apendisitis

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap bagian dari saluran gastrointestinal bawah rentan terhadap inflamasi akut yang disebabkan oleh infeksi akibat bakteri, virus, atau jamur. Salah satunya adalah apendisitis. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang pada manusia fungsinya tidak diketahui, dan sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Komplikasi yang sering ditemukan adalah perforasi. Adanya fekalit, umur (orangtua atau anak muda), dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks. Dilaporkan insidens perforasi 60% pada penderita di atas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orangtua adalah adanya gejala yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak 1

Upload: intan-putri

Post on 01-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

g

TRANSCRIPT

Page 1: apendisitis

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap bagian dari saluran gastrointestinal bawah rentan terhadap

inflamasi akut yang disebabkan oleh infeksi akibat bakteri, virus, atau

jamur. Salah satunya adalah apendisitis. Apendisitis adalah peradangan dari

apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis merupakan sisa apeks sekum

yang pada manusia fungsinya tidak diketahui, dan sering menimbulkan

masalah kesehatan.

Peradangan akut apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk

mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Komplikasi yang sering

ditemukan adalah perforasi. Adanya fekalit, umur (orangtua atau anak

muda), dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperanan

dalam terjadinya perforasi apendiks. Dilaporkan insidens perforasi 60%

pada penderita di atas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya

insidens perforasi pada orangtua adalah adanya gejala yang samar,

keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa

penyempitan lumen, dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak

disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang

komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis dan proses

pendindingan kurang sempurna, akibat perforasi berlangsung cepat dan

omentum anak belum berkembang. Perforasi apendiks ini akan

mengakibatkan terjadinya peritonitis purulenta.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

membuat makalah tentang asuhan keperawatan pada apendisitis perforasi,

sehingga dapat menambah ilmu untuk kita semua terutama bagi penulis dan

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal.

1

Page 2: apendisitis

1.2. Tujuan

Dengan adanya makalah ini, diharapkan perawat dapat lebih optimal

lagi dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan apendisitis

perforasi, meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

2

Page 3: apendisitis

BAB IIISI

2.1. DEFINISI

Apendisitis adalah suatu peradangan apendiks yang mengenai semua

lapisan dinding organ tersebut (Price & Wilson, 1994).

Apendisitis perforasi ditandai dengan apendiks yang pecah atau

bahkan hancur (Soeparman & Sarwono, 1998).

2.2. ANATOMI

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10

cm (beranjak 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di

bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Pada bayi apendiks

berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.

Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada

usia tersebut. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan

itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada

panjang mesoapendiks penggantungnya.

Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di

belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon

asendens.

Gejala klinik apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.

Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persyarafan simpatis

berasal dari n.torakalisX. karena itu nyeri viseral pada apendisitis bermula di

sekitar umbilikus.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan

arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada

infeksi, apendiks akan mengalami gangren.

3

Page 4: apendisitis

2.3. FISIOLOGI

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara

normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.

Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada

patogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated

lymphoidtissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks,

ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap

infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi

sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika

dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

2.4. ETIOLOGI

Tanda patogenik primer diduga karena obstruksi lumen, biasanya oleh

fekalit (feses keras). Penyumbatan pengeluaran sekret mukus

mengakibatkan pembengkakan, infeksi dan ulserasi. Peningkatan tekanan

intraluminal dapat menyebabkan oklusi end-artery apendikularis. Bila

keadaan ini dibiarkan berlangsung terus, biasanya mengakibatkan nekrosis,

gangren dan perforasi. Dalam penelitian terakhir telah ditemukan bahwa

ulserasi mukosa merupakan langkah awal dari terjadinya pada lebih dari

separuh kasus, lebih sering daripada sumbatan pada lumen (Silven, 1991).

Penyebab ulserasi tidak diketahui, walaupun sampai sekarang telah

dipostulasikan bahwa penyebabnya adalah virus.

Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai

faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks,

dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang

diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena

parasit seperti E.histolytica.

4

Page 5: apendisitis

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat

timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan

kuman flora kolon biasa.

2.5. PATOFISIOLOGI

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks

oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis

akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun

elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat

tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,

diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis

akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri

akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.

Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan

apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi

apendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal

5

Page 6: apendisitis

yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat

menjadi abses atau menghilang.

2.6. MANIFESTASI KLINIS

Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi

insidensi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui

preoperatif pada 70% kasus, dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari

36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50 C, tampak toksik, nyeri tekan

seluruh perut dan leukositosis terutama PMN, akibat perforasi dan

pembentukan abses (Soeparman & Sarwono, 1998).

Menurut Arif Mansjoer dkk (2000), perforasi jarang terjadi dalam 8

jam pertama, tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme

otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau

abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan leukositosis semakin

jelas.

2.7. DIAGNOSIS

Menurut Sjamsuhidajat (1998), perforasi apendiks akan

mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi,

nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang

dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, mungkin

dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan; peristalsis usus menurun

sampai menghilang karena ileus paralitik. Kecuali di regio iliaka kanan,

abses rongga peritonium bisa terjadi bila pus yang menyebar bisa dilokalisir

di suatu tempat. Paling sering adalah abses rongga pelvis dan subdiafragma.

Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai

abses. Ultrasonografi membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses

subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumoni basal, atau efusi

fleura. Ultrasonografi dan foto rontgent dada membantu membedakannya.

6

Page 7: apendisitis

2.8. PENATALAKSANAAN

Perbaikan keadaan umum dengan infus, antibiotik untuk kuman gram

negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pipa nasogastrik perlu

dilakukan sebelum pembedahan.

Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat

dilakukan pencucian rongga peritonium dari pus maupun pengeluaran fibrin

secara adekuat dengan mudah dan dapat pula dilakukan pembersihan

kantong nanah secara baik.

Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan

pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian

dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pada anak tidak usah

dipasang penyalir intraperitoneal karena justru menyebabkan komplikasi

infeksi lebih sering.

2.9. ASUHAN KEPERAWATAN

Dasar data pengkajian pasien:

Aktifitas / istirahat

Gejala : kelemahan

Tanda : kesulitan ambulasi

Sirkulasi

Gejala : takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda Syok)

Edema jaringan

Eliminasi

Gejala : ketidakmampuan defekasi dan flatus

Diare (kadang-kadang)

Tanda : cegukan, distensi abdomen; abdomen diam

7

Page 8: apendisitis

Penurunan haluaran urin, warna gelap

Penurunan / tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang

timbul, bising usus kasar (obstruksi); kekakuan abdomen,

nyeri tekan. Hiperesonan / timpani (ileus); hilang suara

pekak di atas hati (udara bebas dalam abdomen)

Makanan / cairan

Gejala : anorexia, mual/muntah; haus

Tanda : muntah proyektil

Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk

Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri abdomen tiba-tiba berat, umu atau lokal, menyebar ke

bahu, terus menerus oleh gerakan

Tanda : distensi, kaku, nyeri tekan

Otot tegang (abdomen); lutut fleksi, perilaku distraksi;

gelisah; fokus pada diri sendiri

Pernafasan

Tanda : pernafasan dangkal, takipnea

Keamanan

Gejala : riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pasca

melahirkan, abses retroperitoneal

Pemeriksaan Diagnostik

JDL : SDP meningkat kadang-kadang lebih dari 20.000. SDM

mungkin meningkat, menunjukkan hemokonsentrasi.

Protein/albumin serum : mungkin menurun karena perpindahan cairan

Amilase serum : biasanya meningkat

Elektrolit serum : hipokalemia mungkin ada

8

Page 9: apendisitis

GDA : alkalosis respiratori dan asidosis metabolik mungkin ada

Kultur : organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah,

eksudat / sekret atau cairan asites

Pemeriksaan foto abdominal : dapat menyatakan distensi usus / ileum.

Bila perforasi visera sebagai etiologi, udara bebas ditemukan pada

abdomen

Foto dada : dapat menyatakan peninggian diafragma

Parasentesis : contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah,

pus/eksudat, amilase, empedu, dan kreatinin

Prioritas Keperawatan:

1. Kontrol infeksi

2. Perbaiki / pertahankan volume sirkulasi

3. Tingkatkan kenyamanan

4. Pertahankan nutrisi

5. Berikan informasi tentang proses penyakit, kemungkinan komplikasi, dan

kebutuhan pengobatan

Tujuan Pemulangan:

1. Infeksi teratasi

2. Komplikasi tercegah / minimal

3. Nyeri hilang

4. Proses penyakit, potensial komplikasi, dan program terapi dipahami

9

Page 10: apendisitis

Diagnosa Keperawatan:

1. Resiko tinggi infeksi terhadap septikemia b.d tidak adekuatnya pertahanan

primer (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltik); tidak adekuat

pertahanan sekunder (penekanan imunologi); prosedur invasif.

Kriteria evaluasi:

Meningkatnya penyembuhan pada waktunya; bebas drainase purulen atau

eritema; tidak demam

Menyatakan pemahaman penyebab individu / faktor resiko

Intervensi Rasional

Mandiri:

Catat faktor resiko individu, contoh trauma abdomen, apendisitis akut, dialisa peritoneal.

Mempengaruhi pilihan intervensi.

Kaji tanda vital dengan sering, catat tidak membaiknya atau berlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan nadi, takikardia, demam, takipnea.

Tanda adanya syok septik, endotoksin sirkulasi menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan dari sirkulasi, dan rendahnya status curah jantung.

Catat perubahan status mental (contoh bingung, pingsan).

Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis dapat menyebabkan penyimpangan status mental.

Catat warna kulit, suhu, kelembaban. Hangat, kemerahan, kulit kering adalah tanda dini septikemia. Selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok.

Awasi haluaran urin. Oligoria terjadi sebagai akibat penurunan perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotik.

Pertahankan teknik aseptik ketat pada perawatan drein abdomen, luka insisi / terbuka, dan sisi invasif. Bersihkan dengan betadine atau larutan lain yang tepat.

Mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme infektif / kontaminasi silang.

10

Page 11: apendisitis

Observasi drainase pada luka / drein. Memberikan informasi tentang status infeksi.

Pertahankan teknik steril bila pasien dipasang kateter / kebersihan perineal rutin.

Mencegah penyebaran, membatasi pertumbuhan bakteri pada traktus urinarius.

Awasi / batasi pengunjung dan staf sesuai kebutuhan. Berikan perlindungan isolasi bila diindikasikan.

Menurunkan resiko terpajan pada / menambah infeksi sekunder pada pasien yang mengalami tekanan imun.

Kolaborasi:

Ambil contoh / awasi hasil pemeriksaan seri darah, urine, kultur luka.

Mengidentifikasi mikroorganisme dan membantu dalam mengkaji keefektifan program antimikrobial.

Berikan antimikrobial, contoh gentamisin, amikasin, klindamisin, lavase pritoneal/IV.

Terapi ditujukan pada bakteri anaerob dan basil aerob gram negatif. Lavase dapat digunakan untuk membuang jaringan nekrotik dan mengobati inflamasi yang terlokalisasi / menyebar dengan buruk.

Siapkan untuk intervensi bedah bila dinidikasikan.

Pengobatan pilihan (kuratif) pada peritonitis akut atau lokal, contoh untuk drainase abses lokal, membuang eksudat peritoneal, membuang ruptur apendiks / kandung empedu, mengatasi perforasi ulkus, atau reseksi usus.

2. Kekurangan volume cairan b.d perpindahan cairan dari ekstraseluler,

intravaskuler, dan area interstisial ke dalam usus dan/atau area peritoneal;

muntah, aspirasi NG/usus; demam; secara medik cairan dibatasi.

Kriteria evaluasi:

Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluaran

urine adekuatdengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membran

mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler meningkat, dan

berat badan dalam rentang normal.

11

Page 12: apendisitis

Intervensi Rasional

Mandiri:

Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi (termasuk perubahan postural) takikardia, takipnea, demam. Ukur CVP bila ada.

Membantu dalam evaluasi derajat defisit cairan/keefektifan penggantian terapi cairan dan respons terhadap pengobatan.

Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan hubungkan dengan BB harian. Termasuk pengukuran / perkiraan kehilangan contoh penghisapan gaster, drein, balutan, hemovac, keringat, lingkar abdomen.

Menunjukkan status hidrasi keseluruhan. Keluaran urin mungkin menurun pada hipovolemia dan penurunan perfusi ginjal, tetapi BB masih meningkat, menunjukkan edema jaringan/asites. Kehilangan dari penghisapan gaster mungkin besar, dan banyaknya cairan tertampung pada usus dan area peritoneal (asites).

Ukur berat jenis urine. Menunjukkan status hidrasi dan perubahan pada fungsi ginjal akut pada respons terhadap hipovolemia, mempengaruhi toksin.

Observasi kulit / membran mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema perifer / sakral.

Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor kulit, menambah edema jaringan.

Hilangkan tanda bahaya / bau dari lingkungan.

Menurunkan rangsangan pada gaster dan respon muntah.

Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering, dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan.

Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit.

Kolaborasi:

Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.

Memberikan informasi tentang hidrasi, fungsi organ. Berbagai gangguan dengan konsekuensi tertentu pada fungsi sistemik mungkin sebagai akibat dari perpindahan cairan, hipovolemia, hipoksemia, toksin dalam sirkulasi, dan produk jaringan nekrotik.

Berikan plasma / darah, cairan, elektrolit, diuretik, sesuai indikasi.

Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.

12

Page 13: apendisitis

Pertahankan puasa dengan aspirasi NG/intestinal.

Menurunkan hiperaktivitas usus dan kehilangan dari diare.

3. Nyeri (akut) b.d iritasi kimia peritonium perifer (toksin); trauma jaringan;

distensi abdomen.

Kriteria evaluasi:

Laporan nyeri hilang / terkontrol

Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi, metode lain untuk

meningkatkan kenyamanan.

Intervensi Rasional

Mandiri:

Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0 – 10) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan).

Perubahan dalam lokasi / intensitas tidak umu tetapi dapat menunjukkan terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat, dan menyebar ke atas; nyeri dapat lokal bila terjadi abses.

Pertahankan posisi semi fowler sesuai indikasi.

Memudahkan drainase cairan/luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan.

Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, nafas dalam, latihan relaksasi / visualisasi.

Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali perhatian.

Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan lingkungan yang tidak menyenangkan.

Menurunkan mual/muntah, yang dapat meningkatkan tekanan/nyeri intraabdomen.

Kolaborasi:

Berikan obat sesuai indikasi:

Analgesik, narkotik. Menurunkan laju metabolik dan iritasi usus karena toksin sirkulasi / lokal, yang membantu menghilangkan nyeri

13

Page 14: apendisitis

Antiemetik

Antipiretik

dan meningkatkan penyembuhan.

Menurunkan mual/muntah, yang dapat meningkatkan nyeri abdomen.

Menurunkan ketidaknyamanan b.d demam, menggigil.

4. Resiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d

mual/muntah, disfungsi usus; abnormalitas metabolik; peningkatan kebutuhan

metabolik.

Kriteria evaluasi:

Mempertahankan BB dan keseimbangan nitrogen positif

Intervensi Rasional

Mandiri:

Awasi haluaran selang NG. Catat adanya muntah/diare.

Jumlah besar dari aspirasi gaster dan muntah/diare diduga terjadi obstruksi usus, memerlukan evaluasi lanjut.

Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada / hiperaktif.

Meskipun bising usus sering tak ada, inflamasi/iritasi usus dapat menyertai hiperaktifitas usus, penurunan absorpsi air dan diare.

Ukur lingkar abdomen. Memberikan bukti kuantitas perubahan distensi gaster / usus dan / atau akumulasi asites.

Timbang BB dengan teratur. Kehilangan / peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada defisit nutrisi.

Kaji abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut, penampilan bising usus normal, dan kelancaran flatus.

Menunjukkan kembalinya fungsi usus ke normal dan kemampuan untuk menilai masukan per oral.

Kolaborasi:

14

Page 15: apendisitis

Awasi BUN, protein, albumin, glukosa, Menunjukkan fungsi organ dan

keseimbangan nitrogen sesuai indikasi. status/kebutuhan nutrisi.

Tambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut.

Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimulai lagi menurunkan resiko irigasi gaster.

Berikan hiperalimentasi sesuai indikasi. Meningkatkan penggunaan nutrien dan keseimbangan nitrogen positif pada pasien yang tak mampu mengasimilasi nutrien dengan normal.

5. Ansietas / ketakutan b.d krisis situasi; ancaman kematian/perubahan status

kesehatan; faktor fisiologis, status hipermetabolik.

Kriteria evaluasi:

Menyatakan kesadaran terhadap perasaan dan cara yang sehat untuk

menghadapi masalah.

Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.

Tampak rileks.

Intervensi Rasional

Mandiri:

Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal pasien. Dorong ekspresi bebas akan emosi.

Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur diagnostik dan kemungkinan pembedahan.

Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan.

Mengetahui apa yang diharapkan dapt menurunkan ansietas.

Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.

Membaatasi kelemahan, menghemat energi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

15

Page 16: apendisitis

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Apendisitis perforasi ditandai dengan apendiks yang pecah atau bahkan

hancur.

Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, tanda-tanda perforasi

meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan

bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus,

demam, malaise, dan leukositosis semakin jelas.

Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta.

Penanganan sebelum dilakukan pembedahan: perbaiki keadaan umum

dengan infus, antibiotik dan penghisapan nasogastrik. Laparotomi dapat

dilakukan.

3.2. SARAN

Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat hendaknya:

Melakukan pengkajian sesuai dengan konsep teoritis apendisitis

perforasi.

Menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan data-data yang

ditemukan pada klien.

Menetapkan intervensi yang tepat sesuai dengan diagnosa yang muncul

pada klien.

Melakukan intervensi yang telah ditetapkan secara optimal.

Melakukan evaluasi terhadap setiap tindakan yang telah dilakukan.

16

Page 17: apendisitis

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. (2000). Kapita selekta kedokteran jilid 2. Jakarta: Media

Ausculapius FKUI.

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth Vol. 2. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Price & Wilson. (1994). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,

Buku 1. Jakarta: EGC.

Sjamsoehidajat. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Soeparman & Sarwono. (1998). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.

17

Page 18: apendisitis

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul

“Asuhan Keperawatan pada Apendisitis Perforasi”, yang diajukan sebagai salah

satu syarat kelulusan praktek profesi Keperawatan Medikal Bedah.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing

akademik dan pembimbing klinik praktek profesi Keperawatan Medikal Bedah

yang telah membimbing dan memberi masukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang

terbaik dalam penulisan makalah ini, namun penulis juga menyadari keterbatasan

penulis baik dari segi ilmu, pengetahuan maupun pengalaman sehingga penulis

berharap adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan

dalam penulisan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat

memberikan manfaat untuk kita semua.

Padang, Desember 2007

Penulis

18