apigenin

37
VALIDASI METODE PENENTUAN KADAR APIGENIN DALAM EKSTRAK SELEDRI DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI RAHMA JUWITA ZAMRI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Upload: ira-dewi-yunita

Post on 23-Oct-2015

149 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

VALIDASI METODE PENENTUAN KADAR APIGENIN DALAM EKSTRAK SELEDRI DENGAN

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

RAHMA JUWITA ZAMRI

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

ABSTRAK RAHMA JUWITA ZAMRI. Validasi Metode Penentuan Kadar Apigenin dalam Ekstrak Seledri dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Dibimbing oleh LATIFAH KOSIM DARUSMAN dan MOHAMAD RAFI. Apigenin merupakan senyawa aktif yang berasal dari seledri (Apium graveolens) dan telah digunakan secara luas untuk pengobatan penyakit asam urat. Validasi metode penentuan kadar apigenin yang dilakukan pada penelitian adalah metode yang dikemukakan oleh Frankee et al. J Food Compos Anal 17: 1-35 (2005). Analisis kadar apigenin dilakukan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Untuk meyakinkan bahwa metode analisis KCKT dapat digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan maka metode tersebut divalidasi. Parameter-parameter validasi yang diuji meliputi linearitas, limit deteksi, limit kuantitasi, ketelitian, dan ketepatan. Semua parameter yang ditetapkan memenuhi kriteria penerimaan yang telah ditetapkan oleh Association of Official Analytical Chemist. Linearitas pada konsentrasi 3,8; 5,7; dan 7,6 mg/l memiliki koefisien korelasi berkisar antara 0,9900 dan 0,9998. Limit deteksi metode ini adalah sebesar 2,7222 mg/l dan limit kuantifikasi sebesar 8,2500 mg/l. Ketelitian dilakukan pada hari yang sama sebanyak lima kali ulangan menunjukkan ketelitian yang cukup baik dengan simpangan baku relatif sebesar 3,85%. Ketepatan ditentukan dengan metode penambahan standar dengan nilai persen perolehan kembali berkisar antara 95,00 dan 118,77%. Rerata kadar apigenin yang diperoleh adalah sebesar 0,0052% (b/b).

ABSTRACT

RAHMA JUWITA ZAMRI. Validation Method for Determination of Apigenin in Extract Celery with High Performance Liquid Chromatography. Under the direction of LATIFAH KOSIM DARUSMAN and MOHAMAD RAFI.

Apigenin is an active substance derived from celery (Apium graveolens) and widely used for the treatment of gout. Determination method of apigenin which have been validated was introduced by Frankee et al. J Food Compos Anal 17: 1-35 (2005). Apigenin analysis was done by high performance liquid chromatography (HPLC). To make sure that HPLC analysis method can be used for the intended purpose then the method was validated. Parameters determined on method validation were linearity, limit of detection, limit of quantification, precision, and accuracy. All parameters were in accordance with the acceptance criteria of Association of Official Analytical Chemist. The linearity in the concentration of 3,8; 5,7; and 7,6 mg/l had correlation coefficent of 0,9900–0,9998. limit of detection in this method was 2,7222 mg/l and limit of quantification was 8,2500 mg/l. Interday precision in five restating showed good precision with relative standard deviation of 3,85%. Accuracy was determined by standard addition method with recovery percentage of 95,00–118,77%. Average concentration of apigenin is 0,0052% (w/w).

VALIDASI METODE PENENTUAN KADAR APIGENIN DALAM EKSTRAK SELEDRI DENGAN

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

RAHMA JUWITA ZAMRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

Judul Skripsi : Validasi Metode Penentuan Kadar Apigenin dalam Ekstrak Seledri dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Nama : Rahma Juwita Zamri NIM : G44203012

Disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman, MS Mohamad Rafi, S.Si NIP 13053668 NIP 132321454

Diketahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. drh. Hasim, DEA NIP 131578806

Tanggal lulus:

PRAKATA

Bismillahirrohamanirrohim. Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2007 sampai Maret 2008. Tema yang diambil adalah validasi metode, dengan judul Validasi Metode Penentuan Kadar Apigenin dalam Ekstrak Seledri dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu selama kegiatan penelitian dan penyelesaian karya ilmiah ini, antara lain Pusat Studi Biofarmaka atas bantuan sebagian dana penelitian, alm Dra.Tuti Setiawati Sudjana, MS yang sempat menjadi pembimbing I, Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman, MS selaku pembimbing I, M. Rafi, S.Si selaku pembimbing II, Rudi Heryanto, S.Si, M.Si atas literatur dan saran yang telah diberikan. Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Eman dan seluruh staf kimia analitik, M. Agung Zaim, S.Si beserta seluruh staf pusat studi biofarmaka yang telah membantu selama penelitian, Budi Arifin, S.Si, dan teman-teman kimia angkatan 40 yang senantiasa memberikan semangat dan tempat untuk berdiskusi khususnya Niken, Wina, Farah, Noerhayati, Erika, Ratna, dan Lita. Terima kasih juga disampaikan kepada Aby, Umi, Idris, Hasby, Amel, Ruly, Mas Irawan, dan Mbak Muji atas segala doa, kasih sayang, dan dorongan semangat yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, April 2008

Rahma Juwita Zamri

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 05 Maret 1985 dari ayah KH Aby Muhammad Zamri dan ibu Jusmaniar. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMUN 1 Cikarang Utara dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia TPB pada tahun ajaran 2006/2007, 2007/2008, Kimia Analitik pada tahun ajaran 2006/2007, Kimia Lingkungan pada tahun 2006/2007, Kimia Analitik Dasar D3 pada tahun ajaran 2006/2007, Kimia Dasar D3 pada tahun ajaran 2007/2008, Spektroskopi I D3 pada tahun ajaran 2007/2008, Kimia Makanan D3 pada tahun ajaran 2007/2008, dan Anorganik Dasar D3 pada tahun ajaran 2007/2008. Penulis pernah aktif di kegiatan organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai salah satu staf Departemen Kimia Pangan, Ikatan Mahasiswa Kimia, dan sebagai salah satu staf Departemen Kajian dan Jurnalistik Islam DKM Al-Ghifari pada tahun 2006. Penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian (PKMP) dan dibiayai oleh Dikti dengan judul Daya Antioksidan Ekstrak Tumbuhan Meniran (Phyllanthus niruri Linn), Daun Sendok (Plantago major Linn) dan Som Jawa (Talinum paniculatum (jack) Gaertn) dengan Metode Tiosianat dan DPPH pada tahun 2005. Penulis menyelesaikan praktik lapangan di bagian Non-Soap Detergent PT Unilever Indonesia, Tbk pada tahun 2006 dengan judul Penentuan Bulk Density Powder Detergen dan Pengaruhnya Terhadap Proses Pengemasan.

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. viii PENDAHULUAN .................................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA

Seledri (Apium graveolens L.) ......................................................................... 1 Flavonoid ........................................................................................................ 1 Apigenin ......................................................................................................... 2 Validasi ........................................................................................................... 2 Linearitas ........................................................................................................ 2 Limit Deteksi .................................................................................................. 3 Limit Kuantifikasi ........................................................................................... 3 Ketelitian ........................................................................................................ 3 Ketepatan ........................................................................................................ 3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .................................................................... 3

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat................................................................................................. 4 Metode Penelitian ............................................................................................ 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Pendahuluan .............................................................................................. 6 Ekstraksi Apigenin .......................................................................................... 6 Analisis dengan KLT ....................................................................................... 7 Linearitas ........................................................................................................ 7 Limit Deteksi dan Limit Kuantifikasi ............................................................... 8 Ketelitian ........................................................................................................ 9 Ketepatan ........................................................................................................ 9

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ......................................................................................................... 9 Saran ............................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 9 LAMPIRAN ............................................................................................................. 11

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Data rendemen ekstrak seledri ................................................................................ 6

2 Hasil analisis dengan KLT ...................................................................................... 7

3 Persamaan regresi linear dan koefisien korelasi kurva standar ................................ 7

4 Parameter statistika kurva standar rerata (n=3) ........................................................ 8

5 Penentuan kadar apigenin ....................................................................................... 8

6 Rerata persen perolehan kembali ............................................................................ 9

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur umum senyawa flavonoid ......................................................................... 1

2 Struktur apigenin .................................................................................................... 2

3 Kromatogram hasil KLT standar apigenin dengan ekstrak ...................................... 7

4 Kurva standar rerata ............................................................................................... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Bagan alir penelitian ............................................................................................. 12

2 Hasil analisis kadar air seledri .............................................................................. 13

3 Data rendemen hasil ekstraksi seledri .................................................................... 14

4 Nilai Rf dan warna bercak hasil KLT ..................................................................... 15

5 Linearitas ulangan 1 .............................................................................................. 16

6 Linearitas ulangan 2 .............................................................................................. 18

7 Linearitas ulangan 3 .............................................................................................. 20

8 Parameter statistika kurva standar rerata ............................................................... 22

9 Penentuan limit deteksi dan limit kuantifikasi ........................................................ 24

10 Penentuan ketelitian ............................................................................................. 25

11 Penentuan persen perolehan kembali .................................................................... 28

PENDAHULUAN Seledri merupakan salah satu tanaman

obat yang berperan dalam mengatasi penyakit rematik dan asam urat. Komponen metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari seledri di antaranya glikosida, apiin, apiol, dan flavonoid yang bermanfaat sebagai obat peluruh keringat, penurun demam, rematik sukar tidur, dan darah tinggi. Selain itu pada seledri juga ditemukan apigenin, manit, inositol, asparigina, glutamina, kolina, dan linamarosa (Soedibyo 1998).

Apigenin merupakan salah satu senyawa yang terdapat dalam seledri dan dapat digunakan sebagai obat asam urat (Duke 1999). Metode yang digunakan untuk penentuan kadar apigenin adalah metode yang dikemukakan oleh Frankee et al. (2005). Analisis kadar apigenin pada penelitian ini menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) karena metode tersebut memiliki sensitivitas yang tinggi dan memerlukan jumlah contoh yang sedikit (beberapa µl). Hasil analisis yang akurat dan absah akan diperoleh apabila metode yang digunakan telah divalidasi terlebih dahulu.

Validasi adalah sebuah evaluasi mengenai ketepatan dan ketelitian dari suatu prosedur analisis yang layak digunakan untuk menyelesaikan masalah. Validasi menjamin bahwa prosedur yang sama mendapatkan hasil yang dapat dibandingkan. Nisbah analisis ini dapat digunakan untuk mengevaluasi ketelitian dan ketepatan. Untuk meyakinkan bahwa metode analisis dapat digunakan dan menjamin mutu produk yang dihasilkan sesuai persyaratan, maka metode tersebut harus divalidasi. Parameter yang diuji dalam penelitian ini meliputi linearitas, limit deteksi, limit kuantifikasi, ketelitian, dan ketepatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui keabsahan data yang dihasilkan dari metode Frankee et al. (2005).

TINJAUAN PUSTAKA

Seledri (Apium graveolens)

Apium graveolens adalah daun seledri dari famili Apiaceae atau Umbelliflorae. Ciri makroskopis simplisia daun seledri berupa daun tunggal atau majemuk semu, tangkai silindris beralur, panjang tangkai 5–15 cm. Daun seledri berbentuk segi tiga, dengan ujung runcing, pangkal berlekuk, tepi

bergerigi dan panjang 10–25 cm. Dalam keadaan kering daun seledri menggulung, berwarna hijau kecoklatan, berbau aroma kuat, rasa manis sedikit pahit (Djumidi et al. 1998).

Menurut Soedibyo (1998), kandungan kimia seledri adalah apiin, apigenin, manit, inositol, asparagina, glutamina, kolina, dan linamarosa. Kandungan seledri daun tiap 100 g ialah 89 g air, 2,20 g protein, 0,60 g lemak, 4,60 g karbohidrat, 1,40 g serat, 1,70 g abu, 2685 IU vitamin A, 0,08 mg vitamin B1, 0,12 mg vitamin B2, 0,60 mg niasin, 49 mg vitamin C, 326 mg Ca, 51 mg P, 15,30 mg Fe, 151 mg Na, 318 mg K (Susiarti 2000).

Tanaman seledri juga dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional, misalnya untuk obat tekanan darah tinggi, diuretik, emenagog (memperlancar haid), dengeu (demam disertai lini pada sendi-sendi dan otot), dan rematik. Tanaman ini juga dapat digunakan untuk melangsingkan tubuh. Di pedesaan Jawa Barat, daun seledri dimanfaatkan untuk menyuburkan rambut, selain lidah buaya dan daun dadap (Susiarti 2000).

Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenolik di samping fenol sederhana, fenilpropanoid, dan kuinonfenolik (Harborne 1986). Sebanyak 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tanaman diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berhubungan erat dengannya (Markham 1988). Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15 atom C dalam inti dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik dihubungkan oleh 3 karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Cincin diberi nama A, B, dan C, atom karbon dinomori menurut sistem penomoran yang menggunakan angka untuk cincin A dan C serta angka beraksen untuk cincin B. Struktur umum flavonoid dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur umum senyawa

flavonoid (Markham 1988).

A

B

C

Flavonoid umumnya secara alami terbentuk di bawah pengaruh bioflavonoid (vitamin D) yang selalu ada dalam tanaman dan memiliki efek yang bermanfaat terhadap lebih dari 50 penyakit (Heldt 1997). Flavonoid akan berubah warnanya jika ditambah basa atau amonia sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau pada larutan (Harborne 1986).

Flavonoid, tanin, lignan, dan lignin merupakan turunan fenilalanina dan pada beberapa tanaman ada yang berasal dari tirosina. Fenilalanina dan tirosina terbentuk dari jalur sikimat. Karena senyawa fenolik berasal dari dua asam amino yang memiliki cincin fenil dengan C3 sebagai rantai samping, mereka dinamai fenilpropanoid. Flavonoid yang meliputi flavon, isoflavon, dan antosianidin, sebagaimana struktur fenilpropana, mengandung sebuah cincin kedua yang terbentuk dari tiga molekul asetil koenzim A (Heldt 1997). Flavon merupakan prekursor untuk beberapa flavonoid

Apigenin

Apigenin merupakan komponen flavonoid utama dari seledri yang termasuk ke dalam golongan flavon (Harborne 1986). Gambar 2 menunjukkan struktur kimia apigenin. Rumus molekulnya adalah C15H10O5 dengan bobot molekul 270,23 g/mol. Nama Intenational Union of Pure and Applied Chemistry dari apigenin adalah 5,7-dihidroksi-2-(4-hidroksifenil)-4H-1-benzopiran-4-on. Titik leleh apigenin 345–350 C. Apigenin memiliki banyak kegunaan, salah satunya dalam bidang farmasi. Senyawa ini dapat digunakan sebagai obat asam urat (Duke 1999).

Gambar 2 Struktur apigenin

(Markham 1988).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hertog et al. (1992) mengemukakan bahwa kadar apigenin pada seledri yang direfluks dengan metanol 50% adalah 1787 mg/kg bobot kering seledri. Kemudian, Crozier et al. (1997) mengemukakan bahwa kadar apigenin dalam seledri bervariasi

bergantung dari jenis seledri yang dianalisis, kadar apigenin dalam seledri bervariasi antara 17 dan 191 µg/g bobot segar seledri. Baru-baru ini, Laura (2007) mengemukakan bahwa kadar apigenin dalam seledri berkisar antara 2 dan 17 ppm bergantung pada masa tanam seledri.

Validasi

Validasi menurut Harmita (2004) merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Validasi menurut SK Menkes RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang cara pembuatan obat yang baik (CPOB) merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (Depkes RI 2001). Association of South East Asian Nation Good Manufacturing Practice (ASEAN GMP) menyatakan bahwa validasi adalah kegiatan membuktikan dengan pasti bahwa material, proses, prosedur, aktivitas, sistem, peralatan, atau mekanisme yang digunakan di pabrik akan mencapai hasil yang diharapkan pada standar yang konsisten (ASEAN 1996).

Validasi metode menurut Association of Official Analytical Chemist (AOAC) (2002) adalah suatu proses yang menetapkan bahwa karakteristik suatu metode yang ditemukan dapat memenuhi kebutuhan untuk aplikasi analisis yang diharapkan dengan cara studi laboratorium. Validasi menurut Levin (2002) dibagi menjadi empat kelas, yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas A digunakan untuk identifikasi suatu senyawa. Kelas B digunakan untuk mendeteksi dan menentukan adanya pengotor. Kelas C dapat menentukan senyawa secara kuantitatif dan kelas D untuk mencari ciri suatu senyawa.

Linearitas

Linearitas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit dalam contoh pada kisaran konsentrasi tertentu (AOAC 2002). Linearitas suatu metode analisis adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian atau korelasi

antara kadar analit dan respons detektor, dinyatakan sebagai koefisien korelasi (r) (Depkes 2001). Respons detektor yang digunakan adalah luas area puncak untuk instrumen KCKT. Koefisien korelasi didapat dengan menghitung regresi dari persamaan linearnya, sedangkan perpotongan dengan sumbu y menyatakan ukuran biasnya. Selang linearitas adalah selang antara konsentrasi tertinggi dan terendah dari analit yang dapat ditetapkan menggunakan suatu metode dengan tingkat, ketelitian, kecermatan, dan koefisien korelasi yang telah dilakukan. Nilai r yang dihasilkan lebih besar atau sama dengan 0.9900 (AOAC 2002). Secara matematis, nilai r dapat dihitung dengan menggunakan rumus

r =

2/122

yyxx

yyxx

ii

ii

dengan r = koefisien korelasi xi = konsentrasi analit setiap ulangan

x = konsentrasi analit rerata yi = luas area puncak setiap ulangan y = luas area puncak rerata

Limit Deteksi

Limit deteksi (LD) menurut AOAC (2002) adalah konsentrasi analit terendah di dalam suatu contoh yang dapat dideteksi tetapi tidak harus terkuantitasi pada kondisi percobaan yang ditetapkan. Umumnya nisbah respons antara analit:derau adalah 3:1. LD dihitung dari rerata kemiringan garis dan simpangan baku intersep kurva standar yang diperoleh.

Limit Kuantifikasi

Limit kuantifikasi adalah konsentrasi

analit terendah yang terdapat dalam contoh yang dapat diukur secara tepat dan teliti (AOAC 2002). LK dapat dihitung sebagai konsentrasi analit yang memiliki respons analit:derau sebesar 10:1 (Green 1996; ICH 1995). LK dihitung dari rerata kemiringan garis dan simpangan baku intersep kurva standar yang diperoleh.

Ketelitian Ketelitian dapat dinyatakan dengan tiga

cara, yaitu kedapatulangan, ketelitian

intermediet, dan ketertiruan. Ketelitian menurut AOAC (2002) adalah kesamaan hasil dari tiap individu ketika metode tersebut diterapkan berulang kali pada berbagai pencuplikan suatu contoh homogen. Ketelitian diukur dengan menghitung simpangan baku relatif (SBR) dari lima kali pengukuran ulang. Menurut AOAC syarat penerimaan parameter validasi ini, sebagai berikut: sangat teliti (%SBR 1), teliti (%SBR 1-2), sedang (%SBR 2-5), dan tidak teliti (%SBR 5)

Ketepatan

Ketepatan suatu prosedur analisis didefinisikan sebagai kedekatan hasil yang diterima (baik sebagai nilai teoretis maupun dengan nilai rujukan yang diterima) dengan nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran (ICH 1995 diacu dalam Chan 2004). Ketepatan menurut AOAC (2002) adalah kedekatan nilai hasil percobaan yang diperoleh dari suatu metode terhadap nilai sebenarnya. Ketepatan diukur dengan menghitung perolehan kembali (PK) menggunakan metode penambahan standar. Nilai PK bergantung pada matriks contoh, prosedur proses contoh, dan konsentrasi analit. Batas penerimaan PK menurut AOAC adalah 80–120%.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

KCKT adalah suatu teknik analisis

kromatografi dengan menggunakan tekanan tinggi yang berguna untuk pemisahan ion atau molekul terlarut dalam suatu larutan. Teknik ini berkembang untuk mengatasi kelemahan-kelemahan pemisahan pada kromatografi gas, seperti senyawa yang relatif tidak tahan panas dan senyawa yang tidak volatil.

KCKT berdasarkan kepolaran kolomnya dibagi menjadi dua, yaitu fase normal dan terbalik. Kromatografi fase normal menggunakan fase diam lebih polar daripada fase gerak, sedangkan pada kromatografi fase terbalik, fase gerak lebih polar daripada fase diam. Proses pemisahan campuran komponen terjadi di dalam kolom, yaitu berdasarkan perbedaan distribusi masing-masing komponen pada fase diam dan fase gerak. Zat-zat yang berinteraksi kuat dengan fase diam akan tertahan lebih lama dalam kolom, sedangkan yang berinteraksi lemah akan

keluar dengan cepat dari kolom (Christian 1986).

KCKT terdiri atas beberapa bagian, yaitu sistem eluen, sistem tekanan, injeksi contoh, kolom, dan sistem deteksi. Sistem eluen pada KCKT dapat menggunakan berbagai macam pelarut, biasanya air dan pelarut organik. Eluen yang digunakan dapat berupa pelarut tunggal atau campuran dari dua atau lebih pelarut. Keadaan ini menyebabkan ada dua jenis sistem elusi, yaitu isokratik dan gradien. Pada sistem isokratik eluen tidak mengalami perubahan konsentrasi, jika sebaliknya disebut sistem elusi gradien. Sistem tekanan pada KCKT menggunakan pompa bertekanan tinggi. Pompa harus tahan terhadap semua jenis pelarut, dapat mencapai tekanan sampai 6000 psi, dapat mengantarkan aliran terukur 0.01–1.0 atau 0.1–20 ml/menit.

Injeksi contoh pada KCKT menggunakan syringe dengan volume 5–50 l. Kolom pada KCKT ada dua jenis, yaitu kolom pelindung dan kolom pemisahan. Kolom pelindung digunakan untuk menahan zat-zat pengotor yang dapat menyumbat kolom pemisahan sehingga memperpanjang masa pakainya. Kolom pelindung atau prakolom sering dipasang antara katup pemasukan dan kolom utama. Kolom pelindung ini sering mengandung kemasan yang serupa dengan kemasan yang dipakai dalam kolom utama, tetapi butirannya yang lebih keras dan lebih besar (20–40 m), (Gritter et al. 1991). Kolom ini memiliki panjang 10–30 cm dengan diameter 3–10 mm dan diisi dengan fase diam. Sistem deteksi pada KCKT menggunakan beberapa macam detektor. Detektor ultraviolet (UV) dapat berfungsi jika pelarut mengandung kromofor UV (benzena atau toluena) atau jika zat terlarut mempunyai gugus fungsi –C=C–, –C=O–, –N=O–, dan –N=N–. Sel detektor yang bersih sangat menentukan pada pendeteksian yang teliti (Meloan 1999).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah

seledri, standar apigenin untuk KLT dengan kemurnian 95%, Mg, HCl 37%, etanol 95%, amil alkohol, metanol : air (5:4), HCl 1,2 M, hidroksitoluena terbutilasi (BHT), asam asetat 10%, asetonitril, akuabides, dan akuades.

Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat alat refluks, radas penguap putar,

alat-alat kaca, neraca analitik Sartorius, eksikator, oven, bejana pengembang Camag, pipa kapiler, sonikator Branson 1510, perangkat KCKT Hitachi dengan detektor UV-Vis L-2420, dan saringan 0,45 m.

Metode Penelitian

Penyiapan Bahan Baku Seledri diperoleh dari Kecamatan Milir,

Kabupaten Bandungan, provinsi Jawa Tengah dalam bentuk kering. Seledri yang sudah kering kemudian dihaluskan. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1

Penetapan Kadar Air (Depkes 1995)

Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105 C selama 30 menit, lalu ditempatkan di dalam eksikator dan ditimbang. Seledri yang telah dihaluskan ditimbang sekitar 5 g dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut. Contoh beserta cawannya dikeringkan pada suhu 105 C selama 3 jam, dimasukkan ke dalam eksikator, dan ditimbang kembali. Pengeringan dan penimbangan dilakukan berulang kali sampai diperoleh bobot tetap dengan selisih kurang lebih 0,0001 g. Pekerjaan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Kadar air = a

ba

dengan a = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) b = bobot contohl setelah dikeringkan (g)

Ekstraksi Apigenin (Frankee et al. 2005) Ekstraksi sekaligus hidrolisis flavon

dilakukan dengan menambahkan 225 ml metanol:air (5:4) ke dalam 5 g seledri dengan 0,05 g BHT sebagai antioksidan dan 25 ml HCl 1,2 M. Campuran disonikasi selama satu menit, sebelum direfluks selama 2 jam. Ekstrak lalu disaring dan dipekatkan dengan radas penguap putar.

Uji Flavonoid (Harborne 1986)

Sebanyak 1 gram ekstrak dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit. Setelah itu larutan disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Sebanyak 10 ml filtrat ditambahkan 0,50 g serbuk Mg, 2 ml alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95%), dan 2 ml amil alkohol. Terbentuknya warna merah, kuning, dan

jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan keberadaan flavonoid.

Analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Ekstrak dan standar apigenin ditotolkan pada lempeng silika gel GF254 sebagai fase diam. Fase gerak yang digunakan adalah kloroform:metanol (9,5:0,5). Lempeng silika gel dimasukkan ke dalam bejana pengembang yang berisi fase gerak yang telah dijenuhkan. Setelah selesai, lempeng tersebut dikeringudarakan dan dilakukan pengamatan bercak dengan menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 365 nm

Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Frankee et al. 2005)

Kadar apigenin dianalisis menggunakan KCKT. Kolom yang digunakan adalah kolom fase terbalik C18 yang berisi silika dengan detektor ultraviolet (UV). Elusi dengan laju alir sebesar 0,60 ml/menit. Digunakan campuran eluen asam asetat 10% (A) dan metanol/asetonitril/air (0,8:1:1; v/v/v) (B). Elusi diikuti dengan gradien linear dengan konsentrasi B dalam A (v/v) dari 0% sampai 50% selama 20 menit, dari 50% kembali ke 40% dalam 0,1 menit, lalu dipertahankan pada 40% selama 10 menit. Kemudian dilanjutkan dari 40% ke 95% selama 15 menit, dari 95% ke 10% dalam 3 menit dengan kesetimbangan selama 10 menit sebelum injeksi yang berikutnya. Kadar apigenin diukur pada 333 nm.

Validasi Metode Penentuan Apigenin Pembuatan Larutan Standar dan Contoh

Sebanyak 10 mg serbuk apigenin dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan 30 ml metanol pa, kemudian dipanaskan pada suhu 50 oC sambil diaduk dengan pengaduk magnetik sampai serbuk benar-benar larut. Larutan ini dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan dengan metanol. Larutan stok standar dengan konsentrasi 100 mg/l (konsentrasi sebenarnya 95 mg/l) kemudian diencerkan menjadi 4, 6, dan 8 mg/l (konsentrasi sebenarnya 3,8; 5,7; dan 7,6 mg/l). Larutan ini digunakan pada uji linearitas. Semua larutan disaring terlebih dahulu dengan saringan 0,45 m sebelum diinjeksikan ke dalam KCKT.

Ekstrak pekat yang dihasilkan dari proses ekstraksi dilarutkan dengan metanol dan disaring dengan kertas saring Whatman no 1,

lalu volumenya ditepatkan sampai 25 ml. Sebanyak 5 ml contoh dipipet ke dalam labu takar 10 ml dan volumenya ditepatkan dengan metanol. Sebanyak 2 ml contoh yang telah diencerkan diekstraksi fase padat (SPE). Kemudian contoh disaring dengan saringan 0,45 m sebelum diinjeksikan ke dalam KCKT. Larutan ini digunakan pada uji ketelitian.

Linearitas

Sebanyak tiga seri deret larutan standar disiapkan dengan konsentrasi 3,8; 5,7; dan 7,6 ppm. Masing-masing konsentrasi dibuat sebanyak tiga kali ulangan. kemudian setiap larutan diukur dengan KCKT pada kondisi yang telah ditentukan dan dibuat persamaan linearnya dengan metode regresi kuadrat terkecil (y = a + bx). Peubah a menyatakan intersep dan b adalah kemiringan garis dari ketiga deret standar yang diukur. Linearitas kurva kalibrasi dilihat dari nilai koefisien korelasi (r). Limit Deteksi dan Limit kuantifikasi

Persamaan linear yang diperoleh pada uji linearitas selanjutnya digunakan untuk menghitung limit deteksi dan kuantifikasi. LD dan LK dihitung dari rerata kemiringan garis dan simpangan baku intersep kurva standar yang diperoleh dengan rumus

LD = 3,3bSa LK = 10

bSa

dengan LD = limit deteksi (mg/l) LK = limit kuantifikasi (mg/l) Sa = simpangan baku intersep kurva standar (n = 3)

b = rerata kemiringan garis kurva standar

Ketelitian Larutan contoh yang telah disiapkan sesuai

dengan prosedur preparasi larutan contoh di atas kemudian diukur dengan KCKT sebanyak 5 kali ulangan pada hari yang sama. Ketelitian diukur dengan menghitung persentase simpangan baku relatif (%SBR) dengan menggunakan rumus

SB =

1

2

1

nxxi

ni

SBR (%) = xSB100

dengan SB = simpangan baku

SBR = simpangan baku relatif xi = kadar apigenin tiap ulangan

x = rerata kadar apigenin n = banyaknya ulangan (n = 5) Ketepatan

Ketepatan metode ini diuji dengan menggunakan metode penambahan standar. Larutan standar apigenin disiapkan dengan konsentrasi 10 mg/l dan larutan stok contoh dibuat dengan konsentrasi 10 mg/l. Sebanyak 2,50 ml contoh dipindahkan ke dalam labu takar 10 ml dan ditambahkan larutan standar apigenin masing-masing sebanyak 1,00; 6,50; dan 7,00 ml kemudian volumenya ditepatkan dengan metanol. Masing-masing larutan dibuat tiga kali ulangan. Sebanyak 2 ml larutan dimasukkan ke dalam SPE, kemudian larutan disaring dengan saringan 0,45 m sebelum diinjeksikan ke dalam KCKT. Persen perolehan kembali dihitung dengan rumus

(%PK) = c

ba × 100%

dengan a = konsentrasi contoh + konsentrasi standar yang terukur b = konsentrasi contoh c = konsentrasi standar teoretis yang ditambahkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Pendahuluan

Penentuan kadar air berguna untuk mengetahui ketahanan suatu bahan yang akan disimpan agak lama, karena kandungan air di dalam suatu bahan merupakan media tumbuh bakteri dan mikroorganisme. Hal ini berkaitan dengan kelembapan bahan tersebut. Hasil analisis kadar air dapat dilihat pada Lampiran 2. Kadar air seledri kering diperoleh sebesar 6.05%, dengan kadar air yang cukup rendah seledri kering ini dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini sesuai dengan yang tertera pada monografi ekstrak BPOM (2004) bahwa untuk seledri nilai kadar air yang baik adalah tidak lebih besar dari 9.3%. Selain itu menurut Winarno (1997) bila kadar air yang terkandung dalam bahan berkisar antara 3 dan 7% maka kestabilan optimum bahan akan tercapai dan pertumbuhan mikrob dapat dikurangi.

Kadar air juga dapat dipakai untuk menentukan kadar zat aktif berdasarkan bobot

keringnya karena jumlah air yang terkandung bergantung pada perlakuan yang telah dialami bahan dan kelembaban udara tempat penyimpanan. Bahan yang sama jika dianalisis pada waktu yang sama dapat menghasilkan kadar zat aktif yang berbeda jika kelembaban bahan tersebut berubah.

Uji fitokimia yang dilakukan hanya uji flavonoid. Uji ini dilakukan untuk mengetahui bahwa apigenin yang merupakan golongan flavonoid terdapat dalam contoh. Terbentuk warna kuning dalam pengujian yang menandakan bahwa bahan tersebut positif mengandung flavonoid.

Ekstraksi Apigenin

Apigenin diekstraksi dengan metode refluks menggunakan pelarut metanol:air (5:4). Metode ini digunakan karena sifat apigenin yang tahan terhadap panas dengan titik leleh 345–350 C. Kondisi ekstraksi ini memungkinkan apigenin yang terekstrak dari seledri tersebut tidak rusak dan dapat dianalisis. HCl 1,2 M juga ditambahkan untuk menghidrolisis ikatan glikosida yang terdapat pada flavonoid sehingga diharapkan flavonoid bebas yang terekstrak. Antioksidan BHT juga ditambahkan untuk mencegah apigenin teroksidasi. Hal ini disebabkan flavonoid tidak stabil terhadap cahaya, oksidasi, dan perubahan kimia. Faktor-faktor ini dapat mengubah struktur flavonoid sehingga keaktifannya menurun bahkan hilang (Funamaya et al. 1993)

Pemilihan pelarut metanol:air (5:4) dan HCl 1,2 M didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Frankee et al. (2005) dan Crozier et al. (1997). Pelarut tersebut bersifat polar, sehingga diharapkan dapat menarik apigenin dari seledri. Apigenin bersifat polar karena mengandung gugus OH, maka memiliki kelarutan yang tinggi pada alkohol hangat. Pada Tabel 1 dan Lampiran 3 disajikan data rendemen ekstrak dari lima kali ulangan ekstraksi. Tabel 1 Data rendemen ekstrak seledri

Ulangan Bobot Seledri (g)

Bobot Ekstrak (g)

Rendemen (%)

1 5,0000 1,7945 35,89 2 5,0000 1,5304 30,61 3 5,0000 1,5286 30,58 4 5,0000 1,7286 34,57 5 5,0000 1,6304 32,61

Rerata 32,85

Analisis dengan KLT Analisis kandungan apigenin dalam

ekstrak dilakukan dengan KLT. Eluen pengembang yang digunakan adalah kloroform:metanol dengan nisbah komposisi 9,50:0,50. Lempeng KLT yang digunakan adalah silika gel GF254 karena lempeng ini mengandung indikator fluoresens yang akan membuat lempeng tersebut bersinar jika dikenai sinar yang tepat pada daerah UV (Gritter et al. 1991)

Gambar 3 merupakan kromatogram ekstrak seledri setelah disinari UV 365 nm. Lempeng KLT tampak berwarna ungu dan semua bercak menjadi bercak berwarna gelap setelah disinari UV 365 nm. Nilai Rf dan warna bercak standar apigenin dan ekstrak hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut dan pada Lampiran 4.

Tabel 2 Hasil analisis dengan KLT

Sampel Bercak Jarak

tempuh (mm)

Rf Warna Bercak

Standar apigenin tunggal 30,00 0,3529 Gelap

ekstrak enam 30,00 0,3529 Gelap Standar apigenin muncul dengan bercak

tunggal berwarna gelap dan tidak berekor. Hal ini menunjukkan bahwa standar yang digunakan memiliki kemurnian yang baik. Nilai Rf standar apigenin 0,3529. Contoh mengandung apigenin karena memiliki Rf yang sama dengan standar apigenin. Banyaknya bercak menunjukkan adanya senyawa selain apigenin yang ikut terekstrak yang diduga akan mengganggu analisis pada KCKT.

Gambar 3 Kromatogram hasil KLT standar apigenin dengan ekstrak.

Validasi Metode Penentuan Kadar Apigenin dengan KCKT

Linearitas

Uji linearitas merupakan suatu metode analisis yang menggambarkan kemampuan suatu alat untuk memperoleh hasil pengujian yang sebanding dengan kadar analit dalam zat uji pada rentang kadar tertentu. Linearitas metode penentuan kadar apigenin dengan KCKT ditentukan dengan cara membuat kurva hubungan antara konsentrasi standar pada sumbu x dan luas area pada sumbu y. Konsentrasi yang digunakan adalah 3,8; 5,7; dan 7,6 mg/l.

Pengujian parameter ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Tabel 3 menyajikan persamaan regresi linear dari masing-masing kurva standar. Linearitas dinyatakan dalam koefisien korelasi (r). Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh koefisien korelasi dari tiga kali ulangan berkisar antara 0,9900 dan 0,9998. Kurva standar rerata nilai r sebesar 0,9970. Menurut AOAC (2002) nilai ini memenuhi syarat yang ditetapkan, yaitu 0,9900. Nilai koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang linear antara sinyal detektor yang terukur dan jumlah apigenin dalam contoh. Kromatogram linearitas apigenin dapat dilihat pada Lampiran 4–7.

y = 1440340.834 + 576365.8771xr = 0.9970

02000000

40000006000000

8000000

0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000

Konsentrasi Apigenin (ppm)

Luas

Are

a Pu

ncak

Gambar 4 Kurva standar rerata Tabel 3 Persamaan regresi linear dan

koefisien korelasi kurva standar

Ulangan Persamaan Regresi Linear

Koefisien Korelasi

1 y = 2439535,667 + 414297,8947x 0,9998

2 y = 738960,667 + 777575,7895x 0,9900

3 y = 1142526,167 + 537223,947x 0,9993

Rerata y = 1440340,834 + 576365,8771x 0,9970

Apigenin standar Apigenin

contoh

Persamaan regresi linear untuk kurva standar rerata adalah y = 1440340,834 + 576365,8771x (Gambar 4). Nilai intersep (a) dan batas galatnya (tSa) pada selang kepercayaan 95% adalah sebesar 1440340,834 ± 1320019,476 (Tabel 4). Nilai intersep menyatakan adanya pengaruh matriks pada larutan yang dianalisis. Nilai intersep yang semakin jauh dari nol dipengaruhi oleh matriks dalam larutan yang semakin besar. Hal ini dapat mengganggu penentuan analit dalam contoh yang akan dianalisis. Persamaan regresi kurva standar rerata mempunyai intersep yang sangat jauh dari nol, yaitu 1440340,834 ± 1320019,476 sehingga matriks contoh sangat mempengaruhi penentuan kadar apigenin. Salah satu cara menangulanginya adalah dengan menggunakan larutan yang masih segar dan belum disimpan terlalu lama.

Nilai kemiringan garis menyatakan sensitivitas suatu metode. Nilai kemiringan garis yang besar menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi yang kecil sangat berpengaruh terhadap sinyal detektor yang dihasilkan, sehingga metode dapat dikatakan mempunyai sensitivitas yang sangat baik. Nilai kemiringan garis (b) dan batas galatnya (tSb) adalah 576365,8771 ± 129011,2963 (Tabel 4). Nilai ini sangat besar sehingga perubahan konsentrasi yang sangat kecil akan berpengaruh terhadap perubahan sinyal detektor. Contoh perhitungan parameter statistika kurva standar dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 4 Parameter statistika kurva standar

rerata (n = 3) Parameter Statistika

Persamaan regresi linear

y = 1440340,834 + 576365,8771x

Intersep (a) 1440340,834 Sa 475511,3386 tSa 1320019,476 Kemiringan garis (b) 537223,947 Sb 46473,8099 tSb 129011,2963 Koefisien korelasi (r) 0,9970

Limit Deteksi dan Limit Kuantifikasi

Limit deteksi (LD) dan kuantifikasi (LK) ditentukan dari persamaan regresi linear kurva standar rerata hasil penentuan uji linearitas. Limit deteksi ditentukan untuk mengetahui konsentrasi analit terendah yang dapat diukur dan antara sinyal derau dengan analit dapat dibedakan. Kedua parameter ini mempunyai

nilai yang berbeda bergantung pada metode yang digunakan, walaupun peralatan yang kita gunakan sama. Limit deteksi metode ini adalah sebesar 2.7222 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa sinyal antara apigenin dengan derau dapat dibedakan pada konsentrasi terendah 2.7222 mg/l. Instrumen ini tidak dapat membedakan sinyal antara derau dengan apigenin pada konsentrasi di bawah ini.

Limit kuantifikasi ditentukan untuk mengetahui konsentrasi terendah yang dapat ditentukan oleh suatu metode pada tingkat ketelitian dan ketepatan yang baik. Nilai limit kuantifikasi berdasarkan hasil uji adalah sebesar 8.2500 ppm. Konsentrasi analit yang terukur di bawah nilai ini memberikan ketelitian dan ketepatan yang kurang baik. Perhitungan limit deteksi dan limit kuantifikasi disajikan pada Lampiran 9.

Ketelitian

Ketelitian metode ini ditentukan sebanyak lima kali ulangan dan hanya dilakukan pada hari yang sama. Ketelitian yang dilakukan adalah kedapatulangan karena dilakukan oleh operator, instrumen, peralatan, dan laboratorium yang sama. Kedapatulangan dapat digunakan untuk mengetahui adanya galat acak yang berasal dari preparsi contoh, seperti penimbangan, ekstraksi contoh, pembuatan larutan, penyaringan, proses SPE, dan kondisi instrumen KCKT yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa %SBR sebesar 3,85% (Tabel 5). Menurut AOAC nilai %SBR yang berada pada kisaran 2–5% sehingga dapat dikatakan memiliki metode dengan ketelitian sedang. Nilai %SBR di atas 2% menunjukkan bahwa galat acak yang berasal dari penyiapan larutan sangat mempengaruhi hasil analisis secara nyata, galat acak terbesar diduga dari proses penyaringan dan proses SPE. Perhitungan ketelitian dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel 5 Penentuan kadar apigenin

Ulangan Kadar Apigenin (%b/b) 1 0.0055 2 0.0050 3 0.0050 4 0.0053 5 0.0050

Rerata 0.0052 SBR (%) 3.85

Ketepatan

Ketepatan metode ini ditentukan dengan metode penambahan standar dan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali. Perolehan kembali merupakan jumlah standar yang dapat diperoleh kembali setelah ditambahkan ke dalam contoh. Ketepatan dapat menunjukkan adanya galat sistematik yang dapat mempengaruhi metode analisis. Galat sistematik dapat menyebabkan hasil analisis menjadi lebih besar atau lebih kecil dari nilai yang seharusnya. Berikut ini merupakan beberapa contoh penyebab galat sistematik, yaitu galat pada saat pengambilan contoh, kurva kalibrasi yang tidak linear, dan galat yang disebabkan oleh kondisi instrumen serta alat-alat kaca yang digunakan.

Penentuan ketepatan dilakukan dengan menambahkan apigenin sebanyak 0,0100; 0,0650; dan 0,0700 mg ke dalam contoh ekstrak yang berisi 0,0279 mg apigenin. Perolehan kembali berkisar antara 95,00 dan 118,77% (Tabel 6). Menurut AOAC (2002) nilai perolehan kembali ini masih berada pada kisaran yang ditetapkan, yaitu 80–120%, sehingga dapat dikatakan bahwa metode ini mempunyai ketepatan yang baik. Perhitungan perolehan kembali tertera pada Lampiran 11.

Tabel 6 Rerata persen perolehan kembali

Standar Apigenin (mg) Ditambahkan Ditemukan

Perolehan Kembali (%)

0.0100 0.0105 105.00 0.0650 0.0736 113.23 0.0700 0.0763 108.95

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Metode penentuan kadar apigenin dengan KCKT mempunyai linearitas yang baik dengan persamaan kurva standar rerata y = 1440340,834 + 576365,8771x dan r = 0,9970. Limit deteksi dan kuantifikasi berturut-turut adalah 2,7222 dan 8,250 mg/l. Metode ini mempunyai ketelitian yang sedang dengan nilai %SBR sebesar 3,85%. Metode ini juga mempunyai ketepatan yang baik dengan persen perolehan kembali rerata berkisar 105–113,23%. Validasi metode ini tergolong ke dalam kelas C, yaitu dapat digunakan untuk menentukan kadar apigenin secara kuantitatif.

Saran

Perlu dilakukan uji terhadap parameter validasi yang lain, seperti selektivitas, sensitivitas, ketangguhan, dan ketidakrataan. Selain itu perlu dilakukan pengembangan metode, yaitu optimasi untuk fase gerak (eluen) yang digunakan pada KCKT supaya diperoleh waktu retensi yang lebih singkat. Selain itu perlu dilakukan efektivitas ekstraksi untuk meningkatkan rendemen apigenin yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2002. AOAC International methods committee guidelines for validation of qualitative and quantitative food microbiological official methods of analysis. [terhubung berkala]. J AOAC Int. 85: 1–5. [2 Feb 2007].

[ASEAN] Association of South East Asian Nations. 1996. Good Manufacturing Practice Guidelines. Ed ke-3. Jakarta: ASEAN.

[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Volume 1. Jakarta: BPOM RI.

Chan CC. 2004. Potency method validation. Di dalam: Chan CC, Lee YC, Lam H, Zhang XM, editor. Analytical Method Validation and Instrument Performance Verification. New Jersey: J Wiley.

Christian GD. 1986. Analytical Chemistry.

Kanada: J Wiley.

Crozier A, Jensen E, Lean MEJ, Mc Donald MS. 1997. Quantitative analysis of the flavonoids content of commercial tomatoes, onions, lettuce, and celery. [terhubung berkala]. J Agric Food Chem 45: 590–593. [2 Feb 2007].

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Petunjuk Operasional Penerapan CPOB. Ed ke-2. Jakarta: Depkes.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Ed ke-5. Jakarta: Depkes.

Djumidi et al. 1998. Simplisia Nabati. Jilid 1. Jakarta: Depkes RI.

Duke JA. 1999. US. Department of Agriculture Phytochemistry and Ethnobotanical Database. [terhubung berkala]. http://www.ars-grin.gov/duke/ [2 Feb 2007].

Frankee A, Custer LJ, Arakaki C, Murphy SP. 2005. Vitamin C and flavonoid levels of fruits and vegetables consumed in Hawai. [terhubung berkala]. J Food Composition Anal 17: 1-35. [2 Feb 2007].

Funamaya et al. 1993. A new microorganism producing a glucocyl transfer enzym to polyphenols. Biosci Biotech Biochem 58: 817–820.

Green JM. 1996. A Practical Guide to Analytical Method Validation. Anal Chem 68: 305A-309A.

Gritter RJ, Bobbit JM, Schwarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi. Ed ke 2. Padmawinata K, Soediro I, Penerjemah; Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Introduction to Chromatography.

Harborne JB. 1986. Metode Fitokimia. Ed ke-2. Padmawinata K, Soediro I, Penerjemah; Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. [terhubung berkala]. Maj Ilmu Kefarmasian I: 117-135. [4 Feb 2007].

Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: Mc Graw Hill.

Heldt HW. 1997. Plant Biochemistry & Molecular Biology. New York: Oxford University Pr.

Hertog MGL, Hollman PCH, Venema DP. 1992. Optimization of a quantitative HPLC determination of potentially anticarcinogenic flavonoids in vegetables and fruits. [terhubung berkala]. J Agric Food Chem 40: 1591–1598. [6 Feb 2007].

[ICH] International Conference on Harmonization. 1995. Validation of Analytical Procedurs: Definitions and Terminology. [terhubung berkala]. http://www.ich.org. [10 Februari 2007].

Laura JP. 2007. Perbedaan lingkungan dan masa tanam seledri (Apium graveolens L.) terhadap senyawa bioaktif apigenin. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Levin S. 2002. Quantitatif Work in HPLC. http://www.forumsci.co.il/HPLC. [10 Feb 2007].

Markham KR. 1988. Techniques of Flavonoid Identification. London: Academic Pr.

Meloan CE. 1999. Chemical Separations. New York: J Wiley.

Soedibyo M. 1998. Alam Sumber Kesehatan. Manfaat dan Kegunaan. Jakarta: Balai Pustaka.

Susiarti S. 2000. Seledri (Apium graveolens L.). Dari Mengolah Lahan Tidur Menuju Agribisnis Sayuran. Seri Pengembangan Proses 8.1. Jakarta: Prosea Indonesia.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Standar Apigenin dan ekstrak apigenin

Preparasi standar dan contoh

Validasi Metode KCKT (penentuan linearitas, limit

deteksi, limit kuantitasi, ketelitian, dan ketepatan

Seledri kering

Ekstrak apigenin

Uji Flavonoid

Analisis dengan KLT

Kadar air

ekstraksi

Lampiran 2 Hasil analisis kadar air seledri

Ulangan Bobot Seledri

(g)

Bobot Cawan Kosong (g)

Bobot Cawan + Contoh Setelah dikeringkan (g)

Bobot Seledri Setelah

dikeringkan (g)

Kadar Air (%)

1 5,0103 24,2491 28,9546 4,7055 6,08 2 5,0026 23,9342 28,6349 4,7007 6,03 3 5,0034 24,8906 29,5914 4,7008 6,04

Rerata 6,05

Contoh perhitungan: Ulangan 1

Kadar air = a

ba

dengan

a = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)

b = bobot contoh setelah dikeringkan (g)

Kadar air = 0103,5

7055,40103,5 × 100%

Kadar air = 6,08%

Lampiran 3 Data rendemen hasil ekstraksi seledri

Contoh Perhitungan: Ulangan 1

Rendemen (%) = ba × 100%

= 0000,57945,1 × 100%

= 35,89%

dengan a = bobot ekstrak (g)

b = bobot contoh (g)

Simpangan baku (SB) =

1

2

1

nxxi

ni

= 2,37

xi = bobot ekstrak ulangan ke-i

x = rerata bobot ekstrak

n = banyaknya ulangan (n = 5)

Batas galat = t × SB

n = 2,776 × 2,37 5 = 2,94

Ulangan Bobot Seledri (g)

Bobot Ekstrak (g)

Bobot BHT (g) Rendemen (%)

1 5,0000 1,7945 0,0500 35,89 2 5,0000 1,5304 0,0500 30,61 3 5,0000 1,5286 0,0500 30,58 4 5,0000 1,7286 0,0500 34,57 5 5,0000 1,6304 0,0500 32,61

Rerata 32,85 Simpangan baku (SB) 2,37 Batas galat (t tabel untuk = 0.05 dan derajat bebas = 4 yaitu 2.776) 2,94

Rerata rendemen ± batas galat 32,85 ± 2,94

Lampiran 4 Nilai Rf dan warna bercak hasil KLT

Sampel Bercak Jarak tempuh (mm) Rf Warna Bercak Standar apigenin tunggal 30 0,3529 gelap

Ekstrak enam 30 0,3529 gelap

Jarak tempuh eluen = 85,00 mm

Contoh perhitungan:

Rf standar apigenin = Jarak tempuh bercak Jarak tempuh eluen

= 00,8500,30

= 0,3529

Hasil analisis KLT.

Apigenin standar

Apigenin contoh

Lampiran 5 Linearitas ulangan 1

Kromatogram standar apigenin 3,8 mg/l ulangan 1.

Kromatogram standar apigenin 5,7 mg/l ulangan 1.

Kromatogram standar apigenin 7,6 mg/l ulangan 1.

[Konsentrasi standar] (mg/l) Luas area Waktu retensi (menit) 3,8000 4004510 42,8500 5,7000 4819749 42,8530 7,6000 5578842 42,8370

Rerata waktu retensi 42,8467

Simpangan baku 0,0085 Batas galat 0,0211

Rerata waktu retensi ± batas galat 42,8467 ± 0,0211

y = 2439535,667 + 414297,8947xr = 0,9998

0

2000000

4000000

6000000

0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000

Konsentrasi apigenin (mg/l)

Luas

Are

a Pu

ncak

Standar apigenin ulangan 1.

Persamaan regresi linear ulangan 1

y = 2439535,667 + 414297,8947x

r = 0,9998

Lampiran 6 Linearitas ulangan 2

Kromatogram standar apigenin 3,8 mg/l ulangan 2.

Kromatogram standar apigenin 5,7 mg/l ulangan 2.

Kromatogram standar apigenin 7,6 ulangan 2.

[Konsentrasi standar] (mg/l) Luas area Waktu retensi (menit) 3,8000 3832835 42,8630 5,7000 4892970 42,8670 7,6000 6787623 42,8670

Rerata waktu retensi 42,8657

Simpangan baku 0,0023 Batas galat 0,0057

Rerata waktu retensi ± batas galat 42,8657 ± 0,0057

y = 738960,667 + 777575,7895xr = 0,9900

02000000

40000006000000

8000000

0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000

Konsentrasi Apigenin (mg/l)

Luas

Are

a Pu

ncak

Standar apigenin ulangan 2.

Persamaan regeresi linear ulangan 2

y = 738960,667 + 777575,7895x

r = 0,9900

Lampiran 7 Linearitas ulangan 3

Kromatogram standar apigenin 3,8 mg/l ulangan 3.

Kromatogram standar apigenin 5,7 mg/l ulangan 3.

Kromatogram standar apigenin 7,6 mg/l ulangan 3.

[Konsentrasi standar] (mg/l) Luas area Waktu retensi (menit) 3,8000 3207189 43,3500 5,7000 4158279 43,3700 7,6000 5248640 43,3370

Rerata waktu retensi 43,3523

Simpangan baku 0,0166 Batas galat 0,0412

Rerata waktu retensi ± batas galat 43,3523 ± 0,0412

y = 1142526,167 + 537223,947xr = 0,9993

0

2000000

4000000

6000000

0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000

Konsentrasi Apigenin (mg/l)

Luas

Are

a Pu

ncak

Standar apigenin ulangan 3.

Persamaan regeresi linear ulangan 3

y = 1142526,167 + 537223,947x

r = 0.9993

Lampiran 8 Parameter statistika kurva standar rerata

Konsentrasi standar (mg/l) Luas area rerata 3,8000 3681511,3333 5,7000 4623666,0000 7,6000 5871701,6667

y = 1440340,834 + 576365,8771xr = 0,9970

020000004000000

60000008000000

0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000

Konsentrasi Apigenin (mg/l)

Luas

Are

a Pu

ncak

Standar apigenin rerata

xi 2

xxi xi2 yi y (yi - y )2

3,80 3,61 14,44 3681511,3333 3630531,1670 2598977361 5,70 0,00 32,49 4623666,0000 4725626,3335 10395909601 7,60 3,61 57,76 5871701,6667 5820721,5000 2598977397

dengan

xi = konsentrasi standar apigenin

yi = luas area terukur

y = luas area teoritis

Persamaan regresi linear rerata

y = 1440340,834 + 576365,8771x

r = 0,9970

Contoh perhitungan:

Luas area teoritis pada konsentrasi 3,8 mg/l

y = 1440340,834 + 576365,8771(3,8)

y = 3630531,1670

xi2 = 104,69

( Xi - x ) = 7,22

(yi - y )2 = 15593864360

Simpangan baku regresi (Sr) =

2

ˆ1

2

nyyn

n i = 124875,3953

Simpangan baku intersep (Sa) = Sr

n

i

ni

xxixi

2

21

)( = 475511,3386

Simpangan baku kemiringan (Sb) = 2

ii

r

xx

S = 46473,8099

Selang kepercayaan intersep untuk = 0,05 dan derajat bebas = 4 (t tabel = 2,776), yaitu

a ± tSa = 1440340,834 ± (2,776)(475511,3386)

= 1440340,834 ± 1320019,476

Selang kepercayaan kemiringan untuk α 0,05 dan derajat bebas = 4 (t tabel = 2,776) yaitu

b ± tSb = 576365,8771 ± (2,776)(46473,8099)

= 576365,8771 ± 129011,2963

Lampiran 9 Penentuan limit deteksi dan limit kuantifikasi

LD = 3,3bSa

LD = 3,38771.5763653386.475511

LD = 2,7222 mg/l

LK = 10bSa

LK = 108771.5763653386.475511

LK = 8,2500 mg/l dengan

LD = limit deteksi (mg/l)

LK = limit kuantifikasi (mg/l)

Sa = simpangan baku intersep kurva standar (n = 3)

b = rerata kemiringan garis kurva standar

Lampiran 10 Penentuan ketelitian

Kromatogram contoh ulangan 1.

Kromatogram contoh ulangan 2.

Kromatogram contoh ulangan 3.

Kromatogram contoh ulangan 4.

Apigenin

Apigenin

Apigenin

Apigenin

Kromatogram contoh ulangan 5.

Penentuan ketelitian

Ulangan Luas Area Konsentrasi

apigenin (mg/l)

Konsentrasi Apigenin

sebenarnya (mg/l)

Bobot Apigenin

(mg)

Kadar Apigenin (%b/b)

1 4664136 5,5933 11,1866 0,2797 0,0055 2 4199753 4,7876 9,5752 0,2394 0,0050 3 4153898 4,7080 9,4161 0,2354 0,0050 4 4509912 5,3257 10,6515 0,2663 0,0053 5 4302088 4,9652 9,9303 0,2483 0,0050

Rerata 10,1519 0,2538 0,0052

Contoh perhitungan pada ulangan 1

Persamaan regresi linear rerata

y = 1440340,834 + 576365,8771x

r = 0,9970

Konsentrasi apigenin (X)

X = 8771.5576365

834.14403404664136

X = 5,5933 mg/l

Konsentrasi apigenin sebenarnya = konsentrasi apigenin faktor pengenceran

= 5,5933 mg/l 5

10

= 11,1866 mg/l

Apigenin

Bobot apigenin = konsentrasi apigenin sebenarnya volume larutan

= 11,1866 mg/l 0,025 l

= 0,2797 mg

Kadar apigenin (%b/b) = ba 100%

= 50002797.0 × 100%

= 0,0055%

dengan a = bobot apigenin (mg)

b = bobot contoh (mg)

Simpangan baku (SB) =

1

2

1

nxxi

ni = 0,0002

Simpangan baku relatif (%) = xSB100

= 3,85

dengan

xi = kadar apigenin tiap ulangan

x = rerata kadar apigenin

n = banyaknya ulangan (n = 5)

Lampiran 11 Penentuan persen perolehan kembali

Standar Apigenin (mg) Ditambahkan Terukur

Perolehan Kembali (%) Rerata (%) Batas Galat SBR (%)

0,0100 0,0109 109,00

0,0100 0,0095 95,00

0,0100 0,0111 111,00

105,00 21,6579 8,30

0,0650 0,0740 113,85

0,0650 0,0696 107,08

0,0650 0,0772 118,77

113,23 14,5814 5,18

0,0700 0,0761 108,71

0,0700 0,0756 108,00

0,0700 0,0771 110,14

108,95 2,7079 1,00

Contoh perhitungan untuk jumlah standar yang ditambahkan 0,0100 mg ulangan 1

(%PK) = c

ba 100%

= 0100.00109.0 100%

= 109,00%

dengan

a = konsentrasi contoh + konsentrasi standar yang terukur (mg)

b = konsentrasi contoh (mg)

c = konsentrasi standar teoritis yang ditambahkan (mg)

Simpangan baku (SB) =

1

2

1

nxxi

ni = 8,7178

Simpangan baku relatif (%) = xSB100 = 8,30

dengan xi = persen perolehan kembali ulangan ke-i

x = rerata persen perolehan kembali

n = banyaknya ulangan (n = 3)

Batas galat = t × SB

n = 4,3030 × 8,7178 3 = 21,6579