anesteshia umum kelas g 2009
TRANSCRIPT
Makalah Farmakologi Klinis Obat Khusus
FARMAKOLOGI KLINIK OBAT-OBAT ANESTESI UMUM
Dosen Pengampu : Vitarani Dwi Ananda Ningrum
Disusun Oleh :
Kelompok 6
Bagus Syaputra 08613124
Rahmawati Martha Sari 09613157
Ajeng Dwi Ratna 09613186
Muhammad Ranggawan 09613216
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anesthesia merupakan suatu obat yang digunakan dengan tujuan untuk
menghilang rasa sakit atau nyeri pada pasien yang digunakan sebelum dan sesudah
operasi atau pembedahan1. Pada pembedahan digunakan anesthesia dengan maksud
untuk mencapai keadaan tidak sadarkan diri, memblokir rangsangan nyeri, refleks
dan pelemasan otot2.
Ada dua jenis anestesia berdasarkan tempat kerjanya yaitu anestetik umum dan
anestetik lokal. Yang dimaksud dengan anesthesia umum adalah obat yang
digunakan untuk menghilangkan rasa terhadap semua rangsang pada bagian semua
tubuh. Sedangkan anasthesia lokal adalah obat yang menghilangkan sensasi (dan
dalam konsentrasi tinggi, aktifitas motor) pada daerah tubuh terbatas tanpa
menghasilkan kesadaran Anestesi umum terutama diberikan melalui inhalasi dan
injeksi intravena (IV)1,3.
Anesthesia umum dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan cara
pemberiannya anesthesia inhalasi dan anesthesia intravena. Anesthesia inhalsi
adalah obat-obat yang diberikan dalam bentuk uap melalui saluran pernafasan.
Sedangkan anesthesia intravena adalah obat anestesia yang diberikan melalui jalur
intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau anlgetik maupun pelumpuh total2.
B. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Farmakologi Klinis
Obat Khus dan supaya bias mengenalkan kepada mahasiswa farmasi khususnya
sebagai pengetahuan tentang obat-obat anestesi yang sering digunakan di Indonesia.
BAB II
ISI
A. Anesthesia Inhalasi
Anesthesia inhalasi dapat menimbulkan masalah yaitu pada batas keamanannya
yang rendah karena indeks terapi (LD50/ED50) berkisar dari 2 - 4, sehingga termasuk
obat yang paling berbahaya dalam penggunaan klinis. Pemilihan suatu anestetik
inhalasi sering berdasarkan pada patofisiologi pasien dengan efek samping obat.
Anesthesia inhalasi akan menghasilkan induksi anesthesia yang cepat dengan
pemulihan yang cepat pula setelah dihentikan. Anesthesia inhalasi terdistribusi di
antara jaringan sedemikian sehingga kesetimbangan tercapai ketika tekanan parsial
gas anesthesia sama pada kedua jaringan4.
Kuat tidaknya anestesi tergantung pada konsentrasi anestesi pada sistem saraf
pusat, yang secara langsung bergantung juga pada profil farmakokinetik obat yang
akan mempengaruhi penyerapan dan distribusi dari obat anestesi tersebut. Waktu
tersebut menentukan perbedaan kecepatan transfer anestetik inhalasi dari paru ke
darah dan dari darah ke otak5.
Konsentrasi anestesi di otak tergantung pada sifat kelarutan anestesi, konsentrasi
gas yang terinspirasi, kecepatan ventilasi paru, aliran darah paru dan gradient
tekanan parsiel anestesi. Ketika obat dengan kelarutan (dinitrogen oksida) berdifusi
dari paru-paru ke dalam darah arteri, dibutuhkan jumlah yang relative sedikit untuk
mensaturasi darah, dan kemudian tekanan arteri meningkat dengan cepat.
Sedangkan obat yang kelarutannya tinggi membutuhkan larutan dengan anestesik
yang jauh lebih banyak sebelum tekanan arteri mendekati tekanan gas yang
diinspirasi, sehingga induksinya lambat5.
Salah satu faktor yang paling penting dalam mengatur kecepatan pemuliahan
adalah koefisien partisi darah/gas. Faktor lain adalah aliran darah paru, besarnya
ventilasi dan kelarutan anestesi di jaringan. Inhalasi anestesi yang relative tidak larut
dalam darah dieliminasi lebih cepat daripada anestesi yang larut dalam darah. Oleh
karena itu “washout” dari NO2, desflurane, dan sevoflurane lebih cepat dari pada
halotan dan isofluran. Akumulasi anestesi dapat terjadi pada jaringan, termasuk otot,
kulit, dan lemak terutama pada pasien obesitas dan tekanan darah dapat menurun
akibat eliminasi anestesi dari jaringan. Dalam hal tingkat metabolism anestesi
inhalasi , maka dapat disimpulkan metoksifluran > halotan > enfluran > sevofluran
> isofluran > desfluran > nitrous oxide5.
Mekanisme Aksi
Meskipun mekanisme aksi anestetik inhalasi masih belum diketahui secara pasti,
para ahli mengasumsikan bahwa efek anestesia diperoleh dari konsentrasi terapetik
di sistem saraf pusat.Namun pada decade terakhir diketahui target molekul obat
anestesi umum adalah reseptor GABAA tergandeng kanal Cl, yang merupakan
mediator utama transmisi sinaptik. Anestesi inhalasi menfasilitasi reseptor GABAA.
Reseptor ini peka terhadap konsentrasi anestesi yang relevan secara klinis dan
menunjukkan efek streospesifik pada kasus obat enansiomer5
Berikut ini merupakan perbedaan jenis anesthesia inhalasi ;
Anestesi Koefisien
partisi
darah/gas
Koefisien
partisi
otak/darah
Minimal
Alveolar
Conc (MAC)
(%)2
Metaboli
sme
Keterangan
Nitrous
oxida
0,47 1,1 >100 - Anestesi Incomplete,
onset dan pemulihan
cepat
Desflurane 0,42 1,3 6-7 <0,05% Volatilitas rendah,
pemulihan cepat
Sevoflurane 0,69 1,7 2 2-5%
(fluoride
)
Onset dan pemulihan
yang cepat
Isoflurane 1,40 2,6 1,4 <2% Onset dan pemulihan
sedang(medium)
Enflurane 1,80 1,4 1,7 8% Onset dan pemulihan
sedang(medium)
Halothane 2,30 2,9 0,75 >40% Onset dan pemulihan
sedang (medium)
Methoxyflur
ane
12 2,0 0,16 >70%
(fluoride
)
Onset dan pemulihan
lambat
Dibawah ini merupakan jenis-jenis anesthesia inhalasi yang beredar di Indonesia
:
1. Nitrous Oksida (N2O)
Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih berat dari
udara, serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika dikombinasikan dengan
zat anestetik yang mudah terbakar seperti eter). Gas ini dapat disimpan dalam
bentuk cair dalam tekanan tertentu, serta relatif lebih murah dibanding agen
anestetik inhalasi lain6.
Dosis 20% untuk analgesik, 30-80% untuk sedasi dan pada 50% digunakan
untuk anestesi dokter gigi. Selain itu sering digunakan dengan konsentrasi sekitar
50% untuk memberikan analgesia dan sedasi pada pasien dokter gigi yang rawat
jalan serta tidak dapat digunakan pada konsentrasi di atas 80%, karena hal ini
membatasi penghantaran jumlah oksigen yang memadai7.
Efek terhadap Sistem Organ
a. Efek terhadap kardiovaskular
Dapat dijelaskan melalui tendensinya dalam menstimulasi sistem simpatis.
Meski secara in vitro gas ini mendepresikan kontraktilitas otot jantung, namun
secara in vivo tekanan darah arteri, curah jantung, serta frekuensi nadi tidak
mengalami perubahan atau hanya terjadi sedikit peningkatan karena adanya
stimulasi katekolamin, sehingga peredaran darah tidak terganggu (kecuali pada
pasien dengan penyakit jantung koroner atau hipovolemik berat)6.
b. Efek terhadap respirasi
Peningkatan laju napas (takipnea) dan penurunan volume tidal akibat
stimulasi Sistem Saraf Pusat (SSP). N2O dapat menyebabkan berkurangnya
respons pernapasan terhadap CO2 meski hanya diberikan dalam jumlah kecil,
sehingga dapat berdampak serius di ruang pemulihan (pasien jadi lebih lama
dalam keadaan tidak sadar)6.
c. Efek terhadap SSP
Peningkatan aliran darah serebral yang berakibat pada sedikit peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). N2O juga meningkatkan konsumsi oksigen serebral.
Efek terhadap neuromuskular tidak seperti agen anestetik inhalasi lain, di mana
N2O tidak menghasilkan efek relaksasi otot, malah dalam konsentrasi tinggi
pada ruangan hiperbarik, N2O menyebabkan rigiditas otot skeletal6.
d. Efek terhadap ginjal
Penurunan aliran darah renal (dengan meningkatkan resistensi vaskular renal)
yang berujung pada penurunan laju filtrasi glomerulus dan jumlah urin. Efek
terhadap hepar adalah penurunan aliran darah hepatik (namun dalam jumlah
yang lebih ringan dibandingkan dengan agen inhalasi lain). Efek terhadap
gastrointestinal adalah adalanya mual muntah pascaoperasi, yang diduga akibat
aktivasi dari chemoreceptor trigger zone dan pusat muntah di medula. Efek ini
dapat muncul pada anestesi yang lama6.
Biotransformasi dan Toksisitas
N2O sukar larut dalam darah, dan merupakan anestetik yang kurang kuat
sehingga kini hanya dipakai sebagai adjuvan atau pembawa anestetik inhalasi lain
karena kesukarlarutannya ini berguna dalam meningkatkan tekanan parsial
sehingga induksi dapat lebih cepat (setelah induksi dicapai, tekanan parsial
diturunkan untuk mempertahankan anestesia). Dengan perbandingan N2O:O2 =
85:15, induksi cepat dicapai tapi tidak boleh terlalu lama karena bisa
mengakibatkan hipoksia (bisa dicegah dengan pemberian O2 100% setelah N2O
dihentikan). Efek relaksasi otot yang dihasilkan kurang baik sehingga dibutuhkan
obat pelumpuh otot. N2O dieksresikan dalam bentuk utuh melalui paru-[aru dan
sebagian kecil melalui kulit6.
Dengan secara ireversibel mengoksidasi atom kobalt pada vitamin B12, N2O
menginhibisi enzim yang tergantung pada vitamin B12, seperti metionin sintetase
yang penting untuk pembentukan myelin, serta thimidilar sintetase yang penting
untuk sintesis DNA. Pemberian yang lama dari gas ini akan menghasilkan depresi
sumsum tulang (anemia megaloblastik) bahkan defisiensi neurologis (neuropati
perifer). Oleh karena efek teratogeniknya, N2O tidak diberikan untuk pasien yang
sedang hamil (terbukti pada hewan coba, belum diketahui efeknya pada manusia)6.
Interaksi Obat
Kombinasinya dengan agen anestetik inhalasi lain dapat menurunkan MAC
agen inhalasi tersebut sampai 50%, contohnya halotan dari 0,75% menjadi 0,29%
atau enfluran dari 1,68% menjadi 0,6%6.
2. Halotan
Merupakan alkana terhalogenisasi dengan ikatan karbon-florida sehingga
bersifat tidak mudah terbakar atau meledak (meski dicampur oksigen). Halotan
berbentuk cairan tidak berwarna dan berbau enak. Botol berwarna amber dan
pengawet timol berguna untuk menghambat dekomposisi oksidatif spontan. Halotan
merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, di mana induksi dan tahapan
anestesia dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah anestetik
dihentikan. Gas ini merupakan agen anestestik inhalasi paling murah, dan karena
keamanannya hingga kini tetap digunakan di dunia6.
Dosis untuk induksi halotan diberikan dengan kadar 1-4 % dalam campuran
dengan oksigen atau N2O sedangkan untuk dosis penunjang 0,5-2 %6. Untuk
pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara 1,0 – 2,5 %
sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1,0% 8.
Sediaan : cairan 125, 250 ml untuk inhalasi (generik, Flouthane)Efek enestesia
halotan berkurang jika dikombinasi dengan dinitrogen monoksida. Halotan masih
digunakan untuk induksi anestesi pada anak-anak karena efek sampingnya pada
anak-anak lebih kecil. Efek samping halotan pada kardiovaskular yaitu terjadi
penurunan tekanan darah arteri yang tergantung dosis pada kisaran 20% sampai
50% akibat depresi miokardial langsung yang menyebabkan berkurangnya curah
jantung. Efek pada sistem pernapasan yaitu terjadi pernapasan spontan yang cepat
dan pendek. Pada sistem saraf halotan dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan
mengurangi auto regulasi aliran darah serebral. Pada jaringan otot menyebabkan
relaksasi otot rangka melalui efek depresan pusatnya4.
Efek terhadap Sistem Organ
2 MAC dari halotan menghasilkan 50% penurunan tekanan darah dan curah
jantung. Halotan dapat secara langsung menghambat otot jantung dan otot polos
pembuluh darah serta menurunkan aktivitas saraf simpatis. Penurunan tekanan
darah terjadi akibat depresi langsung pada miokard dan penghambatan refleks
baroreseptor terhadap hipotensi, meski respons simpatoadrenal tidak dihambat oleh
halotan (sehingga peningkatan PCO2 atau rangsangan pembedahan tetap memicu
respons simpatis). Makin dalam anestesia, makin jelas turunnya kontraksi miokard,
curah jantung, tekanan darah, dan resistensi perifer. Efek bradikardi disebabkan
aktivitas vagal yang meningkat. Automatisitas miokard akibat halotan diperkuat
oleh pemberian agonis adrenergik (epinefrin) yang menyebabkan aritmia jantung.
Efek vasodilatasi yang dihasilkan pada pembuluh darah otot rangka dan otak dapat
meningkatkan aliran darah6.
Efek terhadap respirasi adalah pernapasan cepat dan dangkal. Peningkatan
laju napas ini tidak cukup untuk mengimbangi penurunan volume tidal, sehingga
ventilasi alveolar turun dan PaCO2. Depresi napas ini diduga akibat depresi medula
(sentral) dan disfungsi otot interkostal (perifer). Halotan diduga juga sebagai
bronkodilator poten, di mana dapat mencegah bronkospasme pada asma,
menghambat salivasi dan fungsi mukosiliar, dengan relaksasi otot maseter yang
cukup baik (sehingga intubasi mudah dilakukan), namun dapat mengakibatkan
hipoksia pascaoperasi dan atelektasis. Efek bronkodilatasi ini bahkan tidak
dihambat oleh propanolol6.
Dengan mendilatasi pembuluh darah serebral, halotan menurunkan resistensi
vaskular serebral dan meningkatkan aliran darah otak, sehingga ICP meningkat,
namun aktivitas serebrum berkurang (gambaran EEG melambat dan kebutuhan O2
yang berkurang). Efek terhadap neuromuskular adalah relaksasi otot skeletal dan
meningkatkan kemampuan agen pelumpuh otot nondepolarisasi, serta memicu
hipertermia malignan6.
Efek terhadap ginjal adalah menurunkan aliran darah renal, laju filtrasi
glomerulus, dan jumlah urin, semua ini diakibatkan oleh penurunan tekanan darah
arteri dan curah jantung. Efek terhadap hati adalah penurunan aliran darah hepatik,
bahkan dapat menyebabkan vasospasme arteri hepatik. Selain itu, metabolisme dan
klirens dari beberapa obat (fentanil, fenitoin, verapamil) jadi terganggu6.
Biotransformasi dan Toksisitas
Eksresi halotan utamanya melalui paru, hanya 20% yang dimetabolisme
dalam tubuh untuk dibuang melalui urin dalam bentuk asam trifluoroasetat,
trifluoroetanol, dan bromida. Halotan dioksidasi di hati oleh isozim sitokrom P-450
menjadi metabolit utamanya, asam trifluoroasetat. Metabolisme ini dapat dihambat
dengan pemberian disulfiram. Bromida, metabolit oksidatif lain, diduga menjadi
penyebab perubahan status mental pascaanestesi. Disfungsi hepatik pascaoperasi
dapat disebabkan oleh: hepatitis viral, perfusi hepatik yang terganggu, penyakit hati
yang mendasari, hipoksia hepatosit, dan sebagainya. Penggunaan berulang dari
halotan dapat menyebabkan nekrosis hati sentrolobular dengan gejala anoreksia,
mual muntah, kadang kemerahan pada kulit disertai eosinofilia6.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Halotan dikontraindikasikan pada pasien dengan disfungsi hati, atau pernah
mendapat halotan sebelumnya. Halotan sebaiknya digunakan secara hati-hati pada
pasien dengan massa intrakranial (kemungkinan adanya peningkatan TIK). Efek
depresi miokard oleh halotan dapat dieksaserbasi oleh agen penghambat adrenergik
(seperti propanolol) dan agen penghambat kanal ion kalsium (seperti verapamil).
Penggunaannya bersama dengan antidepresan dan inhibitor monoamin oksidase
(MAO-I) dihubungkan dengan fluktuasi tekanan darah dan aritmia. Kombinasi
halotan dan aminofilin berakibat aritmia ventrikel6.
3. Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Memiliki struktur kimia
yang mirip dengan enfluran, isofluran berbeda secara farmakologis dengan enfluran.
Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan
pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam
kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat intravena untuk
mempercepat induksi. Tanda untuk mengamati kedalaman anestesia adalah
penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan frekuensi
denyut jantung6.
Induksi anestesia dapat tercapai kurang dari 10menit dengan konsentrasi
isofluran yang terhirup adalah 3% dalam oksigen, konsentrasi ini berkurang menjadi
1,5% sampai 2,5% untuk memperthannkan anestesia. Hanya 0,2% dasi dosis yang
dimetabolisme sehingga tidak menyebabkan hepatotoksik9.
Efek terhadap Sistem Organ
Secara in vivo, isofluran menyebabkan depresi kardiak minimal, curah jantung
dijaga dengan peningkatan frekuensi nadi. Stimulasi adrenergik meningkatkan aliran
darah otot, menurunkan resistensi vaskular sistemik,dan menurunkan tekanan darah
arteri (karena vasodilatasi). Dilatasi juga terjadi pada pembuluh darah koroner
sehingga dipandang lebih aman untuk pasien dengan penyakit jantung (dibanding
halotan atau enfluran), namun ternyata dapat menyebabkan iskemia miokard akibat
coronary steal (pemindahan aliran darah dari area dengan perfusi buruk ke area yang
perfusinya baik)6.
Efek terhadap respirasi serupa dengan semua agen anestetik inhalasi lain, yakni
depresi napas dan menekan respons ventilasi terhadap hipoksia, selain itu juga
berperan sebagai bronkodilator. Isofluran juga memicu refleks saluran napas yang
menyebabkan hipersekresi, batuk, dan spasme laring yang lebih kuat dibanding
enfluran. Isofluran juga mengganggu fungsi mukosilia sehingga dengan anestesi
lama dapat menyebabkan penumpukan mukus di saluran napas6.
Efek terhadap SSP adalah saat konsentrasi lebih besar dari 1 MAC, isofluran
dapat meningkatkan TIK, namun menurunkan kebutuhan oksigen. Efek terhadap
neuromuskular adalah merelaksasi otot skeletal serta meningkatkan efek pelumpuh
otot depolarisasi maupun nondepolarisasi lebih baik dibandingkan enfluran. Efek
terhadap ginjal adalah menurunkan aliran darah renal, laju filtrasi glomerulus, dan
jumlah urin. Efek terhadap hati adalah menurunkan aliran darah hepatik total (arteri
hepatik dan vena porta), fungsi hati tidak terganggu6.
Biotransformasi dan Toksisitas
Isofluran dimetabolisme menjadi asam trifluoroasetat, dan meski kadar fluorida
serum meningkat, kadarnya masih di bawah batas yang merusak sel. Belum pernah
dilaporkan adanya gangguan fungsi ginjal dan hati sesudah penggunaan isofluran.
Penggunaannya tidak dianjurkan untuk wanita hamil karena dapat merelaksasi otot
polos uterus (perdarahan persalinan). Penurunan kewaspadaan mental terjadi 2-3
jam sesudah anestesia, tapi tidak terjadi mual muntah pascaoperasi6.
4. Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat
absorben dan tidak korosif untuk logam. Karena sukar menguap, dibutuhkan
vaporiser khusus untuk desfluran. Dengan struktur yang mirip isofluran, hanya saja
atom klorin pada isofluran diganti oleh fluorin pada desfluran, sehingga kelarutan
desfluran lebih rendah (mendekati N2O) dengan potensi yang juga lebih rendah
sehingga memberikan induksi dan pemulihan yang lebih cepat dibandingkan
isofluran (5-10 menit setelah obat dihentikan, pasien sudah respons terhadap
rangsang verbal). Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat atau
bedah rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme
laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi. Desfluran bersifat ¼
kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali lebih poten
dibanding N2O6
Dosis yang diperlukan sekitar 6% - 8%. Dosis rendah diberikan dengan
kombinasi dinitrogen monoksida atau opioid4.
Efek terhadap Sistem Organ
Efek terhadap kardiovaskular desfluran mirip dengan isofluran, hanya saja
tidak seperti isofluran, desfluran tidak meningkatkan aliran darah arteri koroner.
Efek terhadap respirasi adalah penurunan volume tidak dan peningkatan laju napas.
Secara keseluruhan terdapat penurunan ventilasi alveolar sehingga terjadi
peningkatan PaCO2. Efek terhadap SSP adalah vasodilatasi pembuluh darah
serebral, sehingga terjadi peningkatan TIK, serta penurunan konsumsi oksigen oleh
otak. Tidak ada laporan nefrotoksik akibat desfluran, begitu juga dengan fungsi
hati6.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Desfluran memiliki kontraindikasi berupa hipovolemik berat, hipertermia
malignan, dan hipertensi intrakranial. Desfluran juga dapat meningkatkan kerja
obat pelumpuh otot nondepolarisasi sama halnya seperti isofluran6.
5. Sevofluran
Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin.
Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat
untuk induksi inhalasi yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa.
Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat
dicapai dalam 1-3 menit56.
Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-5,0%
bersama-sama dengan N2O. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan,
konsentrasinya berkisar antara 2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar
anatara 0,5%-1%7,8.
Efek samping Sevofluran dapat menyebabkan Malignant hypertemia (MH),
walaupun masih sangat jarang terjadi. Efek samping lainnya adalah kejang dan
gerakan distonik, dan reaksi alergi seperti rash, urticaria, pruritis, bronchospasm,
eyelid edema, reaksi anafilaksis10.
Efek terhadap Sistem Organ
Sevofluran dapat menurunkan kontraktilitas miokard, namun bersifat ringan.
Resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah arterial secara ringan juga
mengalami penurunan, namun lebih sedikit dibandingkan isofluran atau desfluran.
Belum ada laporan mengenai coronary steal oleh karena sevofluran. Agen inhalasi
ini dapat mengakibatkan depresi napas, serta bersifat bronkodilator. Efek terhadap
SSP adalah peningkatan TIK, meski beberapa riset menunjukkan adanya penurunan
aliran darah serebral. Kebutuhan otak akan oksigen juga mengalami penurunan.
Efeknya terhadap neuromuskular adalah relaksasi otot yang adekuat sehingga
membantu dilakukannya intubasi pada anak setelah induksi inhalasi. Terhadap
ginjal, sevofluran menurunkan aliran darah renal dalam jumlah sedikit, sedangkan
terhadap hati, sevofluran menurunkan aliran vena porta tapi meningkatkan aliran
arteri hepatik, sehingga menjaga aliran darah dan oksigen untuk hati6.
Biotransformasi dan Toksisitas
Enzim P-450 memetabolisme sevofluran. Soda lime dapat mendegradasi
sevofluran menjadi produk akhir yang nefrotoksik. Meski kebanyakan riset tidak
menghubungkan sevofluran dengan gangguan fungsi ginjal pascaoperasi, beberapa
ahli tidak menyarankan pemberian sevofluran pada pasien dengan disfungsi ginjal.
Sevofluran juga dapat didegradasi menjadi hidrogen fluorida oleh logam pada
peralatan pabrik, proses pemaketannya dalam botol kaca, dan faktor lingkungan, di
mana hidrogen fluorida ini dapat menyebabkan luka bakar akibat asam jika
terkontak dengan mukosa respiratori. Untuk meminimalisasi hal ini, ditambahkan
air dalam proses pengolahan sevofluran dan pemaketannya menggunakan kontainer
plastik khusus6.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Sevofluran dikontraindikasikan pada hipovolemik berat, hipertermia maligna,
dan hipertensi intrakranial. Sevofluran juga sama seperti agen anestetik inhalasi
lainnya, dapat meningkatkan kerja pelumpuh otot6.
6. Methoxyflurane
Pada Makalah ini pembahasan terkait methoxyflurane tidak dijelaskan, karena
informasi mengenai obat ini tidak didapatkan, namun perlu diketahui penggunaan
methoxyflurane sebagai anestesi inhalasi mulai ditinggalkan karena efek
toksisitasnya yang tinggi juga pada beberapa kasus terakhir menimbulkan penyakit
hepatitis pada penggunaan methoxyflurane walaupun digunakan dalam dosis
subanestesi Pada penelitian lain juga diketahui bahwa methoxyflurane dapat
menyebabkan ketoksikan pada ginjal, oleh karena itu pada masa sekarang obat ini
mulai ditinggalkan.
Bentuk sediaan yang ada di Indonesia
Nama obat Bentuk sediaan
Halotan
Halotane-M&B (Dexa Medica) Lar 250 ml
Isofluran
Aerrane (Kalbe Farma)
Isoflurane Dexa Medica (Dexa Medica)
Terrel (Fahrenheit)
Inhalan 100% x 250 ml
Lar inhalasi 250 ml
Botol 100ml x 1250 ml
Ketamin
Anesject (Danpac Pharma)
Ivanes (Ikapharmindo)
Ketalar (Pfizer)
Vial 100mg/ml x10ml
Vial 500mg/10ml; 1000mg/10ml
Vial 50mg/ml x10ml; 100 mg/ml x 10ml
KTM (Guardian Pharmatama) Vial 100mg/ml x 10 ml
Enfluran
Compound 347(Fahrenheit) Botol 250 ml
Desfluran
Suprane (Kalbe Farma) Lar 100%x 240ml
Sevoflurane
Sevorane (Abbott)
Sojourn (Fahrenheit)
Lar 250 ml
Botol 250 ml
Propofol
Diprivan (AstraZeneca)
Recofol (Dexa Medica/Leiras)
Safol (Novell Pharma)
Amp 1% x 20 ml; vial 1% 50 ml; pre-
filled syringe 1% x 50 ml
Amp 10 mg/ml x20 ml; 20 mg/ml x 50 ml
Amp 10 mg/ml x 20 ml 12
B. Anesthesia Intravena
Dalam 2 dekade terakhir penggunaan anestesi intravena meningkat pada
penggunaan tunggal maupun sebagai tambahan pada pemakaian anestesi inhalasi.
Anestesi intravena tidak memerlukan peralatan vaporize khusus maupun peralatan
mahal. Anestesi intravena juga memiliki onset yang lebih cepat dibandingkan
dengan anestesi inhalasi. Pemulihannnya juga lebih cepat dibandingkan anestesi
inhalasi5.
Profil Farmakokinetik anestesi intravena yang berada di Indonesia :
Obat Induksi dan pemulihan keterangan
Ketamine Onset dan pemulihan cepat Stimulasi kardiovaskular,
meningkatkan aliran darah
cerebral
Propofol Onset dan pemulihan Cepat Penggunaan pada induksi dan
untuk maintance, hipotensi,
dan berguna untuk antiemetic
Tiopental Onset Cepat dan pemulihan
cepat (bolus dose)
Agen induksi standar, depresi
kardiovaskular, menghindari
Pemulihan lambat dengan
infuse
prophyrias5.
Berikut ini merupakan penjelasan dari jenis anesthesia intravena yang berada di Indonesia13,14
No Keterangan Thiophental Ketamin Propofol
1. Indikasi Induksi dan maintance
anestesia. Untuk operasi
singkat (15 menit atau
kurang), sebagai tambahan
anestesi local, komponen
hipnotik dari
keseimbangan anesthesia.
Seizure.
Pemeliharaan pada kejang
dengan berbagai etiologi
(refraktori tonic-clonic
status epileptikus).
Peningkatan tekanan
intracranial. Meningkatkan
tekanan intakranial ( yang
dihubungkan dengan bedah
syaraf) serta
Narcosynthesis dan
narcoanalysis.
On label : induksi dan
maintence anestesia umum
Off label : analgesia dan
sedasi.
On label : Induksi
anestesia dan maintence
anestesia
Off label : antiemetic
pascaoperasi, sedasi
menengah
2. Dosis Induksi anestesia
- Infant 5-8 mg/kg
- Anak 1-12 tahun 5-
6 mg/kg
Kombinasi dengan
antikolonergik untuk
mengurangi hipersaliva
Anak (titrasi dosis jika
Induksi IV
- Anak 3-16
tahun2,5-3,5
mg/kg lebih dari
- Dewasa 3-5mg/lg
Maintenance anestesia
- Anak 1mg/kg jika
dibutuhkan
- Dewasa 25-
100mg/kg jika
dibutuhkan
Peningkatan tekanan
intracranial: anak dan
dewasa 1,5-5mg/kg
/dose, diulangi jika
perlu untuk mengontrol
tekanan intracranial.
Seizure
- Anak
2-3mg/kg/dose,
ulangi jika
dibutuhkan
- Dewasa 75-
250mg/kg/dose
ulangi jika
dibutuhkan
diperlukan)
- Oral : sedasi 6-
10mg/kg untuk
1dosis (campurkan
dalam 0,2-0,3
ml/kg cola atau
minuman) berikan
30menit sebelum
operasi.
- I.M : sedasi atau
analgesia
4-5mg/kg/dosis
- I.V : sedasi atau
analgesia
1-2mg/kg/dosis
- I.V infuse
berulang : sedasi 5-
20mcg/kg/menit
Anak ≥ 16 tahun dan
dewasa
- Induksi anestesia
o I.M : 6,5-
13mg/kg. Dosis
lazim untuk
menghasilkan
anestesia
selama 12-25
menit : 10
mg/kg
o I.V : 1-4,5
mg/kg. Dosis
lazim untuk
20-30 detik
- Dewasa 2-
2,5mg/kg
- Lansia 1-
1,5mg/kg
- Anestesia
jantung 0,5-1,5
mg/kg
Maintence anestesia
infuse
- Anak 2bulan -15
tahun. Inisial
dosis 200-
300mcg/kg/meni
t, setelah 30
menit jika tidak
ada tidak ada
tanda-tanda
klinik maka
turunkan
kecepatan infuse,
125-150mcg/kg/
menit. Anak
berumur kurang
dari 5 tahun
membutuhkan
kecepatan infuse
yang lebih besar
daripada anak
yang lebih tua.
- Dewasa
≤55tahun. Inisial
menghasilkan
anestesia
selama 5-10
menit :2mg/kg
o I.V infus : 1-
2mg/kg
- Maintence anestesia
: setengah sampai
utuh dosis
supplemental untuk
induksi anestesia,
atau dengan infus
berulang 0,1-
5mg/menit
dosisnya 100-
200mcg/kg/meni
t selama 10-15
menit
- Lansia 50-
100mcg/kg/meni
t
3. Farmakokin
etik
Onset IV 30-60 detik
Durasi 5-30 menit
Vd -1,6 L/kg
Protein binding 72%-82%
metabolism nya di hati
dalam bentuk inaktiv,
terbentuk pentobarbital
T1/2 2-11,5 jam
Onset : IV 30 detik, IM 3-4
menit
Durasi : IV 5-10 menit IM
12-25 menit
Metabolism : dihati melalui
hidroksilasi dan N-
demetilasi
Half life: alpha 10-15
menit beta 2,5 jam
Eksresi : urin
Mekanisme aksi :
Bekerja langsung pada
system korteks dan limbic.
Menghasilkan cataleptic-
like state. Melepaskan
ketekolamin endogen
( efineprin, norefineprin)
Onset : 9-51 detik
Durasi 3-10 menit
Distribusi : Vd 2-10L/kg
Ikatan dengan protein
97%-99%
Metabolism : di hepar
Half life : biphasic 40
menit, terminal 4-7jam
Eksresi : urin
yang menjaga tekanan
darah dan denyut jantung
4. ADRs Efek kardiovaskular :
bradikardia, hipotensi,
syncope
CNS : mengantuk,
depresi, bingung,
somnolence, agitasi,
hiperkinesia, ataksia,
sakit kepala, insomnia,
halusinasi, cemas.
Dermatologi : Rash,
Stevens-Johnson
sindrom
GI : nausea, vomit,
konstipasi
Hematologi :
agranulositosis,
megaloblastik anemia
Renal : oligoria
Respiratori :
laryospasm, apnea,
hipoventilasi, bersin,
batuk dan
bronkospasme
Efek kardiovaskular :
bradikardia, hipotensi,
aritmia
CNS : tekanan CSF
meningkat
Dermatologi : erithema,
rash
GI : anoreksia, nausea,
vomit
Lokal : nyeri pada tempat
injeksi
Pernafasan : apnea, depresi
pernafasan
Lebih dari 10%
- Kardiovaskular :
hipotensi
- CNS :
pergerakan
- Local : nyeri
- Pernafasan :
apnea
1%-10%
- Kardiovaskular :
hipertensi,
aritmia,
bradikardi,
kardiak output
menurun.
- Dermatologi :
pruritis, rash
- Endokrin dan
metabolism :
hipertrigliserida
- Kurang dari 1% :
agitasi,
anafilaksi,
anafilaktoid
reaksi, batuk,
pusing
Pada Journal Anaesthesiol Clin Pharmacol “ Comparison of total intraveneous
anesthesia using propofol and inhalation anesthesia using isoflurane for controlled
hypotension in functional endoscopy sinus surgery” dilakukan penelitian terkait
perbandingan efek untuk mengontrol hipotensi pada operasi sinus dengan endoskopi
antara anestesi intravena (Propofol) dengan anestesi inhalasi (Isoflurane). Pada
penelitian ini disimpulkan bahwa penggunaan propofol dan isoflurane sama-sama
memiliki efektifitas (aksi anestesi) yang baik pada pasien yang dioperasi, namun
anestesi intravena total dengan propofol tidak memberikan keuntungan yang signifikan
dari pada isoflurane dalam hal kondisi pasien dan kehilangan darah, karena hal yang
penting dari operasi sinus dengan endoskopi adalah mempertahankan proses operasi
untuk meningkatkan selama operasi dan untuk meminimalkan komplikasi15.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar Mahasiswa Farmasi dan Keperawatan,
Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, Jakarta, 133-135
2. Tjay, Tan Hoan., 2007, Obat-Obat Penting, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
3. Stringer, Janet R., Konsep Dasar Farmakologi Panduan untuk Mahasiswa, Edisi 3,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
4. Goodman & Gilman, 2007, Dasar – Dasar Farmakologi Terapi Vol. 1, EGC, Jakarta
5. Katzung, Bertram G., 1994, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 6, EGC, Jakarta
6. Jonathan, Steven, dan Efar, Toto Suryo, 2010, Anestesi Inhalasi, Departemen
Anestesiologi, Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo, Jakarta
7. Gunawan, S.G, 1995, Farmakologi dan Terapi Edisi 8, FK UI Press, Jakarta
8. Mangku, gede dr, et,al, 2009, Buku Ajar Ilmu Anastesia dan Reanimasi, PT.
Macanan Jaya Cemerlang, Jakarta
9. Neal, M.J., 2006, At a Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima, Erlangga Medical
Series, Jakarta, pp. 52-53
10. Anonym, 2012, Sevoflurane, Available at http: www.drugs.com (Drug Information
Online) diakses tanggal 30 September 2012
11. O’Rourke, Kacey M., McMaster, Stuart, and Lust, Karin, M., C., 2011, A case of
hepatitis attribute to repeated exposure to methoxyflurane during its use for
procedural analgesia, Med J Aust 194(8) : 423-424
12. Anonim, 2008, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 8, CMPMedica, Jakarta,
326-329
13. McEvoy, G. K. (2004). AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of
Health System Pharmacists
14. Lacy, C.F., Armstrong L.L., Goldman, M.P., and Lance,L.L., 2006. Drug
Information Handbook, 14th Edition, American Pharmacists Assosiation, Hudson,
North American.
15. Ankichetty, Saravanan P., Ponniah, Manickam, Cherian, VT., Thomas, Sarah,
Kumar, Kamal, Jeslin, L., Jeyasheela, K., Malhotra, Naveen, 2011, Comparison of
total intraveneous anesthesia using propofol and inhalation anesthesia using
isoflurane for controlled hypotension in functional endoscopy sinus surgery, J
Anaesthesiol Clin Pharmacol, 27(3) : 328-332