antropometri telinga - dr. trimartani - perhati-kl · pdf filepenulis ingin agar para ahli tht...
TRANSCRIPT
1
Antropometri telinga sebagai dasar diagnosis dan perencanaan rekonstruksi
kelainan daun telinga
Dini Widiarni, Trimartani, Aditya Wicaksono Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta - Indonesia
ABSTRAK
Latar belakang: Pengetahuan mengenai bentuk dan dimensi normal telinga, pola pertumbuhan
telinga dan kelainannya penting untuk kita ketahui dalam mendiagnosis berbagai kelainan atau sindrom
kongenital. Tujuan: Untuk mengetahui pentingnya analisis variasi morfologi telinga, sehingga kita dapat
membuat perencanaan dan menentukan waktu yang tepat untuk melakukan rekonstruksi daun telinga
seperti mikrotia, makrotia, telinga caplang (prominent) dan lain sebagainya. Tinjauan pustaka: Berbagai
studi antropometri menunjukkan bahwa 90% pertumbuhan daun telinga akan mencapai puncaknya pada
usia 11 atau 12 tahun. Panjang daun telinga akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia karena
elastisitas jaringan lunak, bentuk alami kulit, dan pengaruh gravitasi. Saat yang tepat untuk melakukan
rekonstruksi telinga pada pasien mikrotia masih merupakan perdebatan. Faktor-faktor yang menentukan
usia pertumbuhan telinga luar, kekuatan tulang rawan iga sebagai donor serta efek psikologis pasien
mengenai keadaan tersebut. Kesimpulan: Ukuran antropometri daun telinga, informasi dimensional dan
pola pertumbuhan daun telinga sangat penting untuk melakukan perencanaan serta tindakan rekonstruksi
daun telinga.
Kata kunci: antropometri telinga, perkembangan telinga, rekonstruksi telinga, kelainan telinga
ABSTRACT
Background: Knowlegde on normal ear dimention, ear development and ear abnormality is
important in order to diagnose some deformities or congenital syndrome. Purpose: To understand about
anthropometric measurements of the auricula. It is essential for analyzing the morphologic variance of
the ear in order to make a plan on what and when to do auricular reconstruction in ear abnormality such
as microtia, macrotia, prominent ear and others. Review: Various anthropometric studies showed that up
to 90% of the auricular growth is already completed at the age of 11 to 12 years old. The length of the
auricle is increasing along with natural growing process such as the natural skin and soft tissue elasticity
Tinjauan Pustaka
2
and the force of gravity. Conclusion: Information of normal ear dimention, ear development and ear
abnormality is important in planing reconstruction of the auricle.
Key words: ear antropometry, ear development, auricular reconstruction, ear deformity
Alamat korespondensi: Dini Widiarni, Departemen THT FKUI-RSCM. Jl. Diponegoro 71, Jakarta. E-
mail: [email protected]
PENDAHULUAN
Daun telinga dan liang telinga
merupakan bagian dari telinga luar. Bentuk
daun telinga yang baik ditentukan oleh
bentuk tulang rawan daun telinga yang
elastis. Sampai saat ini belum ada
pengetahuan yang tepat bagi kita sampai
usia berapa pertumbuhan daun telinga
manusia berlangsung.1,2
Pengetahuan mengenai bentuk dimensi
normal telinga, pola pertumbuhan telinga
dan kelainannya penting untuk kita ketahui
dalam mendiagnosis berbagai kelainan atau
sindrom kongenital. Hal ini juga penting
bagi perkembangan industri alat bantu
dengar. Variasi struktur anatomi telinga
pada masing-masing individu merupakan
sesuatu yang unik, sama seperti sidik jari
pada manusia.1,3-6
Sering ditemukan kelainan telinga
pada bayi lahir hidup karena berbagai
penyebab, dengan angka 1:2.000–1:20.000
bayi lahir hidup.7
Pada bayi yang lahir dengan kelainan
telinga, pertumbuhan telinga dievaluasi
sampai saat yang tepat untuk melakukan
rekonstruksi telinga.2,4
Penulis ingin agar para ahli THT
mengetahui berbagai variasi morfologi
telinga, dan memahami cara
menganalisisnya, sehingga dapat melakukan
rekonstruksi daun telinga dengan baik.
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi telinga
Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu
telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam. Ketiga bagian ini terbentuk pada
masa mudigah.1
Telinga luar, terdiri dari daun telinga
dan liang telinga sampai dengan membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang
rawan elastin dan kulit. Liang telinga terdiri
atas bagian tulang rawan pada sepertiga luar
dan bagian tulang pada dua pertiga dalam.
Bentuk liang telinga seperti huruf S akibat
3
perbedaan sudut bagian tulang rawan
dengan bagian tulang. Panjang liang telinga
kurang lebih 2 ½ -3 cm.
Pada kulit liang telinga bagian tulang
rawan terdapat folikel rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar serumen. Sedangkan
kulit di bagian tulang merupakan kulit yang
sangat tipis dan berlanjut ke kulit membran
telinga. Pada bagian ini tidak terdapat folikel
rambut, hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.8-10
Gambar 1. Anatomi telinga10
Telinga tengah, berbentuk kubus yang
dibatasi pada batas luar oleh membran
timpani; batas depan oleh tuba Eustachius;
batas bawah oleh vena jugularis; batas
belakang oleh aditus ad antrum dan kanalis
fasialis pars ventrikalis, batas atas oleh
tegmen timpani, dan batas dalam oleh
kanalis semi sirkularis horisontal, kanalis
fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan
promontorium.
Membran timpani, berbentuk bundar
dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu
liang telinga, membatasi liang telinga
dengan kavum timpani. Diameter membran
timpani rata-rata 1 cm. Terdiri dari dua
bagian: bagian atas disebut pars flaksida
(membran Sharpnell), bagian bawah disebut
pars tensa (membran propria).
Pada telinga tengah terdapat rangkaian
tulang-tulang pendengaran yang saling
berhubungan yaitu maleus, inkus, dan stapes
yang menghubungkan membran timpani ke
tingkap lonjong. Prosesus longus maleus
melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus dan inkus melekat pada
stapes.8-10
Telinga dalam, terdiri dari koklea
(rumah siput) yang berbentuk setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari
tiga buah kanalis semisirkularis. Ujung
koklea disebut helikotrema, yang
menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.
Pada irisan melintang koklea, tampak
skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani
di sebelah bawah, dan skala media (duktus
koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Dasar skala
vestibuli disebut membran vestibuli
Luar Tengah Dalam
4
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis di
mana terdapat organ Corti.8,9
Telinga memiliki susunan otot yang
terdiri atas otot intrinsik dan ekstrinsik.
Otot-otot intrinsik meliputi heliks mayor dan
minor, tragus, antitragus, otot transversal,
dan otot oblik. Otot-otot ekstrinsik meliputi
otot aurikularis anterior, aurikularis superior
dan aurikularis posterior.1,11,12
Pendarahan daun telinga berasal dari
tiga arteri, yaitu arteri temporalis
superfisialis, arteri aurikularis posterior dan
arteri oksipitalis. Sistem vena pada daun
telinga terdiri dari vena aurikularis posterior,
vena jugularis eksternal, vena temporalis
superfisialis dan vena retromandibularis.
Untuk sistem limfatik telinga, bagian
anterior telinga akan berdrainase ke kelenjar
limfe parotis, dan bagian posterior telinga ke
kelenjar limfe servikal.
Persarafan daun telinga berasal dari
saraf kranial VII (nervus fasialis), dengan
cabang temporal mempersarafi muskulus
aurikularis anterior dan superior, dan cabang
aurikularis posterior mempersarafi muskulus
aurikularis posterior. Persarafan sensoris
telinga didapat dari nervus oksipitalis minor
(cabang mastoid), nervus aurikularis mayor
dan nervus aurikulo-temporalis.1,9,11,12
Morfologi daun telinga
Morfologi daun telinga terdiri dari
heliks, antiheliks (krus superior, krus
inferior), tragus, antitragus, konka, lobus,
skapa dan fosa triangularis.
Heliks, merupakan batas terluar dari
telinga yang memanjang dari insersi
superior pada telinga (kulit kepala) sampai
ujung tulang rawan pada lobus. Terbagi tiga
menjadi heliks asendens, heliks superior dan
heliks desendens.
Gambar 2. Morfologi daun telinga (dikutip dari Purkait5)
Antiheliks, merupakan lengkungan
tulang rawan berbentuk Y yang berasal dari
antitragus dan memisahkan konka, fosa
triangularis dan skapa. Terbagi dua atas krus
superior dan krus inferior. Krus superior
adalah daerah tulang rawan bagian atas yang
berasal dari bifurkasio antiheliks yang
memisahkan skapa dan fosa triangularis.
Krus superior berjalan ke arah superior dan
sedikit ke arah anterior. Nama lain dari krus
superior ialah krus posterior. Krus inferior
5
adalah daerah tulang rawan bagian bawah
yang berasal dari bifurkasio antiheliks yang
berujung di bawah lipatan heliks aseden.
Berjalan ke arah anterior dan sedikit ke arah
superior. Nama lainnya ialah krus anterior.
Krus heliks, merupakan sambungan bagian
anteroinferior dari heliks asendens ke
posteroinferior lalu masuk ke rongga konka
tepat di atas liang telinga.
Tragus, merupakan penonjolan
tulang rawan yang dilapisi kulit, berada
anterior dari liang telinga.
Antitragus, merupakan penonjolan
tulang rawan yang terletak antara insisura
dan pangkal dari antiheliks.
Konka, merupakan daerah yang
dibatasi oleh tragus, insisura, antitragus, dan
antiheliks. Terbagi dua oleh krus heliks
menjadi simba di superior dan kavum di
inferior.
Lobus, merupakan bagian non-
tulang rawan, berada inferior dari daun
telinga yang dibatasi oleh heliks desenden di
posterosuperior, batas inferior antitragus
pada anterosuperior dan insisura di superior.
Skapa, merupakan lekukan yang
berada di antara heliks dan antiheliks.
Fosa triangularis, merupakan
cekungan yang dibatasi oleh krus superior
dan inferior dari antiheliks dan heliks
asendens.11,13
Embriologi telinga
Perkembangan daun telinga mulai
terlihat pada minggu keempat usia gestasi.
Daun telinga terbentuk dari arkus brankial
pertama dan kedua. Proliferasi keenam
penonjolan mesoderm dan epiderm disebut
hillocks, akan berotasi dan berfusi
membentuk aurikula.
Keenam penonjolan
akan saling bergabung satu dengan yang
lainnya di sekitar kanal telinga primitif.
Setiap penonjolan tersebut akan berubah
menjadi bagian dari daun telinga.
Penonjolan pertama akan membentuk
tragus, penonjolan kedua akan membentuk
krus heliks, penonjolan ketiga akan
membentuk heliks, penonjolan keempat
akan membentuk antiheliks, penonjolan
kelima akan membentuk antitragus, dan
penonjolan keenam akan membentuk lobul
telinga. Daun telinga akan mencapai bentuk
dewasa pada usia janin 20 minggu. Bila
terdapat gangguan fusi pada saat agregasi
arkus brankial, maka kelainan bentuk telinga
luar dan telinga tengah sudah dapat terjadi
pada masa embrionik.1,14,15
Liang telinga dan telinga tengah
terbentuk dari aparatus brankial yang terlihat
jelas pada usia kehamilan 24 hari.
Pembentukan liang telinga dimulai dengan
invaginasi dari lengkung brankial pertama.
6
Daerah ini dibatasi oleh lengkung brankial
pertama di sebelah kranial dan lengkung
brankial kedua di sebelah kaudal.
Celah brankial akan berinvaginasi dan
melebar ke arah medial sebagai lempeng
epitel pada usia janin dua bulan.
Pertumbuhan ini akan bertemu dengan
pertumbuhan lateral dari kantung faringeal
pertama.
Kantung faringeal pertama berasal dari
endoderm dan kemudian akan berkembang
menjadi celah telinga tengah dan tuba
Eustachius. Perkembangan telinga tengah
terkait erat dengan perkembangan liang
telinga, yakni dari aparatus brankial. Ruang
telinga tengah berasal dari pertumbuhan
lateral kantung faringeal pertama. Telinga
tengah akhirnya akan melingkupi tulang-
tulang pendengaran. Tulang-tulang
pendengaran berasal dari lengkung brankial
pertama dan kedua.
Gambar 3. Pertumbuhan telinga bulan ke-515
Telinga dalam akan mulai berkembang
pada usia janin tiga minggu dan akan selesai
pada usia janin 20 minggu.1,11,16
Pengukuran antropometri daun telinga
Berbagai macam penelitian telah
dilakukan untuk mendefinisikan berbagai
organ tubuh manusia dan proporsinya
berdasarkan morfometri. Penelitian-
penelitian ini sangatlah penting kerena dapat
menentukan secara akurat berbagai definisi
morfometri organ tubuh manusia pada
berbagai populasi. Dalam hal ini, kedua
telinga manusia baik ukuran, bentuk maupun
posisinya memiliki peranan yang penting
dalam menciptakan estetika wajah yang
tampak alami dan harmonis. Telinga juga
dapat digunakan untuk mendefinisikan
standar sebuah populasi, kelainan
kongenital, sebagai earprint, dan untuk
membuat desain alat bantu dengar yang
baik. Pengukuran antropometri daun telinga
penting agar kita dapat menganalisis
berbagai perbedaan morfologi dan
merencanakan waktu yang tepat untuk
tindakan operasi.2-6
Berbagai kelainan bentuk daun telinga
seperti ukuran yang tidak proporsional,
ukuran lobus yang abnormal, atau hilangnya
sebagian atau seluruh daun telinga dapat
dikoreksi dengan tindakan operasi. Koreksi
7
terhadap kelainan tersebut akan memerlukan
informasi terhadap bentuk dimensi telinga
yang normal. Perlu diingat, ukuran daun
telinga akan tetap bertambah walaupun
sudah mencapai ukuran dewasa. Hal ini
dapat diakibatkan karena berkurangnya
elastisitas kulit, berkurangnya kekuatan
tegangan antar-jaringan lunak ataupun
pengaruh gravitasi.1,2,4,5,17,18
Gambar 4. Kaliper geser (dikutip dari Purkait5)
Pengukuran terhadap bentuk daun
telinga dapat dilakukan dengan
menggunakan kaliper geser. Agar
didapatkan hasil pengukuran yang baik dan
benar, maka posisi kepala turut menentukan
keberhasilan pengukuran.
Gambar 5. Landmark daun telinga
Keterangan gambar: 1. Superaurale, 2. Subaurale, 3.
Preaurale, 4. Postaurale, 5. Superior konka, 6. Insisura
intertragika inferior, 7. Insisura anterior auris posterior, 8.
Kurvatura antiheliks, 9. Lobules anterior, 10. Lobules
posterior (dikutip dari Purkait5)
Posisi kepala subjek yang dilakukan
pemeriksaan diatur tegak lurus menghadap
ke depan sesuai garis horisontal Frankfurt.
Lokasi pada daun telinga yang akan diukur
dan ditandai terlebih dahulu. Terdapat
delapan pengukuran antropometri yang
diukur pada daun telinga.9,10,11,17
Gambar 6. Pengukuran penonjolan telinga setinggi (E)
heliks ke mastoid pada level superaurale, (F) heliks ke
mastoid pada level tragus
(dikutip dari Purkait5)
8
Pengukuran yang dilakukan seperti pada
gambar 5 dan 6 ialah:
Pengukuran 1: panjang daun telinga (1–2)
Pengukuran 2: lebar daun telinga (3–4)
Pengukuran 3: panjang lobul (6–2)
Pengukuran 4: lebar lobul (9–10)
Pengukuran 5: panjang konka (5–6)
Pengukuran 6: lebar konka (7–8)
Pengukuran 7: penonjolan telinga setinggi
superaurale (E)
Pengukuran 8: penonjolan telinga setinggi
tragus (F)
Berbagai kepustakaan menyatakan
berbagai ukuran pertumbuhan telinga. Pada
saat lahir, ukuran daun telinga ialah 66%
dari ukuran dewasa, pada usia enam tahun
akan menjadi 95% dari ukuran dewasa.2
Ukuran panjang telinga normal diukur
dari superaurale-subaurale ialah antara 55.0
mm sampai dengan 65.0 mm. Ukuran lebar
telinga diukur dari preaurale-postaurale ialah
antara 32.0 mm sampai dengan 36.0 mm.
Ukuran penonjolan telinga diukur dari
mastoid ke heliks setinggi tragus ialah 15.0
sampai dengan 20.0 mm.2,4,7,19-21
Beberapa penelitian telah dilakukan
terhadap pertumbuhan daun telinga yang
dihubungkan dengan usia. Berdasarkan
penelitian yang dipublikasikan terlihat
bahwa ukuran telinga, tidak seperti bagian
lain dari tubuh, akan tetap mengalami
pertumbuhan selama masa dewasa.
Iannarrellie dan Ito, seperti dikutip oleh
Meijerman17
menyatakan bahwa hal ini
mungkin terjadi karena bertambah
lengkungnya lobus telinga. Walaupun
demikian, terdapat bukti yang menyatakan
bahwa terjadi perubahan histologi dari
tulang rawan seiring bertambahnya usia. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan
bertambahnya usia terjadi pengurangan sel
tulang rawan per unit area. Dari penelitian
ini dibuat sebuah hipotesis yang menyatakan
bahwa bertambah panjangnya daun telinga
dikarenakan bertambahnya matriks
ekstraseluler dari tulang rawan.
Farkas dkk.3 pada penelitiannya
terhadap 1590 warga kaukasian Amerika
Utara antara usia satu tahun sampai 18 tahun
menyimpulkan bahwa pada usia satu tahun,
lebar telinga mencapai 93,5% dari ukuran
dewasa. Panjang telinga pada usia satu tahun
hanya mencapai 76,4% dari ukuran dewasa,
baik pada laki-laki maupun perempuan.
Lebar telinga mencapai ukuran dewasa pada
usia enam tahun pada perempuan, dan tujuh
tahun pada laki-laki. Sedangkan panjang
telinga akan mencapai ukuran dewasa pada
usia 13 tahun pada laki-laki dan 12 tahun
pada perempuan.
9
Murakami dan Quatela22
pada
penelitiannya melaporkan bahwa
pertumbuhan daun telinga akan mencapai
puncaknya pada usia 15 tahun pada laki-laki
dan 13 tahun pada perempuan. Lebar daun
telinga akan mencapai puncaknya pada usia
10 tahun pada laki-laki dan 6 tahun pada
perempuan.
Kalcioglu dkk.2 pada penelitiannya
terhadap 1552 subjek dari usia baru lahir
sampai usia 18 tahun menyimpulkan bahwa
ukuran daun telinga akan mencapai
puncaknya pada usia 12 tahun pada laki-laki
dan 11 tahun pada perempuan. Lebar daun
telinga akan mencapai puncaknya pada usia
6 tahun.
Ferrario dkk. seperti dikutip oleh
Meijerman17 pada penelitiannya menemukan
bahwa indeks telinga pada laki-laki baik
telinga kanan maupun kiri mempunyai
kecenderungan lebih besar dibandingkan
indeks telinga perempuan. Perbedaan ukuran
daun telinga berdasarkan jenis kelamin pada
usia remaja sangatlah minimal. Total
pertumbuhan panjang telinga selama usia
dewasa diperkirakan sebesar 8-9 mm, baik
laki-laki maupun perempuan.5
Barut dkk.4 pada penelitiannya
terhadap 153 anak usia enam sampai 13
tahun (87 laki-laki, 66 perempuan)
menyimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara panjang
telinga kanan dan kiri pada anak perempuan.
Sedangkan pada anak laki-laki, nilai rata-
rata tinggi telinga lebih besar dibandingkan
anak perempuan. Telinga kiri secara
signifikan lebih lebar dibandingkan telinga
kanan, dan indeks telinga kiri lebih besar
dibandingkan telinga kanan pada anak laki-
laki.
Kelainan anatomi daun telinga
Anomali kelainan daun telinga
berdasarkan kualitas dan kuantitasnya dibagi
atas: (1) variasi ukuran (makrotia, mikrotia,
anotia); (2) variasi pada posisi (telinga letak
rendah); (3) variasi bagian anatomi seperti
heliks, antiheliks, konka, tragus, antitragus,
skapa, lobus maupun fosa triangularis; (4)
variasi sesuai nama kelainan: crumpled ear,
cryptotia, cupped ear, lop ear, preauricular
and auricular pits, preauricular and
auricular tags, preauricular ectopias,
prominent ear, question mark ear,
detachment of ascending helix, satyr ear,
shell ear, stahl ear.13
Tanzer23
mengklasifikasikan defek
daun telinga menjadi lima kategori:
I. Anotia
II. Hipoplasia komplet (mikrotia)
a. Disertai atresia liang telinga
b. Tanpa atresia liang telinga
10
III. Hipoplasia 1/3 tengah daun telinga
IV. Hipoplasia 1/3 atas daun telinga
a. Constricted (cup dan lop) ear
b. Kriptotia
c. Hipoplasi seluruh 1/3 atas daun
telinga
V. Prominent ear (Telinga caplang)
Kelainan anatomi yang sering
ditemukan ialah:
Gambar 7. Cupped ear13 Gambar 8. Lop ear13
Cupped ear, menonjolnya telinga ke arah
lateral karena tidak terdapatnya lekukan
antiheliks.
Lop ear, melipatnya bagian atas daun
telinga ke arah anterior dan inferior yang
mengobliterasi fosa triangularis dan skapa.
Telinga letak rendah, insersi bagian atas
telinga terletak di bawah garis horisontal
imajiner.
Kriptotia, invaginasi bagian superior daun
telinga di bawah lipatan kulit tulang
temporal.13
Gambar 9. Telinga letak rendah13
Gambar 10. Kriptotia13 Gambar 11. Protruding ear13
Protruding/prominent ear, apabila
penonjolan telinga yang diukur dari mastoid
ke heliks setinggi tragus melebihi 20.0
mm.18
Gambar 12. Crimped helix13 Gambar 13. Posterior pit
13
Heliks: Crimped helix, sering terjadi pada
1/3 tengah heliks asendens. Sepanjang
bagian posterior terlihat lebih rata atau
seperti terjepit. Posterior pit, yaitu lekukan
permanen pada daerah posteromedial heliks.
Gambar 14. Antihelix absent13 Gambar 15. Absent lobe13
11
Antiheliks: Antihelix absent, tidak
terbentuknya lengkungan antara konka dan
fosa triangularis dan heliks.
Lobus: Absent lobe, tidak terdapatnya lobus.
Gambar 16. Auricular pit13 Gambar 17. Preauricar pit13
Auricular pit: lekukan kecil pada bagian
bawah heliks asendens, konka atau pada
krus heliks.
Preauricular pit: lekukan kecil yang berada
di anterior dari insersi telinga.
Gambar 18. Auricular tag13
Auricular tag: penonjolan kecil disekitar
daun telinga.
Gambar 19. Macrotia13
Makrotia: kelainan bentuk telinga di mana
panjang dan lebar telinga lebih besar dari
dua standar deviasi di atas nilai rata-rata.13
Mikrotia
Mikrotia merupakan suatu kelainan
kongenital berupa malformasi bentuk telinga
dengan berbagai derajat keparahan mulai
dari bentuk telinga luar kecil dengan
abnormalitas ringan sampai tidak
terbentuknya daun telinga, telinga tengah
dan telinga dalam. Hal ini terjadi karena
kurangnya proliferasi mesenkim yang terjadi
saat pertumbuhan fetus pada usia kehamilan
enam sampai delapan minggu. Teori lain
mengatakan kemungkinan terjadinya
kerusakan embrionik pada akhir trimester
pertama kehamilan.
Mikrotia terjadi pada setiap 7000-8000
kelahiran hidup.11,24-28
Mikrotia dapat terjadi
unilateral maupun bilateral dengan
perbandingan 4:1. Lebih sering terjadi pada
telinga kanan dibandingkan telinga kiri
dengan perbandingan 3:2.25
Deformitas
bilateral terjadi pada 10% kasus. Lebih
sering didapatkan pada laki-laki daripada
perempuan dengan rasio 2,5:1, terutama
pada mikrotia unilateral. Penyebab mikrotia
lebih bersifat multifaktorial. Belum ada
laporan yang menyatakan kelainan
12
kromosom sebagai penyebab terjadinya
mikrotia. Kurang dari 15% kasus memiliki
riwayat yang sama dalam keluarga. Mikrotia
yang terjadi pada kedua telinga dapat
mengakibatkan gangguan terhadap proses
bicara dan komunikasi sehingga harus
diintervensi sedini mungkin.7,11,12,16,25,26,29
Persentase keterlibatan faktor genetik
tidak mencapai angka 15%. Angka kejadian
lebih tinggi pada ras Asia, terutama Jepang,
Hispanik, dan Amerika asli (Eskimo dan
Navajo) dibandingkan dengan ras kulit
hitam atau putih.30
Faktor herediter bersama kelainan
vaskular intrauterin dianggap merupakan
etiologi dari mikrotia. Terdapat beberapa
sindrom yang sering diasosiasikan dengan
mikrotia seperti sindrom Goldenhar dan
sindrom Treacher Colins.
Selain itu,
beberapa obat seperti thalidomide dan
isotretionoin (accutane), dapat menimbulkan
malformasi kongenital berat seperti
mikrotia. Faktor kausatif yang spesifik juga
dapat mengakibatkan mikrotia seperti
infeksi rubella selama kehamilan trimester
pertama. Mikrotia juga dapat terjadi sebagai
akibat dari fetal alcohol syndrome dan
diabetes maternal embriopati.12,28,31,32
Klasifikasi mikrotia
Mikrotia diklasifikasikan mulai dari
yang ringan (derajat I) hingga telinga luar
yang tidak ada sama sekali (anotia). Weerda
membagi mikrotia atas tiga tipe. Derajat I:
kelainan ringan dengan sedikit perubahan
bentuk pada heliks dan antiheliks. Derajat II:
memiliki seluruh struktur utama, tetapi perlu
dilakukan rekonstruksi pada tulang rawan
atau kulit, terdapat stenosis liang telinga.
Derajat III: abnormalitas ditandai dengan
terdapatnya beberapa bahkan mungkin tidak
terdapat bentuk sama sekali. Jika terdapat
lobul, posisinya ke arah anterior.25
Aguilar dan Jahrsdoerfer (1988)
membagi mikrotia atas tiga tipe. Derajat I:
memperlihatkan kelengkapan semua subunit
anatomis namun dalam ukuran yang
abnormal atau lebih kecil dari ukuran
Gambar 22. Mikrotia
derajat III32
Gambar 23. Anotia32
Gambar 20. Mikrotia
derajat I32
Gambar 21. Mikrotia
derajat II32
13
seharusnya. Terjadi malformasi pinna dan
ukuran lebih kecil dari normal. Derajat II:
pinna berukuran lebih kecil dan kurang
berkembang dibandingkan derajat I.
Terdapat displasia atau aplasia dari satu atau
lebih subunit anatomis. Terdapat angulasi
berlebih dari konka, antiheliks tidak
menggulung, dan tiga lapis bingkai aurikula
sering ditemukan tidak lengkap. Scapha,
yaitu bingkai utama, ditemukan lemah
sehingga aspek superior dengan sendirinya
menggulung. Tulang rawan tidak cukup
terbentuk. Bentuk dari pinna mulai kurang
jelas. Derajat III: merupakan mikrotia klasik
dengan gambaran aurikula yang mikrotik
berbentuk seperti kacang dengan bagian
superior adalah elemen tulang rawan dan di
inferior adalah gumpalan fibroadiposa dari
lobulus aurikula, dan anotia: pinna sama
sekali tidak tampak.14,29
Rekonstruksi
Perencanaan rekonstruksi
Pengukuran
Pada saat akan melakukan rekonstruksi
telinga, maka yang pertama harus ditentukan
ialah menentukan letak posisi normal daun
telinga. Posisi ini ditentukan berdasarkan
garis imajinasi yang dibuat dari ujung atas
dan bawah daun telinga ke arah wajah.
Ujung atas telinga bisa berada: 1) di atas alis
mata; 2) sejajar ujung lateral alis mata; 3)
sejajar dengan kelopak mata bagian atas;
atau 4) sejajar dengan sudut mata. Ujung
bawah telinga bisa berada 1) di atas puncak
cuping hidung; 2) sejajar cuping hidung; 3)
sejajar puncak bibir atas; 4) sejajar sudut
bibir.21
Gambar 24. Posisi telinga terhadap struktur wajah lainnya
(dikutip dari Farkas21)
Selain garis-garis tersebut, posisi daun
telinga juga ditentukan oleh letak liang
telinga. Berdasarkan Leiber, pertama, ditarik
garis imajinasi yang menghubungkan
glabella dengan puncak bibir atas. Kedua,
ditarik garis dari arah liang telinga ke arah
garis pertama sampai membentuk sudut 90°.
Garis ini harus berada pada daerah yang
berada di antara bagian bawah kelopak mata
dengan batas atas cuping hidung. Jika garis
tersebut berada di atas daerah tersebut, maka
disebut telinga letak tinggi, dan bila berada
di bawah daerah tersebut, maka disebut
telinga letak rendah.21
14
Gambar 25. Penentuan liang telinga berdasarkan Leiber
(dikutip dari Farkas21)
Pembuatan Rangka
Untuk dapat membuat rangka telinga,
sebelumnya kita memerlukan negatif film
yang sering digunakan untuk foto Rontgen.
Lalu negatif film tersebut digunakan untuk
mencetak pola bentuk daun telinga normal
kontralateral. Apabila pada kasus mikrotia
bilateral, maka daun telinga normal yang
digunakan sebagai pola ialah daun telinga
orang tuanya. Ukuran pola yang digunakan
haruslah beberapa millimeter lebih kecil dari
ukuran sebenarnya. Pola tersebut kemudian
digunakan sebagai pola pada daerah operasi
dan juga dapat digunakan sebagai pola saat
membentuk iga yang akan digunakan
sebagai donor.11
Teknik rekonstruksi
Rekonstruksi telinga luar dapat
dilakukan dengan cara: rekonstruksi
autologus, rekonstruksi dengan rangka
prostetik, atau penggantian prostetik.5
Aurikuloplasti
Rekonstruksi daun telinga dengan
tulang rawan autogenus merupakan baku
emas dari tindakan bedah rekonstruksi.
Beberapa teknik operasi rekonstruksi
autologus telah dilakukan oleh ahli bedah
rekonstruksi meliputi operasi Aguilar, Brent,
Tanzer dan Nagata.11,25
Waktu untuk melakukan rekonstruksi
telinga pada pasien mikrotia masih
merupakan perdebatan. Faktor-faktor yang
menentukan waktu yang tepat untuk
melakukan rekonstruksi ialah usia
pertumbuhan telinga luar, kekuatan tulang
rawan iga sebagai donor serta efek psikologi
pasien terhadap keadaan tersebut.11,12,14,24-26
Tulang rawan iga yang akan digunakan
sebagai donor baru akan cukup ukurannya
untuk digunakan sebagai donor saat usia
pasien lima atau enam tahun. Efek psikologi
pasien dengan mikrotia saat akan masuk
sekolah juga harus dijadikan pertimbangan
saat melakukan rekonstruksi.
Dr. Brent merekonstruksi pasien pada
usia antara enam sampai sepuluh tahun. Dr.
Nagata melakukan rekonstruksi pada usia
sepuluh tahun dengan lingkar dada minimal
60 cm.11,12,25
15
Teknik Brent terdiri dari empat
tahapan. Tahap I: pembentukan kerangka
(framework) daun telinga menggunakan
tulang rawan iga kontralateral (iga ke 6-8).
Tahap II: transposisi lobul yang dilakukan
beberapa bulan setelah tahap I. Tahap III:
elevasi kerangka daun telinga. Tahap IV:
pembentukan tragus.11
Teknik Nagata terdiri dari dua tahapan,
yaitu: Tahap I: pembentukan kerangka daun
telinga, rekonstruksi tragus dan transposisi
lobul. Tahap II: elevasi kerangka daun
telinga yang dilakukan enam bulan setelah
tahap I.11-14,25
Yazdi dkk.25
pada penelitiannya
membandingkan penggunaan tulang rawan
autograft (9 kasus) dengan tulang rawan
homograft (14 kasus) pada operasi
rekonstruksi mikrotia. Pada penelitian
tersebut didapatkan bahwa selama follow-up
dalam periode waktu empat tahun, dua kasus
(satu autograft, satu homograft) mengalami
resorbsi graft tulang rawan. Satu kasus pada
kelompok homograft mengalami penekukan
tulang rawan, dan dua kasus mengalami
penekukan dan resorbsi secara bersamaan.
Otoplasti
Merupakan suatu prosedur operasi
untuk mengurangi kelebihan penonjolan
daun telinga mastoid atau yang dikenal
dengan istilah prominent ear. Jarak yang
dianggap berlebih ialah apabila jarak heliks
(setinggi tragus) ke mastoid lebih dari 2.0
cm.20
Dieffenbach (1845) adalah orang
pertama yang memperkenalkan teknik
otoplasti.1,20,33
Otoplasti untuk prominent ear
memiliki dua prinsip komponen teknik,
yaitu koreksi pada konka dan heliks. Akhir-
akhir ini, teknik otoplasti lebih difokuskan
pada cara bagaimana membentuk jaringan
yang baik daripada menghilangkannya.20,33
Waktu yang disarankan oleh ahli
bedah untuk melakukan tindakan otoplasti
ialah sebelum anak masuk sekolah, kira-kira
pada usia lima atau enam tahun.1 Balogh
dikutip dari Lavy,34
dalam penelitiannya
menyatakan bahwa tindakan otoplasti tidak
berpengaruh terhadap perkembangan telinga
luar di kemudian hari. Tujuan utama dari
tindakan otoplasti ialah menghasilkan
telinga dengan bentuk yang simetris dan
tampak alami tanpa adanya luka bekas
operasi.33
Beberapa teknik otoplasti yang
digunakan ialah teknik Mustarde, Converse,
Weerda, Furnas, dan Walter.10,11,33,35
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat
pengambilan graft iga pada dinding dada
16
lokasi donor ialah atelektasis ringan akibat
nyeri pada saat inspirasi, pneumotoraks atau
pneumomediastinum. Sedangkan komplikasi
yang dapat terjadi pada daerah rekonstruksi
ialah nekrosis kulit berat, hematoma, infeksi,
jaringan parut hipertrofi maupun keloid.25
DISKUSI
Telinga merupakan salah satu
komponen penting pada wajah manusia.
Ukuran, bentuk, maupun letaknya sangatlah
penting dari sudut pandang estetika.5
Rekonstruksi daun telinga pada kasus
absennya telinga karena trauma atau
kelainan kongenital seperti makrotia,
mikrotia, lop ear, prominent ear, kriptotia,
merupakan suatu tantangan bagi kalangan
dokter. Dibutuhkan suatu keahlian khusus
dari seorang ahli bedah yang tidak hanya
pengetahuan mengenai morfologi telinga,
tetapi juga kemampuan artistik ahli bedah
tersebut. Faktor-faktor lain yang berperan
terhadap hal ini ialah tebal-tipisnya dan
elastisitas rangka telinga dan tebal-tipisnya
kulit. Faktor waktu juga memegang peranan
yang penting dalam melakukan rekonstruksi
telinga. Perencanaan harus dilakukan
bersama-sama dengan ahli otologi bila
disertai dengan kelainan liang telinga,
kelainan telinga tengah dan dalam, fungsi
pendengaran, dan aspek psikososial pun
harus turut menjadi bahan pertimbangan.
Pengetahuan terhadap ukuran antropometri
daun telinga sangatlah penting untuk
mengetahui informasi dimensional dan pola
pertumbuhan daun telinga.2,3,11
Berbagai penelitian telah dilakukan
terhadap ukuran telinga. Penelitian yang
dilakukan dengan membandingkan populasi
dengan perbedaan latar belakang sosial dan
etnis menunjukkan hasil ukuran daun telinga
yang berbeda-beda.2
Rubin dkk. seperti dikutip oleh
Purkait5 dalam penelitiannya menyatakan
bahwa tidak ada bentuk daun telinga yang
dapat dijadikan patokan ukuran standar.
Bahkan pada kelompok yang memiliki latar
belakang etnis yang sama, perbedaan dapat
terjadi pada bentuk dan ukuran daun
telinga.3
Penelitian-penelitian yang dilakukan
terhadap waktu yang tepat untuk melakukan
rekonstruksi telinga pun tidak memiliki
standar waktu yang sama. David A. pada
penelitiannya menganjurkan waktu yang
tepat untuk melakukan rekonstruksi ialah
pada usia sekitar enam tahun. Hal ini
diambil dengan pertimbangan pasien telah
termotivasi untuk bekerja-sama dengan ahli
bedah dan ukuran telinga kontralateral
dianggap hampir mencapai ukuran dewasa.11
17
Nilai normal standar pada pengukuran
antropometri telinga harus dapat diatur
secara jelas pada tiap-tiap populasi.
Perbedaan latar belakang etnis
mengakibatkan sulitnya menentukan standar
nilai antropometri. Sebagai contoh, antara
etnis Cina Singapura dan etnis Cina
Hongkong memiliki nilai pengukuran yang
berbeda. Oleh karena itu dibutuhkan
penelitian dengan populasi yang lebih besar,
sehingga dapat diketahui dengan jelas
perbedaan nilai yang didapat.7
Di Indonesia sendiri, belum ada
penelitian yang dilakukan untuk menentukan
nilai antropometri telinga, sehingga belum
didapatkan patokan nilai yang dapat
digunakan sebagai rujukan ahli bedah saat
akan melakukan rekonstruksi telinga. Oleh
karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk
dapat menentukan nilai antropometri telinga
orang Indonesia agar didapatkan
pengetahuan yang umum terhadap ukuran
telinga.
Berdasarkan diskusi dapat disimpulkan
bahwa ukuran antropometri daun telinga,
informasi dimensional dan pola
pertumbuhan daun telinga sangat penting
untuk melakukan perencana dan tindakan
rekonstruksi daun telinga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Naumann A. Otoplasty-technique,
characteristic and risk. Head Neck Surg
2007; 6:1-14.
2. Kalcioglu MT, Miman MC, Toplu Y,
Yakinci C, Ozturan O. Anthropometry
growth study of normal human auricle. Int J
Ped Oto 2003; 67:1169-77.
3. Farkas LG, Posnick JC, Hreczko TM.
Anthropometry growth study of the ear. Cleft
Palate-Craniofacial J 1992; 29(4):24-9.
4. Barut C, Aktunc E. Anthropometric
measurements of the external ear in a group
of Turkish primary school students. Aest
Plast surg 2006; 30:255-9.
5. Purkait R, Singh P. Anthropometry of the
normal human auricle: a study of adult Indian
men. Aest Plast Surg 2007; 31:372-9.
6. Meijerman L, Sholl S, Conti FD, Giacon C,
Lugt C, Drusini A, et al. Exploratory study
on classification and individualization of
earprints. Forensic Sci Int 2004; 32:91-9.
7. Lian WB, Cheng MS, Tiong IH, Yeo CL.
Auricular anthropometry of newborn at the
Singapore general hospital. Ann Acad Med
Singapore 2008; 37:383-9.
8. Soepardi EA. Pemeriksaan telinga, hidung,
tenggorok, kepala dan leher. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti RD, eds. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala & leher.
Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2007. h. 1-22.
18
9. Helmi. Anatomi bedah regio temporal. Otitis
media supuratif kronis, pengetahuan dasar,
terapi medik, mastoidektomi, timpanoplasti.
Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2005. h. 4-28.
10. Wikipedia Encyclopedia. Anatomy of the
human ear. c2009 - [cited 2009 Feb 15].
Available from:
http://commons.wikipedia.org/wiki/File:Anat
omy_of_the_Human_Ear.svg.
11. Staffenberg DA. Microtia repair. J
Craniofacial Surg 2003; 14(4):481-6.
12. Bauer BS. Ear microtia. Juni 2006 [cited
2009 March 29]. Available From:
http://emedicine-
medscape.com/article/1290083-overview.
13. Hunter Hunter, Frias JL, Kaesbach GG,
Hughes H, Jones KL, Wilson L. Elements of
morphology: standard terminology for the
ear. Am J Med Genet 2009; 149:40-60.
14. Kesser BW. Aural Atresia. Juni 2008 [cited
2009 March 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/87821
8-overview.
15. Roro. Ear development [image on the
internet]. c2008 - [cited 2007 Oct 27].
Available from:
http://www.keseharian.com/journal/?m=2007
10.
16. Bauer GP, Wiet RJ, Zappia JJ. Congenital
aural atresia. Laryngoscope 1994; 104:1219-
24.
17. Meijerman Lugt CVD, Maat GJR. Cross
sectional anthropometry study of the external
ear. J Forensic Sci 2007; 52(2):286-93.
18. Siegert R, Magritz R. Reconstruction of the
auricle. Head Neck Surg 2007; 6:1-11.
19. Peeples EE, Dixon LK, Buss WR. Genetic
analysis of the pinna of the human ear: sex
differences in college age adults. J Heredity
1985; 76:390-2.
20. Burres S. The anterior-posterior otoplasty.
Arc Otol Head Neck Surg 1998; 124:181-5.
21. Farkas LG. Chapter 2: examination. In:
Farkas LG, ed. Anthropometry of the head
and face. 2nd
ed. New York: Raven Press;
1994. p. 3-56.
22. Murakami CS, Quatela VC, Reconstruction
surgery of the ear. In: Cummings CW,
Fredrickson JM, Harker LA, Schuller MA,
Richardson, eds. Pediatric otolaryngology
head and neck surgery. 3rd
ed. Missouri:
Mosby; 1998. p. 439-54.
23. Tanzer RC, Belluci RJ, Converse JM.
Deformities of the auricle. In: Converse JM,
ed. Reconstructive plastic surgery.
Philadelphia: WB Saunders Co; 1977. p.
1671-710.
24. Mastroiacovo P, Corchia C, Botto LD, Lanni
R, Zampino G, Fusco D. Epidemiology and
genetics of microtia-anotia: a registry based
study on over one million births. J Med
Genet 1995; 32:453-7.
25. Yazdi AK, Hosseini MS, Sadeghi M, Sazgar.
AA, Safikhani R. Comparison of microtia
reconstructive surgery with autograft versus
19
homograft. Arch Iranian Med 2007;
10(1):43-7.
26. Dept of state health services. Birth defect risk
factor series: microtia and anotia. March
2007 [cited 2008 July 15]. Available from:
http://www.dshs.state.tx.us/birthdefects/risk/r
isk-anotia microtia.shtm.
27. Harris J, Kallen B, Robert E. The
epidemiology of anotia and microtia. J Med
Genet 1996; 33:809-13.
28. Kaye CI, Rollnixk BR, Hauck WW, Martin
AO, Richtsmeier JT, Nagatoshi K. Microtia
and associated anomalies: statistical analysis.
Am J Med Genet 1989; 34:574-8.
29. Ishimoto S, Ito K, Yamasoba T, Kondo K,
Karino S, Takegoshi H, et al. Correlation
between microtia and temporal bone
malformation evaluated using grading
systems. Arch Otol Head Neck Surg 2005;
131:326-9.
30. Kelley PE, Scholes M. Microtia and
congenital aural atresia. Otolaryngol Clin N
Am 2007; 40:61-80.
31. Papel ID. Facial plastic and reconstructive
surgery. 2nd
ed. Philadelphia: Thieme; 2002.
p. 803-12.
32. Anonim. Microtia [image on the internet].
c2008 - [cited 2007 Dec 28]. Available form:
http://microtia.wordpress.com/2007/12/28/se
kilas-tentang-microtia.
33. Scharer SA, Farrior EH, Farrior RT.
Retrospective analysis of the farrior
technique for otoplasty. Arch Facial Plast
Surg 2007; 9:67-73.
34. Lavy J, Stearns M. Otoplasty: technique,
results and complications-a review. Clin Otol
1997; 22:390-3.
35. Mascio DD, Castagnetti F, Baldassarre S.
Otoplasty: Anterior abrasion or ear cartilage
with dermabrader. Aesth Plast Surg 2004;
27:446-71.