingkasanDalam dua dekade terakhir ini, geofisika dangkal (Geotechnical- Geophysics) telah

jauh berkembang dengan munculnya pencitraan spasial 2D, kemudian pencitraan spasial 3D dan sekarang dan pencitraan ruang- waktu 4D. Teknik ini memungkinkan studi tentang variasi spasial dan temporal struktur geologi. Makalah ini bertujuan untuk menyajikan state-of-the-art pada penerapan metode geofisika permukaan untuk karakterisasi kestabilan lereng dan kelongsoran. Sampai saat ini, teknik geofisika relatif sedikit digunakan untuk penilaian kestabilan lereng dan tanah longsor - sedikitnya ada dua alasan utama. Yang pertama adalah bahwa metode geofisika menyediakan citra dalam hal parameter fisik yang tidak langsung berhubungan dengan sifat geologi dan mekanik yang diperlukan oleh para ahli geologi dan ahli geoteknik. Alasan kedua adalah kemungkinan berasal dari kecenderungan di antara ahli geofisika untuk melebih-lebihkan (over estimated) tentang kualitas dan keandalan dari hasil pengolahan data. Makalah ini memberikan kesempatan untuk meninjau aplikasi terbaru dari metode utama geofisika yakni resistivitas dan seismic passive permukaan untuk karakterisasi longsor, menunjukkan kelebihan dan batasan-batasannya. Kami berharap bahwa makalah ini akan memberikan kontribusi untuk mengisi kesenjangan antara komunitas geoteknik dan kekuatan penggunaan metode geofisika yang tepat untuk penyelidikan longsor.

Kata kunci: Geofisika dangkal, resistivity, passive seismic permukaan, kestabilan lereng

Pendahuluan

Beberapa metode geofisika telah banyak digunakan untuk penyelidikan kestabilan

lereng, kelongsoran serta menetapkan ketidak homogenan material, batas dan sifat dari

material (Hack, 2000). Sebagian besar metode geofisika yang diterapkan telah ada selama

bertahun-tahun tetapi dalam dekade ini teknologi geofisika telah mengalami kemajuan pesat

akibat peningkatan peralatan akusisi digital, penerapan pencitraan tomografi dan peningkatan

pengolahan data menggunakan komputer (Hack, 2000; Whiteley, 2004).

Metode geofisika didasarkan atas pengukuran fisika untuk memperoleh parameter

fisis bawah permukaan (Anderson et al., 2008). Konsep dasar dari penerapan metode

geofisika untuk penyelidikan kestabilan lereng dan longsor adalah akibat adanya perubahan

parameter fisis tanah yang umumnya memberikan kekontrasan yang cukup besar dengan

tanah sekitarnya (Whiteley, 2004). Beberapa metode geofisika yang sering digunakan dalam

penyelidikan ini terangkum pada Tabel 1. Prinsip dasar dari metode tersebut dapat ditemukan

*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

dalam beberapa referensi (Reynolds, 1997; Telford et al., 1990; Sharma, 1997; Kearey et al.,

2002; Okada, 2003).

Tabel 1. Metode geofisika untuk penyelidikan kestabilan lereng dan longsoran

Metode Paremeter Yang Diukur Informasi Parameter

Fisis

Model Parameter Fisis

(Aplikasi)

Seismik refraksi Waktu tempuh gelombang seismik (gel-P atau gel-S)

Vp, Vs (fungsi modulus elastis dan densitas)

Model 2D: Vp, Vs terhadap kedalaman

Seismik refeleksi Waktu tempuh dan amplitudo gelombang seismik (gel-P atau gel-S)

Vp, Vs (fungsi modulus elastis dan densitas)

Model 2D: Vp, Vs terhadap kedalaman

Cross-hole seismik tomografi

Waktu tempuh dan amplitudo gelombang seismik (gel-P atau gel-S)

Vp, Vs (fungsi modulus elastis dan densitas)

Model yang menggambarkan variasi spasial dalam kecepatan seismik

Multichannel analysis of surface waves (MASW)

Waktu tempuh gelombang permukaan

Vs (fungsi modulus elastis dan densitas)

Model 2D: Vs terhadap kedalaman

Seismic Noise/ mikrotremor (metode H/V )

Waktu tempuh gelombang permukaan (pasif)

Frekuensi natural, faktor amplifikasi dan Vs

Model 1D dan peta 2D: Vs terhadap kedalaman

Ground penetrating radar (GPR)

Waktu tempuh dan amplitudo gelombang EM

Konstanta dielektrik, permeabilitas magnetik dan kecepatan EM

Model 2D: kecepatan EM terhadap kedalaman

Elektromagnetik (EM)

Respon gelombang EM alam

Konduktivitas listrik Model 1D, 2D: konduktivitas terhadap kedalaman

Resistivitas Respon beda potensial terhadap pemberian arus

Resistivitas Model 1D, 2D: resistivitas terhadap kedalaman

Potensial diri (SP) Beda potensial alam Potensial listrik alam Model 1D dan peta 2D: variasi spasial potensial listrik alam

Gravity Variasi spasial medan gravitasi

Densitas Model 1D dan peta 2D: variasi spasial densitas bawah permukaan

Keterangan: VP = kecepatan seismik gelombang P VS = kecepatan seismik gelombang SSumber: Anderson et al. (2008)

Keuntungan dari penerapan metode geofisika dalam penyelidikan kestabilan lereng dan

longsoran adalah (Jongmans dan Garambois, 2007):

Fleksibel, relatif cepat dan mudah diterapkan.

Tidak merusak dan dapat memberikan informasi struktur internal dari tanah atau

massa batuan.

Memungkinkan dalam penyelidikan skala (volume) besar.

Disamping keuntungan di atas, metode geofisika juga mempunyai kelemahan utama yakni

(Jongmans dan Garambois, 2007):*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

Penurunan resolusi terhadap kedalaman.

Memberikan solusi yang tidak unik dan hasilnya membutuhkan kalibrasi.

Memberikan informasi tidak langsung (parameter fisis bukan parameter geologi atau

parameter geoteknik).

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa seluruh keuntungan dari metode geofisika selaras

dengan kelemahan metode geoteknik dan sebaliknya. Hal ini menandakan bahwa kedua

teknik penyelidikan saling melengkapi. Pada makalah ini, kami hanya menjelaskan secara

detil dua metode geofisika yakni metode resistivitas dan seismik passive permukaan untuk

karakterisasi kestabilan lereng dan longsoran.

Metode Resistivitas

Metode resistivitas merupakan metode geofisika yang sering dipakai dalam studi

lingkungan dengan cakupan yang sangat luas. Hal ini disebabkan karena metode ini relatif

mudah dan efektif (Panek et al., 2008). Aplikasi metode resistivitas untuk studi kestabilan

lereng sudah mulai digunakan pada awal tahun 1970-an (Bogoslovsky dan Ogilvy, 1977) dan

berkembang dengan pesat bersamaan dengan pengembangan peralatan dan peralatan

komputer sebagai alat bantu komputasi (Hack, 2001). Perkembangan terakhir telah tersedia

peralatan dan program computer secara komersial yang menyajikan metodologi terbaru

dalam dua dan tiga dimensi “resistivity imaging” atau “Tomografi resistivity” (Dahlin and

Bernstone, 1997; Griffiths and Turnbull, 1985; Griffiths et al., 1990; Li and Oldenburg, 1992;

Loke and Barker, 1996; Vogelsang, 1994; Ward, 1990). Dalam banyak kasus studi kestabilan

lereng, metode resistivitas diterapkan untuk merekontruksi geometri kelongsoran,

menentukan bidang gelincir dan melokalisasi zona yang dikarakterisasi dengan kandungan air

yang tinggi (Colangelo et al., 2008).

Pengukuran resistivitas didasarkan pada perbedaan harga resistivitas antara berbagai

material bawah permukaan. Peralatan pengukuran terdiri dari dua elektroda arus, dua

elektroda mengukur potensial, sumber arus DC dan alat ukur. Variasi konfigurasi elektroda

yang dimungkinkan dalam survei resistivitas dapat dilihat pada Gambar 1. Sensitivitas

maksimum seluruh konfigurasi diperoleh pada daerah dekat elektroda pengukuran. Pemilihan

konfigurasi elektroda pada invesitigasi lapangan tergantung pada: gambaran tipe lokasi

(sensitivitas konfigurasi terhadap perubahan vertikal dan horisontal resistivitas bawah

permukaan serta kedalaman investigasi), sensitivitas alat resistivitas, tingkatan background

noise dan kekuatan sinyal (Hack, 2000). Harga resistivitas material sangat bergantung

*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

kepada: komposisi mineral penyusun material, porositas batuan, struktur yang ada dalam

material, kandungan fluida, temperatur dan kandungan mineral logam dalam lempung

(McNeil, 1990).

Gambar 1. Berbagai konfigurasi elektroda pada metode resistivitas (Hack, 2000)

Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode resistivitas dibedakan menjadi dua

yaitu mapping dan sounding. Metode geolistrik resistivitas mapping merupakan metode

resistivitas yang bertujuan mempelajari variasi resistivitas lapisan bawah permukaan secara

horisontal. Oleh karena itu, pada metode ini digunakan jarak spasi elektroda yang tetap untuk

semua titik datum di permukaan bumi. Sedangkan metode resistivitas sounding bertujuan

untuk mempelajari variasi resistivitas lapisan bawah permukaan bumi secara vertikal. Pada

metode ini pengukuran pada satu titik ukur dilakukan dengan cara mengubah-ubah jarak

elektroda. Pengubahan jarak elektroda tidak dilakukan secara sembarang, tetapi mulai jarak

elektroda kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak elektroda ini sebanding dengan

kedalaman lapisan yang terdeteksi (Reynolds, 1997).

Resistivitas 2 Dimensi (resistivitas 2D) pada fungsinya merupakan gabungan dari

proses pengukuran sounding dan mapping. Semakin besar jarak spasi elektroda maka

semakin dalam lapisan yang dapat diamati (Loke dan Barker, 1996). Pola pengukuran

resistivitas 2D dapat dilakukan dengan beberapa konfigurasi seperti Wenner-Schumberger,

dipole-dipole, pole-pole, Wenner dan lainya (Samouelian et al., 2005). Seperti yang telah *Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

disebutkan di atas, resistivitas sangat bergantung kepada kandungan fluida, karenanya metode

resistivitas 2D dapat juga digunakan sebagai alat untuk memonitor real-time infiltrasi air

hujan kedalam tanah dan mendapatkan informasi tentang variasi kandungan air bawah

permukaan serta kemungkinan pengaruh variasi tersebut terhadap aktivitas longsoran.

Gambar 2, merupakan contoh hasil monitoring pengukuran resistivitas 2D (time-lapse

resistivity 2D) untuk tanggul kereta api di Victorian Great Central - Nottingham, UK.

Monitoring dilakukan pengukuran setiap 4 minggu dalam kurun waktu Juli 2006 hingga

Maret 2007 (Chambers et al., 2008).

Gambar 2. (a) Time –lapse resistivitas, (b) Perubahan resistivitas dalam persen dengan baseline Juli 2006 (Chambers et al., 2008)

Warnana (2012) telah menggunakan gambar resistivitas untuk menentukan distribusi

kandungan air serta mengajukan persamaan semi-empiris untuk menentukan angka keamanan

(FS) lereng. Penentuan distribusi kandungan air dari hasil pengolahan data resistivitas dapat

didekati dengan menggunakan model semi empiris yang diusulkan oleh Archie (1942) atau

menggunakan pengukuran di laboratorium seperti yang telah Warnana (2012) lakukan untuk

*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

mendapatkan persamaan empiris. Contoh distribusi kandungan air berdasarkan resistivitas

dapat dilihat pada Gambar 3b. Penentuan persamaan empiris FS berdasarkan resistivitas dan

sudut kemiringan lokal lereng diperoleh dari korelasi korelasi antara nilai resistivitas dengan

FS hasil perhitungan geoteknik model infinite slope dengan kelongsoran dangkal. Persamaan

semi empiris untuk perhitungan FS berdasarkan resistivitas dan sudut yang diusulkan adalah:

(1)

Dimana i dan i adalah nilai resistivitas dan sudut lokal pada grid sel ke-i

a dan b merupakan konstanta

Contoh perhitungan FS berdasarkan resistivitas dan sudut kemiringan lokal untuk

menentukan kestabilan lereng dengan lokasi longsoran di Jember – Jawa Timur dapat dilihat

pada Gambar 3c (Warnana, 2012).

Gambar 3. (a) Hasil pengolahan data lintasan 5, (b) sebaran kandungan air, (c) perhitungan FS berdasarkan resistivitas

(Warnana, 2012)

Pada Gambar 3 terlihat bahwa ditemukan 1 < FS < 1.2 yakni meter ke- pada musim

hujan. Berdasarkan Bowles (1989), angka keamanan tersebut disebut sebagai lereng kritis.

*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

(a)

(b)

(c)

Adanya proses hujan yang masih terjadi setelah pengukuran di lokasi ini menyebabkan

kestabilan tidak dapat dipertahankan (terjadi soil slip). Dari hasil analisa di atas, perhitungan

FS berdasarkan resistivitas dapat dijadikan alternatif penentuan kestabilan lereng secara

kuantitatif. Kelebihan dari perhitungan FS berdasarkan resistivitas ini adalah memberikan

informasi variasi kerentanan secara detail terkait dengan perubahan sifat tanah dalam volume

yang sangat besar dan memungkinkan untuk digunakan sebagai pemantau satabilitas lereng

yang tidak merusak.

Meskipun demikian, keterbatasan dari perhitungan FS berdasarkan resistivitas adalah

persamaan empiris masih terbatas pada studi kelongsoran dangkal dan sangat lokal (hanya

khusus lokasi penelitian). Konstanta yang digunakan dalam persamaan di atas sangat

bergantung kepada parameter kuat geser tanah dan resistivitas yang memberikan batas

kestabilan lereng. Karenanya kedepan akan dikembangkan persamaan semi-empiris

perhitungan FS berdasarkan resistivitas sehingga dapat dipakai secara umum.

Metode Seismik passive permukaan

Teknik pasive seismik permukaan merupakan metode seismik in-situ yang relatif baru

untuk menentukan profil kecepatan gelombang geser (VS). Pengujian dilakukan pada

permukaan tanah, memungkinkan untuk pengukuran lebih murah dibandingkan dengan

metode tradisional lubang bor. Dasar dari teknik gelombang permukaan adalah karakteristik

dispersif gelombang Rayleigh ketika menjalar melalui media berlapis. Kecepatan gelombang

Rayleigh ditentukan oleh sifat material (terutama kecepatan gelombang geser, tetapi juga

untuk kecepatan gelombang kompresi/primer dan kepadatan material) dari bawah permukaan

hingga kedalaman sekitar 1 sampai 2 panjang gelombang. Seperti ditunjukkan dalam diagram

pada Gambar 4, panjang gelombang yang lebih lebar menembus lebih dalam dan

kecepatannya dipengaruhi oleh sifat material pada kedalaman yang lebih dalam. Pengukuran

gelombang permukaan terdiri dari mengukur kurva dispersi gelombang permukaan di in-situ

dan memodelkan untuk mendapatkan profil kecepatan gelombang geser (VS) yang sesuai.

Metode Pasive seismic permukaan atau disebut juga teknik passive gelombang

permukaan mengukur gelombang noise; gelombang permukaan yang berasal dari aktivitas

gelombang laut, kendaraan, pabrik dan sebagainya. Metode ini termasuk metode mikrotremor

3 komponen single station, array mikrotremor dan teknik refraction microtremor (REMI).

Metode ini secara khusus berkembang dalam teknik gempa (earthquake engineering) untuk

menentukan geometrid dan kecepatan gelombang geser (Vs) lapisan tanah diatas lapisan

*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

bedrock. Metode single station mikrotremor, dan lebih dikenal dengan teknik H/V terdiri dari

perhitungan rasio spectral horizontal dan vertical dari rekaman noise serta penentuan

frekuensi natural/frekuensi resonan lapisan lunak (Nakamura, 1989). Untuk lapisan lunak

tunggal, frekuensi natural didefinisikan sebagai f = Vs/4h dimana Vs adalah kecepatan

gelomabang geser lapisan lunak dan h adalah ketebalan lapisan.

Gambar 5. Prinsip metode pasive seismik permukaan

Dalam beberapa tahun terakhir ini, beberapa penelitian tentang aplikasi mikrotremor

untuk kestabilan lereng dan kelongsoran telah banyak dilaporkan (Izomi dan Ohara, 1999;

Ammasov et al., 2007; Meric et al., 2007; Che et al., 2008; Che et al., 2009; Cocia et al.,

2010; Del-Gaudio et al., 2011) walaupun penerapan mikrotremor untuk kelongsoran telah

dimulai pada era 1970an (Wada et al., 1972).

Dengan menggunakan analisa arah gerakan partikel dari hasil pengukuran

mikrotremor, Wada et al. (1972) berhasil memetakan retakan dan arahnya di longsoran

Kamenose, Jepang. Izomi dan Ohara (1999) telah melakukan pengukuran mikrotremor pada

permukaan lereng di daerah Hansin untuk memperkirakan kelongsoran akibat gempa. Hasil

dari penyelidikan tersebut diperoleh: (1) amplitudo spektral mikrotremor di lereng bagian

atas umumnya lebih besar daripada di bagian kaki lereng, (2) spektral natural mikrotremor di

lereng dipengaruhi oleh bentuk lereng dan lapisan permukaan tanah lunak. Zona anomali

yaitu daerah yang diindikasikan akan terjadi longsor, dapat ditentukan dengan faktor

amplikasi yang tinggi dan berkorelasi dengan kepadatan tanah yang berkurang atau kecepatan

*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

gelombang S permukaan yang rendah (Ammosov et al., 2007; Meric et al., 2007). Faktor

ampfikasi dari hasil analisa HVSR juga mempunyai korelasi dengan tingkat kelongsoran

akibat gempa, khususnya gempa dengan magnitudo yang besar (Che et al., 2009).

Warnana (2012) mengaplikasikan metode mikrotremor dan melakukan inversi H/V

berdasarkan algoritma yang diusulkan oleh Herak (2009) untuk mendapatkan distribusi

kecepatan gelombang sekunder di lokasi daerah longsoran, Jember – Jawa Timur.

Pengukuran dilakukan di dua musim yang berbeda (musim hujan dan musim kemarau) untuk

melihat perbedaan distribusi kecepatan gelombang geser (Vs). Dari analisa tersebut dapat

ditetukan geometri bawah permukaan berdasarkan sebaran Vs (Gambar 5)

Musim Hujan Musim kemarau

Kedalaman 5 m Kedalaman 5 m

Kedalaman 10 m Kedalaman 10 m

Gambar 5. Hasil inversi dari analisa H/V untuk mendapatkan distribusi kecepatan gelombang geser(Vs) (Warnana, 2012)

*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

SIMPULAN

Konsep dasar dari penerapan metode geofisika untuk penyelidikan kelongsoran lereng

adalah akibat adanya perubahan parameter fisis tanah yang umumnya memberikan

kekontrasan yang cukup besar dengan tanah sekitarnya (Whiteley, 2004). Teknologi geofisika

menjadi sangat penting ketika investigasi bawah permukaan secara langsung dengan teknik

pengeboran tidak dapat diterapkan pada kondisi lahan yang berbahaya (Whiteley, 2004) dan

dapat memberikan informasi struktur internal dari tanah secara tidak merusak (Jongmans dan

Garambois, 2007).

Isu penting yang disampaikan dalam makalah ini adalah memberikan informasi

kuantitatif pada analisa kestabilan lereng. Persamaan empiris angka keamanan (Factor of

Safety – FS) berdasarkan nilai resistivitas dan sudut kemiringan lokal diusulkan dalam

makalah ini. Dalam penerapan metode mikrotrmor H/V, dapat ditentukan distribusi dan profil

sebaran kecepatan gelombang geser danlam 1D, 2D hingga 3 Dimensi. Penerapan metode

mikrotremor tidak terbatas untuk analisa kestabilan lereng pada daerah yang mempunyai

daerah kegempaan yang moderat hingga tinggi.

Ucapan Terimakasih

Hasil penelitian yang disampaikan dalam seminar ini meruapakan penelitian yang di

danai oleh JICA-Predict Phase 2, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui skema

Riset Pengembangan IPTEKS, dan LPPM ITS melalui skema penelitian hibah Doktor (Dana

BOPT 2102). Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pihak-pihak yang mendanai

penelitian ini, Laboratorium geofisika – Fisika ITS, Laboratorium Mekanika Tanah dan

batuan – Teknik Sipil ITS, serta pada Panitia Seminar Nasional 2012 Universitas

Palangkaraya.

Daftar Pustaka

Ammosov, A., A. Kalinina, V. Volkov., 2007. Using a three-component KMV seismometer for recording microtremors in the zone of a landslide slope, Seismic Instruments, Vol. 43, No. 1., pp. 26-33.

Bowles, JE.,1989. Sifat-sifat Fisik & Geoteknis Tanah, Erlangga, Jakarta, p.562.

Chambers, J E, Wilkinson, P B, Gunn, D A, Ogilvy, R D, Ghataora, G S, Burrow, M P N2 & Tilden Smith, R, Non-Invasive Characterization And Monitoring Of Earth Embankments UsingElectrical Resistivity Tomography (Ert)

*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

Colangelo, Gerardo., Vincenzo Lapenna, Antonio Loperte, Angela Perrone and Luciano Telesca , 2008. 2D electrical resistivity tomographies for investigating recent activation landslides in Basilicata Region (Southern Italy), Annals Of Geophysics, Vol. 51, N. 1, p.275-285.

Hack R., 2000. Geophysics for slope stability, Surveys in Geophysics, vol. 21, p. 423-448.

Izomi, Shino. And Ohara Shingo., 1999. Measurement of Microtremors on the Surfaces of Slopes, Research Reports Ashikaga Institute of Technology, Vol. 28, p. 187-194.

Jongmans, Denis and Stephane Garambois., 2007. Geophysical investigation of landslides: A review, Bulletin Société Géologique de France 178, 2, p.101-112.

Kearey P., Brooks M. & Hill I., 2002. An Introduction to Geophysical Exploration. 3rd edition, Blackwell, Oxford, 262 pp.

Loke, M.H and R.D. Baker, 1996. Rapid least-squares inversion of apparent resistivity pseudosections by quasi-Newton method, Geophys. Prospect., 44, p.131-152.

McNeill, J.D., 1990. Use of electromagnetic methods for groundwater studies, Geotechnical and environmental geophysics, SEG, Tulsa.

Nakamura, Y., 1989. A Method for Dynamic Characteristics Estimation of Subsurface using Microtremor on the Ground Surface, Quarterly Report of Railway Technical Research Institute (RTRI), Vol. 30, No.1.

Okada, Hiroshi., 2003. The Microtremor Survey method, Geophysical Monograph Series, Society of Exploration Geophysicists, P.O. Box 702740, Tulsa.

Pánek ,Tomáš., Jan Hradecký, Karel Šilhán, 2008. Application Of Electrical Resistivity Tomography (Ert) In The Study Of Various Types Of Slope Deformations In Anisotropic Bedrock: Case Studies From The Flysch Carpathians, Studia Geomorphologica Carpatho – Balcanica Vol. XLII, p.57–73.

Reynolds J.M., 1997. An introduction to applied and environmental geophysics. John Wiley & Sons, Chichester, 806 pp.

Samouelian, A., I. Cousin, A. Tabbagh, A. Bruand, G. Richard, 2005. Electrical resistivity survey in soil science: a review, Soil and Tillage Research, Vol. 83, p. 173-193.

Sharma, P.V., 1997. Environmental and Engineering Geophysics. Cambridge University Press.Telford W.M., Geldart L.P., Sherif R.E. and Keys D.A., 1990. Applied Geophysics. Cambridge Univ. Press, Cambridge,770 p.

Warnana, Dwa Desa., 2012. Studi Analisa Kestabilan Lereng Tanah Residual Berdasarkan Pengukuran Resistivitas, Laporan Akhir Penelitian Hibah Doktor – Dana BOPT 2012.

*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya

Whiteley, Robert, J., 2004. Application of advanced geophysical technologies to landslides and unstable slopes, Proceedings ISC-2 on Geotechnical and Geophysical Site Characterization, Viana da Fonseca & Mayne (eds.)

*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya