anatomi faring

13
E. Anatomi Faring Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian anterior kolum vertebra (Arjun S Joshi, 2011). Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal (Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007). Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring) (Arjun S Joshi, 2011). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket) dan otot (Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007). Faring terdiri atas : 1. Nasofaring

Upload: shalikhafitriah

Post on 24-Jan-2016

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

FARING

TRANSCRIPT

Page 1: Anatomi Faring

E. Anatomi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,

yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada

bagian anterior kolum vertebra (Arjun S Joshi, 2011).

Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus

setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga

hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui

ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui

aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding

posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan

bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari

dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan

sebagian fasia bukofaringeal (Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007).

Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring) (Arjun

S Joshi, 2011). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa

blanket) dan otot (Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007). Faring terdiri

atas :

1. Nasofaring

Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah

adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang

adalah vertebra servikal. Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta

berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan

limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fosa

Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional

hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas

penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui

oleh n. glosofaring, n. vagus dan n.asesorius spinal saraf cranial dan

v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan

muara tuba Eustachius (Rusmarjono, 2007; Arjun S Joshi, 2011; Rospa

Hetharia, 2011).

Page 2: Anatomi Faring

2. Orofaring

Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum

mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut,

sedangkan ke belakang adalah vertebra sevikal. Struktur yang terdapat di

rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil

serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen

sekum (Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007; Rospa Hetharia, 2011).

3. Laringofaring (Hipofaring)

Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas

anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah

vertebra servikal. Struktur pertama yang tampak di bawah lidah ialah valekula.

Bagian ini merupakan dua cengkungan yang dibentuk oleh ligamentum

glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi.

Valekula disebut juga “kantong pil” (pill pockets) sebab pada beberapa orang,

kadang – kadang bila menelan pil akan tersangkut di situ. Di bawah valekula

terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan pada

perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang – kadang bentuk

infantile (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya,

epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya. Epiglotis berfungsi

juga untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan,

pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus

(Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007).

4. Ruang Faringal

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinis

mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Ruang

retrofaring( Retropharyngeal space), dinding anterior ruang ini adalah dinding

belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot

– otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevertebralis.

Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling

bawah dari fasia servikalis. Serat – serat jaringan ikat di garis tengah

mengikatnya pada vertebra.Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa

faringomaksila (Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007).

Page 3: Anatomi Faring

Ruang parafaring (Pharyngomaxillary Fossa), ruang ini berbentuk kerucut

dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis

dan puncaknya pada kornu mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam

oleh m. konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asenden

mandibula yang melekat dengan m. pterigoid interna dan bagian posterior

kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya

oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid)

adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai

akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau

dari karies dentis. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid)

berisi a.karotis interna, v. jugularis interna, n. vagus yang dibungkus dalam

suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini

dipisahkan dari ruang retrofaring oleh sesuatu lapisan fasia yang tipis

(Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007).

F. FARINGITIS AKUT

1. Definisi

Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau

bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan

hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise

(Miriam T. Vincent, 2004). Faringitis akut dan tonsillitis akut sering

ditemukan bersama-sama dan dapat menyerang semua umur. Penyakit ini

ditular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah ( droplet infections)

(Rusmarjono, 2001).

2. Etiologi

Faringitis dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Banyak

mikroorganisme yang dapat menyebabkan faringitis, antaranya virus (40-60%)

dan bakteri (5-40%) yang paling sering ( Rusmarjono dan Efiaty Arsyad

Soepardi, 2007).

Kebanyakan faringitis akut disebabkan oleh agen virus. Virus yang

menyebabkan faringitis termasuk Influenza virus, Parainfluenza virus,

Coronavirus, Coxsackie viruses A dan B, Cytomegalovirus, Adenovirus dan

Epstein Barr Virus (EBV). Selain itu, infeksi Human Immunodeficiency virus

Page 4: Anatomi Faring

(HIV) juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis (John L. Boone, 2003;

Anthony W Chow, 2013).

Faringitis akut yang disebabkan oleh bakteri termasuk Group A Beta

Hemolytic Streptococcus (GABHS), Group C Beta Hemolytic Streptococcus,

Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diphtheria, Arcanobacterium

haemolyticum dan sebagainya. Infeksi Group A Beta Hemolytic Streptococcus

(GABHS) merupakan penyebab faringitis akut pada 5-15% dewasa dan 20-

30% pada anak-anak (5-15 tahun) (Ferri, 2012; Rusmarjono dan Efiaty Arsyad

Soepardi, 2007). Neisseria gonorrhoeae sebagai penyebab faringitis bakterial

gram negative ditemukan pada pasien aktif secara seksual, terutama yang

melakukan kontak orogenital. Dalam sebuah penelitian pada orang dewasa

yang terinfeksi gonorea, faringitis gonokokal ditemukan 20% pada pria

homoseksual, 10% pada wanita dan 3% pada pria heteroseksual. Sekitar 50%

individu yang terinfeksi adalah tanpa gejala, meskipun odinofagia, demam

ringan dan eritema dapat terjadi (John L. Boone, 2003).

Selain itu, Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring dan

menyumbang terjadinya faringitis fungal. Faringitis gonorea hanya terdapat

pada pasien yang menlakukan kontak orogenital (Rusmarjono dan Efiaty

Arsyad Soepardi, 2007).

Faktor resiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin,

turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi

makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok, dan

seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan

atau demam (Jill Gore, 2013).

3. Epidemiologi

Faringitis merupakan penyakit umum pada dewasa dan anak-anak.

National Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital Ambulatory

Medical Care Survey telah mendokumentasikan antara 6,2-9,7 juta kunjungan

anak-anak dengan faringitis ke klinik dan departemen gawat darurat setiap

tahun, dan lebih dari 5 juta kunjungan orang dewasa per tahun (Mary T.

Caserta, 2009). Menurut National Ambulatory Medical Care Survey, infeksi

saluran pernafasan atas, termasuk faringitis akut, dijumpa 200 kunjungan ke

Page 5: Anatomi Faring

dokter per 1000 penduduk per tahun di Amerika Serikat (Alan L. Bisno,

2001).

Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak.

Kira-kira 15-30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus

faringitis pada orang dewasa terjadi pada musim sejuk adalah akibat dari

infeksi Group A Streptococcus. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak

kurang dari 3 tahun (John R Acerra, 2013).

4. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang timbul pada faringitis akut bergantung pada

mikroorganismenya. Faringitis akut yang disebabkan bakteri mempunyai

gejala nyeri kepala yang hebat, demam atau menggigil, malaise, nyeri

menelan, muntah dan mungkin batuk tapi jarang (Rusmarjono, 2007).

Faringitis akibat infeksi bakteri Streptococcus group A dapat diperkirakan

dengan menggunakan Centor criteria, yaitu demam, limfaadenopati pada

anterior servikal, eksudat pada tonsil, tidak ada batuk (Jill Gore, 2013).

Faringitis yang disebabkan virus biasanya mempunyai gejala nyeri

tenggorokan yang parah dan dapat disertai dengan batuk, suara serak dan nyeri

substernal. Demam, menggigil, malaise, mialgia dan sakit kepala juga dapat

terjadi (John L. Boone, 2003). Sedangkan gejala pada faringitis fungal adalah

nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di

orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis (Rusmarjono, 2007).

5. Diagnosis

Pada faringitis akut yang disebabkan oleh bakteri, pemeriksaan pada faring

yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring dan tonsil, eksudat pada faring

dan tonsil, petechiae palatine, edema uvula dan limfadenopati servikalis

anterior. Tidak semua pasien didapati dengan semua gejala tersebut, banyak

pasien datang dengan gejala yang ringan dan tanpa eksudatif. Anak-anak di

bawah 3 tahun dapat disertai coryza dan krusta hidung. Faringitis dengan

eksudat jarang terjadi pada umur ini (Alan, et.al.,2001).

Pada faringitis viral, pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis.

Virus influenza, Coxsachie virus dan Cytomegalovirus tidak menghasilkan

eksudat. Coxsachie virus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan

Page 6: Anatomi Faring

lesi kulit berupa maculopapular rash. Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan

faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat

pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan

hepatosplenomegali (Rusmarjono, 2007).

Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda dan

gejala yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam

menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis

karena bakteri atau virus. Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi,

progresifitas dan tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam,

batuk, kesukaran bernafas, pembengkakan limfonodi, paparan infeksi, dan

adanya penyakit sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus

diperiksa apakah terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing,

eksudat, massa, petechie dan adenopati (Miriam T. Vincent, 2004). Juga

penting untuk menanyakan gejala yang dialami pasien seperti demam,

timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan coryza. Jika dicurigai

faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus, seorang dokter harus

mendengar adanya suara murmur pada jantung dan mengevaluasi apakah pada

pasien terdapat pembesaran lien dan hepar. Apabila terdapat tonsil eksudat,

pembengkakan kelenjar limfe leher, tidak disertai batuk dan suhu badan

meningkat sampai 38ºC maka dicurigai adanya faringitis karena infeksi

GABHS (Alan, et.al.,2001)

Kultur tenggorokan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk

menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri

GABHS. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan

pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada

agar darah dan ditanami disk antibiotik. Kriteria standar untuk penegakan

diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %.

Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari

(Miriam T. Vincent, 2004).

Page 7: Anatomi Faring

6. Penatalaksanaan

Terapi pada penderita faringitis viral dapat diberikan aspirin atau

asetaminofen untuk membantu mengurangi rasa sakit dan nyeri pada

tenggorokan. Penderita dianjurkan untuk beristirahat di rumah dan minum

yang cukup. Kumur dengan air hangat. Faringitis yang disebabkan oleh virus

dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Rusmarjono, 2007).

Terapi untuk faringitis bakterial diberikan antibiotik terutama bila diduga

penyebab faringitis akut ini grup A Streptokokus β hemolitikus. Dapat juga

diberikan Penicilin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau

amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada

dewasa 3 x 500mg selama 6-10 hari, jika pasien alergi terhadap penisilin maka

diberikan eritromisin 4x500 mg/hari. Kumur dengan air hangat atau antiseptik

beberapa kali sehari (Rusmarjono, 2007).

Faringitis yang disebabkan Candida dapat diberikan Nystasin 100.00 –

400.000 2 kali/hari dan faringitis yang disebabkan Gonorea dapat diberikan

Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriakson 250mg secara injeksi intramuskular

(Rusmarjono, 2007)

7. Komplikasi

Komplikasi umum pada faringitis termasuk sinusitis, otitis media,

epiglottitis, mastoiditis, dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan infeksi

streptokokus jika tidak diobati dapat menyebabkan demam reumatik akut,

peritonsillar abses, peritonsillar cellulitis, abses retrofaringeal, toxic shock

syndrome dan obstruksi saluran pernasafan akibat dari pembengkakan laring.

Demam reumatik akut dilaporkan terjadi pada1 dari 400 infeksi GABHS yang

tidak diobati (John R. Acerra, 2013).

Page 8: Anatomi Faring

8. Prognosis

Prognosis untuk faringitis akut sangat baik pada sebagian besar kasus.

Biasanya faringitis akut sembuh dalam waktu 10 hari, namun harus berhati-

hati dengan komplikasi yang berpotensi terjadi (John R. Acerra, 2013).