anya fase ini ditandai dengan penyakit yang mulai menggerogoti seseorang

Upload: grace-nenobais

Post on 05-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

anya fase ini ditandai dengan penyakit yang mulai menggerogoti seseorang, ketidak-mampuan dalam mengurus diri sendiri dan keuangan yang sangat merosot. Peran saat seorang pensiun digantikan dengan peran orang sakit yang membutuhkan orang lain untuk tempat bergantung. F. Cara Penanganan pada penderita post power syndrome 1. Cara penanganan eksternal

a. Dukungan dan pengertian dari orang-orang tercinta sangat membantu penderita. Bila penderita melihat bahwa orang-orang yang dicintainya memahami dan mengerti tentang keadaan dirinya, atau ketidakmampuaanya mencari nafkah, ia akan lebih bisa menerima keadaannya dan lebih mampu berfikir secara dingin. Hal itu akan mengembalikan kreatifitas dan produktifitasnya, meskipun tidak sehebat dulu. Akan sangat berbeda hasilnya jika keluarga malah mengejek dan selalu menyindirnya, menggerutu, bahkan mengolok-oloknya.

b. Disamping itu, dukungan lingkungan terdekat, dalam hal ini keluarga, dan kematangan emosi seseorang sangat berpengaruh pada terlewatinya fase post-power syndrome ini. Seseorang yang bisa menerima kenyataan dan keberadaannya dengan baik akan lebih mampu melewati fase ini disbanding dengan seseorang yang memiliki konflik emosi.

c. Bila seorang penderita post-power syndrome dapat menemukan aktualisasi diri yang baru, hal itu sangat menolong baginya. Misalnya seorang manajer terkena PHK, tetapi bisa beraktualisasi diri di bisnis baru yang dirintisnya (agrobisnis misalnya), ia akan terhindar dari resiko post-power syndrome.

2. Cara penanganan internal

a. Sejak menerima jabatan, seseorang tetap menjaga jarak emosional yang wajar antara diri dan jabatan tersebut, artinya memang karier setinggi mungkin tetap harus kita jangkau dan menjadi cita cita demi kepuasan batin, namun bila karier telah dicapai melalui kesempatan menduduki jabatan tertinggi, tempatkanlah jabatan tersebut dalam posisi wajar.

b. Cadangkanlah sisa energi psikis bagi alternatife fokus lain. Dengan demikian bila setatus formal dalam bentuk jabatan hilang, masih ada focus lain bagi penyaluran energi psikis yang sehat.

c. Tanamkanlah dlam diri bahwa jabatan hanya bersifat sementara. Memang dalam pelaksanaan jabatan diperlukan sikap serius dan sungguh sungguh, namun tetap sadarilah bahwa sifat sementara dalam menjabat tetap berlaku. Tidak ada jabatan yang dapat diemban seumur hidup. Pasti akan tiba saatnya beristirahat dan menikmati masa istirahat tersebut dengan cara yang sehat baik mental maupun fisik.

G. Usaha usaha untuk melindungi diri dari ancaman post power syndrom1. Usaha usaha yang bersifat preventif adalah suatu usaha yang dilakukan dengan mengembangakan sikap dan kebiasaan hidu yang positf baik dalam menjalankan tugas tugas hidup sehari hari maupun dalam bergaul dengan orang lain. Dengan sikap dan kebiasaan hidup positif yang sama manusia juga dapat mempertahankan bahkan meningkatkan kebahagiaannya.

2. Usaha yang bersifat perseveratif atau developmental adalah suatu usaha yang dilakukan dengan cara selalu membuka diri terhadap kesempatan dan ajakan untuk semakin tumbuh dan berkembang. Jika terpaksa terjerumus ke dalam gangguan tertentu , ia harus cukup terbuka untuk meminta dan menerima pertolongan dari orang lain yang mampu menunjukannya jalan untuk keluar dari penderitaannya .

3. Usaha yang bersifat kuratif adalah suatu usaha dimana kita harus selalu bersikap positif dan gembira menghadapi aneka tantangan hidup besar maupun kecil,berat maupun ringan.

H. Fungsi keluarga dalam postpower syndrome Keluarga mempunyai pengaruh yang paling besar ketika terjadinya Post Power Syndrome yang terjadi pada seseorang, berikut ini merupakan alasan mengapa unit keluarga harus menjadi fokus sentral dari perawatan pada seseorang yang menderita Post Power Syndrome.. 1. Dalam unit keluarga, disfungsi apa saja yang mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga, dan dalam hal tertentu, seringkali akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain dan unit ini secara keseluruhan. 2. Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya, bahwa peran dari keluarga sangta penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi- strategi hingga fase rehabilitasi. 3. Dapat mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang mana secara tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap anggota keluarga. 4. Dapat menemukan faktor faktor resiko. 5. Seseorang dapat mencapai sesuatu pemahaman yang lebih jelas terhadap individu individu dan berfungsinya mereka bila individu individu tersebut dipandang dalam konteks keluarga mereka. 6. Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan disatukan kedalam perencanaan tindakan bagi individu-individu. Usia Lanjut dan Post PowerSyndromeJanuary 9, 2013 3:13 am / Leave a comment

Usia lanjut adalah usia dimana kekuatan fisik mulai menurun. Usia ini diperkirakan berkisar diatas 60 tahun. Menurut teori Erick Erickson, usia ini adalah usia dimana kepribadian memasuki tahapan Integritas versus Keputusasaan. Tahap ini adalah usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.

Jika kepribadian pada perkembangan sebelumnya berkembang dengan baik, maka akan terintegrasi pada tahap ini. Sebaliknya, jika pada tahap ini kepribadian belum bisa terintegrasi, maka hasilnya adalah keputusasaan, rasa tidak berguna, dan diperparah dengan kondisi fisik yang terus menurun. Ini dapat membuat seorang lansia depresi, dan putus asa dengan hidupnya. Terkadang, lansia yang depresi berat bahkan bisa muncul ide-ide bunuh diri, agresif dan lain-lain.

Post power syndrome adalah kehilangan kekuasaan atau bayangan kekuasaan yang pernah dimilikinya dimasa lalu (sewaktu masih muda dan kuat). Bayangan dan ingatan masa lalu itu bisa berupa jabatan, kekayaan, ketampanan/kecantikan, kecerdasan, dan sebagainya, yang merupakan kebanggan masa lalu, yang memberikan efek positif dalam hidup seseorang. Bayangan masa lalu ini di bandingkan dengan keadaan yang sekarang, tidak punya apa-apa, tidak kuat lagi, tidak menarik secara fisik, tidak punya kekuasaan, merasa tidak diperhatikan, kesepian dan lain-lain.

Gejala-gejala seorang lansia yang mengalami post power syndrome adalah sebagai berikut:

Gangguan fisik: tampak layu, terlihat lebih tua, dan sakit-sakitan.

Ganggguan emosional: mudah tersinggung, pemurung, cenderung menarik diri, tidak suka dibantah.

Gangguan perilaku: pendiam atau sebaliknya senang bercerita tentang kehebatan dirinya dimasa lalu, senang menyerang pendapat orang, tidak mau kalah, dan bisa menunjukkan kemarahan dirumah ataupun ditempat umum.

Tetapi, tidak semua lansia mengalami post power syndrome. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mengambil teori dari Erick Erickson, biasanya lansia yang memiliki kepribadian terintegrasi akan menikmati masa tuanya dengan penuh ketenangan, senang, dan menunjukkan kepribadian yang lebih positif. Mungkin pribadi inilah yang biasa disebut dalam mitos-mitos budaya, bahwa tambah tua, tambah bijak. Kepribadian yang terintegrasi akan membuat pribadi yang sehat dan bijaksana.

Referensi:Semiun, Yustinus. 2007. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius

Santoso, Agus. 2008. Peran Serta Keluarga pada Lansia yang Mengalami Post Power Syndrome. Media Ners 1 44. 1. PENGERTIAN

Arti dari syndrome itu adalah kumpulan gejala. Power adalah kekuasaan. Jadi, terjemahan dari post power syndrome kira-kira adalah gejala-gejala pasca kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau menjabat satu jabatan, namun ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan atau emosi yang kurang stabil. Gejala-gejala itu biasanya bersifat negatif, itulah yang diartikan post power syndrome.

Post power syndrome adalah gejala yang terjadi dimana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (entah jabatannya atau karirnya, kecerdasannya, kepemimpinannya atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini.

Secara umum syndrome ini bisa kita katakan sebagai masa krisis dan kalau digolongkan krisis ini adalah semacam krisis perkembangan. Dalam arti, pada fase-fase tertentu di dalam kehidupan kita, kita bisa mengalami krisis-krisis semacam ini. Pada gejala post power syndrome ini, khususnya adalah krisis yang menyangkut satu jabatan atau kekuasaan, terutama akan terjadi pada orang yang mendasarkan harga dirinya pada kekuasaan. Kalau misalnya dia tidak mendasarkan dirinya pada kekuasaan, gejala ini tidak tampak menonjol

Achiles dengan dongeng nenek Achiles yang sangat terkenal. Disuatu wilayah ada seorang jendral bintang 3 yang cukup dikenal oleh masyarakat luas. Dia dikenal karena dapat memiliki jabatan itu dalam usianya yang cukup muda walaupun jabatannya bukan didapat karena ada suatu pertempuran yang sudah pernah dilaluinya atau bisa dibilang sang jendral ini tidak tahu menahu (namun sok tahu) soal medan pertempuran. Hanya karena dia sudah cukup lama diwilayah kemiliteran, maka pemerintah memberikan jabatan jendral bintang 3 kepadanya.

Suatu saat ada seorang tentara baru yang hadir diwilayah kemiliteran tersebut. Tentara ini sukanya bertempur dan bertempur walaupun sebelumnya dia sama sekali tidak pernah belajar perang. Semangat belajar dari kanan-kiri tentang teknik perang dan strategi perang membuatnya semakin tahu bagaimana teknik terbaik memenangkan sebuah peperangan. Dia akan senang sekali jika komandannya selalu melibatkan dirinya dalam setiap pertempuran, baik itu pertempuran kecil maupun pertempuran besar. Terkadang tentara baru ini mengalami kemenangan dalam pertempuran bersama rekan2nya, namun tidak jarang pula ia mengalami kegagalan dan kekalahan perang. Tetapi di mata masyarakat, tentara ini mulai lebih dikenal karena semangatnya dalam terlibat peperangan dibanding sang Jendral bintang 3 yang lebih suka duduk di kursi Comfort zone nya dan tidak ingin meningkatkan kemampuannya dengan terus belajar dan belajar lagi.

Akhirnya suatu saat pemerintah memberikan lencana jendral bintang 4 kepada tentara baru ini karena sudah banyak jejak pertempuran yang pernah ia dilakukan. Sang jendral muda bintang 3 pun mulai merasa tersaingi kepopulerannya karena pemerintah tidak menaikkan jabatan jendral bintang 3 nya padahal kalau dari segi persenjataan yang dipunyainya, jendral muda bintang 3 ini mempunyai senjata yang lebih kuat dibanding tentara baru. Namun apalah guna senjata yang baik jika tidak pernah di gunakan dalam sebuah pertempuran.

Mulailah Post Power Syndrom menjangkiti sang jendral muda bintang 3. Setiap hari kerjanya hanya mengkritik dan mengkritik namun tidak ada bentuk kongkret contoh yang baik dari dalam dirinya. Senyumnya yang dulu kini menjadi senyum sinis. Post Power Syndrom menggerogoti hati semangat awal jabatan jendralnya. Comfort zone yang dia miliki mulai membawa ia dalam sebuah kemunduran. Namun suatu saat ia mulai belajar dan belajar lagi. Belajar dari orang2 yang dulu ia remehkan keberadaannya. Belajar memahami apa arti pentingnya sebuah pembelajaran dan menghormati seseorang yang menikmati hasil pembelajaran yang lebih banyak dari yang ia dapatkan.

Seringkali dongeng sebelum tidur ini mengingatkan Achiles bahaya sebuah Post Power Syndrom. Karena didalam Post Power Syndrom biasanya di iringi dengan penyakit hati yaitu penyakit iri, penyakit sinis dll. Didalam pemilu 2009 yang nanti akan kita lihat bersama ini, apakah Post Power Syndrom juga akan muncul kepermukaan ? Ataukah Post Power Syndrom sebenarnya juga sedang menggerogoti hati kita masing-masing ? Sebuah pertanyaan yang sia-sia kembali.

1. GEJALA

1. Gejala fisik, misalnya orang-orang yang mengalami post power syndrome, kadangkala tampak menjadi jauh lebih cepat tua dibanding pada waktu dia menjabat. Tiba-tiba rambutnya menjadi putih semua, berkeriput, menjadi pemurung, dan mungkin juga sakit-sakitan, menjadi lemah tubuhnya.

2. Gejala emosi, misalnya cepat tersinggung, merasa tidak berharga, ingin menarik diri dari lingkungan pergaulan, ingin bersembunyi dan sebagainya.

3. Gejala perilaku, misalnya malu bertemu dengan orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola kekerasan atau menunjukkan kemarahan baik di rumah atau di tempat yang lain.

1. SOLUSI

Bila seorang penderita post-power syndrome dapat menemukan aktualisasi diri yang baru, hal itu akan sangat menolong baginya. Misalnya seorang manajer yang terkena PHK, tetapi bisa beraktualisasi diri di bisnis baru yang dirintisnya (agrobisnis misalnya), ia akan terhindar dari resiko terserang post-power syndrome.

Di samping itu, dukungan lingkungan terdekat, dalam hal ini keluarga, dan kematangan emosi seseorang sangat berpengaruh pada terlewatinya fase post-power syndrome ini. Seseorang yang bisa menerima kenyataan dan keberadaannya dengan baik akan lebih mampu melewati fase ini dibanding dengan seseorang yang memiliki konflik emosi.

Dukungan dan pengertian dari orang-orang tercinta sangat membantu penderita. Bila penderita melihat bahwa orang-orang yang dicintainya memahami dan mengerti tentang keadaan dirinya, atau ketidak mampuannya mencari nafkah, ia akan lebih bisa menerima keadaannya dan lebih mampu berpikir secara dingin. Hal itu akan mengembalikan kreativitas dan produktifitasnya, meskipun tidak sehebat dulu. Akan sangat berbeda hasilnya jika keluarga malah mengejek dan selalu menyindirnya, menggerutu, bahkan mengolok-oloknya.

Post-power syndrome menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita. Kematangan emosi dan kehangatan keluarga sangat membantu untuk melewati fase ini. Dan satu cara untuk mempersiapkan diri menghadapi post-power syndrome adalah gemar menabung dan hidup sederhana. Karena bila post-power syndrome menyerang, sementara penderita sudah terbiasa hidup mewah, akibatnya akan lebih parah.

REFERENSI

Alwisol, (2004). Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press.

Handayani, Alva (2007). Pensiun, Bukan Akhir Segalanya. http://www.e-psikologi.com(Diakses 30 Desember 2007)

Hurlock, E.B, (2006) Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga