aplikasi biopigmen sebagai aditif pembakaran … · hasil dan pembahasan 5 ... pertamax, dan...
TRANSCRIPT
APLIKASI BIOPIGMEN SEBAGAI ADITIF PEMBAKARAN
(COMBUSTION BOOSTER) PADA BAHAN BAKAR MINYAK:
PENURUN EMISI GAS BUANG CO DAN HIDROKARBON
YOSIANDA ANDUSIA ISLAMI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Biopigmen
sebagai Aditif Pembakaran (Combustion Booster) pada Bahan Bakar Minyak:
Penurun Emisi Gas Buang CO dan Hidrokarbon adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2017
Yosianda Andusia Islami
G44130030
ABSTRAK
YOSIANDA ANDUSIA ISLAMI. Aplikasi Biopigmen sebagai Aditif
Pembakaran (Combustion Booster) pada Bahan Bakar Minyak: Penurun Emisi
Gas Buang CO dan Hidrokarbon. Dibimbing oleh ARMI WULANAWATI dan
HAIRUNNISA
` Pencemaran udara terjadi akibat perubahan komposisi udara dari keadaan
normal sehingga dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup. Pencemaran dapat
diakibatkan oleh pembakaran yang tidak sempurna pada kendaraan bermotor
karena mutu bahan bakar yang rendah sehingga dapat menghasilkan gas buang,
seperti karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC). Pencemaran udara dapat
dikurangi dengan menambahkan pendorong pembakaran (combustion booster)
agar dihasilkan produk pembakaran yang lebih baik. Pada penelitian ini,
dilakukan pemanfaatan zat alami berbahan dasar ekstrak kasar klorofil dari daun
eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan ekstrak kasar karoten dari minyak sawit
kasar (CPO) untuk menurunkan emisi gas buang. Ekstrak tersebut ditambahkan
dalam berbagai konsentrasi ke dalam bensin RON 88 dengan nisbah
klorofil:karoten sebesar 0:0, 1:0, 3:1, 2:3, dan 0:1. Emisi gas CO menurun 52%
dan hidrokarbon sedikit meningkat sebesar 11% pada nisbah klorofil:karoten 2:3.
Kata kunci: emisi, karbon monoksida, karoten, klorofil, pembakaran
ABSTRACT
YOSIANDA ANDUSIA ISLAMI. Biopigment Application as Combustion
Booster Additive on Fuel Oil: Emission Reduction of CO and Hydrocarbon
Gases. Supervised by ARMI WULANAWATI and HAIRUNNISA.
Air pollution occurs due to changes in air composition from normal
condition, so it can interfere the living things. Pollution is caused due to
incomplete combustion in motor vehicles because of the low qualityfuel that can
produce exhaust gases, such as carbon monoxide (CO) and hydrocarbons (HC).
Air pollution could be reduced by adding combustion booster to make combustion
in the machine produce better gases. In this study, chlorophyll extracted from
Eichhornia crassipes (water hyacinth) leaves and crude carotene extracted from
crude palm oil (CPO) were used to decrease the exhaust gases emission. These
extracts were added at various concentrations into RON 88 gasoline with ratios of
chlorophyll:carotene of 0:0, 1:0, 3:1, 2:3, and 0:1. The emissions test of CO gases
resulted in emission reduction of 52% and hydrocarbon enhancement of 11%. at a
chlorophyll:carotene ratio of 2:3.
Keywords: emissions, carbon monoxide, carotene, chlorophyll, combustion
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kimia
pada
Departemen Kimia
APLIKASI BIOPIGMEN SEBAGAI ADITIF PEMBAKARAN
(COMBUSTION BOOSTER) PADA BAHAN BAKAR MINYAK:
PENURUN EMISI GAS BUANG CO DAN HIDROKARBON
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
YOSIANDA ANDUSIA ISLAMI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilakukan adalah Aplikasi Biopigmen sebagai Aditif Pembakaran
(Combustion Booster) pada Bahan Bakar Minyak: Penurun Emisi Gas CO dan
Hidrokarbon.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Armi Wulanawati, SSi, MSi dan
Hairunnisa, MSi selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan dan ilmu yang
diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan tugas akhir ini.
Terima kasih penulis pada Bapak Adam Zulma, SSi yang telah membantu dan
membimbing selama melakukan penelitian di Lemigas. Di samping itu, ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada pimpinan di Laboratorium Kelompok
Analitik dan Kimia Terapan, KPPP Teknologi Proses, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB) LEMIGAS,
Jakarta Selatan yang telah membantu penulis dalam penelitian. Ucapan terima
kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Bapak Kapten Czi
Nuryetrizal dan Ibu Siti Salwati serta seluruh keluarga atas segala doa, nasehat
dan kasih sayang yang telah diberikan. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada teman-teman kos sq, Heru Wirzal Ksatria, Mazidah N Inayah,
Friska Sinaga, Sonia Ayu Anggraeini, Nur Rahmayani, Asih Gayatri, dan Regina
Bunga Pebriani atas bantuan, saran, dan motivasi selama ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat.
Bogor, November 2017
Yosianda Andusia Islami
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Waktu dan Tempat Penelitian 2
METODE 2
Alat dan Bahan 2
Prosedur Kerja 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Karakteristik Karoten dan Klorofil 5
Kinerja Aditif dalam Menurunkan Emisi Gas Buang CO dan Hidrokarbon 10
SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 16
DAFTAR TABEL
1 Spesifikasi sepeda motor 5 2 Hasil identifikasi ekstrak kasar klorofil 8 3 Puncak serapan spektrum FTIR standar dan ekstrak kasar klorofil,
karoten 9
DAFTAR GAMBAR
1 Spektrum UV-Vis standar dan ekstrak kasar karoten 6 2 Spektrum UV-Vis (a) standar (Harbone 1987) dan (b) ekstrak kasar
klorofil 6 3 Hasil uji KLT (a) ekstrak kasar dan (b) standar karoten 7 4 Hasil uji KLT ekstrak kasar klorofil 7 5 Pembentukan feofitin dari klorofil 8 6 Spektrum FTIR (a) ekstrak kasar dan (b) standar karoten 9 7 Spektrum FTIR ekstrak kasar klorofil 9 8 Karoten pada proses pembakaran (Fennema et al. 2008) 11 9 Pembentukan pirofeofitin dari klorofil pada proses pembakaran
(Fennema et al. 2008) 12 10 Kadar emisi gas buang (a) CO, (b) CO2, dan (c) HC pada bahan bakar 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian 16 2 Rendemen (%) ekstrak kasar klorofil dan karoten 16 3 Kadar emisi gas buang CO, CO2, dan HC pada bahan bakar minyak 17
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pencemaran udara terjadi akibat adanya perubahan komposisi udara dari
keadaan normal, sehingga dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup.
Pencemaran udara terbesar di Indonesia berasal dari kendaraan bermotor yang
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir telah mengalami peningkatan yang sangat
pesat sekitar 70% hidrokarbon (Ismiyati et al. 2014). Pada kendaraan bermotor di
Indonesia, bahan bakar yang biasa digunakan adalah bensin yang terdiri atas 3
jenis, yaitu premium, pertamax, dan pertamax plus dengan angka oktan berturut-
turut 88, 92, dan 95 (Ismiyati et al. 2014). Angka oktan adalah angka yang
menunjukkan seberapa besar tekanan maksimum yang diberikan di dalam mesin
sebelum bensin terbakar secara spontan (Mulyono et al. 2013). Pembakaran tidak
sempurna pada bahan bakar disebabkan oleh rendahnya kualitas bahan bakar
sehingga dapat meningkatkan emisi gas buang berbahaya, seperti karbon
monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC) (Ismiyati et al. 2014).
Emisi gas buang CO dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna
hidrokarbon karena kurangnya oksigen di dalam pembakaran (Jayanti et al. 2014).
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (PERMEN LH) No 5
Tahun 2006 Tentang Emisi Gas Buang CO dan hidrokarbon untuk Sepeda Motor
dengan Tahun pembuatan 2010 berturut-turut sebesar 4.5% dan 2000 ppm.
Emisi gas buang CO berbahaya bagi kesehatan sehingga dapat dikurangi dengan
menambahkan zat aditif pembakaran sintetik, seperti Tetra Ethyl Lead (TEL),
metanol, dan etanol. Penggunaan etanol sebanyak 10 mL dapat mengurangi emisi
gas buang dengan persentase penurunan sebesar 77.78%, namun efek samping
penggunaannya dapat menimbulkan gas formaldehida yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan serius, seperti kejang, koma, kebutaan dan kematian
(Octaviani et al. 2010). Oleh karena itu berbagai penelitian terkait zat aditif alami
cenderung meningkat, seperti klorofil dan karoten yang berturut-turut berasal dari
eceng gondok dan wortel yang dapat menurunkan emisi gas buang CO dan HC
berturut-turut sebesar 63.12% dan 44.59% (Adriany et al. 2011). Hal ini
disebabkan oleh karoten yang merupakan biopigmen yang bersifat sebagai
antioksidan sehingga dapat menghambat pembentukan kerak di dalam mesin,
pelarut atau penangkap radikal oksigen dan melindungi klorofil dari oksidasi
dengan cara mendonorkan satu atom protonnya sehingga membuat radikal bebas
stabil (Dia et al. 2015) sedangkan klorofil berperan sebagai penangkap oksigen,
menyempurnakan reaksi pembakaran HC dengan cara memperkaya oksigen dan
mendekatkan pencampuran antara oksigen dan bahan bakar, serta mengurangi
daerah kaya bahan bakar dan jumlah panas maksimum yang dikeluarkan
(Sudarmanta et al. 2008). Namun wortel banyak dikonsumsi masyarakat sehingga
penggunaannya sebagai sumber zat aditif dikhawatirkan akan berkompetisi
dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Selain itu, kandungan karoten dalam crude
palm oil (CPO) lebih banyak 2.5% dibandingkan dengan wortel (Holden et al.
1999).
Berdasarkan hal tersebut maka pada penelitian ini dilakukan pemanfaatan
2
karoten dari CPO dan klorofil dari eceng gondok sebagai zat aditif pembakaran
pada bahan bakar premium. Penelitian dengan penambahan zat aditif ini
diharapkan dapat menghasilkan pembakaran yang sempurna, meningkatkan
performa mesin, dan menurunkan emisi gas buang CO dan HC.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari hingga Juli 2017 di
Laboratorium Kelompok Analitik dan Kimia Terapan, KPPP Teknologi Proses,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
(PPPTMGB) LEMIGAS, Jakarta Selatan.
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan, yaitu pengaduk bermagnet, peralatan gelas,
spektrofotometer UV-Vis Cary 300, hotplate SCILOGEX MS7-H550-S, FTIR
Cary 600, neraca analitik BOSCH SAE 200, Thin Layer Cromatogerphy (TLC)
F254 (Darmstadt, Jerman), Anycar AUTOChek gas and smoke, desikator, kertas
saring, dan penguap putar. Bahan yang digunakan, yaitu ekstrak kasar klorofil dari
daun eceng gondok (Cipondoh, Tangerang, Indonesia), ekstrak kasar karoten dari
CPO yang berasal (PT Wilmar Internasional, Jakarta Selatan, Indonesia), standar
β-karoten sigma aldrich sintetik 93% (No C970-5G SIGMA), bahan bakar
(premium 88), penstabil panas disebut FAME, silika gel 60 (0.063-0.20 mm)
(Darmstadt, Jerman), isopropanol (IPA) p.a., aseton p.a., n-heksana p.a., dan
xilena p.a.
Prosedur Kerja
Ekstraksi Karoten dari CPO
Ekstrak kasar karoten diperoleh dari CPO melalui metode adsorpsi Baharin
et al. 2001 yang telah dimodifikasi. Adsorben yang digunakan terlebih dahulu
diaktivasi dengan menggunakan larutan isopropanol (IPA). Adsorben yang
digunakan adalah silika gel 60 (0.063-0.20 mm). Silika gel 60 ditimbang sebanyak
20 g kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia 250 mL lalu ditambahkan 75
mL IPA hingga silika gel terendam, setelah itu dilakukan pengadukan selama 15
menit pada kecepatan 1500 rpm dengan menggunakan pengaduk bermagnet.
Selanjutnya, dilakukan dekantasi lalu dimasukkan ke dalam desikator.
Crude Palm Oil (CPO) sebanyak 5 mL dilarutkan dengan 15 mL IPA,
kemudian dicampurkan ke adsorben yang telah diaktivasi di dalam gelas kimia
250 mL. Selanjutnya, ditambahkan 30 mL IPA hingga seluruh adsorben terendam.
Proses adsorpsi ini dilakukan pada suhu 52.5 ºC dengan kecepatan pengadukan
sebesar 900 rpm selama 2 jam. Selanjutnya, adsorben yang mengandung CPO
3
didekantasi dan disaring. Adsorben yang mengandung karoten kemudian
ditambahkan heksana sebanyak 25 mL sambil dilakukan pengadukan dengan
kecepatan 900 rpm selama 30 menit, setelah itu di dekantasi dan disaring. Proses
penambahan pelarut pada ekstrak karoten dilakukan 4 kali penyaringan mulai dari
karoten awal disaring. Karoten yang terkandung pada pelarut heksana selanjutnya
dipekatkan dengan menggunakan vakum evaporator pada suhu 25°C dan
kecepatan 100 selama 16 jam (Lampiran 1). Ekstrak kasar karoten yang telah
dipekatkan kemudian ditimbang.
Ekstraksi Klorofil dari Eceng Gondok
Ekstraksi klorofil dilakukan dengan metode maserasi atau perendaman
(mengacu penelitian Adriany et al. 2011) dengan langkah sebagai berikut: eceng
gondok dipisahkan antara daun dan batangnya, daunnya dibersihkan dan
dikeringkan, kemudian daunnya dipotong kecil-kecil untuk memudahkan proses
blender. Daun eceng gondok yang telah dipotong lalu di blender sampai halus dan
dipindahkan ke wadah yang bersih, serta diletakkan pada suhu kurang dari 20 ºC.
Eceng gondok halus ditimbang sebanyak 2600 g dan dimasukkan ke wadah botol
kaca berwarna gelap, lalu ditambahkan 5 L pelarut yang terbuat dari campuran
80% aseton dan 20% heksana. Larutan campuran tersebut kemudian diaduk
sampai homogen dan didiamkan selama 24 jam dalam lemari pendingin, setelah
itu dikeluarkan dari lemari pendingin dan disaring menggunakan alat vakum
evaporator dengan suhu penangas 25 ºC, serta diletakkan di ruangan gelap. Sisa
ampas daun eceng gondok dimaserasi lagi dan dipres dengan alat pengepres untuk
memaksimalkan terambilnya semua larutan, setelah itu ekstrak kasar korofil
diuapkan dengan vakup evaporator pada kecepatan 100 rpm pada suhu 25°C
selama 32 jam atau 4 hari kerja.
Karakterisasi Karoten dan Klorofil
Spektrofotometri UV-Vis
Ekstrak kasar karoten dari CPO atau ekstrak kasar klorofil dari daun eceng
gondok diambil 1 mL lalu dimasukkan ke dalam kuvet kuarsa, setelah itu
diencerkan dengan heksana kemudian dilakukan pemayaran pada panjang
gelombang 300-800 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis sehingga
diperoleh panjang gelombang maksimum dari karoten dan klorofil. Hasil
pengujian ini dihasilkan 3 puncak yang khas untuk karoten dan 2 puncak yang
khas untuk klorofil, lalu dibandingkan dengan standar. Blanko yang digunakan
untuk mengidentifikasi senyawa karoten dan klorofil, yaitu heksana.
Kromatografi lapis tipis (KLT)
Ekstrak kasar karoten dan ekstrak klorofil ditotolkan pada pelat KLT lalu
dikeringudarakan. Setelah kering, pelat dimasukkan ke dalam bejana kromatografi.
Bejana kromatografi tersebut berisi heksana dan aseton dengan perbandingan 7:3.
Setelah eluen sampai batas rambat, pelat KLT dikeluarkan dan dikering udarakan
untuk menghilangkan pelarut. Bila diperoleh daerah inhibisi berwarna kuning,
menunjukkan adanya karoten dan hijau tua menunjukkan klorofil. Daerah inhibisi
pada kromatogram dibandingkan dengan standar lalu ditentukan Rf-nya.
4
FTIR
Ekstrak kasar karoten/klorofil dilarutkan dengan heksana sambil dilakukan
pengadukan, kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam chamber FTIR lalu
diukur.
Pembuatan Zat Aditif
Berdasarkan US Patent No. 5.826.369 dan pembuatan zat aditif penelitian
yang dilakukan oleh Adriany et al. 2011. Pembuatan aditif dilakukan dengan
menuangkan pelarut xilena sebanyak 25 mL ke dalam labu erlenmeyer berukuran
1 L kemudian diikuti dengan penambahan penstabil panas sebesar 0.5 mL dan
ekstrak kasar klorofil sebesar 5 g. Campuran kemudian diaduk menggunakan
pengaduk bermagnet sekitar 10 menit pada suhu 35 °C sambil dialirkan dengan
gas Nitrogen. Setelah semua bahan tercampur, kemudian larutan tersebut
ditambahkan bahan bakar sebanyak 474 mL ke dalam erlenmeyer 1 L sambil
dialiri gas nitrogen dan diaduk selama 15 menit dengan suhu larutan 35 °C
sedangkan untuk pembuatan aditif B dapat dilakukan dengan cara yang sama
tetapi ekstrak kasar klorofil diganti menjadi ektrak kasar karoten sebesar 2.5 g.
Formulasi Aditif Combustion Booster dengan bensin
Formulasi aditif dilakukan dengan mencampurkan aditif A dan aditif B ke
dalam bensin Premium 88 pada beberapa variasi konsentrasi dengan rasio klorofil
dan karoten 0:0, 0:1, 2:3, 3:1 dan 1:0. Pencampuran dibantu dengan sedikit
pengadukan dan pemanasan (suhu sekitar 40 °C).
Pengujian Emisi Gas Buang CO dan Hidrokarbon
Pengujian kadar karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), dan
hidrokarbon (HC) dilakukan di laboratorium Aplikasi PPPTMGB ‘’LEMIGAS’’
dengan kondisi ruangan uji yang datar dan suhu ruangannya 25 °C, serta
dilakukan pengecekkan data kendaraaan. Mesin kendaraan motor dihidupkan
sekitar 15 menit dengan suhu kerja mesin sekitar 70-80 ºC dan diperiksa pipa gas
buang, setelah itu dilakukan pengujian pada putaran mesin 1100 rpm. Selanjutnya
dilakukan pemasangan sensor gas sedalam 30 cm ke dalam pipa gas buang untuk
menghindari kesalahan, tunggu ± 20 detik sampai data pada layar stabil dan
pasang sensor temperatur oil. Hasil data pengukuran dicetak dan dibandingkan
dengan hasil standar. Pengukuran konsumsi BBM dilakukan dengan cara
memasukkan 100 mL sampel bensin Premium ke dalam alat uji konsumsi Anycar
AUTOChek gas and smoke, kemudian mesin kendaraan uji dinyalakan sesuai
prosedur yang sama dengan prosedur pengukuran emisi. Spesifikasi kendaraan
yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
5
Tabel 1 Spesifikasi sepeda motor
Plat nomor B 3353 EBW
Jenis kendaraan Suzuki
Merek kendaraan Satria F150
Bahan bakar Bensin
Jarak tempuh 11800
Tahun 2013
Tipe Mesin 4 langkah, SOHC, pendingin udara
Diameter × langkah 62 × 48 mm
Volume langkah 147.2 cc
Perbandingan kompresi 10,2 : 1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aditif pembakaran merupakan suatu zat kimia yang ditambahkan dalam
jumlah kecil ke dalam bahan bakar untuk meningkatkan kualitas bahan bakar
sehingga dapat meningkatkan kinerja dan kualitas mesin selama penggunaan
(Kumar et al. 2017). Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan kadar oksigen
pada pencampuran gas di dalam mesin dengan menangkap radikal bebas oksigen
sehingga mengurangi terjadinya proses pembakaran yang tidak sempurna, yaitu
gas CO dan hidrokarbon (Adriany et al. 2011).
Aditif pembakaran yang digunakan pada penelitian ini adalah karoten dan
klorofil. Ekstrak kasar karoten diperoleh dari CPO melalui proses adsorpsi
menggunakan adsorben silika gel yang diaktivasi oleh isopropanol (IPA) pada
suhu 52.5 ºC sedangkan ekstrak kasar klorofil diperoleh dari eceng gondok
melalui proses maserasi selama 24 jam dengan menggunakan pelarut n-heksana:
aseton (1:4). Hasil ekstrak kasar karoten dan klorofil diperoleh berturut-turut
sebesar 26.89 dan 0.40% (Lampiran 2). Keberadaan ekstrak kasar karoten dan
klorofil diidentifikasi menggunakan spektrofotometri UV-Vis, KLT, dan FTIR.
Karakteristik Karoten dan Klorofil
Hasil analisis spektrum UV-Vis pada ekstrak kasar karoten menunjukkan
adanya 3 puncak yang khas dengan panjang gelombang 471, 448, dan 445 nm.
Hal ini memiliki kemiripan pola spektrum absorpsi dengan standar karoten yang
terlihat dari 3 puncak khas karoten pada panjang gelombang 471, 448, dan 446 nm
(Gambar 1). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekstrak yang diperoleh
adalah karoten.
6
Gambar 1 Spektrum UV-Vis standar ( ) dan ekstrak kasar karoten ( )
Sementara itu, hasil analisis spektrum UV-Vis ekstrak kasar klorofil
menurut Harbone 1987 menggunakan pelarut dietil eter diperoleh 2 puncak yang
khas dengan panjang gelombang 430 dan 662 nm untuk klorofil a dan sebesar 453
nm dan 642 nm untuk klorofil b (Gambar 2a) sedangkan spektrum ekstrak kasar
klorofil diperoleh juga 2 puncak yang khas dengan panjang gelombang sebesar
415 dan 667 nm (Gambar 2b). Berdasarkan perbandingan kedua pola spektrum
dan panjang gelombang maksimumnya dapat dikatakan bahwa ekstrak kasar
klorofil yang diperoleh termasuk pada jenis klorofil a. Terdapatnya 2 puncak pada
spektrum klorofil disebabkan oleh penyerapan cahaya tampak paling kuat di dua
pita yang dikenal sebagai pita Q di wilayah merah dan pita soret di wilayah biru.
Pita ini adalah serapan umum untuk kebanyakan struktur yang memiliki cincin
porfirin. Absorpsi ini terkait dengan eksitasi elektron dari π→π* sehingga
menimbulkan pergeseran panjang gelombang (House 2008). Hal ini terjadi
disebabkan oleh pelarut berbeda sehingga terjadi pergeseran hipsokromik dan
batokromik. Pergeseran hipsokromik terjadi karena perubahan pelarut atau
konjugasi yang hilang sedangkan pergeseran batokromik terjadi karena perubahan
pelarut dan adanya gugus auksokrom pada kromofor (Pavia et al. 2013).
(a) (b)
Gambar 2 Spektrum UV-Vis (a) standar (Harbone 1987) dan (b) ekstrak kasar
klorofil
Keberadaan ekstrak kasar karoten dan klorofil dianalisis lebih lanjut
menggunkan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Hasil analisis ekstrak dan standar
karoten diperoleh satu spot berwarna kuning dengan Rf berturut-turut sebesar
0.975 (Gambar 3a) dan 0.925 (Gambar 3b). Berdasarkan sifat kepolaran, terlihat
bahwa karoten sangat nonpolar sehingga nilai Rf tinggi karena interaksi yang
terjadi dengan SiO2 dalam fase diam lebih lemah. Bila dibandingkan dengan nilai
0
0,5
1
1,5
2
300,00 400,00 500,00 600,00 700,00
abso
rban
s
panjang gelombang (nm)
panjang gelombang (nm)
a
bso
rban
s
Klorofil b
Klorofil
a
panjang gelombang (nm)
ab
sorb
ans
7
Rf yang dihasilkan dengan standar hasilnya sangat identik. Hal ini
mengindikasikan bahwa senyawa yang dihasilkan adalah karoten (Lipsy 2010).
(a) (b)
Gambar 3 Hasil uji KLT (a) ekstrak kasar dan (b) standar karoten
Berbeda dengan ekstrak kasar karoten, pada ekstrak kasar klorofil dihasilkan
beberapa spot sebagai berikut yaitu hijau tua, hijau muda, kuning, hijau
kecoklatan, coklat muda, dan abu-abu (Gambar 4). Warna-warna ini berturut-turut
diduga menunjukkan klorofil a, klorofil b, karoten, turunan klorofil, dan feofitin a
(Tabel 2). Menurut Ariyanti et al. 2016 feofitin ini disebabkan oleh degradasi
karena adanya magnesium dechelate yang akan mengkatalisis hidrolisis ikatan
ester antara residu asam propionat pada cincin makrosiklik dengan fitol pada
klorofil sehingga menyebabkan hilangnya ion Mg2+
(Gambar 5). Hal ini
dibuktikan dengan nilai Rf ekstrak kasar klorofil yang dibandingkan dengan
standar (Tabel 2). Analisis Rf berguna untuk memperkuat identifikasi komposisi
pigmen berdasarkan warna. Nilai Rf bervariasi bergantung pada pelarut, penjerap,
suhu, kemurnian, dan konsentrasi pigmen.
Gambar 4 Hasil uji KLT ekstrak kasar klorofil
karoten karoten
Turunan
klorofil
Klorofil b
Klorofil a
Feofitin a
8
Tabel 2 Hasil identifikasi ekstrak kasar klorofil
Warna spot Faktor retardasi (Rf)
Pigmen Percobaan Literatur*
Hijau kecoklatan 0.15-0.33 0.17-0.34 Xantofil
Coklat muda 0.36 0.35-0.45 Turunan klorofil Hijau 0.42-0.45 0.42-0.6 Klorofil b
Hijau tua 0.61 0.7-0.64 Klorofil a
Abu-abu 0.76-0.81 0.74-0.89 Feofitin a
Kuning 0,98 0.91-0.98 Karoten *Literatur : Heriyanto dan Limantara (2006)
Eluen: toluena yang telah ditambahkan aseton 5%, metanol 4%, isopropil
alkaloid 1%
Gambar 5 Pembentukan feofitin dari klorofil Keteramgan: R= CH3 (A)
R= CHO (B)
Selain itu, hasil analisis spektrum FTIR ekstrak kasar karoten (Gambar 6a)
yang dibandingkan dengan standar (Gambar 6b) menunjukkkan terdapatnya
puncak yang khas untuk ekstrak kasar karoten, seperti C-H alifatik jenuh, ulur;
CH2 rocking, dan vibrasi bengkok C-H dengan bilangan gelombang berturut-turut
sebesar 2850-2954, 720.5, dan 1466 cm-1
(Tabel 3). Namun, pada ekstrak karoten
juga ditemukan puncak vibrasi C=O dan regangan C-O dengan bilangan
gelombang berturut-turut sebesar 1720 cm-1
dan 1180 cm-1
. Hal ini menunjukkan
bahwa ekstrak karoten yang diperoleh sebagian ada yang teroksigenasi karena
ekstrak yang diperoleh masih berupa ekstrak kasar (Pavia et al. 2013 dan Hujaya
2008). Selain itu, tidak adanya vibrasi C-H alifatik pada ekstrak karoten
disebabkan oleh adanya pengotor pada ekstrak sehingga puncaknya menyatu dan
tertutupi (Sumarna 2006).
Mg 2+
Klorofil Feofitin
9
(a) (b)
Gambar 6 Spektrum FTIR (a) ekstrak kasar dan (b) standar karoten
Tabel 3 Puncak serapan spektrum FTIR standar dan ekstrak kasar klorofil, karoten
No Vibrasi gugus fungsi
Bilangan gelombang (cm-1
)
Standar* Ekstrak
Klorofil Karoten Klorofil Karoten
1 N-H ulur pada amina sekunder
atau imina 3388.93 3389
2 C-H alifatik jenuh, ulur
2926.01 2954 2926 -
2854.65 2926 2856 2926
2854 2853
3 Vibrasi C=O 1710.86 - 1712 1720
4 C-H pada C=C terkonjugasi 1620.21 -
5 Vibrasi bengkok C-H 1467 1466
6 Vibrasi bengkok asimetris C-H 1460 1461
7 Regangan cincin - 1450
8 Regangan C-O - - 1190 1180
9 Regangan C=O ester - 1070
10 C-H pada C=C konformasi
trans 970 -
11 CH2 rocking 721.38 720 723 720.5 *Sumber: Hujaya 2008 dan Pavia et al. (2013)
Keterangan: - : tidak ada puncak serapan
Gambar 7 Spektrum FTIR ekstrak kasar klorofil
% T
ran
smit
an
Bilangan gelombang (cm-1)
2
5
6
10 11
2
2 2
5
6
8
11
2
3
% T
ran
smit
an
Bilangan gelombang (cm-1)
1
2
2
3
7
8
9
11
% T
ran
smit
an
Bilangan gelombang (cm-1)
10
Sementara itu untuk hasil analisis puncak serapan pada spektrum FTIR
ekstrak kasar klorofil menunjukkan banyaknya serapan yang khas N-H ulur,
vibrasi C=O, dan C-H alifatik jenuh, ulur dengan bilangan gelombang berturut-
turut sebesar 3389, 1712, 2854-2926 cm-1
(Tabel 3). Selain itu, pada spektrum
FTIR klorofil (Gambar 7) juga muncul gugus fungsi regangan cincin, regangan C-
O, dan regangan C=O ester dengan bilangan gelombang berturut-turut sebesar
1450 cm-1
, 1190
cm
-1, dan 1070 cm
-1 (Tabel 3). Hal ini
disebabkan oleh elektron
bergerak terus sepanjang ikatan yang menghubungkannya sehingga akan terjadi
perubahan jarak antara keduanya, walaupun sudut ikatan tidak berubah (Pavia et
al. 2013).
Berdasarkan uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa hasil pengujian
karakteristik ekstrak kasar karoten dan klorofil tidak ditemukan adanya puncak
serapan O-H yaitu pada panjang gelombang 3500 cm-1
. Hal ini menunjukkan tidak
adanya air dalam ekstrak karoten dan klorofil. Keberadaan air tidak diharapkan
dalam pembuatan aditif pembakaran karena air dapat menyebabkan korosi pada
mesin kendaraan apabila telah bercampur dengan BBM.
Kinerja Aditif dalam Menurunkan Emisi Gas Buang CO dan Hidrokarbon
Pengujian emisi gas buang dalam menurunkan emisi gas CO dan HC
dilakukan dengan menambahkan aditif pembakaran. Pembuatan aditif
pembakaran dapat dilakukan dengan mencampurkan FAME, xilena, ekstrak kasar
klorofil atau karoten sambil dialiri gas nitrogen. FAME ini berfungsi sebagai
penstabil panas agar klorofil atau karoten tidak mudah rusak selama pembuatan,
pencampuran, dan pengujian sedangkan xilena berfungsi untuk memudahkan
larutnya klorofil atau karoten dengan bahan bakar (Adriany et al. 2011).
Penambahan ekstrak kasar klorofil di dalam pembakaran berfungsi untuk
menyempurnakan reaksi pembakaran HC dari bahan bakar dengan cara
memperkaya oksigen dan mendekatkan pencampuran antara oksigen dan bahan
bakar (Adriany et al. 2011) sedangkan ekstrak kasar karoten berperan aktif dalam
melindungi klorofil dari kerusakan akibat cahaya dan pemanasan (Heriyanto dan
Limantara 2006) dengan cara mendonorkan satu atom protonnya sehingga
terbentuk radikal peroksil (Gambar 8) (Kanasawud dan Crozet 1990). Di samping
itu, senyawa karoten juga dapat menghambat pembentukan kerak yang dapat
merusak mesin dan memperbaiki stabilitas pembakaran, serta meningkatkan
tenaga mesin ( Wijaya 2012 dan Riyono et al. 2013).
Mekanisme pembakaran pada campuran ekstrak kasar klorofil/karoten
terjadi karena interaksi polutan CO dengan ekstrak selama pembakaran ke tingkat
emisi yang rendah sehingga menghasilkan peningkatan oksigen terlarut dan air
dalam bahan bakar, yang berakibat pada pengurangan emisi gas buang (Jordan
2006). Karoten di dalam pembakaran berfungsi sebagai pelarut atau pengambil
oksigen yang ada di udara/aliran bahan bakar dan melindungi klorofil dari
oksidasi dengan cara mendonorkan satu atom protonnya sehingga terbentuk
radikal peroksil. Serangan radikal peroksil ke posisi C7 β-karoten menghasilkan
ROO-β-karoten sedangkan elektron yang tidak berpasangan akan terdelokalisasi
melintasi ikatan rangkap terkonjugasi dan rusak membentuk epoksida. Serangan
radikal bebas terjadi terutama pada posisi C14
dan C15
. Oksidasi β-karoten juga
melibatkan pembentukan 5,6-epoksida yang dapat diionomerisasi menjadi 5,8-
11
epoksida (Gambar 8). Karoten juga dapat bertindak sebagai antioksidan dalam
kondisi kekurangan oksigen serta dapat bertindak sebagai prooksidasi pada
konsentrasi oksigen yang lebih tinggi (Fennema et al. 2008).
Gambar 8 Karoten pada proses pembakaran (Fennema et al. 2008).
Sementara itu, klorofil di dalam bahan bakar berfungsi sebagai oksigenat
untuk meningkatkan nilai oktan dan mengurangi emisi CO. Oksigenat ini rentan
terhadap panas sehingga diperlukan karoten untuk menangkal radikal bebas
oksigen selama bereaksi dengan gas CO karena klorofil memiliki satu atau lebih
atom oksigen sedangkan gugus aminanya berfungsi sebagai detergen karburator
yang dapat mencegah terbentuknya endapan (Jordan 2006). Molekul klorofil yang
terpapar panas lebih lanjut akan menyebabkan klorofil mengalami ketidakstabilan
sehingga terbentuk pirofeofitin (Gambar 9) yang ditandai lepasnya karbometoksil
pada C10
(Fennema et al. 2008). Lepasnya karbometoksil tersebut menyebabkan
gas CO bereaksi dengan oksigen dari karbometoksil sehingga terbentuk CO2.
ROO•
+
12
Gambar 9 Pembentukan pirofeofitin dari klorofil pada proses pembakaran
(Fennema et al. 2008). Keterangan: R= -CH3 (A)
R= -CHO (B)
Pada penelitian digunakan ekstrak kasar klorofil dan karoten berturut-turut
sebagai aditif A dan B. Penambahan aditif pembakaran ke dalam bahan bakar
dilakukan dengan perbandingan aditif A dan B, sebagai berikut: 0:0; 0:1; 2:3; 3:1;
dan 1:0 pada kendaraan dengan kondisi idle. Hasil pengujian emisi gas buang CO
menunjukkan penurunan gas buang dengan adanya penambahan aditif, yaitu
berkisar 19.05-52.38% (Gambar 10a). Penurunan emisi gas CO terbesar terjadi
pada aditif 2:3. Namun pada emisi gas buang CO2 juga cenderung mengalami
penurunan berkisar 13.45-37.00% (Gambar 10b), yang disebabkan oleh
peningkatan gas Hidrokarbon yaitu berkisar 10.52-33.12% (Gambar 10c). Hal ini
menunjukkan terjadinya kegagalan ignition karena sedikitnya campuran bahan
bakar sedangkan oksigennya berlebih. Menurut Adriany et al. 2011 oksigen yang
terlalu banyak pada keadaan tertentu dapat menyebabkan terjadinya pemadaman
nyala dan dinginnya dinding ruang bakar, serta dapat meninggalkan sejumlah
hidrokarbon yang dikeluarkan ke sistem pembuangan. Kelebihan oksigen di
dalam pembakaran dapat menyebabkan Hidrokarbonnya tinggi dan gas CO rendah
sehingga pada rasio aditif A lebih banyak dibandingkan aditif B maka akan
memicu timbulnya sejumlah emisi gas buang hidrokarbon.
Berdasarkan hasil pengukuran emisi gas buang diperoleh juga emisi gas CO
dan HC berturut-turut sebesar 0.1% dan 2196 ppm (Lampiran 3) dengan
penambahan aditif A dan B 2:3. Hal ini berarti, penambahan aditif ke dalam
bahan bakar berpotensi menurunkan emisi gas buang CO dan HC sehingga cukup
layak digunakan sebagai aditif pembakaran. Menurut Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup (PERMEN LH) No 5 Tahun 2006 tentang emisi gas buang CO
dan HC untuk sepeda motor 4 Langkah dengan Tahun pembuatan besar dari 2010
berturut-turut sebesar 4.5% dan 2000 ppm. Berkaitan dengan hal tersebut, hasil
penelitian menunjukkan bahwa emisi gas buang HC lebih tinggi dari batas normal
sehingga pembakaran yang terjadi dapat dikatakan belum sempurna.
Feofitin
CO2CH3
Pirofeofitin
13
(a)
(b) (c)
Gambar 10 Kadar emisi gas buang (a) CO, (b) CO2 dan (c) HC pada bahan bakar Keterangan: A : klorofil
B : karoten
─ : tanpa penambahan aditif
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Biopigmen karoten dari CPO dan klorofil dari eceng gondok dengan rasio
2:3 dapat diaplikasikan sebagai aditif pembakaran (combustion booster) pada
bahan bakar minyak yang menghasilkan penurunan emisi gas buang CO sebesar
52% tapi sebaliknya tidak untuk penurunan hidrokarbon.
Saran
Proses pemisahan silika dan karoten diharapkan dapat dilakukan dengan
metode yang lebih tepat sehingga tidak mengontaminasi rendemen karoten yang
diperoleh. Selain itu, sebelum dilakukan proses adsorpsi dengan silika, CPO
terlebih dahulu sebaiknya dilakukan proses degumming (pemisahan gum) agar
trigliserida tidak terhidrasi.
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0:0 0:1 2:3 3:1 1:0
Kad
ar C
O (
%)
Aditif A : Aditif B
0
1
2
3
4
5
0:0 0:1 2:3 3:1 1:0
Kad
ar C
O2 (
%)
Aditif A : Aditif B
0
1000
2000
3000
0:0 0:1 2:3 3:1 1:0
Kad
ar H
C (
pp
m)
Aditif A : Aditif B
+ bahan bakar + FAME + toluena
14
DAFTAR PUSTAKA
Adriany R, Ismadji S, Herlina L, Suhardono E. 2011. Pembuatan aditif
combustion booster dan pack kolom untuk mengurangi emisi CO dan CO2
pada kendaraan bermotor [tesis]. Jakarta (ID): Lemigas
Aryanti N, Naifiunisa A, Wilis FM. 2016. Ekstraksi dan karakterisasi klorofil dari
daun suji (Pleomele Angustifolia) sebagai pewarna pangan alami. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. 5(4): 129-134
Baharin BS, Latip RA, Man C, Rahman RA. 2001. The effect of carotene
extraction system on crude palm oil quality, carotene composition, and
carotene stabiliti during storage. Journal of The American Oil Chemists
Society.78(8):851-855
Dia SPS, Nurjanah, Jacoeb AM. 2015. Komposisi kimia dan aktivitas antioksidan
akar, kulit batang, dan daun lindur. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia (JPHPI). 18(2): 205-219
Fennema OR, Damodaran S, Parkin KL. 2008. Food Chemistry Fourth Edition.
London (US): CRC Press
Harbone. 1987. Metode Fitokimia. Bandung (ID): ITB
Heriyanto, Limantara L. 2006. Komposisi dan kandungan pigmen utama
tumbuhan taliputri Cuscuta australis R.Br. dan Cassytha filiformis L.
Makara Sains. 10(2): 69-75
Holden JM, Eldridge AL, Beecher GR, Buzzard IM, Bhagwat S, Davis CS,
Douglass LW, Gebhardt S, Haytowitz D, Sally Schakel S. 1999. Carotenoid
content of U.S. Foods. Journal of Food Composition Analysis. 12:169 -196.
House JE. 2008. Inorganic Chemistry. Canada (CA): British Library
Hujaya SD. 2008. Isolasi Pigmen klorofil, karoten, dan xantofil dari limbah alga
di area budi daya ikan bojongsoang [skripsi]. Bandung (ID): Kimia ITB
Ismiyati, Marlita D, Saidah D. 2014. Pencemaran udara akibat emisi gas buang
kendaraan bermotor. Jurnal Manajemen Transportasi dan logistik. 1(3):
241-248.
Jayanti NE, Hakam M, Santiasih M. 2014. Emisi gas carbon monoksida (CO) dan
hydrocarbon (HC) pada rekayasa jumlah turbo ventilator sepeda motor
‘ supra x 125 tahun 2006’. Jurnal Teknik Mesin. 16(2):1-5.
Jordan FL. 1998. Chlorophyll based fuel additive for reducing pollutan emissions.
United States Patent: 5,826,369
Jordan FL. 2006. Method and composition for using organic, plant derivated, oil-
extracted materials in fossil fuels for reduced emission. United States
Patent: 7,144,433 B2
Kanasawud P, Crouzet JC. 1990.Mechanism of formation of volatile compounds
bt thermal degradation of caratenoids in aqueous medium 1. β- carotene
degradation. Journal Agriculture Chemistry. 28: 237-243
Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2006. Peraturan menteri negara
lingkungan hidup no. 5 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang
kendaraan bermotor lama. Jakarta: Deputi MENLH Bidang Pengendalian
Pencemaran.
15
Kumar MV, Babu AV, Kumar PR. 2017. The impacts on combustion, performace
and emissions of biodiesel by using additives in direct injection diesel
engine. Alexanderia Engineering Journal. 1-8.
doi: 10.1016/j.aej.2016.12.016
Lipsy P. 2010. Thin Layer Chromatography Characterization of The Active
Ingredients In Excedrin and Anacin. New York (US): Departement of
Chemistry and Chemical Biology, Stevens Institute of Technologi
Octaviani R, Irsyad M, Reksowardojo IK. 2010. The effect of using blended
bioetanol fuel to vehicle exhaust emission of hc, co, co2 in 2 stroke
motorcycle. Jurnal Teknik Lingkungan. 16(2): 173-184
Pavia DL, Lampman GM, Krlz GS, Vyvyan JR. 2013. Introduction to
Spectroscopy Fifth Edition. New York (US): Departement of Chemistry
Western Washington University Bellingham
Riyono S, Wibowo CS, Sukaraharja RR, Hermawan N, Widhiarto, Aisyah L,
Anggraini, Maymuchtar, Yuliarita E, Rulianto D, Aulia L. 2013. Dimethyl
Ether (DME) sebagai Bahan Bakar. Jakarta (ID): Pusat Penitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (Lemigas)
Sudarmanta B, Sungkono D, Rachimoellah, Winardi. 2008. Pengaruh
penambahan biodiesel terhadap unjuk kerja dan emisi motor diesel pada
derajat waktu injeksi advanced. Jurnal industrie. 1-8
Sumarna D. 2006. Kajian proses degumming cpo (crude palm oil) dengan
menggunakan membran ultrafiltrasi [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Wijaya R. 2012. Pembuatan aditif bensin melalui perengkahan katalitik metil ester
minyak sawit dan penambahan gugus nitro [skripsi]. Depok (ID):
Universitas Indonesia
16
LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Lampiran 2 Rendemen (%) ekstrak kasar klorofil dan karoten
Ekstrak Ulangan Bobot (g)
Rendemen (%)
Awal Akhir Rerata (%)
Klorofil 1 2652.123 10.56 0.40 0.40
Karoten 1 5.027 1.492 29.68
2 5.003 1.467 29.32 26.89
3 5.005 1.085 21.68
Contoh perhitungan rendemen klorofil
% Rendemen =
× 100%
=
× 100%
% Rendemen = 0.40%
80% aseton dan
20% heksana
Silika gel +IPA
Ekstrak klorofil
Fraksi heksana
yang mengandung
karoten
heksana
Ampas daun
eceng gondok
Ekstrak kasar
karoten
Silika gel yang
mengandung CPO
Daun eceng gondok CPO + IPA
Karakteristik :
Spektrofotometri
UV-Vis, KLT,
dan FTIR
Karakteristik:
Spektrofotometri UV-
Vis, KLT dan FTIR
Formulasi aditif A : B
0:0, 0:1, 2:3, 3:1, dan
1:0
Ekstrak kasar klorofil
Aditif B
Aditif
A
Pengujian emisi gas
buang CO, HC, dan
CO2
17
Lampiran 3 Kadar emisi gas buang CO, CO2, dan HC pada bahan bakar minyak
No Aditif A :B
Kadar
CO (%) CO2 (%) HC
(ppm)
1 (0:0) 0.21 4.46 1987
2 (0:1) 0.17 3.86 2427
3 (2:3) 0.10 2.81 2196
4 (3:1) 0.15 3.73 2645
5 (1:0) 0.14 3.69 2641 Keterangan: 0:0 = tanpa penambahan aditif
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Probolinggo pada tanggal 3 September 1995 dari
Bapak Kapten Czi Nuryetrizal dan Ibu Siti Salwati. Penulis adalah putri kedua
dari empat bersaudara. Tahun 2013 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Guguak,
Payakumbuh dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan
diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama di IPB penulis menerima beasiswa PPA tahun 2015-2016.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi, yaitu anggota
Serum G 2015-2016. Penulis juga pernah magang di PT Petrolab Services tahun
2016. Selain itu, penulis aktif menjadi asisten praktikum Kimia PPKU tahun 2015
dan 2017.