apendisitis
DESCRIPTION
apendisitisTRANSCRIPT
BAB 1PENDAHULUAN
Apendisitis akut merupakan keadaan yang sering terjadi dan membutuhkan
operasi kegawatan perut pada anak. Diagnosis apendisitis akut sulit pada anak, tetapi
dapat memberikan angka perforata 30-60%. Lima puluh persen anak dengan
apendisitis perforata diketahui oleh dokter sebelum didiagnosis. Risiko untuk
perforata terbanyak pada umur 1-4 tahun (70-75%) dan terendah pada remaja 30-40%
Individu memiliki risiko sekitar 7% untuk apendisitis selama hidup mereka.
Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.
Walaupun alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui, faktor risiko yang potensial
adalah diet rendah serat dan tinggi gula, riwayat keluarga, serta infeksi.
Sekitar 80.000 anak pernah menderita apendisitis di Amerika Serikat setiap
tahun, di mana terjadi 4 per 1000 anak di bawah 14 tahun. Kejadian apendisitis
meningkat dengan bertambahnya umur, memuncak pada remaja, dan jarang terjadi
pada anak kurang dari 1 tahun.
Berdasarkan World Health Organization (2002), angka mortalitas akibat
apendisitis adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan. Angka mortalitas apendisitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan pada
perempuan sekitar 10.000 jiwa.
Menurut Craig (2010), apendisitis perforata sering terjadi pada umur di bawah
18 tahun ataupun di atas 50 tahun. Insidensi apendisitis pada laki-laki lebih besar 1,4
kali dari perempuan. Rasio laki-laki dan wanita sekitar 2:1.
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Banyak hal dapat sebagai faktor
pencetusnya, diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limf, fekalit
(faex = tinja, lithos = batu), tumor apendiks, dan berupa erosi mukosa oleh cacing
askaris dan E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi menaikkan tekanan intrasekal, menyebabkan sumbatan fungsional
apendiks, dan meningkatkan pertumbuhan flora kolon. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya apendisitis akut
Untuk kejadian apendisitis di Indonesia khususnya di Medan, penulis tidak
menemui referensi valid yang menyatakan jumlah maupun perbandingan penderita
apendisitis, terkhusus apendsitis perforata di kelompok umur 0 tahun sampai 14 tahun
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Apendisitis2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,
lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin
menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu. 3
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina
serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks.
Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum visceral. 3
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilicus. 3
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks
akan mengalami gangrene. 2
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue)
yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.2
2.1.2. Definisi Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah
kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh
tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi
dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. 2
2.1.3. EtiologiApendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang
diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit
seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.1
2.1.4. EpidemiologiApendisitis paling sering ditemukan pada usia 20 sampai 40 tahun. Penyakit
ini jarang ditemukan pada usia yang sangat muda atau orang tua, dikarenakan bentuk
anatomis apendiks yang berbeda pada usia tersebut.2
Insiden apendisitis di Amerika Serikat sekitar 1,1 kasus setiap 1000 orang per
tahun. Terdapat faktor predisposisi dari keluarga. Insiden apendisitis adalah lebih
rendah pada negara dengan budaya konsumsi makanan tinggi serat. Serat makanan
dianggap mengurangi kekentalan feses, mengurangi bowel transit time dan
mengurangi pembentukan fekalit, yang dapat menyebabkan obstruksi lumen
apendiks.2
2.1.5. KlasifikasiApendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah
bertumpuk nanah.2
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu apendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.2
2.1.6. Gejala KlinisApendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.
Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan
itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. 3
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh
sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat
berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.3
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena
rangsangan dindingnya.3
2.1.7. PatofisiologiAppendisitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan
ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis. Obstruksi intraluminal
appendiks menghambat keluarnya sekresi mukosa dan menimbulkan distensi dinding
appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti
vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding appendiks. Kondisi ini
mengundang invasi mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki luka dan
menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun
faktor obstruksi telah dihilangkan.1,3
Appendicitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan
muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi sel
radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi
granular membran. Pada perkembangan selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh
fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut supuratif. Edema
dinding appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi ganggren,
warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding
appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan
pembuluh darah kongesti.1,3
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan
keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami
peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.1,3
DAFTAR PUSTAKA
1. Barry E Brenner. Appendicitis. Medscape. Department of Emergency Medicine,
University of North Carolina of Chapel Hill School of Medicine
2. Smeltzer. 2010. Medical Surgical Nursing. Wolter Kluwer. Lippincott Williams
& Wilkins.
3. Sjamsuhidajat, De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta: EGC.