anatomi fisiologi sistem sensori
TRANSCRIPT
Anatomi Fisiologi Sistem Sensori
2.1. Anatomi sistem penglihatan (mata)
Mata dilindungi dari kotoran dan benda asing oleh alis, bulu mata dan kelopak mata.
Konjungtiva adalah suatu membran tipis yang melapisi kelopak mata ( konjungtiva palpebra),
kecuali darah pupil. Konjungtiva palpebra melipat kedalam dan menyatu dengan konjungtiva
bulbar membentuk kantung yang disebut sakus konjungtiva. Walaupun konjungtiva transparan,
bagian palpebra tampak merah muda karena pantulan dari pembuluh – pembuluh darah yang
ada didalamnya, pembuluh – pembuluh darah kecil dapat dari konjungtiva bulbar diatas sklera
mata. Konjungtiva melindungi mata dan mencegah mata dari kekeringan.
Kelenjar lakrimalis teletak pada sebelah atas dan lateral dari bola mata. Kelenjar lakrimalis
mengsekresi cairan lakrimalis. Air mata berguna untuk membasahi dan melembabkan kornea,
kelebihan sekresi akan dialirkan ke kantung lakrimalis yang terletak pada sisi hidung dekat mata
dan melalui duktus nasolakrimalis untuk kehidung.
2.1.1. Bola mata
Bola mata disusun oleh tiga lapisan, yaitu : sklera, koroid, dan retina. Lapisan terluar yang
kencang atau sklera tampak putih gelap dan ada yang bening yaitu pada bagian iris dan pupil
yang membentuk kornea. Lapisan tengah yaitu koroid mengandung pembuluh – pembuluh darah
yang arteriolnya masuk kedalam badan siliar yang menempel pada ligamen suspensori dan iris.
Lapisan terdalam adalah retina yang tidak mempunyai bagian anterior mengandung reseptor
cahaya ( fotoreseptor ) yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Reseptor cahaya melakukan
synap dengan saraf - saraf bipolar diretina dan kemudian dengan saraf – saraf ganglion diteruskan
keserabut saraf optikus. Sel kerucut lebih sedikit dibanding sel batang. Sel kerucut dapat
ditemukan di dekat pusat retina dan diperkirakan menjadi reseptor terhadap cahaya terang dan
penglihatan warna. Sel – sel batang ditemukan banyak pada daerah perifer retina yang
merupakan reseptor terhadap gelap atau penglihatan malam. Sel – sel batang mengandung
rhodopsin yaitu suatu protein fotosintetif yang cepat berkurang dalam cahaya terang. Regenerasi
rhodopsin bersifat lambat tergantung pada tersedianya vitamin A, mata memerlukan waktu
untuk beradaptasi dari terang ke gelap. Defisiensi vitamin A mempengaruhi kemampuan melihat
dimalam hari.
2.1.2. Iris dan lensa
Iris adalah berwarna, membran membentuk cairan ( bundar ) mengandung dilator involunter dan
otot – otot spingter yang mengatur ukuran pupil. Pupil adalah ruangan ditengah – tengah iris,
ukuran pupil bervariasi dalam merespon intensitas cahaya dan memfokuskan objek ( akomodasi )
untuk memperjelas penglihatan, pupil mengecil jika cahaya terang atau untuk penglihatan dekat.
Lensa mata merupakan suatu kristal, berbentuk bikonfek ( cembung ) bening, terletak dibelakang
iris, terbagi kedalam ruang anterior dan posterior. Lensatersusun dari sel – sel epitel yang
dibungkus oleh membrab elastis, ketebalannya dapat berubah – ubah menjadi lensa cembung bila
refraksi lebih besar.
2.2. Fisiologi penglihatan (mata)
Cahaya masuk ke mata dan di belokkan (refraksi) ketika melalui kornea dan struktur-struktur lain
dari mata (kornea, humor aqueous, lensa, humor vitreous) yang mempunyai kepadatan berbeda-
beda untuk difokuskan di retina, hal ini disebut kesalahan refraksi.
Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang jaraknya bervariasi
dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Pemglihatan dekat memerlukan kontraksi dari badan
ciliary, yang bisa memendekkan jarak antara kedua sisi badan ciliary yang diikuti dengan relaksasi
ligamen pada lensa. Lensa menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina.
Konjungtiva adalah suatu membran tipis yang melapisi kelopak mata ( konjungtiva palpebra),
kecuali darah pupil. Konjungtiva palpebra melipat dengan seringnya mengganti jarak antara
objek dengan mata. Akomodasi juga dinbantu dengan perubahan ukuran pupil. Penglihatan
dekat, iris akan mengecilkan pupil agar cahaya lebih kuat melelui lensa yang tebal.
Cahaya diterima oleh fotoreseptor pada retina dan dirubah menjadi aktivitas listrik diteruskan ke
kortek. Serabut-serabut saraf optikus terbagi di optik chiasma (persilangan saraf mata kanan dan
kiri), bagian medial dari masing-masing saraf bersilangan pada sisi yang berlawanan dan impuls
diteruskan ke korteks visual.
Tekanan dalam bola mata (intra occular pressure/IOP)
Tekanan dalam bola mata dipertahankan oleh keseimbangan antara produksi dan pengaliran dari
humor aqueous. Pengaliran dapat dihambat oleh bendungan pada jaringan trabekula (yang
menyaring humor aquoeus ketika masuk kesaluran schellem) atau dfengan meningkatnya tekanan
pada vena-vena sekitar sclera yang bermuara kesaluran schellem. Sedikit humor aqueous dapat
maengalir keruang otot-otot ciliary kemudian ke ruang suprakoroid. Pemasukan kesaluran
schellem dapat dihambat oleh iris. Sistem pertahanan katup (Valsava manuefer) dapat
meningkatkan tekanan vena. Meningkatkan tekanan vena sekitar sklera memungkinkan
berkurangnya humor aquoeus yang mengalir sehingga dapat meningkatkan IOP. Kadang-kadang
meningkatnya IOP dapat terjadi karena stress emosional.
2.3. Anatomi sistem pendengaran (telinga)
Anatomi sistem pendengaran merupakan organ pendengaran dan keseimbangan.Terdiri dari
telinga luar, tengah dan dalam. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang
bunyi ke otak dimana bunyi tersebut akan di analisa dan di intrepretasikan. Cara paling mudah
untuk menggambarkan fungsi dari telinga adalah dengan menggambarkan cara bunyi dibawa dari
permulaan sampai akhir dari setiap bagian-bagian telinga yang berbeda. Telinga mempunyai
resptor bagi 2 modalitas reseptor sensorik :
Telinga dibagi menjadi 3 bagian :
a. Telinga luar
• Auricula
o Mengumpulkan suara yang diterima
• Meatus Acusticus Eksternus
o Menyalurkan atau meneruskan suara ke kanalis auditorius eksterna
• Canalis Auditorius Eksternus
o Meneruskan suara ke memberan timpani
• Membran timpani
o Sebagai resonator mengubah gelombang udara menjadi gelombang mekanik
b. Telinga tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara yang menghubungkan rongga hidung dan tenggorokan
dihubungkan melalui tuba eustachius, yang fungsinya menyamakan tekanan udara pada kedua sisi
gendang telinga. Tuba eustachius lazimnya dalam keadaan tertutup akan tetapi dapat terbuka
secara alami ketika anda menelan dan menguap. Setelah sampai pada gendang telinga,
gelombang suara akan menyebabkan bergetarnya gendang telinga, lalu dengan perlahan
disalurkan pada rangkaian tulang-tulang pendengaran. Tulang-tulang yang saling berhubungan ini
- sering disebut " martil, landasan, dan sanggurdi"- secara mekanik menghubungkan gendang
telinga dengan "tingkap lonjong" di telinga dalam. Pergerakan dari oval window (tingkap
lonjong) menyalurkan tekanan gelombang dari bunyi kedalam telinga dalam.
Telinga tengah terdiri dari :
• Tuba auditorius (eustachius)
Penghubung faring dan cavum naso faringuntuk :
o Proteksi: melindungi ndari kuman
o Drainase: mengeluarkan cairan.
o Aerufungsi: menyamakan tekanan luar dan dalam.
• Tuba pendengaran (maleus, inkus, dan stapes)
Memperkuat gerakan mekanik dan memberan timpani untuk diteruskan ke foramen ovale pada
koklea sehingga perlimife pada skala vestibule akan berkembang.
c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari :
• Koklea
o Skala vestibule: mengandung perlimfe
o Skala media: mengandung endolimfe
o Skala timani: mengandung perlimfe
• Organo corti
Mengandung sel-sel rambut yang merupakan resseptor pendengaran di membran basilaris.
Telinga dalam dipenuhi oleh cairan dan terdiri dari "cochlea" berbentuk spiral yang disebut rumah
siput. Sepanjang jalur rumah siput terdiri dari 20.000 sel-sel rambut yang mengubah getaran
suara menjadi getaran-getaran saraf yang akan dikirim ke otak. Di otak getaran tersebut akan di
intrepertasi sebagai makna suatu bunyi. Hampir 90% kasus gangguan pendengaran disebabkan
oleh rusak atau lemahnya sel-sel rambut telinga dalam secara perlahan. Hal ini dikarenakan
pertambahan usia atau terpapar bising yang keras secara terus menerus. Gangguan pendengaran
yang diseperti ini biasa disebut dengan sensorineural atau perseptif. Hal ini dikarenakan otak
tidak dapat menerima semua suara dan frekuensi yang diperlukan untuk - sebagai contoh
mengerti percakapan. Efeknya hampir selalu sama, menjadi lebih sulit membedakan atau
memilah pembicaraan pada kondisi bising. Suara-suara nada tinggi tertentu seperti kicauan
burung menghilang bersamaan, orang-orang terlihat hanya seperti berguman dan anda sering
meminta mereka untuk mengulangi apa yang mereka katakan. Hal ini dikarenakan otak tidak
dapat menerima semua suara dan frekuensi yang diperlukan untuk sebagai contoh mengerti
percakapan. Contoh kecil seperti menghilangkan semua nada tinggi pada piano dan meminta
seseorang untuk memainkan sebuah melodi yang terkenal. Dengan hanya 6 atau 7 nada yang
salah, melodi akan sulit untuk dikenali dan suaranya tidak benar secara keseluruhan. Sekali sel-sel
rambut telinga dalam mengalami kerusakan, tidak ada cara apapun yang dapat memperbaikinya.
Sebuah alat bantu dengar akan dapat membantu menambah kemampuan mendengar anda.
Andapun dapat membantu untuk menjaga agar selanjutnya tidak menjadi lebih buruk dari
keadaan saat ini dengan menghindari sering terpapar oleh bising yang keras.
2.3. Fisiologi pendengaran
Getaran suara ditangkap oleh telinga yang dialirkan ke telinga dan mengenai memberan timpani,
sehingga memberan timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang
berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan perilimfe dalam skala vestibui
kemudian getaran diteruskan melalui Rissener yang mendorong endolimfe dan memberan basal
ke arah bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen
rotundum) terdorong kearah luar.\
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion Na menjadi aliran listrik
yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian neneruskan ransangan ke pusat sensori
pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.
2.5. Anatomi sistem penciuman (hidung)
Hidung merupakan bagian yang paling menonjol pada wajah. Fungsinya sebagai jalan napas, alat
pengatur kondisi udara (air condition), penyaring & pembersih udara, indera pembau, resonansi
suara, membantu proses berbicara, dan refleksi nasal. Hidung juga merupakan tempat
bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.
Struktur hidung luar terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1. Kubah tulang. Letaknya paling atas dan bagian hidung yang tidak bisa digerakkan.
2. Kubah kartilago (tulang rawan). Letaknya dibawah kubah tulang dan bagian hidung yang bisa
sedikit digerakkan.
3. Lobulus hidung. Letaknya paling bawah dan bagian hidung yang paling mudah digerakkan.
Struktur penting dari anatomi hidung :
1. Dorsum nasi (batang hidung)
Struktur yang membangun dorsum nasi (batang hidung) :
1. Bagian kaudal dorsum nasi (batang hidung)
2. Bagian kranial dorsum nasi (batang hidung)
Bagian kaudal dorsum nasi (batang hidung) merupakan bagian lunak dari dorsum nasi (batang
hidung). Tersusun oleh kartilago lateralis dan kartilago alaris. Jaringan ikat yang keras
menghubungkan antara kulit dan perikondrium pada kartilago alaris. Bagian kranial dorsum nasi
(batang hidung) merupakan bagian keras dari dorsum nasi (batang hidung). Tersusun oleh os
nasalis dan ossis maksila prosesus fron talis.
2. Septum Nasi
Fungsi utama septum nasi adalah menopang dorsum nasi (batang hidung) dan membagi dua
kavum nasi (lubang hidung).
Struktur yang membangun septum nasi adalah 2 tulang dan 2 kartilago, yaitu :
1. Bagian anterior septum nasi
2. Bagian posterior septum nasi
Bagian anterior septum nasi tersusun oleh tulang rawan, yaitu kartilago quadrangularis, cartilago
alaris mayor crus medial, dan cartilago septi nasi. Bagian anterior septum nasi terdapat plexus
Kiesselbach. Bagian posterior septum nasi tersusun oleh os vomer dan os ethmoidalis lamina
perpendikularis . Kelainan septum nasi yang paling sering ditemukan adalah deviasi septi.
3. Kavum Nasi (Lubang Hidung)
Rongga / lubang hidung (cavum nasi / cavitas nasi) berbentuk terowongan dari depan ke
belakang. Rongga hidung dilapisi 2 jenis mukosa, yaitu mukosa olfaktori dan mukosa respiratori.
Rongga hidung tersusun oleh :
1. Nares anterior (nosetril). Nares anterior merupakan lubang depan rongga hidung (cavitas nasi).
2. Vestibulum nasi. Letaknya dibelakang nares anterior. Vestibulum nasi dilapisi oleh rambut dan
kelenjar sebasea.
3. Nares posterior (choanae). Nares posterior (choanae) merupakan lubang belakang rongga
hidung (cavitas nasi).P enghubung antara rongga hidung (cavitas nasi) dengan nasofaring.
2.6. Fisiologi penciuman
Indera penciuman mendeteksi zat yang melepaskan molekul-molekul di udara. Di atap rongga
hidung terdapat olfactory epithelium yang sangat sensitif terhadap molekul-molekul bau, karena
pada bagian ini ada bagian pendeteksi bau(smell receptors). Receptor ini jumlahnya sangat
banyak ada sekitar 10 juta. Ketika partikel bau tertangkap oleh receptor, sinyal akan di kirim ke
the olfactory bulb melalui saraf olfactory. Bagian inilah yang mengirim sinyal ke otak dan
kemudian di proses oleh otak bau apakah yang telah tercium oleh hidung kita.
2.7. Anatomi sistem peraba (kulit)
Kulit merupakan organ tubuh paling luar. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat 15%
berat badan. Kulit yang elastic dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, ulit
yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan telapak tangan dewasa. Kulit yang tipis
terdapat pada muka, kulit yang lembut terdapat pada leher dan badan, dan kulit yang berambut
kasar terdapat pada kepala.
Kulit adalah alat indera kita yang mampu menerima rangsangan temperatur suhu, sentuhan, rasa
sakit, tekanan, tekstur, dan lain sebagainya. Pada kulit terdapat reseptor yang merupakan
percabangan dendrit dari neuron sensorik yang banyak terdapat di sekitar ujung jari, ujung lidah,
dahi, dan lain-lain. Lapisan kulit manusia terdapat beberapa lapisan, yaitu:
a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit, yang memiliki struktur tipis dengan ketebalan
sekitar 0,07 mm terdiri atas beberapa lapisan, yaitu :
a) Stratum korneum yang disebut juga lapisan zat tanduk
b) Stratum lusidum, yang berfungsi melakukan “pengecatan” terhadap kulit dan rambut
c) Stratum granulosum, yang menghasilkan pigmen warna kulit, yang disebut melamin
d) Stratum germinativum, sering dikatakan sebagai sel hidup karena lapisan ini merupakan lapisan
yang aktif membelah.
b. Dermis
Jaringan dermis memiliki struktur yang lebih rumit daripada epidermis, yang terdiri atas banyak
lapisan. Jaringan ini lebih tebal daripada epidermis yaitu sekitar 2,5 mm. Dermis dibentuk oleh
serabut-serabut khusus yang membuatnya lentur, yang terdiri atas kolagen, yaitu suatu jenis
protein yang membentuk sekitar 30% dari protein tubuh. Kolagen akan berangsur-angsur
berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Itulah sebabnya seorang yang sudah tua tekstur
kulitnya kasar dan keriput. Lapisan dermis terletak di bawah lapisan epidermis. Lapisan dermis
terdiri atas beberapa bagian, yaitu
a) Akar Rambut
b) Pembuluh Darah
c) Kelenjar Minyak (glandula sebasea)
d) Kelenjar Keringat (glandula sudorifera), dan
e) Serabut Saraf
Pada lapisan dermis kulit terdapat puting peraba yang merupakan ujung akhir saraf sensoris.
Ujung-ujung saraf tersebut merupakan indera perasa panas, dingin, nyeri, dan sebagainya. Oleh
karena itu kulit merupakan organ terluas dimana pada organ ini terdapat reseptor panas (ruffini),
tekanan (paccini), dingin (krause), rasa nyeri atau sakit (ujung saraf bebas), serta reseptor
sentuhan (meissner).
2.8. Fisiologi peraba
Fungsi kulit secara umum.
1. Sebagai proteksi.
• Masuknya benda- benda dari luar(benda asing ,invasi bacteri.)
• Melindungi dari trauma yang terus menerus.
• Mencegah keluarnya cairan yang berlebihan dari tubuh.
• Menyerap berbagai senyawa lipid vit. Adan D yang larut lemak.
• Memproduksi melanin mencegah kerusakan kulit dari sinar UV.
2. Pengontrol/pengatur suhu.
• Vasokonstriksi pada suhu dingn dan dilatasi pada kondisi panas peredaran darah meningkat
terjadi penguapan keringat.
3. Proses Hilangnya Panas Dari Tubuh:
• Radiasi: pemindahan panas ke benda lain yang suhunya lebih rendah.
• Konduksi : pemindahan panas dari ubuh ke benda lain yang lebih dingin yang bersentuhan
dengan tubuh.
• Evaporasi : membentuk hilangnya panas lewat konduksi
• Kecepatan hilangnya panas dipengaruhi oleh suhu permukaan kulit yang ditentukan oleh
peredaran darah kekulit.(total aliran darah N: 450 ml / menit.)
4. Sensibilitas
• Mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan dan rabaaan.
5. Keseimbangan Air
• Sratum korneum dapat menyerap air sehingga mencegah kehilangan air serta elektrolit yang
berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan
subcutan.
• Air mengalami evaporasi (respirasi tidak kasat mata)+ 600 ml / hari untuk dewasa.
2.9. Sensasi suhu
Tingkatan suhu dibedakan oleh tiga jenis organ akhir sensories, diantaranya reseftor dingin,
reseftor hangat dan dua subtife reseftor nyeri yaitu reseftor nyeri dingin dan reseftor nyeri panas.
Dua jenis reseftor nyeri hanya dirangsang oleh panas atau dingin dalam derajat yang ekstrim
sebingga bertanggung jawab bersama dengan reseftor dingin dan hangat untuk sensasi dingin
yang membekukan atau panas yang membakar.
a) Perangsang Reseftor Suhu – Sensasi Dingin, Sejuk, Indeferen Hangat dan Panas
Respon empat jenis serabut saraf, yaitu : serat nyeri dingin, serat dingin, serat hangat dan serat
nyeri panas. Pada daerah sangat dingn hanya serabut nyeri dingin yang terangsang. Pada suhu di
atas 10 sampai 15oC impuls nyeri berhenti, tetapi reseptor dingin mulai terangsang. Kemudian
kira-kira 30oC, reseftor hangat menjadi terangsang progresif sedangkan reseftor dingin mereda
pada kira-kira 43oC. Akhirnya sekitar 45oC serabut nyeri panas juga mulai terangsang.
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa orang menerima suhu dari sensasi suhu oleh tingkat
perangsang relatif dari berbagai jenis ujung saraf tersebut. Dapat dipahami mengapa dingin atau
panas yang luar biasa dapat menyakitkan dan mengapa kedua sensasi ini bila cukup kuat dapat
memberikan kualitas sensasi yang hampir tepat sama, yaitu sensasi dingin membekukan dan
panas yang membakar terasa hampir sama.
b) Efek Perangsang dengan Menaikan dan Menurunkan Suhu – Adaptasi Resftor Suhu
Bila suatu reseftor suhu mengalami perubahan suhu yang tiba-tiba, mula-mula ia merangsang
dengan kuat tetapi perangsangan ini menghilangkan dengan cepat selama semenit pertama dan
secara progresif lebih lambat selama setengah jam atau lebih berikutnya. Dengan perkataan lain,
reseftor tersebut sebagian besar bradaptasi tetapi tidak seluruhnya.
Jadi jelaslah bahwa perubahan suhu bereaksi menyolot terhadap perubahan suhu disamping
dapat bereaksi dengan perubahan suhu yang stabil. Ini berarti abhwa jika suhu kulit turun secara
aktif, orang merasa jauh lebih dingin dari pada bila suhu tersebut tetap pada tingkat yang sama.
Sebaliknay jika suhu meningkat secara aktif orang tersebut merasa jauh lebih hangat dari pada
yang akan dirasakannya pada suhu yang sama seandainya ia konstan.
c) Mekanisme Perangsang Reseftor Suhu
Diduga reseftor suhu terangsang oleh perubahan kecepatan metabolik mereka, perubahan ini
disebabkan oleh fakta bahwa suhu mengubah kecepatan reaksi kimia intra sel kira-kira 2 kali
untuk tiap perubahan 10oC, dengan perkataan lain deteksi suhu mungkin tidak disebabkan oleh
perangsangan fisik langsung tetapi oleh perangsangan kimia dari ujung saraf tersebut karena di
ubah oleh suhu.
d) Penjumlahan Ruangan dari Sensasi Suhu
Jumlah ujung dingin atau hangat dalam tiap sedikit daerah permukaan tubuh sangat kecil,
sehingga sulit untuk menilai gradsi suhu bila daerah kecil dirangsang. Tetapi bila daerah tubuh
yang luas dirangsang, isyarat suhu dari seluruh daerah tersebut dijumlahkan. Sesungguhnya orang
mencapai kemampuan maksimumnya untuk membedakan varian suhu yang kecil bila seluruh
tubuhnya mengalami perubahan suhu tersebut secara serentak. Misalnya perubahan suhu yang
cepat kecil 0,01oC dapat di diteksi jika perubahan ini mempengaruhi seluruh permukaan tubuh
dengan serentak. Sebaliknya perubahan suhu yang yang besarnya 100 kali ini mungkin tidak
mendeteksi bila permukaan kulit yang dipengaruhi hanya berukuran kira-kira satu sentimeter
persegi.
2.10. Anatomi sistem perasa (lidah)
Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat membantu pencernaan
makanan dengan mengunyah dan menelan. Lidah dikenal sebagai indera pengecap yang banyak
memiliki struktur tunas pengecap. Lidah juga turut membantu dalam tindakan bicara.Juga
membantu membolak balik makanan dalam mulut.
Struktur lainnya yang berhubungan dengan lidah sering disebut lingual, dari bahasa Latin lingua
atau glossal dari bahasa Yunani.
Sebagian besar, lidah tersusun atas otot rangka yang terlekat pada tulang hyoideus, tulang rahang
bawah dan processus styloideus di tulang pelipis. Terdapat dua jenis otot pada lidah yaitu otot
ekstrinsik dan intrinsik.
Lidah memiliki permukaan yang kasar karena adanya tonjolan yang disebut papila.
Terdapat tiga jenis papila yaitu:
1. papila filiformis (fili=benang); berbentuk seperti benang halus;
2. papila sirkumvalata (sirkum=bulat); berbentuk bulat, tersusun seperti huruf V di belakang
lidah;
3. papila fungiformis (fungi=jamur); berbentuk seperti jamur.
Terdapat satu jenis papila yang tidak terdapat pada manusia, yakni papila folliata pada hewan
pengerat.
Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir papila, terdiri dari dua sel yaitu sel
penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap berfungsi sebagai reseptor, sedangkan sel penyokong
berfungsi untuk menopang.
2.11. Fisiologi lidah
1. Substansi yang dirasakan harus berbentuk cairan atau larut dalam saliva.
2. Kuncup pengecap bekerja sama dengan reseptor pada rambut pengecap.
Sensasi Rasa:
1. Kuncup pengecap yang sensitive terhadap rasa manis .terletak di ujung lidah.
2. Substansi asam dirasakan terutama di bagian samping lidah.
3. Substansi asin dapat dirasakan pada hampir seluruh area lidah, tetapi reseptornya terkumpul di
bagian samping lidah.
4. Substansi pahit akan menstimulasi kuncup pengecap di bagian belakang lidah.
2.12. Pengertian visus
Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana
tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak.
Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol
berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran
dari simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan dalam
klinik. Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam satuan kaki yang
mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain dalam meter dinyatakan
sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal
(perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap
tak terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai
performa nominal untuk jarak penglihatan manusia; visus 20/40 dapat dianggap separuh dari
tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal.
Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan gambaran yang
fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki densitas tertinggi akan
fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik.
Ketajaman dan penglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi
fisiologis yang berbeda dan tidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan
penglihatan warna dipengaruhi secara bebas oleh masing-masing unsur.
Cahaya datang dari sebuah fiksasi objek menuju fovea melalui sebuah bidang imajiner yang
disebut visual aksis. Jaringan-jaringan mata dan struktur-struktur yang berada dalam visual aksis
(serta jaringan yang terkait di dalamnya) mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk.
Struktur-struktur ini adalah; lapisan air mata, kornea, COA (Camera Oculi Anterior = Bilik
Depan), pupil, lensa, vitreus dan akhirnya retina sehingga tidak akan meleset ke bagian lain dari
retina. Bagian posterior dari retina disebut sebagai lapisan epitel retina berpigmen (RPE) yang
berfungsi untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam retina sehingga tidak akan terpantul ke
bagian lain dalam retina. RPE juga memiliki fungsi vital untuk mendaur-ulang bahan-bahan kimia
yang digunakan oleh sel-sel batang dan kerucut dalam mendeteksi photon. Jika RPE rusak maka
kebutaan dapat terjadi.
Seperti pada lensa fotografi, ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil. Aberasi optik pada
mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada titik maksimal jika ukuran pupil berada pada
ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang terjadi pada keadaan kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2
mm), ketajaman bayangan akan terbatas pada difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan
ekstrim, diameter pupil yang secara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal dan mata
yang sehat ada pada kisaran 3 atau 4 mm.
Korteks penglihatan adalah bagian dari korteks serebri yang terdapat pada bagian posterior
(oksipital) dari otak yang bertanggung-jawab dalam memproses stimuli visual. Bagian tengah 100
dari lapang pandang (sekitar pelebaran dari makula), ditampilkan oleh sedikitnya 60% dari
korteks visual/penglihatan. Banyak dari neuron-neuron ini dipercaya terlibat dalam pemrosesan
tajam penglihatan.
Perkembangan yang normal dari ketajaman visus tergantung dari input visual di usia yang sangat
muda. Segala macam bentuk gangguan visual yang menghalangi input visual dalam jangka waktu
yang lama seperti katarak, strabismus, atau penutupan dan penekanan pada mata selama
menjalani terapi medis biasanya berakibat sebagai penurunan ketajaman visus berat dan
permanen pada mata yang terkena jika tidak segera dikoreksi atau diobati di usia muda.
Penurunan tajam penglihatan direfleksikan dalam berbagai macam abnormalitas pada sel-sel di
korteks visual. Perubahan-perubahan ini meliputi penurunan yang nyata akan jumlah sel-sel yang
terhubung pada mata yang terkena dan juga beberapa sel yang menghubungkan kedua bola
mata, yang bermanifestasi sebagai hilangnya penglihatan binokular dan kedalaman persepsi atau
streopsis.
Mata terhubung pada korteks visual melalui nervus optikus yang muncul dari belakang mata.
Kedua nervus opticus tersebut bertemu pada kiasma optikum di mana sekitar separuh dari serat-
serat masing-masing mata bersilang menuju tempat lawannya ke sisi lawannya dan terhubung
dengan serat saraf dari bagian mata yang lain akan menghasilkan lapangan pandang yang
sebenarnya. Gabungan dari serat saraf dari kedua mata membentuk traktus optikus. Semua ini
membentuk dasar fisiologi dari penglihatan binokular. Traktus ini akan berhenti di otak tengah
yang disebut nukleus genikulatus lateral untuk kemudian berlanjut menuju korteks visual
sepanjang kumpulan serat-serat saraf yang disebut radiasio optika.
Segala macam bentuk proses patologis pada sistem penglihatan baik pada usia tua yang
merupakan periode kritis, akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Maka, pengukuran
tajam penglihatan adalah sebuah tes yang sederhana dalam menentukan status kesehatan mata,
sistem penglihatan sentral, dan jaras-jaras penglihatan menuju otak. Berbagai penurunan tajam
penglihatan secara tiba-tiba selalu merupakan hal yang harus diperhatikan. Penyebab sering dari
turunnya tajam penglihatan adalah katarak, dan parut kornea yang mempengaruhi jalur
penglihatan, penyakit-penyakit yang mempengaruhi retina seperti degenarasi makular, dan
diabetes, penyakit-penyakit yang mengenai jaras optik menuju otak seperti tumor dan sklerosis
multipel, dan penyakit-penyakit yang mengenai korteks visual seperti stroke dan tumor.
Fungsi utama mata adalah untuk penglihatan. Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda
dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan derajat persepsi deteil dan kontour
beda.
2.12.1.Visus sentralis
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
a. Visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang
letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi.
b. Visus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat
misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya
bayangan benda tepat jatuh di retina.
2.12.2.Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter.
Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan
pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping.
Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang
dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20
maka tajam penglihatannya di katakan normal dan jika Visus 20/20 maka tajam penglihatanya
dikatakan kurang
Penyebab penurunan tajam peglihatan seseorang bermacam macam, salah satunya adalah refraksi
anomaly/kelainan pembiasan. Beberapa kelaian refraksi anomaly tersebut adalah:
A. Hipermetrop
Pada keadaan ini penderita tidak bisa melihat dengan jelas obyek pada jarak dekat. Hal ini
karena terlalu pendeknya bola mata atau terlalu lemahnya system lensa bila muskulus siliaris
berelaksasi. Dalam keadaan ini berkas cahaya sejajar tidak cukup dibelokkan oleh system lensa
sampai tepat di retina. Beberapa sebab dari hipermetrop tersebut adalah: axis antero-posterior
trelalu pendek, kelainan posisi lensa dimana lensa bergeser ke belakang, curvature korne aterlalu
datar dan index bias mata kurang dari normal. Sebagian besar penyebab hipermetrop ini adalah
axis antero-posterior yang terlalu pendek sehingga bila di dapatkan hipermetrop pada anak anak
(<25 tahun) dengan nutrisi yang baik dapat berubah menjadi emetrop/normal. Untuk
mengoreksi mata hipermetrop ini perlu kaca mata lensa spheris (+). B. Miopi/mata dekat Miop
merupakan kebalikan dari hipermetrop, yaitu kurang jelas melihat obyek yang letaknya jauh. Hal
ini terjadi karena panjangnya bola mata atau terlau besarnya kekuatan system lensa mata,
sehingga berkas cahaya yang sejajar tidak cukup dibiaskan tepat di retina. Beberapa penyebab
dari miop adalah axis mata terlalu pendek, lensa mata terlalu ke depan, indexs biasa terlalu besar
dan kurvatura kornea terlalu cembung. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan lensa spheris (-). C.
Astigmatisme Astigmatisme merupakan kesalahan refraksi sitem lensa mata yang biasanya
disebabkan oleh kornea yang berbentuk bujur atau lensa yang berbentuk bujur. Karena
kelengkungan lensa astigmatisme disatu bidang lebih kecil dari bidang yang lain maka berkas
cahaya yang mengenai bagian perifer lensa itu dalam satu bidang tidak bengkok sedemikian besar
seperti berkas cahaya yang mengenai bagian perifer bidang lainnya Kelainan ini relative jarang
(Ganong,1995). Astigmatisme dapat dikoreksi dengan lensa silindris. D. Presbiop Presbiop
merupakan kelaianan akomodasi yang terjadi pada orang orang tua. Hal ini disebabkan lensa
kehilangan elastisitasnya, sehingga daya lenting lensa berkurang yang menyebabkan lensa tidak
bias memfokuskan bayangan benda yang berjarak dekat dengan mata. Kelainan ini dapat
dikoreksi dengan menggunakan lensa cembung. 2.13. Tes pendengaran (Tes rinne, Tes weber, Tes
swabach)
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di lingkungan eksternal,
yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi berselang seling mengenai
memberan timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai perubahan tekanan di memberan timpani
persatuan waktu adalah satuan gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara
umum disebut gelombang suara.
Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang suara dan nada berkaitan
dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan waktu). Semakin besar suara semakin besar
amplitudo, semakin tinggi frekuensi dan semakin tinggi nada. Namun nada juga ditentukan oleh
factor - faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami selain frekuensi dan frekuensi
mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran lebih rendah pada frekuensi
dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara memiliki pola berulang, walaupun masing
- masing gelombang bersifat kompleks, didengar sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak
berulang menyebabakan sensasi bising. Sebagian dari suara musik berasal dari gelombang dan
frekuensi primer yang menentukan suara ditambah sejumla getaran harmonik yang menyebabkan
suara memiliki timbre yang khas. Variasi timbre mempengaruhi mengetahhi suara berbagai alat
musik walaupun alat tersebut memberikan nada yang sama. (William F.Gannong, 1998)
Telah diketahui bahwa adanya suatu suara akan menurunkan kemampuan seseorang mendengar
suara lain. Fenomena ini dikenal sebagai masking (penyamaran). Fenomena ini diperkirakan
disebabkan oleh refrakter relative atau absolute pada reseptor dan urat saraf pada saraf audiotik
yang sebelumnya teransang oleh ransangan lain. Tingkat suatu suara menutupi suara lain
berkaitan dengan nadanya. Kecuali pada lingkungan yang sangat kedap suara, Efek penyamaran
suara lata akan meningkatan ambang pendengaran dengan besar yang tertentu dan dapat diukir.
Penyaluran suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang suara di lingkungan eksternal
menjadi potensi aksi di saraf pendengaran. Gelombang diubah oleh gendang telinga dan tulang-
tulang pendengaran menjadi gerakan-gerakan lempeng kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan
gelombang dalam cairan telinga dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan
potensial aksidi serat-serat saraf. (William F.Gannom,1998)
2.13.1 Test rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada
planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar
bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne
positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat
mendengarnya
b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus
pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus.
Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus
lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif
jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras
dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
1) Normal : tes rinne positif
2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
• Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
• Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
• Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar
justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien.
Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala
mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena
jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak
mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien.
Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.
2.13.2. Test weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua
telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu
tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang
mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih
keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak
mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar
diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani missal:otitis
media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini
akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan,
disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat.
Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah
kanan.
Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada sebelah kan an.
Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.
2.13.3. Test swabach
Tujuan :
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan
probandus.
Dasar :
Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh :
Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo
temporale.
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus.
Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak
mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka
penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal
ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi :
akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.
2.14. NYERI
Nyeri adalah suatu mekanisme proktektif bagi tubuh. Nyeri tumbuh bilamana jaringan sedang
rusak. Dan nyeri menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rengsangan nyeri
tersebut. Bahkan aktivitas sederhana seperti duduk untuk waktu yang lebih lama ini terjadi karena
dapat menyebabkan kerusakan jaringan karena kurangnya aliran darah ke kulit yang tertekan
oleh berat badan. Bila kulit menjadi nyeri akibat dari iskemi, orang tersebut memindahkan berat
badannya secara tidak disadari. Orang yang sudah kehilangan indra nyerinya seperti orang yang
sudah kerusakan medula spinalis, tidak dapat merasakan nyeri tersebut dan oleh karena itu tidak
memindahkan berat badannya. Ini menyebabkan ulserasi pada daerah tekanan tersebut kecuali
bila dilakukan tindakan-tindakan khusus untuk menggerakan orang tersebut dari waktu ke waktu.
2.14.1. Sifat-sifat nyeri
Nyeri telah digolongkan ke dalam tiga jenis utama, yaitu tertusuk, terbakar dan pegal. Istilah lain
yang digunakan untuk melukiskan berbagai jenis nyeri, yaitu nyeri berdenyut, nyeri memualkan,
nyeri kejang, nyeri tajam dan nyeri listrik.
Nyeri tetusuk dirasakan bila suatu jarum jarum di tusukkan ke dalam kulit atau bila kulit dipotong
dengan pisau. Nyeri tertusuk sering dirasakan bila daerah kulit mengalami iritasi. Nyeri tertusuk
disebabkan oleh perangsangan serabut nyeri jenis A delta. Sedangkan nyeri terbakar adalah jenis
nyeri yang dirasakan bila kulit terbakar. Nyeri terbakar dan pegal disebabkan oleh perangsangan
serabut jenis C yang lebih primitif.
2.14.2. Reseftor nyeri dan perangsangannya
Reseftor nyeri di dalam kulit dan jaringan lain semuanya merupakan ujung saraf bebas. Tersebar
luas dalam lapisan superficial kulit dan juga dalam jaringan dalam tertentu, misalnya priosteum,
dinding erteri, permukaan sendi serta folks dan tentorium serebri. Kebanyakan jarinagn propunda
lain tidak persarafi secara luas denagn ujung nyeri tetapi mendapat pernapasan yang lemah,
meskipun demikian kerusakan jaringan yang tersebar luas masih dapat dijumlahkan untuk
menyebabkan pegal di dalam daerah tertentu.
Beberapa serat nyeri hampir seluruhnya terangsang oleh sterss mekanis berlebihan atau kerusakan
mekanis pada jaringan yang disebut receptor nyeri mekanosensitif. Dan yang sensitifterhadap
berbagai jenis zat kimia yaitu reseptor nyeri kemosensitif. Beberapa zat kimia yang merangsang
reseptor kemosensitif meliputi brandikinin, serotonim, histanim, ion kalium, asam, prostagladin,
asetilkolin dan enjim proteolitik.
2.14.3. Reaksi terhadap nyeri
Meskipun ambang untuk merasakan nyeri kira-kira sama dari satu orang ke orang lainnya, tetapi
tingkat reaksi nyeri sangat berbeda. Juga tingkat intensitas nyeri yang dihantarkan mendaki
medula spinalis menuju berbagai area reseftor nyeri didalam otak dapat berubah hebat pada
berbagai keadaan. Ini terutama akibat akltivitas sistem yang menghambat nyeri, didalam medula
spinalis dan di dalam otak.
Nyeri menyebabkan reaksi reflek motorik dan reaksi psikis. Beberapa leks dari medula spinalis,
karena inpuls nyeri yang memasuki substansi grisea medula spinalis dapat langsung memulai
“refleks penarikan diri” yang menjauhkan tubuh atau bagian tubuh dari rangsang berbahaya,
pada amnusia ditemukan pada pusat-pusat yang lebih tinggi di dalam susunan sistem saraf pusat.
Pada tempatnya refleks yang jauh lebih rumit dan lebih efektigf dari kortek motorik dimulai oleh
rangsang nyeri untuk menghilangkan rangsang yang menyakitkan tersebut.
Reaksi psikis terhadap nyeri mungkin jauh lebih samar-samar, meliputi semua aspek nyeri yang
sudah diketahui, seperti sedih, menangis, depresi, mual, dan keadaan terangsang otot yang
berlebihan di seluruh tubuh. Reaksi-reaksi ini sangat bervariasi dari satu orang ke orang lain
setelah tingkat rangsang nyeri yang sebanding.
2.14.4. Proses nyeri dan skala nyeri
Reseptor nyeri yang jumlahnya jutaan di tubuh, menerima sensasi yang kemudian dibawa ke
spinal cord yaitu pada daerah kelabu dilanjutkan ke traktus spinothalamikus selanjutnya ke
korteks serebral. Mekanismenya sebagai berikut ;
• Alur nyeri dari tangan yang terbakar mengeluarkan zat kimia bradykinin, prostaglandin
kemudian merangsang ujung reseptor saraf yang kemudian membantu transmisi nyeri dari tangan
yang terbakar ke otak.
• Impuls disampaikan ke otak melalui nervus ke kornu dorsalis pada spinal cord.
• Pesan diterima oleh thalamus sebagai pusat sensori pada otak.
• Impuls dikirim ke corteks dimana intensitas dan lokasi nyeri dirasakan.
• Penurunan nyeri dimulai sebagai signal dari otak, turun melalui spinal cord.
• Pada kornu dorsalis zat kimia seperti endorfin dikeluarkan untuk menurunkan nyeri.
Teori “Gate Control” nyeri
Teori ini menyatakan bahwa : saraf berdiameter kecil menghantarkan stimulus nyeri ke otak,
sedangkan saraf berdiameter besar berusaha menghambat transmisi impuls nyeri dari spinal cord
ke otak. Mekanisme ini terjadi pada sel-sel substancia gelatinosa pada kornu dorsalis di spinal
cord.
Klasifikasi nyeri dapat dibagi menurut :
a. Dua rasa nyeri utama yaitu :
Nyeri cepat: bila diberikan stimulus nyeri maka rasa nyeri cepat timbul dalam waktu kira-kira 0,1
detik.
Rasa nyeri cepat juga digambarkan dengan banyak nama pengganti seperti : rasa nyeri tajam,
rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa nyeri elektrik
Nyeri lambat: timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara perlahan bertambah selama
beberapa detik dan kadang kala bahkan beberapa menit.
Rasa nyeri lambat juga mempunyai banyak nama tambahan seperti rasa nyeri terbakar lambat,
nyeri pegal, nyeri berdenyut, nyeri mual dan nyeri kronik.
b. Waktu nyeri
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi tiba-tiba, intensitasnya bervariasi dari sedang sampai dengan
berat dan berakhir dalam periode singkat sampai dengan kurang dari 6 bulan.
Nyeri kronis adalah : nyeri yang intermitten atau persisiten dan berakhir lebih dari 6 bulan
misalnya nyeri pada penyakit kanker.
c. Skala Nyeri
• 0 :Tidak nyeri
• 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
• 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
• 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
• 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.