anestesi-lapkas

24
  LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO PERIODE 12 DESEMBER 2011   7 JANUARI 2012 TATALAKSANA ANESTESI PADA PASIEN DENGAN EKLAMPSIA YANG DILAKUKAN OPERASI CAESAR Pembimbing: dr. Riza M. Farid, Sp.An Disusun oleh: Jonathan Albert  07120050024 Alvarez O.J. Ticoalu  07120050042 Anna Elissa  07120070026 Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan 2011-2012

Upload: jalbertzoom

Post on 19-Jul-2015

253 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 1/24

 

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK

ILMU ANESTESIRUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO

PERIODE 12 DESEMBER 2011  – 7 JANUARI 2012

TATALAKSANA ANESTESI PADA

PASIEN DENGAN EKLAMPSIA YANG

DILAKUKAN OPERASI CAESAR 

Pembimbing:

dr. Riza M. Farid, Sp.An

Disusun oleh:

Jonathan Albert – 07120050024

Alvarez O.J. Ticoalu – 07120050042

Anna Elissa – 07120070026

Fakultas Kedokteran

Universitas Pelita Harapan

2011-2012

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 2/24

 

DAFTAR ISI

BAB I. LAPORAN KASUS ............................................................................................... 1 BAB II. LAPORAN ANESTESI ........................................................................................ 5 

A.  PRE-OPERATIF.................................................................................................... 5 B.  PERI-OPERATIF .................................................................................................. 6 C.  POST-OPERATIF ................................................................................................. 7 D.

 FOLLOW UP ICU ................................................................................................. 8

 BAB III. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 10 

A.  EKLAMPSIA ...................................................................................................... 10 B.  ANESTESI PADA PASIEN DENGAN EKLAMPSIA YANG DILAKUKAN

OPERASI CAESAR ............................................................................................ 12 BAB IV. DISKUSI ........................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 21 

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 3/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 1

BAB I. LAPORAN KASUS

A.  IDENTITAS PASIEN

1.  Nama : Ny.M

2.  Jenis kelamin : Perempuan

3.  Usia : 19 tahun

4.  Agama : Islam

5.  Status marital : Menikah

6.  Status paritas : G1P0A0

7. 

Tanggal masuk RS : 12 Desember 2011

B.  ANAMNESIS

[Alloanamnesis dengan adik pasien]

1.  Keluhan utama: Kejang dalam keadaan hamil sejak 3 ½ jam SMRS.

2.  Keluhan tambahan: -

3.  Riwayat penyakit sekarang:

Pasien dibawa ke RS POLRI dengan keluhan kejang berulang sekitar 3 ½

 jam SMRS. Kejang terjadi tiba-tiba, tidak kelojotan, tetapi seperti tegang

kaku, kepala menoleh ke kiri, dan mulut berbusa. Kejang berlangsung

selama beberapa menit diselingi sadar sebentar namun segera kejang lagi.

Menurut adik pasien, ini adalah kehamilan pasien yang pertama kali, usia

kehamilan 37 minggu, dan juga kejadian kejang dalam kehamilan yang

pertama kali. Secara umum kesehatan pasien dinilai baik-baik saja.

Keluhan mual muntah, nyeri kepala, pusing berputar, penglihatan kabur,

yang mendahului kejang disangkal.

4.  Riwayat penyakit dahulu:

  Pasien pernah kejang 3 tahun yang lalu saat jatuh dari sepeda motor.

Kejang berlangsung beberapa menit, hilang sendiri, dan tidak 

berulang.

  Riwayat epilepsi disangkal.

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 4/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 2

  Riwayat darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, dan asma

disangkal.

  Riwayat tumor, terutama tumor otak, disangkal.

  Riwayat operasi disangkal.

5.  Riwayat penyakit keluarga:

  Riwayat kejadian serupa dalam keluarga disangkal.

  Riwayat kejang atau penyakit epilepsi dalam keluarga disangkal.

  Riwayat darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, dan asma

dalam keluarga disangkal.

6.  Riwayat obat-obatan:

  Pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan, suplemen, atau vitamin

tertentu, baik dari dokter ataupun beli sendiri.

  Pasien tidak minum jamu.

  Riwayat alergi obat disangkal.

7.  Riwayat gaya hidup dan kebiasaan:

  Pasien tidak merokok, minum alkohol, atau mengonsumsi obat-obatan

terlarang. Pasien juga tidak suka minum kopi.

  Pasien biasa makan teratur 3x sehari dengan jenis makanan yang

bervariasi dan seimbang. Pasien tidak pemilih dan tidak punya

kesukaan tertentu terhadap makanan manis, asin, atau berlemak.

  Pasien sering berolahraga ringan semenjak hamil, seperti jalan-jalan di

sekitar rumah, senam ringan.

C.  PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis:

  Keadaan umum: tampak sakit berat

  Kesadaran: GCS E2V2M4 = 8

  Tanda-tanda vital:

Tekanan darah : 160/120 mmHg Suhu : afebris

Nadi : 148 x/menit Frekuensi nafas: 31 x/menit

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 5/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 3

  Kepala: normosefali, wajah tampak simetris, rambut hitam distribusi

merata, lesi (-), tanda perdarahan (-).

  Mata: lesi silia, supersilia, palpebral (-/-), strabismus (-/-), nistagmus (-

 /-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya

langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil bulat isokor

ø 3 mm/3 mm.

  Telinga: ADS tampak simetris dan berbentuk anatomis normal,

retroaurikula DS tidak tampak kelainan.

  Hidung: deviasi septum (-), discharge (-).

  Mulut: mukosa bibir tampak kemerahan dan lembap, gigi geligi

tampak lengkap, lidah tak tampak kelainan.

  Leher: pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), perabaan massa (-),

pembesaran tiroid (-), arteri karotis teraba di kedua sisi.

  Toraks:

o  Pulmo:

Inspeksi: hemitoraks kanan dan kiri tampak simetris dalam

statis dan dinamis, lesi (-), retraksi (-)

Palpasi: fremitus taktil sulit dinilai

Perkusi: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi: suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

o  Cor:

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak 

Palpasi: ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis kiri

Perkusi:

Batas kanan jantung: ICS IV linea parasternalis kanan

Batas atas jantung: ICS II linea parasternalis kiri

Batas kiri jantung: ICS V linea midklavikularis kiri

Auskultasi: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

  Abdomen:

Inspeksi: linea nigra (+), striae gravidarum (+)

Auskultasi: bising usus (+) normal

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 6/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 4

Palpasi: TFU 36 cm, presentasi kepala

Perkusi: timpani

  Genitalia: organa genitalia feminine.

  Ekstremitas: akral hangat, capillary refill <2 detik, edema tungkai

(+/+), A. dorsalis pedis teraba (+/+).

D.  DIAGNOSA

Pasien perempuan 19 tahun, G1P0A0 H 37 minggu dengan eklampsia. Kasus

emergency (cito).

E.  PENATALAKSANAAN

  Magnesium sulfat (MgSO4). Dosis awal bolus 4-6 gram yang

diencerkan dalam 100 ml cairan IV dan diberikan dalam 15-20 menit.

Dosis rumatan adalah 2 gram/jam dalam 100 ml cairan IV. Hentikan

24 jam setelah bayi lahir.

  Operasi sectio Caesarea cito, dengan general anestesi.

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 7/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 5

BAB II. LAPORAN ANESTESI

A. 

PRE-OPERATIF1.  Informed consent: memberikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai

rencana, resiko, komplikasi, durasi, dan waktu pemulihan pasien.

2.  Anamnesis (alloanamnesis):

i.  Riwayat asma/alergi : disangkal

ii.  Riwayat darah tinggi : disangkal

iii.  Riwayat sakit jantung : disangkal

iv. 

Riwayat operasi : disangkalv.  Riwayat rawat inap : disangkal

vi.  Riwayat merokok : disangkal

vii.  Riwayat minum alkohol : disangkal

viii.  Riwayat minum kopi : disangkal

ix.  Makan terakhir : tidak diketahui

x.  Minum terakhir : tidak diketahui

3.  Pemeriksaan fisik:

i.  Keadaan umum: tampak sakit berat

ii.  Kesadaran: GCS 9

iii.  Kesan gizi: baik 

iv.  Tanda-tanda vital:

Tekanan darah : 160/120 mmHg Suhu : afebris

Nadi : 148 x/menit Frekuensi nafas: 31 x/menit

v.  Airway:

  Hidung: sekret -/-, deviasi septum (-), patensi (+)

  Mulut: Mallampati tidak dapat dinilai, gigi patah (-), gigi goyah

(-), gigi tanggal (-), gigi palsu (-)

vi.  Breathing:

  Pulmo: suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 8/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 6

  Pola pengembangan dada tampak simetris hemitoraks kanan dan

kiri dalam keadaan dinamis dan statis.

vii.  Circulation:

  Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

  Perifer: akral hangat, capillary refill <2 detik, edema tungkai

+/+

viii.  Sistem neurologis: defisit neurologis tidak dapat diperiksa. Pasien

dalam keadaan kejang.

ix.  Sistem hepatobilier: jaundice (-), hepar dan lien tidak dapat diperiksa.

x.  Sistem genitourinaria: dalam batas normal.

xi.  Sistem muskuloskeletal: dalam batas normal.

xii.  Klasifikasi ASA:

kode E – pasien memerlukan operasi Caesar segera (cito).

xiii.  Premedikasi:

o Pethidine HCl 50 mg secara bolus IV sebagai analgetik.

B.  PERI-OPERATIF

1.  Siapkan stetoskop, sarung tangan steril, ETT no. 6.5, spuit 25 cc,

stylet/mandarin, konektor, mesin anestesi, gas (air , O2, gas volatil isoflurane),

plester Hipafix®, suction, dan lampu operasi.

2.  Pasien berbaring telentang di atas meja operasi OK 1. Pasang EKG, manset

tekanan darah, saturasi oksigen, layar monitor dinyalakan, mesin anestesi

dinyalakan.

3.  Pukul 14.00: induksi dimulai dengan injeksi propofol (Safol®) 150 mg secara

bolus IV sebagai hipnosedatif.4.  Pukul 14.00: disuntikkan vitamin K3 dosis 10 mg untuk mempercepat

penyembuhan luka.

5.  Pukul 14.05: disuntikkan methylergometrine hydrogen maleate (Methergin®)

dosis 200 mcg bolus IV untuk membantu kontraksi uterus.

6.  Pukul 14.05: disuntikkan rocuronium bromide (Roculax®) 15 mg secara bolus

IV untuk melumpuhkan otot-otot skeletal, lalu dilakukan bagging.

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 9/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 7

7.  Intubasi dengan ETT no. 6.5 dengan cuff  dan Guedel® terpasang. Dengan

stetoskop, periksa bunyi nafas (bunyi nafas paru kanan harus sama dengan

paru kiri).

8.   Airway maintenance dilakukan dengan sistem nafas terkendali yang

dihubungkan dengan pipa O2 : N2O : isoflurane = 2 : 2 : 0.8.

9.  Pukul 14.10: operasi Caesar dimulai. Tanda-tanda vital dimonitor setiap 15

menit.

10. Pukul 14.35: operasi selesai. Mulai dilakukan tindakan ekstubasi.

11. Pukul 14.45: tindakan anestesi dinyatakan selesai dengan total durasi anestesia

45 menit, lalu pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan masuk ICU

beberapa waktu kemudian.

12. Pemantauan tanda vital peri-operatif:

Jam TD Nadi RR SpO2 

14.00 160/120 148 31 98%

14.15 170/112 142 30 98%

14.30 162/110 135 27 97%

14.45 138/90 150 28 98%

C.  POST-OPERATIF

a.  Aldrette score:

  Aktivitas = 0

  Pernafasan = 2

  Sirkulasi = 2

  Kesadaran = 1

  Warna kulit = 2

b.  Instruksi post-op:

Pasien dirawat di ICU sambil dilakukan:

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 10/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 8

  Observasi tanda-tanda vital: 1 jam pertama setiap 15 menit, dan 1 jam

kedua dan seterusnya setiap 30 menit.

  Observasi perdarahan.

  Observasi kontraksi uterus.

  Observasi urin.

  Cek lab lengkap 6 jam post-op.

  Imobilisasi pasien selama 24 jam.

  Diet biasa setelah bising usus (+), flatus (+).

D.  FOLLOW UP ICU

S: -

O:

  KU/kesadaran: tampak sakit berat / GCS E3V2M4 = 9

  TTV:

Tekanan darah : 135/90 mmHg Suhu : 36.7°C

Nadi : 102 x/menit Frekuensi nafas: 28 x/menit

  Kepala: normosefali, wajah tampak simetris, rambut hitam distribusi

merata, lesi (-), tanda perdarahan (-).

  Mata: lesi silia, supersilia, palpebral (-/-), strabismus (-/-), nistagmus (-/-),

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+),

refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil bulat isokor ø 3 mm/3 mm.

  Telinga: ADS tampak simetris dan berbentuk anatomis normal,

retroaurikula DS tidak tampak kelainan.

  Hidung: deviasi septum (-), discharge (-).

  Mulut: mukosa bibir tampak kemerahan dan lembap.

  Leher: pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), perabaan massa (-),

pembesaran tiroid (-), arteri karotis teraba di kedua sisi.

  Toraks:

  Pulmo:

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 11/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 9

Inspeksi: hemitoraks kanan dan kiri tampak simetris dalam

statis dan dinamis, lesi (-), retraksi (-)

Palpasi: fremitus taktil sulit dinilai

Perkusi: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi: suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

  Cor:

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak 

Palpasi: ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis kiri

Perkusi:

Batas kanan jantung: ICS IV linea parasternalis kanan

Batas atas jantung: ICS II linea parasternalis kiri

Batas kiri jantung: ICS V linea midklavikularis kiri

Auskultasi: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

  Abdomen:

Inspeksi: tampak datar, tampak jahitan operasi (+)

Auskultasi: bising usus (+) normal

Palpasi: supel, nyeri tekan (+), perabaan massa (-)

Perkusi: timpani

  Genitalia: organa genitalia feminina, terpasang kateter.

  Ekstremitas: akral hangat, capillary refill <2 detik, edema tungkai (+/+),

A. dorsalis pedis teraba (+/+).

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 12/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 10

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA

A.  EKLAMPSIA

Eklampsia merupakan satu bagian dari spektrum preeklampsia-eklampsia.

Keseluruhan spektrum mencakup pre-eklampsia, eklampsia, dan sindroma

HELLP.

Eklampsia sering dianggap sebagai komplikasi dari pre-eklampsia berat.

Eklampsia didefinisikan sebagai kejang grand mal dan/atau penurunan kesadaran

yang tidak dapat dijelaskan, onset baru, yang terjadi selama kehamilan atau masa

postpartum pada wanita dengan gejala-gejala pre-eklampsia. Gejala-gejala pre-eklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa gangguan sistemik 

yang mengenai ginjal, hepar, dan darah. Biasanya juga ditemukan manifestasi

pada fetus, seperti gangguan pertumbuhan fetus, berkurangnya jumlah cairan

ketuban, dan berkurangnya asupan oksigen fetal. Sindroma HELLP adalah bentuk 

pre-eklampsia yang paling berat, di mana juga didapatkan anemia hemolitik, tes

fungsi hepar yang meningkat, dan jumlah platelet yang menurun.

Kebanyakan kasus eklampsia terjadi dalam trimester ketiga kehamilan,dengan 80% kejang terjadi intrapartum atau dalam 48 jam pertama setelah

kelahiran. Selain deteksi dini pre-eklampsia, tidak ada tes atau gejala yang cukup

spesifik yang dapat memprediksi terjadinya eklampsia.

Kejang eklampsia

Eklampsia bermanifestasi sebagai 1 kejang atau lebih, dengan tiap episode

kejang berlangsung 60-75 detik. Wajah pasien biasanya tampak terdistorsi,

dengan mata melotot dan mulut berbusa. Pernafasan terhenti selama durasi

kejang.

Kejang eklampsia dapat dibagi menjadi dua fase. Fase 1 berlangsung 15-20

detik dan dimulai dengan kedutan wajah. Tubuh menjadi kaku, diikuti kontraksi

otot seluruh tubuh. Fase 2 berlangsung selama 60 detik, bermula pada rahang, lalu

ke otot-otot wajah dan kelopak mata, lalu menyebar ke seluruh tubuh. Jenis

kejang biasanya tonik-klonik. Fase ini diikuti oleh periode hilang kesadaran yang

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 13/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 11

durasinya beragam. Setelah sadar, pasien mungkin menjadi gelisah dan agresif,

namun tidak ingat mengenai kejangnya. Pasien juga mengalami hiperventilasi

pascakejang sebagai kompensasi dari asidosis respiratorik dan metabolik yang

terjadi selama fase apneu.

Komplikasi kejang adalah lidah berdarah karena tergigit, trauma kepala,

fraktur tulang, dan aspirasi.

Faktor resiko 

  Nullipara

  Riwayat pre-eklampsia atau eklampsia sebelumnya

  Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia

  Kehamilan sebelumnya yang tidak terlalu baik, meliputi gangguan

pertumbuhan intrauterine, abruption placentae, atau kematian fetus

  Gestasi multifetal, mola hidatidosa, hidrops fetal, primigravida

  Kehamilan usia muda (remaja)

  Kehamilan di atas usia 35 tahun

  Primigravida

  Status sosioekonomi yang rendah

  Kelainan medis yang sudah ada:

o  Obesitas

o  Hipertensi kronis

o  Penyakit ginjal

o  Gangguan vaskular dan jaringan penyokong

o  Diabetes gestasional

o  Systemic lupus erythematosus 

Patofisiologi 

1.  Gangguan perkembangan vaskular uterus.

Saat seorang wanita hamil, terjadi perubahan sistem vaskularisasi uterus,

oleh sebab interaksi antara allograft fetus dan maternal sehingga berefek 

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 14/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 12

kepada perubahan vaskular lokal dan sistemik. Pada pasien dengan

eklampsia, rupanya perkembangan ini terganggu.

2.  Gangguan regulasi aliran darah otak.

Hipertensi yang berat menyebabkan gangguan regulasi aliran darah ke

otak. Vasokonstriksi sebagai mekanisme kompensasi yang normal menjadi

defektif. Pembuluh-pembuluh otak melebar dengan permeabilitas

meningkat; edema otak kemudian menyebabkan iskemia dan ensefalopati.

3.  Disfungsi endotelial.

Disfungsi endotelial menyebabkan kebocoran protein dari sirkulasi

sehingga menimbulkan edema seluruh tubuh sebagai sekuelaenya. Ia juga

menyebabkan iskemia plasental dan disfungsi multiorgan.

Penanganan

Satu-satunya tindakan kuratif untuk eklampsia adalah melahirkan bayi.

Tekanan darah ibu biasanya langsung berkurang setelah bayi dilahirkan.

Meskipun demikian, resiko kejang eklampsia postpartum masih mungkin terjadi.

Antikonvulsan pilihan untuk eklampsia adalah magnesium sulfat (MgSO4).

MgSO4 biasanya diberikan bolus IV 4-6 gram kemudian dosis rumatan 2

gram/jam dalam 100 ml cairan IV dalam 15-20 menit. MgSO4 merupakan obat

yang aman untuk pasien hamil, meskipun diduga dapat menambah efek hipotensi

dari anestesi regional dan menurunkan respon vasokonstriksi.

B.  ANESTESI PADA PASIEN DENGAN EKLAMPSIA YANG

DILAKUKAN OPERASI CAESAR

Secara umum, oleh karena eklampsia merupakan kondisi di mana pasiendengan pre-eklampsia mengalami kejang, maka prinsip penatalaksanaan anestesi

pada pasien eklampsia kurang-lebih sama dengan pasien pre-eklampsia.

Untuk monitoring, dibutuhkan alat-alat rutin seperti EKG, manset tekanan

darah non-invasif, pulse oximeter, dan stetoskop. Pada pasien dengan pre-

eklampsia berat, mungkin juga perlu ditambahkan central venous catheter (CVP),

apabila terdapat indikasi: edema paru, oliguria refrakter, hipertensi resisten, dan

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 15/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 13

hipovolemia hemoragik yang membutuhkan resusitasi cairan dalam jumlah besar.1 

Penggunaan koloid dalam kasus ini masih kontroversial. Obat-obatan vasopressor

harus digunakan dengan hati-hati dan dalam dosis yang lebih kecil karena pasien-

pasien pre-eklamptik lebih sensitif terhadap obat-obatan ini.

Regional Anestesi (RA)

Apabila pasien harus menjalani operasi Caesar, maka jenis anestesi yang

paling cocok adalah regional anestesi (RA), baik epidural, spinal, ataupun CSE

(combined spinal-epidural). Teknik yang populer adalah blok epidural.

Sebelumnya, blok spinal dianggap berbahaya oleh karena resiko tinggi terjadinya

edema paru dan penurunan curah jantung. Akan tetapi semakin banyak bukti baru

yang menunjukkan bahwa anestesi spinal dan CSE pun aman bagi pasien-pasien

pre-eklampsia berat, terutama setelah ditemukannya jarum spinal ujung pensil.2 

Keuntungan blok epidural adalah tekanan darah yang terkontrol dengan lebih

baik, aliran darah renal dan uteroplasental yang lebih besar oleh karena

vasodilatasi arteriol, dan resiko kejang lebih kecil. Walaupun demikian, beberapa

sumber berpendapat bahwa perbedaan tekanan darah sebenarnya tidaklah terlalu

besar. Berikut adalah tabel yang membandingkan tekanan darah antara general

anestesi (GA), epidural blok (EDB), dan teknik CSE.

Tabel 1. Tekanan arterial sistemik selama operasi Caesar dengan general anestesi

(GA), epidural blok (EDB), dan combined spinal-epidural (CSE)3 

Tekanan arterial GA EDB CSE

Tekanan sistolik tertinggi 170 163 158

Tekanan diastolik tertinggi 108 103 102

Tekanan sistolik terendah 112 110 110

Tekanan diastolik terendah 60 59 61

Epidural blok juga telah terbukti menghasilkan kadar hormon stress

(kortikotropin, beta-endorfin, dan katekolamin) yang lebih rendah daripada GA.

Resiko GA pada pasien pre-eklampsia berat meliputi instabilitas hemodinamik 

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 16/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 14

saat induksi, intubasi, dan ekstubasi.2

Hipertensi dan takikardia yang semakin

bertambah dapat menyebabkan tekanan intrakranial ikut meningkat. Selain itu,

perlu diingat efek terhadap bayi. Bayi yang dilahirkan dengan RA biasanya lebih

alert dibandingkan dengan yang dilahirkan dengan GA.

Panduan untuk RA dalam kasus ini sama dengan panduan RA klasik:

a)  Spinal: gunakan jarum ujung pensil berukuran 25G atau yang lebih kecil,

dengan bupivacaine 0.5% dalam 1.6-2.0 ml dekstrosa, tergantung dari

tinggi dan ukuran lingkar perut pasien. Pasien yang lebih tinggi

diberikan dosis yang lebih banyak, sementara pasien yang lebih berat

diberikan lebih kecil, karena tekanan ruang spinalnya lebih tinggi.

Tinggi blok biasanya pada level T6.

b)  Epidural: kanula diposisikan di ruang L2/3 atau L3/4, dan dosis uji

standar digunakan. Dosis utama (loading dose) diberikan tahap demi

tahap untuk menaikkan tinggi blok dengan perlahan, sampai mencapai

level T6.

Untuk menambah kekuatan blok sensoris, dapat ditambahkan fentanyl dosis

10 mcg pada spinal dan dosis 50-100 mcg pada epidural.

Hipotensi yang terjadi biasanya tidak dapat ditangani hanya dengan kristaloid.

Adalah lebih baik untuk menyeimbangkan antara koloid sintetis (500 ml starch

solution) dengan kristaloid (Ringer’s lactate 1000 ml), ditambah efedrin dengan

peningkatan dosis 5 mg setiap kali. Efedrin tidak mengganggu aliran darah uterus.

General Anestesi (GA)

Meskipun teknik RA merupakan teknik yang dipilih dalam kebanyakan

operasi Caesar, terutama pada pasien-pasien sehat, teknik GA tetap dibutuhkan

dalam kasus tertentu. Beberapa indikasi untuk penggunaan GA adalah

4,5

:1.  Terdapat kontraindikasi terhadap RA, seperti perdarahan masif dan

instabilitas hemodinamik 

2.  Koagulopati dan konsumsi low molecular weight heparin (LMWH)

3.  Gawat janin

4.  Kegagalan RA intraoperatif 

5.  Penyakit jantung yang tidak dapat mentoleransi simpatektomi akut

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 17/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 15

6.  Penurunan kesadaran seperti pada eklampsia, eklampsia imminen, atau

periode post-iktal

7.  Sepsis atau kelainan anatomis pada lokasi RA yang ditentukan

8.  Penolakan pasien

Tabel berikut menyajikan perbandingan keuntungan dan kerugian relatif dari

RA dan GA4:

Tabel 2. Keuntungan dan kerugian relatif dari RA dan GA pada manajemen

pasien pre-eklampsia/eklampsia

RA GA

Keuntungan Kerugian Keuntungan Kerugian

Jalan nafas  Tidak ada

respon intubasi

 Tidak ada resiko

gagal intubasi

Tidak dapat

dikontrol

Kontrol  Respon intubasi

yang berlebihan

 Resiko gagal

intubasi

Kejang -  Tidak dapat

dikontrol

 Resiko kejang

Kontrol

Obat dan teknik Tidak perlu obat-

obatan sedatif 

 Resiko kejang

 Resiko blok 

tinggi

 Kecemasan ibu

 Depresi fetal

Onset Spinal – cepat: 5-

10 menit

Epidural – lambat:

20-30 menit

Cepat – kurang

dari 5 menit

Kontrol tekanan

darah

 Katekolamin

lebih rendah

 Lebih stabil

Resiko hipotensi Minim resiko

hipotensi

 Katekolamin ↑ 

 ↑ TD, PAWP,

CVP dg intubasi

Koagulasi Tidak ada

instrumen airway 

Resiko hematoma Menghindari

spinal hematoma

Resiko perdarahan

airway 

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 18/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 16

Resiko utama dari GA adalah kesulitan manajemen jalan nafas (airway). Yang

 juga tinggi adalah resiko aspirasi isi lambung; hanya sekitar 30 ml aspirasi asam

lambung dibutuhkan untuk terjadinya pneumonitis yang fatal (sindroma

Mendelson’s).6 Resiko aspirasi dan gagal intubasi meningkat pada GA karena

adanya perubahan anatomis dan fisiologis jalan nafas pada wanita hamil.

Perubahan fisiologis ini meliputi tekanan intraabdominal yang meningkat, sekresi

asam lambung yang meningkat, serta penurunan motilitas gaster dan intestinal.

Sementara untuk perubahan anatomis, telah dilaporkan oleh Rocke et al. (1992)

dan Birnbach (2003) bahwa faktor resiko kesulitan intubasi pada kasus obstetrik 

yang paling besar adalah jalan nafas Mallampati IV dan resesi mandibular.5,7

 

Akan tetapi, terutama pada pasien dengan eklampsia, GA memberikan kontrol

yang lebih baik atas kejang dan juga onset kerja yang lebih cepat dibandingkan

epidural blok, sehingga operasi dapat segera dilangsungkan.

Panduan untuk GA:

a)  Penilaian jalan nafas  –  edema jalan nafas tidak selalu dapat diprediksi,

tetapi adanya stridor dan/atau edema wajah dapat merupakan petunjuk.

Laserasi lidah atau mukosa pasca-kejang mungkin menjadi penyulit

intubasi; dalam kasus ini, mungkin diperlukan intubasi nasotrakeal (pasien

dalam keadaan bangun). Semakin lengkap ketersediaan alat-alat untuk 

menangani berbagai kesulitan jalan nafas (introducer , LMA, surgical

airway) maka semakin baik.

b)  Induksi.

o  Pre-oksigenasi sedikitnya 3 menit diikuti dengan agen induksi kerja

cepat: thiopentone (thiopental) 4-5 mg/kg atau etomidate 0.2 mg/kg,

dan suxamethonium 1-1.5 mg/kg.c)  Intubasi.

o  Untuk menangani respon hemodinamik terhadap laringoskopi dan

intubasi, dapat dipilih:

  Alfentanil 10 mcg/kg, diberikan sebelum suxamethonium,

melawan respon pressor dengan depresi fetal yang minimal

oleh karena waktu durasinya yang singkat.

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 19/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 17

  Magnesium sulfat, diberikan dalam dosis 40 mg/kg secara

bolus IV, memberikan efek vasodilatasi dan anti-

katekolamin, tanpa hipotensi berlebihan. Magnesium sulfat

dan alfentanil dapat dikombinasi pada kasus-kasus berat,

dengan dosis yang direndahkan (30 mg/kg + 7.5 mcg/kg).

Apabila MAP ibu tinggi ≥180 mmHg, dosis lebih tinggi

dapat diberikan (60 mg/kg + 30 mcg/kg).

  Lignocaine juga bisa digunakan namun kurang efektif 

dibandingkan alfentanil atau magnesium. Lignocaine

diberikan dalam dosis 1.5 mcg/kg secara IV 3-5 menit

sebelum induksi.

d)  Rumatan.

Pilihan gas volatil yang paling baik adalah isoflurane dosis rendah sampai

sedang (0.5-1 MAC), dikombinasikan dengan 30-50% N2O.

e)  Setelah kelahiran bayi.

o  Naikkan N2O hingga 70%.

o  Matikan (atau turunkan sampai tingkat sangat rendah) gas volatil.

o  Berikan opiat, misalnya morfin 10-15 mg, dan benzodiazepine

secara IV. Berikan juga relaksan otot non-depolarizing atau drip

succinylcholine.

o  Kosongkan lambung dengan orogastric tube.

o  Reversi dari efek relaksan otot.

f)  Ekstubasi.

o  Untuk menangani masalah kardiovaskular yang mungkin terjadi,

digunakan vasodilator beta-blocker (terutama esmolol), dapat

ditambah dengan lignocaine.

Perawatan pascaoperasi

Pasien dengan pre-eklampsia berat dan eklampsia sebaiknya menjalani

perawatan di ICU apabila:

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 20/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 18

1.  Monitoring yang invasif diperlukan oleh karena adanya edema paru atau

hipertensi resisten atau anuria;

2.  Hipertensi berat yang membutuhkan penatalaksanaan segera, terutama jika

gejala neurologis muncul;

3.  Oliguria berat atau anuria yang membutuhkan tatalaksana agresif seperti

dialisis;

4.  Kejang berulang;

5.  Kehilangan darah yang massif (dari DIC, abruption placentae, atau

perdarahan postpartum) atau kemungkinan sindroma HELLP;

6.  Sekuelae yang berat pada intraserebral (perdarahan pons, edema serebral,

iskemia koroid) atau intraabdominal (ruptur hepar, hematoma hepatik 

subkapsular).

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 21/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 19

BAB IV. DISKUSI

Pada kasus ini dilakukan operasi Caesar cito dengan GA. GA dipilih oleh

karena beberapa keuntungannya sesuai dengan tinjauan pustaka, yaitu onsetnya

yang cepat (kurang dari 5 menit), serta terkontrolnya tekanan darah dan kejang.

Selain itu, pasien telah mengalami penurunan kesadaran (GCS 8) sehingga

pemberian RA yang mengharuskan pasien berada dalam posisi tertentu menjadi

lebih sulit.

Untuk induksi, pada kasus ini diberikan propofol 150 mg. Baik propofol

maupun thiopentone dapat menembus sirkulasi plasenta dan menimbulkan efek terhadap neonatus. Studi tahun 1989

8dan 1993

9membuktikan bahwa tidak ada

perbedaan signifikan antara propofol dan thiopentone terhadap konsentrasi

katekolamin umbilikal, konsentrasi oksigen, maupun skor Apgar neonatus. Akan

tetapi, propofol mempunyai kelebihan yaitu lebih efektif meringankan respon

pressor (hipertensif) terhadap tindakan laringoskopi dan intubasi, sehingga

keduanya akan lebih mudah dilakukan.9,10

Oleh karena tidak terjadi masalah

respon intubasi maupun ekstubasi, maka pada pasien ini tidak perlu diberikan

alfentanil, lignocaine, ataupun beta-blocker. Pemberian rocuronium bromide

sebagai agen relaksan otot skeletal juga membantu prosedur ini karena ia

mencegah terjadinya spasme laring dan refleks jalan nafas atas, sehingga

memudahkan pengendalian pernafasan selama operasi.

Penggunaan isoflurane sebagai agen rumatan anestesi sudah tepat. Isoflurane

merupakan gas yang paling aman di antara gas-gas volatil lainnya. Isoflurane juga

memiliki efek analgetik yang baik apabila dikombinasikan dengan propofol yang

lebih kuat efek sedasinya. Sementara itu, pemberian vitamin K3 adalah untuk 

mengurangi perdarahan dan mempercepat penyembuhan.

Oleh karena kasus eklampsia biasanya berimbas terhadap janin, maka sangat

disarankan monitoring ketat kondisi janin selama operasi.

Monitoring pasien eklampsia postpartum amat penting. Biasanya  follow up 

dilakukan 1-2 minggu setelah melahirkan untuk mengevaluasi tekanan darah dan

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 22/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 20

defisit residual dari kejang eklampsia tersebut. Pasien dengan hipertensi persisten

di atas 8 minggu masa nifas, atau dengan defisit neurologis, mungkin perlu

dirujuk.

Al-Safi et al.11 mengusulkan bahwa minggu pertama setelah kelahiran bayi

adalah yang paling beresiko terhadap terjadinya eklampsia postpartum. Edukasi

pasien mengenai kemungkinan ini sangat penting, tanpa mempedulikan apakah

pasien tersebut mempunyai hipertensi sebelum dipulangkan.

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 23/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 21

DAFTAR PUSTAKA 

1.  Langer R, Ruskin KJ. Anesthetic management of the pre-eclamptic patient.

The Global Textbook of Anesthesiology [Online]. [cited 2011 Des 26].

Diunduh dari: http://anestit.unipa.it/gta/ 

2.  Gatt SP, Elliott D. Preeclampsia and eclampsia. Dalam: Datta S, ed.

Anesthetic and obstetric management of high-risk pregnancy. 3rd

ed. New

York: Springer-Verlag, 2004.

3.  Wallace DH, Leveno KJ, Cunningham FG, et al. Randomised comparison of 

general & regiona anesthesia for caesarean delivery in pregnancies

complicated by severe PE. Obstet Gynecol 1995;86:2.

4.  James MFM. The role of the anaesthetist in the management of pre-eclampsia.

Update in Anesthesia 1998;9(4).

5.  Birnbach DJ. General anesthesia for Cesarean section  –  who needs it?.European Society of Anaesthesiologists. Dalam: Euroanesthesia 2003  –  

Glasgow. Diunduh dari: http://www.euroanesthesia.org

6.  Collins C, Gurung A. Anesthesia for Caesarean section. Update in Anesthesia

1998;9(3).

7.  Rocke DA, Murray WB, Rout CC, Gouwns E. Relative risk analysis of factors

associated with difficult intubation in obstetric anesthesia. Anesthesiology

1992;88:63-6.

8.  Moore J, Bill KM, Flynn RJ, McKeating KT, Howard PJ. A comparison

between propofol and thiopentone as induction agents in obstetric anaesthesia.

Anaesthesia 1989;44(9):753-7.

5/17/2018 Anestesi-lapkas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/anestesi-lapkas 24/24

Laporan Kasus “Tatalaksana Anestesi pada Pasien dengan Eklampsia 

 yang Dilakukan Operasi Caesar ”  

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Hlm. 22

9.  Gin T, O’Meara ME, Kan AF, Leung RKW, Tan P, Yau G. Plasma

catecholamines and neonatal condition after induction of anesthesia with

propofol or thiopentone at Caesarean section. Br J Anaesth 1993;70(3):311-6.

10. Kuczkowski KM. Anesthesia for fetal intrapartum OOPS. J Anesth

2007;21:243-51.

11. Al-Safi Z, Imudia AN, Filetti LC, et al. Delayed postpartum preeclampsia and

eclampsia: demographics, clinical course, and complications. Obstet Gynecol.

Nov 2011;118(5):1102-7.