apendisitis
TRANSCRIPT
APENDISITIS
Apendisitis akut adalah keadaan darurat bedah yang paling sering pada anak.
Apendisitis bisa terjadi pada usia berapa pun, meskipun hal ini jarang terjadi
pada anak-anak prasekolah. Sekitar sepertiga dari anak-anak dengan apendisitis
akut memiliki perforasi pada saat operasi. apendisitis pada anak, terutama pada
anak-anak prasekolah, masih berhubungan dengan morbiditas yang signifikan.
Sejarah
Laporan awal dari apendisitis biasanya didasarkan atas temuan otopsi. Pada
1736, Amyand melaporkan operasi pada anak laki-laki dengan apendiks
berlubang di hernia skrotum. Beberapa kontribusi penting terhadap diagnosis
dan pengobatan apendisitis dilakukan selama 1880. Istilah apendisitis pertama
kali digunakan pada tahun 1886 oleh ahli patologi Harvard Reginald Fitz, yang
memberikan deskripsi yang luar biasa tanda-tanda dan gejala akut dan perforasi
apendisitis dan, di samping itu, menghargai peran obstruksi lumen dalam
patogenesis apendisitis. Dia menekankan pentingnya diagnosis dini dan
pengobatan dengan laparotomi. Meskipun drainase suatu appendiceal abses
telah dilakukan sebelumnya, Mortin, pada tahun 1887, melakukan
appendektomi pertama yang sukses untuk apendisitis perforasi. Pada tahun
1889, McBurney menerbitkan deskripsi klasik tentang nyeri yang khas di
kuadran kanan bawah dan dianjurkan operasi dini. Meskipun antibiotik moderen
dan infus cairan dapat meningkatkan hasil bagi anak-anak dengan apendisitis,
tetap sama seperti yang dijelaskan McBurney lebih dari 100 tahun yang lalu.
Epidemiology
Insiden apendisitis akut telah dilaporkan pada dasarnya bervariasi berdasarkan
negara, wilayah, ras, geografi, jenis kelamin dan musim, tetapi alasan untuk ini
variasi diketahui. Sebuah studi epidemiologi apendisitis akut di California
mengungkapkan bahwa kejadian apendisitis pada kulit hitam dan Asia kurang
dari setengah kejadian yang pada kulit putih. Studi epidemiologi apendisitis
akut dan tingkat perforasi di California dan New York telah menunjukkan lebih
tinggi tingkat insiden apendisitis kalangan Hispanik daripada Afrika Amerika
dan kulit putih dengan Hispanik, Asia dan Afrika Amerika memiliki risiko
perforasi yang lebih tinggi dibandingkan kulit putih. Insiden apendisitis akut
juga dapat bervariasi dengan waktu. Misalnya, sejak 1950-an kejadian
apendisitis akut pada theUnitedKingdom telah menurun sekitar 60%
Etiology
Etiologi dan patogenesis yang tepat dari apendisitis ini kurang dipahami.
Sedangkan invasi dinding appendiceal oleh mikro-organisme adalah peristiwa
patologis yang utama, keadaan awal yang utama tidak diketahui. Obstruksi
lumen apendiks, dari manapun penyebab, dengan mengakibatkan distensi dan
terganggunya aliran darah, masih dianggap faktor utama dalam patogenesis
apendisitis akut. Faktor-faktor lain termasuk asupan makanan rendah serat dan
bakteri, dan infeksi virus. Andersson dkk menemukan bahwa usus buntu terjadi
dalam rangkaian waktu yang singkat sehingga mendukung etiologi infeksi.
Gauderer dkk meneliti hubungan antara keturunan dan apendisitis dan
menemukan bahwa anak-anak dengan apendisitis paling tidak dua kali lebih
mungkin untuk memiliki riwayat keluarga positif apendisitis dibandingkan
dengan anak-anak yang memiliki nyeri perut bawah tanpa apendisitis atau anak-
anak tanpa keluhan nyeri abdomen. Tsuji dkk melaporkan keadaan yang
mencemasan dari respon inflamasi lokal pada apendisitis akut. Selama ini
belum menjadi belum menjadi penelitian yang menghebohkan tentang infamasi
akut pada organ, dan penyebaran dari imunosit abnormal terlihat di semua organ
pada apendisitis fokal. Apendisitis fokal yaitu apendiks yang terlihat normal
secara mikroskopik dan diklasifikasikan sebagai sel normal secara histologik
bila hanya sebagian kecil dari apendiks yang diperiksa, inflamasi akan terlihat
jelas. Penemuan infiltrasi limfosit di seluruh lamina propia apendiks pada
apendisitis fokal dicurigai bahwa apendisitis fokal mungkin timbul kembali
sehingga terjadi manifestasi awal patologis apendisitis akut. Wang, dkk
memiliki pandangan baru tentang perjalanan imunopatologis pada apendisitis.
Mereka mempelajari efek sitokin oleh hibridasi in situ pada apendisitis normal
dan sampel apendiks yang dikeluarkan dari pasien dengan diagnosis klinis
apendisitis. Mereka mengemukakan bahwa aksi RNA messengger TNF-α dan
IL-2 di pusat germinal, submukosa, dan lamina propia terdapat pada 7 dari 31
apendisitis normal secara histologis dari pasien dengan tanda-tanda klinis
apendisitis akut. Aksi sitokin yang abnormal pada pasien tersebut sama halnya
dengan yang terlihat pada sampel apendisitis akut. Hasil tersebut
memperlihatkan stimulasi antigen yang bersumber dari luminal dapat menjadi
faktor utama pada patogenesis dan timbulnya apendisitis. Nemeth, dkk
mengemukakan peningkatan aksi dari penanda inflamasi (COX 1 dan 2, PGE2,
iNOS dan antigenantigen MHC kelas II) pada apendiks yang diduga mengalami
apendisitis tetapi secara histologi termasuk sel normal. Penemuan mereka
mendukung konsep bahwa terdapat kelompok kecil apendiks yang normal
secara histologis yang diduga sebagai keadaan inflamasi patologis pada tingkat
molekular. Studi terbaru lainnya telah melaporkan peningkatan yang signfikan
dari jumlah sel mast yang menyatu dengan hipertrofi neural plexus mesentarika
yang berpengaruh besar bagi inflamasi akut dan beberapa normal apendiks
secara histologis(dikeluarkan karna diduga apendisitis). Penemuan ini tidak
berlanjut lagi selama episode inflamasi akut berlangsung, termasuk keadaan
tidak normal yang terjadi sebagai respon sekunder dari sumbatan luminal yang
kronis atau inflamasi yang berulang.
DIAGNOSIS
Diagnosis apendisitis akut pada anak terkadang sulit. Diagnosis pasti ditegakan
hanya pada 43-72% pasien saat penanganan awal. Tingkat kerugian
apendektomi pada anak sekitar 4-50%. Riwayat orang tua dan pemeriksaan
klinis sangat pentig dalam mendiagnosis apendisitis. Nyeri di sekitar pusat
sering menjadi gejala utama, diikuti dengan muntah-muntah dan demam. Saat
inflamasi berlangsung, nyeri berlokasi di bagian kanan bawah dan bertambah
nyeri. Pemeriksaan laboratorium dan foto polos tidak terlalu sensitif dan
spesifik dalam menegakan diagnosis apendisitis. Pemeriksaan barium enema
tidak disarankan karena tingkat false-positive dan false-negativenya tinggi.
Berapa tahun terakhir, ultraonografi di perut bagian kanan bawah bermanfaat
dalam evaluasi pasien dengan manifestasi klinis ke arah apendisitis namun
bukan didiagnosis dengan apendisitis, kesensivitasan alat tersebut yaitu 80-
100% , spesifik 78-98% dan akurasi keseluruhan 91%. Ultrasonografi mudah
dibawa, cepat, bebas radiasi, dan berguna untuk mendeteksi penyakit
ginekologis. Namun terdapat keterbatasan jika digunakan pada orang dewasa
yang gemuk, tetapi tergantung pada kemampuan dari pemakai alat. Tanda pada
ultrasonografi hanya spesifik pada apendisitis yang luas, tidak disarankan pada
apendiks yang berukuran diameter lebih dari 6mm. Apendiks idak selalu
mengalami perforasi. Saat ini computed tomoggraphy (CT) telah digunakan
sebagai alat utuk mendiagnosis apendisitis, megurangi terjadinya apendektomi
sampai 4,1 % dan perforasi sampai 14,7%. Sensitivitas,spesifisitas dan akurasi
dari CT yaitu 97%, 100% dan 99%. Dengan akurasi diagnostik yang tinggi
terjadi penurunan dalam evaluasi klinis pad tim pembedahan.CT juga tidak
melindungi anak dari radiasi ion. Gracia pena, dkk menyarankan bahwa
mendiagnosis dengan CT sebaiknya digunakan didasarkan pada protokol
tentang resiko-resiko yang dapat terjadi pada pasien. Studi terbaru
mengemukakan bahwa CT tidak menaikan akurasi mendiagnosis apendisitis
jika dibandingkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh ahli
bedah.
Pada pasien dengan penyebab nyeri akut abdomen yang tidak jelas, harus
meminta izin untuk dilakukan pemeriksaan rutin di rumah sakit. Pemeriksaan
klinis ag rutin, mudah dan tidak berbahaya. Namun argumen yang menantang
hal tersebut justru akan memperlambat penanganan pada pasien dan
kemungkinan menyebabkan terjadinya perforasi. Dengan menggunakan
observasi mereka sendiri, Bachoo dkk membuktikan kebenarannya 97,9% dan
banyaknya dilakukan apendektomi 2,6% dan menunjukan tdk adanya hubungan
antara mobiditas setelah pembedahan dengan waktu pembedahan menggunakan
prtokol tersebut. Kita telah membuktikan bahwa keterlambatan apendektomi
pada anak yang diobservasi dirumah sakit tidak meningkatkan terjadinya
komplikasi apendisitis.