apendisitis
DESCRIPTION
apendicitisTRANSCRIPT
BAB ILAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sawahan, Padang
Status : Menikah
Tgl MRS : 27 Februari 2014
MR :
ANAMNESA
Keluhan Utama
Nyeri di perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri di perut kanan bawah terus menerus
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, awalnya nyeri dirasakan di sekitar
pusar 4 hari yang lalu kemudian nyeri berpindah dan menetap di kanan bawah
dirasakan semakin hebat. Nyeri dirasakan bertambah ketika pasien berbicara
dan melakukan pergerakan yang menyebabkan pasien hanya tidur dengan
posisi sedikit membungkuk.
Mual dan muntah 1x sejak 1 hari sebelum rumah sakit. Isi muntah berisi apa yang dimakan dan diminum. Pasien juga mengeluhkan tidak ada nafsu makan dalam 4 hari ini. Keluhan perut kembung disangkal.
Pasien menyangkal adanya demam, batuk, pilek dan sesak nafas.
Buang air kecil tidak ada keluhan, warna jernih kekuningan.
Buang air besar 2 hari ini tidak lancar. Sehari-hari pasien mengatakan jarang
makan sayur dan minum air.
Pasien sudah tidak haid sejak 10 tahun terakhir.
Riwayat nyeri disekitar ulu hati, nyeri-nyeri sendi dan riwayat meminum obat-
obatan bebas disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat
operasi di perut sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis coorperatif
Status gizi : cukup
Vital Sign
TD : 110/70 mmHg
HR : 98x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 37.8o C
Status Generalis
Kepala : normochepal
Mata :
Pupil : bentuk bulat, diameter 3 mm/3 mm
Refleks pupil : +/+, isokor
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik -/-
THT : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Paru-paru
Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris
Palpasi : tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, nyeri tekan (-), vokal
fremitus sama simetris dekstra sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikular (+/+) normal, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba di RIC V 1 jari medial LMCS
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung normal, bising (-)
Ekstremitas : akral dingin, RCT < 2 detik, edema (-/-)
Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), datar,
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (+), nyeri lepas (+) di titik Mc. Burney, Dunphy's
sign (+), Rovsing's sign (+), Obturator sign (-),
Iliopsoas sign (-)
Perkusi : timpani di seluruh lapangan perut
Rectal Toucher
anus tenang, sfingter ani baik, mukosa licin, ampula mengaga, massa (-),
feses (+) lendir (-)
RESUME
Anamnesis
Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri di perut kanan bawah terus
menerus sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, awalnya nyeri dirasakan di
sekitar pusar 4 hari yang lalu kemudian nyeri berpindah dan menetap di kanan
bawah dirasakan semakin hebat. Nyeri dirasakan bertambah dengan
pergerakan. Mual dan muntah (+), penurunan nafsu makan (+), dan jarang
makan sayur dan buah.
Pemeriksaan fisik
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), datar,
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (+), nyeri lepas (+) di titik Mc. Burney, Dunphy's
sign (+), Rovsing's sign (+), Obturator sign (+),
Iliopsoas sign (-)
Perkusi : timpani di seluruh lapangan perut
Diagnosis kerja : peritonitis lokal e.c susp apendisitis akut
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hemoglobin : 12,4 gr/dL
Leukosit : 21.400/mm3
Trombosit : 269.000/ mm3
Hematokrit : 38%
Kalium : 3,3 mEq/l
Natrium : 141 mEq/l
Chloride : 106 mEq/l
Ureum : 30 mg/dl
Kreatinin : 0,6 mg/dl
Kesan : leukositosis
Urinalis
makroskopik : warna kuning, tidak keruh dan tidak berbau
mikroskopik : eritrosit : 0-1
leukosit : 0-1
epitel : +
plano test : -
Kesan : dalam batas normal
Foto polos Thorax dan Abdomen
Kesan : dalam batas normal
Pasien di siapkan di pre op :
- Informed consent
- Puasa
- IVFD
- Antibiotik
- Lapor anesthesi
Penatalaksanaan
Direncakan apendiktomi emergency
Diagnosis post op : apendisitis akut
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
2.2 Anatomi Apendiks Vermiformis
Apendiks vermivormis adalah struktur berbentuk cacing yang muncul dari
posteromedial dari dinding sekum, kira-kira 2 cm di bawah ileum. Posisi ini
mungkin menempati dari beberapa posisi. Posisi apendiks yang lain sepeti
retrosekal, retrokolik (dibelakang sekum atau kolon ascenden), pelvical atau
descenden (pinggir panggul atau tergantung didekat ovarium atau rahim. Itu
semua adalah posisi yang paling sering dijumpai di praktek. Posisi lain yang
kadang-kadang terlihat terutama ketika ada mesentrium apendiks yang panjang
memungkinkan mobilitas yang lebih besar, termasuk subcaecal (di bawah sekum),
preilial (ke anterior terminal ileum), postileal (belakang terminal ileum).[7]
Gambar 2.1 Macam Letak Apendiks
Tiga taenea coli dari colon ascenden dan caecum yang mengikat dasar dari
apediks dan tertanam ke dalam otot lungitudinal. Panjang apendiks kira-kira 10
cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum, lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal.[8] Namun tidak demikian, pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis
pada usia bayi.[7]
Gambar 2.2 Struktur Apendiks
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti
arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilikus. Perdarahan apendiks berasal dari arteri
apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.[5]
2.3 Fisiologi
Appendiks menghasilkan 1-2 ml per hari lender itu normalnya dicurahkan
ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di
muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun
tubuh karena jumlah jaringan limf disini kecil sekali dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
2.4 Epidemiologi
Insidens apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi dibandingkan dengan
Negara berkembang. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada
anak kurang dari 1 tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok
umur 20-30 tahun, setelah itu menuurn. Insidens laki-laki dan perempuan sama
kecuali pada umur 20-30 tahun. Insiden laki-laki lebih tinggi.
2.5 Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakn faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus. Di samping hiperplasia jaringan limf, fecalit, tumor
apendiks, dan cacing askariasis dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat
parasit seperti E. Histolytica.[5]
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora normal kolon.
Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.[5]
2.6 Patogenesis
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut. Patogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi
lumen, yang biasanya disebabkan oleh fekalit (feses keras). Hal ini akan
menyebabkan terjadinya penyumbatan pengeluaran sekret mukus yang
mengakibatkan terjadingan pembengkakan, infeksi dan ulserasi. Peningkatan
tekanan intraluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteri terminalis (end-
artery) apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus, biasanya
mengakibatkan nekrosis, gangren dan perforasi.[2]
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa ulserasi mukosa berjumlah sekitar
60 hingga 70% kasus, lebih sering dari pada sumbatan lumen. Penyebab ulserasi
tidak diketahui, walaupun sampai sekarang diperkirakan disebabkan oleh virus.
Akhir-akhir ini penyebab infeksi yang paling sering diperkirakan adalah Yersinia
enterocolitica.[2]
Gambar 2.3 Skema Patogenesis Apendisitis
2.7 Patologi
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya
pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks
dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang
dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh
dan massa periapendikular akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai
diri secara lambat.[5]
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitar. Perlengketan
ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu saat, organ
ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai apendisitis eksaserbasi akut.[5]
2.8 Manifestasi Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah
nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang
tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi.
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung
oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya
2.9 Diagnosis
Demam biasanya ringan, dengan suhu 37,5-38,5. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi. Pada inspeksi perut kembung sering terlihat pada
komplikasi perforasi.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan,
biasanya disertai nyeri lepas. Defans muskulare menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di
perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Peristaltis usus sering normal,
peristaltis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforate.
Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun umumnya
ditampikan dengan riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan
pertama kali di ulu hati. Mungkin diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri
biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan setelah beberapa jam, sampai dengan 24
jam. Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa ilaka
kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan diperburuk dengan
gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc Burney juga dirasakan
pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebut tanda Rovsing. Posisi pasien
dipengaruhi oleh posisi dari apendiks. Jika apendiks ditemukan di posisi
retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri tidak terasa di titik Mc
Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang. Jika apendiks terletak
retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa. Ketika apendiks dekat dengan
otot psoas, pasien datang dengan pinggul tertekuk dan jika kita coba meluruskan
maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda psoas). Ketika apendiks
terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan
protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka
tanda klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal,
menemukan nyeri dan bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di
dekat otot obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien
(tanda obturator). Hiperestesia kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf
spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti kejadian appendisitis
akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat dengan dinding
abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak di belakang ileum
terminal maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang ada samar dan nyeri
terletak tinggi di abdomen.
Leukisitosis sedang 10.000-18.000mm3 dengan dominasi sedang dari
polimorfonuklear sering ditemukan. Poliuria ada bila apendiks yang meradang di
dekat ureter atau kandung kemih.
The Modified Alvarado Score Skor
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati
ke perut kanan bawah
1
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan
Lab
Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to
the left
1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
2.9.1 Perjalanan Penyakit
Nyeri perut merupakan gejala utama dari apendisitis akut. Nyeri biasanya
berawal di daerah epigastrium bagian bawah atau di daerah umbilikal kemudia
setelah 1-12 jam, tetapi biasanya antara 4-6 jam nyeri menjadi terlokalisir di
daerah kuadran kanan bawah.[6,11] Gejala tipikal apendisitis nyeri berawal di sekitar
umbilikal diikuti dengan anoreksia dan mual. Nyeri yang telah terlokalisir di
daerah kuadran kanan bawah merupakan tanda proses inflamasi yang progres ke
lapisan parietal peritoneum dari apendiks.[10]
2.9.2 Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan apendisitis akut akan tampak kesakitan dan lebih suka
berbaring di kasur. Suhu tubuh yang tidak begitu tinggi sering menyertai (38oC)
pada pasien apendisitis.[8] Pemeriksaan abdomen biasanya ditemukan suara bising
usus melemah dan fokal tenderness. Pada daerah tersebut terletak apendiks dan
biasanya tepat pada titik McBurney. Normalnya apendiks itu mobil, namun jika
terjadi inflamasi bisa berubah 360o mengelilingi dasar dari sekum. Oleh karena
itu pada pemeriksaan fisik bisanya ditemukan tanda-tanda berikut:[6,11]
Dunphy's sign: nyeri kanan bawah semakin meningkat saat batuk.
Rovsing's sign : nyeri perut kanan bawah saat dilakukan palpasi pada
perut kiri bawah.
Obturator sign : nyeri saat hip joint di rotasikan ke dalam. Curiga letak
apendiks di pelvik.
Iliopsoas sign : nyeri saat hip joint kanan diekstensikan. Curiga letak
apendiks di retrosekal.
Apendiks yang telah mengalami perforasi nyeri perut menjadi lebih hebat
dan lebih menyeluruh, dan muskulus abdominal menjadi tegang dan kaku. Detak
jantung meningkat disertai dengan peningkatan temperatur tubuh di atas 39oc.
pasien tampak kesakitan dan membutukan cairan resusitasi dan antibiotik sebelum
dilakukan induksi anastesi.[11]
2.9.3 Temuan Laboratorium
Terjadi peningkatan hitung jenis sel darah putih dengan lebih dari 75%
neutrofil pada kebanyakan pasien. Hitung jenis leukosit normal terdapat
perbedaan 10% dengan pasien apendisitis akut. Peningkatan tajam dari hitung sel
darah putih (>20.000/mL) curiga ke arah komplikasi apendisitis dengan gangren
atau perforasi. Analisa urin bisa membantu untuk menyingkirkan piolenefritis atau
nefrolitiasis. Pyuri yang minimal biasanya bisa tampak pada wanita-wanita yang
berusia tua, namun tetap tidak bisa menyingkirkan apendisitis dari diagnosis
karena ureter bisa teriritasi akibat dari perlengketan apendiks yang sedang
mengalami inflamasi. Namun, hematuri mikroskopik umum terjadi pada kasus
apendisitis, gross hematuri jarang terjadi dan bisa mengindikasikan dari gejala
batu ginjal. Tes darah yang lain secara umum tidak dapat membantu dan tidak
mengindikasikan kepada pasien curiga ke arah apendisitis.[10]
2.9.4 Temuan Radiografi
Ultrasonography (USG) memiliki sensitivitas kira-kira 80% dan memiliki
spesifisitas lebih dari 90% untuk mendiagnosis apendisitis akut. Temuan
sonografi pada pasien dengan apendisitis akut adalah diameter anteroposterio 7
mm atau lebih, penebalan pada dinding apendiks, tidak adanya penekanan lumen
(terihat pada potong lintang target lesi) atau gambaran appendicolith.[10]
Computed tomography (CT) sering digunakan untuk mengealuasi pasien-
pasien dengan suspek apendisitis akut. CT memiliki tingkat sensitivitas mencapai
90% dan spesifisitas 80% sampai 90% untuk mendiagnosis apendisitis akut pada
pasien-pasien dengan keluhan nyari abdomen. Secara umum, ukuran apendiks
akan meningkat sesuai derajat keparahan apendisitis. Temuan klasik yaitu
terjadinya distensi pada apendiks dengan diameter lebih dari 7 mm dan pada
dinding apendik terjadi penebalan. Selama proses inflamasi, kita dapat melihat
lemak periapendikel yang melekat, edema, cairan peritoneal, plegmon atau abses
periapendikeal.[10]
2.10 Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, seperti:
• Gastroenteritis, pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa
sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
apendisitis akut.
• Demam Dengue, dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit
meningkat.
• Kelainan ovulasi, folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan
nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
• Infeksi panggul, salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis
akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian
bawah perut lebih difus.
• Kehamilan Ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan
yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan
mungkin terjadi syok hipovolemik.
• Kista ovarium terpuntir, timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi
dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau
colok rektal.
• Endometriosis ovarium eksterna, endometrium di luar rahim akan memberikan
keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di
tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
• Urolitiasis pielum/ ureter kanan, adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut
menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering
ditemukan.
• Penyakit saluran cerna lainnya, penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah
peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau
lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal,
perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel
apendiks.
2.11 Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien dengan apendisitis akut mendapakan penanganan
pemotongan apendiks dengan pembedahan. Antibiotik pasca operasi dapat
mencegah pertumbuhan bakteri aerob dan anaerob yang berasal dari kolon. Untuk
pasien apendisitis tanpa perforasi, antibiotik dosis tunggal dapat mencegah infeksi
pasca operasi dan mencegah terbentukan abses intra abdomen. Antibiotik oral
pasca operasi tidak dapat mencegah insiden komplikasi infeksi pasien tersebut.
Untuk pasien dengan ferforasi atau apendisitis gangren, harus diberikan antibiotik
lanjutan intravena sampai pasien tidak demam.[10]
Apendiktomi dengan pembedahan biasanya sering dalakukan baik
pembedahan dengan metode insisitranversal pada kuadran kanan bawah (metode
Davis-Rockey) atau pembedahan dengan metode insisi oblig (McArthur-
McBurney). Pada beberapa kasus apendisitis yang telah mengalami plegmontasi
yang luas atau apendisitis yang diagnosisnya belum diketahui sejauh mana
perjalanannya, pembedahan subumbilikal midline bisa digunakan. Untuk kasus-
kasus apendisitis yang belum mengalami komplikasi kami lebih suka
menggunakan pembedahan dengan insisi tranversal, dengan memotong otot
bagaian lateral dari musculus rectus abdominalis sampai ke titik McBurney.
Anastesi lokal dapat diberikan sebelum dillakukan insisi, untuk mengurangi nyeri
setelah operasi.[10]
Setelah memasuki rongga peritoneum, indentifikasi apendiks dengan cara
tentukan konsistensinya dan lakukan pembebasan secara gentle. Perhatikan
struktur-struktur yang sedang mengalami inflamasi untuk meminimalkan
terjadinya ruptur selama prosedur tindakan. Pada kasus yang sulit, insisi yang
lebar dapat dilakukan sampai terlihat taenea coli dari sekum, karena biasanya
disitu lokasi dari fecalit. Perhatikan gambar berikut: [10]
Gambar 2.4 Lokasi insisi pada apendiktomi, dan tehnik penjahitan yang umum digunakan pada kasus apendisitis.[10]
2.12 Komplikasi
2.12.1 Massa Periapendikuler
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikular dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh
peritonitis purulenta generalisata.[5]
Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di
perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu
saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.[5]
Apendiktomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap
kkuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu
kemudian, dilakukan apendiktomi. Pada anak kecil, wanita hamil dan penderita
usia lanjut, jika secara konservasif tidak membaik atau berkembang menjadi
abses, dianjurkan operasi secepatnya.[5]
2.12.2 Apendisitis Perforata
Keterlambatan diagnosis, merupakan faktor utama yang berperan dalam
terjadinya perforasi apendiks. Insidens perforasi pada penderita di atas usia 60
tahun dilaporkan sekitar 60%. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens
perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat,
adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen dan
arteriosklerosis. Inidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang
masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis
dan proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang cepat dan
omentum anak belum berkembang.[5]
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut dan perut
menjadi tenggang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di
seluruh perut, mungkin disertai dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan,
peristaltik usus dapat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik.[5]
Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat
dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang
adekuat secara mudah serta pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini, mulai
banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara laparoskopi
apendiktomi. Pada prosedur ini, rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah.
Hasilnya dilaporkan tidak berbeda jauh dibandingkan dengan laparotomi terbuka.[5]
2.13 Prognosis
Apendisitis akut merupakan alasan yang paling umum untuk melakukkan
operasi kedaruratan abdomen. Pembuangan apendiks memiliki resiko komplikasi
sekitar 4-5%, serta biaya yang terkait dan ketidakyamanan rawat inap dan
pembedahan. Oleh karena itu tujuan dari ahli bedah adalah untuk membuat
diagnosis yang akurat sedini mungkin. Diagnosis dan pengobatan yang terlambat
akan meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas.[6]
Angka kematian keseluruhan berkisar 0,2%-0,8% yang disebabkan
komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Angka kematian pada anak-anak
dalam rentang dari 0,1% menjadi 1% sedangkan pada pasien tua dengan usia >70
tahun tingkat kematian di atas 20%, terutama disebabkan karena keterlambatan
diagnosis dan terapi.[6]
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitzmaurice GJ, McWilliams B, Hurreiz H, Epanomeritakis E. Antibiotics
Versus Appendectomy in the Management of Acute Appendicitis: A Review
of the Current Evidence. [Can J Surg] 2011. [database on the internet]. [cited
on 01 May 2013]. Vol. 54, No. 5. Pages 307-314. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3195652 /pdf/0540307.pdf.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6 vol. 1. Jakarta: EGC, 2005. Hal. 448-449.
3. Schizas AM, Williams AB. Management of Complex Appendicitis. [Journal
of Surgery] 2010. [database on the internet]. [cited on 30 April 2013].
Volume 28, Issue 1. Pages 544-548. Available from:
http://www.surgeryjournal.co.uk/article/S0263-9319%2810%2900178-X/pdf.
4. Froggatt P, Harmston C. Acute Appendicitis. [Journal of Surgery] 2011.
[database on the internet]. [cited on 30 April 2013]. Volume 29, Issue 8.
Pages 372-376. Availabe from: http://www.surgeryjournal.co.uk/article/
S0263-9319%2811%2900108-6/pdf.
5. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC,
2010. Hal. 756
6. Craig S, Brenner BE. Appendicitis. Medscape Article. [database on the
internet] 2012. [cited on May 02, 2013]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#showall.
7. Standring S, Ellis H, Healy JC, Johnson D, Williams A, et al. Gray’s
Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. 39th Edition. [textbook
of Anatomy]. Elsevier Churchill Livingstone: 2008.
8. Minkes RK, Alder AC, Alder C. Pediatric Appendicitis.Medscape Article.
[database on the internet] 2013. [cited on May 02, 2013]. Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/926795-overview#showall.
9. Snell RS. Clinical Anatomy by Regions. 8th Edition. [textbook]. Washington:
Lippincott Williams & Wilkins. 2008.
10. Basil A, Pruitt JR. Townsend: Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed.
Saundres, 2007.
11. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, et al.
Schwartz's Principles of Surgery. Eighth Edition. [textbook] The McGraw-
Hill Companies, 2007.
12. Quantitative Imaging in Medical and Surgery. [database on the internet]
2012. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles
/PMC3533601/figure/f2/.
13. Castro S.M.M, Unlü C, Steller E.Ph, Wagensveld B.A, Vrouenraets B.C.
Evaluation of the Appendicitis Inflamatory Response Score for Patients with
Acute Appendicitis. World J Surg. [database on the pubmed central] 2012.
[cited on May 1, 2013]. 36:1540–1545. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3368113/pdf/268_2012_Artic
le_1521.pdf.